Anda di halaman 1dari 7

AKTOR SEJARAH

DIBALIK BERDIRINYA KOTA BANDUNG1)


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
A. Sobana Hardjasaputra2)

PENDAHULUAN
Dalam pengertian umum, aktor adalah orang yang berperan di suatu
kejadian penting (KBB, 2008: 31). Berarti aktor sejarah dibalik berdirinya kota
Bandung adalah orang-orang yang berperanan penting dalam proses berdiri-
nya kota Bandung.
Untuk mengetahui siapa yang layak disebut aktor sejarah dibalik
berdirinya Kota Bandung, perlu dikemukakan bagaimana proses berdirinya
kota tersebut.

PROSES BERDIRINYA KOTA BANDUNG


Kota Bandung didirikan atas prakarsa/gagasan Bupati R.A.
Wiranatakusumah II, Bupati Bandung ke-6 (1794-1829). Ia adalah putera
Bupati Tumenggung Anggadireja III (R.A. Wiranatakusumah I), Bupati
Bandug ke-5 (1763-1794).
Bupati R.A. Wiranatakusumah II memiliki gagasan untuk me-
mindahkan ibukota Kabupaten Bandung, dengan alasan dan tujuan sebagai
berikut.
1) Krapyak sebagai ibukota Kabupaten Bandung sejak tahun 1633
dirasakan tidak strategis dan tidak cocok, baik bagi pemerintahan
Kabupaten Bandung maupun bagi kehidupan masyarakat daerah
setempat. Kondisi itu disebabkan Krapyak terletak di daerah Kabupaten
Bandung bagian selatan, sedangkan wilayah kabupaten itu sebagian
besar berada di bagian utara.
2) Krapyak berlokasi di tepi sungai Citarum. Oleh karena itu, setiap musim
hujan, Krapyak selalu dilanda banjir luapan air sungai tersebut. Hal itu
mengakibatkan penduduk setempat menderita berbagai penyakit,
seperti, malaria, kolera, disentri, koreng, dan lain-lain.
3) Bupati ingin memindahkan ibukota kabupaten, selain karena kedua hal
tersebut, juga dengan tujuan untuk kepentingan jalannya pemerintahan
kabupaten, yaitu agar komunikasi antara pemerintah pusat kabupaten

1) Makalah dalam acara Focus Group Discussion dengan topic “Aktor Sejarah Di

Balik Kelahiran Kota Bandung”, 28 September 2017.


2) Guru Besar Ilmu Sejarah. Penemu Hari Jadi Kota Bandung.

1
2

dengan pejabat-pejabat bawahan bupati yang berkedudukan di luar


pusat kabupaten berlangsung relatif lancar. +
Untuk melaksakan gagasannya, bupati memperhatikan tradisi leluhur
masyarakat Sunda dalam mencari tempat untuk “pidayeuheun” (pusat
pemerintahan). Pertama, lahan/tempat itu harus seperti “garuda ngupuk”
(seperti burung garuda mengibaskan sayapnya di tanah), maksudnya lahan
itu tidak seluruhnya datar, apalagi legok (cekung), tetapi harus agak
cembung, agar bila turun hujan lahan itu tidak tergenang air. Kedua, lahan
harus bahé ngalér-ngétan (landai kearah timur-laut), maksudnya agar lahan
itu mendapat sinar matahari yang cukup, terutama di pagi hari  untuk
kesehatan. Ketiga, lahan itu harus “deukeut pangguyangan badak putih”
(dekat dengan kubangan badak putih), maksudnya dekat dengan sumber air.
Makna umum dari ungkapan tersebut adalah, bahwa lahan/tempat
“pidayeuheun” harus memenuhi syarat dari berbagai segi.
Sementara itu, kekuasaan Kompeni di Nusantara termasuk
Kabupaten Bandung3), berkahir (31 Desember 1799). Hal itu mengakibatkan
sampai awal abad ke-19 di Nusantara vakum kekuasaan asing (Belanda).
Situasi itu dimanfaatkan oleh Bupati R.A. Wiranatakusumah II untuk
melaksanakan gagasannya mendirikan ibukota baru Kabupaten Bandung.
Untuk mencari lahan yang memenuhi syarat tersebut di atas, Bupati
R.A. Wiranatakusumah II memerintahkan patihnya4) melakukan survey ke
wilayah Kabupaten Bandung bagian tengah. Lahan yang ditemukan dab
memenuhi syarat, masih berupa areal hutan ditepi barat sungai Cikapundung
(pusat Kota Bandung sekarang).
Areal hutan bakal ibukota baru Kabupaten Bandung baru dibuka
ketika di Nusantara berdiri pemerintahan Hindia Belanda mulai awal Januari
1808, dengan Gubernur Jenderal pertama H.W. Daendels. Untuk
kepentingan pemerintahannya, Daendels membuat proyek pembangunan
Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) sepanjang Pulau Jawa, yaitu dari Anyer
sampai Panarukan. +
Pelaksanaan pembuatan jalan raya itu menjadi tanggungjawab para
bupati yang daerah kekuasaannya dilewati oleh jalan raya dimaksud. Di
wilayah Kabupaten jalan raya itu akan melewati lahan bakal ibukota baru
kabupaten. Daendels tidak mengetahui bahwa Bupati Bandung sudah
memilih lahan bakal kota baru, dan lahan itu bakal dilewati oleh Jalan Raya
Pos, maka dengan surat bertanggal 25 Mei 1810 (25 Bloeimaand 1810),
Daendels memerintahkan agar Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang
memindahkan ibukota kabupaten masing-masing ke dekat Jalan Raya Pos
yang akan dibangun.

3)Kabupaten Bandung dikuasai oleh Kompeni mulai pertengahan Oktober 1677.


4)Nama Patih itu belum diketahui, Namun dapat ditelusuri pada dokumen berjudul
Regeeringsalmanak voor Nederlandsch Indie yang terbit pada awal abad ke-19.
3

Bagi Bupati Bandung surat perintah dari Gubernur Jenderal Daendels


itu merupakan dorongan agar ibukota baru Kabupaten Bandung segera
dibangun. Bupati R.A. Wiranatakusumah II disertai oleh beberapa pejabat
teras Kabupaten Bandung pindah dari Krapyak mendekati lahan bakal kota
baru, sekaligus untuk memimpin rakyat membangun Jalan Raya Pos yang
melewati lahan bakal kota baru. Mula-mula mereka mendirikan
pasanggrahan di Cikalintu5). Selanjutnya pindah ke Balubur, kemudian
pindah lagi ke daerah Kampung Bogor dan membuat pasanggarahan di
lokasi yang sekarang berdiri Gedung Pakuan.
Sementara itu, Jalan Raya Pos di daerah Bandung6) mulai dikerjakan.
Daendels datang ke Bandung untuk meresmikan jembatan Cikapundung7).
Dari jembatan itu, Daendels disertai oleh Bupati Bandung berjalan ke arah
timur lebih-kurang 100 meter. Daendels berhenti dan menancapkan
tongkatnya, seraya menyatakan bahwa tempat menancapkan tongkat itu
menjadi pusat kota yang akan dibangun.
Namun Bupati Bandung tetap pada pendiriannya, untuk membangun
kota baru pada lahan yang telah dipilih. Bupati kemudian memerintahkan
sebagian rakyatnya, terutama penduduk Kampung Balubur Hilir8) yang dekat
dengan lahan bakal kota baru, membuka areal hutan menjadi kota. Kota itu
dibangun menurut pola kota tradisional, dengan infrastruktur utama
pendopo9), alun-alun, dan masjid agung. Pendopo dibangun di sebelah
selatan alun-alun, dan masjid agung dibangun di sebelah barat alun-alun.
Alun-alun dikelilingi oleh jalan sederhana. Semula pendopo dan masjid
agung dibuat secara sederhana, dengan bahan kayu dan bambu, serta ijuk
dan alang-alang untuk atap bangunan.
Setelah infrastruktur tersebut selesai dibangun10), ibukota Kabupaten
Bandung dipindahkan dari Krapyak11) ke kota baru yang diberi nama Kota
Bandung. Peresmiannya dikukuhkan oleh Gubernur Jenderal H.W. Daendels
dengan besluit (Surat Keputusan) tanggal 25 September 1810. Besluit itu
memuat dua hal, yaitu pemindahan ibukota Kabupaten Bandung (peresmian

5) Daerah sebelah utara Cipaganti (?)


6) Di wilayah Kota Bandung sekarang, jalan raya itu adalah Jalan Jend. Sudirman –
Asia Afrika – Ahmad Yani.
7) Dalam kondisi sekarang, jembatan itu adalah jembatan dekat Gedung PLN dan

Gedung Merdeka di Jalan Asia-Afrika.


8) Setelah Kota Bandung selesai dibangun dengan kondisi masih sederhana, Bupati

R.A. Wiranatakusumah II membuat kebijaksanaan. Ia membebaskan penduduk Kampung


Balubur Hilir dari kewajibannya membayar pajak, sebagai imbalan atas jasa mereka
berperan aktif membangun Kota Bandung. Kebijaksanaan bupati itu menyebabkan
Kampung Balubur Hilir berubah namanya menjadi Kampung Merdeka.
9) Pendopo yang telah direnovasi beberapa kali, dalam kondisi sekarang berlokasi di

pinggir selatan Jalan Dalem kaum.


10) Berapa lama Kota Bandung dibangun, tidak diperoleh informasi.
11) Selanjutnya Krapyak berganti nama menjadi Dayeuhkolot. Arti atau maksudnya,

kota lama bekas ibukota kabupaten.


4

Kota Bandung sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung) 12 dan peng-


angkatan patih Bandung13) (“Vervlaatsen van Negorij Bandong” en
“Benoeming Patih van Bandong”).
Demikian garis besar proses berdirinya Kota Bandung.

12 Oleh karena tanggal “peletakan batu pertama” pembangunan Kota Bandung atau
tanggal selesainya pembangunan kota itu tidak diketahui, mungkin tidak ada yang mencatat,
maka tanggal 25 September 1810 memadai ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bandung.
Saya menemukan besluit itu di Arsip Nasional Jakarta, namun kondisi kertasnya sudah
rusak berat, sehingga besluit itu tidak dapat difotokopi. Setelah diteliti lebih jauh, saya
mengetahui bahwa tanggal 25 September 1810 jatuh pada hari Kamis.
13) Orang yang diangkat menjadi Patih Bandung waktu itu berasal dari Cipacing.
5

PENUTUP
Uraian mengenai proses berdirinya Kota Bandung, meskipun secara
garis besar, menunjukkan bahwa aktor sejarah dibalik berdirinya Kota
Bandung terdiri atas;
1. Bupati R.A. Wiranatakusumah II (“Dalem Kaum”). ”The founding father
of Bandung city’.
2. Patih Bandung yang menemukan lahan bakal Kota Bandung. Namanya
belum diketahui.
3. Sejumlah pejabat Kabupaten Bandung yang menyertai kepindahan Bupati
R.A. Wiranatakusumah II dari Krapyak ke daerah yang dekat dengan
lahan bakal ibukota baru Kabupaten Bandung, dan mendampingi serta
membantu bupati memimpin pembangunan Kota Bandung.
4. Sejumlah penduduk Kampung Balubur Hilir yang berperan aktif
membangun Kota Bandung.
5. Secara obyektif, H.W. Daendels selaku Gubernur Jenderal Hindia
Belanda.
Sungguh bijak jika orang-orang pribumi yang merupakan aktor sejarah
itu mendapat penghormatan, misalnya berupa tanda jasa, karena mereka
adalah “pahlawan” pembangunan Kota Bandung. Tanda jasa itu diberikan
kepada keturunan masing-masing, jika mereka masih ada dan dapat
ditemukan. Hal itu sesuai dengan semboyan “ bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”.

Bandung, 26 September 2017


6

SUMBER ACAUAN

Arsip/Dokumen dan Naskah


Besluit 25 September 1810. Jakarta: ANRI.
Plakaatboek, XV, 1810. Jakarta: ANRI.
Sadjarah Bandoeng. Manuskrip Koleksi Pleyte. PLT 6. Jakarta: Perpusnas.
Volksalmanak Soenda. 1938. Batavia: Bale Poestaka.

Buku dan Disertasi


Van der Chijs. J.A. 1897.
Nederlandsch-Indisch Plakaatboek 1602-1811. Batavia: Landsdrukerij.
Comite van Actie. 1918.
Bandoeng de Stad op de Hooghvlakte. Bandoeng.
Hardjasaputra, A. Sobana (ed.). 1999.
Sejarah Kota Bandung 1810-1906. Bandung: Pemerintah Kota
Bandung.
Hardjasaputra, A. Sobana. 2002.
Perubahan Sosial di Bandung 1810-1906. Disertasi. Depok: Program
Pascasarjana Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
-------. 2014,
Priangan Abad Ke-17 – 19; Kedudulkan dan Peranan Bupati. Ciamis:
Galuh Nurani.
Jantzen, P.B. 1926.
Bandoeng de Stad op de Hooghvlakte. Bandoeng: t.p.
7

LAMPIRAN
1. Biodata Penulis.
2. Bagian akhir sambutan Sekda Kota Bandung pada buku Sejarah Kota
Bandung 1810-1906.

Anda mungkin juga menyukai