Anda di halaman 1dari 36

TUGAS MATA KULIAH

MANAJEMEN KESEHATAN LANJUTAN

TENTANG

GAYA KEPEMIMPINAN, FAKTOR YANG MEMPENGARHUI GAYA


KEPEMIMPINAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA TEMPAT KERJA

Oleh :

ERWINDA SARI NPM. 130920150012

PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2016
A. GAYA KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan berkaitan dengan perubahan. Pemimpin menentukan arah dengan

cara mengembangkan sutu visi masa depan, kemudian mereka menyatukan orang-orang

dengan mengkomunikasikan visi ini dan menginspirasi mereka untuk mengatasi

berbagai rintangan. Kepemimpinan adalah kemampuan seseoranng untuk memengaruhi

suatu kelompok agar mampu mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang telah

ditetapkan ditetapkan. Tiga hal yang terlibat kepemimpinan yaitu: (1) kepemimpinan

itu melibatkan orang lain yaitu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan

melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara

seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan

untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku

pengikutnya melalui berbagai cara. Pada hakikatnya, kepemimpinan merupakan proses

mempengaruhi atau membericontoh dari pemimpin kepada bawahannya dimana

tujuannya merupakan upaya untuk mencapai visi organisasi. 1,2

Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para

anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-

kegiatan pemimpin secara langsung. Dalam menjalankan tanggung jawab sebagai

pemimpin, pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Gaya

kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara dipilih dan dipergunakan pemimpin

dalam mempengaruhi pikran, perasaan, sikap dan perilaku anggota organisasi atau

bawahannya. Menurut Malayu S.P Hasibuan, gaya kepemimpinan adalah seni seorang
pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara

produktif untuk mencapai tujuan organisasi.3

1. GAYA KEPEMIMPINAN

a. Autocratic

Menurut Rivai, kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang

menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan

pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam

organisasi. Menurut Robbins dan Coulter (2002) menyatakan gaya kepemimpinan

otokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada

dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan

secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi karyawan. Gaya kepemimpinan otokratis

merupakan pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri yang selalu menganggap

organisasi sebagai milik pribadi, mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan

organisasi, menganggap bawahan sebagai alat semata, tidak mau menerima kritik dan

saran, terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya, dala tindakan pergerakannya sering

mempergunakan pendekatan paksaan dan bersifat menghukum.4-6

Tipe kepemimpinan ini digambarkan sebagai tipe kempimpian grid 9.1 dalam

Managerial Grid yang dikembangkan oleh Blake dan Moutun.


Menurut Blake & Moutun, Pemimpin pada grid ini hanya mau memikirkan tentang

usaha peningkatan efisensi pelaksanaan kerja, tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa

tanggung jawab terhadap bawahn. Pemimpin lebih peduli tentang produksi dan

memiliki kepedulian yang minim bagi orang-orang, kebutuhan karyawan tidak

diperhatikan dan mereka hanyalah sebuah sarana untuk mencapai tujuan. Pemimpin

percaya efisiensi dapat dihasilkan hanya melalui organisasi yang tepat dari sistem kerja

dan mengeliminir keterlibatan orang sedapat mungkin. Gaya ini dengan sendirinya

meningkatkan output dari organisasi dalam jangka pendek namun karena kebijakan dan

prosedur yang ketat, maka perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak bisa dihindari.7,8

Tipe kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan

yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa, dan
pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan

organisasi. Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri kebijakan dan

rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan keputusan sendiri, namun

mengharapkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti

perintahnya. Jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari

anggotanya. Dalam kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam

pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya

yang sangat tinggi. 9

Ciri-Ciri Kepemimpinan Otokratis

- Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin

- Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi

- Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan

- Tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik dari anggotanya

- Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan

- Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya

- Caranya mengerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat mencari

kesalahan

- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya

dilakukan secara ketat

- Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan atau

pendapat

- Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif


- Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari

bawahan tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman

Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah :

- Tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak bertele-tele dalam membuat dan

mengambil suatu keputusan.

- Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif dan

tergantung pada atasan saja, bawahan yang relative bodoh, kurang cakap

(unskilled).

- Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu

orang saja, yaitu pemimpin.

Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah :

- Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam menentukan keputusan dan

tindakan, maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut.

- Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahan

tersebut.

- Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.

- Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan

saja.

b. Bureucratic

Gaya kepemimpinan birokrasi yaitu gaya kepemimpinan yang menempatkan

peraturan organisasi dalam pelaksanaan tugas.. Gaya kepemimpinan birokratis ini

dilukiskan dengan pernyataan “Memimpin berdasarkan adanya peraturan”. Perilaku


memimpin yang ditandai dengan adanya ketatan pelaksanaan suatu prosedur yang telah

berlaku untuk pemimpin dan anak buahnya. Pemimpin yang birokratis, secara umum

akan membuat segala keputusan itu berdasarkan dari aturan yang telah berlaku dan tidak

ada lagi fleksibilitas. Segala kegiatan mesti terpusat pada pemimpin dan sedikit saja

diberikan kebebasan kepada orang lain dalam berkreasi dan bertindak, itupun tak boleh

melepaskan diri dari ketentuan yang sudah berlaku. Adapun beberapa ciri gaya

kepemimpinan birokratis ialah Pimpinan akan menentukan segala keputusan yang

berhubungan dengan seluruh pekerjaan dan akan memerintahkan semua bawahan untuk

bisa melaksanakannya; Pemimpin akan menentukan semua standar tentang bagaimana

bawahan akan melakukan tugas; Adanya sanksi yang sangat jelas kalau seorang

bawahan tidak bisa menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang sudah

ditentukan.10

Gaya kepemimpinan birokratis ini memberikan perhatian yang minimum terhadap

baik tugas maupun hubungan kerja. Pemimpin yang birokratis pada umumnya membuat

keputusan-keputusan berdasarkan aturan yang ada secara kaku tanpa adanya

fleksibilitas. Semua kegiatan hampir terpusat pada pimpinan dan sedikit saja kebebasan

orang lain untuk berkreasi dan bertindak, itupun tidak boleh lepas dari ketentuan yang

ada.7

Adapun karakteristik dari gaya kepemimpinan birokratis adalah sebagai berikut 7:

- Pimpinan menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerjaan dan

memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya;

- Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas;


- Adanya sanksi yang jelas jika seorang bawahan tidak menjalankan tugas sesuai

dengan standar kinerja yang telah ditentukan.

c. Particivative

Gaya partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang menempatkan pimpinan selalu

berada di tengah-tengah para bawahan sehingga ia terlibat dan berpartisipasi aktif dalam

kegiatan organisasi. Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila kepemimpinannya

dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama serasi, menumbuhkan

loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa

ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin ialah ”pemimpin (dia) adalah untuk

bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-

pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan

pimpinan dengan mempertimbangkan saran dan ide yang diberikan bawahannya.

Pemimpin menganut sistem menajemen terbuka (open management) dan desentralisasi

wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan

mengambil keputusan. Dengan demikian, pemimpin akan selalu membina bawahan

untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar. 10,11

Menurut Likert, pemimpin dapat berhasil jika bergaya participative. Gaya ini

menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan

mendasar pada komunikasi. Selain itu semua pihak dalam komunikasi menerapkan
7
hubungan yang mendukung. Kepemimpinan dengan gaya participative ini bisa

diterapkan untuk kondisi bawahan yang memiliki kemampuan namun tidak memiliki
keinginan, sebagaimana tergambar pada gambar di bawah ini :

Menurut Sukanto, ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis 12 :

- Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan

dorongan dan bantuan dari pemimpin.

- Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok

dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua

atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.

- Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian

tugas ditentukan oleh kelompok.

Sedangkan menurut Handoko dan Reksohadiprojo, ciri-ciri gaya kepemimpinan

partisipatif 12:

- Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.


- Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.

- Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan

mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa

melakukan banyak pekerjaan.

d. Paternalistic

Kepemimpinan Paternalistik adalah pemimpin yang perannya tergambarkan seperti

sikap seorang bapak yaitu bersifat melindungi, mengayomi, dan menolong anggota

organisasi atau bawahan yang dipimpinnya. Pemimpin dalam gaya paternalistik ini

merupakan tempat bertanya dan menjadi tumpuan harapan bagi pengikutnya dalam

menyelesaikan masalah-masalah. Sehubungan dengan itu Sondang P. Siagian

mengatakan bahwa tipe kepemimpinan pateralistik banyak terdapat pada masyarakat

tradisional, agraris. Popularitas pemimpin paternalistik disebabkan (a) kuatnya ikatan

primordinal (b) extended family system (c) kehidupan masyarakat yang kumunalistik (d)

peran atau istiadat yang sangat kuat dalam masyarakat (e) hubungan pribadi dan rasa

hormat yang tinggi pada orang tua. 13

Menurut Gibson dalam Farera Erlangga dkk, tipe pemimpin yang paternalistik banyak

terdapat di lingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya di

masyarakat yang agraris. Popularitas pemimpin yang pater nalistik di lingkungan

masyarakat demikian disebabkan oleh faktor seperti kuatnya ikatan primordial,

extended family system, kehidupan masyarakat yang komunalistik, peranan adat istiadat

yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat, masih dimungkinkannya hubungan


pribadi yang intim antara seseorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat

yang lainnya. 14

Ciri-ciri kepemimpinan paternalistic adalah:

- Pimpinan mampu berperan layaknya seorang bapak

- Terlalu bersifat melindungi.

- Pengambilan keputusan pada diri pemimpin

- Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

- Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya

kreasi dan fantasi

- Menuntut alur atau proses pekerjaan sesuai dengan apa yang telah ada dan

dijalankan.

Nilai-nilai organisasional yang dianut pemimpin paternalistik:

- Mengutamakan kebersamaan

- Kepentingan bersama dan perlakuan yang seragam terlihat menonjol

- Hubungan atasan dengan bawahan lebih bersifat informal

- Pemimpin paternalistik terlalu melindungi para bawahan yang pada gilirannya

dapat berakibat bahwa para bawahan itu takut bertindak karena takut berbuat

kesalahan

- Hanya pemimpin yang mengetahui seluk beluknya organisasional, sehingga

keputusan diambil oleh pemimpin dan bawahan tinggal melaksanakannya saja.

- Konsekuensinya, para bawahan tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi,

ide, dan saran.


- Para bawahan tidak didorong untuk berfikir inovatif dan kreatif.

e. Continuum of Leadership Style

Gaya kepemimpinan kontinum merupakan gaya kepemimpinan gabungan antara

gaya kepemimpinan otokratis dan demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai

bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh

pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan

pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh,

sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat

negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan

keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa

aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis

ini adalah pada tugas. Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh

sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan

dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha

mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin

senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini

terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok. Namun, kenyataannya perilaku

kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan yang ekstrim

di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara dua sisi ekstrim

tersebut.15
Orang yang pertama kali mengenalkan gaya kepemimpinan ini ialah Robert

Tannenbaum dan Warren Schmidt. Kedua ahli ini menggambarkan gagasannya sebagai

yang terlukis pada gambar di bawah ini 7 :

Ada dua bidang pengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan

kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin

menggunankan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang

kedua pemimpin menunjukkan gaya yang lebih demokratis. Kedua bidang pengaruh ini

dipergunakan dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan

keputusan. Ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.

Ketujuh model ini masih dalam kerangka gaya otokratis dan demokratis di atas. Ketujuh

model keputusan pemimpin itu antara lain 7 :


a) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada

bawahannya. Model ini terlihta bahwa otoritas yang dipergunakan atasan

terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.

b) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak

menggunakan otoritas yang ada pada padanya sehingga persis dengan model

yang pertama. Bawahan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan

keputusan.

c) Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide, dan mengundang

pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan

kemajuan, dibatasinya penggunaan otoritasnya dan diberi kesempatan

bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit

terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.

d) Pemimpin diberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat

diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalan rangka pembuatan

keputsan, sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi

penggunaannya.

e) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, dan membuat

keputusan. Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit

mungkin, sebaliknya kekebasan bawahan dalam berpastisipasi membuat

keputusan sudah banyak dipergunakan.


f) Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan

untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih

besar dibandingkan dalam model kelima di atas.

g) Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-

batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik

ekstrem penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem pengguwahan,

adapun titik ekstrem penggunaan otoritas pada model nomor satu di atas.

Jadi, berdasarkan teori kontinuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak

dari dua pandangan dasar : berorientasi kepada pemimpin dan berorientasi kepada

bawahan. Stogdill menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang

membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab,

partisipasi, status dan situasi . Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa

faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak

konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak

pribadi bukanlah faktor yang dominan dalam menentukan keberhasilan kinerja

manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah

dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh

pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara

karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat

signifikasinya sangat rendah.15

Perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka

pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu


dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi. Sejalan dengan

itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial

yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan

yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan. Perilaku atasan

juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan dapat

ditingkatkan, bila atasan bersifat ramah dan memahami, menawarkan pujian untuk

kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat

pribadi pada mereka. 1

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GAYA KEPEMIMPINAN

1. Work assignment

Faktor pekerjaan menyangkut fungsi kepemimpinan dalam penyelesaian tugas-tugas

dalam suatu perusahaan atau organisasi. Seorang pemimpin yang sangat

bertanggungjawab pada pekerjaan cenderung sangat berorientasi pada tugas atau

produksi. Pemimpin yang matang secara organisasi dalam orientasi-tugas mempunyai

keyakinan bahwa gaya kepemimpinan tersebut merupakan satu-satunya perilaku yang

dapat dipakai dalam semua situasi. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin

mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif

untuk mencapai tujuan organisasi. Maka, gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh

seorang pemimpin yang lebih berorientasi pada tugas atau produksi yaitu gaya

kepemimpinan authority-compliance dan team manajemen. 16,17

Sebagaimana tergambar pada manajerial grid menurut Blake & Moutun dibawah ini :
Pada gambar diatas, terdapat 5 gaya kepemimpinan yaitu 7 :

- Pada Grid 1.1 (Impoverished Leadership) manajer sedikit sekali usahanya untuk

memikirkan orang-orang yang bekerja dengannya, dan produksi yang seharusnya

dihasilkan oleh organisasinya. Dalam menjalankan tugas manajer dalam grid ini

menganggap dirinya sebagai perantara yang hanya mengkomunikasikan informasi

dari atasan kepada bawahan.

- Pada Grid 1.9 (Country Club Leadership), Gaya kepemimpinan dari manajer grid ini

ialah mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan orang-orang

yang bekerja dalam organisasinya. Tetapi pemikirannya mengenai produksi rendah.

Manajer seperti ini dinamakan pemimpin klub (The country club management).
Manajer ini berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bias

bekerja rileks, bersahabat dan bahagia dalam organisasinya.

- Pada Grid 9.1 (Authority Compliance Leadership), manajer disebut sebagai manajer

yang menjalankan tugas secara otokratis (autocratic task managers). Manajer

semacam ini hanya mau memikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi

pelaksanaan kerja, tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa tanggung jawabnya pada

orang-orang yang bekerja dalam organisasinya

- Pada Grid 5.5 (Middle of road leadership), Manajer mempunyai pemikiran yang

medium baik pada produksi maupun pada orang-orang. Dia berusaha menciptakan

dan membina moral orang-orang yang bekerja dalam organisasi yang dipimpinnya,

dan produksi dalam tingkat yang memadai, tidak terlampau mencolok. Dia tidak

menciptakan target yang tinggi sehingga sulit dicapai, dan berbaik hati mendorong

orang-orang untuk bekerja lebih baik.

- Pada Grid 9.9 (Team Leadership), manajer mempunyai rasa tanggung jawab yang

tinggi untuk memikirkan baik produksi maupun orang-orang yang bekerja

dengannya. Dia mencoba untuk merencanakan semua usaahanya dengan senantiasa

memikirkan dedikasinya pada produksi dan nasib orang-orang yang bekerja dalam

organisasinya. Manajer yang termasuk dalam Grid ini dikatakan sebagai manajer

Tim yang riil (the real team manajer). Dia mampu memadukan kebutuhan-kebutuhan

produksi dengan kebutuhan orang-orang secara individu.


2. Kepribadian dan Kemampuan Karyawan

Menurut Hilgard kepribadian dalam arti luas dimaksudkan sebagai pola pikir,

emosi dan perilaku yang berbeda serta karakteristik yang mendefinisikan gaya pribadi

individual dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan. Kinerja karyawan

adalah yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan tersebut memberi kontribusi

kepada organisasi. 18

Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari

hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan bawahan

terhadap pimpinannya. Pengelolaan sumber daya manusia yang tepat sangat penting

untuk keberhasilan suatu organisasi, setiap karyawan memiliki kemampuan yang

berbeda-beda.

Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin, ada dua hal yang biasanya

dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahan, yakni : perilaku mengarahkan dan perilaku

mendukung. Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauhmana seorang

pemimpin melibatkan dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam

komunikasi satu arah antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan

bawahan, memberitahukan bawahan tentang apa yang seharusnya dilakukan,

memberitahukan bawahan tentang apa yang seharusnya dikerjakan, dan melakukan

pengawasn kepada bawahan. Sementara perilaku mendukung adalah sejauhman seorang

pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengarkan,

menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interkasi, dan melibatkan bawahan

dalam pengambilan keputusan.7


Gambar di atas merupakan gaya yang bisa dilakukan sesuai dengan keadaan dan

kemampuan bawahan. Berdasarkan gambar di atas terdapat 4 gaya kepemimpinan yang

bisa dilakukan oleh manajer sesuai dengan kondisi bawahan 7:

- S1 : Instruksi. Instruksi dilakukan untuk bawahan dengan tingkat kematangan R1,

yaitu bawahan yang tidak memiliki kemampuan yang kompeten dan tidak mau

memikul tanggung jawab pekerjaan. Dalam banyak kasus ketidakinginan mereka

merupakan akibat dari ketidakyakinannya atau kurang pengalaman dan pengetahuan

dengan hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan. Instruksi memberikan

pengarahan yang jelas dan spesifik, sehingga dianggap cukup efektif untuk

menghadapi bawahan yang tidak mampu dan tidak mau.

- S2 : Konsultasi. Konsultasi dilakukan untuk bawahan dengan tingkat kematangan

R2, yaitu bawahan yang tidak memiliki kemampuan secara kompeten namun mau
mengemban tanggung jawab pekerjaan yang akan diberikan kepadanya. Gaya

konsultasi memberikan perilaku mengarahkan dan mendukung bawahan melalui

komunikasi dua arah.

- S3 : Partisipasi. Partisipasi dilakukan untuk bawahan dengan tingkat kematangan R3,

yaitu bawahan yang memiliki kemampuan namun tidak mau atau tidak yakin untuk

memikul tanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan. Dalam kasus seperti ini,

pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendengar dan

mendukung serta memotivasi bawahan.

- S4 : Delegasi. Delegasi dilakukan untuk bawahan dengan tingkat kematangan R4,

yaitu bawahan yang memilik kemampuan dan kemauan dalam mengemban tanggung

jawab yang diberikan.

3. Sikap Karyawan terhadap Manajer

Didalam kamus bahasa Indonesia menjelaskan sikap adalah perbuatan dan

sebagainya yang berdasarkan pendirian (Wjs. Poerwadarminta,2002:944). Sedangkan

kerja adalah melakukan sesuatu (Wjs. Poerwadarminta, 2002:492). Menurut pengertian

dari Agus Maulana, sikap kerja karyawan adalah cara kerja karyawan didalam

mengkomunikasikan suasana karyawan kepada pimpinan ataupun perusahaan.

Karyawan merasakan adanya kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang

dilakukan. Loyal adalah patuh, setia (Wjs. Poerwadarminta, 2002:609). Dari pengertian

diatas, kesimpulannya adalah suatu kecenderungan karyawan untuk pindah ke

perusahaan lain. Apabila karyawan bekerja pada suatu perusahaan, dan perusahaan
tersebut telah memberikan fasilitas – fasilitas yang memadai dan diterima oleh

karyawannya, maka kesetiaan karyawan terhadap perusahaan akan semakin besar, maka

timbul dorongan yang menyebabkan karyawan melakukan pekerjaan menjadi lebih giat

lagi. Fasilitas – fasilitas yang diterima oleh karyawan sehingga karyawan mau bekerja

sebaik mungkin dan tetap loyal pada perusahaan, hendaknya perusahaan memberikan

imbalan yang sesuai kepada karyawannya. Semua itu tergantung pada situasi dan

kondisi perusahaan tersebut serta tujuan yang ingin dicapai.19

Perusahaan melakukan beberapa carauntuk meningkatkan loyalitas karyawan terhadap


19
perusahaan :

a. Gaji yang cukup

b. Memberikan kebutuhan rohani.

c. Sesekali perlu menciptakan suasana santai.

d. Menempatkan karyawan pada posisi yang tepat.

e. Memberikan kesempatan pada karyawan untuk maju.

f. Memperhatikan rasa aman untuk menghadapi masa depan.

g. Mengusahakan karyawan untuk mempunyai loyalitas.

h. Sesekali mengajak karyawan berunding.

i. Memberikan fasilitas yang menyenangkan.

Sikap karyawan terhadap pimpinan adalah keadaan dalam diri manusia yang

cenderung untuk bertindak yang disertai dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi

gaya kepemimpinan yang telah terbentuk atas dasar pengalaman dan pengetahuan yang
didapat sebelumnya. Adapun komponen-komponen yang terkandung di dalamnya

adalah kognitif, afektif, dan konatif. Sangat penting bagi pemimpin untuk bergerak

bersama-sama dengan karyawannya untuk memperoleh dan menjaga kredibilitas usaha.

Hal ini sangat penting, agar perusahaan dapat diterima dan tetap dipercaya oleh

stakeholder (pemegang saham, konsumen, pemasok, masyarakat) dalam menjalankan

usahanya, mengingat semakin ketatnya kompetisi bisnis. Atasan yang etikal diharapkan

dapat mempengaruhi dan mengajak bawahannya untuk juga berperilaku etikal.

Walaupun sebenamya banyak hal yang dapat mempengaruhinya, namun diyakini atasan

mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi bawahannya. Dalam kondisi

negara yang memiliki budaya paternalistik, kiranya akan lebih mudah bagi atasan untuk

menjadi panutan bagi bawahannya karena bawahan juga mencari figur yang bisa

menjadi panutan. Istilah panutan sendiri sudah sangat familiar bagi orang Indonesia.

Hampir semua orang menganggap bahwa orang Indonesia itu mencari panutan. Dan

pemimpin merupakan panutan bagi pengikutnya. 19

Hubungan antara atasan dan bawahan :

- Bawahan harus bersikap hormat pada atasannya, dengan kata lain penghormatan

bawahan terhadap atasannya semata-mata atas pertimbangan wewenang, tanggung

jawab dan wibawa

- Garis tanggung jawab adalah dari bawah keatas, yakni bawahan bertanggung jawab

kepada atasan dan atasan mempertanggung jawabkan bawahannya.

- Seorang karyawan jangan membohongi, menyembunyikan data atau dengan sengaja

berusaha menyesatkan atasannya untuk hal-hal yang ada kaitannya dengan


perusahaan. Atasan yang tidak mendapat informasi, atau mendapat informasi yang

salah berakibat kesimpulan dan keputusan yang salah pula, yang pada akhirnya

menyebabkan kerugian perusahaan.

- Atasan harus bersifat mendidik dan memberi pengarahan kepada bawahannya,

sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan unjuk kerja dan sikap kerja,

karena kemajuan anak buah merupakan tanggung jawab atasannya.

- Seorang atasan harus menjadi panutan bagi bawahannya, tingkah laku atasan harus

mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh bawahannya.

Sehingga sikap karyawan terhadap atasan mempengaruhi bagaimana gaya

kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang atasan dalam sebuah organisasi.

4. Kepribadian dan Kemampuan Manajer

Kepemimpinan yang efektif sangat dipengaruhi oleh kepribadian pemimpin. Setiap

pemimpin perlu memiliki aspek-aspek kepribadian yang dapat menunjang usahanya

dalam mewujudkan hubungan manusia yang efektif dengan anggota organisasinya.

Kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh banyak hal, yang salah

satunya adalah kepemimpinan yang berjalan dalam organisasi tersebut. Pemimpin yang

sukses adalah apabila pemimpin tersebut mampu menjadi pencipta dan pendorong bagi

bawahannya dengan menciptakan suasana dan budaya kerja yang dapat memacu

pertumbuhan dan perkembangan kinerja karyawannya. Pemimpin tersebut memiliki

kemampuan untuk memberikan pengaruh positif bagi karyawannya untuk melakukan


pekerjaan sesuai dengan yang diarahkan dalam rangka mencapai tujuan yang

ditetapkan. Kepemimpinan mempunyai kaitan erat dengan motivasi. 7

Menurut Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan keluar dari dalam hati dan keluar

untuk melayani orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin itu haruslah mampu

memimpin bawahannya untuk mencapi tujuan organisasi dan juga mampu untuk

menangani hubungan antar karyawan. Seorang manajer mempunyai peran yang sangat

penting dalam suatu organisasi atau perusahaan, menurut penelitian Mintzberg ,

menyimpulkan bahwa manajer memainkan 10 peranan yang berbeda yang terbagi atas 3
20,21
kategori dasar, yaitu :

1. Interpesonal Roles. Peranan Interpersonal melibatkan hubungan dengan orang lain,

yang mencakup : figure (Figurehead), pemimpin (leader), penghubung (liaision)

2. Informational Roles. Peranan ini berfungsi memberikan informasi melibatkan

pemrosesan informasi, yang mencakup; pengawas (monitor), penyebar informasi

(disseminator), juru bicara (spokesperson)

3. Decisional Roles. Peranan ini berfungsi mengambil keputusan melibatkan proses

pengambilan keputusan, yang mencakup ; wirausahawan (entrepreneur), penengah

keributan (disturbance handler), pengalokasi sumber daya (resources allocator),

perlindungan atau negosiator (negotitator)

Untuk melakukan peranan tersebut seorang manajer harus memiliki sifat dan perilaku

yang mencerminkan sikap kepemimpinan yang baik, kemampuan yang harus dimiliki

oleh seorang manajer antara lain 21 :


1. Integritas/Kejujuran. Untuk hal ini saya sependapat dengan hasil dari pemungutan

suara diatas, dikarnnakan seorang manajer harus mempunyai dasr sifat

integritas/kejujuran untuk dapat dipercaya oleh bawahan/karyawanya ia dapat

memimpin dengan baik dan benar.

2. Kepemimpinan/Leadership. Saya menaru sifat ini di no 2 karena kemampuan

seorang manager dalam memimpin bawahanya amatlah penting karena sifat ini

adala sifat paling dasar bagi seorang manajer yaitu mampu memimpin orang lain

3. Bertanggung Jawab. Saya memilih Bertanggung Jawab sebagai pilihan no 3 karna

menurut saya sifat tanggung jawab seorang manajer perlu di tekankan pada diri

seseorang yang kelak ingin menjadi seorang manajer, karena seorang manajer harus

bisa mengambil sebuah keputusan yang nanti dapat dipertanggungjawabkanya

dihadapan bawahan dan orang-orang yang terkait didalamnya

4. Memiliki Motivasi. Motivasi sangat perlu dimiliki oleh seorang manager

dikarnakan demi mencapai tujuan yang ingin di capai seorang manajer harus

mampu memotivasi bawahanya terutama dirinya sendiri agar tercapainya segala

tujuan yang diinginkan serta dapat bekerja dengan lebih giat lagi

5. Disiplin. Sikap disiplin perlu diterapkan dalam diri seoarang manajer sebab dia

adalah contoh bagi bawahanya/karyawan yang nanti akan menjadi penentu baik

buruknya kinerja sebuah perusahaan, jika pemimpinya disiplin maka bawahanya

akan mengikuiti sikapnya tersebut begitupula sebaliknya.


6. Kemampuan analisis. Kemampuan analisis yang dimiliki seorang manajer termasuk

hal yang sangat dibutuhkan demi menganalisa suatu permasalahan dan memberikan

solusi dengan tingkat kerugian paling sedikit.

7. Kreativitas. Setiap orang memiliki kreativitasnya masing-masing begitu juga

seorang manajer tetapi kreativitas seorang manajer harus lebih baik dibandingkan

dengan orang lain, dikarnakan seorang manajer dipilih agar mampu menciptakan

suatu hal yang jauh lebih baik dibandingkan orang lain dengan kreativitasnya.

8. Kemampuan Berkomunikasi. Seorang manager harus mampu berkomunikasi

dengan baik agar mudah dipahami oleh bawahanya serta menghasilkan hubungan

yang baik dengan bawahanya

9. Teamwork. Kemampuanteamwork saya letakan di no 9 sebab jika kemampuan 1-8

telah dimiliki oleh seorang manager, maka secara otomatis dia sudah mampu

bekerja dngan team.

10. Mudah Bergaul. Seorang manajer harus mampu berbaur dengan karyawanya agar

mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan

11. Conceptional Skill (Keterampilan Konseptual). Keterampilan untuk membuat

konsep, ide, dan gagasan haruslah dimiliki oleh manajer tingkat atas (top manager)

demi kemajuan organisasi. Kemudian, ide atau gagasan tersebut haruslah

dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan konsep atau

gagasannya tersebut. Keterampilan konsepsional ini juga merupakan keterampilan

untuk membuat rencana kerja, karena proses penjabaran ide ini biasanya juga

disebut dengan proses perencanaan atau planning.


12. Humanity Skill (Keterampilan untuk Berhubungan dengan Orang Lain). Manajer

juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berhubungan dengan orang lain atau

keterampilan dalam berkomunikasi. Manajer harus bisa menciptakan komunikasi

yang persuasif terhadap bawahan yang dipimpinnya. Karyawan akan merasa

dihargai dan selanjutnya akan bersikap lebih terbuka dengan komunikasi yang

persuasif dan bersahabat dari atasannya. Keterampilan berkomunikasi ini sangatlah

diperlukan oleh tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.

13. Technical Skill (Keterampilan Teknis). Keterampilan teknis merupakan bekal wajib

bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini adalah

kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya penggunaan

komputer, perbaikan mesin, akuntansi, dan lain-lain.

14. Keterampilan Manajemen Waktu. Keterampilan ini merupakan rujukan pada

kemampuan seorang manajer dalam menggunakan secara bijaksana waktu yang

dimilikinya. Setiap menit yang terbuang sia-sia akan sangat merugikan perusahaan.

Tentu saja, mayoritas manajer harus menjadikan waktu tetap sebagai aset yang

berharga, karena membuang-buang waktu sama saja dengan mengurangi

produktivitas perusahaan.

15. Keterampilan Membuat Keputusan. Kemampuan ini merupakan kemampuan untuk

mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Bagi

seorang manajer, kemampuan membuat keputusan merupakan hal yang paling

utama. Terutama bagi kelompok manajer tingkat atas (top manager). Dalam

pembuatan keputusan, ada tiga langkah yang bisa dilakukan oleh seorang manajer,
yaitu seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan menemukan berbagai

alternatif yang bisa diambil untuk penyelesaian masalah tersebut. Kedua, manajer

harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang

terbaik, serta manajer harus dapat mengimplementasikan alternatif yang telah

dipilihnya tersebut serta mengawasi dan mengevaluasi agar selalu berada pada jalur

yang tepat.

C. IMPLEMENTASI PADA TEMPAT KERJA

Implementasi gaya kepemimpinan pada institusi Dinas Kesehatan Kabupaten

Tabalong, secara khusus dapat diamati oleh penulis melalui kegiatan dan proses kerja

sehari-hari terutama pada seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan. Gaya

kepemimpinann yang dijalankan oleh Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan

lebih cenderung bergaya Partisipatsi, dan bergaya gabungan antara otokratis dan

partisipasi. Kepemimpinan dengan gaya gabungan antara otokratis dan partisipasi ini

dalam teorinya disebut gaya kepemimpinan continuum. Secara teori kepemimpinan

bergaya continuum ini berorientasi kepada 2 (dua) hal yaitu : berorientasi kepada

bawahan dan berorientasi kepada atasan.

Setiap keputusan yang diambil oleh atasan adakalanya diambil tanpa berdiskusi

dengan bawahan ketika dihadapkan pada kondisi genting dan diharuskan mengambil

keputusan secara cepat. Pada kondisi lain, atasan melibatkan bawahan dalam

pengambilan keputusan yang dirasa perlu untuk didiskusikan dengan bawahan

meskipun keputusan akhir tetap berada di tangan atasan, dan pada kondisi lain yang
lebih besar akibat dari keputusan tersebut Kepala Seksi berkonsultasi dengan Kepala

Dinas dalam pengambilan tindakan dan keputusan.

Dalam pelaksanaan tugas di organisasi banyak sekali hal yang mempengaruhi

bagaimana seharusnya gaya kepemimpinann yang efektif agar organisasi dapat berjalan

sehingga mencapai hasil yang diharapkan. Adapun faktor-faktor yang mepengaruhinya

antara lain:

1. Tugas pekerjaan

Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan merupakan salah satu seksi yang

memiliki tugas yang cukup banyak daripada seksi-seksi lainnya yang ada pada Dinas

Kesehatan Kabupatenn Tabalong. Beberapa program pengembangan yang ada di

Puskesmas berada dibawah seksi pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan, Tugas

Perbantuan Kementerian Kesehatan (TP.BOK), Jamkesmas (saat itu masih ada),

Jaminan Kesehatan Daerah, Penilaian Kinerja Puskesmas, Penilaian Petugas

Kesehatan Teladan, dan banyak hal yang berkaitan dengan pelayanan Puskesmas.

Sehingga dengan beban tugas ini, Kasi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan

harus berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang ada, tidak

semata-mata menyerahkan sepenuhnya kepada bawahan namun bekerja bersama

sebagai tim. Tujuannya adalah agar setiap pekerjaan dapat diselasikan tepat waktu

dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama dalam waktu yang telah

ditentukan.

2. Kepribadian dan kemampuan bawahan


Setiap bawahan memiliki kepribadian dan kemampuan yang berbeda-beda. Dalam

menghadapi bawahan yang berbeda-beda secara pribadi, kemampuan dan latar

belakang pendidikan, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan

menerapkan gaya yang berbeda-beda tergantung kondidi bawahannya.

- Terhadap bawahan yang mampu menyelesaikan pekerjaan dan memiliki kemauan

untuk menyelesaikan masalah, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan

Rujukan hanya mendelegasikan tugas apa saja yang harus dikerjakan tanpa

menjelaskan lebih rinci apa-apa saja yang perlu dipersiapkan. Karena pimpinan

sudah memahami keadaan bawahannya dan percaya bahwa bawahannya mampu

meyelesaikan tugas yang diberikan.

- Terhadap bawahan yang tidak mampu atau tidak berkompeten dalam

menyelesaikan tugasnya namun memiliki keinginan untuk mengemban

tanggungjawab yang diberikan, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan

Rujukan memberikan konsultasi atau konseling terhadap bawahan dan

memberikan motivasi sehingga staf bisa menyelesaikan tugas yang diberikan.

Namun karena kemampuan staf masih belum terlalu matang, sehingga staf selalu

dalam pengawasan pimpinan.

- Terhadap bawahan yang memiliki kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang

diberikan namun tidak memiliki kemauan untuk mengemban tanggun jawab

tersebut, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan berpartisipasi

dalam penyelesaian tugas tersebut.


- Terhadap bawahan yang tidak memiliki kemampuan dan tidak memiliki kemauan,

Kepala Seksi Kesehatan Dasar dan Rujukan melakukan instruksi dengan jelas

tentang apa dan bagaimana tugas akan di kerjakan, dana bagaimana cara

menyelesaikannya dengan rinci.

3. Sikap bawahan terhadap pimpinan

Sikap karyawan terhadap pimpinan adalah keadaan dalam diri manusia yang

cenderung untuk bertindak yang disertai dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi

gaya kepemimpinan yang telah terbentuk atas dasar pengalaman dan pengetahuan yang

didapat sebelumnya.19 Sikap bawahan terhadap atasan dalam pembahasan ini yaitu

Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan, secara umum sikap bawahan atau staf Seksi

Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan cukup kooperatif, mau saling bekerja sama,

menghargai waktu, disiplin dan senang berkonsultasi dengan atasan, meskipun terdapat

juga sikap-sikap negative. Sikap-sikap bawahan ini juga mempengaruhi terhadap gaya

kepemimpinan yang bagaimana yang akan di ambil oleh Kepala Seksi Pelayanan

Kesehatan. Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Kepala Seksi Pelayanan

Kesehatan yaitu gaya kepemimpinan kontinum. Gaya kepemimpinan kontinum

merupakan gaya kepemimpinan gabungan antara gaya kepemimpinan otokratis dan

demokratis. Gaya otokratis perlu dipraktekan oleh Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan

jika didapkan pada kondisi dimana apabila salah satu bawahan tidak menurut dengan

peraturan yang telah dibuat oleh Kepala Seksi, seperti datang terlambat, terlambat

menyelesaikan laporan. Sementara pada satu sisi konidis lainnya, Kepala Seksi

Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan mempraktekan sikap demokratis terhadap


bawahan yang disiplin dan mampu bekerja sama. Kepala Seksi Yankesdasru dalam

melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work

untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan

bahkan kritik dari bawahannya.

4. Kepribadian dan kemampuan pimpinan

Kepribadian dan kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi pemimpin tersebut

dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang bagaimana. Karena dalam proses

membina hubungan dengan bawahan diperlukan kepribadian yang ramah dan terbuka

agar bawahan memiliki rasa perduli dan terbuka pula terhadap atasan, selain daripada

itu pimpinan juga mampu berkomunikasi dan memiliki cara komunikasi yang baik

dengan bawahan baik itu satu arah maupun dua arah.

Kemampuan komunikasi atasan ini sangatlah diperlukan dalam gaya kepemimpinan

partisipatif dan continuum karena dua gaya kepemimpinan ini bersifat melibatkan

bawahan dalam prosesn penyelesaian tugas dan pengambilan keputusan, sehingga bagi

pemimpin yang pandai berkomunikasi dan memotivasi bawahan lebih cenderung

menggunakan gaya pastisipasi dan continuum.

Dalam kegiatan sehari-hari, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan

menempatkan diri sebagai pimpinan yang sangat peduli dan mensejajarkan dirinya

dengan bawahan, dan bekerja dalam tim dengan bawahan. Bawahan merasa sangat

nyaman bekerja dalam kondisi kerja yang demikian, sehingga segala permasalahan yang

dihadapi dalam hal pekerjaan selalu di komunikasikan secara terbuka dengan Kepala

Seksi. Kemampuan Kepala Seksi dalam memposisikan dirinya terhadap bawahan dan
terhadap atasan baik itu Kepala Bidang maupun Kepala Dinas merupakan suatu

kemampuan yang tidak dimiliki oleh semua orang, kemampuan ini menjadikan suasana

kerja yang harmonis dan mudah bagi bawahan yang baru untuk menyesuaikan diri

dengan ritme kerja pada Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan, dan

menjadikan motivasi dalam diri bawahan meningkat karena rasa memiliki yang besar

terhadap program dan organisasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Roobins SP, Judge TA. Organisational Behaviour. Sixth Edition. Australia :


Pearson Australia, 2011.

2. Rivai V. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Raja Grafindo, 2003

3. Hasibuan S.P Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Jakarta :
Bumi Aksara, 2008

4. Siagian, Sondang. P. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT. Reneka


Cipta, 2003

5. Nawawi, Hadari, Martini. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press, 2004

6. Sugandi, Suprayogi. Administrasi Publik, edisi pertama, cetakan pertama.


Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011

7. Thoha M. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : Raha


Grafindo Persada, 2010

8. Anonim. Teori dan perilaku organisasi. Sumber :


http://perilakuorganisasi.com/kisi-kisi-manajerial-blake-dan-mouton.html.
Diakses tanggal : 13 April 2016

9. Reksohadiprodjo, Sukanto & T. Hani Handoko. Organisasi Perusahaan :Teori,


Struktur dan Perilaku. Yogyakarta : BPFE, 1992

10. Anonim. Pengertian kepemimpinan, gaya, dan teori kepemimpinan. Sumber


http://informasiana.com. Diakses tanggal : 13 April 2016

11. Siswandi. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Internal Dan Motivasi


Kerja Terhadapa Kinerja Karyawan. Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis. 2013
Nov 11.

12. Tistriantoko A. Kepemimpinan Autokratis, Demokratis, dan Laissez Faire.


Sumber : http://blog.umy.ac.id/affantristiantoko/2012/10/19/kepemimpinan-
autokratis-demokratis-dan-laissez-faire. Diakses tanggal 10 April 2016.
13. Siagian SP. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta. 2008.

14. Erlangga F, Frinaldi A, Magriasti L. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Paternalistik


Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang.
Humanus Jurnal. 2013. XII(2).

15. Ulfanani D. Kepemimpinan Kontinum. Sumber :


http://blog.ub.ac.id/dewiinspirasi/kepemimpinan-kontinum. Diakses tanggal 15
April 2016

16. Aryawaningrat A. Kepemimpinan. Sumber : http://ayuaryawaningrat.weebly.com.


Diakses tanggal : 9 April 2016

17. Rowitz L. Kepemimpinan Kesehatan Masyarakat : Aplikasi dalam Praktik.


Jakarta : EGC, 2012.

18. Nugraha TR. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepribadian Karyawan


Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada Hotel Panghegar Bandung. Sumber :
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/123456789/2629. Diakses tanggal
10 April 2016

19. Anonim. Loyalitas dan sikap kerja karyawan : definisi dan indikasi turunnya
loyalitas karyawan. Sumber : http://jurnal-sdm.blgospot.co.id. Diaskes tanggal 8
April 2016

20. Anonim. Kepemimpinan. Sumber :


http://eprints.upnjatim.ac.id/2539/5/Kepemimpinani_Baru.pdf. Diaskes tanggal 10
April 2016

21. Rahman A. Kemampuan yang Harus Dimiliki oleh Manajer. Sumber :


https://guzalone.wordpress.com. Diakses tanggal 8 April 2016

Anda mungkin juga menyukai