PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala isinya penuh dengan sebab dan
akibat. Salah satu ciptaannya adalah adanya tata surya yang terdiri atas matahari,
bumi, dan planet-planet yang bekerja atas kekuasaan Tuhan. Bumi adalah salah
satu planet yang dihuni oleh manusia dengan berbagai fenomena alam yang
disebabkan oleh adanya benda benda langit yang bekerja. Hujan, angin, awan,
suhu adalah sebab dari adanya fenomena alam yang ada. Sebab-sebab itulah yang
mendatangkan keuntungan tetapi tidak lepas dari adanya malapetaka bagi
kehidupan manusia. Menjadi keuntungan ketika sebab dari fenomena ini mampu
diterapkan dalam dunia transportasi darat maupun laut dan menjadi malapetaka
ketika mengetahui akan adanya bahaya namun sebab dari fenomena ini tidak
mampu dicegah atau dikendalikan karena adanya kesalahan dalam
memrediksikannya.
Dengan adanya hal itu yang disertai dengan perkembangan teknologi maka
beberapa ahli dan penemu-penemu menemukan alat yang dapat digunakan untuk
mengetahui bagaimana ukuran dan potensi dari sebab fenomena alam tersebut.
Hal ini dibutuhkan karena manusia tidak serta-merta dapat menduga akibat dari
adanya sebab fenomena alam tersebut, dan manusia juga tidak lepas dari
kesalahan saat melakukan penelitian terhadap sebab fenomena ini. Maka
ditemukanlah berbagai alat yang dapat digunakan untuk mengetahui serta
mengukur potensi dari hujan, angin, awan, suhu, dll. Karena dianggap sangat
berguna hingga akhirnya teknologi seperti ini dikembangkan terus-menerus oleh
para ahli dan menyebar ke seluruh pelosok dunia termasuk Indonesia.
Indonesia sebagai negara beriklim tropis, tidak lepas dari sebab-sebab oleh
fenomena alam misalnya matahari yang berlimpah, wilayah yang sering hujan,
dan tanah yang subur sehingga dapat ditumbuhi berbagai jenis tanaman seperti
yang diterapkan di negara tropis lain dalam pembangunan fisik kota terutama di
bidang pertanian.
Pertanian merupakan salah satu bidang pembangunan yang sangat dipengaruhi
oleh keadaan iklim. Kebudayaan-kebudayaan besar dari sejak zaman prasejarah
selalu tercatat kemampuannya dalam berinteraksi dan mengenal perilaku serta
nampak dalam alam sekitar mereka (Kurnia, 2010).
Pertanian merupakan budaya yang pertama kali dikembangkan manusia
sebagai respon terhadap tantangan kelangsungan hidup yang berangsur menjadi
sukar karena semakin menipisnya sumber pangan di alam bebas akibat laju
pertambahan manusia. Pengelolahan hamparan tanaman memadukkan faktor-
faktor produksi bahan organik secara sinergi dengan tujuan meningkatkan
produksi bahan organik secara optimal baik kuantitatif maupun kualitatif, atau
bertujuan untuk meningkatkan penampilan tanaman menurut selera konsumen.
Pengelolahan pertanaman meliputi kegiatan yang berkaitan dengan efisiensi
pemanfaatan radiasi matahari, komponen iklim makro dan mikro lainnya, hara
tanaman dan air tanah oleh tanaman (Nurmala, dkk. 2012).
Dari adanya permasalahan seperti di atas, maka dibutuhkanlah ilmu yang
mencakup tentang hal tersebut yaitu Klimatologi. Klimatologi yakni ilmu yang
membahas dan menerangkan tentang iklim, bagaimana iklim dapat berbeda pada
suatu tempat dengan tempat lainnya dan bagaimana kaitan antara iklim dan
manusia. Dari ilmu ini jugalah dapat ditemukan bagaimana penggunaan alat-alat
klimatologi yang akan membantu pelaksanaan kegiatan terutama dalam bidang
transportasi, industri, dan yang terpenting adalah pertanian.
Demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut, dibutuhkankan
informasi klimatologi dimasa yang akan datang untuk membantu
memproyeksikan kondisi klimatologi, sehingga diharapkan dapat merencanakan
kebutuhan-kebutuhan manusia dengan efisen dan efektif di masa mendatang.
Dalam peramalan klimatologi memerlukan sebuah stasiun klimatologi, dimana
stasiun ini berguna sebagai pusat informasi yang digunakan sebagai data untuk
keperluan manusia.
Berdasarkan dari materi diatas, perlu dilaksanakan praktikum tentang
Pengenalan Alat Klimatologi ini agar Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat
klimatologi, penggunaan, dan standar penempatannya pada stasiun klimatologi.
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu praktikan dapat mengenal alat klimatologi
serta prinsip kerjanya, praktikan dapat mengetahui penggunaan alat tersebut
dalam bidang pertanian serta praktikan dapat mengetahui tata letak dan
pemasangan peralatan klimatologi di Stasiun Klimatologi.
Adapun manfaat praktikum ini adalah praktikan mampu memahami
agroklimatologi, praktikan dapat menggunakan alat-alat agroklimatologi dengan
efisien, dan praktikan mengetahui tempat agroklimatologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klimatologi
Sejarah pengamatan meteorologi, geofisika dan klimatologi di Indonesia dimulai
pada tahun 1841 diawali dengan suatu pengamatan yang dilakukan secara
perorangan oleh Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun
kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil
pengamatan cuaca dan geofisika (Anonim, 2014).
Pada tahun 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh Pemerintah
Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan nama Magnetisch
en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi
dipimpin oleh Dr. Bergsma (Anonim, 2016).
Pada tahun 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun
pengamatan di Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi
dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada tahun
1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta,
sedangkan pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada tahun 1928, dan
Pada tahun 1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan
menambah jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi mulai digunakan untuk
penerangan pada tahun 1930 ( Anonim, 2016).
Pada masa pendudukan Jepang antara tahun 1942 sampai dengan 1945, nama
instansi meteorologi dan geofisika diganti menjadi Kisho Kauso Kusho. Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, instansi tersebut dipecah
menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang berada di
lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk melayani
kepentingan Angkatan Udara. Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi dan
Geofisika, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga (Anonim, 2014).
Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih
oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en
Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika
yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia, kedudukan instansi
tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta (Anonim, 2014).
Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan negara Republik Indonesia
dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi Jawatan
Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan
Umum. Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia secara resmi masuk sebagai
anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau
WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent
Representative of Indonesia with WMO (Anonim, 2016).
Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya
menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan,
dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan
Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara (Anonim, 2014).
Pada tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan
Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada
tahun 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat
Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah
Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi
suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika,
dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan.Pada tahun
2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun 2002, struktur
organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika (Anonim, 2016).
Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan
Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga
Pemerintah Non Departemen. Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika disahkan oleh Presiden Republik Indonesia (Anonim, 2014).
2.1.1. Pengertian Klimatologi
Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima berarti kemiringan (slope) yg
di arahkan ke Lintang tempat, sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi
Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim,
mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara
iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi
dari data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang
sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tanjung, 2011).
Klimatologi merupakan ilmu yang mempelajari jenis iklim di muka bumi
dan faktor penyebabnya. Klimatologi terbagi menjadi dua jenis yaitu klimatologi
fisik dan klimatologi terapan. Klimatologi fisik adalah klimatologi yang
menjelaskan iklim berdasarkan sifat fisik kemudian dipresentasikan
(klimatografi). Sedangkan klimatologi terapan adalah analisis data iklim untuk
digunakan secara operasional, Yang meliputi agroklimatologi, klimatologi
penerbangan, bioklimatologi, klimatologi industri dan lain-lain (Handoko, 1995).
Klimatologi merupakan ilmu tentang atmosfer. Mirip dengan meteorologi,
tapi berbeda dalam kajiannya, meteorologi lebih mengkaji proses di atmosfer
sedangkan klimatologi pada hasil akhir dari proses atmosfer (Tjasyono, 2004).
2.1.2. Hubungan Pertanian dengan Klimatologi
Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan
produksi tanaman. Jenis-jenis dan sifat-sifat iklim bisa menentukkan jenis2
tanaman yg tumbuh pada suatu daerah serta produksinya. Oleh karena itu kajian
klimatologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan (Tjasyono, 2004).
Seiring dengan berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada
perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya
perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim
kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk merencanakan
masa tanam dan masa panen. Untuk daerah tropis Indonesia, hujan merupakan
faktor pembatas dalam pertumbuhan dan produksi tanaman (Tjasyono, 2004).
Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari. Setiap tanaman pasti
memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan sumber air
utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman yg disebabkan oleh
berubahnya kondisi hujan akan mempengaruhi siklus pertumbuhan tanaman, ini
merupakan contoh global pengaruh ikliim terhadap tanaman (Tjasyono, 2004).
Di Indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya fenomena
El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menyebabkan menurunnya
produksi kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit bila tidak mendapatkan hujan dalam
tiga bulan berturut-turut akan menyebabkan terhambatnya proses pembungaan
sehingga produksi kelapa sawit untuk jangka enam sampai delapan belas bulan
kemudian menurun. Selain itu produksi padi juga menurun akibat dari kekeringan
yang berkepanjangan atau terendam banjir. Akan tetapi pada saat terjadi fenomea
La Nina produksi padi malah sangat meningkat untuk masa tanam musim ke dua
dibandingkan musim pertama (Tjasyono, 2004).
Selain hujan, ternyata suhu juga bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yg
hidup di daerah-daerah tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di
daerah tropis, gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan
suhu antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan suhu
musim panas dan musim kemarau di daerah-daerah subtropis dan kutub. Oleh
karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih di arahkan pada perbedaan
suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan suhu akibat dari ketinggian tempat
(elevasi) berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebagai contoh,
tanaman strowbery akan berproduksi baik pada ketinggian di atas 1000 meter,
karena pada ketinggian 1000 meter pebedaan suhu antara siang dan malam sangat
kontras dan keadaan seperti inilah yg dibutuhkan oleh tanaman strowbery. Jadi
keeratan hubungan antara klimatologi dengan ilmu pertanian tercermin dengan
berkembangnya cabang klimatologi (Tjasyono, 2004).
Pengamatan unsur cuaca dan prediksi dampak perubahannnya terhadap
produktivitas padi di suatu daerah yang luas dengan data satelit inderaha adalah
sangat efektif dan efisien. Analisis perubahan cuaca melalui pengamatan liputan
awan dan intensitas radiasi surya di areal persawahan Pulau Jawa dari data satelit
inderaja dan memprediksi dampak terhadap produktivitas padi. Kebutuhan pangan
akan meningkat dengan bertambahnya penduduk, untuk itu pemerintah Indonesia
dalam memenuhi kebutuhan tersebut, selain mengadakan ekstensifikasi yang
ditempuh dengan jalan mencetak lahan pertanian baru di luar Pulau Jawa, juga
meningkatkan usaha tani untuk peningkatan produksi pertanian. Guna mengambil
kebijaksanaan pemerintah untuk menangani kebutuhan pangan perlu dilakukan
pemantauan terhadap kondisi daerah pertanian, khususnya padi. Produksi
pertanian lebih banyak dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim. Pertumbuhan dari
produksi padi lebih banyak ditentukn oleh aktifitas fotosintesa padi yang banyak
dipengaruhi oleh liputan awan yang menaungi tanaman (Kushardono, 2006).
2.2. Agroklimatologi
Agroklimatologi adalah ilmu iklim yang mempelajari tentang hubungan antara
unsur-unsur iklim dengan proses kehidupan tanaman. Di dalam agroklimatologi
yang dipelajari adalah bagaimana unsur-unsur itu berperan dalam tanaman seperti
bagaimana fotosintesis bisa tinggi, respirasi optimal, transpirasi normal, sehingga
hasil bisa tinggi. Kisaran agroklimatologi meliputi radiasi matahari, suhu,
kelembapan udara, angin, awan hujan dan gas (Handoko, 1995).
Agroklimatologi adalah perencanaan atau pengembangan pertanian di suatu
wilayah iklim. Sebagai dasar strategi penyusunan rencana dan kebijakan
pengelolaan usaha tani. Metereologi yaitu ilmu yang mempelajari proses fisik
bagaimana cuaca terbentuk. Iklim mikro yang merupakan kondisi cuaca dalam
lingkungan atmosfer terbatas. Ilmu iklim adalah ilmu yang memberikan dan
menjelaskan fenomena iklim dengan perbedaan karakter dari satu tempat dengan
tempat yang lain (Handoko, 1995).
Agroklimatologi terdiri dari 3 kata yaituagro (lahan/pertanian), klimat (iklim)
dan logi/logos (ilmu). Jadi dapat disimpulkan bahwa agroklimatologi adalah
suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang iklim yang berhubungan langsung
dengan bidang pertanian (Anonim, 2010).
2.3. Stasiun
Dalam persetujuan Internasional, suatu stasiun meteorologi paling sedikit
mengamati keadaan iklim selama 10 tahun berturut-turut hingga akan
mendapatkan gambaran umum tentang keadaan iklimnya, batas-batas ekstrim, dan
juga pola siklusnya (Gunawan, 2007).
Taman alat meteorologi umumnya terdapat pada setiap stasiun meteorologi.
Luas taman alat tergantung pada jenis alat yang dipasang didalamnya. Tempat
untuk membangun taman alat disesuaikan dengan jenis stasiun, agar hasil
peramatan cukup representatif, misalnya taman alat untuk keperluan penerbangan
dibangun dekat landasan. Taman alat meteorologi pertanian dibangun ditempat
yang representatif untuk keperluan pertanian (Gunawan, 2007).
Pengaruh iklim terhadap tanaman dapat diamati baik bila letak stasiun dapat
mewakili hubungan alamiah antara iklim dengan tanah, air dan tanaman di suatu
daerah pertanian yang. Tempat yang mempunyai iklim berbeda-beda dalam jarak
pendek karena faktor lingkungan yang bersifat khusus seperti: rawa, bukit, danau,
dan kota, sedapat mungkin tidak dipilih untuk lokasi stasiun (Taufik, 2010).
2.3.1. Pengertian Stasiun
Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat untuk mengadakan
pengamatan atau penelitian secara terusmenerus mengenai keadaan fisik dan
lingkungan (atmosfer) serta pengamatan tentang keadaan biologi dari tanaman dan
objek pertanian lainnya (Anonim, 2010).
2.3.2. Pembagian Stasiun
Menurut (Anonim, 2014) pembagian stasiun meteorologi dibagi menjadi tiga
klas, yaitu :
1. Stasiun Meteorologi Pertanian Utama (Kelas I), melakukan pengamatan unsur
cuaca dan iklim secara teratur dan lengkap, melakukan penyusunan program
penelitian tentang hubungan cuaca dan pertanian, menentukan dan melakukan
percobaan pengamatan, membantu instansi lain dalam menentukan kebijakan
pengembangan pertanian wilayah, menyiarkan hasil pengamatan dan penelitian
kepada masyarakat serta melayani kebutuhan masyarakat akan bimbingan di
bidang meteorologi pertanian
2. Stasiun Meteorologi Pertanian Biasa (Kelas II), melakuakan pengamatan unsur
cuaca dan iklim secara rutin dan lengkap, melaksanakan percobaan yang
ditentukan oleh Stasiun Meteorologi Pertanian Kelas I, menyediakan data bagi
masyarakat, dan mengatur pengamatan yang dilakukan oleh Stasiun Meteorologi
Pertanian Kelas III.
3. Stasiun Meteorologi Tambahan (Kelas III), melakukan pengamatan unsur
cuaca tertentu yang dibutuhkan oleh Stasiun Klas I dan Klas II, melakukan
pengamatan yang sangat terbatas di bidang pertanian.
2.3.3. Syarat Penempatan Stasiun
Syarat-syarat penempatan stasiun klimatologi atau meteorologi antara lain,
sekeliling luasan terpelihara dengan tanaman penutup (rerumputan atau tanaman
yang rendah) sebatas pada pengaruh gerakan angin di sekitar atau tidak
berdekatan dengan jalan raya (jalan besar), tempatnya pada tanah yang datar,
bebas atau jauh dari bangunan dan pohon-pohon besar, letak stasiun jangan terlalu
jauh dengan pengamat dan keperluan pengamatan (BMKG, 2008).
Syarat tanam peralatan klimatologi yaitu mewakili keadaan iklim seluas
mungkin kawasan wilayah yang diinginkan. Stasiun dibuat pada sebidang lahan
datar dengan ditanami rumput seragam setinggi sekitar 5 cm. Stasiun juga harus
bebas dari penghalang. Serta stasiun klimatologi harus diberi pagar kokoh.
Ukuran luas stasiun beragam, mulai dari 2 m x 2 m hingga 50 m x 50 m.
Mengetahui koordinat dan tinggi dari muka laut stasiun tersebut (BMKG, 2008).
Klimatologi yang pengukurannnya dilakukan secara kontinyu dan meliputi
periode waktu yang lama paling sedikit 10 tahun, bagi stasiun klimatologi
pengamatan utama yang dilakukan meliputi unsur curah hujan, suhu udara, arah
dan laju angin, kelembapan, macam dan tinggi dasar awan, banglash horizontal,
durasi penyinaran matahari dan suhu tanah oleh karena itu persyaratan stasiun
klimatologi ialah lokasi, keadaan stasiun dan lingkungan sekitar yang tidak
mengalami perubahan agar pemasangan dan perletakan alat tetap memenuhi
persyaratan untuk menghasilkan pengukuran yang dapat mewakili (Kadir,2006).
Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat untuk mengadakan
pengamatan secara terus menerus keadaan lingkungan (atmosfer). Suatu stasiun
meteorologi paling sedikit mengamati keadaan iklim selama 10 tahun berturut-
turut, sehingga akan didapat gambaran umum tentang rerata keadaan iklim suatu
tempat. Agar diperoleh hasil pemgamatan yang akurat, maka dibutuhkan
persyaratan seperti penempatan lokasi stasiun harus mewakili keadaan lahan yang
luas, masing-masing alat harus dapat memberikan hasil pengukuran parameter
cuaca yang tepat dan akurat, sederhana, kuat atau tidak mudah rusak, mudah
penggunaan dan perawatannya, dan pengamat harus dapat dipercaya, terlatih, dan
terampil. Stasiun meteorologi harus ditempatkan pada daerah terbuka dan
representatif. Secara umum. Luas daerah terbuka bagi suatu stasiun meteorologi
pertanian dengan peralatannya lengkap kira-kira 2-2,5 Ha (Kadir, 2006).
2.3.4. Kesalahan Penempatan Alat Stasiun
Kesalahan penempatan alat stasiun dimana alat-alat agroklimatologi dipasang
sacara sembarangan seperti didaerah pemukiman penduduk atau diantara gedung-
gedung-gedung tinggi, maka alat-alat stasiun tidak akan berfungsi dan berkerja
secara baik karena jika salah menempatkan alat-alat tersebut maka hitungan dan
perkiraan cuaca dan iklim akan mengalami kesalahan, serta harus memperhatikan
jenis alat-alatnya jika alatnya untuk mengukur kecepatan angin maka jangan di
simpan ditempat yang banyak air dan tiangnya tidak boleh pendek, serta
kesalahan penempatan juga bisa terjadi jika alat-alat tidak memiliki jarak pasang
antar alat satu dan alat lain (Naveezha,2013).
2.3.5. Fungsi Alat Stasiun bagi Pertanian
Unsur-unsur klimatologi dan cuaca seperti suhu dan kelembaban udarah,
curah hujan, intensitas penyinaran matahari, kecepatan dan arah angina serta
unsur lainnya merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha pertanian.
Pengukuran besar-besaran tersebut lazim dilakukan di stasiun-stasiun klimatologi.
Cara dan alat ukur di stasiun meterologi dan klimatologi Indonesia umumnya
masih secara manual, yang hasil kelengkapan dan keakuratan datanya sangat
tergantung kepada manusia pencetaknya. Beberapa alat pencatat otomatis buatan
pabrik sudah digunakan, tetapi harganya masih relative mahal (Irianto, 2003).
Untuk pengukuran dan pencetakan tentang iklim atau cuaca yang sangat
penting dalam pertanian antara lain yaitu curah hujan evaporasi (permukaan tanah
dan tanaman). Radiasi matahari (lama penyinaran dan intensitas penyinaran
matahari). Kelembaban suhu atau temperature (suhu udara dan suhu tanah). Dan
kecepatan angin (arah dan kecepatan angina). Untuk hal itu dalam stasiun
pengamatan atau pengukuran iklim atau cuaca bagi pertanian lazimnya
mempunyai perlengkapan seperti sheller (kotak Stevenson) thermometer suhu
maksimum dan minimum, thermometer bola basa dan bola kering, termograf,
penakar hujan (ombrometer), anemometer, evaporimeter, solarimeter , sunshine
duration record dan thermometer tanah (Irianto, 2003).
Untuk mengukur suhu udara digunakan alat pengukur suhu udara yang terdiri
atas empat macam yaitu thermometer biasa, thermometer maksimum,
thermometer minimum, dan thermometer minimum-maksimum Six Belani.
Kempat alatt ini mempunyai prinsip kerja dengan muai zat cair. Perbedaannya
adalah untuk thermometer biasa dan thermometer maksimum menggunakan muai
zat cair raksa sedangkan thermometer minimum menggunakan muai zat cair dari
alcohol dan untuk thermometer maksimum-minimum Six Belani menggunakan
muai zat cair dari alcohol dan raksa (Nurasifa, 2014)
Untuk mengukur suhu dan kelembaban nisbih udara digunakan alat pengukur
suhu dan kembaban nisbih udara yang terdiri atas dua macam yaitu
termohigrometer termohigrograf. Kedua alat ini mempunyai prinsip kerja yang
sama yaitu dengan muai dwi-logam dan higroskopis rambut (Nurasifa, 2014).
Untuk mengatur suhu tanah digunakan alat pengukur suhu tanah yang terdiri
atas enam yaitu thermometer permukaan tanah. Thermometer tanah selubang
kayu, thermometer tanah tipe bengkok, ttermometer tanah maksimum dan
minimum. Keenam alat ini mempunyai prinsip kerja yang sama yaitu dengan
muai zat cair (Nurasifa, 2014).
Untuk mengukur temperatur air digunakan alat pengukur temperatur
maksimum-minimum air dengan prinsip kerja dengan zat cair (Nurasifa, 2014).
Untuk mengukur panjang penyinaran digunakan alat pengukur panjang
penyinaran yang terdiri atas dua macam yaitu Solarimeter tipe Yordan dan
Solarimeter tipe Campbell-Stokes. Prinsip kerja kedua alat ini adalah dengan
reaksi fotokhemes dan pemokusan sinar matahari (Nurasifa, 2014).
Untuk mengukur radiasi matahari digunakan alat pengukur intensitas radiasi
matahari yang dinamakan aktimograf Dwi-Logam dengan prinsip kerja
menggunakan beda muai logam hitam dan putih (Nurasifa,2014).
Untuk mengukur kecepatan angina digunakan alat pengukur kecepatan angina
yang terdiri atas tiga macan alat yakni Cup Anemometer, Biram anemometer dan
Hand Anemometer prinsip kerja Cup Anemometer dan Biram anemometer adalah
sama yaitu dengan sistem mekanik. Sedangkan untuk Hand Anemometer prinsip
kerjanya adalah dengan sistem GGL sistem (Nurasifa,2014).
BAB III
METEDOLOGI
4.1.4 Lisimeter
1. Nama Alat : Lisimeter
2. Gambar dan Bagian-Bagian Alat
4.1.6 HVS
1. Nama Alat : HVS
2. Gambar dan Bagian-Bagian Alat
4.1.9 AWS
1. Nama Alat : AWS
2. Gambar dan Bagian-Bagian Alat
4.1.10 Anemometer
1. Nama Alat : Anemometer
2. Gambar dan Bagian-Bagian Alat
Anonim.2010.Klimatologi.http://klimatologibanjarbaru.com/artikel/2008/12/tama
n-alat/.Diakses pada BMKG. 2008. Standar Stasiun Meteorologi. Badan
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Anonim.2014.Klimatologi.http://klimatologibanjarbaru.com/artikel/2008/12/tama
n-alat/.Diakses pada BMKG. 2008. Standar Stasiun Meteorologi. Badan
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Anonim.2016.Klimatologi.http://klimatologibanjarbaru.com/artikel/2008/12/tama
n-alat/.Diakses pada BMKG. 2008. Standar Stasiun Meteorologi. Badan
Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Taufik, Muhammad. 2010. Analisis Tren Iklim dan Ketersediaan Air Tanah di
Palembang, Sumatra Selatan: Volume 24 (1) : 42-49.