Anda di halaman 1dari 47

REFERAT

Retinopathy Diabetic

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya


Lab/ KSM Ilmu Kesehatan Mata RSD dr. Soebandi

Disusun Oleh :
Nugroho Setyawan Sobaa 16710243
Farida Astritami Pangaribuan 16710256

Pembimbing:
dr. Bagas Kumoro Sp.M
dr. Iwan Dewanto Sp.M

LAB/KSM ILMU KESEHATAN MATA


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2017

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Definisi........................................................................................... 3
2.2 Anatomi Mata ............................................................................... 4
2.3 Fisiologi dan proses visual pada retina ...................................... 14
2.4 Epidemiologi ................................................................................. 16
2.5 Etiologi .......................................................................................... 17
2.6 Patofisiologi................................................................................... 18
2.7 Manifestasi Klinik ........................................................................ 21
2.8 Diagnosis Banding ........................................................................ 27
2.9 Pemeriksaan penunjang .............................................................. 28
2.10 Penatalaksanaan ......................................................................... 29
2.11 Prognosis ..................................................................................... 35
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi bola mata ................................................................... 4

Gambar 2.2 Lapisan retina ........................................................................... 8

Gambar 2.3 Nevus optikus ............................................................................ 11

Gambar 2.4 Proses visual pada retina ......................................................... 14

Gambar 2.5 Diabetes yang tidak terkontrol ................................................ 17

Gambar 2.6 Retinopatik reiko tinggi yang disertai perdarahn vitreus .... 22

Gambar 2.7 Dilatasi vena .............................................................................. 22

Gambar 2.8 Hard exudate ............................................................................. 23

Gambar 2.9 Soft exudate ............................................................................... 23

Gambar 2.10 Hard exudate and hard exudate on vovea ............................ 24

Gambar 2.11 NVD severe .............................................................................. 25

Gambar 2.12 Angiografi fluoresense ............................................................ 25

Gambar 2.13 Diabetik Retinopati................................................................. 26

Gambar 2.14 Diabetik Retinopati Proliferative .......................................... 26

Gambar 2.15 Oftalmoskop direk-indirek dan lenca cermian 3 Golman .. 28

Gambar 2.16 Angiograpi pada flouresen ..................................................... 28

Gambar 2.17 Angiografi flouresens pada retinopati diabetik nonproliferatif ............ 29

Gambar 2.18 Pemeriksaan Rutin pada Mata .............................................. 29

Gambar 2. 19 Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi................................... 31

iii
Gambar 2.20 Teknik laser argon fokal ........................................................ 32

Gambar 2.21 Tahap-tahap PRP ................................................................... 33

Gambar 2.22 Focal photocoagulation and grid photocoagulation ............ 33

Gambar 2.23 Vitrektomi ............................................................................... 35

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi NPDR dengan PDR .................................................. 26

Tabel 2.2 Jadwal pemeriksaan berdasarkan umur atau kehamilan ......... 29

Tabel 2.3: Jadwal pemeriksaan berdasarkan temuan pada retina ........... 29

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Retinopathy
Diabetic“ yang disusun dalam dua minggu ini. Referat yang telah kami susun ini
diharapkan mampu membantu para pembacanya untuk lebih mengerti mengenai
gangguan pada penglihatan dan bagaimana menanganinya.

Referat dengan judul “Retinopathy Diabetic“ ini kami awali dengan


penjelasan mengenai anatomi dan fisiologi mata terutama bagian retina. Selain itu
kami sertakan tata cara penegakan diagnosis serta penatalaksanaan pada
Retinopathy Diabetic.

Referat ini kami susun berdasarkan sumber-sumber seperti buku-buku


maupun jurnal-jurnal dari internet. Sumber-sumber untuk menyusun referat ini,
meskipun terbatas jumlahnya dan memiliki banyak kekurangan dalam
penyusunannya namun kami harapkan mampu menjabarkan dan menjelaskan
dengan baik hal-hal penting yang patut untuk diketahui mengenai Retinopathy
Diabetic.

Demikian referat ini kami susun, apabila terdapat kesalahan kami mohon
maaf dan kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca
agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi para pembacanya. Amin.

Salam Sejahtera

Penyusun

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit atau adanya


gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin. Gejalanya antara lain merasa lapar dan haus yang berlebihan dan keinginan buang air
kecil secara terus-terusan. 1
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolik kompleks yang juga
mengenai pembuluh darah dan sering menyebabkan disfungsi atau beberapa kelainan organ
tubuh, seperti mata, ginjal, saraf, dan jantung. Komplikasi mata dari diabetes sendiri
meliputi abnormalitas dari kornea, glaukoma, neovaskularisasi iris, katarak dan
retinopati diabetik. Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab kebutaan
yang paling sering terjadi saat ini.1
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses
radang, melainkan akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya
vena, pedarahan dan eksudat lemak. Kelainan patologis yang paling mendasari
terjadinya retinopati diabetikum adalah penebalan membran basalis, hilangnya
perisit dan proliferasi endotel. 2
Retinopati diabetikum menjadi penyebab kebutaan pada sekitar 2,5 juta
dari 50% penderita kebutaan didunia. Retinopati diabetik adalah satu dari empat
kasus kebutaan yang paling banyak terjadi di amerika dan inggris.2
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes melitus
memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.
Risiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan
lamanya menderita diabetes. Retinopati diabetikum menjadi penyebab kebutaan

1
pada sekitar 2,5 juta dari 50% penderita kebutaan didunia. Retinopati diabetik
adalah satu dari empat kasus kebutaan yang paling banyak terjadi di Amerika dan
Inggris. 1,2
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, namun keadaan hiperglikemik yang berlangsung lama dianggap
sebagai faktor resiko utama. Oleh sebab itu kontrol glukosa darah sejak dini
penting dalam mencegah timbulnya retinopati diabetik. Metode pengobatan
retinopati diabetik dewasa ini juga mengalami kemajuan pesat sehingga resiko
kebutaan banyak berkurang. 3
Terapi fotokuagulasi dengan sinar laser, vitrektomi, vitreolisis,
penggunaan obat-obatan seperti sorbinil, anti protein kinase C (PKC), anti
vascular endothelial growth factor (VEGF), somatostatin dan anti inflamasi
merupakan modalitas terapi yang dewasa ini digunakan untuk pengobatan
maupun pencegahan retinopati diabetik. Namun demikian retinopati diabetik tetap
menjadi masalah global mengingat angka kejadian diabetes di seluruh dunia
cenderung makin meningkat. Oleh karena itu, pada makalah ini kami mencoba
membahas mengenai penyakit retinopati diabetik.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang
berpotensi merusak pembuluh darah retinal secara kronis progresif,
berhubungan dengan hiperglikemia yang lama dan terkait dengan diabetes
melitus juga hipertensi, dapat berkembang sampai tingkatan tertentu, dan
merupakan komplikasi yang serius.3,4
Retinopati diabetik ialah suatu kelainan mata pada pasien diabetes
yang disebabkan karena kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan,
sehingga menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai
berat bahkan terjadi kebutaan total dan permanen.5,6
Retinopati diabetikum adalah kerusakan progresif pada retina akibat
diabetes menahun. Semakin lama seseorang menderita diabetes melitus,
semakin besar kemungkinan seseorang menderita retinopati diabetikum.
Kelainan ini dapat terjadi pada penderita Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) ataupun Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Ketika
diagnosis IDDM ditegakkan sekitar 5 tahun, 23% pasien sudah menderita
retinopati diabetikum dan prevalensi retinopati diabetikum meningkat
menjadi 80% setelah 15 tahun. Pasien yang didiagnosa NIDDM memiliki
resiko yang sama tetapi prevalensi terkena retinopati diabetikum sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan IDDM.1,2
Retinopati diabetikum adalah kelainan retina pada penyakit diabetes
yang disebabkan karena adanya mikroangiopati pada pembuluh darah retina.
Retinopati diabetikum sering mengenai kedua mata dengan derajat yang
berbeda-beda. Retinopati diabetikum merupakan penyebab hampir
seperempat kebutaan di negara-negara barat. Retinopati diabetikum
merupakan penyulit penyakit diabetes melitus yang paling penting. Hal ini
disebabkan oleh insidensinya yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50%
penderita diabetes melitus dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi

3
penglihatan. Kontrol diabetes melitus yang baik akan memperlambat
pembentukan retinopati dan penyulit lainnya.1

2.2. ANATOMI MATA

Gambar 2.1. Anatomi Mata8

Mata manusia sebagai alat indra penglihatan dapat dipandang sebagai


alat optik yang sangat penting bagi manusia. Mata dibentuk untuk menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan
serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan pada otak, untuk ditafsirkan. Adapun anatomi mata dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu Pertama adalah Adneksa Mata
merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari :2,7,8

4
a. Kelopak Mata
Kelopak mata atau palpebra berfungsi untuk melindungi bola mata serta
mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata didepan
kornea.
b. Sistem sekresi air mata
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola
mata, berfungsi menghasilkan cairan air mata.
c. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang, konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet yang berfungsi membahasi bola mata terutama
kornea.
d. Rongga orbita
Rongga orbita merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi oleh
tulang-tulang yang kokoh. Otot-otot bola mata masing-masing
mempunyai 6 (enam) buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola
mata secara terkoordinasi pada saat melirik.
Kedua adalah Bola mata, berbentuk bulat panjang maksimal 24 mm.
Bola mata jika diurut mulai dari yang paling depan sampai bagian belakang
yang terdiri dari :2,7,8
a. Sklera
Sklera merupakan jaringan fibrosa yang penting untuk membungkus dan
melindungi isi bola mata, berwarna keputihan, di anterior berhubungan
dengan kornea sedangkan di posterior tempat masuknya N optikus
disebut lamina kribrosa.
b. Kornea
Kornea merupakan selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya dan meiliki lapisan terluar yang keras untuk melindungi
bagian-bagian lain dalam mata yang halus dan lunak.

5
c. Bilik Mata Depan
Bilik Mata Depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer & akar iris
yang terdapat di dalam limbus kornea, merupakan suatu rongga yang
berisi cairan yang memudahkan iris untuk bergerak, cairan tersebut
disebut cairan akuos yang dibentuk oleh prosesus siliaris masuk ke bilik
mata belakang melalui tepi lensa, melewati pupil akhirnya menuju bilik
mata depan (BMD).
d. Pupil
Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata,
dimana lebarnya diatur oleh gerakan iris, bila cahaya lemah iris akan
berkontraksi dan pupil membesar sehingga cahaya yang masuk lebih
banyak, sedangkan bila cahaya kuat iris akan berelaksasi dan pupil
mengecil sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan.
e. Lensa
Lensa adalah organ fokus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya
yang terpantul dari benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang
jelas pada retina.
f. Uvea
Uvea terdiri dari 3 bagian yaitu iris, badan siliar dan koroid. Iris adalah
lapisan yang dapat bergerak untuk mengatur banyaknya cahaya yang
masuk ke dalam mata. Badan siliar berfungsi menghasilkan cairan yang
mengisi bilik mata, sedangkan koroid merupakan lapisan yang banyak
mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi pada bagian mata.
Badan Kaca (Vitreus) bagian terbesar yang mengisi bola mata, disebut
juga sebagai badan kaca karena konsistensinya yang berupa gel dan
bening dapat meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina.
g. Retina atau selaput jala
Retina atau selaput jala adalah lapisan terdalam dari ketiga dinding
bola mata yang merupakan membran tipis, halus, tidak berwarna atau
bening serta tembus pandang dan mirip jala dengan nilai metabolisme
oksigen yang tinggi dan terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan serat

6
saraf optik. Ketebalan retina kira-kira 0,5 mm. Area sirkuler kira-kira 6
mm mengelilingi fovea disebut retina sentral yang didominasi oleh sel-
sel kerucut. Sementara diluar area tersebut adalah retina perifer yang
terbentang sampai ke oraserata, 21 mm dari pusat optic disc yang di
dominasi oleh sel-sel batang. 2,7,8
Retina merupakan jaringan saraf mata yang mana berisi dua
macam fotoreseptor, yaitu sel kerucut yang sensitif terhadap warna dan
sel batang yang sensitif terhadap derajat penyinaran dan terhadap
intensitas penyinaran yang kecil (adaptasi gelap). Fotoreseptor ini
merupakan antena sistem penglihatan. Fotoreseptor akan bereaksi
terhadap cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi persepsi
penglihatan. Pigmen penglihatan didalam fotoreseptor secara kimiawi
aktif mempengaruhi perubahan energi ini. Pigmen penglihatan termasuk
dalam kelas karotenoid dan terikat pada reseptor molekul-molekul
protein. Sel kerucut berisi pigmen yang beregenerasi secara cepat, yaitu
iodopsin dan sianopsin. Sel batang berisi rhodopsin yang regenerasinya
lebih lambat (visual purple). 2,7,8
Retina dibagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid
memberi nutrisi pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Bagian
koroid yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina
adalah membrane Bruch dan sel epitel pigmen yang tidak dapat ditembus
cahaya. Pada cahaya terang, kerucut memanjang kearah badan kaca,
yaitu kea rah datangnya sinar. Pada saat bersamaan batang bergerak ke
arah epitel pigmen. Dalam keadaan remang-remang terjadi kebalikan
“perilaku motorik retina”, batang memanjang kearah datangnya sinar,
sedangkan kerucut bergerak kearah epitel pigmen. 2,7,8
Secara embriologis retina terbentuk dari vesikel optic, suatu
kantong dari otak depan embrionik. Secara histologis, bagian depan
oraserrata yaitu iris dan badan siliar yang berpigmen maupun yang tidak
berpigmen menyatu dengan membrane limitan eksterna retina serta
lapisan epitel pigmen retina. Pada oraserrata, epitel berpigmen berlanjut

7
menjadi epitel pigmen retina, dan membran dasarnya menjadi membrane
Bruch. Epitel badan siliar yang tidak berpigmen dan pars plana berlanjut
di bagian posterior sebagai retina, membran basalnya menjadi membran
limitan interna. Pada puncak nervus optikus, membrane limitan interna
berlanjut menjadi membrane Elsching. Membran limitan eksterna
bergabung dari ujung epitel pigmen retina cul-de-sac posterior dari ruang
sub retina. Retina melekat pada koroid secara langsung menjadi ora
serrata, dan secara tidak langsung melalui koroid dan badan siliar retina
melekat pada sclera. Lapisan korneosklera melindungi, menggerakan dan
menahan retina pada posisi yang tepat dan menyebabkan objek yang
dilihat terfokus pada retina bagian tengah. 2,7,8

Gambar 2.2: Lapisan Retina8

Secara anatomis, retina berbatasan dengan sel pigmen retina dan


koroid yang terdiri atas 10 lapisan :
1. lapisan epitel pigmen
2. lapisan sel-sel batang dan kerucut
3. membrane limitans eksterna
4. lapisan nucleus luar

8
5. lapisan pleksiform luar
6. lapisan nucleus dalam
7. lapisan pleksiform dalam
8. lapisan sel-sel ganglion
9. lapisan serabut saraf
10. membrane limitans interna
Pembuluh darah retina merupakan cabang arteri oftalmika yaitu
arteri retina sentral. Arteri retina sentral masuk ke dalam retina melalui
papil saraf optic yang akan memberi nutrisi pada retina bagian dalam.
Diameter arteri lebih kecil (0,1mm), warnanya lebih merah, bentuknya
lebih lurus-lurus dan merupakan end artery. Arteri retina mudah
dikenali karena refleksnya yang jelas dan tidak ada pulsasi. Diameter
vena lebih besar, warna lebih tua/merah gelap, bentuk lebih berkelok-
kelok, dengan cahaya yang sempit. Pada vena retina sentral terlihat
adanya pulsasi di papil optic. Perbandingan normal diameter arteri dan
vena adalah 2 : 3. Pada papil, arteri retina sentral biasanya muncul di
sebelah nasal dari vena retina sentral. Pada lapisan retina dari 1-4 tidak
berisi pembuluh darah dan kapiler sehingga perdarahannya berasal dari
kapiler koroid, sedangkan lapisan 5-10 mendapat perdarahan dari arteri
retina sentral.
Bermacam-macam penyakit berhubungan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam retina dan koroid oleh karena itu sangat
penting bagi kita untuk mengetahui system peredaran darah yang
terkena agar penyakit pada segmen posterior dapat dikenali lebih dini.
Retina mendapat nutrisi dari dua system peredaran darah yang
berlainan, yakni pembuluh darah retina dan pembuluh darah koroid atau
uvea. Keduanya berasal dari arteri oftalmikus yang merupakan cabang
pertama dari arteri karotis interna. Koroid diperdarahi oleh system vena
vortex, biasanya terdiri dari 4-7 pembuluh darah besar. Pada kondisi
yang patologis seperti myopia tinggi, vena vortex posterior dapat

9
terlihat memperdarahi tepi dari lempeng optic. Kedua system peredaran
darah retina dan koroid berhubungan dengan sinus kavernosus.
Pengaturan aliran darah melalui koroid sama seperti dalam tubuh
pada umumnya, di bawah pengaruh system saraf otonom. Perangsangan
saraf simpatis akan menurunkan aliran darah koroid dan sebaliknya.
Tidak ada bukti mengenai autoregulasi di dalam koroid. Perubahan
tekanan intra okuler (TIO) tidak diakibatkan oleh perubahan
kompensator pada tekanan vaskuler koroid, dan perubahan TIO
mendadak, misalnya jika membuka mata selama operasi, dapat
menyebabkan efusi uvea. Karena tonus otonom mungkin melindungi
mata dari peningkatan tekanan darah sistemik sementara, jika
pengaturan saraf terganggu pada hipertensi sistemik, cairan dapat
terdorong melalui sawar epitel pigmen retina masuk ke dalam retina.
Dalam hal ini tidak ada system saraf yang mengatur peredaran darah
retina, sehingga peredaran darah retina hanya bergantung pada
autoregulasi local untuk menjaga agar lingkungan metabolisme tetap
konstan.
Sawar darah retina dibentuk oleh pembuluh darah retina dan epitel
pigmen retina. Fungsi sawar ini tergantung dari sambungan erat, yang
membatasi pergerakan interseluler dari seluruh molekul yang mudah
larut dalam air sehingga mencegah molekul tersebut masuk ke dalam
retina. Makromolekul dan ion-ion secara pasif tidak berdifusi ke dalam
retina dari peredaran darah, namun berhubungan dengan transport aktif
tertentu ke dalam retina. Membrane Bruch yang terletak diantara
koriokapilaris dan epitel pigmen retina, bertugas hanya sebagai sawar
difusi untuk molekul besar.

10
Gambar 2.3 : Nevus Opticus7

Retina tidak dapat berdiri sendiri melainkan memiliki bagian-


bagian penting untuk mendukung fungsi dari retina itu sendiri, berikut
akan dijelaskan bagian-bagian penting dari retina : 2,7,8

a. PUSAT MAKULA (UMBO), umbo menggambarkan pusat dari


macula suatu bagian retina yang menghasilkan ketajaman
penglihatan tertinggi. Fotoreseptor utama dari foveola dan umbo
adalah sel kerucut. Jumlah sel kerucut terbanyak ditemukan dalam
umbo yang mempunyai diameter 150-200µm,dengan kepadatan
sekitar 385.000 sel kerucut/mm2.
b. FOVEOLA, rangkaian sel kerucut pada umbo dikelilingi oleh dasar
fovea atau foveola yang memiliki diameter 350µm dan ketebalan
150µm. Daerah avaskuler ini terdiri dari sel kerucut yang padat
yang dihubungkan oleh membrane limitan eksterna. Kebutuhan
metabolic yang tinggi dari sel kerucut dipenuhi oleh kontak
langsung dengan epitel pigmen dan juga melalui proses pada glia
yang nucleusnya terletak lebih dekat dengan pembuluh darah
perifovea. Pada kondisi yang patologis, hilangnya refleks foveola
mungkin menunjukan gangguan glia (kerusakan sel saraf akut,
pembengkakan) baik primer maupun melalui vitreus yang melekat
erat pada membrane limitan interna yang tipis. Hilangnya refleks
fovea mungkin menunjukkan tarikan atau oedem pada sel-sel glia
yang kemudian akan menarik sel kerucut.

11
c. FOVEA, fovea yang avaskuler dikelilingi oleh atap pembuluh
darah, suatu system sikuler dari kapiler pembuluh darah. Pembuluh
darah ini terletak pada permukaan lapisan nukleus dalam. Ketebalan
membrane limitan interna dan kekuatan daya ikat vitreus tidak
proposional, sehingga ikatan terkuat terletak pada fovea. Tidak
heran jika pusat fovea paling banyak terpengaruh pada traumatic
macular hole akibat tarikan anterior-posterior.
d. PARAFOVEA, parafovea merupakan struktur menyerupai sabuk
dengan lebar 0,5mm dan mengelilingi tepi fovea.
e. PERIFOVEA, perifovea mengelilingi parafovea dengan lebar
1,5mm, daerah ini ditandai dengan beberapa lapisan sel ganglion
dan 6 lapis sel bipolar.
f. MAKULA, umbo, foveola, fovea, parafovea, dan perifovea
bersama-sama membentuk macula atau daerah pusat. Terletak
dengan jarak 2,5 diameter papil di bagian temporal papil. Macula
bebas pembuluh darah dengan sedikit lebih berpigmen disbanding
daerah retina lainnya. Bagian sentral macula sedikit tergaung akibat
lapisannya yang kurang dan memberi refleks macula bila disinari.
Daerah ini dapat dibedakan dari daerah luarnya dengan
membandingkan lapisan sel ganglionnya. Pada macula, sel
ganglion terdiri dari beberapa lapis, sedangkan pada daerah luarnya
hanya terdiri dari satu lapisan.
Bagian retina yang paling bermakna adalah macula lutea (bintik
kuning) dan papil optic (papil, bintik buta, skotoma absolute/fisiologis)
yang terdapat disebelah nasal. Macula lutea adalah daerah retina yang
memberikan penglihatan paling tajam, terletak di sebelah temporal
papil saraf optikus, berbentuk lonjong berukuran 1,5mm2 dengan
diameter 1500 mikron, berwarna lebih gelap dibandingkan bagian retina
disekitarnya karena bertambahnya ketabalan retina, adanya pigmen
xantofil karotenoid, granula pigmen melanin (dari sel-sel torak epitel
pigmen retina). Di bagian tengah, macula berpigmen sangat padat dan

12
di tengah-tengah polus posteriornya terdapat daerah yang berbentuk
lonjong dan avaskuler yang disebut fovea sentralis, yang berupa
lekukan bebas batang (kira-kira diameternya 350 mikron). Bagian pusat
fovea yang menggaung disebut foveola. 2,7,8
Macula memiliki dua refleks, yaitu refleks cincin atau refleks tepi
terdapat di pinggir dan refleks fovea atau refleks sentral yang lebih
kecil sebesar kepala jarum di tengah-tengah fovea yang dapat terlihat
pada fundus normal yang diperiksa dengan oftalmoskop. Bagian tengah
retina ini terletak tepat pada sumbu penglihatan, hanya berisi kerucut
dan sebagian besar dari 6,5juta kerucut retina memadati tempat yang
sempit ini. 2,7,8
Untuk mencapai kerucut, sinar hanya perlu menembus jaringan
tipis yang terletak di atasnya yang ketebalannya hanya seperlima
ketebalan bagian retina yang lainnya. Tajam penglihatan bagian-bagian
retina tergantung konsentrasi kerucut. Papil saraf optic yaitu tempat
dimana saraf optikus menembus sclera, normal berbentuk bulat,
berbatas tegas, pinggirnya agak lebih tinggi dari pada retina sekitarnya,
terletak disebelah nasal dengan diameter 1,5mm – 1,75mm. Di bagian
tengahnya terdapat lekukan atau bangunan seperti ,mangkok berwarna
agak pucat (merah muda), besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut
ekskavasio fisiologis. 2,7,8
Dari bagian ini keluar arteri dan vena sentralis retina yang
kemudian bercabang ke temporal dan ke nasal juga ke atas dan ke
bawah. Yang penting adalah perbandingan antara diameter mangkok
dengan papil yaitu disebut juga cups/disc ratio dengan nilai normal 0,3-
0,4. Daerah papil saraf optic tidak mengandung sel-sel penglihatan
yang sensitive terhadap cahaya, karena ditempat keluarnya saraf optic
tidak ada fotoreseptor lagi. 2,7,8
Pemeriksaan retina yang bisa dilakukan adalah dengan
oftalmoskop. Sebelumnya papil dilebarkan dahulu setelah dilakukan
pemeriksaan tonometri. Obat yang biasa dipakai untuk melebarkan

13
pupil adalah mydriacil. Pemeriksaan dimulai dengan melihat papil saraf
optikus, pembuluh darah retina, macula dan penampakan retina. 2,7,8
Pada fundus normal, warna retina adalah oranye merah, bisa lebih
muda atau lebih gelap tergantung derajat pigmentasi melanin baik
dalam koroid maupun epitel pigmen retina. Pada keadaan anemis retina
tampak lebih pucat dan pada perdarahan retina akan tampak lebih
merah. 2,7,8

2.3 FISIOLOGI DAN PROSES VISUAL PADA RETINA


Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami
pembiasan lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor,
lensa, dan vitreous humor. Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata
normal, bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian
yang paling peka terhadap sinar.9

Gambar 2.4 : Proses visual pada retina 8


Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus)
dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel
batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena
sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu,
pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan
pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk

14
membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin
berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.9
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu
suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar
matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk
pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap
(disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk
melihat.9
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus,
yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga
macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna.
Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.9
Jarak terdekat yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat
(punctum proximum). Jarak terjauh saat benda tampak jelas tanpa kontraksi
disebut titik jauh (punctum remotum). Jika kita sangat dekat dengan obyek
maka cahaya yang masuk ke mata tampak seperti kerucut, sedangkan jika kita
sangat jauh dari obyek, maka sudut kerucut cahaya yang masuk sangat kecil
sehingga sinar tampak paralel. Baik sinar dari obyek yang jauh maupun yang
dekat harus direfraksikan (dibiaskan) untuk menghasilkan titik yang tajam
pada retina agar obyek terlihat jelas. Pembiasan cahaya untuk menghasilkan
penglihatan yang jelas disebut pemfokusan.9
Cahaya dibiaskan jika melewati konjungtiva kornea. Cahaya dari
obyek yang dekat membutuhkan lebih banyak pembiasan untuk pemfokusan
dibandingkan obyek yang jauh. Mata mamalia mampu mengubah derajat
pembiasan dengan cara mengubah bentuk lensa. Cahaya dari obyek yang
jauh difokuskan oleh lensa tipis panjang, sedangkan cahaya dari obyek yang
dekat difokuskan dengan lensa yang tebal dan pendek. Perubahan bentuk
lensa ini akibat kerja otot siliari. Saat melihat dekat, otot siliari berkontraksi
sehingga memendekkan apertura yang mengelilingi lensa. Sebagai akibatnya

15
lensa menebal dan pendek. Saat melihat jauh, otot siliari relaksasi sehingga
apertura yang mengelilingi lensa membesar dan tegangan ligamen suspensor
bertambah. Sebagai akibatnya ligamen suspensor mendorong lensa sehingga
lensa memanjang dan pipih. Proses pemfokusan obyek pada jarak yang
berbeda-berda disebut daya akomodasi Cara kerja mata manusia pada
dasarnya sama dengan cara kerja kamera, kecuali cara mengubah fokus
lensa.9
Epitel pigmen retina, yang merupakan factor metabolic mempunyai
akses yang luas untuk nutrient penting seperti vitamin A dan dapat
membuang produk-produk yang tidak dibutuhkan lagi. Permeabilitas protein
yang tinggi dari koriokapilaris menyebabkan tekanan onkotik yang lebih
besar dalam koroid daripada dalam retina. Perbedaan tekanan osmotic
mengakibatkan absorbsi cairan dari ruang ekstraseluler retina ke dalam
koroid, hal ini mungkin merupakan mekanisme untuk menjaga agar retina
tetap melekat pada epitel pigmen retina.9

2.4 EPIDEMIOLOGI
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan
menjadi masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat
secara dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat
duakali lipat pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes,
mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes
seperti retinopati, nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar
terhadap pasien maupun masyarakat.10
Retinopati diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada penderita diabetes melitus. Retinopati diabetes merupakan penyulit
penyakit diabetes yang paling penting. Hal ini disebabkan karena insidennya
yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes dan
prognosisnya kurang baik. Retinopati diabetik menjadi penyebab kebutaan
pada sekitar 2,5 juta dari 50% penderita kebutaan didunia. Retinopati diabetik

16
adalah satu dari empat kasus kebutaan yang paling banyak terjadi di Amerika
dan Inggris.11
Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes tipe 1 setelah 10-15
tahun sejak diagnosis ditegakkan berkisar antara 25-50%. Sesudah 15 tahun
prevalensi meningkat menjadi 75-95% dan setelah 30 tahun mencapai
100%.12 Pasien diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar
20% di antaranya sudah ditemukan retinopati diabetik. Setelah 15 tahun
kemudian prevalensi meningkat menjadi lebih dari 60-85%. Di Amerika
Utara dilaporkan sekitar 12.000-24.000 pasien diabetes mengalami kebutaan
setiap tahun.3 Di Inggris dan Wales tercatat sekitar 1000 pasien diabetes
setiap tahun mengalami kebutaan sebagian sampai kebutaan total. Di
Indonesia belum ada data mengenai prevalensi retinopati diabetik secara
nasional. Namun apabila dilihat dari jumlah pasien diabetes yang meningkat
dari tahun ke tahun, maka dapat diperkirakan bahwa prevalensi retinopati
diabetik diIndonesia juga cukup tinggi.3

2.5 ETIOLOGI

Gambar 2.5 : Diabetes yang tidak terkontrol 3

17
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak
terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan
timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan
mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat
menimbulkan perdarahan. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya
retinopati adalah : 2,10,11
 Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
 Adanya komposisi darah abnormal
 Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
 Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya
kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan
penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding
haemorhagic dengan udem perikapiler
 Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana
letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal
tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus
mengalami retraksi
 Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler -kapiler,
sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang
pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
 Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
 Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

2.6 PATOFISIOLOGI
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari foto reseptor dan
sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler rerina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke
seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan
dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetikum terletak pada kapiler retina

18
tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalamyaitu
sel perisit, membran basalis dan sel endotel.1,2
Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel
saling berikatan satu sama lain dan bersama - sama dengan matriks ekstrasel dari
membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil.1
Diabetes adalah penyakit gangguan metabolik dengan adanya
hiperglikemia kronik dimana terjadi resistensi insulin atau gangguan sekresi
yang menyebabkan komplikasi multiorgan termasuk komplikasi pada mata,
ginjal, saraf, pembuluh darah, dan jantung. Hiperglikemia kronik tersebut
merangsang terjadinya perubahan histopatologi kapiler retina dimulai dari
adanya penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel,
dimana keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dengan sel perisit dapat mencapai
10 : 1. 1
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, penyumbatan pembuluh darah, proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan
fibrosa di retina, kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.1,2
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina
sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan
akibat retinopati diabetik dapat terjadi melalui mekanisme yaitu edema makula atau
nonperfusi kapiler dimana terjadi bocornya pembuluh darah dan lemak ke
makula, sehingga pembuluh darah bengkak, pembentukan pembuluh darah
baru pada retinopati proliperatif dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan
ablasio retina (retinal detachment ), pembuluh darah baru yang terbentuk
menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina, pembentukan pembuluh darah baru dapat
menimbulkan glaukoma.1,11,12

19
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati
diabetik non proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler
mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang lanjut disertai iskemik pada
dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan serabut saraf. Hal ini
menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma
melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall
spot, intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang
seperti manikmanik. Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada
kecenderungan progresif.1,2
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.
 Jalur Poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase sehingga produksi
poliol yaitu suatu senyawa gula dan alkohol meningkat dalam
jaringan termasuk di lensa, pembuluh darah dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane
basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Penimbunan senyawa poliol dalam sel tersebut akan menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik sel sehingga menimbulkan gangguan
morfologi maupun fungsional sel.1
 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat
(DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas
enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk
radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.1
 Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas
vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel
vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel

20
endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa. 1

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang
lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular
atau hemorrhagesvitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual
dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan
menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif. 8
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
· Kesulitan membaca
· Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
· Penglihatan ganda
· Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
· Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan
Vitreus

Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :3


1. Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang-kadang
pembuluh darah ini sedemikian kecilnya sehingga tidak terlihat sedang
dengan bantuan angiografi fluoresein lebih mudah dipertunjukkan
adanya mikroaneurismata ini. Mikroaneurismata merupakan kelainan
diabetes militus dini pada mata. 19,21,22

21
Gambar 2.6 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy 20

2. Perdarahan dalam bentuk titik, garis dan bercak yang biasanya terletak
dekat dengan mikroaneurismata di polus posterior.
Bentuk perdarahan ini merupakan prognosis penyakit dimana
perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk
dibanding yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurismata atau karena pecahnya kapiler.
19,21,22

Gambar 2.7: Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus 20

3. Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya ireguler dan berkelok-


kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal

22
ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan
kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma. 19,21,22

Gambar 2.8: Dilatasi Vena 20

4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.


Gambarannyakhusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada
permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. 19,21,22

Gambar 2.9 :Hard Exudatesdan hard exudate di vovea 20

5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan


iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak
berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia
retina.

23
Gambar 2.10 : Soft Exudates 20

6. Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di


daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis
tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisma dan eksudat intra retina.

Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk


bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina.
19,21,22

Edema makular signifikan secara klinis (clinically significant


macular oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan
dibawah ini:
a. Edema retina 500 μm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
b. Hard eksudat jaraknya 500 μmdari fovea sentralis, yang
berhubungan dengan retina yang menebal.
c. Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 μm) atau lebih, dengan
jarak dari fovea sentralis 1 disk.23

24
Gambar 2.11 : Hard Exudates dan hard exudate di fovea 20
7. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan
segera hilang bila diberikan pengobatan.
8. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan
jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel
pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-
kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya iregular. Hal ini
merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetes. Mula-
mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke
daerah periretinal, ke badan kaca.

Gambar 2.12 : NVD severe dan NVE severe 20

Proliferasi periretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya diikuti


proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan.

25
Pada umumnya klasifikasi Retinopati Diabetikum dibagi menjadi 2 :
1. Ratinopati diabetikum nonproliferatif (Background diabetic retinopaty)
yang ditandai dengan adanya mikroaneurisma, perdarahan retina, eksudat
lunak, eksudat keras dan daerah yang hipoksia atau iskemia.

Gambar 2.13 : Diabetik retinopathy20


2. Retinopati diabetic proliferatif ditandai adanya pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi, perdarahan di vitreous, perdarahan di subhyaloid
jaringan ikat vitroretinal dan ablasi retina.

Gambar 2.14 : Diabetik retinopathy Proliferative20

26
Tabel 1: Klasifikasi Non proliferatif diabetes melitus dengan Proliferatif diabetes melitus
13,15,20,16

Pada keadaan dimana sebelum terjadi proliferatif tetapi sudah banyak


daerah yang mengalami hipoksia disebut Retinopati diabetes preproliferatif.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina


lainnya, adalah hipertensive retinopathy.13,14
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita
hipertensi.Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada
kurun ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-
tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara
general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan
retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan
edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda
retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.17

27
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambar 2.15 : Oftalmoskop direk-indirek dan lensa kontak 3 cermin Golman


Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula
pada retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan oftalmoskop direk-
indirek dan lensa kontak 3 cermin dari Golman. Di samping itu, angiografi
flouresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler
retinopati diabetik non proliferative. Dijumpai kelainan pada elektroretinografik
juga memiliki hubungan dengan keparahan retinopati dan dapat membantu
memperkirakan perkembangan retinopati. Tes angiografi menggunakan kontras
untuk melihat aliran darah dan kebocoran. Kontras yang digunakan berbeda
dengan yang digunakan di CT-scan atau IVP, karena kontras ini tidak memakai
yodium.14,20

Gambar 2.16 : Angiografi flouresens 23

28
Pembuluh darah yang terisi kontras flouresens, terlihat perdarahan seperti bercak
gelap pada angiografi, sedangkan pada sisi kanan terdapatnya kerusakan pembuluh
darah retina yang disebut dengan daerah non perfusi atau iskemik retina. 21

Gambar 2.17 : Angiografi flouresens pada retinopati diabetik nonproliferatif 23

Nilai hasil fluoresein angiography:23

 Pada foto-foto akan tampak bahwa koroid terisi ½ detik lebih cepat
dibandingkan pembuluh darah retina
 Arteri lebih pekat di tengah
 Vena lebih pekat di tepi
 Dapat dilihat kebocoran dan sirkulasi patologik

2.10 PENATALAKSANAAN

Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah


pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang
dapat mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif
menjadi proliferatif.

1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata

Gambar 2.18 : Pemeriksaaan rutin pada ahli mata

29
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga
lima tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita
diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes
pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati
diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan
pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung
21
kebijakan ahli matanya.

Tabel 2: Jadwal pemeriksaan berdasarkan umur atau kehamilan 13,15,16,20

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan,


ahli mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-
21
pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.

Tabel 3: Jadwal pemeriksaan berdasarkan temuan pada retina 13,15,16,20

30
2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi

Gambar 2.19 : Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati
diabetik,Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan
penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai
dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah
pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan
mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan
pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati
sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective
Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif
menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti
dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil
penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun
kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya
retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko
timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang
sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat
melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi
fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control
hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan
kehilangan penglihatan. 13,15,21

31
3. Fotokoagulasi

Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam


progresi retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif
dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak
diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health
di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi
dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif
untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus
dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut
bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :13,14,16,21

Gambar 2.20 : Teknik laser argon fokal 23

a) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus


dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi
dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi
progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada
sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke
daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.

32
Gambar 2.21 : Tahap-tahap PRP 23

b) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi


mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm
dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema macula.
c) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang
difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Gambar 2.22 : Focal photocoagulation and grid photocoagulation 23

33
4. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF
manusia. Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan
bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam
kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis
dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut
10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki
pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah
pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan
regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk
pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam
vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan
versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk
penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.13,14,16,21

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang
mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami
neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien
dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan
bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus
setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang
tidak mengalami perbaikan.

34
Gambar 2.23: Vitrektomi 23

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS)


melakukan clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik
retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada
vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan
yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat
dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1
secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak
pada tipe 2. DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal
dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan
retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat. 23

2.11 PROGNOSIS

Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui


pangaplikasian metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi
fluorescein, indirek oftalmoskopi secara rutin, slit lamp mikroskop, foto
fundus berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap penting. Dengan
metode ini juga angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah
social atau masalah lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk
memperoleh perbaikan dalam prognosis pengobatan untuk pasien diabetes
mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien diabetic dengan PDR akan
menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.

Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat


mempertahankan atau menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga

35
harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa
pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun
juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.13,16,21

Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma


yang jarang memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan
ulang setiap 1 tahun.

Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat
progresif.

Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema


macula yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan
ulang setiap 4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi clinically
significant macular edema (CSME).

Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi.


Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat
berkurang 50%.

Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari
pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah
75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu
pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4
bulan.

Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi.


Teknik yang dilakukan adalah scatter photocoagulation

Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula


menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode
fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari

36
edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi
2 tahap.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:


Faktor prognostik yang menguntungkan
o Eksudat yang sirkuler.

o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.

o Perfusi sekitar fovea yang baik.


Faktor prognostik yang tidak menguntungkan
o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.

o Deposisi lipid pada fovea.

o Iskemia macular.

o Edema macular kistoid.

o Visus preoperatif kurang dari 20/200.

37
BAB III
KESIMPULAN

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini dapat
dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non
proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non
proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit
retinopati diabetik. Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena.
Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada
umumnya seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur
pada satu mata, melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya
kelap-kelip. Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non
proliferative antara lain mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan
(haemorrhages), hard eksudat, edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat
mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua mekanisme yaitu:

1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra


retina yang menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema
makular.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik
non proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina
mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila
satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non
proliferatif.
Terapi inhibitor aldosa reduktase tidak dapat mencegah perkembangan retinopati
diabetik. Sedangkan terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada

38
pasien yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil risiko
penurunan penglihatandan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan.
Pada edema makula diabetik dapat dilakukan terapi dengan injeksi steroid bila tidak
berespon dengan terapi laser.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati, Siti, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid II.
Jakarta : Interna Publishing.

2. Ilyas, Sidharta, Yulianti, Sri Rahayu. 2014. Ilmu Penyakit Mata.


Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Silva SP, Cavallerano JD, Aiello LM, et al. Ocular complications. In:
Lebovitz HE, editor. 5th edition. Therapy for Diabetes Mellitus and Related
Disorders. Alexandria: American Diabetes Association, 2009: p.458-473.

4. Bailey C, Chakravarthy U, Cohen S, Dodson P, Gibson J, Menon G, dkk.


Diabetic Retinopathy Guidelines. The Royal College of
Opthalmologists.2012;6-9,56-64.

5. Chew EY, Benson WE, Blodi BA, Boldt HC, Murray TG, Olsen TW, dkk.
Diabetic retinopathy. Preferred practice pattern. 2012;4:4-15.

6. Kumar KPS, Bhowmik D, Harish G, Duraivel S, Kumar BP. Diabetic


Retinopathy – Symptoms, Causes, Risk Factors and Treatment. The Pharma
Innovation.2012;1(8):7-13.

7. Paulsen, F, Waschke, J. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Kepala, Leher,


Neuroanatomi : Edisi 23. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

8. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2012, Comtan:


U.S.A. P.

9. Guyton, AC, Hall, JE. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

10. Ilyas, Sidharta. 2012. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi IV. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

11. Ilyas, Sidharta. 2014. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

12. Masharani U, German MS. Pancreatic hormones and diabetes melitus. In:
Gardner DG, Shoback D, editor. Basic & Clinical Endocrinology, 9th edition.
New York; McGrawHill, 2011: p.573-644

13. Ilyas, Sidarta. Dasar teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi
keempat: “Retinopati Diabetes Melitus”. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, Indonesia, 2014: 202-205.

40
14. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy.
In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ; 2006. p 23-
35.

15. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi kelima: “Retinopati Diabetes
Melitus”. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia,
2014: 231-232.

16. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ] Cited


on [ August 27, 2011] available from
URL:http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.

17. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The
New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25
[cited 2011August 27]: [8 screens]. Available
from:URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf

18. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta:
Widya Medika. 2000.211-4.

19. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,218-

20. Frequently Asked Question About Diabetic Retinopathy Nonproliferative.


http://www. Seebetterflorida.com [diakses 29 April 2008]

21. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata FK
USU RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.

22. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003.121-3

23. Nonproliferative Diabetic Retinopathy And Macular Edema.


http://www.vrmny.com [diakses 29 April 2008]

24. Ilyas S, Tanzil M dkk. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. 201-205

25. Dunbar TM. What's Causing Vision Loss? http://www.revoptom.com [diakses 29


April 2008]

41

Anda mungkin juga menyukai

  • Proses Artikel Alomedika Dan FAQ
    Proses Artikel Alomedika Dan FAQ
    Dokumen2 halaman
    Proses Artikel Alomedika Dan FAQ
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • NEO19 - Hernia Diafragmatika DB NK Q
    NEO19 - Hernia Diafragmatika DB NK Q
    Dokumen11 halaman
    NEO19 - Hernia Diafragmatika DB NK Q
    ruli
    Belum ada peringkat
  • Kewajiban Dokter Sesuai Undang
    Kewajiban Dokter Sesuai Undang
    Dokumen4 halaman
    Kewajiban Dokter Sesuai Undang
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • FAQ Pembayaran
    FAQ Pembayaran
    Dokumen1 halaman
    FAQ Pembayaran
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Jurnal-Geraldi Kusuma W
    Jurnal-Geraldi Kusuma W
    Dokumen1 halaman
    Jurnal-Geraldi Kusuma W
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Mabit IMSAC
    Mabit IMSAC
    Dokumen33 halaman
    Mabit IMSAC
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Wilson's Disease Referat 2017
    Wilson's Disease Referat 2017
    Dokumen3 halaman
    Wilson's Disease Referat 2017
    Bedah
    Belum ada peringkat
  • Metpen
    Metpen
    Dokumen5 halaman
    Metpen
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus
    Refleksi Kasus
    Dokumen36 halaman
    Refleksi Kasus
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Impetigo Kontangiosa
    Refleksi Kasus Impetigo Kontangiosa
    Dokumen19 halaman
    Refleksi Kasus Impetigo Kontangiosa
    Krisnha Dian Ayuningtyas
    Belum ada peringkat
  • DA_40KARAKTER
    DA_40KARAKTER
    Dokumen39 halaman
    DA_40KARAKTER
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Kandidiasis
    Kandidiasis
    Dokumen23 halaman
    Kandidiasis
    Krisnha Dian Ayuningtyas
    Belum ada peringkat
  • Rekam Medis
    Rekam Medis
    Dokumen4 halaman
    Rekam Medis
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • RahasiaKedokteran
    RahasiaKedokteran
    Dokumen5 halaman
    RahasiaKedokteran
    Bedah
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Afektif Bipolar
    Gangguan Afektif Bipolar
    Dokumen32 halaman
    Gangguan Afektif Bipolar
    Bedah
    Belum ada peringkat
  • Catatan Patologi Klinik Blok 16
    Catatan Patologi Klinik Blok 16
    Dokumen42 halaman
    Catatan Patologi Klinik Blok 16
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Tugas Rumah Responsi
    Tugas Rumah Responsi
    Dokumen7 halaman
    Tugas Rumah Responsi
    Bedah
    Belum ada peringkat
  • Refrat
    Refrat
    Dokumen44 halaman
    Refrat
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Mata
    Lapsus Mata
    Dokumen13 halaman
    Lapsus Mata
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus MH
    Refleksi Kasus MH
    Dokumen62 halaman
    Refleksi Kasus MH
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen4 halaman
    Lapsus
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Referat Novita Leli
    Referat Novita Leli
    Dokumen36 halaman
    Referat Novita Leli
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Novita
    Lapsus Novita
    Dokumen13 halaman
    Lapsus Novita
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Novita
    Jurnal Novita
    Dokumen10 halaman
    Jurnal Novita
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Lapsus 2 Novita
    Lapsus 2 Novita
    Dokumen17 halaman
    Lapsus 2 Novita
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • JURNAL Laily
    JURNAL Laily
    Dokumen10 halaman
    JURNAL Laily
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Responsi
    Responsi
    Dokumen16 halaman
    Responsi
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen4 halaman
    Jurnal
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat
  • Straylight Miopia
    Straylight Miopia
    Dokumen13 halaman
    Straylight Miopia
    Henggar Allest Pratama
    Belum ada peringkat