Selama 2 bulan saya magang sebagai (stase II NO) banyak sekali yang bisa saya dapatkan,
walaupun pada era BPJS ini jumlah pasien yang berkunjung semakin sedikit, tidak membuat saya merasa
rugi. Justru dengan berkurangnya pasien saya mengambil sisi positifnya yaitu, saya bisa lebih
mempelajari secara mendetail kondisi klinis dari masing –masing pasien.
Salah satu contohnya adalah pasien saya, Ny.N beliau berusia 44 tahun, saat itu pasien
berprofesi sebagai karyawan di perusahaan rokok. Saat datang ke poliklinis pasien mengeluh pandangan
tidak bisa melihat secara mendadak saat bangun tidur 7 hari sebelum pasien datang ke poli. Dari
anamnesis tidak didapatkan keluhan mata sebelumnya, pandangan dobel (-), nyeri saat melirik (-),
merah (-), pusing (-), mual (-), muntah (-). Dari kondisi sistemik yang lain pasien memiliki riwayat
Diabetes Mellitus yang baru diketahui beberapa bulan terakhir, dengan GDS terakhir ada 340 mg/dl.
Dari pemeriksaan tajam pengelihatan didapatkan visus OD 6/7,5 ph (-) dan visus OS LP (-). Selanjutnya
pada pemeriksaan segmen anterior mata kanan dalam batas normal, sedangkan untuk mata kiri pada
pupil didapatkan RAPD (+), tidak ada hambatan dan nyeri pada pergerakan bola mata. Pada
pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan funduskopi direk didapatakan pada mata kiri,
fundus reflek (+), media jernih, PN II: bentuk bulat ; batas kabur pada bagian superior-inferior-nasal;
elevasi 2D; warna hiperemi; c/d ratio sulit untuk dievaluasi; peripapil haemorrhage (+), Vasa :
perbandingan A/V 1/3 dengan sklerotik dan crossing, Retina : eksudat (+), haemorrhage (+) bentuk
flame shaped. Pemeriksaan segmen posterior pada mata kanan didapatkan Vasa : perbandingan A/V
1/3 dengan sklerotik dan crossing, Retina : eksudat (+), haemorrhage (+) bentuk flame shaped, lain –lain
dalam batas normal. Pada pemeriksaan fungsi PN II pada mata kanan tidak didapatkan kelainan
sedangakan pada mata kiri tidak dapat dilakukan karena keterbatasan visus pasien. Dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang pada pasien, seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan OCT. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan gula darah yaitu (GDP : 241 / 2HPP :318/ HBA1c :
13,3% ). Pada pemerikasaan OCT didapatkan penebalan RNFL mata kiri dengan nilai rata-rata 290μm.
Selanjutnya setelah saya melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut, saya mengalami
keraguan dalam mendiagnosis, karena pasien tersebut dirujuk ke RSSA dengan diabetic papilopathy,
tetapi melihat dari visus pasien tidak mendukung kearah tersebut. Kemudian saya berfikir apakah
mengarah ke iskemik, dengan visus yang turun secara signifikan kondisi iskemik yang memungkinkan
adalah AAION, tetapi saya kembali ragu karena dari anamnesis yang saya lakukan tidak ada yang
mengarah ke diagnosis AAION. Sehingga dengan pertimbangan visus turun yang mendadak secara
signifikan saya memutuskan untuk mendiagnosis pasien ini dengan OS edema papil ec papilitis dd
diabetic papilopathy + ODS HT Retinopathy KW III. Karena saya masih ragu dengan diagnosis saya maka
saya mendiskusikan dengan SPV dan beliau setuju dengan diagnosis saya. Tetapi saya kembali
menanyakan dengan tidak didapatkan keluhan nyeri melirik apakah pada pasien ini bisa disebut sebagai
atypical papilitis. Kemudian saya diberikan penjelasan oleh SPV saya bahwa tidak semua papilitis disertai
dengan nyeri melirik, dan kita bisa sebut suatu atypical papilitis apabila pada pada pasien tidak
memberikan respon terhadap pengobatan steroid, atau papilitis yang disebabkan kondisi lain misalnya
VKH. Dari penjelasan yang diberikan oleh beliau saya mulai memahami kondisi yang dialami oleh pasien
tersebut.
Selanjutnya pasien mendapatkan advis untuk dirawat inapkan, dan mendapatkan terapi berupa
IV metilprednisolon 4x250mg, inj neurobion 1x1, inj ranitidine 2x1, peroral kalk 1x1, dan pasien
dikonsulkan ke TS IPD terkait pemberian metilprednisolon dosis tinggi. Pada awalnya saya bertanya-
tanya dalam hati mengapa pasien dengan visus LP(-) harus di mrs kan ?, sebelum saya bertanya kepada
SPV saya , saya mecari jurnal terkait hal tersebut. Tidak banyak jurnal yang menjelaskan kondisi
tersebut, tetapi saya menemukan satu jurnal yang menjelaskan bahwa usia serta durasi memiliki
pengaruh yang penting terhadap prognosis tajam pengelihatan, dan dijelaskan juga bahwa sekalipun
pasien dengan LP (-) masih memiliki harapan untuk kembali melihat. Keesokan harinya saya kembali
memastikan kepada SPV saya terkait jurnal yang saya baca, beliau menjelaskan bahwa selama PN II masi
dalam kondisi yang viable masih ada harapan untuk mengembalikan visus. Selain itu, papilitis berbeda
dengan Traumatic Optic Neuropathy (TON), pada TON memiliki golden period 2x24jam sedangkan pada
papilitis tidak memiliki golden period. Sehingga patokan yang bisa diambil adalah kondisi PN II yang
masih viable atau tidak, selama masih viable maka masih ada tempat untuk pemberian IV
Metilprednisolon.
Hari terakhir pasien mendapatkan inj metilprednisolon, visus pasien tidak mengalami perbaikan,
dan dari keluhan subjektif pasien merasa pandangan masih gelap. Lagi –lagi saya mendapatkan
pelajaran, karena setelah visus diulang oleh SPV saya ternyata tajam pengelihatan pasien maju menjadi
1/300. Dari situ saya belajar bahwa apa yang dirasakan pasien harus digali sedetail mungkin, karena apa
yang menjadi persepsi kita belum tentu sama dengan persepsi yang dirasakan oleh pasien. Selanjutnya
pasien diperbolehkan pulang pemberian steroid dilanjutkan peroral 60mg-0-0. Saat ini pasien sudah 2x
kontrol ke poli dengan tajam pengelihatan yang semakin membaik yaitu 2/60 dengan kondisi PN II batas
tegas, warna agak hiperemi, dengan c/d ratio 0,4, tidak lagi didapatkan elevasi dan pasien saat terakhir
kontrol pasien masih melanjutkan pengobatan steroid oral dengan dosis 40mg-0-0.
Dari satu pasien banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil, mulai dari mendiagnosis pasien,
terapi yang diberikan, prognosis sampai keluhan subjektif pun bisa kita ambil pelajaran. Satu hal yang
pasti saya ingat pasti sekecil apapun hasil apa yang akan didapatkan dari terapi yang kita berikan kepada
pasien lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, karena harapan kecil itu sangat berarti untuk pasien.
Saya pun sebagai PPDS harus selalu meningkatkan pengetahuan saya, baik dengan banyak membaca
maupun berdiskusi dengan senior dan supervisor.
Wassalam,
JUMLAH TINDAKAN
No Tindakan Jumlah
1. Operasi Katarak 70 (Operator)
2. Eksisi Pterigium + CLG 11 (Operator)
3. Eksisi Pterigium + BS 4 (Operator)
4. Ekstraksi Corpal Cornea 15 (Operator)
5. Insisi Hordeolum + Kalazion 5 (Operator)
6. Amnion Graft transplantation 2 (Operator)
7. Eviscerasi 2 (Operator)
8. Enukleasi 1 (Operator)
9. Hecting Palpebra 2 (Operator), 2(Asisten)
10. Repair Kanalikuli 2 (Asisten)
11 Hecting Ruptur kornea dan eksplorasi 1 (Operator)
12. Eksisi tumor 4 (Asisten)
13. DCR 2 (Asisten)
14. Horizontal thightening 1 (Asisten)
15. Scleral Buckle 1 (Operator)
16. Laser Retina PRP 10 (Operator)
17. I/A sisa masa lensa 1 (Operator)
18. Injeksi intravitreal 4 (Operator)
19. Injeksi peribulbar 2 (Operator)
20. Resep Kacamata 63
21. Recess-Resect 2 (Observer)
22. Trabekuletomu 2 (Observer)
KARYA ILMIAH
No Jenis Ilmiah Tanggal Judul
1 Sari Pustaka 1 3 November 2016 Perkembangan Tajam Pengelihatan dan Binocular
Single Vision pada Anak
2 Sari Pustaka 2 3 Oktober 2017 Penatalaksanaan Edema Makula Kistoid Paska
Operasi Katarak
3 Bedah Jurnal 1 18 April 2017 Pemeriksaan stereotes sebagai sarana skrining
strabismus : Manakah pilihan yang terbaik?
4. Bedah Jurnal 2 2 Januari 2018 Perbandingan Efektivitas dan Toleransi Pasien
antara Nepafenac dengan Ketorolac pada
Penanganan Inflamasi Okuler Paska Operasi
Katarak:Meta-analisis dengan Randomized
Controlled Trials
5. Laporan Kasus 2 7 Agustus 2018 Manajemen glaukoma sekunder sudut tertutup
akibat uveitis disertai seklusio pupil dan katarak
komplikata
6. Tinjauan Kepustakaan 13 Desember Efektivitas infliximab dibandingkan gevokizumab
2018 untuk terapi Ocular behcet disease
7. Proposal Penelitian 30 September Hubungan Antara Aktivitas Lupus Eritematosus
2019 Sistemik (Les) Dengan Manifestasi Segmen
Posterior Pada Mata
8. E-Poster Presentation 6 Maret 2019 Succesful Managaement of Secondary Angle
(APAO 2019) Closure Glaucoma due to Uveitis with Secluded
Pupil and Complicated Cataract
KEGIATAN ORGANISASI
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Universitas Brawijaya