penonton tidak bisa menerima pesan moral yang di sampaikan. Terutama bagi anak anak usia
dini yang masih bisa di katakan masa emas (golden age), di mana pemikiran anak usia dini
masih murni dan masih bagus.
Terkadang tayangan televisi seperti tayangan sinetron yang mengandung vulgarisme
ini bisa membuat khawatir para orang tua yang mempunyai anak remaja (mahasiswa) anak
usia dini. Kebanyakan dari tayangan yang mengandung adegan vulgar ini mengacu pada
kisah yang di alami orang dewasa. Seperti ciuman meggunakan bibir. Padahal tayangan
vulgar ini hanya bisa di tonton dari kalangan mana pun, usia berapa saja kecuali anak remaja
menju dewasa atau anak di bawah umur. Dari anak anak sampai orang dewasa bahkan orang
tua yang sudah memasuki usia lanjut. Namun pada kenyataan nya, sekarang banyak anak
anak terutama anak remaja yang ikut menyaksikan tayangan sinetron yang beradegan vulgar
yang di perankan oleh orang dewasa. Padahal di dalam fase perkembangan anak, mereka
belum bisa atau belum pantas untuk menerima pesan moral yang di sampaikan para pemain
tayangan vulgar itu.
Pengaruh tayangan yang mengandung vulgar ini bisa mempengaruhi perkembangan
anak, seperti perkembangan kognitif, psikomotorik dan afektif. Dari perkembangan gaya
bahasa tubuh pun bisa terpengaruhi. Seperti si anak mulai menirukan gaya bahasa tubuh
orang dewasa yang ada pada tayangan vulgar itu. Tidak hanya gaya bahasa saja yang
berubah, tetapi perkembangan kognitifnya juga mempengaruhi. Seperti membuat anak malas
belajar karna terbiasa menonton tayangan senetron. Dengan demikian kognitif anak akan
terganggu. Dari dia mulai jarang belajar jika anak itu sudah memasuki perkuliahan. Jadi
ketika anak sudah terbiasa menonton tayangan vulgar kognitif anak semakin menrun. Bisa
mempenharuhi sikap pada anak remaja juga. Anak menjadi terbiasa menonton adegan itu jika
tidak dalam pengawasan orang tua. Bahkan yang lebih parah anak remaja menirukan gaya
atau adegan vulgar kepada teman lawan jenis nya yang berdada di dekatnya gara gara
tayangan sinetron yang mengandung adegan vulgarisme itu. Jika anak remaja berada di dekat
lawan jenis nhya, biasanya anak remaja pergi ketempat sepi sepi dan gak sedikit anak remaja
yang melakukan adegan adeegan yang di peragakan orang dewasa bahkan beradegan
layaknya hubungan suami istri. Pada waktu si anak mengerjakan tugas, si anak kebanyakan
bengong memikirkan atau membayangkan adegan yang di perankan oleh para pemain
sinetron itu.ini semua ada kaitanya dengan tayangan tayangan televisi yang di tonton anak
tersebut.
Dalam situasi demikian tentu saja akan bersifat kontra produktif jika beberapa stasiun
televisi menayangkan berbagai acara yang kurang memupuk upaya penanaman nilai agama
dan budi pekerti. Untuk itu, sudah saatnya para pengelola televisi dituntut kesediaannya
dalam memperbanyak volume acara yang membawakan pesan-pesan edukatif, positif yang
pantas bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi penerus bangsa Indonesia. Sebaliknya
mengurangi volume tayangan yang secara terselubung membawakan pesan-pesan negatif
seperti sinetron yang bertemakan atau mengandung Vulgarisme dalam penayangannya,
karena itu membuat fatal dan tidak mendidik dalam peayangannya, intrik antar gadis dalam
memperebutkan cowok keren, kebiasaan hura-hura, pesta, serta adegan-adegan kurang pantas
lain yang membuat kalangan orang tua mengelus dada dan membuat kognitif remaja menjadi
terganggu dan menjadi berkurang serta terhambat. Karena proses kognitif itu sangat penting
bagi kelancaran pendidikan di Indonesia, jika generasi muda di Negara Indonesia memiliki
kognitif yang rendah, maka akan berakibat indonesia kalah saing dengan negara negara
tetangga.
Berhubungan dengan kognitif yang sagat penting, apa bila kognitif generasi penerus
bangsa terganggu, maka Indonesia akan menetak kader kader guru atau pendidik yang tidak
berkualitas dalam proses, karena pikirannya telah diracuni oleh tayangan tayangan yang tidak
mendidik. Mau di buat apa Indonesia kedepan? Jika pemerintah hanya tinggal diam dan tidak
ada tindakan dalah penayangan penayangan yang tidak sepantasnya dinikmati oleh
mahasiswa yang notabene remaja (masa peralihan menjadi orang dewaasa). Bukankah ada
Undang Undang Pers? Bukankah ada syarat syarat yang harus di lakukan atau di patuhi
dalam penaayangan? Bukankah Indonesia memiliki KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)?
Untuk membantu agar dapat memanfaatkan tanyangan Televisi secara positif agaknya
sangat membutuhkan peran optimal dari Komisi Penyiaran Indonesi, terutama dalam
memilah dan memilih tayangan yang baik untuk di nikmati oleh kaum remaja atau yang tidak
baik dinikmati oleh kaum remaja. Peran orang tua juga sangat penting dalam mengontrol
anaknya, terlebih ketika dia sedang menonton tayangan tayangan televisi yang sekiranya
merusak moral dan kognitif si anak, dan kaum remaja itu harus berada dalam pengawasan
orang tua nya di saat anak menonton televisi. Orang tua harus sabar dalam mengontrol anakanaknya saat menonton TV terutama pada saat liburan semester. Hal ini perlu dilakukan
orang tua agar anak tidak terpolusi oleh Limbah budaya massa yang terus mengalir lewat
teknologi komunikasi yang hanya mempertontonkan hiburan sampah seperti hiburan opera
sabun maupun sinetron akhir-akhir ini. Yang membuat perkembangan kaum remaja
terhambat. Mungkin pemerintah harus lebih selektif lagi dalam penyiaran tayangan tayangan
yang baik untuk di nikmati dengan tayanga yang tidak baik untk di nikamati. Bila perlu jika
menemukan tayanagn tayanagn yang tidak baik hendaknya dihentikan saja atau di cabut.
Pemertintah ebih tegas lagi dalam memberikan hukuman bagi stasiun televisi yang
menyangkan hal hal yang tidak pantas untuk nikmati oleh penikmat televisi.