Buku Evaluasi Pengawasan Pilkada 2017 PDF
Buku Evaluasi Pengawasan Pilkada 2017 PDF
Penyelenggaraan Pemilihan
Kepala Daerah 2017
Pengarah
Prof. Dr. Muhammad, S.IP., M.Si.
Daniel Zuchron, M.Ud
Nasrullah, S.H., M.H.
Endang Wihdatiningtyas, S.H.
Ir. Nelson Simanjuntak, S.H.
Pembina
Gunawan Suswantoro, S.H., M.Si.
Penanggung Jawab
Ferdinand Eskol Tiar Sirait
Ketua Tim
Feizal Rachman
Wakil Ketua
R. Alief Sudewo
Fathul Andi Rizky Harahap
Djoni Irfandi
Narasumber
Masykurudin Hafidz
Sunanto
Dian Permata
Engelbert Johanes Rohi
Tedi Rustendi, S.Sos.
Dr. Drs. Bahtiar, M.Si
M. Harry Mulya Zein
Jeffry Apoly Rahawarin
Sekretariat
Adriansyah Pasga Dagama
M. Qodri Imaduddin
Anjar Arifin
Mohamad Ihsan
Bismillahirrahmanirrahim....
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah Swt atas
segala nikmat yang diberikan, kami akhirnya dapat merampungkan penulisan
buku “Evaluasi Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2017” ini. Di
tahun ini, kita baru saja merampungkan perhelatan Pilkada serentak di 7
Provinsi dan 101 Kabupaten/Kota. Pilkada 2017 ini merupakan periode kedua
sebelum nantinya Pilkada akan dilaksanakan secara serentak seluruh wilayah
di Indonesia.
Tentu banyak catatan atas penyelenggaraan Pilkada 2017 ini. Dari sekian
banyak isu dalam penyelenggaraan Pilkada 2017, kami mencatat setidaknya
ada 5 (lima) hal yang menjadi pokok-pokok dalam evaluasi Pilkada 2017 ini.
Kelima hal tersebut antara lain soal money politics; netralitas Aparatur Sipil
Negara (ASN), penyalahgunaan program pemerintah dan mutasi pejabat
daerah; persoalan hak memilih warga negara (daftar pemilih, tingkat partisipasi
dan partisipasi kelompok disabilitas); Dana kampanye; dan evaluasi IKP Pilkada
2017 sebagai sistem peringatan dini (early warning system). Tentunya titik berat
pada lima hal tersebut tidak menafikan berbagai persoalan lainnya yang juga
terjadi selama pelaksanaan Pilkada 2017.
Kami mengharapkan apa yang telah dituliskan dalam buku ini bisa
memberikan kontribusi terhadap perkembangan kepemiluan dan demokratisasi
di Indonesia. Bawaslu sebagai salah satu penyelenggara Pemilu selalu
berkomitmen untuk menegakkan integritas penyelenggaraan Pemilu/Pilkada
di Indonesia. Melalui penulisan buku ini diharapkan, publik secara luas dapat
memahami eksistensi Bawaslu sebagai ujung tombak penegak demokrasi.
Buku ini merupakan persembahan terakhir kami, Komisioner Bawaslu
RI periode 2012-2017, yang akan mengakhiri masa tugasnya pada April
2017 ini. Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa persoalan
dalam mengupayakan penyelenggaraan Pemilu/Pilkada yang bersih dan
berintegritas. Namun kami mengharapkan agar cita-cita kami, terwujudnya
penyelenggaraan Pemilu/Pilkada yang bersih dan berintegritas, dapat terus
diperjuangkan oleh penerus kami. Demi kehidupan demokrasi kita yang
bermartabat.
Daniel Zuchron
DARI BAWASLU
KITA SELAMATKAN
PEMILU INDONESIA
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa politik uang pada pilkada
serentak gelombang kedua 2017 ini dijumpai banyak terjadi. Penulis meneliti
tentang studi politik uang dalam pemilihan umum (pemilu) merujuk pada
bentuk-bentuk politik uang yang beragam. Selain itu mengulas strategi/pola
yang digunakan ialah serangan fajar dan mobilisasi massa.
1
Sebagai salah satu judul materi pembahasan evaluasi pilkada serentak gelombang kedua 2017.
Penelitian diinisiasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI
METODOLOGI
Sumber data
Jenis yang yang di gunakan dalam penelitian ini berupa data primer
yaitu data yang di peroleh peneliti secara langsung dari sumbernya atau
narasumber sebagai informan yang langsung berhubungan dengan fokus
penelitian. Pada data primer ini, untuk menetukan informan kunci, penulis
menggunakan teknik penentuan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian.
Maka yang menjadi informan atau informan kunci dalam penelitian ini yakni
Bawaslu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Muklir. Panwaslih NAD
Syamsul Bahri. Bawaslu Gorontalo Arijadi. Perwakilan Kemendagri A Aswin
M. Perwakilan Kemenpolhukam Jeffry A R. Perwakilan KASN M Harry M dan
Muhaziran S W. Pegiat pemilu dari Komite Independen Pemantau Pemilu
(KIPP) dan Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR)
Sedangkan data sekunder yaitu data atau informasi hasil penelahaan
dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan
kepustakaan seperti buku-buku, literatur, surat kabar, majalah, jurnal ataupun
arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas.
2
Lihat jurnal Bawaslu DKI dan opini di Jateng Pos pada 15 Februari 2017 dengan judul Politik Uang:
Cara Primitif Nan Efektif
LITERATURE REVIEW
Karakteristik uang memberikan kemudahan. Uang dapat diubah ke
berbagai macam sumber daya. Sebaliknya, berbagai macam sumber daya
dapat diubah ke dalam uang. Uang juga dapat membeli barang, keahlian,
dan layanan. Sebaliknya juga demikian. Barang-barang, layanan, dan keahlian
dapat dinilai dengan sejumlah uang. Tentu saja pemilik uang akan memunyai
pengaruh politik bagi peserta pemilu.
Dalam perjalanannya, politik uang merupakan tindakan membagi-bagikan
uang, barang dan jasa sudah mengalami pembiasan makna. Sedangkan batasan
pelaku politik uang menurut Ismawan adalah orang yang memberi uang politik
baik kandidat, pendukung atau tim sukses, dan penerima uang politik dalam
bentuk apapun. Politik uang dilakukan dengan sadar oleh pihak-pihak yang
melakukan praktik politik uang (Ismawan, 1999: 5).
Hal ini juga terekam pada survei atau riset yang dilakukan Founding
Fathers House (FFH) di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Dari riset itu
diketahui, persepsi publik terhadap politik uang tidak berubah banyak. Publik
Brebes dinilai masih permisif dengan politik uang. Pada sigi 2011, diketahui,
74.5 persen akan menerima jika ada pemberian politik uang atau barang dari
relawan, tim sukses, atau dari paslon tertentu. 25.5 persen akan menolak.
DATA
Prediksi bakal munculnya praktik politik uang pada pilkada serentak
gelombang kedua 2017 terbukti. Ini dapat dilihat beragamnya kasus politik
uang. Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) di Kabupaten Banggai
Kepulauan, Sulawesi Tengah, menangkap tangan empat anggota tim sukses
pasangan calon (paslon) yang diduga membagi-bagikan uang ke sejumlah
warga di 16 desa. Uang yang telah disebarkan berjumlah Rp 372,8 juta4. Bahkan,
salah satu paslon terang-terangan membagikan uang saat pengumpulan KTP
dukungan5.
Di Pati, Jawa Tengah, Aliansi Kawal Pilkada mendapati ribuan amplop
berisi uang Rp 15 ribu telah disita. Amplop berisi uang itu beredar di 12
kecamatan. Diduga pelakunya adalah petahana yang ikut kembali pada
kontestasi ini6. Di Pangkalpinang, Bangka Belitung, modus politik uang
berupa pembagian beras. Harapannya, warga mau memilih paslon tententu.
Pelakunya sudah ditangkap Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota
Pangkapinang7. Di Kabupaten Kulonprogo, DIY, politik uang dilakukan dengan
modus pemberian kalender, biskuit, dan uang8.
Di Banten terdapat dua (2) kasus politik uang yang mengemuka dan
masuk peradilan. Kasus pertama, Hidayat Wijaya Adipura dan Afrizal Nur.
Mereka ditangkap Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) pada 14
Februari 2017 dini hari di perumahan Bumi Ciruas Permai (BCP), Kecamatan
3
Lihat dalam Peta Jalan Politik Uang Bawaslu RI
4
http://www.mediaindonesia.com/news/read/91889/politik-uang-nyata/2017-02-13
5
http:// www.kabarselebes.com/2017/01/wah- ada- cabup-dan-cawabup-bangkep-terang-terangan-
main-politik-uang/
6
http://www.mediaindonesia.com/news/read/92175/pengungkapan-politik-uang-pada-pilkada-pati-
berlanjut/2017-02-14
7
http: // bangka.tribunnews.com /2017/02/12/ panwas- pangkalpinang- terima- laporan- dugaan-
pembagian -beras
8
https://www.radarjogja.co.id/ott-panwaslu-sita-barang-bukti/
ANALISA
Politik dan uang merupakan pasangan yang sangat sulit dipisahkan.
Aktivitas politik memerlukan uang (sumber daya) yang tidak sedikit, terlebih
dalam kampanye pemilu. Relasi kuat antara ‘politik dan uang’ dipengaruhi
oleh, dan memengaruhi, hubungan antara politisi, keanggotan partai, dan
hukumannya/index.html
17
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/02/14/rawannya-politik-uang-jelang-pilkada-
serentak-2017
18
http://acehsatu.com/di-bireuen-money-politic-dilakukan-terang-terangan/
19
Wawancara mendalam dilakukan pada 5 April 2017 di Hotel Mercure Cikini, Jakarta Pusat, pukul
16.00 – 18.00 WIB
20
Wawancara mendalam dilakukan pada 5 April 2017 di Hotel Mercure Cikini, Jakarta Pusat, pukul
16.00 – 18.00 WIB
21
Lihat Dian Permata dalam Peta Jalan Politik Uang
HAK-HAK PEMILIH
LATAR BELAKANG
Pada tahun 2017, Indonesia mengadakan pemilihan kepala daerah secara
serentak yang diikuti oleh 7 provinsi, 76 kabupaten dan 18 kota. Jumlah ini
cukup sedikit bila dibandingkan dengan pilkada serentak pada tahun 2015 yang
diikuti oleh 8 provinsi, 170 Kabupaten dan 26 kota. Momentum pemilukada,
selain sebagai ajang pemilihan calon kepala daerah, juga menjadi tolak ukur
penyelenggara pemilu untuk melaksanakan pemilihan yang berintegritas dan
berkualitas dari pemilihan sebelumnya. Isu krusial yang selama ini muncul
pada pemilukada ialah permasalahan hak pemilih.
Bawaslu yang merupakan salah satu lembaga penyelenggara pemilu
mempunyai tugas dan fungsi dalam memastikan, mengawasi, serta
menindaklanjuti hak seseorang dalam menyalurkan aspirasi politiknya,
yaitu terdaftar sebagai pemilih. Sehingga, profesionalitas bawaslu sebagai
lembaga negara yang mempunyai wewenang dalam mengawasi perjalanan
pemilukada menjadi tolak ukur keberhasilannya jika hak-hak pemilih bukan
lagi sebagai permasalahan krusial yang selalu terulang. Seperti diketahui
bersama bahwa permasalahan daftar pemilih merupakan permasalahan
klasik yang selalu hadir disetiap pemilihan umum. Yang artinya sampai saat
ini penyelenggara pemilu masih belum dapat menemukan langkah yang
tepat untuk meminimalisir permasalahan tersebut yang selalu hadir setiap
lima tahun sekali.22
Konsekuensi dalam berdemokrasi ialah menjamin warga negaranya untuk
dapat memilih dan dipilih, dengan kata lain bahwa Negara harus hadir untuk
bisa menjamin warga negaranya, yang mempunyai hak pilih, agar masuk dalam
daftar pemilih. Sebab, menurut Hasyim Asy’ari (2012) mengatakan bahwa
partisipasi politik merupakan inti dari demokrasi, yang artinya bahwa suatu
22
Pada tahun 2011, melalui Prakarsa Pendaftaran Pemilih KPU terdapat beberapa solusi alternatif
dalam menangani masalah-masalah yang berkenaan dengan pendaftaran pemlih, diantaranya ialah
pengkategorian pemilih dengan beragam variannya, dalam pemutakhiran data hendaknya ditentukan
tentang wewenang untuk pemutakhiran (Asy’ari: 2012).
23
Mengenai hak pilih, Mahkamah Konstitusi melalui putusan perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003
menyebutkan bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih merupakan hak
yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensiinternasional, maka pembatasan
penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap
hak asasi dari warga negara.
24
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dalam pasal 21 menyebutkan bahwa (1) Setiap orang
berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang
dipilih dengan bebas. (2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam
jabatan pemerintahan negeranya. (3) Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah;
kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan murni,
dengan hak pilih yang bersifat umum dan sederajat, dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun
dengan prosedur lain yang menjamin kebebasan memberikan suara (DUHAM: 1948)
· Pengawasan DPS
Setelah melakukan pengawasan coklit, maka selanjutnya ialah
pengawasan penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS). Setelah DPS
ditetapkan dalam pleno di Kabupaten/Kota, langkah selanjutnya ialah
melakukan pengumuman DPS. Tujuan pengumuman DPS dimaksudkan agar
masyarakat dapat mengetahui dirinya terdaftar dengan data pemilih yang
benar. Pengumuman DPS dilakukan dengan menempelkan salinan daftar
pemilih di tempat-tempat yang mudah dilihat oleh pemilih, dalam rentang
waktu yang telah ditentukan.
Dalam konteks ini, pengawas pemilihan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengumuman DPS. Pengawasan yang dilakukan meliputi
Sejumlah warga negara yang berhak memilih tetapi tidak mempunyai Kartu Tanda
1 Penduduk (KTP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga tidak dapat
terdaftar dalam DPT.
Sebagian besar DP4 dari pemrintah Kabupaten/Kota tidak dapat diandalkan dari
segi derajat cakupan, kemutakhiran dan akurasi, tidak hanya karena pemutakhiran
2 data penduduk dilakukan secara pasif tetapi juga karena Pemerintah Kabupaten/
Kota tidak mengakomodasi DPT pemilu/pilkada sebelumnya dalam penyusunan
DP4 pemilu berikutnya.
KPU tidak mempunyai sikap yang jelas terhadap DP4 dari Pemerintah Kabupaten/
3
Kota yang mempunyai kualitas yang tidak dapat diandalkan.
KPU tidak memiliki parameter yang terukur dalam menerima atau menolak DP4 dari
4
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Persyaratan domisili pemilih yang diterapkan antara de jure dan de facto menimbulkan
5
masalah.
6 Pemilih bersikap pasif dalam menanggapi DPS karena merasa sudah tercatat sebagai pemilih.
Pembetukan PPDP tidak hanya terhambat, tetapi juga tidak sesuai dengan maksud
7
dan tujuan pembentukan PPDP.
8 PPS dan PPDP cenderung bersikap pasif dalam pemutakhiran daftar pemilih.
Hanya sedikit partai politik yang meminta salinan DPS kepada PPS, dan PPS hanya
9 akan memberikan salinan DPS kepada partai politik apabila wakil partai politik
mengganti biaya fotokopi.
PEMILIH DISABILITAS
Penyandang disabilitas masih menghadapi tantangan dan hambatan
yang cukup besar dalam memenuhi hak-hak sipil dan politik mereka.
Beberapa contoh hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam
Pemilu adalah lokasi TPS yang tidak dapat diakses, petugas KPPS yang tidak
dilatih bagaimana berinteraksi dengan pemilih penyandang disabilitas dan
tidak adanya alat bantu bagi penyandang disabilitas netra.
Potensi hilangnya hak-hak penyandang disabilitas tidak terbatas pada
hari pelaksanaan Pemilu saja, tetapi juga di tahapan-tahapan awal sebelum
hari pemungutan suara. Mereka seringkali tidak dapat mengakses informasi
tentang Pemilu atau pendaftaran pemilih, sehingga mereka tidak dapat
mendaftar dan memberikan suara, serta kurangnya pengetahuan tentang
pilihan yang tersedia bagi mereka. Hambatan bagi penyandang disabilitas
sangat bervariasi tergantung pada norma dan budaya yang sebagiannya
belum ramah bagi penyandang disabilitas. 28
Jumlah penyandang disabilitas tidaklah kecil. Badan Pemenuhan Hak-
Hak Penyandang Disabilitas PBB (UN Enable) menyatakan bahwa penyandang
disabilitas merupakan kelompok minoritas terbesar di dunia.29 Laporan Dunia
Penyandang Disabilitas pertama, yang diterbitkan bersama dengan WHO
dan Bank Dunia pada tahun 2011, memperkirakan bahwa sekitar 15 persen
dari penduduk dunia memiliki disabilitas. Ini setara dengan lebih dari satu
miliar orang.30 Jika diterapkan di Indonesia, dengan jumlah populasi sekitar
28
Gambaran tentang hambatan dan tangan aksesibilitas pemilu di Indonesia. Lampiran 1
29
United Nations Enable, “Lembar fakta tentang penyandang disabilitas”.
30
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Bank Dunia, “Laporan Dunia tentang Disabilitas”, 2011.
31
Data dari Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa hanya ada sekitar
tiga juta penyandang disabilitas di Indonesia. Perbedaan ini sebagian besar disebabkan oleh pendekatan
yang berbeda dalam mendefinisikan disabilitas. Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia dan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, “laporan negara Indonesia,” 2006.
32
UU No.19/2011 tentang Ratifikasi Konvensi PBB mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan di atas dan untuk mendukung pemilu akses,
AGENDA merekomendasikan poin-poin berikut:
4. Untuk memastikan bahwa petugas pemilu (khususnya PPS) dan staf TPS
(KPPS) harus: (a) memilih lokasi TPS yang dapat diakses sebagaimana diatur
dalam UU yang berlaku di Indonesia; (b) memahami aturan formulir Model
C3 PPWP yang harus diisi asisten penyandang disabilitas; (c) memahami
fungsi dan kegunaan template Braille; dan (d) siap mendukung penyandang
berbagai jenis disabilitas di TPS – untuk ini, harus ada satu sesi pelatihan
yang sepenuhnya tentang isu aksesibilitas bagi staf tingkat lokal.
LATAR BELAKANG
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia merupakan
lembaga negara yang memiliki tugas dalam pengawasan baik dalam
penindakan dan pencegahan. Konteks pencegahan dalam pengawasan
pemilu diperlukan sebagai upaya pemetaan yang lebih komprehensif terkait
dengan potensi pelanggaran dan kerawanan dalam penyelenggaraan pemilu.
Dalam pelaksanaan tugas diatas, Bawaslu menyusun Indeks Kerawanan
Pemilu (IKP) sebagai suatu rangkaian riset yang dilakukan sebagai dasar dalam
merumuskan kebijakan, program, dan strategi dalam konteks pengawasan di
bidang kepemiluan. Melalui pendekatan pencegahan, IKP dibutuhkan sebagai
instrumen kerawanan di setiap wilayah yang hendak melangsungkan Pilkada,
harapannya segala bentuk potensi kerawanan dapat diantisipasi, diminimalisir,
dan dicegah.
Pemetaan dan deteksi dini dalam menentukan wilayah-wilayah prioritas
yang didentifikasi sebagai wilayah rawan dalam proses pemilu yang
demokratis, mengidentifikasi ciri, karakteristik, dan kategori kerawanan dari
berbagai wilayah yang akan melangsungkan pemilu dan menjadikan referensi
dalam menentukan strategi dan langkah-langkah antisipasi, pencegahan, dan
meminimalisir kerawanan pelaksanaan pemilu.
IKP selain berguna bagi internal Bawaslu RI juga berguna bagi stakeholders
(kementerian dan lembaga negara, institusi akademik, masyarakat sipil,
media, serta publik secara luas) sebagai sumber data rujukan dalam produksi
data, informasi, dan pengetahuan serta rekomendasi dalam mengambil
keputusan, terutama untuk langkah-langkah antisipasi terhadap berbagai
hal yang dapat menghambat dan mengganggu proses pemilu di berbagai
daerah di Indonesia.
Tabel
Kabupaten/kota dengan Tingkat Kerawanan Tinggi
Kesesuaian Proyeksi
Dalam hal kesesuaian proyeksi tingkat kerawanan yang dihasilkan oleh
IKP dapat dipelajari dari pelaksanaan Pilkada Tolikara dan Intan Jaya. Potensi
kerawanan yang telah dihasilkan oleh IKP terbukti terjadi di suatu daerah
Pilkada tersebut. Dengan kategori ini, IKP menunjukkan keberhasilan dari IKP
sebagai cara untuk mendeteksi kerawanan.
Dalam pelaksanaan Pilkada Intan Jaya, pemutahiran daftar pemilih oleh
KPU Kabupaten Intan Jaya tidak berjalan sesuai prosedur, dimana Panwaslih
Kabupaten Intan Jaya mengambil sample pengawasan di Distrik Sugapa dan
Distrik Homeyo dan di temukan, dimana dikedua Distrik tersebut terdapat
kesalahan prosedur yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Intan Jaya dimana
PPDP (Petugas Pemutahiran Data Pemilih) yang tugasnya untuk melakukan
Pencocokan dan Penelitian (Coklik) Pemutahiran Data Pemilih dibentuk oleh
KPUD Kabupaten Intan Jaya sendiri yang merekrut petugas PPDP bukan
Tabel
Data Pemilih Intan Jaya
Keberhasilan Penyelenggaraan
Dalam keberhasilan penyelenggara Pemilu dalam mengantisipasi
tingkat kerawanan di suatu daerah dapat dipelajari dari Pilkada Aceh dan
Banten. Penyelenggara Pemilu berhasil melakukan antisipasi dan pencegahan
berdasarkan dari tingkat kerawanan yang dhasilkan oleh IKP. Keberhasilan
dari IKP untuk mengambil langkah prioritas dan strategi pencegahan dari
kerawanannya. Keberhasilan menurunkan tingkat potensi kerawanan di
Pilkada Aceh dengan melakukan pencegahan semaksimal mungkin.
Dalam konteks Pilkada Aceh, IKP berhasil menjadi motivasi untuk
melakukan pencegahan. Kerawanan dapat dicegah dengan melakukan
koordinasi intensif dengan stakeholders Pilkada dalam waktu yang regular
yaitu setiap dua minggu sekali. Terdapat pertemuan antara KPU, Bawaslu,
Pangdam, Kapolda untuk mencari formula dalam mencegah terjadinya
potensi pelanggaran Pemilu. Setiap kali pertemuan stakeholders, seluruh
pasangan calon selalu diundang untuk membahas persoaln tertentu.
PENDAHULUAN
Uang adalah sebuah medium atau alat yang sangat signifikan untuk
dapat menguasai energi dan sumber daya. Uang mampu membeli apa
yang dapat atau tidak dapat diberikan secara sukarela. Uang dan segala
yang dapat dibeli dengannya terbukti telah menjadi sesuatu yang selalu
penting dalam dunia politik. Karakteristik khas dari uang adalah ia dapat
dipertukarkan (konvertibel) tanpa meninggalkan jejak sumbernya. Ini adalah
sebuah “keuntungan” nyata dalam politik. Konvertibilitas uang tersebut,
lantas membuat pembiayaan kegiatan politik --Dana Kampanye-- menjadi
sebuah komponen yang signifikan dalam seluruh proses pemerintahan.
Karena sifat universalnya, uang pun menjadi elemen penjejak (tracer
element) dalam mempelajari tentang kekuasaan politik. Keterangan-
keterangan mengenai transaksi-transaksi yang melibatkan uang menjelaskan
proses politik dan perilaku, akan semakin meningkatkan pemahaman kita
mengenai alur menuju pengaruh dan kekuasaan. Sebagai salah satu sumber
kekuasaan, uang juga tidak terlepas dari syarat-syarat penggunaan dalam
tatanan politik yang demokratis.
Semakin kaya seseorang atau sekelompok orang, semakin tinggi pula
posisi kekuasaan politik yang dapat diraihnya, sekalipun kesejajaran ini tidak
berlangsung secara otomatis. Artinya, kekayaan tidak dengan sendirinya
menghasilkan kekuasaan politik, jika tidak digunakan untuk mempengaruhi
proses-proses politik. Tetapi, di Indonesia, yang terjadi pada umumnya adalah
sebaliknya. Uang, misalnya, bukan menghasilkan kekuasaan politik, melainkan
justru kekuasaan politiklah yang akan “menghasilkan” uang. Situasi demikian
telah menyebabkan kehidupan politik yang korup.
Berangkat dari pemikiran di atas, maka penggunaan uang dalam
politik, terutama dalam hal Dana Kampanye pada Pemilu atau Pilkada, harus
TANTANGAN PENGAWASAN
Konsep follow the money atau mengikuti jejak uang dalam dana
kampanye merupakan persoalan yang jauh lebih kompleks dari pada sekedar
formalitas audit dana kampanye yang memeriksa dana masuk dan keluar.
Dalam upaya tracking dana kampanye dibutuhkan kerjasama dengan
lembaga stakeholders seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK). Namun problemnya adalah, PPATK hanya dapat menjangkau lalu-
lintas transaksi keuangan yang berlangsung via rekening bank (non-tunai),
sementara transaksi yang berlangsung tunai “dibawah meja” tidak dapat di-
tracking.
Proses audit dana kampanye membutuhkan auditor publik yang kredibel,
karena kerja-kerja audit merupakan salah satu bentuk dari kerja pengawasan.
Dalam kaitan ini maka Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga
yang paling tepat untuk menunjuk auditor publik, bekerjasama dengan
lembaga keprofesian auditor yang tergabung dalam asosiasi-asosiasi auditor.
Karena persoalan dana kampanya bukan hanya sekedar memeriksa
tingkat kepatuhan dan bukan juga sekedar formalitas memeriksa balance
antara kolom debit dan kredit, maka penelusuran sumber dana kampanye
menjadi sangat signifikan melalui verifikasi lapangan yang dilakukan oleh
petugas pengawas pemilu.
Dalam upaya meminimalisir tindak pelanggaran dana kampanye, maka
khusus untuk segala bentuk aktivitas kampanye harus bersumber dari
rekening dana kampanye yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan evaluasi
terhadap pengawasan Dana Kampanye, maka ada beberapa ketentuan yang
dapat dipertimbangkan sebagai input perbaikan.
Perlu ditelisik lebih luas pada aktor-aktor yang terlibat dalam peredaran
politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah. Berdasarkan pengalaman pada
beberapa Pilkada sebelumnya di beberapa wilayah di Indonesia, aktor pelaku
politik uang tidak selalu berkaitan secara langsung ataupun tidak langsung
dengan para kandidat calon kepala daerah yang sedang berkompetisi.
Keterlibatan pelaku politik uang pun belum tentu mencerminkan keterkaitan
REKOMENDASI
Berdasarkan varian-varian kasus dan modus operandi ketidaknetralan
aparatur sipil negara (ASN) tersebut di atas, maka beberapa hal layak menjadi
pertimbangan dalam upaya pencegahan;
1. Dibutuhkan sinergitas antar lembaga atau stakeholder pengawasan dalam
pemilihan kepala daerah sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas
pengawasan; selain pihak-pihak di dalam Gakkumdu, Bawaslu perlu
melibatkan Kementrian Dalam Negeri, Komisi ASN, Kementrian Polhukam,
serta peran partisipasi publik melalui pengawasan partisipatif.
2. Sanksi tegas guna memberikan efek jera tidak terlepas dari ketegasan
lembaga-lembaga stakeholder diluar Badan Pengawas Pemilu dalam
mengeksekusi rekomendasi-rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh
Bawaslu.
3. Urgensi penguatan kelembagaan (institusional building) dalam kaitan
dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan lembaga
pengawas (Bawaslu) di semua struktur terutama pada level kabupaten/
kota sebagai ujung tombak pengawasan.
4. Berkenaan dengan modus operansi dan aktor-aktor yang terlibat dalam
pelanggaran sikap tidak netral itu, dibutuhkan pertimbangan untuk
memperluas pada bukan saja pejabat birokrasi di daerah (ASN), namun
juga kepada pihak keamanan, yaitu aparat Kepolisian dan aparat TNI.
Karena dari beberapa pengamatan di lapangan pengawasan, aparat
keamanan juga diindikasikan mendukung salah satu calon kepala daerah,
terutama pada incumbant.
5. Penunjukan pejabat pelaksana tugas (Plt) kepala daerah menjadi sarat
kepentingan politik karena juga dapat menguntungkan atau merugikan
para calon kepala daerah yang sedang berkompetisi dalam pemilihan
kepala daerah. Dengan demikian maka pengawasan terhadapnya menjadi
sangat urgent dilakukan.