Anda di halaman 1dari 14

1.

KOROSI MIKROBIOLOGI
Korosi dipengaruhi oleh mikroba merupakan suatu inisiasi atau aktifitas korosi akibat
aktifitas mikroba dan proses korosi.Korosi pertama diindentifikasi hampir 100 jenis dan telah
dideskripsikan awal tahun 1934. bagaimanapun korosi yang disebabkan aktifitas mikroba
tidak dipandang serius saat degradasi pemakaian sistem industri modern hingga pertengahan
tahun1970-an. Ketika pengaruh serangan mikroba semakin tinggi, sebagai contoh tangki air
stainless steel dinding dalam terjadi serangan korosi lubang yang luas pada permukaan
sehingga para industriawan menyadari serangan tersebut. Sehingga saat itu, korosi jenis ini
merupakan salah satu faktor pertimbangan pada instalasi pembangkit industri, industri minyak
dan gas, proses kimia, transportasi dan industri kertas pulp.
Mikroba merupakan suatu mikroorganisme yang hidup di lingkungan secara luas pada
habitat-habitatnya dan membentuk koloni yang pemukaanya kaya dengan air, nutrisi dan
kondisi fisik yang memungkinkan pertumbuhan mikroba terjadi pada rentang suhu yang
panjang biasa ditemukan di sistem air, kandungan nitrogen dan fosfor sedikit, konsentrat serta
nutrisi-nutrisi penunjang lainnya. Mikroorganisme yang mempengaruhi korosi antara lain
bakteri, jamur, alga dan protozoa. Korosi ini bertanggung jawab terhadap degradasi material
di lingkungan. Pengaruh inisiasi atau laju korosi di suatu area, mikroorganisme umumnya
berhubungan dengan permukaan korosi kemudian menempel pada permukaan logam dalam
bentuk lapisan tipis atau biodeposit. Lapisan film tipis atau biofilm. Pembentukan lapisan tipis
saat 2 – 4 jam pencelupan sehingga membentuk lapisan ini terlihat hanya bintik-bintik
dibandingkan menyeluruh di permukaan. Lapisan film berupa biodeposit biasanya
membentuk diameter beberapa centimeter di permukaan, namun terekspos sedikit di
permukaan sehingga dapat meyebabkan korosi lokal. Organisme di dalam lapisan deposit
mempunyai efek besar dalam kimia di lingkungan antara permukaan logam/film atau
logam/deposit tanpa melihat efek dari sifat bulk electrolyte. Mikroorganisme dikatagorikan
berdasarkan kadar oksigen yaitu :
1. Jenis anaerob, berkembang biak pada kondisi tidak adanya oksigen
2. Jenis Aerob, berkembang biak pada kondisi kaya oksigen.
3. Jenis anaerob fakultatif, berkembang biak pada dua kondisi.
4. Mikroaerofil, berkembang biak menggunakan sedikit oksigen
Fenomena korosi yang terjadi dapat disebabkan adanya keberadaan dari bakteri. Jenis-
jenis bakteri yang berkembang yaitu:
1. Bakteri reduksi sulfat
Bakteri ini merupakan bakteri jenis anaerob membutuhkan lingkungan bebas oksigen
atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam air aerasi termasuk larutan klorin
dan oksidiser lainnya, hingga mencapai kondisi ideal untuk mendukung metabolisme.
Bakteri ini tumbuh pada oksigen rendah. Bakteri ini tumbuh pada daerah- daerah kanal,
pelabuhan, daerah air tenang tergantung pada lingkungannya. Bakteri ini mereduksi sulfat
menjadi sulfit, biasanya terlihat dari meningkatnya kadar H2S atau Besi sulfida. Tidak
adanya sulfat, beberapa turunan dapat berfungsi sebagai fermenter menggunakan campuran
organik seperti pyruvnate untuk memproduksi asetat, hidrogen dan CO2, banyak bakteri
jenis ini berisi enzim hidrogenase yang mengkonsumsi hidrogen.
2. Bakteri oksidasi sulfur-sulfida
Bakteri jenis ini merupakan bakteri aerob yang mendapatkan energi dari oksidasi sulfit
atau sulfur. Bebarapa tipe bakteri aerob dapat teroksidasi sulfur menjadi asam sulfurik dan
nilai pH menjadi 1. Bakteri Thiobaccilus umumnya ditemukan di deposit mineral dan
menyebabkan drainase tambang menjadi asam.
3. Bakteri besi mangan oksida
Bakteri memperoleh energi dari oksidasi Fe2+ atau Fe3+ dimana deposit berhubungan
dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di Tubercle (gundukan
Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada permukaan baja.
Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan filamen yang panjang. Masalah
biokorosi di dalam suatu sistem lingkungan mempunyai beberapa variabel- variabel yaitu:
1) Temperatur, umumnya kenaikan suhu dapat meningkatkan laju korosi tergantung
karakteristik mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum untuk tumbuh yang
berlainan
2) Kecepatan alir, jika kecepatan alir biofilm rendah akan mudah terganggu sedangkan
kecepatan alir tinggi menyebabkan lapisan lebih tipis dan padat
3) pH, umumnya pH bulk air dapat mempengaruhi metabolisme mikroorganisme
4) Kadar Oksigen, banyak bakteri membutuhkan O2 untuk tumbuh, namun pada
Organisme fakultatifjika O2 berkurang maka dengan cepat bakteri ini mengubah
metabolismenya menjadi bakteri anaerob
5) Kebersihan, dimaksud air yang kadar endapan padatan rendah, padatan ini menciptakan
keadaan di permukaan untuk tumbuhnya aktifitas mikroba. Pada korosi bakteri secara
umum merupakan gabungan dan pengembangan sel diferensial oksigen, konsentrasi
klorida dibawah deposit sulfida, larutan produk korosi dan depolarisasi katodik lapisan
proteksi hidrogen.
Biofilm bakteri merupakan agen dari proses inisiasi dan propagasi pertumbuhan
korosi bakteri, sehingga korosi mikroba tidak terjadi dengan absennya biofilm. Biofilm
menyediakan kondisi kondisi local lingkungan misalnya pH yang rendah, sel difernsial
oksigen untuk inisiasi atau propagasi aktifitas korosi. Meskipun beberapa literatur
menerangkan faktor fisik dan elektrokimia yang dihubungkan dengan korosi di
lingkungan berair, namun relatif sedikit diketahui tentang mekanisme mikroorganisme
saat inisiasi dan propagasi aktifitas korosi. Meskipun beberapa literaratur menerangkan
faktor fisik dan elektrokimia yang dihubungkan dengan korosi di lingkungan berair,
namun relatif sedikit diketahui tentang mekanisme mikroorganisme saat inisiasi dan
propagasi aktifitas korosi. material SS 316, umumnya mekanisme terjadinya korosi
bakteri kurang dipahami, hanya melihat indikasi produksi asam atau serangan sulfida
terlihat pada Gambar berikut.
2. JENIS-JENIS MIKROORGANISME
Jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam korosi mikrobial termasuk alga, jamur
dan bakteri.3 Alga dapat ditemukan dalam hampir semua perairan mulai dari badan air
tawar sampai dengan badan air asin. Mikroorganisme ini menghasilkan oksigen ketika
mendapatkan cahaya matahari (berfotosintesis) dan menggunakan oksigen ketika tidak
mendapatkan sinar matahari. Ketersediaan oksigen telah ditemukan sebagai salah satu
faktor utama dalam peristiwa korosi logam yang digunakan di badan air asin. Alga tumbuh
dengan baik pada temperatur 32 - 104 oF dan pH 6 – 9. Jamur terdiri atas struktur seperti
jala yang disebut miselium; yang sebetulnya merupakan hasil pertumbuhan dari satu sel
tunggal atau spora. Miselium tidak dapat bergerak dan dapat mencapai skala makroskopik
pada jamur-jamur yang berumur cukup tua. Jamur hidup dengan memetabolisme bahan-
bahan organik dan menghasilkan asam-asam organik yang diekskresikan sebagai limbah
atau disekresikan sebagai salah satu mekanisme adaptasi terhadap habitatnya. Jamur
ditemukan di tanah dan perairan. Bakteri biasanya dikelompokkan berdasarkan
ketertarikannya kepada oksigen. Spesies yang aerob memerlukan oksigen bebas untuk
menjalankan fungsi-fungsi metabolismenya sedangkan spesies yang anaerob tidak
memerlukannya. Meski demikian, karena salah satu ciri makhluk hidup adalah melakukan
respirasi; yaitu menggunakan oksigen selama hidupnya, bakteri anaerob pun memerlukan
oksigen untuk hidup. Akan tetapi, oksigen yang diperlukan bukanlah oksigen bebas seperti
pada bakteri aerob, melainkan oksigen yang terdapat dalam bentuk oksida. Paparan
terhadap oksigen bebas dalam jumlah besar justeru akan membuat bakteri anaerob beralih
ke keadaan tidak aktif (dorman) dengan menurunkan dan menghentikan beberapa fungsi
metabolismenya sampai kondisi oksigen di lingkungan tempat hidupnya kembali menjadi
cukup anaerob untuk bakteri tersebut menjadi aktif kembali. Selain bakteri aerob dan
anaerob, dikenal pula jenis bakteri fakultatif aerob; yaitu bakteri yang dapat tumbul baik
dalam kondisi aerob maupun anaerob, walaupun kondisi aerob biasanya lebih disukai.
Meskipun demikian, biasanya kadar oksigen bebas yang diperlukan untuk kehidupan
bakteri semacam ini tidaklah sebesar yang diperlukan oleh bakteri aerob sehingga bakteri
fakultatif aerob dapat dijumpai hidup pada habitat yang sama dengan bakteri anaerob,
khususnya di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah. Hal ini dimungkinkan karena
bakteri aerob menurunkan kadar oksigen setempat dengan menggunakannya untuk proses
respirasi sehingga kondisi lingkungan menjadi cukup anaerob untuk pertumbuhan bakteri
anaerob. Berdasarkan bentuknya, bakteri digolongkan menjadi bakteri berbentuk batang
(basil), bulat (coccus), tanda koma (vibrio) dan berserabut (mises).

3. MIKROORGANISME YANG MEMPERCEPAT LAJU KOROSI


Ketika suatu mikroorganisme telah membentuk biofilm atau endomembran pada
permukaan atau celah (pit) dari suatu bahan, terbentuk sebuah lingkungan mikro di dalam
lapisan film atau membran tadi yang kondisi pH, kadar oksigen, kadar oksigen terlarut
(DO) dan bahan organiknya dapat sangat berbeda dengan kondisi paramater-parameter
tersebut di bagian luarnya (bulk material). Perubahan parameter-parameter tersebut tadi di
dalam lingkungan mikro bentukan mikroorganisme dapat memicu terjadinya reaksi-reaksi
elektrokimia yang meningkatkan laju korosi. Mikroorganisme pada umumnya memiliki
kemampuan untuk membentuk membran ekstrasel yang dapat melindungi mikroorganisme
tersebut dari paparan terhadap bahan-bahan beracun dari sekitarnya namun tetap
memungkinkan nutrisi untuk masuk menembusnya.6 Endomembran atau biofilm yang
dibentuk oleh mikroorganisme bersifat tahan terhadap bermacam-macam zat kimia
(termasuk bakterisida) karena memang tujuan dihasilkannya lapisan tersebut adalah
sebagai perisai bagi mikroorganisme yang bernaung di dalamnya. Hasil penelitian bahkan
menunjukkan ada pula lapisan pelindung mikroorganisme yang mampu menguraikan zat-
zat kimia penghambat korosi seperti senyawa-senyawa amina alifatik dan nitrit sehingga
menurunkan efektivitas penggunaan bahan-bahan tersebut. Reaksi metabolisme
mikroorganisme yang berperan dalam korosi logam antara lain adalah produksi senyawa-
senyawa sulfida, asam dan amoniak serta pemindahan (deposisi) logam dan reaksi reduksi
atau oksidasi logam.
Berdasarkan mekanisme penyebab korosi, mikroorganisme dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a. Bakteri Pereduksi Sulfat (Sulphate Reducing Bacteria / SRB)
Contohnya Desulfovibrio sp. Mereduksi anion sulfat menjadi asam sulfida menurut reaksi
2H3O+(aq) + 3SO42-(aq) → 3H2S(g) + 7O2(g) pada kondisi anaerob. Khas karena menghasilkan
endapan logam sulfida yang berwarna hitam dan aroma uap hidrogen sulfida.
b. Bakteri Pengoksidasi Sulfur dan Sulfida (Sulphur and Sulphide Oxidizing Bacteria / SOB)
Contohnya Acidithiobacillus thiooxidans. Mengoksidasi sulfur dan anion sulfida pada
kondisi aerob menjadi anion sulfat yang sangat korosif karena dapat menurunkan pH
sampai mendekati 1 sehingga dapat melarutkan bermacam-macam logam. Reaksi yang
berlangsung sebagai berikut :
2H3O+(aq) + S2-(aq) → SO2(g) + 3H2(g)
2SO2(g) + O2(g) → 2SO3(g)
2SO3(g) + 4H2O(l) → 2H3O+(aq) + 2HSO3-(aq) + O2(g)
2HSO3-(aq) + O2(g) → 2SO42-(aq) + H2(g)

c. Bakteri Pengoksidasi Besi dan Mangan (Iron and Manganese Oxidizing Bacteria)
Contohnya Gallionella sp. Mengoksidasi Fe & Mn pada kondisi aerob menjadi Fe3+(aq) &
Mn2+(aq).
d. Bakteri Penghasil Asam (Acid Producing Bacteria)
Contohnya Pseudomonas aeruginosa. Bakteri termofilik aerob fakultatif yang
menghasilkan campuran asam lemah yang jenisnya bergantung pada bahan organik yang
dikonsumsi.
e. Jamur Penghasil Asam (Acid Producing Fungi)
Contohnya Cladosporium resinae. Koloni termofilik berbentuk lapisan seperti gel,
menghasilkan asam lemah yang jenisnya bergantung pada bahan organik yang dikonsumsi.
Contoh dari mikroorganisme dalam kategori di atas terdapat pada Tabel 2.

4. LOGAM-LOGAM YANG RENTAN MENGALAMI KOROSI MIKROBIAL


Karena korosi mikrobial adalah mekanisme yang meningkatkan laju korosi,
semestinya masalah ini akan lebih sering ditemui pada campuran logam yang lebih rentan
terhadap bentuk-bentuk korosi pada umumnya (jenis korosi lain selain korosi mikrobial
seperti telah disebutkan sebelumnya). Logam-logam yang ditampilkan pada Tabel 1
termasuk baja lunak, baja tahan karat, campuran logam tembaga, campuran logam nikel
dan campuran logam titanium. Secara umum, baja lunak dapat menunjukkan beragam
gejala mulai dari korosi menyeluruh sampai dengan keretakan. Baja lunak, baja tahan karat,
campuran aluminium, tembaga dan nikel seluruhnya rentan terhadap korosi mikrobial
sedangkan campuran titanium umumnya tahan terhadap korosi mikrobial dalam kondisi
lingkungan yang normal.
a. Baja Lunak
Kendala akibat korosi mikrobial telah didokumentasikan secara luas dalam sistem
pemipaan, tangki penyimpanan dan bangunan dalam air. Baja lunak sering digunakan
dalam aplikasi tersebut karena biayanya rendah namun sayangnya termasuk logam yang
mudah terkorosi. Baja lunak biasanya dilapisi untuk melindunginya dari korosi sedangkan
perlindungan katoda dapat pula digunakan dalam aplikasi tertentu. Galvanisasi (pelapisan
dengan seng) jamak digunakan untuk melindungi baja pada kondisi atmosfer. Pelapisan
dengan pencelupan pada ter batu bara dan aspal kerap digunakan pada bagian luar pipa dan
tangki yang dibenamkan di dalam tanah sedangkan pelapisan dengan polimer digunakan
pada lingkungan atmosfer dan perairan. Akan tetapi, biofilm atau endomembran cenderung
terbentuk pada kerusakan berupa celah pada permukaan lapisan. Apalagi, mikroorganisme
yang menghasilkan asam ditemukan mampu melarutkan seng dan beberapa lapisan
polimer.11 Sejumlah kasus juga telah didokumentasikan ketika mikroorganisme
mengakibatkan pengelupasan pelapis dari logam yang dilapisinya. Peristiwa ini disebut
delaminasi lapisan (coating delamination). Kejadian ini mengakibatkan logam yang
dilapisi terpapar kondisi lingkungan sehingga dapat ditumbuhi mikroorganisme.
Sistem pengairan yang kurang berkualitas dan komponen-komponen dengan
bagian yang dapat mengakumulasi air yang tidak bergerak serta debu sangat rentan
terhadap korosi mikrobial. Dalam kondisi ekstrem, air yang dibiarkan diam tanpa
pengolahan di dalam pipa baja lunak telah mengakibatkan korosi menyeluruh di sepanjang
bagian bawah pipa. Peristiwa ini teramati pada pipa-pipa bawah tanah yang telah tidak
digunakan lagi selama kurun waktu tertentu.11 Banyak kerusakan pipa pembangkit listrik
juga ditemukan terjadi akibat menggunakan air yang belum diolah. Bakteri Pereduksi
Sulfat (Sulphate Reducing Bacteria / SRB) biasanya merupakan pelaku utama dalam kasus-
kasus seperti itu. Perubahan dengan menggunakan bahan yang lebih tahan korosi tidaklah
selalu menjadi solusi yang paling tepat manakala masalahnya adalah korosi mikrobial.
Misalnya, penggantian baja karbon menjadi baja tahan karat pada sebuah pembangkit
tenaga nuklir walaupun mampu mengurangi korosi akibat pengaruh kondisi atmosfer,
hanya mengakibatkan perubahan masalah korosi mikrobial yang boleh jadi justeru menjadi
lebih parah. Tanah basah yang mengandung lumpur berperan besar dalam terjadinya
masalah akibat korosi mikrobial di bawah tanah. Biasanya dalam kasus-kasus yang
demikian itu, konstruksi logam bawah tanah telah mengalami delaminasi dan korosi
sebagai akibat pertumbuhan biofilm atau endomembran.
b. Baja Tahan Karat
Baja tahan karat juga mengalami masalah korosi mikrobial pada kondisi yang sama
dengan baja lunak, terutama kondisi ketika air terakumulasi pada permukaan logam.
Terdapat dua masalah yang teramati akibat terjadinya korosi mikrobial pada baja tahan
karat. Pertama, baja tahan karat terkorosi pada laju yang lebih cepat terutama melalui
korosi pada celah atau lubang (pits) atau retakan (cracks) yang terjadi pada bagian
persambungan, sudut dan bawah perangkat. Kasus ini terjadi pada produk tangki dan pipa
yang sebelum digunakan, diuji dengan diisikan air tanah ke dalamnya kemudian disimpan
tanpa pencucian dengan bahan disinfektan atau tanpa pengeringan yang sempurna.11
(Dalam pengertian ilmu material, celah atau lubang (pits) berbeda dengan retakan (cracks).
Pits adalah lubang atau celah pada permukaan logam yang terbentuk akibat proses
pengolahan yang kurang baik sedangkan cracks adalah celah atau retakan pada permukaa
logam yang terbentuk akibat adanya ketegangan (stress) karena tekanan, regangan atau
puntiran yang dialami oleh badan logam.9). Kedua, korosi terjadi pada bagian yang
bersebelahan dengan sambungan yang dilas. Mikroorganisme menyerang bagian di sekitar
sambungan yang dilas karena sifat logam yang tidak seragam di bagian tersebut. Baja tahan
karat yang mengandung 6% atau lebih molibdenum, ditemukan tahan terhadap korosi
mikrobial.
c. Campuran Aluminium
Kasus korosi mikrobial yang paling sering terjadi terhadap aluminium adalah pada
tangki penyimpanan bahan bakar.11 Masalah biasanya terjadi pada bagian bawah tangki
dan antarmuka bahan bakar dengan air. Pencemar dalam bahan bakar seperti surfaktan dan
garam-garam larut air dapat memfasilitasi pembentukan biofilm atau endomembran pada
sistem ini. Jamur dan bakteri adalah penyebab utamanya. Sebagian besar korosi pada
tangki bahan bakar disebabkan oleh jamur Cladosporium resinae. Keberadaan jamur ini
menurunkan pH sampai sekitar 4 yang dapat merusak lapisan pelindung sekaligus logam
yang dilapisinya. Bakteri yang berperan dalam korosi ini ialah Pseudomonas aeruginosa.
d. Campuran Tembaga
Campuran tembaga banyak digunakan pada sistem pemipaan bawah air dan rentang
terhadap korosi mikrobial. Produk mikroorganisme yang dapat merusak campuran
tembaga antara lain karbon dioksida, hidrogen sulfida, amoniak, asam organik dan
anorganik serta senyawa sulfida lainnya.11 Korosi mikrobial teramati dalam campuran
tembaga dalam bentuk korosi pada celah atau lubang (pitting corrosion), pemisahan
campuran logam (dealloying) dan keretakan karena tegangan akibat korosi (stress
corrosion cracking). Semakin banyak kadar tembaga dalam suatu campuran logam,
biasanya campuran itu semakin tidak tahan terhadap korosi. Dalam kaitan dengan ilmu
metalurgi, senyawa amoniak dan sulfida telah banyak dipelajari karena sifat korosifnya
terhadap campuran tembaga.
e. Campuran Nikel
Nikel dipilih sebagai salah satu komponen campuran logam dalam pembuatan
pompa air, bilah turbin, katup dan mesin penguap karena lebih tahan terhadap gerusan
daripada campuran tembaga saja.11 Namun, beberapa campuran nikel juga rentan
mengalami korosi pada celah atau lubang (pitting corrosion) jika cukup lama terkena air
yang tidak bergerak. Dengan partisipasi Bakteri Pereduksi Sulfat (Sulphate Reducing
Bacteria / SRB), teramati adanya korosi pada celah atau lubang (pitting corrosion),
pemisahan campuran logam (dealloying) dan korosi antarpartikel (intergranular
corrosion). Campuran nikel yang sejauh ini diketahui paling tahan terhadap korosi
mikrobial adalah campuran Ni-Cr; lazim disebut nikrom.

5. INHIBISI PADA KOROSI MIKROBIAL


Inhibisi korosi merupakan pelambatan reaksi korosi yang biasanya ditunjukkan
oleh substansi (inhibitor korosi) yang ketika ditambahkan sejumlah kecil dalam lingkungan
akan menurunkan laju serangan lingkungan pada logam. Salah satu inhibitor korosi
mikrobiologis yang umum digunakan di industri yaitu Natrium Hipoklorit. Senyawa ini
juga diketahuo mampu menghambat metabolism bakteri. Inhibitor akan menghambat laju
korosi bila kita masukkan dalam air karena membentuk lapisan protektif atau pelindung
inhibitor katodis akan membentuk lapisan hidroksida yang sukar larut. Sedangkan inhibitor
anodis akan membentuk anion yang dengan ion logam dapat membentuk persenyawaan
yang sukar larut. Dalam praktiknya, inhibitor yang sering ditambahkan adalah:
a) Akali (inhibitor katodis)
Biasanya dibubuhkan NaOH yang dapat membentuk hidroksida yang sukar larut dan dapat
menetralkan lingkungan asam.
b) Persenyawaan kromat atau bikromat (inhibitor anodis)
Senyawa kromat yang sering dibubuhkan adalah Na2CrO4
c) Fosfat
Na3PO4 dapat terionisasi menjadi PO42- dimana dengan ion Fe3+ yang ada dalam air akan
membentuk garam (Fe2(PO4)3) yang merupakan lapisan tipis tetapi merupakan pelindung
terhadap terjadinya korosi
d) Silikat
Biasanya Natrium Silikat (Na2SiO3) yang jika bereaksi dengan besi dapat membentuk besi
silikat yang merupakan lapisan yang sukar larut dan pelindung dari korosi.

Korosi juga dapat dicegah dengan cara:


 Memilih logam yang tepat untuk suatu lingkungan dengan kondisi-kondisinya.
 Memberi lapisan pelindung agar lapisan logam terlinding dari lingkungannya (dicat,
dilapisi logam yang lebih mulia, dilapisi logam yang lebih mudah teroksidasi)
 Memperbaiki lingkungan supaya tidak korosif
 Memperbaiki konstruksi agar tidak menyimpan air, lumpur dan zat korosif lainnya.
Peristiwa korosi pada logam merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari, namun dapat
dihambat maupun dikendalikan untuk mengurangi kerugian dan mencegah dampak negatif
yang diakibatkannya. Penanganan masalah korosi berkaitan dengan perawatan dan perbaikan
fasilitas produksi serta peralatan penunjang lainnya. Kegiatan ini harus dapat mengidentifikasi,
mengantisipasi dan menangani masalah korosi pada alat, mesin dan fasilitas nindustri secara
keseluruhan. Pemantauan korosi perlu dilakukan secara periodic. Upaya menghambat laju
korosi harus terintegrasi dengan program perawatan dan perbaikan sehingga diperoleh hasil
yang terbaik. Pengendalian laju korosi melalui pengendalian lingkungan umumnya dilakukan
dengan menjaga kelembaban udara dan pengendalian keasaman lingkungan.
6. METODE DETEKSI DAN PEMANTAUAN
Deteksi awal terhadap potensi terjadinya korosi mikrobial penting sekali untuk mencegah
kegagalan fungsi perangkat dan membengkaknya biaya perawatan. Metode deteksi yang paling
umum melibatkan pengambilan cuplikan dari cairan di dalam sistem dan memantau sifat fisik
(di antaranya adalah warna, aroma, jumlah padatan terlarut, kadar gas terlarut, kadar anion dan
kation, daya hantar listrik dan temperatur), kimia (pH) dan biologisnya (jenis dan jumlah
koloni). Tujuannya adalah untuk menemukan kondisi-kondisi yang memungkinkan
pembentukan dan pertumbuhan biofilm atau endomembran sehingga kondisi lingkungan
internal sistem dapat dikendalikan. Pemeriksaan visual pada bagian-bagian yang dapat terlihat
perlu dilakukan secara rutin. Metode tambahan yang dapat digunakan termasuk penggunaan
pengindera (sensor) elektrokimia dan yang lebih mutakhir; menggunakan pengindera biologis
(biosensor).

REFERENSI
1. Lane, Richard A. Under The Microscope : Understanding, Detecting and Preventing
Microbiologically Influenced Corrosion. AMPTIAC Quarterly, 29, 1. Advanced
Materials and Process Technology Information Analysis Center, 2005
2. G. J. Licina dan G. Nekoksa, An Innovative Method for Rapid Detection of MIC, Tri-
Service Conference on Corrosion, 1994, pp.217-228
3. P. J. B. Scott, Part 1 Expert Consensus on MIC : Prevention and Monitoring, Materials
Performance, 43, 3, NACE International, March, 2003
KOROSI OLEH MIKROBA

Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi

Dosen pengampu Drs. Ranto M.T.

Disusun oleh :
Wibowo budi utomo
K2515071
PTM 2015

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

Anda mungkin juga menyukai