Retinopathy Diabetic
Disusun Oleh :
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
LAB/SMF ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2017
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.6 Retinopatik reiko tinggi yang disertai perdarahn vitreus .... 22
iii
DAFTAR TABEL
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Retinopathy
Diabetic“ yang disusun dalam dua minggu ini. Referat yang telah kami susun ini
diharapkan mampu membantu para pembacanya untuk lebih mengerti mengenai
gangguan pada penglihatan dan bagaimana menanganinya.
Demikian referat ini kami susun, apabila terdapat kesalahan kami mohon
maaf dan kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca
agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi para pembacanya. Amin.
Salam Sejahtera
Penyusun
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada sekitar 2,5 juta dari 50% penderita kebutaan didunia. Retinopati diabetik
adalah satu dari empat kasus kebutaan yang paling banyak terjadi di Amerika dan
Inggris. 1,2
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, namun keadaan hiperglikemik yang berlangsung lama dianggap
sebagai faktor resiko utama. Oleh sebab itu kontrol glukosa darah sejak dini
penting dalam mencegah timbulnya retinopati diabetik. Metode pengobatan
retinopati diabetik dewasa ini juga mengalami kemajuan pesat sehingga resiko
kebutaan banyak berkurang. 3
Terapi fotokuagulasi dengan sinar laser, vitrektomi, vitreolisis,
penggunaan obat-obatan seperti sorbinil, anti protein kinase C (PKC), anti
vascular endothelial growth factor (VEGF), somatostatin dan anti inflamasi
merupakan modalitas terapi yang dewasa ini digunakan untuk pengobatan
maupun pencegahan retinopati diabetik. Namun demikian retinopati diabetik tetap
menjadi masalah global mengingat angka kejadian diabetes di seluruh dunia
cenderung makin meningkat. Oleh karena itu, pada makalah ini kami mencoba
membahas mengenai penyakit retinopati diabetik.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang
berpotensi merusak pembuluh darah retinal secara kronis progresif,
berhubungan dengan hiperglikemia yang lama dan terkait dengan diabetes
melitus juga hipertensi, dapat berkembang sampai tingkatan tertentu, dan
merupakan komplikasi yang serius.3,4
Retinopati diabetik ialah suatu kelainan mata pada pasien diabetes
yang disebabkan karena kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan,
sehingga menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai
berat bahkan terjadi kebutaan total dan permanen.5,6
Retinopati diabetikum adalah kerusakan progresif pada retina akibat
diabetes menahun. Semakin lama seseorang menderita diabetes melitus,
semakin besar kemungkinan seseorang menderita retinopati diabetikum.
Kelainan ini dapat terjadi pada penderita Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) ataupun Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Ketika
diagnosis IDDM ditegakkan sekitar 5 tahun, 23% pasien sudah menderita
retinopati diabetikum dan prevalensi retinopati diabetikum meningkat
menjadi 80% setelah 15 tahun. Pasien yang didiagnosa NIDDM memiliki
resiko yang sama tetapi prevalensi terkena retinopati diabetikum sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan IDDM.1,2
Retinopati diabetikum adalah kelainan retina pada penyakit diabetes
yang disebabkan karena adanya mikroangiopati pada pembuluh darah retina.
Retinopati diabetikum sering mengenai kedua mata dengan derajat yang
berbeda-beda. Retinopati diabetikum merupakan penyebab hampir
seperempat kebutaan di negara-negara barat. Retinopati diabetikum
merupakan penyulit penyakit diabetes melitus yang paling penting. Hal ini
disebabkan oleh insidensinya yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50%
penderita diabetes melitus dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi
3
penglihatan. Kontrol diabetes melitus yang baik akan memperlambat
pembentukan retinopati dan penyulit lainnya.1
4
a. Kelopak Mata
Kelopak mata atau palpebra berfungsi untuk melindungi bola mata serta
mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata didepan
kornea.
b. Sistem sekresi air mata
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola
mata, berfungsi menghasilkan cairan air mata.
c. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang, konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet yang berfungsi membahasi bola mata terutama
kornea.
d. Rongga orbita
Rongga orbita merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi oleh
tulang-tulang yang kokoh. Otot-otot bola mata masing-masing
mempunyai 6 (enam) buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola
mata secara terkoordinasi pada saat melirik.
Kedua adalah Bola mata, berbentuk bulat panjang maksimal 24 mm.
Bola mata jika diurut mulai dari yang paling depan sampai bagian belakang
yang terdiri dari :2,7,8
a. Sklera
Sklera merupakan jaringan fibrosa yang penting untuk membungkus dan
melindungi isi bola mata, berwarna keputihan, di anterior berhubungan
dengan kornea sedangkan di posterior tempat masuknya N optikus
disebut lamina kribrosa.
b. Kornea
Kornea merupakan selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya dan meiliki lapisan terluar yang keras untuk melindungi
bagian-bagian lain dalam mata yang halus dan lunak.
5
c. Bilik Mata Depan
Bilik Mata Depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer & akar iris
yang terdapat di dalam limbus kornea, merupakan suatu rongga yang
berisi cairan yang memudahkan iris untuk bergerak, cairan tersebut
disebut cairan akuos yang dibentuk oleh prosesus siliaris masuk ke bilik
mata belakang melalui tepi lensa, melewati pupil akhirnya menuju bilik
mata depan (BMD).
d. Pupil
Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata,
dimana lebarnya diatur oleh gerakan iris, bila cahaya lemah iris akan
berkontraksi dan pupil membesar sehingga cahaya yang masuk lebih
banyak, sedangkan bila cahaya kuat iris akan berelaksasi dan pupil
mengecil sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan.
e. Lensa
Lensa adalah organ fokus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya
yang terpantul dari benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang
jelas pada retina.
f. Uvea
Uvea terdiri dari 3 bagian yaitu iris, badan siliar dan koroid. Iris adalah
lapisan yang dapat bergerak untuk mengatur banyaknya cahaya yang
masuk ke dalam mata. Badan siliar berfungsi menghasilkan cairan yang
mengisi bilik mata, sedangkan koroid merupakan lapisan yang banyak
mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi pada bagian mata.
Badan Kaca (Vitreus) bagian terbesar yang mengisi bola mata, disebut
juga sebagai badan kaca karena konsistensinya yang berupa gel dan
bening dapat meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina.
g. Retina atau selaput jala
Retina atau selaput jala adalah lapisan terdalam dari ketiga dinding
bola mata yang merupakan membran tipis, halus, tidak berwarna atau
bening serta tembus pandang dan mirip jala dengan nilai metabolisme
oksigen yang tinggi dan terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan serat
6
saraf optik. Ketebalan retina kira-kira 0,5 mm. Area sirkuler kira-kira 6
mm mengelilingi fovea disebut retina sentral yang didominasi oleh sel-
sel kerucut. Sementara diluar area tersebut adalah retina perifer yang
terbentang sampai ke oraserata, 21 mm dari pusat optic disc yang di
dominasi oleh sel-sel batang. 2,7,8
Retina merupakan jaringan saraf mata yang mana berisi dua
macam fotoreseptor, yaitu sel kerucut yang sensitif terhadap warna dan
sel batang yang sensitif terhadap derajat penyinaran dan terhadap
intensitas penyinaran yang kecil (adaptasi gelap). Fotoreseptor ini
merupakan antena sistem penglihatan. Fotoreseptor akan bereaksi
terhadap cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi persepsi
penglihatan. Pigmen penglihatan didalam fotoreseptor secara kimiawi
aktif mempengaruhi perubahan energi ini. Pigmen penglihatan termasuk
dalam kelas karotenoid dan terikat pada reseptor molekul-molekul
protein. Sel kerucut berisi pigmen yang beregenerasi secara cepat, yaitu
iodopsin dan sianopsin. Sel batang berisi rhodopsin yang regenerasinya
lebih lambat (visual purple). 2,7,8
Retina dibagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid
memberi nutrisi pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Bagian
koroid yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina
adalah membrane Bruch dan sel epitel pigmen yang tidak dapat ditembus
cahaya. Pada cahaya terang, kerucut memanjang kearah badan kaca,
yaitu kea rah datangnya sinar. Pada saat bersamaan batang bergerak ke
arah epitel pigmen. Dalam keadaan remang-remang terjadi kebalikan
“perilaku motorik retina”, batang memanjang kearah datangnya sinar,
sedangkan kerucut bergerak kearah epitel pigmen. 2,7,8
Secara embriologis retina terbentuk dari vesikel optic, suatu
kantong dari otak depan embrionik. Secara histologis, bagian depan
oraserrata yaitu iris dan badan siliar yang berpigmen maupun yang tidak
berpigmen menyatu dengan membrane limitan eksterna retina serta
lapisan epitel pigmen retina. Pada oraserrata, epitel berpigmen berlanjut
7
menjadi epitel pigmen retina, dan membran dasarnya menjadi membrane
Bruch. Epitel badan siliar yang tidak berpigmen dan pars plana berlanjut
di bagian posterior sebagai retina, membran basalnya menjadi membran
limitan interna. Pada puncak nervus optikus, membrane limitan interna
berlanjut menjadi membrane Elsching. Membran limitan eksterna
bergabung dari ujung epitel pigmen retina cul-de-sac posterior dari ruang
sub retina. Retina melekat pada koroid secara langsung menjadi ora
serrata, dan secara tidak langsung melalui koroid dan badan siliar retina
melekat pada sclera. Lapisan korneosklera melindungi, menggerakan dan
menahan retina pada posisi yang tepat dan menyebabkan objek yang
dilihat terfokus pada retina bagian tengah. 2,7,8
8
5. lapisan pleksiform luar
6. lapisan nucleus dalam
7. lapisan pleksiform dalam
8. lapisan sel-sel ganglion
9. lapisan serabut saraf
10. membrane limitans interna
9
terlihat memperdarahi tepi dari lempeng optic. Kedua system peredaran
darah retina dan koroid berhubungan dengan sinus kavernosus.
Pengaturan aliran darah melalui koroid sama seperti dalam tubuh
pada umumnya, di bawah pengaruh system saraf otonom. Perangsangan
saraf simpatis akan menurunkan aliran darah koroid dan sebaliknya.
Tidak ada bukti mengenai autoregulasi di dalam koroid. Perubahan
tekanan intra okuler (TIO) tidak diakibatkan oleh perubahan
kompensator pada tekanan vaskuler koroid, dan perubahan TIO
mendadak, misalnya jika membuka mata selama operasi, dapat
menyebabkan efusi uvea. Karena tonus otonom mungkin melindungi
mata dari peningkatan tekanan darah sistemik sementara, jika
pengaturan saraf terganggu pada hipertensi sistemik, cairan dapat
terdorong melalui sawar epitel pigmen retina masuk ke dalam retina.
Dalam hal ini tidak ada system saraf yang mengatur peredaran darah
retina, sehingga peredaran darah retina hanya bergantung pada
autoregulasi local untuk menjaga agar lingkungan metabolisme tetap
konstan.
Sawar darah retina dibentuk oleh pembuluh darah retina dan epitel
pigmen retina. Fungsi sawar ini tergantung dari sambungan erat, yang
membatasi pergerakan interseluler dari seluruh molekul yang mudah
larut dalam air sehingga mencegah molekul tersebut masuk ke dalam
retina. Makromolekul dan ion-ion secara pasif tidak berdifusi ke dalam
retina dari peredaran darah, namun berhubungan dengan transport aktif
tertentu ke dalam retina. Membrane Bruch yang terletak diantara
koriokapilaris dan epitel pigmen retina, bertugas hanya sebagai sawar
difusi untuk molekul besar.
10
Gambar 2.3: Nevus Opticus
11
c. FOVEA, fovea yang avaskuler dikelilingi oleh atap pembuluh
darah, suatu system sikuler dari kapiler pembuluh darah. Pembuluh
darah ini terletak pada permukaan lapisan nukleus dalam. Ketebalan
membrane limitan interna dan kekuatan daya ikat vitreus tidak
proposional, sehingga ikatan terkuat terletak pada fovea. Tidak
heran jika pusat fovea paling banyak terpengaruh pada traumatic
macular hole akibat tarikan anterior-posterior.
d. PARAFOVEA, parafovea merupakan struktur menyerupai sabuk
dengan lebar 0,5mm dan mengelilingi tepi fovea.
e. PERIFOVEA, perifovea mengelilingi parafovea dengan lebar
1,5mm, daerah ini ditandai dengan beberapa lapisan sel ganglion
dan 6 lapis sel bipolar.
f. MAKULA, umbo, foveola, fovea, parafovea, dan perifovea
bersama-sama membentuk macula atau daerah pusat. Terletak
dengan jarak 2,5 diameter papil di bagian temporal papil. Macula
bebas pembuluh darah dengan sedikit lebih berpigmen disbanding
daerah retina lainnya. Bagian sentral macula sedikit tergaung akibat
lapisannya yang kurang dan memberi refleks macula bila disinari.
Daerah ini dapat dibedakan dari daerah luarnya dengan
membandingkan lapisan sel ganglionnya. Pada macula, sel
ganglion terdiri dari beberapa lapis, sedangkan pada daerah luarnya
hanya terdiri dari satu lapisan.
Bagian retina yang paling bermakna adalah macula lutea (bintik
kuning) dan papil optic (papil, bintik buta, skotoma absolute/fisiologis)
yang terdapat disebelah nasal. Macula lutea adalah daerah retina yang
memberikan penglihatan paling tajam, terletak di sebelah temporal
papil saraf optikus, berbentuk lonjong berukuran 1,5mm2 dengan
diameter 1500 mikron, berwarna lebih gelap dibandingkan bagian retina
disekitarnya karena bertambahnya ketabalan retina, adanya pigmen
xantofil karotenoid, granula pigmen melanin (dari sel-sel torak epitel
pigmen retina). Di bagian tengah, macula berpigmen sangat padat dan
12
di tengah-tengah polus posteriornya terdapat daerah yang berbentuk
lonjong dan avaskuler yang disebut fovea sentralis, yang berupa
lekukan bebas batang (kira-kira diameternya 350 mikron). Bagian pusat
fovea yang menggaung disebut foveola. 2,7,8
Macula memiliki dua refleks, yaitu refleks cincin atau refleks tepi
terdapat di pinggir dan refleks fovea atau refleks sentral yang lebih
kecil sebesar kepala jarum di tengah-tengah fovea yang dapat terlihat
pada fundus normal yang diperiksa dengan oftalmoskop. Bagian tengah
retina ini terletak tepat pada sumbu penglihatan, hanya berisi kerucut
dan sebagian besar dari 6,5juta kerucut retina memadati tempat yang
sempit ini. 2,7,8
Untuk mencapai kerucut, sinar hanya perlu menembus jaringan
tipis yang terletak di atasnya yang ketebalannya hanya seperlima
ketebalan bagian retina yang lainnya. Tajam penglihatan bagian-bagian
retina tergantung konsentrasi kerucut. Papil saraf optic yaitu tempat
dimana saraf optikus menembus sclera, normal berbentuk bulat,
berbatas tegas, pinggirnya agak lebih tinggi dari pada retina sekitarnya,
terletak disebelah nasal dengan diameter 1,5mm – 1,75mm. Di bagian
tengahnya terdapat lekukan atau bangunan seperti ,mangkok berwarna
agak pucat (merah muda), besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut
ekskavasio fisiologis. 2,7,8
Dari bagian ini keluar arteri dan vena sentralis retina yang
kemudian bercabang ke temporal dan ke nasal juga ke atas dan ke
bawah. Yang penting adalah perbandingan antara diameter mangkok
dengan papil yaitu disebut juga cups/disc ratio dengan nilai normal 0,3-
0,4. Daerah papil saraf optic tidak mengandung sel-sel penglihatan
yang sensitive terhadap cahaya, karena ditempat keluarnya saraf optic
tidak ada fotoreseptor lagi. 2,7,8
Pemeriksaan retina yang bisa dilakukan adalah dengan
oftalmoskop. Sebelumnya papil dilebarkan dahulu setelah dilakukan
pemeriksaan tonometri. Obat yang biasa dipakai untuk melebarkan
13
pupil adalah mydriacil. Pemeriksaan dimulai dengan melihat papil saraf
optikus, pembuluh darah retina, macula dan penampakan retina. 2,7,8
Pada fundus normal, warna retina adalah oranye merah, bisa lebih
muda atau lebih gelap tergantung derajat pigmentasi melanin baik
dalam koroid maupun epitel pigmen retina. Pada keadaan anemis retina
tampak lebih pucat dan pada perdarahan retina akan tampak lebih
merah. 2,7,8
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus)
dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel
batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena
sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu,
pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan
14
pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk
membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin
berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.9
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu
suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar
matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk
pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap
(disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk
melihat.9
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus,
yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga
macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna.
Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.9
Jarak terdekat yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat
(punctum proximum). Jarak terjauh saat benda tampak jelas tanpa kontraksi
disebut titik jauh (punctum remotum). Jika kita sangat dekat dengan obyek
maka cahaya yang masuk ke mata tampak seperti kerucut, sedangkan jika kita
sangat jauh dari obyek, maka sudut kerucut cahaya yang masuk sangat kecil
sehingga sinar tampak paralel. Baik sinar dari obyek yang jauh maupun yang
dekat harus direfraksikan (dibiaskan) untuk menghasilkan titik yang tajam
pada retina agar obyek terlihat jelas. Pembiasan cahaya untuk menghasilkan
penglihatan yang jelas disebut pemfokusan.9
Cahaya dibiaskan jika melewati konjungtiva kornea. Cahaya dari
obyek yang dekat membutuhkan lebih banyak pembiasan untuk pemfokusan
dibandingkan obyek yang jauh. Mata mamalia mampu mengubah derajat
pembiasan dengan cara mengubah bentuk lensa. Cahaya dari obyek yang
jauh difokuskan oleh lensa tipis panjang, sedangkan cahaya dari obyek yang
dekat difokuskan dengan lensa yang tebal dan pendek. Perubahan bentuk
lensa ini akibat kerja otot siliari. Saat melihat dekat, otot siliari berkontraksi
15
sehingga memendekkan apertura yang mengelilingi lensa. Sebagai akibatnya
lensa menebal dan pendek. Saat melihat jauh, otot siliari relaksasi sehingga
apertura yang mengelilingi lensa membesar dan tegangan ligamen suspensor
bertambah. Sebagai akibatnya ligamen suspensor mendorong lensa sehingga
lensa memanjang dan pipih. Proses pemfokusan obyek pada jarak yang
berbeda-berda disebut daya akomodasi Cara kerja mata manusia pada
dasarnya sama dengan cara kerja kamera, kecuali cara mengubah fokus
lensa.9
Epitel pigmen retina, yang merupakan factor metabolic mempunyai
akses yang luas untuk nutrient penting seperti vitamin A dan dapat
membuang produk-produk yang tidak dibutuhkan lagi. Permeabilitas protein
yang tinggi dari koriokapilaris menyebabkan tekanan onkotik yang lebih
besar dalam koroid daripada dalam retina. Perbedaan tekanan osmotic
mengakibatkan absorbsi cairan dari ruang ekstraseluler retina ke dalam
koroid, hal ini mungkin merupakan mekanisme untuk menjaga agar retina
tetap melekat pada epitel pigmen retina.9
2.4 EPIDEMIOLOGI
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan
menjadi masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat
secara dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat
duakali lipat pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes,
mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes
seperti retinopati, nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar
terhadap pasien maupun masyarakat.10
Retinopati diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada penderita diabetes melitus. Retinopati diabetes merupakan penyulit
penyakit diabetes yang paling penting. Hal ini disebabkan karena insidennya
yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes dan
prognosisnya kurang baik. Retinopati diabetik menjadi penyebab kebutaan
pada sekitar 2,5 juta dari 50% penderita kebutaan didunia. Retinopati diabetik
16
adalah satu dari empat kasus kebutaan yang paling banyak terjadi di Amerika
dan Inggris.11
Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes tipe 1 setelah 10-15
tahun sejak diagnosis ditegakkan berkisar antara 25-50%. Sesudah 15 tahun
prevalensi meningkat menjadi 75-95% dan setelah 30 tahun mencapai
100%.12 Pasien diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar
20% di antaranya sudah ditemukan retinopati diabetik. Setelah 15 tahun
kemudian prevalensi meningkat menjadi lebih dari 60-85%. Di Amerika
Utara dilaporkan sekitar 12.000-24.000 pasien diabetes mengalami kebutaan
setiap tahun.3 Di Inggris dan Wales tercatat sekitar 1000 pasien diabetes
setiap tahun mengalami kebutaan sebagian sampai kebutaan total. Di
Indonesia belum ada data mengenai prevalensi retinopati diabetik secara
nasional. Namun apabila dilihat dari jumlah pasien diabetes yang meningkat
dari tahun ke tahun, maka dapat diperkirakan bahwa prevalensi retinopati
diabetik diIndonesia juga cukup tinggi.3
2.5 ETIOLOGI
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak
terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan
timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan
mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat
menimbulkan perdarahan. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya
retinopati adalah : 2,10,11
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya
kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan
penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding
haemorhagic dengan udem perikapiler
17
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana
letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal
tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus
mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler -kapiler,
sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang
pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes
2.6 PATOFISIOLOGI
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari foto reseptor dan
sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler rerina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke
seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan
dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetikum terletak pada kapiler retina
tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalamyaitu
sel perisit, membran basalis dan sel endotel.1,2
Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel
saling berikatan satu sama lain dan bersama - sama dengan matriks ekstrasel dari
membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil.1
Diabetes adalah penyakit gangguan metabolik dengan adanya
hiperglikemia kronik dimana terjadi resistensi insulin atau gangguan sekresi
yang menyebabkan komplikasi multiorgan termasuk komplikasi pada mata,
ginjal, saraf, pembuluh darah, dan jantung. Hiperglikemia kronik tersebut
merangsang terjadinya perubahan histopatologi kapiler retina dimulai dari
adanya penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel,
18
dimana keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dengan sel perisit dapat mencapai
10 : 1. 1
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, penyumbatan pembuluh darah, proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan
fibrosa di retina, kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.1,2
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina
sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan
akibat retinopati diabetik dapat terjadi melalui mekanisme yaitu edema makula atau
nonperfusi kapiler dimana terjadi bocornya pembuluh darah dan lemak ke
makula, sehingga pembuluh darah bengkak, pembentukan pembuluh darah
baru pada retinopati proliperatif dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan
ablasio retina (retinal detachment ), pembuluh darah baru yang terbentuk
menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina, pembentukan pembuluh darah baru dapat
menimbulkan glaukoma.1,11,12
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati
diabetik non proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler
mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang lanjut disertai iskemik pada
dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan serabut saraf. Hal ini
menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma
melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall
spot, intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang
seperti manikmanik. Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada
kecenderungan progresif.1,2
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.
Jalur Poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase sehingga produksi
poliol yaitu suatu senyawa gula dan alkohol meningkat dalam
19
jaringan termasuk di lensa, pembuluh darah dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane
basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Penimbunan senyawa poliol dalam sel tersebut akan menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik sel sehingga menimbulkan gangguan
morfologi maupun fungsional sel.1
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat
(DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas
enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk
radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.1
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas
vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel
vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel
endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa. 1
20
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :3
1. Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang-kadang
pembuluh darah ini sedemikian kecilnya sehingga tidak terlihat sedang
dengan bantuan angiografi fluoresein lebih mudah dipertunjukkan
adanya mikroaneurismata ini. Mikroaneurismata merupakan kelainan
diabetes militus dini pada mata. 19,21,22
2. Perdarahan dalam bentuk titik, garis dan bercak yang biasanya terletak
dekat dengan mikroaneurismata di polus posterior.
Bentuk perdarahan ini merupakan prognosis penyakit dimana
perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk
dibanding yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurismata atau karena pecahnya kapiler.
19,21,22
21
Gambar 2.6: Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus 20
22
Gambar 2.8 :Hard Exudatesdan hard exudate di vovea 20
23
6. Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di
daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis
tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisma dan eksudat intra retina.
24
kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya iregular. Hal ini
merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetes. Mula-
mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke
daerah periretinal, ke badan kaca.
25
Tabel 1: Klasifikasi Non proliferatif diabetes melitus dengan Proliferatif diabetes melitus
13,15,20,16
26
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula
pada retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic
biomicroskopic menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi
flouresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler
retinopati diabetik non proliferative. Dijumpai kelainan pada elektroretinografik
juga memiliki hubungan dengan keparahan retinopati dan dapat membantu
memperkirakan perkembangan retinopati. Tes angiografi menggunakan kontras
untuk melihat aliran darah dan kebocoran. Kontras yang digunakan berbeda
dengan yang digunakan di CT-scan atau IVP, karena kontras ini tidak memakai
yodium.14,20
Pembuluh darah yang terisi kontras flouresens, terlihat perdarahan seperti bercak
gelap pada angiografi, sedangkan pada sisi kanan terdapatnya kerusakan pembuluh
darah retina yang disebut dengan daerah non perfusi atau iskemik retina. 21
27
Gambar 2.13: Angiografi flouresens pada retinopati diabetik nonproliferatif 23
Pada foto-foto akan tampak bahwa koroid terisi ½ detik lebih cepat
dibandingkan pembuluh darah retina
Arteri lebih pekat di tengah
Vena lebih pekat di tepi
Dapat dilihat kebocoran dan sirkulasi patologik
2.10 PENATALAKSANAAN
28
Tabel 2: Jadwal pemeriksaan berdasarkan umur atau kehamilan 13,15,16,20
29
sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective
Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif
menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti
dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil
penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun
kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya
retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko
timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang
sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat
melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi
fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control
hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan
kehilangan penglihatan. 13,15,21
3. Fotokoagulasi
30
Gambar 2.14: Teknik laser argon fokal 23
31
c) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang
difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation.
32
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang
mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami
neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien
dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan
bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus
setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang
tidak mengalami perbaikan.
33
2.11 PROGNOSIS
Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat
progresif.
34
Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi.
Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat
berkurang 50%.
Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari
pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah
75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu
pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4
bulan.
o Iskemia macular.
35
BAB III
KESIMPULAN
36
pasien yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil risiko
penurunan penglihatandan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan.
Pada edema makula diabetik dapat dilakukan terapi dengan injeksi steroid bila tidak
berespon dengan terapi laser.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati, Siti, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid II.
Jakarta : Interna Publishing.
3. Silva SP, Cavallerano JD, Aiello LM, et al. Ocular complications. In:
Lebovitz HE, editor. 5th edition. Therapy for Diabetes Mellitus and Related
Disorders. Alexandria: American Diabetes Association, 2009: p.458-473.
5. Chew EY, Benson WE, Blodi BA, Boldt HC, Murray TG, Olsen TW, dkk.
Diabetic retinopathy. Preferred practice pattern. 2012;4:4-15.
9. Guyton, AC, Hall, JE. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
10. Ilyas, Sidharta. 2012. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi IV. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
11. Ilyas, Sidharta. 2014. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
12. Masharani U, German MS. Pancreatic hormones and diabetes melitus. In:
Gardner DG, Shoback D, editor. Basic & Clinical Endocrinology, 9th edition.
New York; McGrawHill, 2011: p.573-644
13. Ilyas, Sidarta. Dasar teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi
keempat: “Retinopati Diabetes Melitus”. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, Indonesia, 2014: 202-205.
38
14. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy.
In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ; 2006. p 23-
35.
15. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi kelima: “Retinopati Diabetes
Melitus”. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia,
2014: 231-232.
17. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The
New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25
[cited 2011August 27]: [8 screens]. Available
from:URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
18. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta:
Widya Medika. 2000.211-4.
19. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,218-
21. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata FK
USU RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.
22. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003.121-3
39