Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TEKTONIKA

RESUME PERKEMBANGAN KONSEP TEKTONIK

Dibuat Oleh:

GUSTI NGURAH AGUNG PRABAWA

TG-C

(072001400052)

TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2016
Pendahuluan

Sebelum berkembang luasnya teori yang bersifat umum tentang Bumi,


terlebih dahulu berkembang dua paham yang berseberangan, yaitu paham Fixist dan
Mobilist yang masing-masing memiliki beberapa hipotesis berbeda. Paham Fixist
didasarkan pada adanya gerakan vertikal pada kulit Bumi, menganggap bahwa kerak
Bumi (crust) menetap di suatu tempat (fixed). Beberapa hipotesis yang muncul dari
adanya paham ini diantaranya Kontraksi, Ekspansi Benua, Undasi dan Geosinklin.
Paham Mobilist didasarkan atas adanya gerakan lateral pada kulit Bumi, dengan dua
hipotesisnya yang terkenal, yaitu Apungan Benua (Continental Drift) dan Pemekaran
Lantai Samudera (Sea Floor Spreading).

Paham Fixist

Dalam ilmu Geologi, jejak-jejak penemuan pertama kali dibuktikan dalam


sketsa tinta seniman besar Leonardo da Vinci (1452–1519), yang secara hati-hati
menggambarkan bentuk badan batuan dalam sketsa untuk memahami bentuk alami
Bumi (Gambar 1). Kemudian pada abad 17, datanglah deskripsi pertama deformasi
batuan. Nicholas Steno (1631–1686) menguji singkapan-singkapan dimana
perlapisan batuannya tidaklah horizontal, dan beranggapan bahwa lapisan (strata)
tersebut tidak berposisi lapisan horizontal dan pasti telah berubah posisi (dislokasi)
karena sesuatu hal. Mungkin pernyataan Steno ini untuk menyebutkan bahwa secara
prinsip struktur geologi adalah horizontal. Pada awal abad 18, kemudian
kompleksitas batuan di rentang pegunungan seperti Alpen dikenal secara luas dan
membutuhkan penjelasan (Gambar 2).

Jejak penemuan kemudian semakin cepat dalam periode setengah abad 18


hingga 19. Dalam teorinya “Theory of the Earth with Proofs and Illustrations,” James
Hutton (1726–1797) mengusulkan konsep uniformitarianism dan memberikan
penjelasan asal muasal unconformities. Sejak publikasi bukunya pada 1785, ada
sebuah grup ilmuan yang menamakan diri mereka ahli geologi (geologists). Para ahli
geologi ini menentukan geometri struktur pada rentang pegunungan, mempelajari
bagaimana membuat peta geologi, menemukan proses yang terlibat dalam formasi
batuan, dan menebak asal muasal spesifik struktur dan rentang pegunungan pada
umumnya.

Ide-ide tentang asal muasal pembentukan pegunungan kemudian


berkembang. Pertama, rentang pegunungan diperkirakan terbentuk sebagai akibat
dorongan vertikal (vertical push) dari bawah, mungkin berhubungan dengan intrusi
lelehan batuan di sepanjang zona lemah yang sudah ada sebelumnya, dan terlipat,
serta patah pada lapisan (strata) yang diakibatkan oleh gaya gravitasi (Gambar 3).
Berikutnya, pentingnya gaya horizontal (horizontal forces) kemudian ditekankan,
dan para ahli geologi berspekulasi bahwa rentang pegunungan dan komponen
strukturnya mencerminkan (teori) kontaksi dari Bumi yang dihasilkan dari pengaruh
pendinginan yang menerus (progressif).

Pada model ini, penyusutan Bumi telah membawa kepada bentuk kerut pada
permukaan. Dari Eropa, ahli geologi Austri, Edward Suess (1831-1914)
mempopulerkan gambar Bumi sebagai buah apel yang kering; teorinya dibahas
secara luas dan diterima di Eropa, tetapi di Amerika Utara, ahli geologi James
Dwight Dana (1813-1895) telah mengembangkan versi contraction yang berbeda.
Dana berpendapat bahwa benua telah terbentuk pada tahap awal sejarah Bumi, saat
mineral temperatur rendah seperti kuarsa feldspar dipadatkan. Kemudian Bumi terus
mendingin dan mengkerut sampai mineral-mineral temperatur tinggi seperti olivin
dan piroksen akhirnya dipadatkan. Saat pengkerutan Bumi berlanjut (setelah
sebelumnya padat) permukaannya mulai berubah bentuk (deformasi). Batasbatas
antara benua dan lautan adalah yang mengalami tekanan paling besar, dilihat dari
konsentrasi pegunungan disepanjang tepi benua (teori permanence).

Teori Geosinklin

Di Amerika Utara, teori permanence dihubungkan dengan teori geosynclines,


dikembangkan oleh Dana dan James Hall. Salah satu penemuan yang dikenal (sekitar
1850) adalah oleh James Hall (1811–1898) bahwa lapisan Paleozoic di pegunungan
Appalachian Amerika Utara kebanyakan terdiri dari tahapan perlipatan pada bentuk
batuan sedimen perairan dangkal, yang tebalnya beberapa ribu kaki. Bagaimana bisa
batuan tersebut terlipat dan terangkat ke pegunungan? Pada 1947, George Marshall
Kay (1904-1975) menafsirkan bahwa asal muasal (Early Paleozoic) lipatan
pegunungan Appalachian adalah sebagai suatu geosyncline yang memiliki bagian
dalam yang miogeosynclinal, seperti pada deskripsi geosyncline klasik oleh Hall in
1859, menumpuk di landas kontinen, dan merupakan bagian eugeosynclinal luar
yang terakumulasi di dasar laut dalam. Kay dalam Geological Magazine 1967,
dengan konsep deterministik geosynclines dan siklus tektonik. Lempeng tektonik
memungkinkan untuk interpretasi jauh lebih lengkap dari sedimentasi marjin benua
dan orogenesis dalam hal fragmentasi benua, driftings, dan tabrakan.

Penemuan ini kemudian telah membawa kepada perkembangan teori


geosyncline, suatu model cekungan-cekungan sedimen dalam, yang disebut
geosynclines, tersusun kedalam rentang pegunungan. Hipotesis Undasi didasarkan
pada hasil pemikiran Stille (1924) dan Erich Harman (1930) yang kemudian
dikembangkan oleh van Bemmelen dari tahun 1933 sampai 1960-an atas dasar
penelitian geologi di Indonesia.
Paham Mobilist

Teori contraction dan geosynclinal, atau dan beberapa kombinasinya,


diterima secara luas hingga akhir 1960-an. Kemudian pemahaman oleh Alfred
Wegener (1880–1930), Arthur Holmes (1898–1965), dan Harry Hess (1906–1969)
telah membawa kepada formulasi model yang sangat berbeda.

Teori Apungan Benua

Holmes (seorang ahli geologi Inggris), berpendapat bahwa kekuatan


pendorong adalah arus konveksi di dalam mantel. Dia berpendapat bahwa panas
radiogenik akan menghasilkan arus konveksi: pegunungan dasar laut adalah situs
arus konveksi upwelling, di mana benua terbelah, dan samudera dalam
(geosynclines) adalah situs arus downwelling. Perkembangan pada kerja dari teori
Alfred Wegener (1912) yaitu Teori Apungan Benua (continental drift theory),
Gambar 4, dan Arthur Holmes yaitu model mantle convection. Wegener menyatakan
bahwa pada 250 juta tahun yang lampau semua benua dan pulau-pulau yang ada saat
ini asalnya satu daratan raksasa. Sekitar 200 juta tahun yang lalu daratan raksasa
mulai retak dan terus bergerak (mengapung) yang diantaranya menyebabkan
terjadinya Benua Amerika dan Afrika yang terpisah, serta benua-benua lainnya.
Teori Apungan Benua ini mendapat kritikan dari ahli geologi Amerika serta beberapa
reaksi pedas (dari penganut Fixist). Perdebatan pun terjadi.

Kemudian pada 1950-an, teori Apungan Benua (continental drift)


“dihidupkan” kembali oleh ahli geofisika berkebangsaan Inggris yang mempelajari
magnetisme batuan untuk memahami medan magnet Bumi. Ditemukan bukti bahwa
batuan telah berpindah relatif terhadap kutub magnet Bumi, sehingga baik benua atau
kutub telah berpindah. Awalnya ahli geofisika lebih reseptif terhadap gagasan
mengembara kutub, tetapi dengan akhir 1950-an bukti komparatif dari India dan
Australia menunjuk ke arah perbergerakan benua. Terinspirasi oleh hasil ini, ahli
geologi Amerika Harry Hess (1906-1969) menghidupkan kembali gagasan
sebelumnya yang diusulkan oleh Arthur Holmes: bahwa arus konveksi melaju
gerakan benua.
Teori Pemekaran Lantai Samudra

Rekan Hess, Robert Dietz (1914-1995) kemudian mengusulkan ide yang


revolusioner yaitu mobile seafloor (seafloor spreading hypothesis) yang kemudian
membawa kepada formulasi teori tektonik lempeng (plate tectonic theory). Pada teori
ini, Bumi terdiri dari beberapa lempeng padat yang berubah pada ruang dan waktu.
Interaksi antara lempeng-lempeng tersebut memberikan penjelasan yang
mempersatukan keberadaan rentang pegunungan, cekungan laut, gempa bumi,
gunung api, serta fenomena geologi yang sebelumnya terpisah satu sama lainnya.
Interpretasi Dietz kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan langsung dari dasar
laut. Sementara itu, ahli geofisika telah menunjukkan bahwa medan magnet Bumi
telah berulang kali dan sering terbalik polaritasnya. Pembalikan magnetic ditambah
“penyebaran dasar laut” ditambahkan ke hipotesis diuji, diusulkan secara independen
oleh Kanada Lawrence Morley dan geofisika Inggris Frederick Vine dan Drummond
Matthews: Jika dasar laut menyebar sedangkan medan magnet Bumi berbalik, maka
basal membentuk dasar laut akan merekam peristiwa ini dalam bentuk rangkaian
paralel 'garis' normal dan terbalik magnet batuan.
Gambar 5. Global Mid Oceanic Ridge pada World Ocean Floor

[http://www.whoi.edu/cms/images/lstokey/2005/1/v41n1-macdonald1en_5766.jpg]

Sejak Perang Dunia II, Amerika Serikat Office of Naval Research telah
mendukung penelitian dasar laut untuk tujuan militer, dan volume besar data
magnetik telah dikumpulkan. Ilmuwan Amerika dan Inggris meneliti data, dan sejak
1966, hipotesis Vine dan Matthews telah dikonfirmasi. Pada 1967-1968, bukti benua
melayang (drifting continents) dan penyebaran dasar laut (spreding sea floor)
disatukan ke dalam kerangka kerja global. Bekerja secara independen, Daniel P.
McKenzie dan Robert L. Parker di Scripps Institution of Oceanography, dan Jason
Morgan di Princeton University, menunjukkan bahwa data yang ada dapat digunakan
untuk menganalisis gerakan kerak sebagai rotasi benda tegar pada bola. Hasilnya
dikenal sebagai Lempeng Tektonik.

Pembukaan dan penutupan dasar samudera dikenal sebagai teori Lingkaran


Wilson (Wilson Cycle), Burke et al., 1976, yang menyebutkan J. Tuzo Wilson adalah
yang pertama kali menjelaskannya pada 1966. J. Tuzo Wilson juga lah yang
memperkenalkan istilah “transform faults” pada literatur geologi pada awal 1960-an,
yang adalah kategori ke tiga dari batas lempeng (plate boundary – pertama, batas
konvergen, kedua, batas divergen).
Tektonik Lempeng

Sejak awal 1970-an atau akhir 1960-an pertentangan yang keras antara faham
Fixist dan Mobilist akhirnya reda. Kata Global Tektonik Lempeng selanjutnya lebih
dikenal dengan istilah Tektonik Lempeng (Plate Tectonics). Teori ini bukan hanya
merevisi total faham Fixist seperti Geosinklin dan Undasi, tetapi juga sebagai
pengembangan dari faham Mobilist, tampak jelas merupakan kolaborasi setidaknya
antara hipotesis Continental Drift dengan Sea Floor Spreading. Oleh karena itu
lahirnya konsep ini sebenarnya telah dimulai sebelum 1970, setidaknya setelah R.S.
Dietz (1961) dan Hari Hess (1962) mengemukakan mengenai mekarnya lantai
samudera.

Gambar 6. Teori Tektonik Lempeng

[https://geograph88.blogspot.co.id/2014/02/teori-pergerakan-benua.html]

Dengan teori yang bersifat umum maka akan mampu menjelaskan tatanan
Bumi secara utuh sebagai satu kesatuan sistem, sehingga dapat diketahui bahwa pada
“hakekatnya” semua yang ada di Bumi ini bersifat dinamis dan saling bertautan.
Dengan demikian proses yang terjadi pada setiap elemen / bagian dari Bumi
memberikan akibat pada elemen / bagian Bumi yang lainnya, baik secara sederhana
maupun rumit. Teori ini dikenal dengan nama Global Tektonik Lempeng (Global
Plate Tectonics), merupakan salah satu dari dua revolusi ilmiah dalam bidang
geologi yang telah menyegarkan semua ilmu tentang Bumi, dan menjebol sekat-sekat
lama yang memisahkan antar berbagai disiplin ilmu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Seru, Imanuel. 2014. Sejarah Perkembangan Ilmu Geologi. Teknik Geologi,


Universitas Padjajaran. Bandung.
(https://www.academia.edu/9843479/Sejarah_Perkembangan_Ilmu_Geologi)
Diakses pada 17 Oktober 2016
2. Sirait, Happy Christin Natalia. Perkembangan Konsep Tektonik.
(https://www.scribd.com/doc/309191485/Perkembangan-Konsep-Tektonik)
Diakses pada 17 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai