Anda di halaman 1dari 18

BAB III

TEORI DASAR

3.1. Umum

Hidrokarbon adalah molekul organik yang dominan terdiri dari hidrogen dan

karbon. Hidrokarbon berasal dari batuan induk sedimen yang telah matang dan kaya

akan material organik dan berpotensi menghasilkan hidrokarbon. Dalam eksplorasi

hidrokarbon terdapat empat tahap investigasi yaitu, analisis cekungan sedimen,

pemodelan petroleum system, play, dan prospect (Magoon dan Dow, 1994). Pada

tahap analisis dan pemodelan sistem petroleum, studi geokimia hidrokarbon

memberikan informasi yang penting mengenai korelasi antara dua atau lebih sampel

geokimia yang dapat berupa batuan induk atau produk hidrokarbon yang telah

bermigrasi. Pada saat ini geokimia hidrokarbon telah diaplikasikan untuk

meningkatkan kesuksesan pengembangan lapangan dan evaluasi produksi.

Metode geokimia hidrokarbon adalah studi terhadap karakteristik kimiawi

dari batuan induk dan hidrokarbon yang diambil dari batuan reservoir untuk

menentukan dugaan properti, kematangan dan identitas dari batuan induknya.

Berdasarkan hasil tersebut, selanjutnya lingkungan pengendapan ,tingkat kematangan

dan material organik penghasil hidrokarbon dapat ditentukan secara spesifik.

3.2. Pengertian Biomarker

Biomarker atau biological marker merupakan senyawa yang berasal dari

molekul biogenik yang umumnya berupa molekul fosil. Peters dan Moldowan (1993)

menjelaskan bahwa biomarker merupakan senyawa organik kompleks yang terdiri

18
dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan lainnya yang ditemukan dalam batuan serta

sedimen yang memperlihatkan struktur kimianya yang sedikit atau sama sekali tidak

berubah dari material organik awalnya (Eglinton dan Murphy, 1969).

Biomarker memiliki banyak kegunaan, antara lain, studi korelasi antara

hidrorabon-batuan induk, penentuan jenis batuan induk dan lingkungan

pengendapannya, senyawa organik pembentuk minyak bumi yang ada dalam batuan

induk, tingkat kematangan termal dari batuan induk dan hidrokarbon, tingkat

biodegradasi, dan umur hidrokarbon (Peters dan Moldowan, 1993).

3.3. Analisis Minyak Bumi

Dalam menganalisa minyak bumi menggunakan biomarker, metode ini tidak

di lakukan secara langsung yaitu menggunakan menggunakan metode kromotografi

kolom(LC), kromotografi gas (GC), dan kromotografi gas – spektometri massa (GC-

MS).

3.3.1. Metode Kromotografi Kolom (LC)

Metode kromotografi kolom (LC) berfungsi untuk memisahkan minyak

menjadi fraksi saturated, aromatic, dan komponen NSO (nitrogen+sulfur+oksigen).

Pemisahan fraksi ini bertujuan untuk menghasilkan data biomarker sehingga dapat

digunakan untuk analisis geokimia hidrokarbon. Langkah awal pemisahan fraksi ini

dilakukan dengan melarutkan minyak bumi dengan solven di dalam gelas ukur lalu

diletakkan di lemari pendingin selama lebih kurang 24 jam (keadaan tidak

membeku). Setelah 24 jam, sampel dikeluarkan dari lemari pendingin, kemudian

dicentrifuse hingga komponen asphalt berada di bawah (padat) dan dipisahkan zat

19
cairnya. Timbang berat asphalt dalam satuan gram Langkah selanjutnya dengan

memanaskan silika dengan temperature 200°C, sehingga dapat bersifat mengikat, lalu

masukkan silika tersebut kedalam tabung secukupnya dan diputar untuk

mendapatkan silika gel. Masukkan sampel oil kedalam tabung sebanyak 1 ml. Isi

tabung tersebut dengan solvent heksana sebanyak 20 ml, lalu biarkan airnya turun

sehingga menghasilkan fraksi saturated. Selanjutnya ganti gelas ukur dengan yang

baru lalu masukkan larutan benzena (30%+DCM +70% heksana) dan akan keluar

cairan berwarna kuning, cairan ini adalah fraksi aromatik. Setelah larutan habis,

masukkan larutan DCM 50% dan metanol 50% ke dalam gelas ukur dan tunggu

hingga akan keluar komponen NSO (Foto 3.1). Di setiap fraksi yang telah

dipisahkan, kemudian ditimbang menggunakan gelas ukur dan menghitung berat

bersih sampel.

Foto 3.1 Larutan jenis methanol, heksana dan DCM sebagai larutan yang digunakan metode
kromatografi larutan (LC)

20
Dalam melakukan penentuan tingkat kematangan batuan induk dapat juga

menggunakan diagram perbandingan antara fraksi saturate, aromatic, dan

NSO+asphalt. Dimana nilai dari NSO+asphalt lebih besar dari fraksi yang lain

menandakan sampel tersebut memiliki tingkat kematangan yang belum matang,

sebaliknya jika nilai saturate lebih tinggi dari pada fraksi lainnya menandakan

sampel tersebut dalam tingkat kematangan yang matang. (gambar 3.1)

Gambar 3.1 Diagram perbandingan anatara fraksi saturate, aromatik, dan NSO+asphalt.

3.3.2. Kromatografi Gas (GC)

Kromatografi gas merupakan teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip

pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-

komponen penyusunnya. Kromatografi gas biasa digunakan untuk mengidentifikasi

suatu senyawa yang memiliki campuran gas dan menentukan konsentrasi atau

komposisi suatu senyawa minyak dalam fase gas. Alat ini sensitif terhadap sumber

material organik, biodegradasi, kematangan termal, penguapan, dan pelapukan.

21
Senyawa biomarker yang dideteksi oleh kromatografi gas adalah alkana normal (n-

alkana) dan isoprenoid (pristane dan phytane) (Gambar 3.2)

Gambar 3.2 Kromatogram ideal alkana dan isoprenoid (pristane dan phytane).
(Peters dan Moldowan, 1993

3.3.2.1. Alkana Normal (n-alkana)

Alkana normal merupakan biomarker pertama yang dipelajari secara luas.

Konsentrasi tinggi dari alkana normal disebabkan oleh keberadaan material organik

tumbuhan, lipid alga, asam lemak, dan alkohol yang mengalami perubahan selama

proses pengendapan dan diagenesis material organik yang akhirnya menghasilkan n-

alkana dan memberikan karakteristik asal senyawa tersebut.

Tingkat kematangan minyak bumi dapat menggunakan CPI (Carbon

Preference Index). CPI (Carbon Preference Index) adalah perbandingan antara

atom karbon ganjil dari C25 alkana sampai C35 alkana dengan atom karbon genap

dari C24 alkana sampai C34 alkana (Bray dan Evans, 1961). Nilai CPI tinggi di atas 1

menunjukkan kematangan rendah sementara nilai CPI yang rendah di bawah 1 jarang

dijumpai dan mengindikasikan kematangan termal baik

22
CPI dihitung melalui rumus:

𝐶25+𝐶27+𝐶29+𝐶31+𝐶33 𝐶25+𝐶27+𝐶29+𝐶31+𝐶33
CPI = [ + ]/2
𝐶24+𝐶26+𝐶28+𝐶30+𝐶32 𝐶26+𝐶28+𝐶30+𝐶32+𝐶34

3.3.2.2. Isoprenoid

Isoprenoid digunakan sebagai biomarker analisis lingkungan pengendapan

dengan perbandingan pristane/phytana. Pristane terbentuk karena kondisi oksik,

sedangkan phytane terbentuk karena anoksik. Letak pristane selalu berdampingan di

sebelah kanan C17 alkana dan letak phytane selalu berdampingan di sebelah kanan

C18 alkana.

Rasio pristana/fitana > 3 mengindikasikan kontribusi material organik

terrestrial yang dominan membentuk minyak bumi. Nilai rasio pristana/fitana < 1

mengindikasikan kontribusi material organik marine yang dominan membentuk

minyak bumi. Untuk sampel yang memiliki nilai pristana/fitana dengan rentang 1-3

mengindikasikan kontribusi material organik lakustrin yang dominan menyusun

minyak (Talukdar et al., 1986; Volkman dan Maxwell, 1986).

Diagram nilai perbandingan pristana/C17 alkana dengan pristane/phytane

dapat mengindikasikan kontribusi material organik yang dominan ada pada minyak

bumi.( Gambar 3.3)

23
Gambar 3.3 Plot perbandingan nilai pristane/phytane dengan pristane/nC17 pada
sampel minyak (Talukdar et al., 1986; Volkman dan Maxwell, 1986).

Alat yang digunakan dalam metode gas kromotografi adalah agilent

technologies dengan nomor seri 7890A (Foto 3.2). Analisa diawali dengan

memasukkan sampel ke dalam vial dan diletakkan dalam plat sampel alat GC.

Sampel kemudian mengalir ke dalam kolom kapiler yang terbuat dari silika yang

berdiameter 0,32 mm yang sudah dilapisi oleh metylcyloxene dengan bantuan gas

inert He. Dalam kolom kapiler sepanjang 60 cm terjadi pemanasan dalam keadaan

vakum dengan temperatur awal 30°C dan temperatur akhir 300°C dengan gradien

sesuai keperluaran dengan bantuan gas helium. Gas yang dipanaskan akan mengalir

ke kolom kapiler dengan waktu tempuh yang berbeda. Molekul yang memiliki massa

terkecil dan bersifat non-polar memiliki waktu retensi yang terpendek yang dideteksi

oleh alat detektor (flame ion detector).

24
Foto 3.2 Alat gas kromotografi

Setelah analisis GC, maka akan muncul kromotogram dengan keterangan

waktu retensi dan tinggi puncak dalam bentuk total ion chromatogram (TIC). Dasar

penamaan dengan perbandingan puncak-puncak dari standar yang digunakan (danic

vince calibrator), sehingga didapatkan standar dari pola-pola tersebut,berupa print

out dengan keterangan nama puncak, waktu retensi, tinggi puncak, dan luasan area

puncak (gambar 3.1)

3.3.3. Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GCMS)

GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan

dua metode yaitu, analisis kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah

senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur

molekul senyawa organik. Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk

mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap

25
muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit

melingkarnya dalam medan magnetik seragam. (Gambar 3.4)

Gambar 3.4 Diagram skema dari alat kromatografi gas-spektometri massa


(Waples, 1985)

Penggunaan kromatografi gas yang dipadukan dengan spektroskopi massa

dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam mengidentifikasi senyawa yang

dilengkapi dengan struktur molekulnya. Teknik GCMS dilakukan untuk

menganalisis unsur-unsur yang sulit dipisahkan dengan teknik kromatografi gas,

karena memiliki nilai konsentrasi yang sangat rendah. Kromatografi

gas spektrometeri massa ini juga mirip dengan distilasi fraksional, karena proses ini

memisahkan komponen dari campuran berdasarkan perbedaan titik didih/tekanan

uap. Distilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-

komponen dari campuran senyawa pada skala besar, sedangkan GCMS dapat

digunakan pada skala yang lebih kecil. Senyawa biomarker utama yang dideteksi

oleh GCMS adalah terpana (m/z 191), sterana (m/z 217), diasterana (m/z 259), dan

bikadinana (m/z 369). Proses ini disebut sebagai “selected ion monitoring”, “single

ion monitoring” atau SIM. Alat yang di gunakan dalam GC-MC ini adalah agilant

technologies 6890N (GC) dan agilant technologies. (Foto 3.3)

26
Foto 3.3 Rangkaian alat GC-MC untuk analisa biomarker.

3.3.3.1. Terpana (m/z 191)

Terpana dideteksi dengan kromatografi gas spektometri massa

(GCMS) pada saluran ion m/z 191. Terpana dipercaya berasal dari bakteri.

Berbagai macam terpenoid (gabungan dari berbagai terpana) mengandung

grup –OH dan ikatan ganda yang berperan sebagai unsur pokok dari

membran sel pada bakteri. Senyawa terpana mencakup beberapa seri

homolog, seperti : trisiklik terpana dan pentasiklik terpana.

27
a. Trisiklik Terpana (Triterpana)

Trisiklik terpana bukan merupakan turunan dari pentasiklik terpana,

tetapi merupakan anggota dari famili genetik yang terpisah. Trisiklik terpana

mempunyai nomor atom karbon dari C19 sampai dengan C45.

b. Pentasiklik Terpana

Pentasiklik terpana pada umumnya dibagi menjadi hopanoid dan non-

hopanoid. Di dalam hopanoid terdapat hopana dan moretana. Analisis

terhadap hopana menunjukkan bahwa hopana mengandung atom karbon C27

22,29,30- Trisnorneohopana (Ts), C27 22,29,30- Trisnorhopana (Tm), C29

17α,21β-30-Norhopana, C30 17α,21β-Hopana, dan atom karbon C31-C35.

Setiap atom karbon C31-C35 memiliki 2 puncak yaitu S dan R . Moretana

diketahui melalui C29 17b,21a-30-Normoretana dan C30 17β,21α-Moretana.

Senyawa yang termasuk ke dalam kelompok non-hopanoid pentasiklik

terpana adalah oleanana dan gammaserana. Oleanana, biasanya terletak di

sebelah kiri C30 17α,21β-Hopana dapat digunakan sebagai indikator

biomarker material organik asal tumbuhan tingkat tinggi, tingkat kematangan

termal dan umur relatif batuan induk dan minyak bumi (Peters dan

Moldowan, 1993). Oleanana dipercaya berasal dari angiospermae atau

tumbuhan darat. Kehadiran oleanana pada lingkungan laut,kemungkinan

akibat proses transportasi dari sumber darat. Gammaserana (C30 triterpana)

dihasilkan dari membran lipid protozoa dan bakteri fototrofik. Gammaserana

dapat digunakan untuk menjelaskan jenis batuan induk dan lingkungan

pengendapan batuan induk karbonat dan minyak bumi marine. C30 oleanoid

28
adalah jasil dari diagenesis dari material tanaman pada kondisi rawa,dengan

kelimpahannya semakin menurun, bila kandungan biomarker oleanana

meningkat.

3.3.2.2. Sterana (m/z 217)

Sterana berasal dari zat sterol yang berada pada sebagian besar

tumbuhan tingkat tinggi dan alga. Sterana dideteksi dengan kromatografi gas

spektometri massa (GCMS) dengan saluran ion m/z 217. Sterana terdiri dari

atom karbon C27sterana, C28 sterana dan C29 sterana. Setiap atom karbon

tersebut memiliki 4 isomer karbon yang terdiri dari ααS, ββR, ββS, dan ααR.

Selain itu, sterana juga dapat dianalisis pada saluran ion m/z 218, dimana

sterana saluran ion ini merupakan isomer dari sterana pada saluran ion m/z

217. Keberadaan C27-C29 dapat mengindentifikasi lingkungan pengendapan.

Dominasi sterana C29 mengindentifikasi adanya kontribusi lingkungan darat,

dominasi sterana C28 mengindentifikasi kontribusi alga danau dan dominasi

C27 mengindentifikas dari fitoplanton laut (Huang dan Meinschein, 1979).

Pengamatan dominasi komponen sterana dapat digunakan untuk mengetahui

lingkungan pengendapan dari sampel ekstrak batuan induk dengan

menggunakan diagram segitiga yang ditunjukkan pada Gambar 3.5.

29
Gambar 3.5 Interpretasi distribusi sterana untuk menentukan lingkungan pengendapan
(Huang dan Meinshein, 1979).

3.3.2.3. Diasterana (m/z 259)

Pada saluran ion m/z 217 dan saluran ion m/z 259 dapat diamati pula

senyawa diasterana. Diasterana merupakan ubahan senyawa sterol selama

proses diagenesis. Diasterana juga memiliki 3 atom karbon, yaitu C27

diasterana (peak A dan B), C28 diasterana (peak C dan D), dan C29 diasterana

(peak I dan L). Setiap atom karbon diasterana memiliki 2 isomer karbon,

yaitu S dan R

3.3.2.4. Bikadinana (m/z 369)

Bikadinana merupakan senyawa marker dimana kehadiran biomarker

ini mengindikasikan input material organik terrestrial berupa tumbuhan

tingkat tinggi pada minyak bumi.

30
Metode gas kromotografi – spektrometri massa menghasilkan fraksi saturated

dan aromatic dari sampel minyak bumi. Nilai biomarker yang dihasilkan kemudian

di plot guna mengetahui aspek kualitas dengan menginterpretasi tingkat kematangan

dan organofasies minyak bumi.

A. Tingkat Kematangan Berdasarkan Fraksi Hidrokarbon Saturated

Parameter kematangan triterpane dihasilkan dari perbandingan

TM(trisnorhopana) / TS (trisnorneohopana) dengan C30 moretana/hopana

(Gambar 3.6). Perbandingan isomerisasi sterana C29 αββR + S/ ααα S + R

dan C29 αααS / αααR dapat menunjukkan tingkat kematangan dari sampel

minyak bumi (Gambar 3.7)

Gambar 3.6 plot antara TM/TS dengan C30 moretana/hopana pada


sampelMinyak (Miles, 1989).

31
Gambar 3.7 Plot Antara C29 abbR+S/aaaS+R Steranes dan C29 aaaS/aaaR Steranes
pada sampel minyak bumi (Miles,1989)

B. Tingkat Kematangan Berdasarkan Fraksi Hidrokarbon Aromatik

Analisa GC – MS dilakukan pada fraksi aromatik sampel minyak bumi. Plot

antara Distribusi methylphenathene dengan ekuivalen vitrinit (RC) dapat melihat

tingkat kematangan sampel minyak bumi. (Gambar 3.8)

32
Gambar 3.8 Plot antara indeks MP dan ekuivalen RC pada tiga sampel minyak bumi
(Radke, 1983 dan Kvalheim, 1987)

C. Organofasies Minyak Bumi

Perbandingan nilai hopana/sterana dengan pristane/phytane (Gambar 4.9)

menunjukkan kandungan material organik (Sletten, 2013). Distribusi C30 oleanoid,

bicadinanes, dan oleanana dapat menunjukkan lingkungan terbentuknya batuan

induk.(Murray, 1997) (Gambar 3.10)

33
Gambar 3.9 Perbandingan antara Pristane/Phytane dengan Hopana/Sterana
pada sampel minyak bumi

Distribution of Oleanane, C30 Oleanoid Triterpanes and Bicadinanes

Gambar 3.10 Distribusi C30 oleanoid, bicadinanes, dan oleanana (Murray, 1997)

34
3.4. Korelasi Minyak Bumi

Tahapan akhir dari penelitian ini membua korelasi antara data sampel minyak

bumi dengan mengelompokkan karakteristik dari kedua kelompok sampel tersebut

berupa persamaan dari segi organofasies dan tingkat kematangan. Organofasies

menurut Rogers (1980) adalah kandungan dari material organik secara dominan

dilihat dari sumber dan lingkungan pengendapannya sedangkan tingkat kematangan

menurut Miles (1989) adalah proses perubahan kimia pada material organik sedimen

yang disebabkan terjadinya kenaikan temperature dan tekanan dalam waktu skala

geologi.

Dari hasil korelasi tersebut maka didapatkan apakah terjadi korelasi positif

atau negatif dengan dasar persamaan karakteristik organofasies dan tingkat

kematangan. Hasil berupa korelasi positif dapat digunakan untuk menambah

informasi mengenai batuan induk potensial dalam cekungan daerah penelitian, dan

menentukan daerah yang cukup matang untuk menghasilkan hidrokarbon. Hasil

berupa korelasi negatif mengindentifikasikan bahwa terdapat lebih dari satu

petroleum system atau potensi hidrokarbon dalam satu cekungan sehingga eksplorasi

hidrokarbon dengan jumlah cadangan hidrokarbon yang didapatkan bertambah dan

membantu mengidentifikasi batuan induk yang telah matang,sehingga perlu diteliti

lebih lanjut.

35

Anda mungkin juga menyukai