Anda di halaman 1dari 6

MOTIF RAGAM HIAS CIREBON

1. Batik Megamendung

Ikon batik Cirebon adalah motif batik megamendung. Motif batik megamendung mempunyai
kekhasan yang identik sehingga berbeda dengan daerah lain. Kekhasan motif batik
megamendung terletak pada motifnya berupa gambar menyerupai awan dengan warna tegas,
serta nilai filosofi yang terkandung di dalamnya yang berkaitan erat dengan sejarah lahirnya
batik Cirebon secara keseluruhan. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata berencana
mendaftarkan motif batik megamendung ke UNESCO guna mendapat pengakuan sebagai
salah satu warisan dunia. Motif batik ini telah dikenal luas sampai manca Negara. Bahkan
motif megamendung sempat dijadikan cover sebuah buku berjudul Batik Design yang
merupakan terbitan luar negeri. Buku tersebut merupakan sebuah karya dari Pepin Van
Roojen, pria berkebangsaan Belanda. H. Komarudin Kudiya S.IP, M.DS sebagai Ketua
Harian yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) berpendapat, bahwa motif megamendung
merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna sehingga penggunaan motif ini
sebaiknya dijaga baik dan ditempatkan sebagaimana mestinya.

2. Batik Sawat Pengantin

Batik sawat pengantin secara garis besar, memberikan konotasi simbolisme menuju keesaan
seperti pengantin, yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan. Masyarakat Cirebon-
Indramayu memiliki keyakinan tentang harapan dari Sang Pencipta yang diekspresikan
melalui motif batik sawat pengantin.
3. Batik Paksinaga Liman

Batik paksinaga liman bermotif kereta kencana paksinaga liman Cirebon. Paksinaga liman
merupakan perwujudan gabungan antara binatang paksi (garuda), naga (ular) dan liman
(gajah). Paksinaga liman adalah symbol kekuatan kerajaan Cirebon yakni udara (paksi), laut
(naga) serta darat (liman). Batik paksinaga liman biasa dipesan oleh turis Jepang untuk
dijadikan bahan kimono.

MOTIF RAGAM HIAS MATARAM


Ragam hias Mataram ini banyak mengekspresikan bentuk daun yang menyerupai daun waru,
atau kluweh (Jawa) atau  juga gubahan dari buah koro yang disebut korohisto. Susunan dari
ragam hias ini biasanya bergerombol dari satu pusat tumbuh ke segala arah. Ada juga yang
disusun sambung menyambung antara daun yang satu dengan daun yang lain hingga
mewujudkan untaian yang panjang. Unsur-unsur pada ragam hias ini terdiri dari :

1. Daun pokok : dalam motif ini dilakasanakan dalam bentuk krawing (cekung) baik dari
pangkal sampai ujung daun.
2. Ulir : pada umumnya bentuk ulir pada motif ini banyak mempunyai proporsi yang besar
bila dibandingkan dengan motif lain.
3. Pecahan : pada motif ini banyak diterapkan pada tepi-tepi daun sampai pada angkupnya
dan tiap satu daun paling banyak tiga pecahan dan pecahan tersebut biasanya lebar dan
dalam.
4. Benangan :pada motif ini dilaksanakan timbul berbentuk melilit melingkari ulir induk.
5. Angkup : pada motif ini angkup dalam arti riel (nyata) tidak ada yang kelihatan seperti
angkup pada daun pokok, hanya merupakan lipatan daun itu sendiri.
6. Trubusan : pada ragam hias ini daun trubusan banyak menyerupai daun warudengan
benangan timbul.
MOTIF RAGAM HIAS JEPARA
1. MOTIF UKIR NAGA

Motif ukiran Jepara lainnya adalah motif ukir naga. Naga merupakan hewan mitologi
yang juga dipercaya sebagai simbol penguasa dan dikenal di seluruh dunia. Motif ini
juga terdapat pada pintu bledek di masjid Demak dan sering juga diaplikasikan pada
gebyok, relief dan lukisan suku Dayak. Motif ukir naga pada gebyok ini juga banyak
diminati para pecinta seni ukir.

2. MOTIF GUNUNGAN

Motif gunungan, motif daun, dan motif tumbuhan yang banyak tumbuh di sekitar
pegunungan dan dataran tinggi menjadi motif dari ukiran Jepara yang banyak
digunakan. Contohnya adalah motif bentuk daun yang lancip meruncing ke atas mirip
daun pandan dan motif pohon kamboja yang seringkali tumbuh di sekitar pekuburan.
Motif gunungan ini juga dapat ditemukan pada ukiran yang ada di masjid Mantingan.
MOTIF RAGAM HIAS PAJAJARAN

Ragam hias ini banyak terdapat di Jawa Barat karena merupakan hasil dari budaya Kerajaan
Pajajaran. Peninggalan yang masih sampai sekarang banyak terdapat di Makam Sunan
Gunung Jati. Dalam ragam hias ini kelihatan bentuk-bentuk yang bulat karena semua bentuk
ukiran di ekspresikan bulatan atau cembung. Ragam hias Pajajaran terdiri dari:

1) Daun pokok : daun pokok atau relung besar dibuat cembung atau bulatan. Hal ini
perkasanya sifat ragam hias.
2) Angkup :  pada ragam hias ini dibuat cembung atau bulatan. Pada tangkai angkup
biasanya tumbuh trubusan pada bagian atas.
3) Cula : Pada ragam hias Pajajaran ini ada bentuk daun kecil yang tumbuh di muka daun
pokok atau relung besar. Hal ini merupakan corak khusus bahwa di Jawa Barat dengan
adanya binatang yang bercula yaitu binatang badak.
4) Endhong : daun yang tumbuh dibelakang daun pokok, bentuknya bersusun-susun dari
bawah sampai atas dau pokok. Juga bersifat pengisi bidang-bidang kosong.
5) Simbar : pada daun pokok depan, tepatnya di belakang benangan tumbuhlah daun kecil-
kecil yang berjajar ke atas yang lazimnya disebut simbar. Hal ini lebih menambah
wibawa dari ragam hias Pajajaran.
6) Benangan : berbentuk miring, dari bawah sampai ke atas berhenti pada ulir pokok.
7) Pecahan : sebagaimana lazimnya motif ukir, pecahan merupakan pemanis atau
menambah luwesnya bentuk daun yang sudah dipecahi.
8) Trubusan : Dau-daun kecil yang tumbuh di sekitar daun pokok, juga bersifat pelengkap
atau pengisi dari bidang-bidang yang kosong.
Motif Ragam Hias Majapahit

Ragam hias majapahit berbentuk bulatan dan krawingan (cekung) dan terdiri dari ujung
ukel dan daun – daun waru maupun pakis. Dalam raga mini patran dau diwujudkan krawing
(cekung). Bentuk ragam hias majapahit untuk ragam pokok berbentuk seperti tanda tanya.
Ragam-ragam ini terdapat pada bekas-bekas potongan batu yang hanya sedikit dan pada
potongan kayu yang sudah rusak. Ragam majapahit diketemukan oleh Ir. H. Maclaine Pont,
seorang pejabat pada Museum Trowulan dan juga dapat dilihat pada tiang pendopo Masjid
Demak. Menurut sejarah tiang tersebut merupakan benda peninggalan kerajaan Majapahit
yang dibawa oleh Raden Patah.  
Bagian-bagiannya antara lain adalah campuran cekung dan cembung, angkup, jambul,
trubusan, benangan, simbar, dan pecahan.

Batik Asli Madura Motif Lancor

Batik motif lancor ini menjadi motif asli Kabupaten Pamekasan, yang merujuk pada berada di
alun-alun kota.

Batik ini menggunakan pewarna napthol dan remasol. Napthol sendiri adalah zat pewarna
sintetis, untuk memberikan warna biru dan merah.

Sementara pewarna remasol bersifat larut dalam air, dengan ketahanan luntur yang baik.
Pewarna ini juga memiliki daya tarik yang rendah.

Pewarna remasol dalam batik lancor biasanya digunakan untuk memberikan warna kuning,
merah mawar, hijau, hingga jingga.
2. Batik Asli Madura Motif Serat Kayu

Motif kedua adalah serat kayu, yang merupakan motif asli Kecamatan Proppo bagian selatan.

Batik ini dibuat dengan melapisi motif dengan malam (lilin khusus). Tujuannya agar bagian
atau motif tidak terkena zat pewarna.

Setelah itu, kain dilipat menjadi ukuran 20 sentimeter dan diletakkan di atas lincak.

Lipatan-lipatan kain kemudian akan ditekan-tekanan, hingga malam pecah dan membentuk
garis-garis yang serupa dengan serat kayu.

Anda mungkin juga menyukai