Anda di halaman 1dari 4

Mohenjo-daro (bahasa Urdu: ‫جودڑو موئن‬, bahasa Sindhi: ‫موئن جو دڙو‬, Bahasa Hindi: मममम

मममममम) adalah salah satu situs dari sisa-sisa permukiman terbesar dari Kebudayaan
Lembah Sungai Indus, yang terletak di provinsi Sind, Pakistan. Dibangun pada sekitar tahun
2600 SM, kota ini adalah salah satu permukiman kota pertama di dunia, bersamaan dengan
peradaban Mesir Kuno, Mesopotamia dan Yunani Kuno. Reruntuhan bersejarah ini
dimasukkan oleh UNESCO ke dalam Situs Warisan Dunia. Arti dari Mohenjo-daro adalah
"bukit orang mati". Seringkali kota tua ini disebut "Metropolis Kuno di Lembah Indus".[1]

Pada zaman dahulu, Mohenjo-daro merupakan salah satu pusat


administratif Peradaban Lembah Indus kuno.[5] Pada puncak kejayaannya, Mohenjo-
daro adalah kota yang paling terbangun dan maju di Asia Selatan, dan mungkin juga
di dunia. Perencanaan dan tekniknya menunjukkan kepentingan kota ini terhadap
masyarakat lembah Indus.[6]
Peradaban Lembah Indus (c. 3300-1700 SM, f. 2600-1900 SM) adalah sebuah
peradaban sungai kuno yang berkembah di lembah sungai Indus di India Kuno (kini
di Pakistandan India Barat Laut). Peradaban ini juga dikenal sebagai "Peradaban
Harappa."
Kebudayaan Indus berkembang berabad-abad lamanya, lalu mengalami
kebangkitan sekitar tahun 3000 SM. Peradaban tersebut menjangkau wilayah yang
kini diduduki negara Pakistan dan India Utara, tetapi tiba-tiba mengalami
kemerosotan sekitar tahun 1900 SM. Pemukiman Peradaban Indus tersebar sejauh
pantai Laut Arab di Gujarat di selatan, perbatasan Iran di barat, dengan kota
perbatasan di Bactria. Di antara permukiman-permukiman itu, pusat kota utama
berada di Harappa dan Mohenjo-daro, dan juga Lothal.
Puing-puing Mohenjo-daro adalah salah satu pusat utama dalam masyarakat kuno
ini. Beberapa arkeolog berpendapat bahwa Peradaban Indus mencapai jumlah lima
juta penduduk pada puncaknya.

Saat ini, lebih dari seribu kota dan permukiman telah ditemukan, terutama di lembah
Sungai Sindhu di Pakistan dan India barat laut.

Mohenjo-daro memiliki bangunan yang luar biasa, karena memiliki tata


letak terencanayang berbasis grid jalanan yang tersusun menurut pola yang sempurna.
Pada puncak kejayaannya, kota ini dihuni sekitar 35.000 orang. Bangunan-bangunan di
kota ini begitu maju, dengan struktur-struktur yang terdiri dari batu-bata buatan
lumpur dan kayu bakar terjemur matahari yang merata ukurannya.
Bangunan-bangunan publik di kota ini adalah lambang masyarakat yang sangat
terencana. Bangunan yang bergelar Lumbung Besar di Mohenjo-daro menurut
interpretasi Sir Mortimer Wheeler pada tahun 1950 dirancang dengan ruang-ruang
untuk menyambut gerobak yang mengirim hasil tanaman dari desa, dan juga ada
saluran-saluran pendistribusian udara untuk mengeringkannya. Akan tetapi, Jonathan
Mark Kenoyer memperhatikan bahwa tidak ada catatan mengenai keberadaan hasil
panen dalam lumbung ini. Maka dari itu, Kenoyer mengatakan lebih tepat untuk
menjulukinya sebagai "Balai Besar".

Di dekat lumbung tersebut ada sebuah bangunan publik yang pernah berfungsi
sebagai permandian umum besar, dengan tangga yang turun ke arah kolam berlapis
bata di dalam lapangan berderetan tiang. Wilayah permandian berhias ini dibangun
dengan baik, dengan lapisan tar alami yang menghambat kebocoran, di samping kolam
di tengah-tengah. Kolam yang berukuran 12m x 7m, dengan kedalaman 2.4m ini
mungkin digunakan untuk upacara keagamaan atau kerohanian.
Di dalam kota, air dari sumur disalurkan ke rumah-rumah. Beberapa rumah ini
dilengkapi kamar yang terlihat ditetapkan untuk mandi. Air buangan disalurkan ke
selokan tertutup yang membarisi jalan-jalan utama. Pintu masuk rumah hanya
menghadap lapangan dalam dan lorong-lorong kecil. Ada berbagai bangunan yang
hanya setinggi satu dua tingkat.

Sebagai kota pertanian, Mohenjo-daro juga bercirikan sumur besar dan pasar pusat.
Kota ini juga memiliki sebuah bangunan yang memiliki hypocaust, yang kemungkinan
digunakan untuk pemanasan air mandi.
Mohenjo-daro adalah sebuah kota yang cukup terlindungi. Walau tak ada tembok,
namun terdapat menara di sebelah barat pemukiman utama, dan benteng pertahanan di
selatan. Perbentengan tersebut, dan struktur kota-kota lain di Lembah
Indus seperti Harappa, menimbulkan pertanyaan apakah Mohenjo-daro memang pusat
administrasi. Harappa dan Mohenjo-daro memiliki arsitektur yang mirip, dan tidak
berbenteng kuat seperti situs-situs lain di Lembah Indus. Jelas sekali dari tata ruang di
semua situs-situs Indus, bahwa ada suatu pusat politik atau administrasi, hanya saja
tidak jelas lagi sejauh mana jangkauan dan fungsi pusat administrasi tersebut.
Mohenjo-daro telah dimusnahkan dan dibangun kembali setidaknya tujuh kali. Setiap
kali, kota baru dibangun terus di atas kota lama. Banjir dari Sungai Indus diduga
menjadi penyebab utama kerusakan.
Kota ini terbagi atas dua bagian, yaitu benteng kota dan kota hilir. Kebanyakan wilayah
kota hilir masih belum ditemukan. Di benteng kota terdapat sebuah permandian umum,
struktur perumahan besar yang dirancang untuk menempatkan 5.000 warga, dan dua
buah dewan perhimpunan besar.
Mohenjo-daro, Harappa dan peradaban masing-masing, lenyap tanpa jejak dari sejarah
sampai ditemukan kembali pada 1920-an. Penggalian besar-besaran dilakukan di situ
pada 1920-an, namun tidak ada penggalian secara mendalam yang dilakukan lagi sejak
tahun 1960-an.

Artefak "gadis menari" yang ditemukan di Mohenjo-daro


Patung "raja pendeta"

Latar Belakang Sejarah

Mohenjo Daro merupakan salah satu kota terbesar yang berada di lembah sungai
Indus, terletak di provinsi Sindh, Pakistan. Diperkirakan Mohenjo Daro dibangun
sekitar 2600 tahun sebelum masehi. Untuk dapat meneliti peradaban di kota
Mohenjo Daro ini dilakukan penggalian dalam skala besar yang dimulai pada
tahun 1922 sampai 1927 yang dilakukan oleh R. D. Banarjee beserta timnya dan
dilanjutkan oleh M. S. Vats dan K. N. Dikshit dibawah pengarahan Sir John
Marshall, seorang ahli survey arkeologi. Pada tahun 1927-1931, E. J. H. MacKay
melanjutkan penggalian sebelumnya dan pada tahun 1950, Sir Mortimer Wheeler
juga melakukan penggalian, tetapi dalam skala kecil.

Keseluruhan penggalian yang dilakukan itu mencapai satu per tiga dari seluruh
lokasi kota Mohenjo Daro. Hasil yang didapat dari penggalian tersebut
mengungkapkan bagaimana bentuk dari kota Mohenjo Daro. Tata kotanya dan
bangunan-bangunannya dapat mencerminkan masyarakat Mohenjo Darotelah
memiliki peradaban yang cukup tinggi.

Mohenjo Daro pada saat itu dibangun lebih merupakan suatu pusat administrative.
Hal ini terlihat dari bangunan-bangunan yang ada, salah satunya assembly halls.
Akan tetapi fungsi sebenarnya dari kota ini belum bisa dipastikan karena dari
bukti-bukti peninggalannya belum bisa menyimpulkan fungsi dari kota Mohenjo
Daro.

Tata Kota

Semua bangunan yang ada di Mohenjo Daro ditata dengan system grid pattern
plan, yaitu memiliki jalan-jalan yang parallel dan saling bertemu untuk membagi
kota menjadi blok-blok yang berbentuk kotak dan memiliki system drainase.

Fasilitas Kota
Kota Mohenjo Daro dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian bawah, sebelah timur
kota (lower town) dan bagian lain yang disebut “Citadel”. Pada bagian bawah,
terdapat suatu jaringan jalan yang membentang dari utara ke selatan dan dari timur
ke barat dimana dibagi per blok yang ditempati oleh rumah-rumah. Rumah-rumah
tersebut disusun seperti suatu lingkungan perumahan seperti pada zaman modern
ini.

. Sebagian merupakan rumah yang kecil, sebagian yang lain memiliki ukuran yang
lebih besar dengan halaman di dalamnya. Setiap rumah memiliki kamar tidur dan
kamar mandi kecil. Beberapa rumah merupakan berlantai dua dengan tangga
terbuat dari batu bata

Untuk saluran air pada setiap rumah, biasanya terdapat sumur dalam ruangan kecil
untuk mendapatkan air dan pipa dari tanah liat untuk mengalirkan air ke ruangan
lain. Sedangkan saluran pembuangan airnya dari setiap rumah mengalir di dalam
saluran air yang mengikuti jalur jalan..Bagian lain dari kota Mohenjo Daro ini
adalah apa yang disebut “Citadel”. Pada bagian Citadel ini terdapat bangunan
seperti kolam yang dibuat dari batu bata dan berukuran 12 m x 7 m dan
kedalamannya sekitar 2,4 meter. Bangunan ini disebut The Great Bath. Bangunan
ini memiliki tangga dari batu bata untuk turun ke bawahnya. Diperkirakan
bangunan ini digunakan untuk upacara keagamaan, seperti pemandian. Hal ini
dapat dibuktikan dari ditemukannya artifak, seperti batu di sekitar The Great
Bath yang digunakan untuk menggosok. Ritual pemandian memang salah satu
bagian dari kepercayaan Hindu. Bisa jadi kegiatan ritual pemandian yang
dilakukan oleh penduduk lembah sungai Indus merupakan bagian dari tradisi dari
Hindu.

Selain The Great Bath, ada bangunan bagi para penduduk untuk menyimpan hasil
pangan yang disebut The Granarydan bangunan dengan area terbuka yang cukup
luas yang disebut Assembly Halls.

Konstruksi

Dalam membangun bangunan-bangunan seperti rumah,The Great Bath, dan


Granary, penduduk Mohenjo Daro menggunakan dua jenis batu bata, yaitu batu
bata lumpur (mud bricks) dan batu bata kayu (wood bricks) yang keduanya terbuat
dari kayu yang terbakar. Mereka juga menggunakan pohon kayu untuk membuat
atap datar rumah mereka. Batu bata yang digunakan masyarakat Mohenjo Daro
juga memberikan durability yang lebih baik terhadap bangunan daripada batu bata
pada peradaban Mesopotamia. Dari peninggalannya yang ditemukan, dapat
disimpulkan tingkat peradaban kota Mohenjo Daro cukup tinggi. Sistem tata kota
yang teratur, system drainase, serta teknologi yang mereka gunakan telah
menunjukkan ilmu ketekniksipilan telah diterapkan sejak 2600 tahun sebelum
masehi

Anda mungkin juga menyukai