Falsafah atau pandangan hidup masyarakat adat Minagkabau adalah "adat basandi syarak syarak basandi kitabullah" (ABS-
SBK) "syarak mangato, adat mamakai, alam takambang jadi guru"
Dalam hal ini akal dan budi, keluasan perasaan budi sangat berperan, "manusia tahan kieh, binatang tahan lacuik, kilek baliung
alah ka kaki, kilek kaco alah kamuko, tagisia lah labiah bak kanai, tasinggung labiah bak jadi". Pepatah tersebut menuntut
kearifan dan kebijaksanaan manusia dalam berkata bertindak dan bekerja. Sehingga disebut pula dalam adat "nan bagarih
babalabeh"sebagai hasil kearif bijaksanaan.
Seni ukir Minangkabau tidak bisa dilepaskan dengan masyarakat Minangkabau itu sendiri. Karena seni ukir tradisional
Minangkabau merupakan gambaran kehidupan masyarakat yang dipahatkan pada dinding rumah gadang, merupakan wahana
komunikasi dengan memuat berbagai tatanan sosial dan pedoman hidup bagi masyarakatnya. Marzuki Malin Kuning (1897
1987) ahli ukir dari Ampat Angkat Candung menjelaskan Seni ukir yang terdapat pada rumah gadang merupakan ilustrasi dari
masyarakatnya dan ajaran adat yang divisualisasikan dalam bentuk ukiran, sama halnya dengan relief yang terdapat pada candi
Borobudur.
Tetapi kenyataan yang ada, bahwa seni ukir tradisional pada rumah gadang telah kehilangan jati diri dan peranannya di masa
sekarang. Masyarakat Minangkabau tidak banyak lagi yang mengetahui tentang nilai estetikanya, apa lagi makna filosofi yang
terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kepahaman pada nilai-nilai estetika dan makna-makna adat yang
terkandung dalam seni ukir tersebut. Untuk itu perlu dikaji ulang dan digali kembali, agar jangan kehilangan nilai dan makna seni
ukir tradisional itu di tengah-tengah masyarakat pendukungnya.
Tumbuhan paku atau pakis sudah menjadi makanan sehari-hari bagi orang Minangkabau, kaluak
paku atau relung pakis adalah bagian dari tanaman pakis yang masih muda yang bagian ujungnya
melingkar padat.
Kata-kata adat diatas berarti kaluak paku melambangkan tanggung jawab seorang laki-laki
Minang yang memiliki 2 fungsi, sebagai ayah dari anak-anaknya dan sebagai mamak dari
kemanakannya. Ia harus membimbing dan mendidik anak dan kemenakannya sehingga menjadi
orang yang berguna dan bertanggung jawab terhadap keluarga kaum dan nagari.
Labels: Budaya, Motif Ukir dari Tumbuhan, Ukiran Tradisional Minangkabau
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
RAGAM DAN JENIS MOTIF UKIRAN BALI
SUNGGAR
Motif ukir Bali memiliki ciri penting didalam ragam hias Bali adalh merupakan perkembangan
dari motif ukir Pajajaran dan motif ukir Majapahit. Hal ini di lihat dari bentuk angkup dan
sunggarnya. Motif ukir Bali terdiri dari :
Motif Bali
2. Daun sunggar
Pada lazimnya dinamakan ikal mursal atau rekalsitran yang sifatnya krawingan dengan
tumbuh ulir pada sisi dalam daun tersebut.
SUNGGAR merupakan salah satu bentuk dari unsur motif ukiran yang tidak terdapat
pada semua motif yang ada. Sunggar hanya terdapat pada motif Bali. Sunggar tumbuh mulai dari
ikal yang berbentuk seperti spiral melengkung pada benangan timbul. Bentuk Sunggar seperti
daun patran yang cekung. Sunggar ini sesungguhnya di awali dengan tarikan garis dari bentuk
ikal menuju ke depan dan kemudian ke atas membentuk segitiga menyerupai bentuk daun patran.
Kemudian dilanjutkan dengan bertemunya sunggar yang berhadapan secara mepet dengan
bentuk angkup. Gambar di atas memperlihatkan bentuk sunggar sesuai yang ditunjukkan sebuah
garis yang kemudian diberi keterangan tulisan Sunggar.