Anda di halaman 1dari 11

Kota Abad Pertengahan

TINJAUAN PERENCANAAN KOTA ABAD


PERTENGAHAN

Abstraksi:
Karakter Kota Abad Pertengahan merupakan proses pertumbuhan kota dari
peradaban yang tidak aman kepada peradaban baru. Pada kota-kota awal Abad Pertengahan
kebanyakan kota tumbuh tidak terencana (organic growth), contohnya kota Cesky Krumlov.
Selanjutnya pada pertengahan Abad Pertengahan kondisi kota-kota menjadi tidak aman,
sehingga dibangun benteng-benteng sebagai pertahanan, sehingga tumbuh menjadi kota
benteng. Perencanaan kota baru pada akhir Abad Pertengahan menggunakan pola grid iron
pada lahan kosong contohnya kota Monpazier. Market square dan gereja merupakan ciri khas
Kota Abad Pertengahan. Perencanaan kota Abad Pertengahan dipengaruhi oleh kondisi
social, ekonomi dan politik. Bangunan-bangunan Kota Abad Pertengahan dibangun dengan
skala manusia, sehingga lebih manusiawi. Terjadi kebangkitan ekonomi di masa Abad
Pertengahan, ditandai dengan banyaknya kegiatan perdagangan. Akibatnya adalah, square
mengalami perubahan fungsi dari simbol kekuasaan pada masa Yunani dan Romawi menjadi
pusat kegiatan ekonomi di Kota Abad Pertengahan.

Latar Belakang:
Munculnya Kota Abad Pertengahan tidak bisa lepas dari runtuhnya Kekaisaran Romawi pada abad
V masehi. Runtuhnya Kekaisaran Romawi menyebabkan mundurnya kebudayaan dan perdagangan.
Sebagian penduduk kota kembali ke kehidupan perdesaan. Akibatnya adalah kota menjadi kecil dan kurang
berperan, dan pada periode ini terjadi keruwetan, stagnasi sosial dan ekonomi yang disebut dengan Abad
Kegelapan. Pada masa Abad Kegelapan, para penguasa biadap membangun negara-negara kota yang
membentuk inti dari negara-negara masa depan. Perekonomian berakar pada pertanian, dan para penguasa
membagi-bagi tanah mereka diantara para penguasa taklukan yang memerlukan perlidungan militer. System
feodal merupakan aturan yang baru dan sering terjadi peperangan antar penguasa. Kastil-kastil dibangun pada
tapak-tapak yang strategis yang digunakan sebagai tempat berlindung bagi budak-budak yang berada di
daerah pertanian sekitarnya. Selama abad kegelapan ini biara menjadi tujuan utama bagi para pengungsi.
Gereja-gereja memperkuat posisinya, digabung dengan kekuaasaan feodal, memperbarui keunggulan

keberadaan kebersamaan di dalam tembok-tembok pelindung kota. Penemuan alat pendobrak dan
pelanting memaksa pembangunan tembok-tembok yang kuat di sekeliling kota, yang merangsang kembali
kehidupan perkotaan. Akibatnya daerah perdesaan menjadi tidak aman dan perbentengan diperluas sehingga
mencakup hunian-hunian yang mengelompok di sekitar kastil dan biara, (Gallion et al 1992). Era Abad
Pertengahan menurut Zucker (1973) adalah abad IX-XV, sedangkan menurut Morris (1979) Bahwa Abad
Pertengahan di Eropa antara abad XII-XV. Arsitektur kota Abad Pertengahan adalah Romanesque sampai
dengan akhir Gothic, dengan konsep yang berbeda dengan Yunani (Polis) dan Romawi (Urbs). Kota-kota
Abad Pertenghan yang menonjol berada di Jerman dan Perancis, yang gaya arsitekturnya tidak dipengaruhi
oleh Yunani (Polis) dan Romawi (Urbs). Terdapat perbedaan yang mendasar antara Kota Yunani dan
Romawi dengan kota Abad Pertengahan. Kota Yunani dan Romawi terorganisir menjadi satu kesatuan yang
utuh, sedangakan Kota Abad Pertengahan tidak terorganisir. Bentuk jalan kota Abad Pertengahan tidak
terorganisir. Jalan-jalan berliku, menikung tajam, menyempit, melebar dan penuh kejutan. Berbeda dengan
kota Yunani dan Romawi yang teratur. Pada abad XI terjadi migrasi ke kota-kota sehingga menghidupkan
kembali perdagangan. Tentunya banyak keuntungan yang diperoleh para penguasa, karena dapat menarik
pajak dan sewa yang tinggi. Para penguasa mendorong kehidupan kota dengan membuat piagam yang
menjamin hak-hak dan kewenangan tertentu bagi penduduknya. Bentuk kebebasan baru ini tentunya menarik
bagi mereka yang selama ini mengalami perbudakan. Di daerah perkotaan para pedagang dan pengukir
membentuk perserikatan untuk memperkuat posisi sosial dan ekonominya. Pada masa itu diterbitkan aturan
untuk mengendalikan standar produksi, menjaga harga dan melindungi perdagangannya.

Karatreistik Kota Abad Pertengahan


Pembentukan Kota Abad Pertengahan yang paling menonjol adalah
Biological Process. Pembentukan kota oleh permukiman perdesaan yang berkembang, pertumbuhan di
persimpangan jalan, pertumbuhan bangunan permukiman perkotaan di sekitar permukiman bangsawan dan
bangunan keagamaan. Pola kota tidak teratur. Pada biological process ini memunculkan 2 jenis ruang
terbuka, sebagai salah satu ciri khas Kota Abad Pertengahan yaitu ruang terbuka di depan gereja dan ruang
terbuka yang agak terpisah yang berfungsi sabagai pasar. Perkembagan sekitar bangunan penting (sebagai
pusat aktivitas, misal gereja, kuil, benteng) yang berkembang secara irregular. Perancangan fisik kota
dirancang dan dibangun sebagai perwujudan dari kekuasaan spiritual. Menurut Zucker (1973) karakteristik
perkembangan kota Abad Pertengahan adalah:

Bekas Kota Romawi yaitu Kota Roma yang masih bertahan meskipun dalam skala lebih kecil. Kota-
kota ini merupakan kota yang ditinggalkan oleh para penguasanya setelah jatuhnya Kerajaan
Romawi. 2.

Permukiman muncul di sekitar kastil, biara atau gereja. Kota Abad Pertengahan didominasi oleh
biara, gereja dan kastil penguasa. Halaman gereja menjadi pasar. Penduduk diberikan
kewarganegaraan dan dibentuk perserikatan-perserikatan perdagangan. Posisi katedral atau gereja
ssangat menentukan yang membentuk satu kesatuan pada kota yang diperkuat oleh tembok yang
mengelilingi kota. 3.

Perdagangan tumbuh di sepanjang jalan, persimpangan, penyeberangan sungai atau tempat kapal
berlabuh. Kota-kota perdagangan ini pada umumnya merupakan kota yang independen baik dalam
politik maupun ekonomi. Pola kotamya tidak teratur. 4.

Kota baru banyak dibangun pada akhir abad XII sampai dengan pertengahan abad XV. Banyak Kota
Baru yang dibangun karena perkembangan perdagangan dan politik yang stabil. Ciri khas dari Kota
Baru adalah bentuk fisiknya sangat teratur dengan pola grid, dikelilingi benteng dan ada satu kastil
yang berhubungan dengan benteng tersebut. 5.

Selain ke empat karakter tersebut Morris (1979) menyebutkan bahwa karakteristik dari kota Abad
Pertengahan adalah Burgh (Borough). Wilayah-wilayah kecil dibangun sebagai pusat pertahanan
militer dan selanjutnya sebagai pusat komersial.
Perencanaan Kota
Menurut Morris (1979) Kota Abad Pertengahan dibentuk oleh beberapa komponen, antara lain
benteng square, hunian atau perumahan, universitas dan gereja. Selain itu beberapa kota menggunakan
benteng (bastides). Benteng berfungsi membentengi kota sebagai pertahanan terhadap musuh ataupun
membentengi rumah pribadi. Tidak kalah penting adalah Jalan-jalan (streets). Kota-kota dibangun pada
lokasi dengan topografi tidak rata, menempati puncak bukit atau pulau. Perancangan kotanya disesuaikan
dengan pola topografi yang tidak rata tersebut, demikian juga sirkulasi dan ruang-ruang bangunan dipadukan
pada bentuk tidak beraturan, sehingga membentuk karakter informal. Jalan-jalan pada umumnya memancar
dari halaman gereja dan pelataran pasar menuju pintu-pintu gerbang. Jalan-jalan utama saling dihubungkan
oleh jalan sekunder. Ruang terbuka, jalan-jalan dan lapangan direncanakan sebagai bagian terpadu dari tapak
bangunan yang merupakan ciri khas arsitektur Romanesque dan Gothic. Lalu lintas kendaraan hanya pada
jalan utama, sedang jalan penghubung berfungsi sebagai sirkulasi para pejalan kaki.

Bahan bangunan, pola dan hubungan antar bangunan di dalam kota sangat dperhatikan oleh para
pembangun di masa Abad Pertengahan. Setiap lokasi dan bangunan memiliki karakter dan fungsi yang jelas.
Dari situlah kemudian muncul keindahan yang masih dapat dinikmati pada beberapa abad kemudian.
Keindahan tersebut terjadi oleh bentuk dan warna yang dihasilkan oleh pemilihan site dan bentuk bangunan
yang sangat tepat.

Sebagai upaya untuk menyimpan panas di daerah dingin dan untuk mengatasi terbatasnya lahan kota,
maka pembangunan perumahan berbentuk bangunan rumah petak yang dihubungkan dengan jalan-jalan
sempit. Ruang tertbuka berada di belakang rumah yang difungsikan sebagai kebun dan untuk memelihara
ternak. Di area hunian ini juga para penghuni menjalankan perusahaan dan memproduksi barang.

Perbedaan kelas antar masyarakat kota sangat kecil. Para pekerja tinggal di rumah-rumah
majikannya. Pola hunian masih sederhana. Sebagian hunian sudah dilengkapi dengan ruang duduk dan ruang
tidur, sebagian bahkan telah memiliki kamar tidur terpisah. Bangunan dilengkapi dengan perapian dan
cerobong asap untuk penghangat, dang jendela-jendela dengan lubang kecil untuk meminimalisir udara dingin
masuk ke dalam rumah.

Material bangunan dari bahan kayu atau batu dengan atap jerami. Sebagian bangunan telah memiliki
kakus sendiri tetapi sebagian besar masih memanfaatkan MCK umum. Bahaya kebakaran sering mengancam
lingkungan permukiman, sehingga pemerintah kota melarang penggunaan bahan bangunan dari bahan-bahan
yang mudah terbakar. Jalan-jalan di muka hunian sudah diperkeras. Pemeliharaan jalan diserahkan pada para
penghuni bangunan yang ada di depannya.

Keberadaan universitas dan gereja menjadi sangat penting. Gereja sebagai tempat meditasi para
biarawan biarawati, tempat belajar baik ilmu agama, hukum, kesenian maupun ilmu umum lainnya. Selain
sebagai tempat ibadah gereja juga berfungsi sebagai tempat berkumpul masyarakat dari segala lapisan dan
penjuru. Di dalam gereja ini pula masayarakat berperan aktif dalam kehidupannya. Universitas yang
dibangunn di Abad Pertengahan antara lain Universitas di Bologna dan Paris yang dinagun pada abad XII
sedangkan Universitas Cambridge dan Salamanca dibangunan pada abad XIII. Masalah utama yang menjadi
perhatian para perencana kota di masa itu, antara lain:

a. penggunaan lahan (land used),


b. perbaikan trafik dan komunikasi,
c. permintakatan (zoning) serta
d. hubungan antara permukiman dan kawasan industry (Zucker, 1973).

Square sebagai Elemen Fisik Pembentuk KotaAbad Pertengahan


Square merupakan unsur yang penting pada kota-kota Abad Pertengahan. Square tidak hanya
berfungsi secara fisik, tetapi juga memiliki fungsi psikologis. Dengan beberapa pertimbangan yang matang
dalam perencanaan square membuat keberadaannya masih sangat relevan sampai beberapa abad
kemudian. Perencanaan yang matang ini mengorganisasikan ruang-ruang yang ada, sehingga ruang-ruang
luar yang terbentuk bukan sekedar ruang kosong, tetapi merupakan ruang-ruang yang bermakna.
Square depan gereja berfungsi sebagai tempat berkumpul umat dan upacara, sedangkan bagian
belakang berfungsi sebagai pasar atau parkir. Square menjadi pembentuk karakter sangat dominan di Kota
Abad Pertengahan. Pada umumnya square berada di lingkungan gereja. Ditinjau dari morfologinya, pola
square terdiri dari pola teratur dan pola tidak teratur. Square dengan pola teratur merupakan kota yang
dibangun di masa Romawi atau kota baru. Sedang pola tidak teratur terlihat pada kota perdagangan atau
bangunan keagamaan.

Keberadaan square merupakan unsur tiga dimensional yang memiliki sejarah atas keberadaan kota
tersebut. Square bukan hanya ruang kosong (void) di dalam kota, tetapi menggambarkan organisasi ruang
dan sejarah ruang sebagai suatu subyek karya artistik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perencanaan
square adalah:

a. hubungan antara bentuk bangunan dan lingkunga;

b. keseragam dan keberagaman bentuk;

c. dimensi absolut dan proporsi relatif antara panjang dan lebar ruang terbuka; dan

d. pembentukan sudut dari pintu-pintu masuk dan penempatan monumen

Tiga kota Abad Pertengahan dengan pola dan perencanaan yang berbeda antara lain kOta Venice,
kota Cesky Krumlov dan Monpazier.

Kota Venice
Keindahan kota Venice sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Meskipun saat ini telah mengalami beberapa
perubahan, tetapi produk asli dari kota Venice yang dibangun di Abad Pertengahan ini masih sangat dominan.
Piazza San Marco di Venice contohnya. Piazza San Marco mirip dengan Piazza della Signoria yang ada di
Florence, tetapi mengalami perkembngan yang berbeda. Kota Venice didesain berdasarkan pergerakan
(the basic movement) pada jantung kota. Pertemuan antara arus perniagaan sepanjang Grand Canal
dengan ruang tegak lurus melewati fasade Saint Mark dan Doge Palace. Hal ini membuat keberadaan Piazza
San Marco sebagai pusat kota sangat kuat. Piazza San Marco merupakan ekspresi kehidupan masyarakat kota.
Kehidupan sehari-hari memusat di square, dengan gereja, caf, dan monument. Area inilah yang
mewujudkan keindahan civic building dalam lingkungan kota.
Prinsip dari pusat kota yang dominan dan beberapa sub pusat kota yang menyebar diekspresikan
dalam organisasi kota. Susunan gedung, square, monumen-monumen dan tower gereja disusun secara
proporsional. Tidak ada tower ataupun gedung yang ketinggiannya melebihi The Companile of Saint Mark
sebagai eye catcher.
Kota Cesky Krumlov
Kota Cesky Krumlov merupakan kota Abad Pertengahan yang memiliki pola organik
(organic city). Cesky Krumlov merupakan kota yang terdiri dari tiga bagian kastil, dikelilingi oleh sungai
Vitava yang meliuk liuk berbatasan dengan lembah. Pada bagian tapak yang agak tinggi berbatasan dengan
benteng Austria. Pada awalnya kota Cesky Krumlov memiliki kegiatan politik yang besar, mengontrol rute
sungai mulai dari selatan sampai ke sungai Elbe. Di bagian utara, sungai Vitava berhubungan dengan Prague.
Karakter dari kota Cesky Krumlov adalah, pertumbuhan secara organik, dengan sungai Vitava membagi kota
menjadi tiga bagian. Bagia utara yang merupakan bagian yang paling tinggi menjadi pusat kota dengan kastil-
kastil. Bagian tengah kota merupakan civic town yang mengelilingi halaman pasar (market square), yang
dibatasi oleh sungai Vitava sehingga kota berkembang ke seberang sungai.
Bagian tengah kota yang lebih rendah dan subur merupakan kawasan yang dibiarkan alamiah.
Bentuk kota dan pertumbuhannya mengikuti pola sungai yang berliku-liku. Sungai selain sebagai batas
wilayah juga berfungsi sebagai sarana pertahanan dan transportasi. Pada bukit jarang yang ada di sebelah utara
dibangun kastil, yang dibangun kembali pada abad XVIII dengan gaya Barok dan Rokoko. Keindahan kota
Cesky Krumlov tercipta karena perletakan / lokasi bangunan pada site yang tepat.

Kota Monpazier
Monpazier merupakan kota baru yang dibangun dimasa Abad Pertengahan. Berlokasi di sebelah
utara lembah, di bagian atas kota Dropt. Pembangunannya dimulai pada tahun 1284 di masa pemerintahan
Raja Edward I. Dalam merencanakan kotanya terlebih dahulu ditentukan tapak atau lokasinya. Pembangunan
kota Monpazier ini bertujuan untuk menghalangi serangan pasukan Perancis dari arah timur, sehingga kotanya
dikelilingi benteng dengan 10 pintu gerbang.
Desain kotanya dibuat plot-plot dengan menggunakan modul-modul untuk perumahan. Setelah itu
dibuat blok-blok dengan panjang bagian muka 24 feet dan kedalaman 72 feet.Tiap kelompok
perumahan terdiri dari 20 blok. Salah satu dari blok tersebut difungsikan sebagai pasar. Perumahan
dilengkapi dengan saluran terbuka yang berfungsi sebagai pemadam api dan kakus.

Perencanaan pola jalan berbentuk grid formal, yang berbeda dengan kot-kota Abad Pertengahan
yang mayoritas berbentuk informal. Skala yang diterapkan adalah skala manusia. Lebar jalan utama 24
feet, dan antara plot-plot perumahan dipisahkan oleh jalan kecil selebar 6 feet. Jalan-jalan grid utama
memotong kota, 4 buah arah memanjang dan 3 buah arah melebar.
Pintu gerbang kota terbentuk oleh perpanjangan jalan-jalan utama sampai ke benteng
(basstides) sebanyak 10 buah. Market Square terletak di tengah kota yaang terbentuk oleh perpotangan
grid-grid tersebut. Di tengah kota juga dibangun gereja yang loka sinya berdekatan dengan market square.

Bentuk solid dan void sangat teratur, pola jalan dan ruang terbukanya menjadi orientasi bangunan. Sampai saat
ini pola kota Monpazier masih sangat jelas dan tidak banyak mengalami peubahan. Perencanaan kota baru dengan pola
hampir sama dengan kota Monpazier adalah kota Philadelphia karya William Penn dan Savannah yang direncanakan
oleh James Oglethrope pada tahun 1733. Pola kota Baru Abad pertengahan ini banyak diadopsi sebagai pola kota baru
modern.
Abad Pertengahan Eropa
August 26, 2017World HistoryRifai Shodiq Fathoni
Share the knowledge!

8 0 0 0 0 0

Abad pertengahan menunjuk pada periode dalam sejarah Eropa, antara zaman Eropa kuno
dan zaman modern. Keruntuhan Kekaisaran Romawi pada tahun 470 M. Dianggap sebagai
awal periode sejarah ini, sedang masa renaisans dianggap sebagai akhirnya.

Abad pertengahan sendiri dibagi menjadi tiga tahap: tahap awal atau sering disebut abad
kegelapan, tahap perkembangan, dan tahap akhir. Istilah abad pertengahan awalnya
digunakan oleh kaum humanis pada akhir abad ke-15 M untuk menyebut periode antara
zaman kebudayaan klasik hellenis/Yunani dan zaman kebangkitan kembali kebudayaan itu.

Kondisi Eropa pada Abad Pertengahan

ilustrasi masyarakat Eropa abad pertengahan

Sejak Kekaisaran Romawi mengalami kemunduran dan keruntuhan, tidak ada imperium
Eropa yang dapat mengisi kekosongan kekuasaan politik tersebut. Raja dan dinasti silih
berganti berkuasa antara lain dinasti Meroving, Frankia, Kapet, Otto dan Hohenstaufen.
Namun, kekuasaan mereka pada umumnya tidak berlangsung lama. Di antara para penguasa
itu, hanya Karel Agung atau Charlemagne dari Frankia yang memerintah cukup lama dan
baik. Ia berhasil melebur daerah-daerah yang luas di Eropa menjadi satu imperium yang
kokoh.

Meskipun demikian, tidak dapat dinafikan pada abad pertengahan kota-kota Eropa
mengalami kehancuran. Kota-kota itu menjadi tidak aman karena menjadi sasaran
penyerbuan, perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Akibatnya, penduduk kota
terpaksa meninggalkan rumah dan memencar ke wilayah pedalaman.

Di pedalaman mereka bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kota Roma, kota terbesar di
Barat dengan penduduk hampir satu juta jiwa, bahkan berubah menjadi kota sepi yang
berpenduduk hanya beberapa ribu jiwa. Sementara kehidupan mereka cukup
memprihatinkan.

Pada masa itu berkembang sistem feodalisme dengan pertanian sebagai pusat kehidupan.
Masyarakat hidup dalam berbagai kelompok, yakni bangsawan sebagai tuan tanah, orang
bebas yang menjadi golongan ksatria pengabdi bangsawan, dan petani yang hidup
memprihatinkan dan bergantung pada bangsawan.

Masyarakat zaman pertengahan pada umumnya tidak mengenal pemerintah pusat. Mereka
hanya bertanggung jawab kepada bangsawan tuan tanah. Dunia mereka sempit dan terbatas.
Mereka hanya memahami dialek mereka sendiri. Jarang sekali mereka merasa perlu
berhubungan dengan orang lain di luar daerah mereka.

Sampai akhir abad ke-10 M, tidak ada selusin kota di seluruh Eropa yang benar-benar
memiliki kehidupan. Selain itu tidak ada satu kota pun yang berpenduduk lebih dari 20.00
jiwa. Kondisi menyedihkan ini berbanding terbalik dengan kehidupan dunia Islam di timur
yang sedang mengalami masa keemasannya.

Baru pada abad ke-11, terjadi pertumbuhan kota dengan kehidupan perdangan yang
berkembang. Kota-kota utama abad ke11 antara lain Paris di Prancis, Hamburg dan Koln di
Jerman, Vvenesia, Genoa, Pisa dan Amalfi di Italia.

Pengaruh Gereja Pada Abad Pertengahan

Dasar-dasar peradaban abad pertengahan dibangun melalui suatu revolusi politik uni. Hal ini
berlangsung dari abad ke-5 sampai akhir abad ke-8. Masyarakat Barat yang tidak mampu lagi
memelihara kerangka pemerintahan yang berpusat di Roma menata diri kembali atas dasar
geraja Kristen.

Gereja Roma berkembang menjadi daerah otonom sejak agama Kristen menjadi agama resmi
kekaisaran Romawi pada tahun 380M. Agama ini merupakan satu lembaga yang kaya serta
mempunyai pemimpin kharismatik. Organisasi kegerejaan disusun menurut sistem
kekaisaran. Paus menjadi pemimpin dunia Kristen. Sementara Uskup Agung mengatur daerah
semacam provinsi dan harus tanggap terhadap situasi.

Ketika Kekaisaran Romawi runtuh, gereja tidak ikut hancur. Sebaliknya, berkat
pengalamannya mengatur organisasi, gereja menjadi cakap, mahir dan siap melanjutkan
kepemimpinan Eropa. Dengan sikap konstruktifnya terhadap masyarakat, gereja akhirnya
berhasil membangun masyarakat baru, masyarakat Kristen.

Di seluruh Eropa pada masa itu hanya ada satu lembaga gereja. Gereja inilah yang menjadi
pusat pelayanan sosial, pusat pemberian jaminan bagi orang terancam, dan pengembangan
ajaran-ajaran Kristen. Jika sesorang tidak dibaptis menjadi warga gereja, maka ia bukan lah
anggota masyarakat. Apabila seseorang dikucilkan gereja, ia akan kehilangan haknua baik di
bidang politik atau hukum.

Gereja waktu itu sangat kuat pengaruhnya baik dalam kehidupan sosai agama atau kehidupan
politik. Banyak raja pada abad pertengahan didampingi pejabat tinggi gereja. Seperti Karel
Agung didampingi Alcuin dan Edward dari Inggris yang didampingi Dunstan.
Karel Agung raja agung pada Abad Pertengahan Eropa

Kehidupan pada abad pertengahan diwarnai pengaruh kuat gereja di masyarakat. Oleh karena
pengaruh ini, gereja dapat mengikat Eropa menjadi satu kesatuan. Masyarakat abad
pertengahan, meskipun secara geografis dan politis terpisah satu sama lain dapat dipersatukan
oleh satu ikatan kuat, yakni iman Kristen.

Gereja berhasil menciptakan dunia Kristen melampaui batas-batas kerajaan dengan Paus di
Roma sebagai pusatnya. Kebudayaan dengan segala unsurnya selalu bercirikan agama,
termasuk kehidupan bernegara, sosial, seni, ilmu pengetahuan , moral dan filsafatnya. Situasi
seperti ini mencapai puncaknya pada abad ke-13 dengan bersatunya umat Kristen Eropa di
Perang Salib.

Akhir Abad Pertengahan Eropa

Pembaruan kebuadayaan pada abad peprtengahan dimulai degnan renaisans dan reformas
yang menjadi dasar kebudayaan modern. Pada waktu itu individualitas manusia mulai muncul
kembali bersamaan dengan bangkitnya gairah terhadap kebudayaan Romawi dan Yunani
yang diperoleh dari dunia Islam pasca Perang Salib.

Dengan renaisans kebudayaan mulai diduniakan dan dengan reformasi gereja mulai
diawamkan. Keduanya melepaskan diri dari ikatan gereja. Mereka pada waktu
itumenganggap perubahan tadi terjadi karena manusia sendiri yang melakukannya, tidak
seperti anggapan umum abad pertengahan di mana setiap perubahan terjadi karena kehendak
Tuhan.

Setelah timbulnya kesadaran akan kemampuan manusia sendiri yaitu akal, maka timbul
keraguan atas apa yang dinamakan wahyu tuhan. Mereka pun mulai mengkritik kekuasaan
tradisi. Golongan humanis ini menganggap abad pertengahan sebagai zaman kebodohan dan
kegelapan.

Ada perbedaan mencolok antara kebudayaan abad pertengahan dan zaman setelahnya. Ini
membuat para ahli sejarah pada umumnya melihat abad pertengahan bertolak belakang
dengan abad sesudahnya. Abad pertengahan dinilai sebaga abad keagmaan, sedang abad
sesudahnya sebagai abad ilmu pengetahuan di mana rasionalitas di atas segalanya. Itulah
sebabnya sejak tahun 1700M, pembagian zaman sejarah Eropa selalu menggunakan triak
yang terkenal: zaman kuno, abad pertengahan, dan zaman modern.

http://wawasansejarah.com/abad-pertengahan-eropa/

Anda mungkin juga menyukai