Anda di halaman 1dari 77

i

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA KERANG POKEA (Batissa (


violacea celebensis Martens, 1897) DI SUNGAI POHARA SULAWESI
TENGGARA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S


(S-1)

Oleh :

SITI FENI MUSDALIFAH


F1D1 12 013

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

APRIL 2016

i
ii

ii
iii

iii
iv

iv
v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin atas segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi

yang berjudul Bioakumulasi Logam Berat pada Kerang Pokea (Batissa

violacea celebensis Martens, 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara ini

dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

Ungkapan rasa cinta dan terima kasih yang dalam penulis tunjukan kepada

ayahanda Saman, S.Pd, M.Si dan ibunda tercinta Maemunah, S.Pd yang telah

memberikan dorongan, pengorbanan, dan doanya yang tulus demi kesuksesan

penulis. Kepada kakakku Abdul Fadli Kalaloi serta kepada adik-adikku tersayang

Irdianti Mega Marwah dan Farhan Ramadhan, terimakasih banyak telah menjadi

motivator yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini,

dihadapkan dengan berbagai macam hambatan dan kendala, namun dengan

bantuan berbagai pihak akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada bapak Analuddin, S.Si., M.Si., M.Sc., Ph.D

selaku Pembimbing I dan bapak Dr. Jamili, M.Si. selaku Pembimbing II yang

dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan telah meluangkan waktunya,

memberikan petunjuk, arahandan bimbingan sejak awal penyusunan hingga

selesainya penulisan skripsi ini.

v
vi

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu

Oleo.

3. Wakil Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Halu Oleo.

4. Wakil Dekan II Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Halu Oleo.

5. Wakil Dekan III Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Halu Oleo.

6. Ibu Dr. Hj. Sitti Wirdhana Ahmad, S.Si., M.Si.selaku penasehat akademik

yang telah memberikan pengarahan bimbingan dalam memprogramkan mata

kuliah.

7. Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Halu Oleo, Bapak Muhsin, S.Pd., M.Si., dan Sekretaris Jurusan

Biologi ibu Dr. Hj. Sitti Wirdhana Ahmad, S.Si., M.Si.

8. Kepala Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Halu Oleo, Ibu Dra. Sri Ambardini, M.Si., dan Laboran

Bapak Rahmat Hasan, A.Md.

9. Kepala Perpustakaan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Halu Oleo, Ibu Dra. Hj. Indrawati, M.Si beserta seluruh stafnya.

vi
vii

10. Seluruh Dosen Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Halu Oleo.

11. Tim penguji Bapak Dr. Amirullah, M.Si., Bapak La Ode Siwi, S.P., M.Si.,

dan Bapak Drs. Nasaruddin M.Si., yang telah memberikan saran dan kritikan.

12. Sahabat penulis Andi Hildayani dan Nur Isnaini Ulfa yang memberikan

semangat dan keceriaan yang tiada hentinya.

13. Rekan-rekan Peneliti Laboratorium : Siti Surahmi, Irmayanti Arief, David

Pratama, Irman, Kholifat, Kasmawati Dehe.

14. Teman-teman seangkatan Biologi 2012: Saharuddin, Muh. Azwarsyah, S.Si.,

Desty Tryaswati, S.Si, Rosminah, S.Si, Winda Astuti, Euis, Retno Wulan,

Dessyani, Meyer Pakinna, Aditya, Bobby Syarifuddin, Hermawan, Rudianto,

Erlander Nasus, Andi Nurhana, dan teman-teman seangkatan yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu.

15. Teman sejawat : Nurisma Purnama, Ismawati, Nur Serlya Dewi, Hera

Ovnavia, Pantry Elastic, Efrianti, Agnia Widya, Rizky Audina, Richa Widy,

Friskyla, Desi Andriani, Dewi Ratih Puri, Isnaeni Aziz, S.Ked., Milki Fadilah,

Amd. Kep., Ratnasari, Amd. Keb., Supriadi, Jusriani Wisra, Retno Dwika,

Alhentho, Nengah Agus, Diva, Suliani, Gradi Tamburaka, Sunardi.

16. Senior-Seniorku : Saban Rahim, S.Si, M.P.W., Adi Karya, S.Si, M.Si, L.D.

Abdul Fajar Hasidu, S.Si, Waode Nanang Trisna Dewi, S.Si, M.Si, Fitri, S.Si,

Rahmatan Juhaepa, S.Si dan senior lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu.

vii
viii

17. Junior-juniorku angkatan 2013-2014: Ebit Yasakti, Ahmad Akbar, Clara

Cecilia Mekuo, Umrathul Khasanah, Musdalifa, Diaz Eka Anjani, Putra

Prabowo, Munir, Ade, Isma, Harma, Putri dan adik-adik lainnya yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan

skripsi ini, sangat banyak kendala dan kekurangan, namun dengan bantuan

berbagai pihak akhirnya dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Akhirnya

penulis berharap semoga segala jenis bantuan yang telah diberikan bernilai ibadah

dan mendapat pahala dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat menjadi sumber

tambahan informasi ilmiah, Amin Yaa Rabbal Alaamin.

Kendari, April 2016

Penulis

viii
ix

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PENGESAHAN Ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Iv
KATA PENGANTAR V
DAFTAR ISI Ix
DAFTAR TABEL Xi
DAFTAR GAMBAR Xii
DAFTAR LAMPIRAN Xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG Xiv
ABSTRAK Xv
ABSTRACT Xvi
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
A. Tinjauan Umum Sungai Pohara 4
B. Pencemaran Air Sungai 5
C. Pencemaran Logam Berat 5
D. Jenis Logam Berat 7
1. Kadmium (Cd) 7
2. Timbal (Pb) 8
3. Merkuri (Hg) 9
E. Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) 10
1. Klasifikasi 10
2. Morfologi dan Anatomi 10
3. Habitat dan Penyebaran 12
4. Kebiasaan Makan 12
F. Bioakumulasi 14
III. METODE PENELITIAN 16
A. Waktu dan Tempat 16
B. Alat dan Bahan.. 17
C. Variabel penelitian 18
D. Jenis Penelitian 18

ix
x

E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian 18


1. Definisi Operasional 18
2. Indikator Penelitian 19
F. Prosedur Penelitian 19
1. Penetapan Lokasi 19
2. Teknik Pengumpulan Data dan Pengambilan Sampel 20
3. Analisis Logam Berat Sampel 21
a. Preparasi Sampel Air, Sedimen dan Kerang Pokea 21

1. Sampel Air 22
2. Sampel Sedimen 22
3. Sampel Daging Kerang 23
b. Penentuan Kadar Logam Berat Hg, Pb, dan Cd 25
c. Perhitungan Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam 25
Berat Hg, Pb, dan Cd
d. Analisis Data 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27
A. Pengukuran Parameter Fisik-Kimia Air Sungai Pohara 27
B. Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan 28
Kadmium(Cd) Air di Sungai Pohara
C. Perbandingan Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg),
Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) pada Air dan Sedimen di 30
Perairan Sungai Pohara
D. Kadar Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan
Kadmium (Cd) Pada Sedimen dan Daging Kerang Pokea 32
E. Kadar Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan
Kadmium 35
(Cd) Berdasarkan Ukuran Tubuh Kerang Pokea (Batissa
violacea celebensis)

F. Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam Berat Merkuri (Hg),


Timbal 39
(Pb), dan Kadmium (Cd) Pada Daging Kerang Pokea
(Batissa violacea celebensis)
V. PENUTUP 45
A. Kesimpulan 45
B. Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 51

x
xi

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Alat dan fungsi yang digunakan pada Penelitian 17

2 Bahan dan fungsi yang digunakan pada Penelitian 18

3 Parameter Fisik-Kimia Perairan Sungai Pohara 27

4 Rerata Konsentrasi Logam Berat Hg, Pb, dan Cd pada


Air Sungai Pohara 29

5 Perbandingan Konsentrasi Logam Berat Hg, Pb, dan Cd


Pada Air dan Sedimen di Sungai Pohara 30

xi
xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Gambar Kerang Pokea 10

2 Gambaran Lokasi Pengambilan Sampel 16

3 Kriteria pengambilan sampel daging 21

4 Diagram Prosedur Kerja Analisis Logam Berat 24

5 Konsentrasi logam Hg pada sedimen dan daging kerang 32

6 Konsentrasi logam Pb pada sedimen dan daging kerang 33

7 Konsentrasi logam Cd pada sedimen dan daging kerang 34

8 Konsentrasi logam Hg, Pb, dan Cd pada kerang besar 35

9 Konsentrasi logam Hg, Pb, dan Cd pada kerang kecil 36

10 Faktor Bioakumulasi Logam Berat Hg pada Kerang Pokea 40

11 Faktor Bioakumulasi Logam Berat Pb pada Kerang Pokea 40

12 Faktor Bioakumulasi Logam Berat Cd pada Kerang Pokea 41

13 Faktor bioakumulasi logam berat pada kerang besar 42

14 Faktor Bioakumulasi Logam Berat pada kerang kecil 43

xii
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1 Konsentrasi Logam Berat Hg, Pb, dan Cd Pada Air 51


dan Sedimen di Sungai Pohara

2 Rerata Kadar Logam Berat Hg, Pb, dan Cd pada


sedimen dan Daging Kerang Pokea 52

3 Faktor Bioakumulasi Logam Berat Hg, Pb, dan Cd


pada Daging Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis) 53

4 Analisis Data T-Test Kadar Logam 54

5 Analisis Data T-TEST Faktor Bioakumulasi 55

6 Dokumentasi Penelitian 56

7 Peta Lokasi Penelitian 65

xiii
xiv

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/singkatan Arti dan keterangan


g Mikrogram
o
C Derajat Celcius
ppm Part per million
DO Dissolved oxygen
g Gram
mL Mililiter
mg/L Milligram per liter
cm Centimeter
HNO3 Asam nitrat
Hg Merkuri
Pb Timbal
Cd Kadmium
Zn Zeng
Cu Tembaga
Fe Besi
> Lebih besar
< Lebih kecil
KAAS Konsentrasi AAS (Atomic Absorption spectrophotometer)
Vp Volume pelarut
Ws Massa sampel
P Probabilitas
BCF Faktor bioakumulasi
AAS Atomic Absorption spectrophotometer

xiv
xv

Bioakumulasi Logam Berat Pada Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis


Martens, 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara
OLEH :

Siti Feni Musdalifah


F1D1 12 013

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd
pada daging kerang pokea (B. violacea celebensis), dan mengetahui faktor
bioakumulasi logam-logam berat pada daging kerang pokea (B. violacea
celebensis). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2016.
Lokasi penelitian adalah Sungai Pohara menggunakan metode purposive sampling
dimana sampel kerang dikoleksi dibagi atas dua kelompok ukuran panjang yaitu,
ukuran kecil (<5 cm) dan ukuran besar (>7 cm) kemudian dilakukan analisis
logam berat Hg, Pb, dan Cd menggunakan Atomic Absorbance Spectrofotometer
(AAS) di Laboratorium Forensik & Molekuler. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kerang ukuran besar paling tinggi mengakumulasi logam Pb (4,440,003
g/g) dibandingkan logam Cd (2,740,012 g/g) dan logam Hg (0,1520,00
g/g). Sedangkan kerang ukuran kecil paling tinggi mengakumulasi logam Pb
(2,930,003 g/g) dibandingkan logam Cd (2,040,017) dan logam Hg
(0,0950,00 g/g). Perhitungan Faktor bioakumulasi (BCF) logam berat
menunjukkan bahwa pada kerang ukuran besar memiliki kemampuan akumulasi
(BCF = 0,8 untuk Pb dan Hg, dan BCF = 0,6 untuk Cd), kemudian kerang ukuran
kecil memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mengakumulasi logam (BCF = 0,5
untuk Pb dan Hg, dan BCF = 0,4 untuk Cd ). Kandungan logam berat pada B.
violacea celebensis nampak dipengaruhi oleh ukuran tubuh kerang.

Kata Kunci : Bioakumulasi Logam Berat, Batissa violacea celebensis, Sungai


Pohara

xv
xvi

Heavy Metal Bioaccumulation in Pokea Shellfish (Batissa violacea celebensis


Martens, 1897) from Pohara River, Southeast Sulawesi
BY:
Siti Feni Musdalifah
F1D1 12 013

ABSTRACT

This study aimed to determine the content of heavy metals of Hg, Pb, and Cd in
the meat of B. violacea celebensis, and to know the heavy metals bioaccumulation
factors by B. violacea celebensis. This research was conducted from January to
March 2016. The B. violacea celebensis samples were collected from Pohara river
by using purposive sampling method. The B. violacea celebensis samples were
separated into large size (>7 cm) and small size (<5 cm). Mussel meat removed
from their shells and then blended. Analysis of heavy metals of Hg, Pb, and Cd
heavy metals were done by using Atomic Absorbance spectrophotometer (AAS)
in the laboratory of Forensic and Bio-molecular. The contents of Hg, Cd and Pb
were calculated. The results showed that large clams tended to accumulate much
higher of Pb (4,44 0,003 g/g) than Cd (2,74 0,012 g/g) and Hg (0,152
0,00 g/g). However, the small B. violacea celebensis tended to accumulate the
lower Pb (2,93 0,003 g/g), Cd (2,04 0,017) and Hg (0,095 0,00 g/g). The
bioaccumulation factor (BCF) to heavy metals by B. violacea celebensis for larges
size were higher (BCF = 0,8 for Pb and Hg, and BCF= 0,6 for Cd), while the BCF
for smalls size were lower (BCF = 0,5 for Pb and Hg, and BCF= 0,4 for Cd).
Therefore, bioaccumulation capacity to heavy metals in B. violacea celebensis
seemed to be affected by their body size.

Keywords: Heavy Metal Bioaccumulation, Batissa violacea celebensis, Pohara


River

xvi
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar berbahaya yang

bersifat toksik jika dalam jumlah besar dapat mempengaruhi berbagai aspek

dalam perairan baik aspek ekologis maupun aspek biologi. Logam-logam

yang mencemari perairan sungai banyak jenisnya, diantaranya kadmium (Cd),

timbal (Pb) dan merkuri (Hg) sebagai the big three heavy metal, yang

memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia, selain itu ketiga

logam tersebut yang paling sering ditemukan sebagai bahan pencemar logam

yang ada di alam (Suhendrayatna, 2001).

Salah satu organisme perairan yang diduga akan terpengaruh langsung

akibat adanya logam berat adalah kerang-kerangan. Hal ini disebabkan kerang

hidup di lapisan sedimen dasar perairan, bergerak sangat lambat dan makanannya

adalah detritus di dasar perairan, sehingga peluang masuknya logam berat sangat

besar dan berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yaitu sulit didegradasi,

dimana keberadaannya secara alami sulit terurai sehingga terakumulasi dalam

lingkungan perairan dan kerang yang dikonsumsi dapat mengganggu kesehatan

dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian (Suryono, 2006).

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beberapa sungai besar, salah

satunya sungai Pohara yang menyediakan sumber daya hayati tinggi seperti

kerang Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897). Hewan endemik ini

dimanfaatkan sebagai sumber makanan yang mengandung protein dan mineral

oleh masyarakat setempat. Kerang pokea memiliki habitat yang menetap dan

1
2

pergerakan yang lambat, sehingga kerang pokea ini diduga dapat mengakumulasi

logam berat dan dapat dijadikan sebagai indikator dalam memonitoring

pencemaran di Sungai Pohara (Nafsal, 2008).

Berbagai aktivitas masyarakat yang diduga telah berdampak terhadap

penurunan kualitas air dan meningkatkan akumulasi logam-logam berat di sungai

Pohara seperti transportasi darat dan sungai yang menggunakan bahan bakar fosil,

kegiatan rumah tangga seperti limbah cair dan limbah padat yang langsung

dibuang ke badan air, serta kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk dan

pestisida. Selain itu, kegiatan pembangunan di darat dan pembukaan areal hutan

untuk lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Konawe dapat menyebabkan

hilangnya keseimbangan ekosistem dan terjadinya sedimentasi diperairan yang

dapat mengganggu kehidupan kerang pokea sebagai biota endemik yang memiliki

nilai ekologi maupun ekonomi (Bahtiar, 2012).

Nurfatmah (2006), melakukan studi kebiasaan makan kerang pokea

(Batissa violacea celebensis Martens, 1897) di sungai Pohara yang

memperlihatkan bahwa kebiasaan makan pokea terdiri dari penyaring makanan

(filter feeder) sehingga memiliki peranan penting sebagai penyerap logam berat

dan pestisida. Namun demikian, belum diketahui secara mendalam bioakumulasi

logam-logam berat oleh kerang pokea yang hidup dan mencari makan diperairan

Sungai Pohara yang memiliki toleran atau daya akumulasi terhadap logam

sehingga dapat hidup di kawasan yang tercemar.

Sehubungan dengan hal di atas, mengingat makin meningkatnya

permintaan pokea untuk di konsumsi dan pentingnya kelestarian populasi pokea

2
3

dan kesehatan bagi masyarakat, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Bioakumulasi Logam Berat Pada Kerang Pokea (Batissa violacea

celebensis Martens, 1897) di Sungai Pohara, Sulawesi Tenggara.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd pada kerang Batissa

violacea celebensis di sungai Pohara?

2. Bagaimana faktor bioakumulasi (BCF) logam berat pada kerang Batissa

violacea celebensis di Sungai Pohara?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd pada kerang

Batissa violacea celebensis di Sungai Pohara.

2. Untuk mengetahui faktor bioakumulasi (BCF) logam berat pada kerang

Batissa violacea celebensis di Sungai Pohara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat menjadi acuan dan informasi bagi peneliti lain, terutama yang mengkaji

penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

2. Dapat dijadikan acuan bagi pemerintah setempat dalam perumusan kebijakan

konservasi kerang pokea (Batissa violacea celebensis) di Sungai Pohara.

3
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Sungai Pohara

Sungai Pohara merupakan sub daerah aliran sungai Konaweha yang

melalui dua kecamatan yaitu Kecamatan Sampara dan Kecamatan Bondoala

Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Sungai Pohara merupakan salah

satu penghasil pokea sebagai bivalvia air tawar yang dikonsumsi masyarakat

sebagai makanan pokok sehingga menjadi salah satu mata pencaharian

masyarakat di sepanjang aliran sungai. Selain itu, aktivitas lain yang dilakukan

masyarakat di sungai ini adalah penambangan pasir serta satu-satunya sumber

utama pasokan air Perusahaan Air Minum yang dikonsumsi ratusan ribu jiwa

masyarakat kota Kendari. DAS Konaweha mempunyai fungsi strategis karena

merupakan DAS terbesar di Sulawesi Tenggara dengan lebar sungai berkisar

40-80 meter dan kedalaman 2-7 meter. Secara administrasi meliputi empat

daerah otonom yakni Kabupaten Kolaka, Konawe, Konawe Selatan, dan Kota

Kendari. Salah satu peranannya yang sangat vital adalah sebagai sumber air

bagi pemenuhan kebutuhan domestik, industri dan irigasi. Perubahan penggunaan

lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Konawe

meningkatkan aliran permukaan (Bahtiar, 2005). Sungai Pohara merupakan

sungai permanen yang memiliki tepian landai sampai curam. Perairan Sungai

Pohara bertopografi landai yang semakin ke tengah sungai semakin dalam.

Substrat Sungai Pohara terdiri dari tanah liat berpasir, kerikil, lempung berliat,

dan pasir berlempung (Nafsal, 2008).

4
5

B. Pencemaran Air Sungai

Menurut Effendi (2003), polutan yang masuk ke badan perairan

merupakan polutan antropogenik akibat adanya aktivitas manusia, misalnya

kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), maupun kegiatan

industri. Substansi pencemaran perairan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu;

(1) polutan fisik, yaitu polutan yang keberadaannya atau karakter fisiknya

menyebabkan pencemaran, contohnya adalah padatan tersuspensi pada proses

sedimentasi yang terjadi di muara sungai; (2) polutan kimia, yaitu polutan yang

memiliki struktur kimia tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan zat lain.

polutan ini dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu organik (yang penyusun

utamanya adalah atom C, H, O; misalnya pestisida, pupuk, minyak, limbah

makanan dan minuman) dan jenis anorganik (misalnya asam, alkali, dan logam-

logam berat dari industri konstruksi baja dan tambang mineral); (3) polutan

biologis, yaitu polutan yang berupa makhluk hidup, misalnya mikroorganisme

dari limbah domestik (Mukhtasor, 2007),

C. Pencemaran Logam Berat

Pencemaran logam berat dapat menyebabkan terjadinya perubahan

struktur komunitas perairan, jaring makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik

dan resistensi. Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada

konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan

perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap

semua biota perairan tidak sama, namun hilangnya sekelompok organisme

tertentu dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat

5
6

lanjutan, keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan ekosistem

perairan (Palar, 1994).

Logam berat yang telah teridentifikasi sedikitnya terdapat 80 jenis dari

109 unsur kimia. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam ini dapat dibagi

dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam esensial, dimana keberadaannya

dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam

jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam ini

diantaranya Zn, Cu, dan Fe. Jenis kedua adalah logam tidak essensial atau

beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya

atau bahkan dapat bersifat racun seperti Hg, Cd, dan Pb (Palar, 1994).

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas > 5 g/cm3

dalam air laut, logam berat terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Dalam

kondisi alami, logam berat dibutuhkan oleh organisme untuk pertumbuhan dan

perkembangan hidupnya. Logam biasanya erat kaitannya dengan masalah

pencemaran dan toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan

lingkungan hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya

dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah industri

merupakan salah satu sumber pencemaran logam yang potensial bagi perairan.

Pembuangan limbah industri secara terus menerus tidak hanya mencemari

lingkungan perairan tetapi menyebabkan terkumpulnya logam dalam sedimen

dan biota perairan. Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat

dipakai sebagai indikator pencemaran logam yaitu air, sedimen dan organisme

hidup (Hutagalung, 1991).

6
7

D. Jenis Logam Berat

1. Kadmium (Cd)

Kadmiun (Cd) adalah logam berat yang secara normal terdapat pada

tanah dan air dalam kadar rendah. Sumber pencemaran kadmium berasal dari

penggunaan kadmium sebagai bahan pewarna dalam industri plastik,

pengolahan roti, pengolahan minuman, industri tekstil, baterai, peralatan

elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas, keramik, tekstil, dan plastik

(Palar, 1994).

Logam Cd bersifat teratogenik, apabila logam Cd masuk dalam tubuh

maka akan menyebabkan kerusakan anggota tubuh. Salah bentuk tubuh/organ

pada janin terjadi jika Cd diberikan pada individu yang sedang hamil yaitu

salah bentuk rahang atas dan muka, rusuk dan kaki. Kadmium juga

berpengaruh terhadap perkembangan sistem syaraf dan mengakibatkan

gangguan pada otak seperti hydrocefalus dan exococefalus. Toksisitas setelah

kelahiran juga menyebabkan gangguan seperti kurang reflex terhadap

respon, hipoaktivitas, impairment dalam koordinasi dan aktivitas belajar

(Darmono, 1995). Keracunan akut biasanya terjadi karena menghirup debu

dan asap yang mengandung kadmium (kadmium oksida), dan garam

kadmium yang termakan. Toksisitas bisa berkembang menjadi edema paru

atau emfisema residual (Pagoray, 2001). Gejala umum keracunan Cd adalah

sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk-batuk dan lemah (Sudarmadji,

2006). Baku mutu logam berat kadmium (Cd) berdasarkan PP No. 82 Tahun

2001 yaitu 0,01 mg/L untuk semua kelas air.

7
8

2. Timbal (Pb)

Timbal adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang

lazim terdapat dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-

mineral lain, terutama seng dan tembaga. Penggunaan Pb terbesar adalah

dalam industri baterai, kendaraan bermotor seperti timbal metalik dan

komponen-komponennya. Timbal digunakan pada bensin untuk kendaraan,

cat dan pestisida. Pencemaran Pb dapat terjadi di udara, air maupun tanah.

Badan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion Pb akan

menyebabkan jumlah Pb yang ada melebihi konsentrasi yang dapat

menyebabkan kematian bagi biota perairan tersebut (Suharto, 2005).

Logam berat Pb dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi

berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai

efek racun terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak-

anak sangat peka terhadap paparan Pb di udara. Paparan Pb dengan kadar yang

rendah yang berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ. Gejala lain yang

sering timbul ialah mual, muntah, dengan muntahan menyerupai susu

karena Pb klorida, dan sakit perut hebat. Tinja warna hitam karena Pb sulfida,

dapat disertai diare atau konstipasi (Sudarmadji, 2006). Baku mutu logam

berat Timbal (Pb) berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 yaitu 0,03 mg/L untuk

air kelas I,II,dan III, sedangkan air kelas IV berkisar 1 mg/L.

3. Merkuri (Hg)

Logam berat merkuri (Hg) merupakan cairan yang berwarna putih

keperakan dengan titik beku 38,87oC dan titik didih 356,90oC atom 80 dan

8
9

berat atomis 200,59 yang mudah menguap pada suhu ruang. Merkuri yang

terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktivitas

mikroorganisme menjadi komponen metil-merkuri (CH3-Hg) yang memiliki

sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi

terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri

terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan

tubuh hewan-hewan air. Sanusi (1980) mengemukakan bahwa terjadinya

proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan

pengambilan merkuri (up-take rate) oleh organisme air lebih cepat

dibandingkan dengan proses ekskresi. Merkuri (Hg) merupakan logam yang

dianggap paling berbahaya baik untuk organisme perairan maupun manusia.

Merkuri berasal dari buangan limbah industri, limpasan air hujan dan dari

atmosfer. Merkuri mempunyai kemampuan yang tinggi untuk terakumulasi

pada organisme perairan. Hal ini menyebabkan merkuri akan terakumulasi

pada jaringan tubuh makhluk hidup yang menyerapnya (Mukhtasor, 2007).

Baku mutu logam berat merkuri (Hg) berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001

berkisar 0,001 mg/L untuk air kelas 1 yang digunakan sebagai sumber air

minum 0,002 mg/L untuk air kelas II dan III yang digunakan sebagai sumber

air perikanan dan peternakan dan 0,005 mg/L untuk air kelas IV yang

digunakan untuk sumber air pertanian.

9
10

E. Kerang Pokea (Batissa


Batissa violacea celebensis Martens, 1897)

1. Klasifikasi

Kerang jenis ((Batissa violacea celebensis Martens, 1897)

merupakan salah satu jenis kerang yang hidup diperairan


perairan tawar. Klasifikasi

Batissa violacea celebensis Martens, 1897) dalam Bahtiar


Kerang Pokea (Batissa

(2005) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Molusca
Kelas : Bivalvia
Ordo : Eulamellibranchia
Famili : Corbiculidae
Genus : Batissa
Spesies : Batissa violacea celebensis (Martens, 1897)
Nama daerah : Kerang Pokea

Gambar 1. Kerang Pokea ((Batissa violacea celebensis Martens, 1897)

2. Morfologi dan Anatomi

Secara umum bivalvia atau lebih umum dikenal dengan nama kerang-
kerang

kerangan merupakan kelompok hewan tidak bertulang belakang dan

bentuknya mudah untuk dikenali. Sebagian besar dicirikan dengan adanya

10
11

cangkang yang melindungi tubuhnya. Kerang Pokea merupakan jenis bivalvia

yang hidup pada dasar perairan dan mempunyai dua buah cangkang yang

dapat membuka dan menutup karena terdapat sebuah persendian berupa engsel

elastis yang merupakan penghubung kedua valve tersebut serta menggunakan

otot aduktor dalam tubuhnya. Cangkang pada bagian dorsal tebal dan bagian

ventral tipis. Cangkang ini terdiri atas 3 lapisan, yaitu (1) periostrakum adalah

lapisan terluar dari kitin yang berfungsi sebagai pelindung (2) lapisan

prismatic tersusun dari kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma, (3) lapisan

nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari lapisan kalsit

(karbonat) yang tipis dan paralel. Puncak cangkang disebut umbo dan

merupakan bagian cangkang yang paling tua. Garis-garis melingkar sekitar

umbo menunjukan pertumbuhan cangkang. Mantel pada pelecypoda

berbentuk jaringan yang tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh dan terletak di

bawah cangkang (Suwignyo, 2005).

Organisme ini mempunyai kaki yang berbentuk seperti kapak pipih

yang dapat dijulurkan keluar. Kaki kerang berfungsi untuk merayap dan

menggali lumpur atau pasir. Insang pada kerang terdiri atas banyak filamen

yang berhubungan untuk membentuk lembaran atau lamella. Masing-masing

insang memiliki empat lamella dan diposisikan dalam rongga mantel

sedemikian rupa sehingga satu cabang dari bagian yang berbentuk huruf-W

tadi berhubungan dengan mantel dan cabang lainnya berhubungan dengan

bagian kaki atau visceral mass. Karena itu insang secara efektif membagi

rongga mantel ke dalam beberapa rongga. Rongga yang besar di bawah insang

11
12

disebut rongga inhalent, sedangkan rongga di atas insang merupakan rongga

exhalent. Insangnya mempunyai rambut-rambut getar yang menimbulkan arus

yang mengalir masuk ke dalam mantelnya, sekaligus menyaring plankton

makanannya dan memperoleh oksigen untuk respirasinya (Bachok et al,

2006).

3. Habitat dan penyebaran

Genus Batissa merupakan moluska air tawar yang daerah

penyebarannya meliputi bagian barat pasifik (Malaysia, Filpina, Papua Nugini,

Australia Barat daya) dan berbagai daerah lainnya di pasifik (Morton 1989).

Menurut Sastrapradja (1977), Batissa violacea tersebar di asia Tenggara dan

Australia Utara. Secara geografis, di Indonesia tersebar di Sumatera, Jawa

(Sastrapradja, 1977), Papua Barat (Djajasasmita, 1977) dan Sulawesi.

Selanjutnya oleh Whitten dkk (1987) menyatakan bahwa genus Batissa banyak

ditemukan di perairan Sulawesi. Organisme ini bersifat endemik yaitu hanya

ditemukan diperairan tertentu dengan kondisi yang sesuai dengan

kebiasaannya.

4. Kebiasaan Makan

Makanan mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan

organisme. Pengetahuan tentang kebiasaan makan memberikan jawaban

hubungan ekologi diantara organisme suatu perairan. Ketersediaan makanan

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan populasi

organisme bivalvia. Makanan yang tersedia tersebut dimanfaatkan oleh

12
13

organisme untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang karena

adanya energi yang berasal dari makanan (Bahtiar, 2005).

Kebiasaan makanan bivalvia yakni penyaring makanan (suspension

feeder atau filter feeder ). Organisme filter feeder dipengaruhi ketersediaan

detritus organik dalam sedimen (Setyawati, 1986). Berhubungan dengan sifat

makan kerang yang suspension feeder maupun filter feeder. Dahuri (2002)

mengingatkan bahwa pentingnya sanitasi kerang-kerangan karena organisme

filter feeder tersebut akan mengakumulasikan makanan, kotoran dan bahan

cemaran lainnya dalam dagingnya.

Menurut Marzuki et al. (2006) kerang umumnya banyak ditemukan

pada substrat yang kaya bahan organik, dimana bahan organik akan

mempengaruhi ketersediaan makanan pada setiap stasiun karena hewan

tersebut memilih hidup pada habitat yang sesuai di dasar perairan, baik sesuai

dengan faktor fisika-kimia perairan maupun makanannya.

Sistem pencernaan bivalvia terdiri dari alat-alat penyaring makanan

berupa insang yang demikian halus dan tak bergigi. Sistem pencernaan kerang

dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan akhirnya bermuara pada

anus. Anus ini terletak disaluran yang sama dengan saluran untuk keluarnya

air. Makanan kerang adalah hewan-hewan kecil yang terdapat dalam perairan

serupa protozoa, diatom dan lain-lain. Pada makanan tersebut selain terdapat

kalsium karbonat juga terdapat pigmen yang merupakan zat pembuat warna

dari cangkang. Makanan dapat mempengaruhi warna serta corak cangkangnya

(Dharma, 1988).

13
14

Mekanisme cara makan kerang adalah dengan memasukkan air kedalam

tubuhnya melalui siphon ventral karena adanya gerakan silium-silium

dipermukaan tubuh. Makanan dan oksigen dilewatkan melalui insang dan

karena insang itu berlubang-lubang, maka air tersebut dilewatkan kekanal

subprabranchial di atas insang, yang akhirnya keluar melalui siphon dorsal.

Baik oksigen maupun makanan akan terbawa oleh aliran air tadi. Partikel-

partikel makanan disaring keluar dan terperangkap oleh lendir bersama-sama

menuju pulp, tempat dilakukannya pemisahan material yang berguna dan tidak

berguna. Makanan yang sesuai akan dibawa memasuki mulut dan dicerna

(Dharma, 1988).

F. Bioakumulasi

Bioakumulasi merupakan peningkatan konsentrasi secara progresif suatu

jenis senyawa dalam suatu organisme yang disebabkan oleh laju pengambilan

senyawa tersebut lebih besar bila dibandingkan pelepasannya (Fisher, 2003).

Bioakumulasi sering diartikan sebagai pengangkutan bahan pencemar, baik

organik maupun anorganik ke bagian dalam sel hidup (Barron, 1995). Menurut

Chojnacka (2005) proses bioakumulasi melibatkan dua tahap yang pertama

penyerapan terhadap permukaan sel dan yang kedua merupakan proses

pengangkutan aktif melalui membran sel ke bagian dalam sel. Fenomena

bioakumulasi (penimbunan) dan biomagnifikasi (pelipatgandaan timbunan

mengikuti tingkatan dalam rantai makanan) senyawa pencemar dalam

jaringan mahkluk hidup adalah salah satu konsekuensi dari pelepasan dan

penyebaran substansi pencemar dilingkungan dimana penangkapan (uptake) dan

14
15

penimbunan (accumulation) oleh makhluk hidup mengikuti alur rantai makanan

(food chain). Umumnya relasi antara konsentrasi substansi pencemar di

lingkungan dan di dalam jaringan makhluk hidup dinyatakan dalam parameter

faktor biokonsentrasi (BCF= bioconcentration factor). Jika nilai BCF cenderung

berlipat ganda seiring dengan peningkatan setiap arus rantai makan (trophic

level) maka dalam ekosistem telah berlangsung fenomena biomagnifikasi dari

senyawa pencemar tersebut. Fenomena biomagnifikasi ini tentu berimplikasi

kepada manusia. Hampir semua rantai makan dalam ekosistem, manusia adalah

pemegang posisi puncak trophic level, sehingga memegang resiko biomagnifikasi

yang paling tinggi.

Penggunaan kerang sebagai biomonitoring karena jenis kerang tersebut

hidup menetap (sessil), organisme penyaring makan (filter feeder) dan

mempunyai sifat mengakumulasi bahan-bahan pencemar seperti pestisida,

hidrokarbon, logam berat dan lain-lain kedalam jaringan tubuh. Logam berat

dapat masuk kedalam tubuh kerang melalui saluran pernapasan dan

pencernaan. Absorbsi logam melalui saluran pernapasan biasanya lebih cukup

besar dan absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen saja, tetapi

jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar,

meskipun persentasi absorbsinya relatif kecil (Darmono, 2001).

15
16

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2016.

Lokasi penelitian yaitu di Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe

Sulawesi Tenggara, sedangkan analisis logam berat Pb, Cd, dan Hg dilakukan di

Laboratorium Forensik dan Biomolekuler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Haluoleo.

Sungai Pohara merupakan salah satu sungai yang di sekitarnya terdapat

aktivitas manusia dan habitat bagi kerang pokea. Secara umum, Sungai Pohara

ditampilkan pada gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Sungai Pohara

16
17

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Alat Lapangan yang digunakan beserta kegunaannya.


No Nama Alat Satuan Kegunaan
1 2 3 4
Alat Lapangan
1. Box es Sebagai wadah penyimpanan
-
sampel
2. Kamera Digital Untuk mengambil gambar
-
dokumentasi
3. Alat tulis - Untuk menuliskan data pengamatan
4. Plastik ciplok Sebagai wadah penyimpanan
-
sampel
- Untuk menentukan titik koordinat
5. GPS stasiun pengambilan sampel

6. Thermometer 0
C Untuk mengukur suhu air

7. DO meter ppm Untuk mengukur oksigen terlarut

8. pH Meter - Untuk mengukur pH air

Alat Laboratorium
Hotplate Untuk memanaskan
9. -
sampel/destruksi
10. Blender - Untuk menghaluskan sampel

11. Botol sampel - Sebagai wadah sampel filtrate

12. Corong - Untuk membantu penyaringan

13. Tabung reaksi - Sebagai wadah filtrate

14. Oven - Untuk memanaskan sampel

15. Pipet Filler ml Untuk mengambil filtrate

16. Gelas ukur ml Sebagai wadah ekstrak jernih

17. Erlenmeyer ml Sebagai wadah sampel

17
18

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Bahan yang digunakan beserta kegunaannya.


No Nama Bahan Kegunaan
1 2 3
1. Sampel air, sedimen dan Sebagai sampel pengamatan
daging kerang pokea
2. HNO3 Sebagai larutan destruktif
3. Kertas label Sebagai penanda sampel
4. Aquades Sebagai larutan pengencer
5. Kertas Whatman Sebagai penyaring ekstrak

C. Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel bebas : air, sedimen, dan daging kerang Pokea

b. Variabel terikat : kadar logam berat Hg, Pb, dan Cd.

D. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi. Sampel air, sedimen, dan

daging kerang pokea dikoleksi kemudian dianalisis kandungan logam beratnya

menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).

E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian

1. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya kekeliruan, maka dijelaskan beberapa definisi

operasional yaitu sebagai berikut:

a. Bioakumulasi merupakan kemampuan kerang pokea yang ada di sungai

Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara dalam

mengakumulasi logam berat dari lingkungan.

18
19

b. Logam berat merkuri (Hg) adalah logam berat yang apabila masuk

diperairan akan diubah oleh aktivitas mikroorganisme menjadi komponen

metil-merkuri (CH3-Hg). Berasal dari pestisida, limbah kertas, limpasan air

hujan dan atmosfir.

c. Logam berat timbal (Pb) adalah logam berat yang apabila masuk diperairan

ditemukan dalam bentuk ion-ion divalen atau ion-ion tetravalen (Pb2+,

Pb4+). Berasal dari penggunaan bahan bakar kendaraan, pelumas, limbah

batrai, dan cat.

d. Logam berat kadmiun (Cd) adalah logam berat yang apabila masuk

diperairan ditemukan dalam bentuk ion-ion Cd2+, Cd(OH)+. Berasal dari

limbah plastik, pelumas, peralatanelektronik, korosi pipa-pipa air.

e. Kerang Pokea adalah termasuk Bivalvia yang hidup di Sungai Pohara

berasal dari family Corbicullidae dengan jenis Batissa violacea celebensis

Martens, 1897.

2. Indikator Penelitian

Indikator dalam penelitian ini adalah kandungan logam berat Hg, Pb, dan

Cd pada kerang B. violacea celebensis .

F. Prosedur Penelitian

1. Penetapan Lokasi

Kerang pokea dalam penelitian ini berlokasi di sungai Pohara. Lokasi

pengambilan sampel penelitian ditentukan berdasarkan kehadiran jenis kerang

pokea dengan titik koordinat S: 0305857.9 E:12202341.9. Sungai Pohara

merupakan salah satu sub DAS sungai Konaweha yang digunakan sebagai

19
20

sumber mata pencaharian yakni pengambilan kerang pokea dan penambangan

pasir. Masyarakat bertempat tinggal dipinggiran sungai sehingga limbah rumah

tangga akan masuk kedalam badan air di Sungai Pohara.

2. Teknik Pengumpulan Data dan Pengambilan Sampel

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data lapangan mengenai kualitas air meliputi

parameter suhu, pH, dan DO dilakukan dengan menggunakan alat

thermometer, pH meter, dan DO meter. Teknik pengukuran dilakukan

dengancara menurunkan alat thermometer, pH meter, dan DO meter dari

permukaan ke badan air.

b. Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan

perahu nelayan kemudian mengambil air dilapisan permukaan dengan

menggunakan botol sampel sebanyak tiga kali ulangan. Pengambilan sampel

sedimen dilakukan dengan menggunakan tangan kemudian memasukkan

sedimen kedalam kantong plastik yang telah diberi tanda. Pengambilan

sampel kerang dengan cara menyelam menggunakan alat tangkap terbuat

dari keranjang besi yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat disebut

tangge. Sampel kerang dicuci dengan air bersih sehingga lumpur yang

melekat hilang kemudian disimpan dalam ice box untuk mencegah

kontaminasi selama pengangkutan ke laboratorium. Analisis kandungan

logam Hg, Pb dan Cd dilakukan di laboratorium dengan menggunakan

AAS.

20
21

Pengambilan sampel kerang pokea dibagi atas dua kelompok ukuran

panjang yaitu ukuran kecil (<5 cm) dan ukuran besar (>7 cm). Secara jelas

kriteria pengambilan sampel kerang ditampilkan pada gambar 3.

Daging Kerang Ukuran Kecil

Daging Kerang Ukuran Besar

Gambar 3. Kriteria Pengambilan Sampel D


Daging Kerang

3. Analisis Logam Berat Sampel

Analisis logam berat Hg, Pb, dan Cd mengacu kepada Radulescu, et

al., (2013) adalah sebagai berikut :

a. Preparasi sampel air, sedimen dan daging kerang

Preparasi sampel air, sedimen dan daging kerang pokea (Batissa

violacea celebensis Martens, 1897) dilakukan dengan beberapa tahap

sebagai berikut :

21
22

1. Sampel Air

a. Menyaring sampel air agar terpisah dari benda-benda asing seperti

potongan plastik, daun atau bahan lain.

b. Mengambil sampel air sebayak 100 mL

c. Menambahkan larutan HN03 pekat sebanyak 10 mL

d. Melakukan pengukuran logam Hg, Pb, dan Cd menggunkan alat

AAS (Atomic Absorbtion Spectrofotometer).

2. Sampel Sedimen

a. Mengeringkan sampel sedimen

b. Menggerus sampel sedimen yang telah kering dengan menggunakan

mortar hingga halus.

c. Menimbang 0,3 gram sampel dengan menggunakan wadah

erlenmeyer pada timbangan analitik.

d. Menambahkan larutan HNO3 pekat sebanyak 10 mL pada sampel.

e. Memasukkan wadah Erlenmeyer ke dalam ruang destruksi,

kemudian sampel didestruksi selama 20 menit dengan suhu 250oC

pada hotplate sampai diperoleh hasil destruksi (filtrat)

f. Menambahkan aquades sebanyak 20 mL dan menyaring hasil

destruksi menggunakan kertas Whatman.

g. Mendinginkan filtrat yang telah dihasilkan.

h. Melakukan pengukuran logam Hg, Pb, dan Cd terhadap filtrate

menggunkan alat AAS (Atomic Absorbtion Spectrofotometer).

22
23

3. Sampel daging

a. Memisahkan daging kerang dari cangkangnya sebanyak 10

individu

b. Mengoven daging kerang pada suhu 60C selama 2 hari

c. Menghaluskan sampel daging dengan menggunakan blender.

d. Menimbang sampel daging sebanyak 0,3 gram dengan

menggunakan wadah erlenmeyer pada timbangan analitik.

e. Menanbahkan HNO3 pekat 10 ml

f. Mendekstruksikan pada suhu 250300C hingga sampel larut dan

diperoleh uap asap putih.

g. Menambahkan aquades sebanyak 20 mL dan menyaring hasil

destruksi menggunakan kertas Whatman.

h. Filtrat jernih yang diperoleh diukur ke alat pembacaan logam

sampel dengan menggunkan AAS (Atomic Absorbtion

Spectrofotometer).

23
24

Secara singkat, diagram alir prosedur kerja dalam penelitian ini dapat

dilihat pada gambar 4.

Studi lokasi, pengambilan titik stasiun


pengambilan sampel

Koleksi sampel sedimen dan


daging kerang

Preparasi dan penggerusan

Penimbangan
c. sampel sebanyak 0,3 gram sampel sedimen dan sampel
daging kerang dalam erlenmeyerpada timbangan analitik

+ HNO3 pekat, 10 ml

Destruksi selama 20 menit,


pada suhu 250oC

+ Aquades 20 ml

Penyaringan menggunakan
kertas saring

Filtrat

Analisis menggunakan AAS (Atomic


Absorbtion Spectrofotometer)

Analisis kadar logam berat sebenarnya dengan rumus


Kadar sebenarnya = KAAS x Vp
Ws
Gambar 4.Diagram Prosedur Kerja Analisis Logam Berat

24
25

b. Penentuan Kadar Logam Hg, Pb, dan Cd

Untuk penentuan kadar logam berat sederhana menggunakan

rumus Hutagalung dan Permana (1994) sebagai berikut:

. =

Dimana:

K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya (g/g)

KAAS : Konsentrasi AAS (mg/L)

Vp : Volume pelarut (mL)

Ws : Massa sampel (mg)

c. Perhitungan Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam Hg, Pb, dan Cd pada


daging kerang

Untuk mengetahui bioakumulasi logam berat pada sampel kerang

dihitung dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Ma et al.,

(2001) dalam Rezvani(2011).

BCF = Cbiota / CSoil

Dimana Cbiota = total konsentrasi logam pada organisme,

CSoil = total konsentrasi logam pada sedimen.

d. Analisis Data

Kadar logam yang diperoleh dari hasil uji konsentrasi sebenarnya

untuk seluruh sampel dianalisis perbandingan rerata kadar logam antar

sampel secara statistik menggunakan t-test untuk mengetahui perbedaan

25
26

antara konsentrasi logam pada sedimen dan daging kerang pokea dengan

Microsoft excel, serta grafik menggunakan program Kaleidagraph versi 4.0.

26
27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengukuran Parameter Fisik-Kimia Air di Sungai Pohara

Hasil pengukuran parameter fisik-kimia air di Sungai Pohara dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Pengukuran Parameter Fisik-Kimia Air di Sungai Pohara


Ulangan Suhu (oC) pH DO
(mg/L)
I 27 7,79 7,5
II 28 7,79 7,5
III 27 7,79 7,5
Rata-rata 27 7,79 7,5
Baku Mutu 25-350C 6-9 >4

Berdasarkan hasil penelitian parameter fisik-kimia perairan untuk

mengetahui kondisi perairan sungai Pohara dan pengaruhnya terhadap toksisitas

logam berat didapatkan suhu air sungai Pohara (Tabel 3) berkisar 27-280C.

Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan berdasarkan PP No.

82 Tahun 2001 berkisar antara 25-350C. Berdasarkan hal tersebut, maka suhu

perairan sungai Pohara sangat mendukung kehidupan organisme yang hidup di

dalamnya. Suhu merupakan satu diantara beberapa faktor fisika yang sangat

penting dalam lingkungan perairan. Perubahan suhu perairan akan mempengaruhi

proses fisika, kimia perairan, demikian pula bagi biota perairan. Kenaikan suhu

tidak hanya akan meningkatkan metabolisme biota air, namun juga meningkatkan

toksisitas logam diperairan (Suwarsito, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi

suhu yaitu tingginya intensitas penyinaran matahari menyebabkan tingginya

tingkat penyerapan panas ke dalam perairan, letak geografis, dan penggundulan

27
28

DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena

cahaya matahari secara langsung (Barus, 2004).

pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe

dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Berdasarkan hasil

pengukuran nilai pH (Tabel 3), diperoleh nilai pH perairan sungai Pohara yaitu

7,79. Nilai pH yang ditentukan oleh PP No. 81 Tahun 2001 yakni 6-9. Sehingga

pH sungai Pohara masih dalam keadaan normal untuk kehidupan kerang pokea.

Keberadaan pH di perairan penting untuk reaksi-reaksi kimia dan senyawa-

senyawa yang mengandung racun. Sebagian besar material-material yang bersifat

racun akan meningkat toksisitasnya pada kondisi pH yang rendah (Palar, 2004).

Oksigen terlarut dapat didefinisikan sebagai kadar oksigen yang

terlarut dalam suatu badan perairan. Berdasarkan pengukuran DO (Tabel 3),

terlihat bahwa nilai DO di sungai Pohara yakni 7,5 mg/L. Berdasarkan PP No. 82

Tahun 2001, nilai DO untuk biota air adalah >4 mg/L. Sehingga DO sungai

Pohara masih dalam keadaan normal untuk kehidupan kerang pokea. Peningkatan

suhu akan disertai dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Apabila perairan

tercemar oleh logam berat, maka sifat toksisitas dari logam berat terhadap

biota air akan semakin meningkat seiring meningkatnya suhu (Harahap, 1991).

B. Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) di
Perairan Sungai Pohara

Hasil analisis konsentrasi logam berat Hg, Pb, dan Cd air di sungai Pohara

nampak bervariasi dapat dilihat pada Tabel 4.

28
29

Tabel 4. Rerata Konsentrasi Logam Berat Hg, Pb, dan Cd pada Air Sungai Pohara
Logam Air (mg/L) Baku mutu (mg/L)
Merkuri (Hg) 0,000040,00 0,002
Timbal (Pb) 0,00520,00 0,03
Kadmium (Cd) 0,00320,00 0,01
Keterangan: SE = Standar Eror

Berdasarkan hasil penelitian pada air sungai Pohara (Tabel 4)

menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Pb (0,00520,00 mg/L) lebih tinggi

dibandingkan konsentrasi logam Cd (0,00320,00 mg/L) dan konsentrasi logam

Hg (0,000040,00 mg/L). Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, baku mutu air

untuk logam berat Hg di perairan untuk air kelas III yang digunakan sebagai

sumber air perikanan dan peternakan berkisar 0,002 mg/L, maka kandungan

logam berat Hg di sungai Pohara masih di bawah ambang batas. Baku mutu air

untuk logam Pb berkisar 0,03 mg/L untuk air kelas III, maka kandungan logam

berat Pb di sungai Pohara masih di bawah ambang batas. Sedangkan baku mutu

air untuk logam Cd berkisar 0,01 mg/L untuk kelas III, maka kandungan logam

Cd di sungai Pohara masih di bawah ambang batas.

Tinggi rendahnya konsentrasi logam berat disebabkan oleh masukan

limbah oleh aktivitas manusia yang tinggal disekitar Sungai Pohara. Sumber

pencemaran logam Pb berasal dari tingginya transportasi darat dan transportasi

sungai yang menggunakan bahan bakar mengandung timbal metalik serta diduga

banyaknya buangan batrai bekas ke badan air. Selanjutnya sumber pencemaran

logam Cd berasal dari buangan sampah plastik dimana industri plastik

menggunakan kadmium sebagai bahan pewarnaan, korosi pipa-pipa air (Pb, Cd)

dan produk-produk konsumer (limbah detergen), sedangkan sumber pencemaran

logam Hg berasal dari penggunaan pestisida dan pupuk dalam bidang pertanian

29
30

dan limbah kertas dimana memanfaatkan senyawa merkuri sebagai anti jamur dan

bakteri. Hal ini sesuai dengan Fitriyah (2007) yang menyatakan bahwa tingginya

kandungan logam di perairan disumbangkan oleh aktivitas rumah tangga. Menurut

Palar (2004) menyatakan bahwa logam -logam berat yang terlarut dalam badan

perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi

kehidupan perairan. Namun demikian, kondisi air di sungai Pohara masih layak

dipergunakan untuk kegiatan seperti mencuci, mandi, pertanian, peternakan, dan

peruntukan lain yang mempersyaratkan.

C. Perbandingan Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan


Kadmium (Cd) pada Air dan Sedimen di Perairan Sungai Pohara

Hasil analisis perbandingan konsentrasi logam berat Hg, Pb, dan Cd antara

air dan sedimen di sungai Pohara dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rerata Kandungan Logam Berat Hg, Pb, dan Cd Pada Air dan Sedimen
di Sungai Pohara
Logam Air (ppm) Sedimen (ppm)
Hg 0,000040,00 0,00180,00
Pb 0,00520,00 0,05230,00
Cd 0,00320,00 0,04230,00

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 5) didapatkan konsentrasi logam berat

Pb dalam air (0,00520,00 ppm) lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam Cd

(0,00320,00 ppm) dan konsentrasi logam Hg (0,000040,00 ppm). Sedangkan

konsentrasi logam berat Pb pada sedimen (0,05230,00 ppm) lebih tinggi

dibandingkan konsentrasi logam Cd (0,04230,00 ppm) dan konsentrasi logam

Hg (0,00180,00 ppm). Hal ini mengindikasikan konsentrasi logam berat pada

sedimen lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam berat pada kolom air.

30
31

Konsentrasi logam berat di sedimen lebih tinggi dibandingkan konsentrasi

logam berat dalam air (Tabel 5). Hal ini mengindikasikan terjadi deposisi atau

pengendapan logam berat di sedimen sehingga konsentrasi logam berat disedimen

nilainya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan yang terdapat pada kolom air.

Makmur (2013) melakukan penelitian di perairan Teluk Kendari menemukan

kandungan logam timbal (Pb) pada sedimen jauh lebih besar dibandingkan pada

kolom perairan. Hal ini diduga karena adanya laju proses pengendapan atau

sedimentasi yang dialami logam berat. Dalam hal ini logam berat yang terdapat

pada kolom air akan mengalami proses penggabungan dengan senyawa-senyawa

lain, baik yang berupa bahan organik maupun bahan anorganik, sehingga berat

jenisnya menjadi lebih besar yang akan mempengaruhi laju proses pengendapan

atau sedimentasi. Hal ini menunjukkan bahwa sedimen merupakan tempat proses

akumulasi logam berat di sekitar perairan sungai Pohara. Selain itu diduga logam

berat yang terdapat dalam sedimen sudah terakumulasi dalam waktu yang lama

sebelum pengambilan sampel, sehingga pada saat dilakukan analisis kandungan

logam berat dalam sedimen menunjukkan konsentrasi yang tinggi.

Rendahnya konsentrasi logam di air disebabkan adanya pergerakan arus

secara bebas sehingga terjadinya pengenceran dan tersuspensi, dimana logam

berat yang semula terlarut dalam air sungai diabsorbsi oleh partikel halus

(suspended solid). Rendahnya kadar logam berat dalam air sungai Pohara

bukan berarti bahan cemaran yang mengandung logam berat tersebut tidak

berdampak negatif terhadap perairan, tetapi lebih disebabkan oleh

kemampuan perairan tersebut untuk mengencerkan bahan cemaran yang cukup

31
32

tinggi. Hutagalung (1991) menyatakan bahwa logam berat mempunyai sifat yang

mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu

dengan sedimen, sehingga konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi

dibanding dalam air.

D. Kadar Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) Pada
Sedimen dan Daging Kerang Batissa violacea celebensis

Hasil analisis kadar logam Hg, Pb, dan Cd pada sedimen dan daging

kerang B. violacea celebensis di Sungai Pohara nampak bervariasi (Gambar 5, 6,

7).

5
Kadar Logam Hg (g/g)

1
a b c
0.18 3 0 .15 3 0 .0 95 4
0
S e d im e n K era n g B es a r (> 7 c m ) K era ng K e cil (<5 )

Gambar 5. Kadar logam Hg pada sedimen dan daging kerang

Kadar logam Hg (Gambar 5) nampak lebih tinggi pada sedimen

(0,18260,00 g/g) dibandingkan pada kerang ukuran besar (0,15260,00 g/g)

dan kerang ukuran kecil (0,09540,00 g/g). Uji statistik dengan t-test (Lampiran

4) menunjukkan kadar logam Hg antara sedimen dan kerang ukuran besar berbeda

signifikan (P = 2,01x10-8), kadar logam Hg antara sedimen dan kerang ukuran

32
33

kecil berbeda signifikan (P = 5,6x10-10), dan kadar logam Hg antara kerang

ukuran besar dan kerang ukuran kecil berbeda signifikan (P = 1,5x10-10). Hal ini

menunjukkan kadar logam Hg pada sedimen lebih tinggi dibandingkan pada

kerang.

6
5 .2 3 a
5
b
Kadar Logam Pb (g/g) )

4 .4 4

c
2 .9 3
3

0
S e d im e n K e ra n g B e s a r (> 7 c m ) K e r a n g K e c il ( < 5 )

Gambar 6. Kadar logam Pb pada sedimen dan daging kerang

Kadar logam Pb (Gambar 6) nampak paling tinggi pada sedimen

(5,230,005 g/g) dibandingkan kerang ukuran besar (4,440,003 g/g) dan

kerang ukuran kecil (2,930,003 g/g). Uji statistik dengan t-test (Lampiran 4)

menunjukkan kadar logam Pb antara sedimen dan kerang ukuran besar berbeda

signifikan (P = 2,91x10-8), kadar logam Pb antara sedimen dan kerang ukuran

kecil berbeda signifikan (P = 4,2x10-10), dan kadar logam Pb antara kerang ukuran

besar dan kerang ukuran kecil berbeda signifikan (P = 5,7x10-10). Hal ini

menunjukkan kadar logam Pb pada sedimen lebih tinggi dibandingkan pada

kerang.

33
34

5
Kadar Logam Cd (g/g) 4 .1 9 a
4

3 2.74 b
2.04 c
2

0
S e d im e n K er a n g B e s ar (> 7 c m ) K e ra n g K e cil (< 5 )

Gambar 7. Kadar logam Cd pada sedimen dan daging kerang

Kadar logam Cd (Gambar 7) nampak lebih tinggi pada sedimen (4,19

0,028) dibandingkan kerang ukuran besar (2,740,012 g/g) dan kerang ukuran

kecil (2,040,017 g/g). Uji statistik dengan t-test (Lampiran 4) menunjukkan

kadar logam Cd antara sedimen dan kerang ukuran besar berbeda signifikan (P =

1,1x10-6), kadar logam Cd antara sedimen dan kerang ukuran kecil berbeda

signifikan (P = 3,2x10-7), dan kadar logam Cd antara kerang ukuran besar dan

kerang ukuran kecil berbeda signifikan (P = 4,5x10-6). Hal ini menunjukkan kadar

logam Cd pada sedimen lebih tinggi dibandingkan pada kerang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar logam berat Hg, Pb, dan Cd pada

sedimen lebih tinggi dibandingkan pada kerang ukuran besar dan kerang ukuran

kecil (Gambar 5, 6, 7). Fitriyah (2007) melakukan studi pencemaran logam berat

kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan timbal (Pb) pada air, sedimen dan kerang bulu

(Anadara antiquata) di perairan Pantai Lekok Pasuruan menunjukkan kandungan

logam berat tertinggi terdapat pada sedimen, kemudian pada kerang bulu dan air.

34
35

Tingginya kadar logam berat disedimen disebabkan oleh tipe substrat sedimen

pasir halus di Sungai Pohara. Keberadaan logam berat dalam sedimen sangat erat

hubungannya dengan ukuran butiran sedimen. Hutabarat dan Evans (1985) dalam

Apriadi (2005), telah membagi sedimen berdasarkan ukuran diameter butiran,

yaitu batuan (boulders), kerikil (gravel), pasir kasar (coarse sand), pasir halus

(fine sand), pasir (medium sand), lumpur (silt), liat (clay) dan bahan terlarut

(dissolved material). Pasir halus yang mempunyai ukuran butiran lebih halus dan

banyak kandungan organik mempunyai kemampuan yang baik dalam mengikat

logam sehingga kadar logam berat pada sedimen di sungai Pohara lebih besar.

Weroilangi (2012) menyatakan bahwa sedimen halus seperti lumpur, tanah liat,

pasir berlempung dapat meningkatkan akumulasi logam berat daripada sedimen

yang mempunyai tipe ukuran butiran besar seperti kerikil.

E. Kadar Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd)
Berdasarkan Ukuran Tubuh Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis)

5
4 .4 4
Kadar Logam (g/g)

3 2 .7 2

1
0 .1 5 3
0
Hg Pb Cd
K e ra n g B e s a r (> 7 c m )

Gambar 8. Kadar logam Hg, Pb, dan Cd pada daging kerang besar

35
36

Kerang Pokea (Batissa violacea) merupakan salah satu hewan endemik

yang berhabitat di sungai Pohara. Kerang ukuran besar nampak paling tinggi

(Gambar 8) mengakumulasi logam Pb (4,440,003 g/g) dibandingkan logam Cd

(2,740,012 g/g) dan logam Hg (0,1520,00 g/g). Hal tersebut

mengindikasikan bahwa akumulasi logam Pb dalam daging kerang ukuran besar

lebih tinggi dibandingkan logam lainnya.

5
Kadar Logam (g/g)

3 2 .9 3

2 .0 4
2

1
0 .0 9 5 4
0
Hg Pb Cd
K e r a n g K e c il (< 5 c m )
Gambar 9. Kadar logam Hg, Pb, dan Cd pada daging kerangukuran kecil

Kerang ukuran kecil nampak paling tinggi (Gambar 9) mengakumulasi

logam Pb (2,930,003 g/g) dibandingkan logam Cd (2,040,017 g/g) dan

logam Hg (0,0950,00 g/g). Hal tersebut mengindikasikan bahwa akumulasi

logam Pb dalam daging kerang ukuran kecil lebih tinggi dibandingkan logam

lainnya. Dengan demikian prilaku adaptasi kerang pokea terhadap logam-logam

berat nampak berbeda-beda. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa kerang

36
37

pokea ukuran besar dan kerang pokea ukuran kecil lebih tinggi

mengakumulasikan logam Pb dibandingkan logam lainnya.

Akumulasi logam berat oleh kerang pokea berdasarkan ukuran tubuh

diperoleh bahwa kerang ukuran besar (Gambar 8) paling tinggi dalam

mengakumulasi logam berat Pb dibandingkan logam Cd dan logam Hg. Demikian

juga kerang pokea ukuran kecil (Gambar 9) paling tinggi dalam mengakumulasi

logam Pb dibandingkan logam Cd dan logam Hg. Namun dilihat dari kadarnya,

kerang pokea ukuran besar lebih tinggi kadar logam yang terakumulasi dalam

tubuhnya dibandingkan kerang pokea ukuran kecil. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan terjadinya akumulasi logam berat pada kerang pokea. Tingginya

kadar logam Pb pada kerang pokea menunjukkan bahwa kerang pokea memiliki

kemampuan absorpsi logam Pb lebih tinggi sehingga daya akumulasi logam Pb

dalam tubuhnya juga tinggi. Hal ini didukung pula konsentrasi logam Pb dalam

air dan sedimen relatif tinggi di sungai Pohara. Amriani (2011) melakukan

penelitian kandungan logam berat Pb dan Zn pada kerang darah (Anadara

granosa l.) dan kerang bakau (Polymesoda bengalensis L.) di Perairan Teluk

Kendari menunjukkan kerang ukuran besar memiliki kandungan logam Pb dan Zn

lebih tinggi dibandingkan kerang ukuran kecil. Hal ini juga diperjelas oleh Sintya

(2015) yang melakukan penelitian analisis kandungan logam berat kadmium (Cd)

pada kerang darah Anadara granosa L. asal pasar kerang Tanjung di Makassar

menunjukkan bahwa kerang darah Anadara granosa L. yang berukuran besar

memiliki kandungan logam berat kadmium(Cd) lebih tinggi dibandingkan dengan

yang berukuran kecil.

37
38

Adanya kandungan logam berat pada air dan sedimen di sungai Pohara

mempengaruhi kandungan logam berat dalam daging kerang pokea baik kerang

pokea ukuran besar maupun ukuran kecil. Hal ini dikarenakan kerang pokea

memperoleh makan dengan cara menyaring partikel-partikel organik dan

anorganik dalam air dan sedimen. Sehingga dilihat dari ukurannya memungkinkan

kerang pokea ukuran besar lebih banyak memasukkan makanan dari pada kerang

pokea ukuran kecil. Serta kerang pokea ukuran besar hidup lebih lama didasar

perairan atau membenamkan diri dalam substrat sedimen dengan pergerakan yang

lambat memungkinkan tingginya penyerapan logam berat melalui permukaan

tubuh kerang dan penyaringan melalui insang semua materi yang ada di dalam

air, apabila di dalam air tersebut terdapat logam berat, maka logam berat tersebut

juga akan masuk kedalam tubuh dan akan terakumulasi dalam tubuh kerang

pokea. Rudiyanti (2007) menyatakan bahwa logam berat dapat terserap ke dalam

tubuh kerang karena erat kaitannya dengan habitatnya yang menetap (sessil) dan

sifat biologinya yaitu filter feeder dimana cangkang kerang lebih banyak terbuka

di bawah air sehingga tidak mampu untuk mencegah kontak langsung dengan

racun dan memperoleh makanannya dengan menyaring partikel-partikel air

maupun sedimen, sehingga logam berat terlarut dapat masuk dan terakumulasi

dalam jaringan lunak seperti pada insang, hati, dan ginjal.

Faktor ukuran kerang pokea juga dapat mempengaruhi kandungan logam

berat di dalam tubuhnya. Dilihat dari ukuran tubuh kerang (gambar 8 dan 9),

tingkat akumulasi logam berat lebih tinggi pada kerang pokea ukuran besar (>7

cm) dibandingkan kerang pokea ukuran kecil (<5 cm). Hal ini disebabkan kerang

38
39

pokea mempunyai kemampuan untuk menyerap logam dari lingkungannya.

Semakin besar ukuran tubuhnya (makin tua) maka kandungan logam berat dalam

tubuh juga akan semakin meningkat. Terjadinya peningkatan ini disebabkan

logam berat yang masuk dalam tubuhnya akan terus diakumulasi.

Kecenderungan kerang pokea untuk menyimpan atau mengakumulasi

logam berat dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yakni bisa

berlangsung selama hidupnya. Hal ini sesuai dengan Fauziah (2012) yang

menyatakan bahwa ukuran kerang dewasa yang pada umumnya berukuran >6 cm

atau ukuran cangkang yang besar berkorelasi positif dengan meningkatnya

umur dan meningkatnya umur juga berkorelasi positif dengan meningkatnya

konsentrasi logam berat pada tubuh. Amriani (2011) menyatakan bahwa semakin

besar ukuran cangkang maka umur spesies tersebut juga diperkirakan lebih

tinggi, sehingga waktu akumulasi logam berat telah berlangsung lebih lama

dibandingkan kerang dengan ukuran cangkang kecil (umur lebih muda) serta

selama kerang mengalami pertumbuhan, maka kemampuannya untuk

mengakumulasi logam juga meningkat.

F. Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan
Kadmium (Cd) Pada Daging Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis)

Hasil perhitungan faktor bioakumulasi logam berat Hg, Pb, dan Cd pada

daging kerang B. violacea celebensis di Sungai Pohara ditampilkan pada gambar

berikut :

39
40

1
0 .8 3 6 a

0 .8

BCF Logam Hg
0 .6 0 .5 2 3 b

0 .4

0 .2

0
K e r a n g B e s a r (> 7 c m ) K e ra n g K e c il ( < 5 )

Gambar 10. Faktor Bioakumulasi Logam Berat Hg pada Kerang Pokea

Faktor bioakumulasi logam berat Hg (Gambar 10) menunjukkan bahwa

kerang ukuran besar memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mengakumulasi

logam Hg (0,830,0006) dibandingkan kerang ukuran kecil (0,520,001). Uji

statistik dengan t-test (Lampiran 5) menunjukkan nilai BCF logam Hg antara

kerang ukuran besar dan kerang ukuran kecil berbeda signifikan (P = 1,5x10-9).

1
0 .8 4 9 a

0 .8
BCF Logam Pb

0 .5 6 b
0 .6

0 .4

0 .2

0
K e ra n g B e s a r (> 7 c m ) K e ra n g K e c il (< 5 )

Gambar 11. Faktor Bioakumulasi Logam Berat Pb pada Kerang Pokea

40
41

Faktor bioakumulasi logam berat Pb (Gambar 11) menunjukkan bahwa

kerang ukuran besar memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mengakumulasi

logam Pb (0,840,004) dibandingkan kerang ukuran kecil (0,560,0005). Uji

statistik dengan t-test (Lampiran 5) menunjukkan nilai BCF logam Pb antara

kerang ukuran besar dan kerang ukuran kecil berbeda signifikan (P = 5,7x10-10).

0 .8
0 .6 5 4 a
BCF Logam Cd

0 .6
0 .4 8 7 b

0 .4

0 .2

0
K e ra n g B e s a r (> 7 c m ) K e ra n g K e c il (< 5 )
A
Gambar 12. Faktor Bioakumulasi Logam Berat Cd pada Kerang Pokea

Faktor bioakumulasi logam berat Cd (Gambar 12) menunjukkan bahwa

kerang ukuran besar memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mengakumulasi

logam Cd (0,650,003) dibandingkan kerang ukuran kecil (0,480,004). Uji

statistik dengan t-test (Lampiran 5) menunjukkan nilai BCF logam Cd antara

kerang ukuran besar dan kerang ukuran kecil berbeda signifikan (P = 4,5x10-6).

41
42

Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam


0 .8 3 6 0 .8 4 9
0 .8
0 .6 5 4
0 .6

0 .4

0 .2

0
Hg Pb Cd
K e ra n g B e s a r (> 7 c m )
Gambar 13. Faktor Bioakumulasi Logam Berat pada Kerang Ukuran
Besar
Faktor bioakumulasi logam berat Hg, Pb, dan Cd nampak bervariasi

(Gambar 13), kerang ukuran besar memiliki kemampuan akumulasi lebih tinggi

untuk logam Pb (0,840,00) dan Hg (0,830,00) dibandingkan logam Cd

(0,650,003) Hal ini menunjukkan kerang ukuran besar mampu mengakumulasi

lebih tinggi logam Pb dan Hg dibandingkan logam Cd dari lingkungannya.

42
43

Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam


0 .8

0 .6 0 .5 6
0 .5 2 3
0 .4 8 7

0 .4

0 .2

0
Hg Pb Cd
K e r a n g K e c il ( < 5 c m )
Gambar 14. Faktor Bioakumulasi Logam Berat pada Kerang Ukuran
Kecil
Faktor bioakumulasi logam berat Hg, Pb, dan Cd nampak bervariasi

(Gambar 14), kerang ukuran kecil memiliki kemampuan akumulasi lebih tinggi

untuk logam Pb (0,560,000) dan logam Hg (0,520.001) dibandingkan logam Cd

(0,480,004). Hal ini menunjukkan kerang ukuran kecil mampu mengakumulasi

lebih tinggi logam Pb dan Hg dibandingkan logam Cd dari lingkungannya.

Perhitungan faktor bioakumulasi (BCF) merupakan parameter yang

berguna untuk mengevaluasi potensi atau kemampuan kerang pokea dalam

mengakumulasi logam berat Hg, Pb, dan Cd dari lingkungannya. Berdasarkan

hasil perhitungan BCF (gambar 13), kerang ukuran besar lebih aktif

mengakumulasi logam Pb dan Hg dibandingkan logam Cd. Hasil perhitungan

BCF (gambar 14), kerang ukuran kecil lebih aktif mengakumulasi logam Pb dan

Hg dibandingkan logam Cd. Berdasarkan ukuran tubuh, kerang ukuran besar

memiliki kemampuan akumulasi lebih tinggi dibandingkan kerang ukuran kecil.

Hal ini menunjukkan nilai BCF dipengaruhi oleh ukuran tubuh kerang. Menurut

43
44

Dallinger (1993), in Yap (2014) menyatakan bahwa nilai BCF didefinisikan

sebagai makrokonsentrator (BCF > 2), mikrokonsentrator (1 < BCF < 2) dan

dekonsentrator (BCF < 1).

Berdasarkan kapasitas akumulasi pada kerang B. violacea celebensis baik

pada kerang ukuran besar dan kerang ukuran kecil termasuk akumulator yang baik

meskipun tergolong dekonsentrator karena BCF<1. Namun hal ini tetap akan

berpotensi menimbulkan toksisitas logam pada kerang pokea tersebut dilihat dari

jenis logam berat, lama pemaparan serta kondisi lingkungan perairan sungai

Pohara dimana semakin tinggi kadar logam pada sedimen dan air, diduga akan

semakin tinggi pula kadar logam dalam kerang B. violacea celebensis dimana

penumpukkan atau akumulasi logam berat dalam tubuh kerang lama-kelamaan

akan melebihi daya toleransi dari kerang B. violacea celebensis yang nantinya

dikhawatirkan akan menimbulkan toksisitas pada manusia yang mengkonsumsi

kerang B. violacea celebensis.

44
45

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kerang pokea ukuran besar (> 7 cm) paling tinggi mengakumulasi logam Pb

(4,440,003 g/g) dibandingkan logam Cd (2,740,012 g/g) dan logam Hg

(0,1520,00 g/g). Kerang pokea ukuran kecil (<5 cm) paling tinggi

mengakumulasi logam Pb (2,930,003 g/g) dibandingkan logam Cd

(2,040,017 g/g) dan logam Hg (0,0950,00 g/g).

2. Kerang pokea ukuran besar memiliki nilai faktor bioakumulasi (BCF) logam

Pb dan Hg sebesar 0,8 dan logam Cd sebesar 0,6. Sedangkan kerang pokea

ukuran kecil memiliki nilai faktor bioakumulasi (BCF) logam Pb dan Hg

sebesar 0,5 dan logam Cd sebesar 0,4.

B. Saran

1. Perlu adanya upaya penanganan dalam menanggulangi pencemaran lingkungan

di Sungai Pohara sehingga dapat melestarikan keberadaan kerang pokea

(Batissa violacea celebensis) sebagai hewan endemik yang dikonsumsi oleh

masyarakat.

2. Perlu kiranya di lakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan profil

kandungan logam berat dan mikroanatomi dengan menggunakan organ seperti

insang dalam pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897), mengingat

logam tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

45
46

DAFTAR PUSTAKA

Amriani, Hendrarto, B., dan Hadiyarto, A., 2011, Bioakumulasi Logam Berat
Timbal (pb) dan Seng (zn) pada Kerang Darah (Anadara granosa
l.) dan Kerang Bakau (Polymesoda bengalensis l.) di Perairan Teluk
Kendari, Jurnal Ilmu Lingkungan, 9;45-50

Apriadi, D., 2005, Kandungan Logam Berat Hg, Pb Dan Cr Pada Air, Sedimen
Dan Kerang Hijau ( Perna Viridis L.) Di Perairan Kamal Muara, Teluk
Jakarta, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.

Bahtiar, 2005, Keberadaan Populasi Pokea (Batissa Violacea Celebensis


Martens, 1897) pada Berbagai Daerah yang Berbeda di Sungai
Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe,. Tesis Sekolah
Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Bahtiar, Riani, E., Setyobudiandi, I., Muhsin, I., 2012, Pengaruh Aktivitas
Penambangan Pasir Terhadap Kepadatan Dan Distiribusi Pokea (Batissa
violacea celebensis Martens, 1897) Di Sungai Pohara Sulawesi
Tenggara, AGRIPLUS (ISSN 0854-0128)

Bachok, Z., Mfilinge, P, L., & Tsuchiya, M., 2006, Food Sources of Coexisting
Suspension-Feeding Bivalves as Indicated by Fatty Acid Biomarkers,
Subjected to the Bivalves Abundance on a Tidal Flat. Journal of
Sustainability Science and Management,1(92) : 111

Barron, M. G., 1995, Bioaccumulation And Bioconcentration In Aquatic


Organism. In : Hoffman, D. J., Rattner, G. A., Burton, And Caims,
Handbook Of Ecotoxicology, Boca Raton : CRC Press In.

Barus, T.A, 2004, Pengantar Limnologi Studi TentangEkosistem Sungai dan


Danau, FMIPA, USU, Medan.

Chojnacka, K., 2005, Biosorption of Cr (III) Ions by Eggshells, J. Hazard Mater


B., 121, 167 173

Dahuri, R, J., Rais, S, P., Ginting dan Sitepu, M, J,.2001, Pengelolaan


Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terapdu, Pradya
Paramita, Jakarta.

Darmono. 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungan dengan


Toksikologi Senyawa Logam, Universitas Indonesia Pres, Jakarta.

46
47

, 1995, Logam Dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup, Universitas


Indonesia (UI-Press), Jakarta

Djajasasmita, M. 1977, An Annotated List Of the Spesies Of The Genus Corcibula


From Indonesia (Molusca : Corbiculidae) Bulletin Zoologisch Museum,
Universiteit Van Amsterdam, Amsterdam.

Dharma, B., 1992.Siput dan Kerang Indonesia II Indonesia Shell II. Sarana
Graha.Jakarta.

Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan, PT. Kansius Yogyakarta, ISBN 978-979-21-0613-
8.

., M.I., 1979, Biologi Perikanan, Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Fahruddin, 2010, Bioteknologi Lingkungan, Penerbit ALFABETA, Bandung.


Fisher, N.S., 2003, Adventage and Problems in the Apllication of Radiotracer for
Determining the Bioaccumulation of Contaminant in Aquatic Organism
RCM on Biomonitoring, IAEA, Monaco.

Fitriyah, A.R., 2007, Studi Pencemaran Logam Berat Kadmium (Cd), Merkuri
(Hg) Dan Timbal (Pb) Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerangbulu
(Anadara Antiquata) Di Perairan Pantai Lekok Pasuruan, Skripsi,
Universitas Islam Negeri Malang

Harahap, S., 1991, Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung Ditinjau dari Sifat
Fisika-Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis
Hewan Benthos Makro, Thesis, Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Hutabarat, S., dan Evans, S., 1985, Pengantar oseanografi, Universitas Indonesia,
Jakarta.

Hutagalung, H.P,. 1991, Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Beberapa
Perairan Indonesia. Puslitbang.Oseanologi, Jakarta, Hlm 45 59

Makmur, R.,Emiyarti, Afu, L. A., 2013, Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada
Sedimen di Kawasan Mangove Perairan Teluk Kendari, Jurnal Mina
Laut Indonesia, Vol. 02: 06 Jun 2013

Marzuki, dkk., 2006, Kepadatan Populasi Dan Pertumbuhan Kerang Darah


Anadara antiquata L. (Bivalvia: Arcidae) di teluk sungai pisang, kota
Padang, Sumatera Barat, Jurnal Makara sains, 10 (2) : 122

47
48

Morton, B., 1989, The Mollusca Volume G. Ecology Mangrove Bivalvia,


Academic Press Inc, New York.

Mukhtasor, 2007, Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita, Jakarta.

Nafsal, A. 2008. Distribusi dan Kepadatan Kerang Pokea (Batissa Violacea


Celebensis Martens, 1897) Secara Spasial dan Temporal di Perairan
Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Skripsi, Universitas Halu Oleo,
Kendari.

Nurfatmah, 2006, Studi Kebiasaan Makanan Bivalvia (Batissa violacea celebensis


Marten, 1897) di Sungai Pohara Kecamatan, Skripsi, Jurusan Perikanan
Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo.Kendari.

Pagoray, H., 2001, Kandungan Merkuri dan Kadmium Sepanjang Kali Donan
Kawasan Industri Cilacap,FRONTIR, (33) : (32-49)

Palar, H., 2004, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Rineka Cipta,
Jakarta.

., H., 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, PT Rineka Cipta,


Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran


Air dan Pengelolaan Kualitas Air.

Radulescu, C., Stihi, C., I.V. Popescu, I.V., Dulama, I.D., Chelarescu, E.D., and
Chilian, A., 2013, Heavy Metal Accumulation and Translocation in
Different Parts of Brassica oleracea L, Rom, Journ, Phys., Vol. 58, Nos.
9-10, P. 1337-1354, Bucharest

Rezvani, M.,andZaefarian, F., 2011, Bioaccumulation and Translocation Factors


of Cadmium and Lead in Aeluropus littoralis, Australian Journal of
Agricultural Engineering/ AJAE 2(4):114-119 (2011) ISSN:1836-9448

Riani, E., Sutjahjo, S.H., Mulyawan, 2004, Penanganan limbah B3 dengan


sistem biofilter kerang hijau di Teluk Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta kerjasama dengan IPB, Bogor.

Rudiyanti, S., 2007, Biokonsentrasi Kerang Darah (Anadara granosa)


terhadap logam berat Cd yang Terkandung Dalam Media
Pemeliharaan yang Berasal dari Perairan Kaliwungu, Kendal,
Universitas Diponegoro Semarang.

48
49

Sanusi, 1980, Akumulasi logam berat Hg dan Cd pada tubuh ikan bandeng
(Chanos chanos Forskal), Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Setyawati, Y., 1986, Distribusi Jenis-Jenis Kerang (Bivalvia) di Pantai Muara


Sungai Ciseukeut, Desa Mekarsari Kecamatan Cigeulis. Panembang
Jawa Barat, Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan.
FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan.IPB. Bogor.

Sintya, I., Magdalena L., Eddyman, W.F, dan Ambeng, 2015, Analisis Kandungan
Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Kerang Darah Anadara Granosa L.
Asal Pasar Kerang Tanjung Di Makassar, Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Hasanuddin, J. Sainsmat.

Sudarmadji, J., Mukono dan Corie I.P., 2006, Toksikologi logam berat B3
dan dampaknya terhadap kesehatan, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(2),
129-142.

Suharto, 2005, Dampak pencemaran Logam Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan


Masyarakat, Jurnal Kesehatan Indonesia No.165

Suhendrayatna, 2001, Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan


Mikroorganisme: A Literatur Study. Disampaikan pada Seminar On-
Air Bioteknologi Untuk Indonesia Abad 21. Seminar Forum PPI Tokyo
Institue of Technology.

Supriharyono. 2002, Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah


Pesisir dan Laut Tropis, Pustaka Pelajar Edisi II Cetakan I

Suryono, C.A., 2006, Bioakumulasi Logam Berat Melalui Sistem Jaringan dan
Lingkungan pada Kerang Bulu (Anadara inflate), Jurusan Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang.

Suwarsito, dan Sarjanti, E., 2014, Analisa Spasial Pencemaran Logam Berat Pada
Sedimen Dan Biota Air Di Muara Sungai Serayu Kabupaten Cilacap,
Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jurnal
Geoedukasi Volume III Nomor 1

Suwignyo, S., dkk., 2005, Avertebrata Air, Penebar Swadaya, Jakarta.

Velichkova, Naneva, K., and Sirakov, I,N., 2013, The Usage of Aquatic Floating
Macrophytes (Lemna And Wolffia) as Biofilter in Recirculation

49
50

Aquaculture System (RAS), Turkish Journal of Fisheries and Aquatic


Sciences 13: 101-110 (2013),ISSN 1303-2712.

Weroilangi, S., Tahir, A., Noor, A., dan Samawi, M.F., 2012, Distribusi dan
Spesiasi Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) di Sedimen Pantai Kota
Makassar, Jurusan Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas
Hassanuddin. Makassar, 105-109

Whitten, A.J., M. Mustafa dan G.S., Handeison, 1987, Ekologi Sulawesi, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Wisnu A, W., 1995, Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi,


Yogyakarta.

Wright, D.A., and Welbourn, P, 2002, Environmental Toxicology, Cambridge


University Press.

Yap, C. K., 2014, Shells of Telescopium Telescopium as Biomonitoring Materials


of Ni Pollution in the Tropical Intertidal Area, International Journal of
Advances in Applied sciences (IJAAS), 3(1) : 14. ISSN: 2252-8814.

50
51

Lampiran 1. Rerata Konsentrasi AAS Logam Berat Hg, Pb, dan Cd di Air dan
Sedimen

Air Kandungan Logam (mg/L)


Hg (mg/L ) Pb (mg/L) Cd (mg/L)
Ulangan 1 0,00004 0,0053 0,0029
Ulangan 2 0.00003 0,0051 0,0031
Ulangan 3 0,00004 0,0052 0,0037
Rata-rata 0,000040.00 0.00520.00 0.00320.00
Keterangan: SE = Standar Eror

Sedimen Kandungan Logam (mg/L)


Hg (mg/L ) Pb (mg/L) Cd (mg/L)
Ulangan 1 0.00182 0,0523 0,0419
Ulangan 2 0.00183 0,0525 0,0428
Ulangan 3 0.00182 0,0524 0,0420
Rata-rata 0,00180.00 0,05230.00 0,04230.00

51
52

Lampiran 2. Rerata Kadar Logam Berat Hg, Pb, dan Cd pada sedimen dan
Daging Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis)

Kerang Pokea Kadar Logam (g/g)


(cm) Hg Pb Cd
Kerang Besar (9) 0,1526090,00 4,440,003 2,740,012
Kerang Kecil (5) 0,0954350,00 2,930,003 2.040,017
Sedimen 0,182609 0,00 5,23 0,005 4,19 0,028
Keterangan: SE = Standar Eror

Contoh perhitungan kadar logam sebenarnya :

KS = KAAS x VP
Massa Sampel

Faktor terbagi dikonversi dari mg/L menjadi g/L, dan dari mL menjadi L

= 0,0274 mg/L x 30 mL
0,3 g

= 0,0274 x 1000 x 30000


1000000
0,3 g

= 2,74 g/g

52
53

Lampiran 3. Faktor Bioakumulasi Logam Berat Hg, Pb, dan Cd pada Daging
Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis)
Faktor Bioakumulasi (BCF)
HgSE PbSE CdSE
Kerang Besar 0,83571460.0006 0,8470.004 0,6530.001

Kerang Kecil 0,52261940.001 0,560.0005 0,4860.007

Keterangan: SE = Standar Eror

53
54

Lampiran 4. Analisis Data T-Test Kadar Logam

TTEST K. Besar vs K. Kecil K. Besar vs Sedimen K. Kecil vs Sedimen


Kadar Cd 4,52234E-06 1,18046E-06 3,27986E-07
Rerata 2.395 3.49 3.128333333
STDEV 0.396875295 0.8040398 1.200073609
SE 0.280633213 0.568541995 0.848580187

TTEST K. Besar vs K. Kecil K. Besar vs Sedimen K. Kecil vs Sedimen


KADAR Pb 5,74949E-10 2,94088E-08 4,21051E-10
Rerata 3.69 4.841666667 4.088333333
STDEV 0.008252515 0.436413413 1.261608761
SE 0.005835409 0.308590883 0.89209211

TTEST K. Besar vs K. Kecil K. Besar vs Sedimen K. Kecil vs Sedimen


1,55986E-09 2,01674E-08 5,62977E-10
Kadar Hg
0.124311667 0.167862333 0.139348
Rerata
0.031236894 0.016473388 0.047708289
STDEV
0.02208782 0.011648444 0.033734855
SE

54
55

Lampiran 5. Analisis Data T-TEST Faktor Bioakumulasi Logam Berat

TTEST K.Besar vs K.Kecil


Kadar Hg 1.55986E-09
Rerata 0.68075323
STDEV 0.171058899
SE 0.120956907

TTEST K.Besar vs K.Kecil


Kadar Pb 5.74949E-10
Rerata 0.680753968
STDEV 0.157791869
SE 0.111575701

TTEST K.Besar vs K.Kecil


Kadar Cd 4.52234E-06
Rerata 0.571599045
STDEV 0.094719641
SE 0.0669769

55
56

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Penentuan titik lokasi (stasiun pengambilan sampel) di sungai Pohara

Lokasi pengambilan sampel di sungai Pohara

Pengukuran suhu air

56
57

Pengambilan sampel air

Pengambilan sampel sedimen dan sampel kerang pokea

Preparasi sampel sedimen

57
58

Pengukuran morfometrik kerang pokea

Preparasi sampel kerang pokea

Mengoven sampel daging kerang pokea dan hasil pengovenan daging kerang
pokea

58
59

Penimbangan sampel sedimen dan sampel daging kerang pokea

Preparasi sampel

Destruksi sampel

59
60

Penyaringan sampel hasil destruksi

Pembacaan pada AAS ((Atomic Absorbtion Spectrofotometer)


Spectrofotometer

60
61

Lampiran 7. Peta Lokasi Penelitian

61

Anda mungkin juga menyukai