Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH

BLIGHTED OVARIUM

Oleh:

MITHA RINJANI PUTRI

201210330311043

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2016
BAB I

PENDAHULUAN

Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

direncanakan, diduga atau terjadi tiba-tiba gugurnya janin dalam kandungan

sebelum janin dapat hidup diluar rahim. Ada beberapa definisi tentang abortus

Eastmanmenyatakan Abortus merupakan suatu keadaan dimana terputusnya

kehamilan pada saat janin tidak sanggup untuk bertahan hidup sendiri diluar

uterus, dengan berat antara 400-1000 gr atau saat usia kehamilan kurang dari 28

minggu.Holmer mendefinisikan Abortus sebagai terputusnya kehamilan sebelum

minggu ke 16 dimana plasentasi belum selesai Pada tahun 1977 WHO

mendefinisikan abortus sebagai keluarnya janin dari rahim dengan berat kurang

dari 500 gr yaitu sekitar usia kehamilan 20-22 minggu. Di Indonesia diperkirakan

abortus spontan terjadi sekitar 10-15%.

Abortus spontan merupakan kejadian yang paling sering dialami,

insidensnya sekitar 50 % dari semua kehamilan. Abortus yang dialami pada

minggu-minggu pertama kehamilan lebih sering disebabkan oleh kelainan

kromosom sebanyak 50-60%, diikuti oleh faktor endokrin sekitar 10-15%, faktor

servik inkompeten sebanyak 8-15%, immunologis dan infeksi 3-5% serta kelainan

uterus 1-3%. Jika keguguran pertama kali disebabkan oleh kelainan kromosom,

maka kemungkinan untuk abortus kedua dengan sebab yang sama meningkat

menjadi 80%. Sementara abortus spontan yang terjadi pada trimester kedua lebih

sering disebabkan oleh faktor maternal, kelainan plasenta, dan keadaan lain.

Beberapa faktor resiko penyebab abortus spontan ini termasuk jumlah paritas, usia

ibu, dan hamil dengan jarak kurang dari 3 bulan dari kehamilan sebelumnya dan
keadaan umum dan gizi ibu.Terlepas dari riwayat obstetrik sebelumnya, resiko

abortus spontan bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Resiko secara

relatif lebih rendah pada wanita usia dibawah 30 tahun, yaitu sekitar 7-15%. Pada

wanita berusia abtara 30-34 tahun sekitar 8-21%, lalu meningkat tajam pada

wanita berusia antara 35-40 tahun yaitu 17-28% , dan pada wanita berusia 40

keatas sebanyak 75%.

Penyebab utama abortus spontan pada kehamilan trimester pertama

adalah blighted ovum, terhitung sebesar 50% dari semua kejadian abortus pada

kehamilan trimester pertama. Diperkirakan kejadian blighted ovum salah satunya

diakibatkan oleh adanya infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Citomegalovirus,

Herpes Simpleks).

Pada kasus blighted ovum yang disebabkan oleh infeksi TORCH,

khususnya toxoplasmosis sebagian besar orang yang terinfeksi tidak

memperlihatkan gejala klinis yang nyata. Infeksi T. gondii merupakan penyebab

utama kematian janin karena T. gondii dapat ditularkan ke janin melalui plasenta

(transplasenta) dari ibu yang terinfeksi atau saat melahirkan pervaginam.

Mekanisme imunitas toxoplasmosis yang seperti apa yang dapat mempengaruhi

terjadinya blighted ovum sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Hal ini

kemungkinan dikarenakan oleh sulitnya memperoleh bahan biopsi yang cocok,

penyelidikan gagal untuk memberikan data informatif pada tahap infeksi dan

pengaruh perlakuan yang diberikan. Faktor biaya juga tidak dipungkiri menjadi

kendala karena biasanya membutuhkan dana yang tidak sedikit baik dari segi

pegumpulan sampel maupun pada proses penelitiannya sendiri.


Prevalensi abortus spontan bervariasi sesuai kritesia yang digunakan

untuk mengidentifikasinya. Sebagai contoh, Wilcox, dkk (1988) mempelajari 221

wanita sehat melalui 707 daur haid. Mereka mendapatkan bahwa 31% kehamilan

gagal setelah implantasi. Yang penting, dengan menggunakan pemeriksaan yang

sangta spesifik untuk mendeteksi gonadotropin korion manusia (-hCG) dalam

kadar sangat sedikit dalam serum, dua per tiga dari kematian dini dianggap

asimptomatik (clinically silent). Sejumlah faktor mempengaruhi angka abortus

spontan, tetapi belum diketahui saat ini apakah abortus yang asimptomatik

dipengaruhi oleh faktor ini. Sebagai contoh, keguguran simptomatik meningkat

seiring dengan paritas serta usia ibu dan ayah (Gracia, 2005., Warburton, 1964.,

Wilson, 1986, dkk). Frekuensi berlipat dua dari 12% pada wanita berusia kurang

dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang berusia lebih dari 40 tahun. Untuk

perbandingan yang sama pada usia ayah, frekuensi meningkat dari 12% menjadi

20%. Namun kembali lagi belum diketahui apakah keguguran yang tidak disadari,

juga dipengaruhi oleh usia dan paritas.

Blighted Ovum umum terjadi pada kehamilan. Bahkan, terjadi sedikitnya

60% dari semua keguguran dari setiap trimester kehamilan. Namun, karena BO

terjadi sangat awal, banyak wanita tidak menyadari bahwa mereka sedang hamil

ketika mereka menderita Blighted Ovum. Akibatnya banyak wanita tidak sadar

akan kondisinya.

Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma. Namun

akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat

berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun
demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan

hormon HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan

memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan

bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon HCG yang

menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam

dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test

pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon HCG (human

chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.

Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted

ovum. Seorang wanita baru dapat diindikasikan mengalami blighted ovum bila

telah melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Namun tindakan tersebut baru

bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6 - 7 minggu. Sebab saat itu

diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa

terlihat lebih jelas. Dari situ juga akan tampak, adanya kantung kehamilan yang

kosong dan tidak berisi janin.

Karena gejalanya yang tidak spesifik, maka biasanya blighted ovum baru

ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan

perdarahan. Selain blighted ovum, perut yang membesar seperti hamil, dapat

disebabkan hamil anggur (mola hidatidosa), tumor rahim atau penyakit usus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi

tidak ada bayi di dalam kandungan. Blighted ovum (kehamilan anembrionik)

merupakan kehamilan patologik, dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal. Di

samping mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Seorang wanita

yang mengalaminya juga merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat

menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan (morning sickness), payudara

mengeras, serta terjadi pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan

baik test pack maupun laboratorium hasilnya pun positif.

Blighted ovum (kehamilan kosong) merupakan salah satu jenis keguguran

yang terjadi pada awal kehamilan. Disebut juga anembryonic pregnancy, blighted

ovum terjadi ketika telur yang dibuahi berhasil melekat pada dinding rahim, tetapi

tidak berisi embrio, hanya terbentuk plasenta dan kulit ketuban yang ditandai

dengan adanya kantung gestasi.

Blighted ovum (kehamilan anembryonik) yang terjadi ketika ovum yang

telah dibuahi menempel pada dinding uterus, tetapi embrio tidak berkembang. Sel

berkembang membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak membentuk embrio itu

sendiri. Blighted ovum biasanya terjadi dalam trimester pertama sebelum seorang

wanita tahu tentang kehamilannya. Tingginya tingkat kelainan kromosom

biasanya menyebabkan tubuh wanita secara alami mengalami keguguran.


Blighted Ovum
Blighted Ovum (BO) adalah kehamilan tanpa janin (anembryonic

pregancy), jadi cuma ada kantong gestasi (kantong kehamilan) dan air ketuban

saja. Kehamilan anembryonic mengacu pada kehamilan di mana kantung

kehamilan berkembang di dalam rahim, namun kantung kosong dan tidak

mengandung embrio. Penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa embrio

berhenti berkembang pada tahap yang sangat awal dan itu kembali diserap.

Kehamilan Anembryonic" berarti kehamilan tanpa embrio. Dikenal sebagai

"kehamilan anembryonic" terjadi ketika telur yang telah dibuahi menempel pada

dinding rahim, tetapi embrio tidak berkembang.Sel berkembang untuk

membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak embrio itu sendiri.

Blighted ovum adalah jenis umum keguguran. Ini terjadi ketika

telur dibuahi di dalam rahim tetapi embrio yang dihasilkan berhenti berkembang

sangat awal atau tidak terbentuk sama sekali. Blighted ovum adalah keadaan

dimana seorang wanita merasa hamil tetapi tidak ada janin di dalam kandungan.

Blighted ovum (kehamilan anembrionik) merupakan kehamilan patologik, dimana

mudigah tidak terbentuk sejak awal. Di samping mudigah, kantong kuning telur

juga tidak ikut terbentuk. Seorang wanita yang mengalaminya juga merasakan
gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal

kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut,

bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya

pun positif.

Blighted ovum (anembryonic pregnancy) terjadi pada saat ovum yang

sudah dibuahi menempel ke dinding uterus, tapi embrio tidak berkembang. Sel-sel

berkembang membentuk kantong kehamilan, tapi tidak membentuk embrio itu

sendiri. Blighted ovum biasanya terjadi pada trimester pertama sebelum wanita

tersebut mengetahui tentang kehamilannya.

B. Etiologi

Blighted ovum biasanya merupakan hasil dari masalah kromosom dan

penyebab sekitar 50% dari keguguran trimester pertama. Tubuh wanita mengenali

kromosom abnormal pada janin dan secara alami tubuh berusaha untuk tidak

meneruskan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi normal

dan sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal, atau

kualitas sperma atau ovum yang buruk.

Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses

pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus,

penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, rendahnya kadar

beta HCG serta faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga

dapat menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau

istri semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun.
Sejumlah infeksi spesifik telah diteliti. Sebagai contoh, meskipun Brucella

abortus dan Campylobacter fetus menyebabkan abortus pada sapi, keduanya tidak

menyebabkan hal yang sama pada manusia. (Sauerwein, dkk., 1993). Juga tidak

terdapat bukti bahwa Listeria monocytogenes atau Chlamydia trachomatis

merangsang abortus pada manusia (Feist, 1999; Osser, 1996; Paukku, 1999, dkk).

Dalam sebuah studi prospektif, infeksi oleh virus herpes simpleks pada awal

kehamilan juga tidak meningkatkan insiden abortus (Brown, dkk., 1997). Bukti

bahwa Toxoplasma gondii menyebabkan abortus pada manusia masih belum pasti.
Angka abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada

wanita dengan diabetes bergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus).

Resiko tampaknya berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada awal

kehamilan. Dalam sebuah studi prospektif (Mills, dkk., 1988) melaporkan bahwa

kontrol glukosa yang baik dalam 21 hari konsepsi menghasilkan angka keguguran

yang setara dengan angka pada kontrol nondiabetes. Namun, kurangnya kontrol

glukosa menyebabkan peningkatan mencolok angka abortus. Diabetes overt

adalah penyebab keguguran berulang, dan Craig, dkk 2002 melporkan

peningkatan insiden resistensi insulin pada wanita ini. Kematian janin akibat

diabetes melitus yang tidak terkontrol secara substansial berkurang dengan

kontrol metabolik yang optimal.

a.Faktor Genetik

Abnormalitas kromosom orang tua dan beberapa faktor imunologi

berhubungan dengan blighted ovum dan abortus secara umum telah diteliti. Pada
tahun 1981 Granat dkk mendeskripsikan adanya translokasi 22/22 pada pria yang

istrinya mengalami 6 kali abortus secara berurutan,. Pada tahun 1990, Smith dan

Gaha menemukan insiden yang cukup besar dari carrier translokasi kromosom

pada suatu penelitian terhadap keluarga abortus habitualis dan didapatkan 15

balanced reciprocal translocations dan 9 fusi robertsonian pada populasi ini.

Kelainan kromosom yang paling banyak menyebabkan abortus habitualis adalah

balanced translocationyang menyebabkan konsepsi trisomi. Kelainan struktural

kromosom yang lain adalah mosaicism , single gene disorder dan inverse dapat

menyebabkan abortus habitualis. Single gene disorder dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan yang seksama terhadap riwayat keluarga atau dengan

mengidentifikasi pola dari kelainan yang dikenal dengan pola keturunan.

b.Kelainan Hormonal

Faktor faktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan

blighted ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan

dimana luteinizing hormone (LH) hipersekresi, diabetes mellitus, dan penyakit

tiroid. Perkembangan pada kehamilan awal tergantung pada produksi estrogen

yang dihasilkan oleh korpus luteum sampai kecukupannya terpenuhi diproduksi

oleh perkembangan trofoblast, yang terjadi pada usia kehamilan 7 9 minggu.

Abortus spontan terjadi pada kehamilan kurang dari 10 minggu jika korpus

luteum gagal untuk memproduksi progesteron yang cukup, adanya gangguan

distribusi progesteron ke uterus, atau bila pemakaian hormon progesteron pada

endometrium dan desidua terganggu. Keguguran juga dapat terjadi apabila

trofoblas tidak dapat menghasilkan progesteron yang seharusnya menggantikan

progesteron dari korpus luteum ketika korpus luteum menghilang.Sekresi LH


yang abnormal juga memiliki akibat langsung pada perkembangan oosit,

menyebabkan penuaan yang prematur, dan pada endometrium menyebabkan

maturasi yang tidak sinkron. Dipihak lain, sekresi luteinizing hormone yang

abnormal dapat menimbulkan keguguran secara tidak langsung dengan cara

meningkatkan kadar hormon testosteron. Keadaan gangguan sekresi luteinizing

hormone biasanya berhubungan dengan adanya polikistik ovarium.Mekanisme

yang mungkin menyebabkan terjadinya keguguran pada penderita diabetes

mellitus ialah gangguan aliran darah pada uterus terutama sekali pada kasus-kasus

dengan diabetes mellitus tahap lanjut. Hipotiroid merupakan gangguan endokrin

lain yang dihubungkan dengan adanya abortus berulang, terutama sekali sebagai

akibat disfungsi korpus luteum dan ovulasi yang sering menyertai penyakit tiroid.

Antitiroid antibodi juga dihubungkan dengan abortus berulang. Karena pada awal

kehamilan tubuh membutuhkan kadar hormon tiroid yang lebih tinggi, adanya

antitiroid antibodi dapat menjadi suatu petanda bagi seseorang untuk terjadi

peningkatan risiko terjadinya abnormalitas tiroid yang dapat berakhir pada

keguguran. Kelainan-kelainan regulasi hormonal tersebut juga mampu

menyebabkan kegagalan perkembangan atau pembentukan janin.

c. Infeksi Saluran Reproduksi

Walaupun keguguran telah dihubungkan dengan organisme seperti

Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia trachomatis, dan

Toxoplasma gondii, namun tidak ada hubungan yang meyakinkan dengan abortus

berulang. Adanya organisme tersebut pada saat terjadinya keguguran tidak dapat

dianggap sebagai bukti organisme tersebut sebagai penyebab dari keguguran.

Organisme-organisme tersebut dapat menjadi penyebab keguguran apabila:


Telah ada dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan

gejala pada ibu secara nyata sehingga keadaan ini menjadi tidak

terdiagnosis dan tidak diobati

Memiliki jalur untuk masuk ke lingkungan intrauteri

sehingga menginfeksi jaringan fetus dan/atau menstimulasi terjadinya

proses radang.

Terdapat bukti bahwa vaginosis bakterialis berhubungan dengan

keguguran dan juga menjadi faktor risiko terjadinya persalinan preterm. Bakterial

vaginosis disebabkan karena terganggunya flora normal dari vagina. Terjadi

pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob dan lactobacilli yang normal tidak ada

atau tidak banyak terdapat. Tidak didapatkan adanya hubungan yang nyata dengan

keguguran dan hubungan ini masih perlu dibuktikan. Terdapat teori yang

menyatakan bahwa keguguran merupakan akibat dari aktifasi imunologi sebagai

respon dari adanya organisme patologis.Toksoplasmosis adalah penyakit yang

disebabkan oleh infeksi obligat intraselular protozoa yakni Toxoplasma gondii.

Toxoplasma gondii menginduksi respon kekebalan tubuh tipe 1 yang kuat yakni T-

cell-mediated. Saat respon imun berlangsung dan terdapat respon yang dominan

kuat Th 1, terjadi peningkatan IFN di plasenta, yang disekresikan oleh antigen-

spesifik T-sel, membatasi replikasi takizoite kemudian akan menarik TNF yang

menghambat proliferasi sel trofoblas manusia in vitro dan toksik untuk sel-sel

trofoblas manusia. Di samping itu, IFN juga meningkatkan produksi NO oleh

sel trofoblas dan memicu apoptosis. Mekanisme dimana NO menginduksi

apoptosis tidak jelas, tetapi dapat melibatkan efek pembentukan peroxynitrite dari

NO dan superoksida dalam mitokondria. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan


pada sel plasenta terutama sel trofoblas atau target fetoplacental lainnya

mengakibatkan kematian inembryo dan resorpsi. Mekanisme imunitas inilah yang

dapat menyebabkan terjadinya blighted ovum. C.

C. Patofisiologi

Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.

Namun akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak

dapat berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan.

Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta

menghasilkan hormon HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini

akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai

pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon

HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual,

muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes

kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar

hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai

hormon kehamilan.

D. Gejala dan Tanda

Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan

tanda-tanda mungkin termasuk:


Periode menstruasi terlambat

Kram perut

Minor vagina atau bercak perdarahan

Tes kehamilan positif pada saat gejala

Ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan

perdarahan

Hampir sama dengan kehamilan normal

Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi

tidak ada bayi di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga

merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah

pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi

pembesaran perut, Kram perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik

planotest maupun laboratorium hasilnya pun positif.

Gejala penderita dengan blighted ovum menyerupai keguguran pada

umumnya. Keluhan antara lain berupa keluar bercak darah akibat berkurangya

kadar hormon, dan keluhan kehamilan akan berkurang. Jika mulai terjadi proses

keguguran atau sirkulasi fetus dan villi korialis mulai tidak stabil, sekitar usia 10

minggu, dapat terjadi perdarahan intermiten atau kontinu, yang diikuti nyeri dan

abortus komplit. Pada pemeriksaan dengan inspekulo, ostium uteri bias tertutup

(yang didiagnosis dengan abortus imminens) atau terbuka (abortus inkomplit). 5

Pada beberapa kasus, dapat terjadi resorpsi kehamilan kosong, sehingga

tanda-tanda hamil dapat menghilang dan akhirnya pada pemeriksaan, pasien

dianggap tidak hamil. Hal ini dapat membingungkan bagi penderita karena terjadi

perubahan dari kondisi hamil menjadi tidak hamil.


Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu

sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma

yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama

sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang

berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak

sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim.

Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-

gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil

pada umumnya hal ini disebabkan Plasenta menghasilkan hormon hCG (human

chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung

telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil

konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG yang menyebabkan munculnya gejala-

gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan

menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada

umumnya mengukur kadar hormon hCG (human chorionic gonadotropin) yang

sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.

E. Diagnosis

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang (USG) diagnosis pasti, bisa dilakukan saat kehamilan

memasuki usia 6-7 minggu. Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah

lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat lebih jelas. Dari situ juga akan

tampak, adanya kantung kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin. Diagnosis

kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan ilapada kantong gestasi yang

berdiameter sedikitnya 30 mm, tidak dijumpai adanya struktur mudigah dan

kantong kuning telur.

Gambar 1 : Blighted Ovum

Gambar 2 : Kehamilan Normal

idak ditemukan fetal pole, dengan kantung gestasi (ges sac) diameter lebih dari 10

mm tanpa yolk sac, diameter 15 mm tanpa mudigah pada USG transvaginal atau
lebih dari 25 mm pada USG transabdominal. Sedangkan pada gambar di sebelah

kanan tampak gambaran hiperechoic berupa fetal pole di dalam ges sac.

Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu pemeriksaan

dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya, pada pemeriksaan darah

hormon ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah konsepsi, dan pada tes urin pada

hari ke 12-14 hari. Produksi hormone ini akan menjadi 2 kali lipat tiap 72 jam.

Kadarnya akan mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia 8-11 minggu lalu

menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini, dapat dicurigai

terjadinya blighted ovum.

Blighted ovum dapat segera terdeteksi segera pada pemeriksaan

ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya fetus. Pada usia 7 minggu

dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan transabdominal

maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih akurat pada usia kehamilan

yang sangat dini.

Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung

bayi atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada

pertengahan minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5.

Sehingga, embrio dapat terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada

pemeriksaan USG tranvaginal.


Gambar 1. Gambaran USG Blighted Ovum Dibandingkan dengan
Kehamilan Normal
Tidak ditemukan fetal pole, dengan kantung gestasi (ges sac) diameter lebih
dari 10 mm tanpa yolk sac, diameter 15 mm tanpa mudigah pada USG
transvaginal atau lebih dari 25 mm pada USG transabdominal. Sedangkan
pada gambar di sebelah kanan tampak gambaran hiperechoic berupa fetal
pole di dalam ges sac.
Dikutip dari Williams Gynecology

Gambar 2. Blighted ovum pada uterus bicornu unicolis


Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu
pemeriksaan dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya, pada
pemeriksaan darah hormon ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah konsepsi, dan
pada tes urin pada hari ke 12-14 hari. Produksi hormone ini akan menjadi 2 kali
lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia
8-11 minggu lalu menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini,
dapat dicurigai terjadinya blighted ovum.

F. Pencegahan

Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu

sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma

yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama

sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang

berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak

sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim.

Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-

gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil

pada umumnya hal ini disebabkan Plasenta menghasilkan hormon hCG (human

chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung

telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil

konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG yang menyebabkan munculnya gejala-

gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan

menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada

umumnya mengukur kadar hormon hCG (human chorionic gonadotropin) yang

sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.

Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa

pasangan seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran

berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali,

dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita.


Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan

beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella

pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu,

dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di

atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik,

memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup sehat.

Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa

pasangan seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran

berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali,

dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita.

G. Penatalaksanaan

Penanganannya ada dua aliran :

1. Membiarkan saja untuk keluar sendiri atau aliran lain yaitu dilakukan D & C

(Dilatation and Curretage). DC dilakukan bisa dengan memasang laminaria 12

- 24 jam dilanjutkan dengan kuret atau langsung dikuret dengan memakai

dilatator (bougie) sebelumnya.

2. Kuretase
Mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan

dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi

penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini

tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program

imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.

Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya

adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan

dianalis untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi

penyebabnya. Jika karena infeksi maka maka dapat diobatai agar tidak terjadi

kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program

imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.

Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun

masih dapat diupayakan jika kemungkinan penyebabnya diketahui. Sebagai

contoh, tingkat hormon yang rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini

ovum. Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek

samping dari pemakaian hormon adalah sakit kepala, perubahan suasana hati, dan

lain-lain. Jika terjadi kematian telur di awal kehamilan secara berulang, maka

pembuahan buatan mungkin efektif dalam memproduksi kehamilan. Dalam hal ini

perlu donor sperma atau ovum untuk memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan

buatan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan risiko kelahiran kembar seringkali

lebih tinggi. Jika belum berhasil maka adopsi adalah pilihan lain bagi banyak

pasangan.

Pada pasien diterapi dengan pemberian preparat misoprostol, setelah

terjadi dilatasi serviks kemudian dilakukan kuretase.


Terminasi kehamilan dengan dilatasi serviks dan dilanjutkan dengan

kuretase (Sarwono, 2009)Aborsi bedah sebelum usia kehamilan 14 minggu

dilakukan dengan cara mula-mula membuka serviks, kemudian mengeluarkan

kehamilan secara mekanis yaitu dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam) ,

dengan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya. Sedangkan jika

usiakehamilan lebih dari 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi (D&E).

Tindakan ini berupa pembukaan serviks secara lebardiikuti oleh destruksi mekanis

dan evakuasi bagian janin, setelah janin dikeluarkan secara lengkap maka

digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan sisa

jaringan. Dilatasi dan Ekstrasi (D&X), hampir sama dengan (D&E) yang

membedakan pada (D&X) sebagian dari janin di ekstrasi melalui serviks yang

telah membuka (Leveno, 2009).

H. Komplikasi post kuretase

1. Robekan serviksyang disebabkan oleh tenakulum. Penanganan :Jikaterjadi

perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk menghentikan

perdarahan.

2. Perforasiyang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat

kuretnya.Penanganan:Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian

bedah bila ada indikasi untuk dilakukan laparatomi.


3. Perdarahan post kuretaseyang disebabkan olehatonia uteri, trauma dan sisa

hasil konsepsi perdarahan memanjang.

Penanganan:Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan

bagian bedah dan kuretase ulang.Profilaksis menggunakan metergin

dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV/IM0,2

mg,IM bolehdiulang24 jam bila perdarahanhebat.Jika terjadi atonia uteri

dilakukan penanganan atonia uteri yaitu memposisikan pasien

trendelenburg , memberikan oksigen dan merangsang kontraksi uterus

dengan cara masase fundus uteri dan merangsang Puting susu,

memberikan oksitosin, kompresi bimanual ekternal, kompresi bimanual

internal dan kompresi aorta abdominalis. Jika semua tindakan gagal

lakukan Tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif

(mempertahankanuterus) atau dengan histerektomi.

4. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya.

Penanganan:Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika. Profilaksis

menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg, 2 -4 kali sehari

selama 2 hari dan IV/IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2 4 jam bila

perdarahan hebat
BAB III

KESIMPULAN

Penyebab dari abortus ialah masalah genetik, abnormalitas anatomis, masalah

endokrinologis, infeksi dan faktor imunologik. Serta dihubungkan

dengan permasalahan lain yang beragam atau gabungan berbagai factor.

Blighted ovum juga diperkirakan terjadi akibat pembuahan ovum oleh sperma

yang abnormal.
Gambaran plasenta pada blighted ovumadalah villi yang hipovaskular,

fibrosis,trombosis, infark, membrane yang sedikit vakulosinsitial.

Penting untuk didapatkan informasi mengenai keadaan pasien yang dapat

membantudalam perawatan untuk kehamilan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes Oerip Poerwoko, Anantyo Binarso Mochtar, Hary Tjahjanto.

2008. Efek Misoprostol Sublingual pada Kasus Blighted Ovum dan Missed

Abortion. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro : Media Medika

Indonesiana

Alan H., et al. 2006. Blighted Ovum. Current Obstetric & Gynecologic
Diagnosis & Treatment-Ninth Ed. DeCherney. http://www.marchofdimes.com
Anne Jackson Bracker. 2006. Blighted Ovum / Anembryogenic
Pregnancy.
http://www.miscarriageassociation.org.uk/ma2006/downloads/Blighted
%20ovum.pdf
Anonim. 2008. Blighted Ovum (Kehamilan Kosong). www.dokter
sehat.com
Blighted ovum; available at :
http://Sheren_Meazza_Sneijder/Desember/2010.html

Blighted ovum; available


at :http://Blightd_ovum:sebuah_kehamilankosong/drNyol-
breyzone_in_ob/gyn.html

Hatasaka HH: Recurrent miscarriage: epidemiologic factors, definitions


and incidence. In: Clin obstet gynecol 37; 2004; 625-634

Hill JA: Recurrent spontaneous early pregnancy loss. In: Berekj JS,
Adashi EY, Hillard PA: Novaks gynecology 12th edition. Pennsylvania: Williams
& Wilkins Co, 2006;963-979

Juminten Saimin, Eddy R. Moeljono, Retno B. Farid. 2008. Pemakaian


Tablet Misoprostol 100 Mikrogram Per Vaginam Untuk Dilatasi Servix Sebelum
Tindakan Kuretase. Subbagian Fetomaternal Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Nasrudin AM, Eddy R Moeljono, Putra Rimba. 2006. Efektivitas
Misoprostol 400 mcg Pervaginam Untuk Dilatasi Serviks Pada Kasus Blighted
Ovum. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Prawirohardjo S, Wiknjosastro H: Gangguan bersangkutan dengan
konsepsi. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu
kandungan. Edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2007; 246-250
Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. First trimester abortion. In: Williams Gynecology 22nd ed. New
York: McGraw-Hill; 2008:298-325

Wibowo B, Wiknjosastro H: Kelainan dalam lamanya kehamilan. Dalam:


Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kebidanan. Edisi ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004; 302-312

Anda mungkin juga menyukai