Disusun Oleh :
Pembimbing:
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa .............................................. 3
2.2 Definisi Katarak .................................................................... 5
2.3 Operasi Katarak.................................................................... . 6
2.3.1 Indikasi bedah katarak ......................................... . ...... 6
2.3.2 Teknik Operasi Katarak.......................................... ..... 7
2.3.3 Penyulit Operasi Katarak......................................... ... . 16
BAB 3. PENUTUP ..................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 32
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4mm dan diameternya 9 mm. Lensa
tergantung pada zonula di belakang iris, dimana zonula menghubungkan lensa dengan
corpus ciliare. Kedepan berhubungan dengan cairan bilik mata, kebelakang
berhubungan dengan badan kaca. Permukaan posterior lensa lebih cembung dari pada
permukaan anterior. Permukaan posterior lebih cembung karena terdapat vitreus
sedangkan pada anteriornya terdapat humour aquous.1
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat dua-duanya.
Kekeruhan dapat bersifat kecil, lokal atau menutupi seluruh lensa. Pada umumnya
katarak terjadi karena proses penuaan, tetapi banyak katarak disebabkan karena faktor
lain yaittu : kelainan genetic atau congenital, penyakit sistemik, obat – obatan dan
trauma.2
Menurut WHO insiden katarak di Negara – Negara berkembang sebagai kasus
terbanyak. Dengan penuaan umum dari populasi, prevalensi keseluruhan penurunan
penglihatan akibat kekeruhan lensa meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2002,
WHO memperkirakan bahwa katarak menyebabkan kebutaan reversible lebih dari 17
juta ( 47,8%) dari 37 juta orang buta di seluruh dunia, dan jumlah ini di proyeksikan
mencapai 40 juta pada tahun 2020. Internasional Agency untuk Pencegahan Kebutaan
(IAPB) dan WHO bekerja sama, pada tahun 1999, untuk memulai VISI 2020 sebuah
inisiatif untuk mengembangkan infrastruktur, tenaga kesehatan dan strategi ekonomi
yang diperlukan untuk penyediaan layanan bedah katarak dengan kualitas tinggi di
seluruh dunia. WHO telah menetapkan bahwa antara tahun 2000 dan 2020, jumlah
operasi katarak dilakukan di seluruh dunia akan diperlukan tiga kali lipat untuk
mengikuti dengan kebutuhan penduduk. Katarak mempengaruhi hampir 20,5 juta
orang Amerika berusia 40 tahun dan lebih tua. Diperkirakan 2,5 juta operasi katarak
yang dilakukan di amerika serikat pada tahun 2004, yang 2,4 juta dilakukan pada
1
bantuan sosivl. Tingkat operasi katarak di Amerika serikat dengan demikian lebih
besar dari 8000 operasi katarak per penduduk. Sedangkan di Cina jumlah ini lebih
sedikit dari 500 operasi katarak per juta penduduk. Di bagian dunia berkembang,
jumlah ini mungkin serendah 50 operasi katarak.3
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2.1 Struktur lensa kristalin.19
4
2.2 Definisi Katarak
Katarak merupakan salah satu jenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa
mata berselaput bahkan rabun yang berariasi sesuai tingkatannya hingga
kemungkinan terjadi kebutaan total.4 setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi
akibat dua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalm waktu yang lama.2
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal yang menahun.
Bermacam macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma,
ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan proses penyakit
intraokuler lainnya.5
Katarak dapat disebabkan oleh bahan toksik khusus (kimia dan fisik).
Keracunan beberapa jenis obat dapat menimbulkan katarak seperti eserin ,
kortikosteroid, ergoit, dan anti kolinesterase topikal. Kelainan sistemik atau
metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, galaktosemi, dan
distrofi miotonik.6,7
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau
sistemik (katarak senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata.2
Faktor-faktor penyebab katarak:
Fisik
Kimia
Penyakit predisposisi
Genetik dan gangguan perkembangan
Infeksi virus pertumbuhan janin
Usia
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam
penglihatan yang menurun secara progresif. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa
tidak transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan
5
tampak kekeruhan lensa bermacam-macam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini juga
dapat ditemukan pada berbagai lokasi di lensa seperti korteks dan nucleus.8
.
Gambar 2.2. Katarak. www.penyakit katarak.com
6
Jadi, setiap individu harus dioperasi katarak saat kebutuhan akan
penglihatan menjadi sebuah halangan signifikan untuk gaya hidupnya.15,18
b. Indikasi medis
Kadang-kadang pasien mungkin nyaman dalam segi visual (karena visus
yang berguna dari mata yang lain atau sebaliknya) tetapi mungkin
disarankan karena alasan medis seperti:
Lensa menginduksi glaukoma
Phacoanaphylactic Endophthalmitis
Penyakit-penyakit retina seperti retinopati diabetes atau perlepasan
retina, pengobatan yang sedang terhambat oleh adanya kekeruhan
lensa.2
Selain itu, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika prognosis
kembalinya penglihatan kurang baik:19
Katarak hipermatur
Glaukoma sekunder
Uveitis sekunder
Dislokasi/Subluksasio lensa
Benda asing intra-lentikuler
Retinopati diabetika
Ablasio retina
c. Indikasi kosmetik
Kadang-kadang pasien dengan katarak matur tetap dilakukan ekstraksi
katarak (meskipun tidak ada harapan untuk membuat visus yang berguna),
dengan tujuan untuk mendapatkan pupil yang berwarna hitam.2,15
7
keluarkan melalui sayatan 12 mm lepvs dari kapsul lensa posterior secara
utuh. 9 Seperti Fakoemulsifikasi, ECCE membuat penghalang anatomi antara
posterior dan anterior segmen mata, sehingga dapat mengurangi resiko
komplikasi segmen posterior. Sebuah IOL ditanamkan di dalam ruang lens,
penggunaan kaca mata aphakic atau lensa kontak sangat dianjurkan.10
Operasi ekstrakapsular telah menjadi prefereedmethod ekstraksi di
negara- negara berkembang, perkembangan teknologi lebih lanjut telah
menyebabkan mayoritas spesialis mata di negara – negara maju mengadopsi
operasi sutureless ECCE.9
ECCE dapat mengakibatkan silindris dalam jangka pendek jika
dibandingkan dengan fakoemulsifikasi. Pasien dengan ECCE dijahit harus
melepas jahitannya kembali di poli mata, dimana untuk mencapai ketajaman
visus terbaik. 9
Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE) merupakan tindakan
pembedahan pada lensa katarak dimana dilakuka pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks
lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Termasuk dalam golongan ini
ekstraksi linier, aspirasi dan ligasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama – sama keratoplasti,
implantasi lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma,
mata dengan predisposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya
mata mengalami ablasi retina, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadi katarak sekunder.11
Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE) memerlukan insisi sklera yang
lebar dan berkaitan dengan komplikasi intraoperatif yang lebih serius,
memerlukan jahitan, waktu operasi yang lama dan pemulihan tajam
penglihatan yang lambat pasca operasi. MSICS (manual small insicion
cataract surgery) merupakan bagian dari tehnik ECCE , namun MSICS
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan ECCE konvensional diantaranya
8
stabilitas luka dan stabilitas refraksi yang lebih baik karena insisi luka yang
kecil 5-6 mm, kenyamanan pasien karena penyembuhan visual lebih cepat.12
Berikut adalah langkah – langkah yang dilakukakn dalam melalukan
operasi katarak dengan tehnik ECCE:9
1. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine
2. Injeksi retrobolbular dengan lidocaine 5cc
3. Tekan bola mata dengan Honan kurang lebih 15 menit atau hingga bola
mata terasa soft saat di palpasi
4. Epilasi bulu mata sampai bersih dengan menggunakan gunting epilasi
5. Irigasi dengan betadin : aquadest =1: 10
6. Desinfeksi
7. Tutup lapangan operasi dengan menggunakan doek steril
8. Buka bola mata dengan menggunakan speculum
9. Buat flap konjungtiva kurang lebih 100 derajat
10. Konjungtiva dipisahkan dari kornea kurang lebih 100 derajat
11. Tarik seluas 100derajat dengan menggunakan jarum yang
dibengkokkan
12. Lakukan kapsulotomi anterior
13. Aspirasi sisa cortex
14. Insersi visco elastic
15. Implant lensa tanam
16. Aspirasi visco elastic
17. Injeksi udara di bilikmata depan
18. Hidrasi kornea
19. Tetes mata antibiotic/injeksi gentamicin
20. Bebat mata
9
Gambar 2.3. Operasi ECCE.www. penyakit katarak.com
b. ICCE
Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE) berkembang menjadi operasi
yang sangat sukses. Modern ICCE masih berperan dalam bagian yang kurang
beruntung karena memakai instrumentasi yang kurang canggih yaitu
menggunakan loupes bukan mikroskop operasi; perangkat ekstraksi tidak
otomatis seperti cryo, forsep kapsuler atau erysiphakes. ICCE paling baik
digunakan pada lensa yang subluksasi, namun kontraindikasi penggunaan
ICCE biasanya pada katarak congenital dan kasus rupture kapsul traumatis. 3
Intra Capsuler Cataract Ekstraksi ( ICCE) merupakan tindakan dengan
mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukkan
didalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari mata melalui
insisi kornea superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya
pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi
katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
popular. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea kapsuler.13
Masalah yang timbul setelah tindakan ICCE adalah:13
a. Ukuran sayatan .dimana ukuran syatan mempengaruhi
penyembuhan,bahkan sebagian besar bisa menyebabkan silindris.
Masalah termasuk kebocoran luka, iritasi jahitan, jahitan abses,
vitreous yang bocor sebagai akibat dari tekanan internal yang
10
tinggi pada sayatan.
b. Bending kornea atau ketidak sengajaan menyentuh kornea dengan
cryoprobe atau lensa katarak selama ekstraksi. Hilangnya sel
endotel dan edema kornea dapat terjadi sebagai akibatnya.
c. Hilangnya penghalang antara anterior dan posterior segmen.
Ketidak seimbangan vitreous memainkan peran dalam
pengembangan pasca operasi edema cystoids macular (CME) dan
ablasi retina,
d. Keterbatasan lensa intraocular (IOL) pilihan dan posisi lensa.
Lensa ruang posterior yang tidak terlindungi oleh sisa kapsul.
Pergeseran dari prosedur ICCE teknik ECC baru di dorong oleh
perkembangan yang menurunkan tingkat komplikasi yang mungkin
menyebabkan kebutaan. Salah satu perkembangan tersebut meninggalkan
kapsul lensa posterior secara utuh, yang memungkinkan kapsul lensa posterior
dan anterior kompartemen mata untuk mmpertahankan pelepasannya,
sehingga menghilangkan gerakan vitreous yang maju ke bilik mata depan.
Perkembangan ini mengurangi resiko komplikasi yang berpotensi kebutaan
seperti ablasi retina.13
11
Gambar 2.4. Langkah bedah ekstraksi katarak intrakapsular dengan
implantasi lensa intraokular bilik anterior: A, jahit melewati rektus superiorl;
B, flap fornix dasar konjungtiva, C, alur ketebalan parsial, D, penyelesaian
dari bagian corneo-scleral; E, iridectomy perifer; F, ekstraksi cryolens; G &
H, penyisipan Kelman multiflex IOL dalam bilik anterior; I, jahit corneo-
scleral15
12
yang bagus dan sangat berguna untuk operasi katarak matur.19,21 Sebuah
penelitian di India ditemukan bahwa SICS lebih efektif daripada ECCE dan
lebih ekonomis dari fakoemulsifikasi.22 Tehnik ini dilakukan dengan cara ; 1)
Insisi 6mm pada sclera (jarak 2 mm dari limbus, buat tunnel sklerokornea
dengan cresent; 2) injeksi tripan blue; 3) injeksi tripan blue; 3) tunggu 2
menit; 4) irigasi; 5) injeksi viskoelastik; 6) tembus COA dengan keratom; 7)
capsulorhexis dengan teknik CCC; 8) hidrodiseksi; 9) tumbling lensa ke COA;
10) injeksi viskoelastik; 11) keluarkan dengan vectis; 12) aspirasi korteks
dengan simcoe; 13) injeksi viskoelastik; 14) implantasi IOL; 15) irigasi &
aspirasi viskoelastik; 16) injeksi myostat; 17) irigasi & aspirasi myostat; dan
18) tutup tunnel dengan benang nylon 10.0.20
Biasanya tunnel akan sembuh dengan sendirinya dan tidak dibutuhkan
jahitan.22 Pasca SICS akan terjadi peningkatan tajam dari TIO selama 1-2 hari
paska operasi, namun setelah itu TIO akan turun ke level yang lebih rendah
dari pre-operasinya.23
13
Gambar 2.5 Langkah operasi katarak SICS: A, rektus superior dijahit bridle; B, flap
konjungtiva dan paparan sklera; C, D & E, sayatan sclera Eksterna (lurus, berbentuk
kerutan kening, dan chevron, berurutan) bagian dari terowongan sayatan; F, buat
terowongan Sclero-kornea dengan pisau sabit; G, sayatan kornea internal; H, Side
Port entri; I, CCC besar; J, Hydrodissection; K, Prolaps inti ke dalam bilik anterior;
L, pengiriman dengan mengairi kawat vectis; M, Aspirasi korteks; N, penyisipan
haptic inferior dari IOL ruang posterior; O, Penyisipan haptic superior PCIOL; P,
pemasangan IOL; Q, Reposisi dan penahan flap konjungtiva.15
14
d. Fakoemulsifikasi 18,19
Fakoemulsifikasi adalah pilihan teknik paling popular untuk operasi
katarak di Negara-negara Barat.23 Fakoemulsifikasi adalah teknik yang paling
mutakhir. Hanya diperlukan irisan yang sangat kecil saja.20 Dengan
menggunakan getaran ultrasonic yang dapat menghancurkan nukleus lensa.
Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul anterior lensa dikoyak. Lalu
jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa, sekaligus menghancurkan dan
menghisap massa lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan sedemikian halus dan
teliti sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa cacat. Dengan
teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin sehingga penyulit
maupun iritasi pasca bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat pulih dengan
sendirinya tanpa memerlukan jahitan sehingga memungkinkan pasien dapat
melakukan aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang efektif pada
katarak yang padat, fakoemulsifikasi lebih cocok untuk katarak imatur.20,22
Paska fakoemulsifikasi akan terjadi peningkatan TIO pada saat hari pertama
paska operasi dan setelah itu akan mengalami penurunan hingga jangka
panjang.25 Fakoemulsifikasi merupakan teknik operasi katarak mutakir yang
lebih mahal dibanding SICS.
15
Gambar 2.6 Langkah bedah phacoemulsification: A,kapsulorrhexis kurvilinear
berkelanjutan; B, Hydrodissection; C, Hydrodelineation; D&E; Inti emulsifikasi dengan
teknik membagi dan menghancurkan (retakan empat kuadran); F, aspirasi korteks.2
16
pada pasien yang akan dioperasi. Sehingga dapat menurunkan tingkat
ketakutan serta meningkatkan rasa kepercayaan pasien bahwa dirinya
telah memilih tempat berobat yang benar.Dengan jalan seperti ini
dapat menurunkan stres dan perbaikan mental pasien.
d. Pengenalan identitas dokter sebagai operator agar pasien tidak cemas.
2. Desinfeksi mata dengan Betadine 10%
3. Dilakukan anestesi
Anastesi dapat diberikan secara lokal/blok atau secara general. Namun saat ini
lebih banyak dilakukan anastesi secara lokal, contohnya :
a. Anastesi retrobulbar.
Anastesi ini bisa menggunakan penggabungan lidocain sebagai short
acting dan marcain sebagai long acting sehingga didapatkan efek yang
cepat dan panjang waktunya.
Pada saat dilakukan anestesi ini pasien harus melihat ke atas, jika
terjadi kesalahan maka bola mata dapat tertusuk.
b. Anastesi subkonjungtiva.
Sama seperti anestesi lainnya, apabila terjadi kesalahan baik pada
pasien atau operator maka bola mata dapat tertusuk. Tertusuknya
sklera disini lebih banyak terjadi, sehingga dapat dihindarkan dengan
instruksi yang benar pada pasien agar melihat ke atas dan pelaksanaan
dengan instrumen yang benar oleh operator agar tidak terjadi
kesalahan yang tidak diinginkan.
c. Anastesi subtenon.
4. Insisi untuk memisahkan konjungtiva dan sklera.
Pada langkah ini terdapat penyulit, contohnya :
Insisi terlalu lebar dapat menyebabkan :
a. Perdarahan yang masuk ke dalam bilik mata depan.
b. Hifema. Penatalaksanaan: Bila perdarahan berasal dari insisi,
harus dilakukan kauteurisasi. Irigasi dengan BSS dilakukan
sebelum ekstraksi lensa. Perdarahan dari iris yang normal
17
jarang terjadi, biasanya timbul bila terdapat rubeosis iridis dan
iridosiklitis.
18
Gambar 2.8. Ingrowth epithelial.12
19
Prolaps Iris. Penyulit ini tidak terjadi pada teknik SICS manual dan
fakoemulsifikasi.
Penatalaksanaan: Sebuah prolaps kecil dalam durasi kurang dari 24
jam dapat direposisi kembali dan luka dijahit. Sebuah prolaps yang
besar pada durasi yang panjang memerlukan insisi dan penjahitan
luka.
7. Pengeluaran nukleus.
Saat nukleus dikeluarkan, pasien diinstruksikan untuk melirik ke bawah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada langkah ini :
Prolaps corpus vitreum. Prolaps Corpus vitreum merupakan kasus yang
serius pada operasi katarak. Apabila terjadi prolaps corpus vitreum akibat
kapsul posterior yang robek maka cairan vitreous dapat keluar dan
menghambar sirkulasi humor aquos yang menyebab kan tekanan meningkat
dan tejadi glaukoma.
Selain itu dapat menyebabkan keratopati bulosa, epithelial dan
endothelial downgrowth, prolaps iris, uveitis,ablasi retina, edema macula
kistoid, kekeruhan korpus vitreum, endoftalmitis dan neuritis optik.
Penatalaksanaan: Untuk menghindari hal tersebut, harus dilakukan
vitrektomi anterior sampai segmen anterior bebas dari korpus vitreum yang
ditandai bentuk pupil normal kembali.
20
8. Aspirasi dan irigasi.
Komplikasi yang dapat terjadi :
a. Robeknya kapsul posterior yang menyebabkan vitreus prolaps.
b. Aspirasi kurang bersih sehingga masih tersisa yang dapat
menyebabkan katarak sekunder.
c. Apabila terkena pupil, pupil akan mengecil.
9. Pemasangan IOL
a. Komplikasi yang terjadi apabila mengenai kornea adalah Striae keratopati.
Dikarakterisasikan oleh oedema kornea ringan dengan lipatan Descement
merupakan penyulit yang harus sering diobservasi segera setelah periode
pasca operasi. Ini muncul disebabkan oleh kerusakan endotelial selama
pembedahan.
Penatalaksanaan: Striae keratopati ringan biasanya hilang secara spontan
dalam waktu seminggu. Keratopati sedang dan berat dapat diterapi dengan
instilasi dari salin hipertonis drop (sodium chloride 5%) bersamaan dengan
steroid.
21
Gambar 2.12 Desentrasi IOL.1
22
Katarak Sekunder. Penyebab :
I. sisa materi lensa yang keruh dapat bertahan karena setelah katarak ketika
terperangkap di antara sisa-sisa kapsul anterior dan posterior, dikelilingi
oleh fibrin (iritis) atau darah (hifema).
II. tipe proliferatif setelah katarak dapat berkembang dari sel-sel epitelial
anterior yang tertinggal. Pita hialin proliferatif dapat membentang pada
seluruh kapsul posterior.
Tipe klinikal. Setelah katarak dapat muncul sebagai penebalan kapsul posterior,
atau membran padat setelah katarak (A) atau Soemmering’s ring yang mengacu
pada cincin tebal pada katarak sekunder terbentuk di belakang iris (B) atau
Elsching’s pearls yaitu vakuola subkapsular sel epitel berkelompok seperti
gelembung sabun sepanjang kapsul posterior (C).2
Penatalaksanaan.
a) Pembedahan seperti disisi katarak sekunder, kapsulotomi, membranektomi,
atau mengeluarkan seluruh membran keruh.
b) Sebelum laser Neodymium Ytrium (ndYAG) digunakan, katarak sekunder
diobati dengan menggunakan kapsulotomi kecil dengan pisau jarum / jarum
nomor 27 gauge berkait.
23
Gambar 2.13 Types of after cataract : A, dense membranous; B, Soemmering's ring; C,
Elschnig's pearls.1
24
berkaitan dengan peningkatan tekanan intra okular. Pada beberapa kasus,
tekanan intra okuler harus diturunkan dengan acetazolamide dan agen
hiperosmotik. Jika darah tidak diabsorbsi dalam hitungan minggu, maka
paracentesis harus dilakukan untuk mengeringkan darah.
Perdarahan ekspulsif. Perdarahan ekspulsif merupakan komplikasi yang
jarang terjadi. Keadaan ini biasanya ditandai dengan peningkatan tekanan
intra okuler yang mendadak diikuti dengan refleks fundus merah tua, luka
insisi terbuka, prolaps iris serta diikuti keluarnya lensa, viterus dan darah.
Penatalaksanaan. Pengelolaannya adalah segera menutup luka insisi dengan
jahitan atau menekan bola mata secara digital. Pearlstein dan Lindstorm
menyarankan, setelah perdarahan berhenti luka insisi dibuka kembali dan
dilakukan vitrektomi anterior. Beberapa penulis menyarankan membuat
sklerotomi posterior untuk mengalirkan darah
2. Prolaps Iris.
Hal ini biasanya disebabkan penjahitan insisi yang tidak adekuat setelah ICCE
atau ECCE konvensional dan muncul selama hari pertama atau kedua pasca
operasi. Penyulit ini tidak terjadi pada teknik SICS manual dan
fakoemulsifikasi.
Penatalaksanaan. Sebuah prolaps kecil dalam durasi kurang dari 24 jam dapat
direposit kembali dan luka dijahit. Sebuah prolaps yang besar pada durasi
yang panjang memerlukan absisi dan penjahitan luka.
3. Infeksi nosokomial.
Uveitis anterior pasca operasi dapat terjadi akibat trauma
instrumental, penanganan yang tidak semestinya pada jaringan uvea,
reaksi terhadap korteks residu atau reaksi kimia diinduksi oleh
viscoelastics, pilocarpine, dll.
Penatalaksanaan. Termasuk penggunaan steroid topikal secara
agresif, sikloplegik, dan NSAID. Steroid sistemik jarang diperlukan
pada kasus-kasus dengan reaksi fibrin berat.
25
Gambar 2.14 Uveitis anterior.1
26
Gambar 2.15 Endoftalmitis bakterial.15
4. Bilik mata depan datar (dangkal atau tidak terbentuk). Ini merupakan
penyulit yang jarang terjadi akibat peningkatan penutupan luka. Hal ini juga
dapat diakibatkan kebocoran luka, perlepasan siliokoroidal, atau blok pupil.
- Bila mata depan datar dengan kebocoran luka adalah berkaitan dengan
hipotonus. Hal ini dibuktikan dengan tes Seidel. Dalam tes ini, setetes
floresens diteteskan pada fornix bawah dan pasien diminta berkedip agar
merata. Insisi kemudian diperiksa dengan slit lamp menggunakan filter
cobalt biru. Pada lokasi yang bocor floresens akan didilusikan dengan
aqueous. Pada beberapa kasus kebocoran luka sembuh dalam jangka
waktu 4 hari dengan perban dan asetozolamid oral. Jika kondisi tidak
berubah injeksi udara pada bilik mata depan dan penjahitan kembali harus
dilakukan.
- Perlepasan siliokoroidal. Dapat atau tidak dapat berkaitan dengan
kebocoran luka. Berupa massa konveks kecokelatan dalam kuadran yang
terlibat dengan bilik mata depan dangkal. Pada kebanyakan kasus
perlepasan koroid sembuh dalam jangka waktu 4 hari dengan perban dan
penggunaan asetozolamid oral. Jika kondisi tidak berubah, maka indikasi
untuk melakukan drainase suprakoroid dengan injeksi udara dalam bilik
mata depan.
27
- Blok pupil sebagai akibat pembengkakan vitreous setelah EKIK
mengarah ke pembentukan iris bombans dan pendangkalan bilik mata
depan. Jika kondisi tetap selama 5 – 7 hari maka peripheral anterior
sinechia permanen dapat terbentuk mengarah ke glukoma sudut tertutup
sekunder.
Penatalaksanaan blok pupil dengan midriatik, agen hiperosmotik (misal:
manitol 20%) dan asetozolamid. Jika tidak sembuh maka iridektomi
perifer dengan laser atau pembedahan dapat dilakukan untuk memberikan
jalan pintas blok pupil. 2,16
28
Penatalaksanaan. Diberikan terapi antibiotik (Intravitreal, subconjungtiva,
topikal dan sistemik), terapi streroid, terapi suportif. Antibiotik dapat
diberikan dengan injeksi gentamisin 0,5 cc intravitreal atau injeksi 0,1 cc
subconjungtiva. Obat topikal dapat diberikan antibiotik levofloxacin,
Tobramisin eyedrop, gentamicin zalf. Obat sistemik dapat diberikan
ceftriaxon intravena dan baquinor ( Ciprofloxacin ) tablet.
3. Retinal detachment. Insiden perlepasan retina lebih tinggi pada pasien afaki
jika dibandingkan dengan pasien faki. Telah tercatat bahwa perlepasan retina
lebih umum setelah ICCE daripada setelah ECCE. Faktor resiko lain untuk
perlepasan retina pada afaki termasuk kehilangan vitreous selama operasi,
terkait dengan miopia dan degenerasi retina.15,16
Penatalaksanaan. Menggunakan Cryotherapy (Freezing)
Teknik :
a. Scleral Buckling
b. Pneumatic Retnopexy
c. Virectomy
29
Gambar 2.18 Retinal detachment.15
30
BAB III
PENUTUP
31
DAFTAR PUSTAKA
32
14. Paulsen dan Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 3 Edisi 23. Jakarta:
EGC. 2013. hal. 128.
15. Khurana, A.K. Comprehensive Ophtalmology 4th edition. India: New Age
International. 2007. p.93-103.
16. Bobrow JC. Lens and Cataract. American Academy of Opthalmology. Section
11. Edition 2005-2006. San Francisco, USA. p. 19-23, 5-10, 91-105, 199 – 204.
17. Anonimus. Phacoemulsification untuk Katarak. 2010. [serial on line].
http://www.w3.org/1999/xHTML. [20 Januari 2017].
18. Ming, Por Yong. Operasi Katarak: Pemulihan Penglihatan dengan Teknik dan
Inovasi Terbaru. 2011. [serial on line].
http://www.jerrytaneyesurgery.com/docs/operasi_katarak_kencan_edisi_6_tahun_
1_2011_id.pdf. [20 Januari 2017].
19. Mutiarasari, Handayani. Katarak Juvenil. Inspirasi Edisi Oktober. 2011; 1(14).
20. Dibyasakti, Suhardjo. Intraocular Pressure Fluctuation after Cataract Surgery:
Comparison between Phacoemulsification & Small-Incision Cataract Surgery.
Ophthalmologica Indonesiana. 2016; 42(1):45-49.
21. Singh, Winter, Surin. Phacoemulsification Versus Small Incision Cataract
Surgery (SICS): Which One Is A Better Surgical Option For Immature
Cataract In Developing Countries. Nepal Journal Ophthalmology. 2009; 1(2):95-
100.
22. Gogate, Deshpande, Praveen. Why Do Phacoemulsification? Manual Small-
Incision Cataract Surgery Is Almost as Effective, but Less Expensive. Elsevier.
2007; 114(5):965–968.
23. Sharma PD, Madhavi MR. A comparative study of postoperative intraocular
pressure changes in SICS vs ECCE. Eye 2010;24:608-12.
24. Bhallil S, Andalloussi IB, Charaibi F, Daoudi K, Tahri H. Changes In Intraocular
Pressure After Clear Corneal Phacoemulsification In Normal Patients. Oman
Journal of Ophthalmology 2009;2(3):111-3.
25. Ilyas, Sidarta. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit
Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p.200-11
33
26. James B. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Erlangga. 2006; hal.76- 84
27. J Jack. Kanski. Clinical Ophtalmology a Sistemic Approach 6 th edition. Elsevier.
2007
34