Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

World Health Organization merekomendasikan bahwa semua bayi harus

diberi ASI secara eksklusif dari lahir hingga usia enam tahun dan dilanjutkan

setelahnya dengan tambahan makanan suplemen. Terdapat bukti bahwa bayi

yang tidak mendapat ASI lebih cenderung mengalami masalah kesehatan,

termasuk penyakit gastrointestinal dan respirasi, infeksi saluran kemih,

enterokolitis nekrotik, otitis media, dan sepsis onset lambat pada bayi preterm.

(Ettyang, et al., 2005)

Keberhasilan laktasi bergantung pada sintesis ASI dan ejeksi ASI.

(Becker, et al., 2009) Alveoli pada kelenjar mammae manusia dilapisi oleh

laktosit, yang mensintesis dan mensekresikan ASI ke lumen alveolar. Sel

myoepitel yang terdiri dari serabut otot polos berkontrasi dan mengekspulsi ASI

dari alveoli ke duktus ASI dan mengalami ejeksi ASI. (Creasy, et al., 2014)

Tidak semua bayi bisa mendapat ASI baik karena penyakit atau

abnormalitas, prematuritas, separasi dan alasan lainnya. (Johns, et al., 2013)

Selain kelainan pada bayi, ibu juga dapat mengalami masalah dalam

mengekspresikan ASI sehingga bayi tidak memperoleh asupan ASI yang

dibutuhkannya. (Gardner, et al., 2015)


Berbagai metode telah digunakan untuk memperoleh ASI. Kuantitas dari

ASI dan penerimaan oleh ibu dapat bervariasi sesuai dengan metode yang

digunakan untuk menstimulasi ekspresi ASI. (Labiner-Wolfe, et al., 2008) Volume

dari ASI dapat dipengaruhi oleh frekuensi pengekspresian, dan bahkan kualitas

dari konstituen ASI juga dapat bervariasi bergantung pada metode

pengekspresiannya. (Bonuck, et al., 2005)

Laporan mengenai stimulasi ASI telah dipublikasikan selama bertahun-

tahun, meskipun kebanyakan berhubungan dengan perkembangan pompa

komersil. Kebanyakan penelitian yang dipublikasi memiliki batasan hasil akhir,

sering kali hanya berfokus pada volume yang dihasilkan pada waktu yang sangat

singkat, dan hanya beberapa laporan saja yang melaporkan dampak stimulasi

pada proses menyusui dalam jangka panjang. (Becker, et al., 2009) Diperlukan

adanya tinjauan bukti lebih lanjut mengenai metode stimulasi ASI selain dengan

menggunakan pompa komersil.


BAB 2

PROSES FISIOLOGIS LAKTOGENESIS

2.1 Produksi ASI

Inisiasi laktasi pada manusia bergantung pada perkembangan jaringan

kelenjar pada payudara (mammogenesis) dan diferensiasi sel epitel sekretorik

payudara (laktosit). (Creasy, et al., 2014) Laktogenesis dapat dibagi menjadi dua

tahap; laktogenesis I dan laktogenesis II. Proses mammogenesis dan

laktogenesis I dapat tidak sempurna pada ibu yang melahirkan bayi preterm,

meski demikian laktasi masih dapat tercapai dengan baik pada kelompok ini.

(Edmonds, 2007)

Laktogenesis I adalah perkembangan kemampuan sintetik payudara

untuk memproduksi komponen spesifik ASI, seperti laktose, kasein, dan -

laktabumin. Pada tahap ini, sekresi tidak dikeluarkan dan komponen-komponen

direabsorpsi melalui jalur paraseluler antara laktosit ke aliran darah. selama

kehamilan, lumen pada payudara menjadi terdistensi oleh kolostrum. Laktose

tidak dimetabolisme dalam darah dan dibuang melalui urin. Karena payudara

adalah sumber utama pada tubuh, konsentrasi laktose pada urin dapat

digunakan sebagai indikator dari laktogenesis I. (Edmonds, 2007)

Pengukuran laktose urin mengindikasikan bahwa onset laktogenesis I

sangat bervariasi diantara wanita dan terjadi paling cepat pada minggu ke-10
kehamilan dan paling lambat pada minggu ke 22. Perubahan laju ekskresi laktose

dari prekonsepsi hingga melahirkan berhubungan dengan peningkatan volume

payudara pada periode tersebut. Pada minggu ke 22, laktogenesis I sudah

dimulai pada kehbanyakan wanita. Sehingga ibu cenderung mengalami

mamogenesis yang signifikan dan laktosit setidaknya telah memiliki kemampuan

menghasilkan komponen unik yang ada pada ASI. (Edmonds, 2007)

Dimulainya sekresi ASI yang banyak disebut sebagai laktogenesis II. Ini

dapat dirasakan sebagai payudara terasa penuh baik secara tiba-tiba atau

secara bertahap selama periode waktu tertentu. Sensasi ini terjadi antara 24 dan

102 jam setelah melahirkan dengan rerata 59 hingga 64 jam, dan terjadi lebih

cepat pada wanita multipara daripada primipara. Ini dapat menjadi saat yang

tidak nyaman bagi ibu dimana payudara membesar, menjadi keras dan sangat

nyeri. (Edmonds, 2007)

Laktogenesis II adalah tahap paling penting dari laktasi dimana tahap ini

mengiringi kelahiran untuk memberikan bayi yang baru lahir energi, nutrisi, serta

faktor protektif untuk beradaptasi dengan kehidupan independennya. (Gardner,

et al., 2015)Laktogenesis II memerlukan kadar prolaktin, insulin, dan hormon

adrenokortikoid yang memadai dan terjadi akibat withdrawal dari progesteron

tersirkulasi setelah persalinan mengikuti lahirnya plasenta. Pada kebanyakan

wanita, penurunan mayor dari progesteron terjadi setelah melahirkan dan

laktogenesis II dimulai pada 15 hingga 45 jam postpartum. (Edmonds, 2007)


Laktogenesis II juga merupakan waktu dimana konsentrasi komponen ASI

berubah secara drastis. Perubahan ini terjadi dalam 5 hari pertama setelah

melahirkan karena sintesis komponen ASI terutama laktose, yang menginduksi

pergerakan air ke alveoli untuk menjaga keseimbangan osmotik dan penutupan

jalur paraseluler antara laktosit. (Edmonds, 2007)

Dua mekanisme yang serupa namun saling independen terlibat dalam

keberhasilan laktogenesis. Mekanisme pertama menyebabkan pelepasan

prolaktin yang berperan pada sel kelenjar dari payudara untuk menstimulasi

sekresi dan mekanisme kedua menyebabkan pelepasan oksitosin yang berperan

pada sel myoepitelial untuk menginduksi refleks ejeksi ASI. Meski kedua

mekanisme memiliki kesamaan dimana keduanya dapat diaktivasi dengan

hisapan bayi, keduanya dimediasi jalur neuroendokrinologis yang berbeda.

Prolaktin dilepaskan melalui kelenjar pituitari anterior, sedangkan oksitosin

dilepaskan melalui kelenjar pituitari posterior. (Edmonds, 2007)

Gambar 2.1 Stimulasi pelepasan prolaktin dan oksitosin (Edmonds, 2007)


Selama kehamilan, jaringan kulit dari areola relatif tidak sensitif terhadap

stimuli taktil namun menjadi lebih sensitif segera setelah persalinan. Adaptasi

fisiologis ini memastikan adanya stimuli neurologis aferen yang memadai dari

putting ke hipotalamus untuk menginisiasi dan menjaga pelepasan prolaktin dan

oksitosin yang diperlukan untuk keberhasilan laktasi. (Creasy, et al., 2014)

Gambar 2.2 Jalur stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin (Creasy, et al., 2014)

2.2 Refleks Ejeksi ASI

Keberhasilan menyusui juga bergantung pada transfer ASI yang efektif

dari payudara ke bayi. Refleks ejeksi ASI dimediasi oleh pelepasan oksitosin dari

kelenjar pituitari posterior. Oksitosin menyebabkan kontraksi dari sel myoepitelial

yang berada di sekitar kelenjar yang mensekresikan ASI dan juga mendilatasi
duktus dengan bekerja pada sel otot yang berada longitudinal terhadap dinding

duktus. Kontraksi ini maka memiliki efek ganda yaitu mengeluarkan ASI dari

kelenjar dan membebaskan aliran ASI dengan adanya duktus yang terdilatasi. Ini

dikenal juga sebagai let-down reflex. (Creasy, et al., 2014)

Berlawanan dengan prolaktin yang hanya disekresikan sebagai respon

terhadap hisapan bayi, oksitosin dapat disekresikan sebagai respon terhadap

input sensorik misalnya pada saat ibu melihat bayinya, atau mendengar bayinya

menangis. Oksitosin memiliki waktu paruh yang sangat singkat pada sirkulasi dan

dilepaskan dari kelenjar pituitari posterior secara pulsatil. Kadar oksitosin yang

tinggi dapat disekresikan sebelum adanya hisapan sebagai respon terhadap

tangisan bayi. (Edmonds, 2007)

Gambar 2.3 Pola pulsatil pelepasan oksitosin akibat adanya tangisan (C) dan hisapan (S) bayi

(Edmonds, 2007)
Refleks ejeksi ASI dapat diinhibisi oleh stres emosional dan hal ini dapat

menjelaskan mengapa ansietas ibu sering menyebabkan kegagalan laktasi.

(Bonuck, et al., 2005) Keberhasilan menyusui juga bergantung pada

kepercayaan diri ibu dan memastikan fiksasi dan hisapan yang benar pada

payudara. Jika ASI tidak secara efektif dikeluarkan dari payudara tiap kali

menyusui, maka akan terjadi inhibisi pada laktopoiesis dan pada akhirnya

menyebabkan penurunan produksi ASI. (Roesli, 2009)

Newton mendemonstrasikan bahwa nyeri dan stres mengganggu refleks

let down karena proses ini mengganggu dengan pelepasan oksitosin. Kadar

adenokortikotropin dan kortisol plasma menurun pada wanita yang sedang

laktasi dibandingkan dengan wanita non laktasi sebagai respon terhadap stres.

(Creasy, et al., 2014)

Gambar 2.4 Skema stimulus dan efek pada oksitosin dan prolaktin (Creasy, et al., 2014)
BAB 3

STIMULASI PRODUKSI ASI

3.1 Teknik Menyusui

Terkadang suplai ASI yang rendah dapat disebabkan karena bayi tidak

menghisap puting dengan baik maupun posisi bayi yang kurang baik. Pemberian

ASI pada satu payudara saja dapat membat payudara yang lain penuh dengan

ASI sehingga terjadi pembengkakan yang lama kelamaan akan menyebabkan

mastitis. Menyusui dengan kedua payudara akan membuat keduanya

terstimulasi dengan baik untuk selalu memproduksi ASI dan menghindari

pembengkakan pada salah satu payudara. (Roesli, 2009)

Posisi dan fiksasi bayi yang benar saat menyusui akan membuat ASI

mengalir banyak tanpa harus banyak ASi yang keluar dan terbuang percuma,

dimana bayi akan menelan ASI dengan mudah dalam jumlah yang cukup dan

pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI sesuai kebutuhan bayi. (Roesli,

2009)Beberapa posisi memegang bayi yang dapat memudahkan ibu dalam

menyusui diilustrasikan pada Gambar 3.1


Gambar 3.1 Posisi bayi yang dapat mempermudah ibu memberikan ASI (U.S. Department of

Health and Human Services Office on Womens Health, 2011)

3.2 Metode Stimulasi ASI

Laporan mengenai stimulasi ASI telah dipublikasikan selama bertahun-

tahun, meskipun kebanyakan berhubungan dengan perkembangan pompa

komersil. Kebanyakan penelitian yang dipublikasi memiliki batasan hasil akhir,

sering kali hanya berfokus pada volume yang dihasilkan pada waktu yang sangat

singkat, dan hanya beberapa laporan saja yang melaporkan dampak stimulasi

pada proses menyusui dalam jangka panjang. Tinjauan Cochrane terhadap

beberapa studi telah menghasilkan rangkuman dari beberapa metode untuk

menstimulasi ekspresi ASI. (Becker, et al., 2009)


3.2.1 Metode SPEOS (Stimulasi Pijat Oksitosin, Pijat Endorphin, dan

Sugestif)

Sebuah penelitian telah meneliti mengenai mekanisme fisiologis dimana

sebuah aspek interaksi sosial, berupa sentuhan, dapat memberikan keuntungan

pada kesehatan. Studi ini mengamati kadar oksitosin dan hormon lainnya. Studi

ini mendapati bahwa masase menyebabkan terjadinya peningkatan kadar

oksitosin dan reduksi dari asetilkolin, nitrit oksidase dan beta endorfin. (Morhenn,

et al., 2012) Oksitosin secara hormonal memiliki efek untuk menstimulasi ejeksi

ASI dan kontraksi uterin. Selain itu, oksitosin juga dapat memberikan efek

ansiolitik dan efek sedasi, meningkatkan ambang nyeri, menurunkan aktivitas

simpatetik dan meningkatkan aktivitas vagal syaraf parasimpatik. (Kerstin, 2002)

Tidak ada penelitian yang meneliti secara langsung pengaruh masase

tubuh terhadap produksi ASI secara langsung. Namun dalam prakteknya dikenal

sebuah metode pijat yang dapat membantu pengeluaran ASI yaitu metode

SPEOS yang merupakan kombinasi antara pijat endorphin, pijat oksitosin dan

sugestif/afirmasi positif. (Widayanti, 2014)

Langkah-langkah metode SPEOS adalah sebagai berikut (Widayanti,

2014):

1) Bantu ibu secara psikologis

a) Bangkitkan rasa percaya diri

b) Cobalah membantu mengurangi rasa sakit dan rasa takut

dengan teknik relaksasi


c) Bantu pasien agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang

bayinya dengan menimajinasikan bahwa bayinya menanti ASI dari

ibunya dengan dekapan.

2) Bantu kenyamanan posisi ibu. Ibu duduk, bersandar ke depan, melipat

lengan diatas meja di depanya dan meletakan kepalanya diatas lenganya.

Payudara tergantung lepas, tanpa baju, handuk dibentangkan diatas

pangkuan pasien. Jika kondisi tidak ada kursi dan tempat bersandar, ibu

bisa dalam posisi duduk.

3) Pada saat duduk minta ibu pusatkan pandangan atau perhatian pada

satu titik atau benda terus menerus hingga terasa kelopak mata semakin

santai, mulai berkedip perlahan untuk kemudian biarkan kedua mata

terpejam. Nikmati santainya raga dan jiwa. Teknik ini disebut fiksasi mata.

4) Sambil proses mata relaksasi, penolong mulai melakukan pijatan

dimulai dari leher ke punggung (kiri dan kanan) secara bersamaan dimulai

dari atas kemudian kebawah, keatas lagi ke samping lengan dan tangan

kiri dan kanan.

5) Lakukan berulang kurang lebih 3 4 kali sambil terus memastikan ibu

fokus dan relaks sebelum kita memasukan sugesti positif. Bantu dengan

kata kata jika ada pikiran datang, sementara biarkan saja. Suara apa

pun yang ada tetap membuat diriku semakin tenang/rileks.

Key point : ini merupakan gabungan pijat endorphin dan tahapan awal

sugesti postitif untuk merangsang hormon endorphin dikeluarkan.


6) Ganti gerakan tangan petugas dengan mengimajinasikan garis

sepanjang tulang belakang kemudian tarik garis imajiner ke kiri dan ke

kanan masing masing kurang lebih 1 cm mulai dari atas (dibawah os

servik) dengan menggunakan kedua ibu jari yang diposisikan pada garis

imajiner tadi, lakukan pemijatan dengan arah memutar / sirkuler. secara

berkesimnambungan dan sinergis sampai pinggang. Kemudian pijat

kearah atas dengan teknik yang sama. Lakukan sebanyak 2 kali atau

dirasa cukup.

7) Seiring perubahan tangan maka sugesti mulai dilakukan dengan kata

kata relaksasi ini membuat saya merasa tenang, damai, dan kelembutan

yang terasa di seluruh tubuh serta pikiran. Saya akan mampu menyusui

bayi saya dengan lancar, lebih mudah dan berbahagia, ASI saya akan

keluar melimpah dan tak ada yang dapat menghalangi bunda dalam

memberikan ASI.

Gambar 3.2 Teknik pijat oksitosin pada tulang vertebra (Mas'adah, 2015)
8) Sambil terus memberikan sugesti positif, Lakukan hal yang sama

dengan mengganti pijatan ibu jari dengan menggunakan ruas buku jari

telunjuk yang kedua.

9) Terakhir lakukan dengan menggunakan kepalan tangan dengan arah

keatas dan kebawah secara berlawanan antara tangan kiri dan kanan.

10) Amati respon ibu selama tindakan

3.2.2 Akupuntur

Akupuntur juga diketahui dapat membantu dalam menstimulasi ASI.

Mekanisme bagaimana ASI dapat menginduksi efeknya hanya diketahui

sebagian dan masih diperdebatkan. Namun, secara khusus, tindakan ini dapat

melibatkan aktivasi jalur oksitosinergik. Studi yang lebih lanjut diperlukan untuk

meneliti hubungan antara oksitosin dan akupuntur, terutama mekanisme pasti

bagaimana akupuntur dapat membantu menstimulasi ASI. (Kerstin, 2002)

3.2.3 Faktor Psikologis

Dewey (2001) meneliti efek stres maternal dan fetal pada laktogenesis.

Meski mayoritas masalah ini dapat diselesaikan dengan pemberian motivasi

yang memadai dan manajemen menyusui yang tepat, banyak ibu tidak memiliki

akses terhadap pedoman laktasi yang memadai serta dukungan bagi mereka

pada periode ini. (Labiner-Wolfe, et al., 2008)


Stres fisik dan mental akut dapat mengganggu refleks ejeksi ASI dengan

mempengaruhi pelepasan oksitosin selama menyusui. Bila hal ini terjadi

berulang, produksi susu dapat berkurang akibat prevensi pengosongan payudara

secara sempurna setiap kali menyusui. Stres emosional postpartum dapat

menghambat laktogenesis, namun hubungan sebab akibat terbalik tidak dapat

disingkirkan. (Labiner-Wolfe, et al., 2008)

3.3 Metode Ejeksi ASI

3.3.1 Metode Kompres

Kompres hangat payudara selama pemberian ASI akan dapat

meningkatkan aliran ASI dari kelenjar-kelenjar penghasil ASI. Teknik ini dapat

menstimulasi refleks letdown, mencegah terjadinya bendungan payudara yang

dapat menyebabkan mastitis, serta memperlancar peredaran darah pada

payudara. (Mas'adah, 2015)

Gambar 3.3 Teknik kompres hangat payudara untuk menstimulasi produksi ASI (Mas'adah,

2015)

Breast care adalah pemeliharaan payudara yang dilakukan untuk

memperlancar ASI dan menghindari kesulitan pada saat menyusui dengan

melakukan pemijatan. Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan


sirkulasi dan mencegah tersumbatnya aliran ASI sehingga memperlancar

pengeluaran ASI serta menghindari terjadinya pembengkakan dan kesulitan

menyusui, selain itu juga menjaga kebersihan payudara agar tidak mudah

terkena infeksi. (Mas'adah, 2015)

Gambar 3.4 Teknik perawatan payudara dengan melakukan pemijatan (Mas'adah, 2015)

3.3.2 Teknik Marmet

Ini merupakan teknik kombinasi cara memerah ASI dan memijat payudara

sehingga refleks ejeksi ASI dapat optimal. Teknik ini bertujuan untuk

mengosongkan ASI dari duktus laktiferus yang pada akhirnya akan merangsang

pengeluaran hormon prolaktin agar ASI terproduksi kembali. (Mas'adah, 2015)

Teknik memerah menggunakan cara ini lebih efektif daripada

menggunakan pompa. Penggunaan pompa untuk memerah ASI relatif tidak


nyaman dan kurang efektif. Dengan teknik ini, selain ekonomis, produksi ASI juga

akan terangsang dan semakin meningkat. (Mas'adah, 2015)

Gambar 3.5 Cara stimulasi ASI menggunakan teknik Marmet (Roesli, 2009)

Cara memijat payudara menggunakan teknik Marmet (Roesli, 2009):

1. Mulai dari pangkal payudara, tekan payudara menggunakan 2 jari (gambar


1,3) atau 3 jari (gambar 2,4) ke permukaan dada. Buat gerakan melingkar pada
satu daerah payudara. Pijat selama beberapa detik kemudian pindahkan jari ke
daerah lain. Arah pijatan spiral (gambar 1,2), mengelilingi payudara atau
radial (gambar 3,4) menuju ke puting susu.
2. Kepalkan tangan, kemudian tekan ruas ibu jari kedinding dada (gambar 5).
Pindahkan tekanan berturut dimulai dari telunjuk, jari tengah, jari manis dan
kelingking kearahputing (gambar 6). Ulangi gerakan tersebut pada daerah lain
dengan cara yang sama. Untuk bagian bawah payudara tekanan dimulai dari
tekanan ruas jari kelingking sampai ke ibu jari.
3.3.3 Pompa ASI

3.3.3.1 Pompa manual

Tekanan negatif menggunakan pompa manual menyebabkan ASI

mengalir dari payudara ke pompa. Tekanan suction dengan cara ini sulit untuk

dikontrol. Alat pompa manual ini tersedia dengan pompa satu tangan atau dua

tangan

3.3.3.2 Pompa baterai

Tekanan negatif dari pompa menyebabkan ASI mengalir dari payudara ke

pompa. Tekanan suction dapat diatur dan waktu siklus pompa pada merk tertentu

dapat diatur;

3.3.3.3 Pompa diagragma elektrik kecil

Tekanan negatif dari pompa menyebabkan ASI mengalir dari payudara ke

pompa. Tekanan suction dapat diatur dan waktu siklus pompa pada merk tertentu

dapat diatur.

3.3.3.4 Pompa piston elektrik besar

Tekanan negatif dari pompa menyebabkan ASI mengalir dari payudara ke

pompa. Tekanan suction sulit dikontrol. Beberapa merk didesain untuk


mengurangi kelelahan lengan/tangan. Alat ini umumnya dibeli oleh rumah sakit,

tidak untuk penggunaan di rumah. (Becker, et al., 2009)

a) b)

c)

Gambar 3.6 Berbagai macam alat penstimulasi ekspresi ASI. a) pompa manual; b) pompa

baterai; c) pompa elektrik (Google Image, 2016)

Dari berbagai jenis pompa di atas, tidak ada satupun pompa yang dapat

berhasil pada semua ibu dan semua keadaan. Untuk mendapatkan kuantitas ASI

dengan berbagai cara tetap memerlukan refleks ejeksi ASI yang efektif. (Becker,

et al., 2009)

Dari hasil tinjauan Cochrane, penelitian Boo 2001 menemukan

penggunaan ekspresi tangan atau pompa dapat memiliki efek negatif akibat

adanya kontaminasi bakteri pada ASI. Kejadian ini menyebabkan kematian bayi
atau bayi mengalami necrotizing enterocolitis dan sepsis. Meski demikian pada

penelitian Boo, tidak semua bayi mendapat ASI, beberapa bayi hanya mendapat

susu formula. Penelitian Boo dihentikan lebih awal karena tingginya tingkat

kontaminasi ASI. Kontaminasi dapat disebabkan dari alat pemompa,

penyimpanan ASI, atau alat pemberian ASI, dan dari ibu atau orang yang

menangani ASI. Penting untuk memeriksa keseluruhan kejadian untuk

menentukan dari mana kontaminasi terjadi. (Becker, et al., 2009)

Frekuensi penggunaan pompa dibahas dalam lima studi. Fewtrell

membandingkan pompa manual dan elektrik. Dalam studi ini pompa elektrik

dapat digunakan secara berkala atau secara simultan. Frekuensi pompa yang

direkomendasikan diantara lima studi yang ditinjau memiliki variasi berkisar dari

4 hingga 12 kali per hari. Meski demikian rekomendasi frekuensi tidak tercapai

oleh kebanyakan ibu. (Becker, et al., 2009)

Tabel 3.1 Frekuensi pompa yang direkomendasikan dan rerata pompa yang dicapai oleh

sampel studi
Hormon prolaktin mempromosikan produksi ASI dan oksitosin

memungkinkan pelepasan ASI. Kedua hormon tersebut dapat distimulasi dengan

pompa, dan faktor lain juga dapat secara berbeda mempengaruhi pelepasan dan

inhibisi dari hormon tersebut. (Edmonds, 2007)

Kuantitas ASI yang diekspresikan antar wanita dan antar payudara

berbeda. Pada kebanyakan studi yang ditinjau Cochrane, disarankan bagi ibu

agar terus melakukan pompa hingga aliran ASI berkurang atau berhenti. Variasi

alami ibu pada aliran ASI dapat menjadi faktor perancu, terutama dengan waktu

atau frekuensi penelitian yang terbatas. (Becker, et al., 2009)


BAB 4

KESIMPULAN

Inisiasi laktasi pada manusia bergantung pada perkembangan jaringan

kelenjar pada payudara. Prolaktin dan oksitosin merupakan dua mekanisme

yang serupa namun saling independen terlibat dalam keberhasilan laktogenesis.

Oksitosin menginduksi terjadinya refleks ejeksi ASI dimana terjadi kontraksi dari

sel myoepitelial yang berada di sekitar kelenjar yang mensekresikan ASI dan juga

mendilatasi duktus

Terkadang suplai ASI yang rendah dapat disebabkan karena bayi tidak

menghisap puting dengan baik maupun posisi bayi yang kurang baik. Posisi dan

fiksasi bayi yang benar saat menyusui akan membuat ASI mengalir banyak tanpa

harus banyak ASi yang keluar dan terbuang percuma.

Laporan mengenai stimulasi ekspresi ASI telah dipublikasikan bertahun-

tahun, meskipun kebanyakan berhubungan dengan perkembangan pompa

komersil. Meski demikian tidak ada satupun pompa yang dapat berhasil pada

semua ibu dan semua keadaan.

Hormon prolaktin mempromosikan produksi ASI dan oksitosin

memungkinkan pelepasan ASI. Kedua hormon tersebut dapat distimulasi dengan

pompa, dan faktor lain juga dapat secara berbeda mempengaruhi pelepasan dan

inhibisi dari hormon tersebut.


Faktor stres maternal juga dapat mengganggu proses menyusui dengan

gangguan pelepasan oksitosin selama menyusui. Masase tubuh menyebabkan

terjadinya peningkatan kadar oksitosin yang dapat memberikan efek ansiolitik

dan efek sedasi, meningkatkan ambang nyeri, menurunkan aktivitas simpatetik

dan meningkatkan aktivitas vagal syaraf parasimpatik.

Metode pengekspresian ASI secara manual dapat dilakukan

menggunakan teknik Marmet atau metode SPEOS (Stimulasi Pijat Endorphin,

Oksitosin, dan Sugestif). Kedua teknik telah secara rutin dilakukan di Indonesia

dan diketahui membantu dalam produksi ASI.


DAFTAR PUSTAKA

Becker, McCormick & Renfrew, 2009. Method of milk expression for lactating
women (Review). Cochrane Library, 2009(1).

Bonuck, K. A., Trombley, M., Freeman, K. & McKee, D., 2005. Randomized,
Controlled Trial of a Prenatal and Postnatal Lactation Consultant
Intervention on Duration and Intensity of Breastfeeding up to 12 Months.
Pediatrics, 116(6), p. 1413.

Creasy, R. K. et al., 2014. Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine:


Principles and Practice. 7 ed. Inggris: Elsevier.

Edmonds, K., 2007. Dewhurst's Textbook of Obstetrics & Gynecology. 7 ed.


Australia: Blackwell Publishing.

Ettyang, G. et al., 2005. Assessment of Body Composition and Breast Milk


Volume in Lactating Mothers in Pastoral Communities in Pokot, Kenya,
Using Deuterium Oxide. Journal of Nutrition and Metabolism, 2005(49), p.
110.

Gardner, H. et al., 2015. Milk ejection patterns: an intra- individual comparison of


breastfeeding and pumping, Switzerland: BMC Pregnancy and Childbirth.

Johns, H. M., Forster, D. A., Amir, L. H. & McLachlan, H. L., 2013. Prevalence
and outcomes of breast milk expressing in women with healthy term
infants: a systematic review. BMC Pregnancy and Childbirth, 2013(13), p.
212.

Kerstin, 2002. Oxytocyn - A Possible Mediator of Anti Stress Effects Induced by


Accupuncture. Edinburgh, Acupuncture In Medicine.

Labiner-Wolfe, J., Fein, S. B., Shealy, K. R. & Wang, C., 2008. Prevalence of
Breast Milk Expression and Associated Factors. Pediatrics, 122(S2), p.
563.

Mas'adah, 2015. Teknik Meningkatkan dan Memperlancar Produksi ASI pada Ibu
Post Sectio Caesaria. [Online]. Available at: http://poltekkes-
mataram.ac.id/cp/wp-content/uploads/2015/08/siap-terbit-prima-
masadah.pdf [Accessed 20 5 2016].

Morhenn, V., Beavin, L. E. & Zak, P. J., 2012. Massage Increase Oxytocin and
Reduce Adrenocorticotropin Hormone in Humans. Alternative Therapies,
18(6), p. 11.
Roesli, U., 2009. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda.

U.S. Department of Health and Human Services Office on Womens Health,


2011. Your Guide to Breastfeeding. Washington: U.S. Department of
Health and Human Services Office on Womens Health.

Widayanti, W., 2014. Efektivitas Metode SPEOS (Stimulasi Pijat Endorphin,


Oksitosin Dan Sugestif) Terhadap Pengeluaran Asi Pada Ibu Nifas :
(Quasi Ekperimen, di BPM Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2013),
Semarang: Thesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai