Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Apa yang mereka pelajari selama itu?
Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk
duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini
menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara
berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang
penuh dengan orang lain.
Faktanya:
Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif
siaran TV.
Data th 2002 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah
sekitar 30-35 jam / minggu atau 1.560-1.820 jam / tahun . Angka ini jauh lebih besar
dibanding jam belajar di sekolah dasar yang tidak sampai 1.000 jam/tahun.
Tidak semua acara TV aman untuk anak. Bahkan, Kidia mencatat bahwa pada 2004
acara untuk anak yang aman hanya sekira 15% saja. Oleh karena itu harus betul-betul
diseleksi.
Saat ini jumlah acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar per minggu
sekitar 80 judul ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal
dalam seminggu ada 24 jam x 7 = 168 jam! Jadi, selain sudah sangat berlebihan, acara
untuk anak juga banyak yang tidak aman.
Acara TV bisa dikelompokkan dalam 3 kategori: Aman, Hati-hati, dan Tidak Aman
untuk anak.
Acara yang Aman: tidak banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis.
Acara ini aman karena kekuatan ceritanya yang sederhana dan mudah dipahami.
Anak-anak boleh menonton tanpa didampingi.
Acara yang Hati-hati: isi acara mengandung kekerasan, seks dan mistis namun tidak
berlebihan. Tema cerita dan jalan cerita mungkin agak kurang cocok untuk anak usia
SD sehingga harus didampingi ketika menonton.
Acara yang Tidak Aman: isi acara banyak mengandung adegan kekerasan, seks,
dan mistis yang berlebihan dan terbuka. Daya tarik yang utama ada pada adegan-
adegan tersebut. Sebaiknya anak-anak tidak menonton acara ini.
- Mengurangi konsentrasi
Rentang waktu konsentrasi anak hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari iklan ke
iklan, akan dapat membatasi daya konsentrasi anak.
- Mengurangi kreativitas
Dengan adanya TV, anak-anak jadi kurang bermain, mereka menjadi manusia-manusia yang
individualistis dan sendiri. Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet
remote control dan langsung menemukan hiburan. Sehingga waktu liburan, seperti akhir
pekan atau libur sekolah, biasanya kebanyakan diisi dengan menonton TV. Mereka seakan-
akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang
menyenangkan. Ini membuat anak tidak kreatif.
Anak-anak yang tidak mematikan TV sehingga jadi kurang bergerak beresiko untuk tidak
pernah bisa memenuhi potensi mereka secara penuh. Selain itu, duduk berjam-jam di depan
layar membuat tubuh tidak banyak bergerak dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak
bertumpuk, tidak terbakar dan akhirnya menimbulkan kegemukan.