2015 Kajian Pengembangan Wisata Syariah PDF
2015 Kajian Pengembangan Wisata Syariah PDF
i
ii
KATA PENGANTAR
Saat ini konsep syariah telah menjadi tren dalam ekonomi global,
mulai dari produk makanan dan minuman, keuangan, hingga gaya hidup.
Sebagai tren baru gaya hidup, maka banyak negara yang mulai
memperkenalkan produk wisatanya dengan konsep halal dan Islami. Bahkan
negara seperti Jepang, Australia, Thailand, Selandia Baru, dan sebagainya
yang notabene bukan negara mayoritas berpenduduk muslim turut membuat
produk wisata syariah. Terminologi wisata syariah masih belum memiliki
batasan yang jelas. Dan masih menggunakan beberapa nama yang cukup
beragam diantaranya Islamic Tourism, Halal Friendly Tourism Destination,
Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, halal lifestyle, dan lain-lain.
Bahkan di Indonesia sendiri batasan konsep pariwisata syariah juga belum
jelas. Menurut beberapa pakar pariwisata wisata syariah merupakan suatu
produk pelengkap dan tidak menghilangkan jenis pariwisata konvensional.
Sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang
menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami tanpa menghilangkan
keunikan dan orisinalitas daerah. Penelitian ini mengidentifikasi kondisi
wisata syariah di Indonesia dengan mengambil studi kasus di Aceh dan
Manado. Kedua lokasi tersebut dipilih sebagai perbandingan konsep yang
tepat untuk pengembangan wisata syariah dengan karakteristik demografi
daerah yang berbeda.
Laporan akhir ini masih jauh dari kata sempurna, setidaknya masih
memerlukan saran dan kiritik yang membangun guna perbaikan ke depan.
Namun demikian penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah dan
referensi bagi penyusun kebijakan mengenai pengembangan wisata syariah
di Indonesia.
Abdul Kadir
i
ABSTRAK
Sektor ekonomi berbasis Islam akhir-akhir ini telah meningkat secara
signifikan, yaitu kuliner, keuangan Islam, industri asuransi, fesyen, kosmetik,
farmasi, hiburan, dan pariwisata. Pariwisata Syariah dipandang sebagai cara
baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi
budaya dan nilai-nilai Islami. Wisata syariah tidak diartikan sebagai suatu
wisata ke kuburan (ziarah) ataupun ke masjid, melainkan wisata yang di
dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan yang dibingkai dengan
nilai-nilai Islam. Wisata syariah tidak hanya melulu terkait dengan nilai-nilai
agama, tetapi lebih mengarah pada lifestyle. Kondisi pariwisata syariah di
Indonesia masih belum maksimal. Padahal jika digarap lebih serius, potensi
pengembangan wisata syariah di Indonesia sangat besar. Belum banyak biro
perjalanan yang mengemas perjalanan inbound dengan paket halal travel,
tetapi lebih banyak pengemasan perjalanan outbound seperti umrah dan haji.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan potensi destinasi
wisata syariah di Indonesia, menganalisis kesiapan masing-masing destinasi
wisata melalui persepsi pelaku usaha wisata dan wisatawan dalam
mengembangkan wisata syariah di Indonesia, dan menghasilkan strategi
yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah sesuai karakteristik
destinasi wisata di Indonesia. Pengumpulan data dan informasi dilakukan
melalui FGD, wawancara mendalam dan penyebaran kuesioner terhadap 100
orang wisatawan di Aceh dan Manado. Berdasarkan hasil kajian ini, Aceh
sudah cukup optimal mencanangkan wisata syariah dalam produk wisatanya
namun masih memerlukan beberapa perbaikan atau strategi dalam
menggaet wisman Malaysia sebagai market utamanya. Sementara, Manado
ditemukan belum optimal atau belum siap dalam pengembangan wisata
syariah dan masih cukup banyak yang harus disiapkan jika akan
mengembangkan wisata syariah.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................... o
KATA PENGANTAR................................................................................................................... i
ABSTRAK....................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................... iii
1. PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah............................................................ 6
1.3. Ruang Lingkup/Batasan Masalah Penelitian............................................. 9
1.4. Tujuan Penelitian................................................................................................... 10
1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………...................................... 10
1.6. Strategi Pencapaian Keluaran……………………………………………………. 10
3. METODE PENELITIAN……...…………………………………..........………………….…. 28
3.1. Pendekatan Penelitian……..……………………………………………………….. 28
3.2. Metode Pengolahan Data…………………………………….......………………… 28
3.3. Jenis dan Sumber Data……………………………….......…………....................... 28
3.4. Penentuan Variabel dan Definisi Operasional Variabel
(Operasionalisasi Konsep)…......................................................................…... 29
3.5. Teknik Pengambilan Sampel…………...................……………………………... 31
3.6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data…..…………………….……….. 33
3.7. Teknik Analisis Data…………………………………….…..……………………….. 34
iii
4.2.2. Persepsi Wisatawan Terhadap Kesiaan Destinasi Wisata
Syariah di
Aceh…………………………………………………………………... 60
4.2.3. Hasil FGD dan Wawancara Pengembangan Wisata Syariah di
Aceh…. 95
4.2.4. Analisis Hasil Penelitian di Aceh (Strategi
Kebijakan/SWOT)........................................................................................ 99
6. PENUTUP……………………………………………………………………………………….. 163
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
-1-
sightseeing) menjadi mengarah pada pemenuhan gaya hidup (lifestyle). Trend
wisata syariah sebagai salah satu pemenuhan gaya hidup saat ini telah
menjadi kekuatan pariwisata dunia yang mulai berkembang pesat.
Di beberapa negara di dunia, terminologi wisata syariah
menggunakan beberapa nama yang cukup beragam diantaranya Islamic
Tourism, Halal Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly
Travel Destinations, halal lifestyle, dan lain-lain. Pariwisata Syariah dipandang
sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang
menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami. Selama ini wisata syariah
dipersepsikan sebagai suatu wisata ke kuburan (ziarah) ataupun ke masjid.
Padahal, wisata syariah tidak diartikan seperti itu, melainkan wisata yang di
dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan yang dibingkai dengan
nilai-nilai Islam.
Label wisata syariah di Indonesia sendiri kurang mendapat
persetujuan dari Menteri Pariwisata, Arief Yahya (2015) karena dinilai
terkesan eksklusif dan pelarangan berbasis agama tertentu. Sedangkan
penggunaan istilah lain seperti Islamic tourism (wisata islam), halal tourism
(wisata halal), wisata keluarga dan religi juga dinilai belum sesuai. Pada
suatu forum diskusi berkelompok dengan tema Halal Tourism dan Lifestyle
2015 yang dilaksanakan oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di NTB,
nama “wisata syariah” menurut Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya (2015),
dinilai tidak terlalu menjual di pasar wisata Indonesia. Nama yang sempat
ditawarkan oleh Menteri Pariwisata adalah universal tourism (UT), karena di
dalamnya melekat ketentuan dan nilai-nilai syariah dalam muatan paket dan
kemasan wisata syariah sehingga bisa digunakan oleh wisatawan lain selain
wisatawan muslim. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh salah satu
anggota Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Sapta Nirwandar, bahwa
penggunaan branding wisata syariah masih debatable dan penggunaannya
kerap diidentikkan dengan radikalisme. Sehingga perlu adanya perumusan
konsep branding yang tepat untuk pengembangan jenis wisata syariah di
Indonesia.
Perkembangan konsep wisata syariah berawal dari adanya jenis
wisata jiarah dan religi (pilgrims tourism/spiritual tourism). Dimana pada
tahun 1967 telah dilaksanakan konferensi di Cordoba, Spanyol oleh World
Tourism Organization (UNWTO) dengan judul “Tourism and Religions: A
Contribution to the Dialogue of Cultures, Religions and Civilizations” (UNWTO,
2011). Wisata jiarah meliputi aktivitas wisata yang didasarkan atas motivasi
nilai religi tertentu seperti Hindu, Budha, Kristen, Islam, dan religi lainnya.
Seiring waktu, fenomena wisata tersebut tidak hanya terbatas pada jenis
wisata jiarah/religi tertentu, namun berkembang ke dalam bentuk baru nilai-
nilai yang bersifat universal seperti kearifan lokal, memberi manfaat bagi
-2-
masyarakat, dan unsur pembelajaran. Dengan demikian bukanlah hal yang
mustahil jika wisatawan muslim menjadi segmen baru yang sedang
berkembang di arena pariwisata dunia.
Dilihat dari faktor demografi, potensi wisatawan muslim dinilai
cukup besar karena secara global jumlah penduduk muslim dunia sangat
besar seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Turki, dan negara-
negara Timur Tengah dengan tipikal konsumen berusia muda/usia produktif,
berpendidikan, dan memiliki disposable income yang besar. Menurut Pew
Research Center (kelompok jajak pendapat di Amerika Serikat), bahwa
jumlah penduduk muslim pada tahun 2010 sebesar 1,6 miliar atau 23 persen
jumlah penduduk dunia. Jumlah penduduk muslim tersebut merupakan
urutan kedua setelah umat Kristiani sebesar 2,2 miliar atau 31 persen
penduduk dunia (Worldaffairsjournal, 2015). Dan diperkirakan hingga tahun
2050, penduduk muslim mencapai 2,8 miliar atau 30 persen penduduk dunia.
Pada tabel berikut menunjukkan pertumbuhan penduduk muslim dunia
dibandingkan dengan penduduk lainnya:
Sumber: The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010 – 2050. PEW
Research Center (Worldaffairsjournal, 2015)
-3-
pengeluaran global sektor perjalanan di tahun 2019 (di luar perjalanan haji
dan umrah). Di sektor media dan rekreasi, muslim dunia menghabiskan
sekitar US$185 miliar atau 7,3 persen pengeluaran global pada tahun 2013
dan diperkirakan mencapai US$301 miliar pada 2019 atau sekitar 5,2 persen
dari pengeluaran global (Reuters & DinarStandard, 2014).
Studi yang sama juga dilakukan oleh MasterCard dan CrescentRating
(2015) dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, bahwa pada tahun
2014 terdapat 108 juta wisatawan muslim yang merepresentasikan 10
persen dari keseluruhan industri wisata dan segmen ini memiliki nilai
pengeluaran sebesar US$145 miliar. Diperkirakan pada tahun 2020 angka
wisatawan muslim akan meningkat menjadi 150 juta wisatawan dan
mewakili 11 persen segmen industri yang diramalkan dengan pengeluaran
menjadi sebesar US$200 miliar. Berikut ini adalah 10 besar negara tujuan
wisatawan muslim:
-4-
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa keberadaan industri
pariwisata syariah bukanlah suatu ancaman bagi industri pariwisata yang
sudah ada, melainkan sebagai pelengkap dan tidak menghambat kemajuan
usaha wisata yang sudah berjalan. Bahkan sejumlah negara-negara di dunia
telah menggarap industri pariwisata syariah. Sebagai contoh di Asia seperti
Malaysia, Thailand, Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, dan China sudah
terlebih dahulu mengembangkan pariwisata syariah. Thailand memiliki The
Halal Science Center Chulalongkorn University, pusat riset itu bekerja sama
dengan Pemerintah Thailand dan keagamaan membuat sertifikasi dan
standardisasi untuk industri yang dilakukan secara transparan, bahkan
pembiayaannya tertera jelas dan transparan. Australia melalui Lembaga
Queensland Tourism mengeluarkan program pariwisata syariah pada bulan
Agustus 2012 melalui kerjasama dengan hotel-hotel ternama mengadakan
buka puasa bersama, menyediakan tempat sholat yang nyaman dan mudah
dijangkau di pusat-pusat perbelanjaan, memberikan pertunjuk arah kiblat
dan Alquran di kamar hotel, hingga menyediakan petugas di Visitor’s
Information Offices yang mampu berbahasa Arab. Korea Selatan melalui
Perwakilan Organisasi Pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta)
mengakui siap menjadi destinasi wisata syariah dengan menyediakan paket
wisata bagi Muslim dan fasilitas yang mendukung. Demikian pula Jerman
menyediakan tempat shalat yang bersih dan nyaman di Terminal 1 Bandara
Munich, Jerman sejak bulan Juni 2011 (Sofyan, 2012): 13-19).
Bagaimana dengan kondisi industri pariwisata syariah di Indonesia?
Kondisi pariwisata syariah di Indonesia masih belum maksimal. Padahal jika
digarap lebih serius, potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia
sangat besar. Belum banyak biro perjalanan yang mengemas perjalanan
inbound dengan paket halal travel, tetapi lebih banyak pengemasan
perjalanan outbound seperti umrah dan haji. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik dan Pusat Data dan Informasi Kementerian Pariwisata, angka
wisatawan dari beberapa negeri Timur Tengah berdasarkan kebangsaan,
yaitu Bahrain sebesar 98 orang pada tahun 2013 menjadi 99 orang pada
tahun 2014 (naik 1,02 persen), Mesir sebesar 675 orang pada tahun 2013
menjadi 733 orang pada tahun 2014 (naik 8,59 persen), dan Uni Emirat Arab
sebesar 1.322 orang menjadi 1.428 orang (naik 8,02 persen), sedangkan Arab
Saudi mencatat angka pertumbuhan turun 3,90 persen dari 7.522 orang
(tahun 2013) menjadi 7.229 orang tahun 2014 (Kempar, 2015).
Jika dilihat dari angka jumlah kunjungan wisman muslim memang
dinilai cukup kecil. Namun, target wisata syariah sebenarnya bukan hanya
wisatawan muslim, tetapi juga wisatawan non muslim. Karena pada
hakekatnya wisata syariah hanyalah sebagai pelengkap jenis wisata
konvensional. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia,
-5-
Indonesia berupaya terus mengembangkan wisata syariah di Tanah Air.
Kementerian Pariwisata mengembangkan pariwisata syariah meliputi empat
jenis komponen usaha pariwisata, yaitu perhotelan, restoran, biro atau jasa
perjalanan wisata, dan spa. Terdapat 13 (tiga belas) provinsi yang
dipersiapkan Indonesia untuk menjadi destinasi wisata syariah, yakni Nusa
Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau,
Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali (IndonesiaTravel, 2013). Wilayah tujuan
wisata syariah tersebut ditentukan berdasarkan kesiapan sumber daya
manusia, budaya masyarakat, produk wisata daerah, serta akomodasi wisata.
Pada dasarnya pengembangan wisata syariah bukanlah wisata
eksklusif karena wisatawan non-Muslim juga dapat menikmati pelayanan
yang beretika syariah. Wisata syariah bukan hanya meliputi keberadaan
tempat wisata ziarah dan religi, melainkan pula mencakup ketersediaan
fasilitas pendukung, seperti restoran dan hotel yang menyediakan makanan
halal dan tempat shalat. Produk dan jasa wisata, serta tujuan wisata dalam
pariwisata syariah adalah sama seperti wisata umumnya selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Contohnya adalah
menyediakan tempat ibadah nyaman seperti sudah dilakukan di Thailand
dan negara lainnya yang telah menerapkan konsep tersebut terlebih dahulu.
Potensi wisata syariah di Indonesia sangat besar dan bisa menjadi alternatif
selain wisata konvensional, hanya saja branding dan pengemasannya masih
belum memiliki konsep yang tepat.
-6-
Meskipun nomenklatur pengembangan wisata syariah belum jelas.
Namun, dalam usaha pengembangannya, Kemenparekraf menggandeng
Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga
Sertifikasi Usaha (LSU). Dan pada tahun 2014, Kementerian Pariwisata telah
menyusun Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah melalui Peraturan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014. Dalam
PERMEN tersebut berisikan kriteria hotel syariah dengan kategori Hilal 1 dan
Hilal 2 yang dinilai dari aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan. Hilal 1
merupakan hotel syariah yang masih memiliki kelonggaran dalam aturan
syariah, misalnya, dalam hotel ini setiap makanan dan restoran dipastikan
halal. Artinya, restoran atau dapur sudah ada sertifikasi halal dari MUI, ada
kemudahan bersuci dan beribadah sehingga harus ada toilet shower bukan
hanya tissue, makanan halal, tapi tidak ada seleksi tamu, dapurnya sudah
bersertifikat halal, tapi dapurnya saja, minuman masih boleh ada jenis
alkohol seperti wine. Sedangkan dalam hotel Hilal 2, segala hal yang tidak
diperbolehkan dalam aturan syariah memang sudah diterapkan dalam hotel
syariah ini. Untuk klasifikasi hotel syariah hilal satu minimal memenuhi 49
poin ketentuan, untuk naik ke level hilal dua harus memenuhi 74 poin.
Seperti diketahui bahwa destinasi wisata di Indonesia sangatlah
banyak dan tidak hanya terbatas pada ketiga belas destinasi wisata syariah
yang telah ditetapkan. Dengan demikian perlu kiranya mengeksplor potensi
pengembangan wisata syariah di daerah lain di Indonesia. Namun, potensi
besar yang dimiliki Indonesia belum maksimal digarap jika dibanding dengan
negara-negara Asia Tenggara lainnya. Berdasarkan konsep Tiga Great yang
diusung oleh Kementerian Pariwisata, maka dari 13 daerah destinasi itu akan
dibagi dengan tiga pintu masuk utama yakni Jakarta, Bali, dan Batam.
Wisman dapat menjangkau daerah sekitar yang menjadi destinasi wisata
syariah. Melalui Jakarta, wisman dapat juga mengakses destinasi di Jawa
Barat, Banten, dan Lampung. Melalui Bali dapat mengakses Lombok, Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Di Batam lebih diarahkan ke Sumatera
Barat. Tetapi, dilihat secara keseluruhan, daerah yang baru komitmen dan
benar-benar menyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta,
dan Jawa Timur. Bagaimana dengan Aceh yang merupakan daerah yang
dikenal dengan Serambi Mekah?
Pemerintah Provinsi Aceh memasang target wisatawan lokal dan
mancanegara yang berkunjung ke Aceh sebesar 1,8 juta orang pada tahun
2015 dan target tahun 2018 sebesar 2,8 juta orang. Angka itu naik 30 persen
dari tahun 2014. Dalam beberapa tahun terakhir, tren kunjungan ke Aceh
terus naik. Misalnya, pada 2014, kunjungan wisatawan ke Aceh berjumlah 1,4
juta orang, 50.072 di antaranya turis mancanegara. Sedangkan pada 2013,
kunjungan ke Aceh hanya 1,1 juta orang (Warsidi, 2015). Bahkan Pemkot
-7-
Banda Aceh telah meluncurkan branding pariwisatanya yaitu World Islamic
Tourism yaitu pada tanggal 31 Maret 2015 (Hutabarat, 2015). Dimana
peluncuran tersebut diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman
antara Pemkot Banda Aceh dan PATA Indonesia Chapter (PIC). Pada bulan
Juni 2015, Pemkot Banda Aceh mencoba menarik wisatawan yang ingin
mengikuti wisata syariah khas Banda Aceh. Dengan mengusung tema
“Wonderful Ramadhan in Aceh”. Disajikan pula sebuah tradisi Meugang, yaitu
tradisi potong sapi yang dilakukan dua hari sebelum Ramadhan dan dua hari
menjelang Hari Idul Fitri. Dalam tradisi ini, wisatawan dapat melihat
berbagai proses mulai dari pemotongan sapi, proses pemasakan, hingga
makan bersama. Selain itu, terdapat festival Ramadhan dan beragam
perlombaan, mulai dari lomba azan, Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), dan
hafiz Quran. Dari sekitar 50 obyek wisata di Banda Aceh, belum semuanya
memiliki fasilitas yang memenuhi kaidah wisata syariah.
Menjadi hal yang menarik ketika Manado juga dijadikan salah satu
lokus dalam penelitian ini. Karena pada beberapa negara seperti Jepang,
Australia, Austria, Jerman telah melakukan pengembangan produk halal
dengan target wisatawan muslim. Sehingga, menjadi hal yang mungkin pula
jika konsep halal dapat dikembangkan dalam mendukung pengembangan
pariwisata di Kota Manado.
Beberapa hal masih menjadi kendala dalam menerapkan wisata
syariah yang perlu dibenahi, salah satu diantaranya aspek sertifikasi produk-
produk halal. Di Indonesia, restoran dan kafe yang menyediakan makanan
dan minuman halal masih baru dalam tataran self claim, belum bersertifikat.
Jumlah restoran dan hotel yang menjamin makanannya halal masih jarang.
Banyak yang menyarankan agar di dapur hotel ada pemisahan antara
makanan halal dan non-halal. Demikian pula masih ada beberapa fasilitas
yang harus dibenahi untuk memastikan Indonesia siap untuk menyambut
wisatawan mancanegara muslim. Masalah air pun tak luput diperhatikan.
Saat ini, terutama di hotel dan pusat perbelanjaan mewah, toiletnya sudah
banyak mengadaptasi gaya barat. Bahkan terkadang di toilet, hanya tersedia
kertas tisu, tanpa air mengalir. Padahal, air mengalir benar-benar penting,
terutama untuk bersuci. Industri pariwisata syariah Indonesia juga harus
didukung oleh pemerintah, industri dan strategi pemasaran yang baik,
standar dan regulasi yang tepat harus diperkuat oleh tenaga profesional
keuangan yang cukup, lembaga pelatihan kepariwisataan syariah yang baik
kemudian didukung oleh keuangan syariah yang kompetitif.
Menurut pendiri dan CEO Crescentrating, Fazal Bahardeen, Indonesia
belum begitu agresif dalam mempromosikan wisata halal seperti negara
tetangga Malaysia dan Thailand (Murdaningsih & Pratiwi, 2015). Indonesia
-8-
juga belum mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke dalam program
pariwisata nasional, dan membuat paket khusus wisata halal.
Berdasarkan latar belakang permasalahan, yang menjadi pertanyaan
dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi potensi destinasi wisata
syariah di Indonesia khususnya di Aceh (daerah dengan mayoritas muslim)
dan Manado (daerah dengan mayoritas non-muslim)? Bagaimana kesiapan
kedua destinasi wisata tersebut jika dilihat berdasarkan persepsi wisatawan?
Apakah strategi yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah di kedua
destinasi wisata tersebut?
-9-
wisatanya. Sehingga, diharapkan dapat menghasilkan strategi apa yang
sesuai dengan karakteristik daerahnya masing-masing.
- 10 -
kepada responden dan melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
dengan narasumber yang dianggap memahami mengenai perkembangan
wisata syariah di Indonesia. Manado dipilih sebagai perbandingan
pengembangan wisata syariah di Indonesia.
- 11 -
BAB 2
RERANGKA PEMIKIRAN ANALISIS
- 12 -
Menurut Sofyan (2012:33), definisi wisata syariah lebih luas dari
wisata religi yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam.
Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism Organization (WTO), konsumen
wisata syariah bukan hanya umat Muslim tetapi juga non Muslim yang ingin
menikmati kearifan lokal. Pemilik jaringan Hotel Sofyan itu menjelaskan,
kriteria umum pariwisata syariah ialah; pertama, memiliki orientasi kepada
kemaslahatan umum. Kedua, memiliki orientasi pencerahan, penyegaran, dan
ketenangan. Ketiga, menghindari kemusyrikan dan khurafat. Keempat, bebas
dari maksiat. Kelima, menjaga keamanan dan kenyamanan. Keenam, menjaga
kelestarian lingkungan. Ketujuh, menghormati nilai-nilai sosial budaya dan
kearifan lokal.
Selain istilah wisata syariah, dikenal juga istilah Halal tourism atau
Wisata Halal. Pada peluncuran wisata syariah yang bertepatan dengan
kegiatan Indonesia Halal Expo (Indhex) 2013 dan Global Halal Forum yang
digelar pada 30 Oktober - 2 November 2013 di Semeru Room, Lantai 6,
Gedung Pusat Niaga, JIExpo (PRJ), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu
(30/10/2013), President Islamic Nutrition Council of America, Muhammad
Munir Caudry, menyampaikan bahwa, “Wisata halal merupakan konsep baru
pariwisata. Ini bukanlah wisata religi seperti umroh dan menunaikan ibadah
haji. Wisata halal adalah pariwisata yang melayani liburan, dengan
menyesuaikan gaya liburan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan
traveler muslim”. Dalam hal ini hotel yang mengusung prinsip syariah tidak
melayani minuman beralkohol dan memiliki kolam renang dan fasilitas spa
terpisah untuk pria dan wanita (Wuryasti, 2013).
Berikut ini tabel perbandingan antara wisata konvensional, wisata
religi, dan wisata syariah:
Tabel 2.1. Komparasi wisata konvensional, wisata religi, dan wisata syariah
No Item Konvensional Religi Syariah
Perbandingan
1 Obyek Alam, budaya, Tempat Ibadah, Semuanya
Heritage, Kuliner Peninggalan Sejarah
2 Tujuan Menghibur Meningkatkan Meningkatkan
Spritualitas Spirituaitas dengan
cara menghibur
3 Target Menyentuh Aspek spiritual yang Memenuhi
kepuasan dan bisa menenangkan keinginan dan
kesenangan yang jiwa. Guna mencari kesenangan serta
berdimensi nafsu, ketenangan batin menumbuhkan
semata-mata hanya kesadaran
untuk hiburan beragama
4 Guide Memahami dan Menguasai sejarah Membuat turis
menguasai tokoh dan lokasi tertarik pada obyek
informasi sehingga yang menjadi obyek sekaligus
bisa menarik wisata membangkitkan
wisatawan terhadap spirit religi
- 13 -
obyek wisata wisatawan. Mampu
menjelaskan fungsi
dan peran syariah
dalam bentuk
kebahagiaan dan
kepuasan batin
dalam kehidupan
manusia.
5 Fasilitas Ibadah Sekedar pelengkap Sekedar pelengkap Menjadi bagian yang
menyatu dengan
obyek pariwisata,
ritual ibadah
menjadi bagian
paket hiburan
6 Kuliner Umum Umum Spesifik yang halal
7 Relasi dengan Komplementar dan Komplementar dan Integrated, interaksi
Masyarakat hanya untuk hanya untuk berdasar pada
dilingkungan keuntungan materi keuntungan materi prinsp syariah
Obyek Wisata
8 Agenda Setiap Waktu Waktu-waktu Memperhatikan
Perjalanan tertentu waktu
Sumber: Ngatawi Al Zaztrow dalam Hamzah dan Yudiana, 2015
Menurut Pavlove dalam Razzaq, Hall & Prayag, Halal atau Islamic
tourism didefinisikan sebagai pariwisata dan perhotelan yang turut
diciptakan oleh konsumen dan produsen sesuai dengan ajaran Islam. Banyak
negara di dunia Islam yang memanfaatkan kenaikan permintaan untuk
layanan wisata ramah Muslim (Razzaq, Hall, & Prayag, 2015). Sedangkan
menurut Sapta Nirwandar (2015) dalam (Achyar, 2015) keberadaan wisata
halal sebagai berikut:
- 14 -
komplementer, bisa berupa produk sendiri. Misalnya ada hotel
halal, berarti membuat orang yang mencari hotel yang menjamin
kehalalan produknya akan mendapatkan opsi yang lebih luas. Ini
justru memperluas pasar, bukan mengurangi. Dari yang tadinya
tidak ada, jadi ada”.
Pada acara Focus Group Discussion (FGD) Halal Tourism & Lifestyle
2015 di Jakarta Convention Centre, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5). Menteri
Pariwisata Arief Yahya menyampaikan pendapat pribadi bahwa nama dari
wisata halal harus universal, beliau mengusulkan istilah “Universal Tourism”,
karena wisata halal bukan semata-mata tentang kuliner. Ada industri lainnya
seperti fesyen, finansial, kesehatan dan sebagainya. Sehingga kata “Universal”
baginya sudah mewakili seluruh wisatawan yang datang ke Indonesia, baik
Muslim maupun non-Muslim (Putri, 2015).
- 15 -
sebesar 5.817.571 atau 24 % dari total wisatawan mancanegara Malaysia
sebesar 24.557.200 (Sofyan, 2012):40).
a. Turki
Meskipun Turki adalah negara sekuler, Islam adalah bagian penting
dari kehidupan Turki. Menurut laporan Pew Research Center tahun 2010
jumlah penduduk Turki 98% adalah muslim sehingga diasumsikan bahwa
sebagian besar produk makanan koheren dengan konsep halal di Turki
(PewResearchCenter, 2010).
Selain faktor jumlah penduduk muslim yang besar, meningkatnya
pendidikan dan tingkat pendapatan kaum konservatif kelas menengah atas
telah juga mempengaruhi permintaan untuk pasar halal terutama wisata
halal (Duman dalam Akyol & Kilinç, 2014). Untuk memenuhi permintaan
wisata halal, salah satunya dengan audit halal oleh World Association Halal.
Hotel pertama yang menerima "sertifikat halal" di Turki adalah Adenya Hotel
& Resort. Selain itu, standar bintang hotel "crescent standards(standar
sabit)"menunjukkan kualitas di sektor perhotelan Islami (Kilinç, 2014 ).
Menurut catatan Himpunan Pemilik Hotel Mediteranian (AKTOB),
tahun 2002 Turki hanya memiliki hotel 5 buah, saat ini setidaknya tercatat
ada 75 hotel di Turki yang memasang label hotel Islami bersahabat dengan
jilbab, liburan sesuai syariah, dan wisata halal. Hotel islami banyak dijumpai
di destinasi misalnya di Canakkale Kas dan Kusadasi. Hotel-hotel tersebut
tidak menghidangkan alkohol dan babi, memisahkan kolam renang untuk
tamu pria dan wanita, serta mengharuskan pegawainya untuk berpakaian
- 16 -
sopan. Tayangan televisi dan situs-situs internet dipilih sesuai dengan aturan
Islam.Mushala yang disediakan juga dilengkapi peredam suara dari luar
(Nashrullah & Pratiwi, 2014).
Dalam jajak pendapat yang dibuat BBC Turki baru-baru ini, 60 persen
wisatawan mencari hotel berlabel halal dan jumlah itu terus meningkat.
Kebanyakan wisatawan menghindari hotel yang menyajikan alkohol dan
makanan tak halal. Presiden Asosiasi Jurnalis Pariwisata (TUYED) Kerem
Kofteoglu menyampaikan, sektor pariwisata harus toleran terhadap semua
jenis wisatawan, termasuk bagi wisatawan berkerudung dan yang tidak.
Kofteoglu mengatakan, "Kami tak bisa memilih tamu yang singgah."
(Nashrullah & Pratiwi, 2014)
Muslim Traveler Index Europe 2014 memperkirakan nilai wisata halal
Eropa mencapai 137 miliar dolar AS. Turki sendiri termasuk menjadi lima
besar negara tujuan wisatawan pencari pariwisata syariah di Eropa.
Nilainya bahkan mencari 103 miliar euro pada 2013 atau sekitar 13 persen
dari total nilai pariwisata halal dunia. Turki diperkirakan akan meraih hingga
141 miliar euro dari sektor ini pada 2020.
b. Malaysia
Menurut laporan Pew Research Center tahun 2010 jumlah penduduk
Malaysia sebesar 28.400.000, dengan komposisi pemeluk beragama sebagai
berikut:
Agama Folk Religions <1%nother
religion <1% Jews
2%
Hindus <1% Unaffiliated
6%
Christians
9% Muslims
63%
Buddhists
17%
- 17 -
Wisata Islami di Malaysia bagus karena mereka memiliki sistem khusus
pariwisata Muslim yang mempromosikan wisata Islam dalam agenda
pariwisata nasional. Dari catatan Crescentrating, tahun lalu jumlah
kunjungan wisatawan Muslim ke Malaysia mencapai 5,9 juta orang.
Sementara yang datang ke Indonesia hanya sekitar dua juta orang saja dari
total 10-11 juta wisatawan asing yang masuk (Pratiwi & Murdaningsih,
2015).
c. Thailand
Jumlah penduduk Thailand berdasarkan riset Pew Research Center
tahun 2010 sebagaian besar adalah 93,2% Budha, 5,5% Muslim, dan sisanya
agama lainnya kurang dari 1%. Meskipun sebagian besar penduduknya
beragama Budha, Thailandtelahmendirikan Halal Science Center di
Chulalongkorn University. Dalam usaha meningkatkan wisata halal Thailand
mengumumkan Muslim Friendly Thailand, seperti dilansir dari Deutsche
Presse-Agentur, Rabu (10/6), aplikasi ini akan diluncurkan pada tanggal 22
Juni mendatang dalam bahasa Inggris, Thailand, dan Arab. Piranti lunak ini
dirancang untuk membantu wisatawan menemukan restoran halal, hotel,
masjid, dan operator tour. Otoritas wisata Thailand mengatakan, aplikasi ini
merupakan bagian dari kampanye untuk menarik lebih banyak pengunjung
dari Timur Tengah, Malaysia, dan Indonesia, yang menyumbang tiga juta
wisatawan ke negara itu tahun lalu (Putri, 2015).
d. Singapura
Singapura sebagai negara yang memprioritaskan sektor pariwisata,
dianggap paling paham dalam melayani wisatawan temasuk wisatawan
Muslim. Sebagai bentuk dukungan bagi pelaku usaha pariwisata diberikan
halal award (Sofyan, 2012). Menurut Pew Research Center tahun 2010,
penduduk Singapura terdiri dari beberapa umat beragama, yaitu: Buddhist
(34 persen), Christians (18 persen), Folk Religions (2 persen), Hindus (5
persen), Muslim (14 persen), Jews (<1 persen), Unaffiliated (16 persen), oher
religions (10 persen).
Dari data di atas, mayoritas penduduk Singapura beragama Budha,
populasi Islam berada di posisi keempat. Sebagai negara yang mayoritas
beragama Budha, Singapura berhasil mencapai peringkat 9 menurut
Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2 015 untuk
negara Non-OKI yang menjadi tujuan wisata muslim terbaik di dunia. Badan
Pariwisata Singapura atau "Singapore Tourism Board" meluncurkan buku
panduan wisata halal bagi pelancong Muslim dari Indonesia.
Kriteria dalam survei GMTI meliputi berbagai macam faktor meliputi
kecocokan sebagai tempat berlibur bersama keluarga bagi keluarga Muslim,
tingkat pelayanan bagi wisatawan Muslim, ketersediaan fasilitas bagi
- 18 -
wisatawan Muslim, pilihan akomodasi yang baik, jumlah kedatangan
wisatawan Muslim, pilihan menu dan makanan halal, dan lainnya. Direktur
Eksekutif STB Wilayah Asia Tenggara Edward Koh menyampaikan Singapura
memiliki banyak fasilitas makanan halal yang sudah disertifikasi oleh Badan
Sertifikasi Halal yang dimiliki negara itu. Sebanyak 108 wisatawan Muslim
berkunjung ke Singapura, dengan nilai 145 miliar dolar AS dan
mempresentasikan 10 persen dari total perekonomian dunia (Putra, 2015).
e. Korea Selatan
Meskipun mayoritas penduduknya tidak beragama Islam, sebagian
tempat wisata di Korea Selatan sudah menyediakan fasilitas yang
memudahkan para turis Muslim. Tujuan wisata halal di Korea antara lain:
Gyeonggi-do (banyak terdapat tempat-tempat hiburan yang menyediakan
tempat ibadah dan makanan halal bagi umat Muslim meliputi Everland,
Korea Folk Village di Yongin, Petite France di Gapyeong, Skin Anniversary di
Paju dengan Woongjin Playdoci dan Aiins World di Bucheon (Rezkisari,
2014) .
Selain Gyeonggi-do, terdapat juga destinasi wisata halal yaitu
Gangwon. Pemerintah Korea Selatan aktif dalam mempromosikan paket
wisata syariah ke Indonesia. Strategi promosi yang dilakukannya adalah
dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) antara perwakilan
organisasi pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta) dengan Garuda
Indonesia Holiday (GIH). Provinsi Gangwon mendukung kerja sama ini
dengan menyediakan restoran yang ramah bagi Muslim dan Mushala. Saat ini
produk wisata halal ke Korea yang telah dikembangkan oleh GIH adalah
berupa produk 3M5H, 4M6H, dan produk 5M7H, yang menyertakan makanan
halal di restoran ramah Muslim pada semua jadwalnya, serta kunjungan ke
mushala untuk shalat (Putri & Pratiwi, 2015).
- 19 -
mengembangkan potensi wisata syariah, antara lain keberadaan ekonomi
syariah penting untuk mengurangi kerentanan antara sistem keuangan
dengan sektor riil, sehingga menghindari penggelembungan ekonomi;
menghindari pembiayaan yang bersifat fluktuatif, dan dapat memperkuat
pengaman sosial.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan wisata
syariah adalah mempersiapkan 13 (tiga belas) provinsi untuk menjadi
destinasi wisata syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Namun dari
ke-13 provinsi tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB,
Yogyakarta, dan Jawa Timur.
- 20 -
Bentuk promosi dan jalur pemasaran disesuaikan dengan perilaku
Wisatawan Muslim, World Islamic Tourism Mart (WITM), Arabian Travel
Mart, Emirates Holiday World, Cresentrating.com, halaltrip.com, etc.
Meskipun konsep halal sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian besar
penduduk Indonesia, namun wisata halal kurang berkembang di Indonesia
dikarenakan fasilitasi, tidak mudah memastikan makanan halal, sertifikasi
halal, dan promosi yang kurang. Hal tersebut tampak dari hasil laporan
lembaga riset dan pemeringkat industri pariwisata halal Crescentrating
bersama MasterCard, Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, Indonesia
berada di urutan keenam tujuan wisata halal dunia, di bawah Malaysia dan
Thailand. Crescentrating menilai Indonesia harus berusaha lebih keras jika
ingin melangkahi Malaysia dan Thailand dalam mengembangkan wisata
halal. Menurut pendiri dan CEO Crescentrating Fazal Bahardeen bahwa
Indonesia belum begitu agresif dalam mempromosikan wisata halal seperti
negara tetangga Malaysia dan Thailand. Indonesia juga belum
mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke dalam program pariwisata
nasional, dan membuat paket khusus wisata halal.
Perbandingan Praktek Wisata Syariah antara Indonesia dengan
beberapa negara ASEAN lainnya pada tahun 2013, dapat dilihat sebagai
berikut:
- 21 -
Fakta yang ada pariwisata syariah di Indonesia pada tahun 2013 yaitu hotel
syariah besertifikat baru 37 hotel. Sebanyak 150 hotel menuju operasional
syariah. Begitu juga dengan restoran, dari 2.916 restoran, baru 303 yang
bersertifikat halal. Sebanyak 1.800 mempersiapkan diri sebagai restoran
halal. Sedangkan tempat relaksasi, SPA kini baru berjumlah tiga unit.
Sebanyak 29 sedang proses untuk mendapatkan sertifikat halal.
- 22 -
Food Signage;
Prayer
rug in
guest
room
Three Only Halal Dedicate Qiblah Gym &
Food & Prayer Pointing Swimming
Alcohol Free Room/Surau Signage; Pool have
Beverages with Prayer dedicated
Served abdution rug in hours for
space guest Ladies only
room; at
least 50 %
are no
smoking
guest
rooms
Four Only Halal Dedicate Qiblah Separate
Food & Prayer Pointing Gym &
Alcohol Free Room/Surau Signage; Enclosed
Beverages with Prayer Swimming
Served abdution rug in Pool for
space & guest Ladies
resident room;
imam only no
smoking
guest
rooms
Five Only Halal Dedicate Qiblah Separate Shariah
Food & Prayer Pointing Gym & Compliant
Alcohol Free Room/Surau Signage; Enclosed Entertainment
Beverages with Prayer Swimming &
Served abdution rug in Pool, Spa & Recreational
space & guest Health Facilities
resident room; Facilities Facilities for
imam only no for Ladies all ages
smoking
guest
rooms
Sumber: Ramli, N. (2009). Halal Tourism: The Way Forward. In: International
Conference on Law and Social Obligation, 2009, Kashmir, India dalam Akyol
& Kilinç, 2014
Selain itu, hotel islami, internet dan media sosial menyediakan platform
komunikasi yang signifikan untuk hotel halal karena halal berorientasi
pemasok industri dan perantara umumnya menargetkan populasi Muslim.
Dengan demikian, internet mungkin menawarkan kesempatan besar untuk
mendapatkan perhatian dari pasar ini. Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan. Yang pertama adalah ukuran sampel mungkin tidak cukup
besar untuk menggeneralisasi temuan. Yang kedua adalah hanya
menganalisis hotel bintang lima, sehingga hotel dibawahnya dikeluarkan.
Keterbatasan terakhir adalah hanya menggunakan situs web untuk
mendapatkan gambar dari hotel karena itu, media lain seperti majalah, surat
- 23 -
kabar dan televisi tidak dimasukkan. Dengan mempertimbangkan studi lebih
lanjut, menganalisis persepsi halal, sikap dan perilaku pembelian dapat
mengembangkan lebih penjelasan terhadap konsep marketing halal.
- 24 -
Tengah. Analisis dari 367 situs akomodasi yang ditemukan hanya tiga situs
yang secara khusus menyebutkan halal dan juga mengidentifikasi sejumlah
atribut yang dapat mencegah lebih banyak wisatawan halal konservatif.
Temuan tersebut menimbulkan pertanyaan signifikan terhadap kapasitas
sektor akomodasi Selandia Baru untuk kedua menyampaikan informasi
akomodasi yang tepat untuk pasar Islam serta memberikan pengalaman
memuaskan untuk mereka yang tinggal. Perbaikan substansial dalam
pelatihan dan pendidikan direkomendasikan.
Selandia Baru telah semakin mempromosikan dirinya sebagai tujuan
ramah Muslim untuk menarik wisatawan halal. Banyaknya eksportir daging
sapi halal dan domba negara ini berusaha untuk mempromosikan penawaran
halal lainnya. Namun, penyediaan wisata halal dan perhotelan adalah proses
yang jauh lebih rumit daripada daging halal. Hal ini membutuhkan
pemahaman yang lebih bernuansa konsumen Islam dan posisi sosial-budaya
mereka dan tuntutan yang berbeda ini akan memiliki pada pemasok.
Sejumlah atribut yang berbeda dari akomodasi halal diidentifikasi dari
literatur (Battour et al, 2010;.Henderson, 2010; Stephenson 2014) dan
diterapkan pada analisis isi dari situs penyedia akomodasi dari Auckland dan
Rotorua. Hanya 3 dari 367 situs dianalisis disebutkan halal dan hanya satu
yang bersertifikat.
- 25 -
2.2.5. Penelitian Penciptaan Nilai Pariwisata: Sebuah Pendekatan Islam
(Value Creation in Tourism: An Islamic Approach) oleh Abolfazi
Tajzadeh Namin.
Di dalam penelitian ini disampaikan meskipun Islam dianggap sebagai
pasar utama global, namun nila-nilai islami belum didefinisikan secara baik
di pasar pariwisata. Peneliti mengembangkan sebuah model, de Figureted di
bawah ini, untuk penciptaan nilai pariwisata Islam.
- 26 -
keseimbangan antara tujuan destinasi dan unsur-unsur yang ada untuk
menciptakan nilai dalam pariwisata Islam secara konsisten untuk
pengembangan pariwisata di Iran dan promosi nilai-nilai Islamdi seluruh
dunia. Dengan demikian, mereka harus memiliki tingkat yang lebih tinggi
dalam interaksi budaya dan pengetahuan lebih tentang nilai-nilai dan
norma-norma mereka.Semua elemenbudaya, nilai-nilai, dan norma-norma
harus digunakan untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dan sosial serta
melindungi hak asasi manusia. Pendekatan yang disampaikan peneliti
untuk mempromosikan wisata Islam adalah marketer ikut terlibat dalam
membuat pola travelling dan paket wisata.
- 27 -
BAB 3
METODE PENELITIAN
- 28 -
b. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan
dengan cepat. Dalam penelitian ini menjadi sumber data sekunder adalah
literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan. Selain itu juga berasal dari kantor-kantor
pemerintah dan instansi terkait, antara lain jumlah kunjungan wisatawan
ke Aceh dan Manado, serta gambaran umum lokasi penelitian, dan
beberapa informasi lain yang berisikan tentang pariwisata syariah.
- 29 -
memudahkan untuk
beribadah
Tersedia makanan dan Ordinal
minuman yang halal
Fasilitas dan suasana yang Ordinal
aman, nyaman dan
kondusif untuk keluarga
dan bisnis
- 30 -
ramah, jujur dan
bertanggung jawab
Berpenampilan sopan dan Ordinal
menarik sesuai dengan nilai
etika islam
Memiliki kompetensi kerja Ordinal
sesuai dengan standar profesi
yang berlaku
3 Aksesibilitas 1. Informasi Kemudahan akses Ordinal
informasi wisata
syariah/halal
2. Keterjangkauan Objek wisata mudah Ordinal
dijangkau
Transportasi (darat. Laut, Ordinal
udara) mudah
Biaya transportasi sesuai Ordinal
dengan yang standard
4 Ancillary 1. Kelembagaan Terdapat sistem yang Ordinal
mendukung sertifikasi
halal di destinasi wisata.
Terdapat kelembagaan Ordinal
yang mendukung
sertifikasi halal di destinasi
wisata.
Terdapat sistem yang Ordinal
mendukung sertifikasi
halal di destinasi wisata.
2. Pemberdayaan Penyerapan tenaga kerja Ordinal
masyarakat dari masyarakat lokal
Sikap masyarakat Ordinal
3. Pemasaran Promosi Ordinal
Branding yang tepat Ordinal
Sumber: data diolah dari berbagai sumber
- 31 -
sampel tidak diperlukan dalam pengambilan sampel secara nonprobability.
Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2012):67), dalam teknik nonprobability
sampling, sampel yang diambil tidak memberi peluang/kesempatan sama
bagi setiap unsur anggota populasi. Teknik nonprobability sampling menurut
Sugiyono (Sugiyono, 2012, hal. 68) meliputi sampling sistematis, kuota,
accidental sampling, purposive, jenuh, dan snowball.
Dalam penelitian ini digunakan teknik accidental sampling. Menurut
Santoso dan Tjiptono (2001:89 – 90) Accidental Sampling (Convenience
sampling) adalah prosedur sampling yang memilih sampel dari orang atau
unit yang paling mudah dijumpai atau diakses. Sedangkan menurut Sugiyono,
Accidental Sampling adalah mengambil responden sebagai sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan
ditemui cocok sebagai sumber data dengan kriteria utamanya adalah orang
tersebut merupakan wisatawan dan pelaku usaha pariwisata.
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah wisatawan yang
berkunjung ke destinasi wisata di Aceh dan Manado baik wisatawan
domestik dan mancanegara. Karena di kedua lokus penelitian tersebut
wisman terbatas, maka responden belum dapat ditentukan jumlahnya. Dalam
penelitian ini jumlah populasi tidak diketahui, maka untuk memudahkan
penentuan jumlah sampel yang diambil ditentukan dengan rumus (Riduwan,
2004):66) :
𝑍𝛼 /2 2
𝑛 = 0,25 ( )
𝜀
Dimana:
N = jumlah sampel
Zα/2 = nilai yang didapat dari tabel normal atas tingkat keyakinan
ε = kesalahan penarikan sampel
tingkat keyakinan dalam penelitian ini ditentukan sebesar 95% maka nilai
Zα/2 adalah 1,96. Tingkat kesalahan penarikan sampel ditentukan sebesar
10%. Maka dari perhitungan rumus tersebut dapat diperoleh sampel yang
dibutuhkan, yaitu:
1,96
𝑛 = 0,25 ( )2
0,1
𝑛 = 96,04
Jadi berdasarkan rumus di atas, sampel yang diambil sebanyak 96,04 orang.
Untuk memudahkan perhitungan makan dibulatkan ke atas menjadi 100
orang. Kriteria responden wisatawan yang akan diambil sebagai sampel
sebesar 100 orang adalah:
a. Responden yang berusia di atas atau sama dengan 17 tahun
b. Responden beragama Islam
- 32 -
c. Lokasi pengambilan responden adalah destinasi wisata di Manado dan
Banda Aceh
- 33 -
dilakukan ditujukan untuk mencapai kesepakatan tertentu mengenai
suatu permasalahan yang dihadapi oleh para peserta, padahal aktivitas
tersebut bukanlah FGD, melainkan rapat biasa. FGD berbeda dengan arena
yang semata-mata digelar untuk mencari konsensus.
Sebagai alat penelitian, FGD dapat digunakan sebagai metode primer
maupun sekunder. FGD berfungsi sebagai metode primer jika digunakan
sebagai satu-satunya metode penelitian atau metode utama (selain
metode lainnya) pengumpulan data dalam suatu penelitian. FGD sebagai
metode penelitian sekunder umumnya digunakan untuk melengkapi riset
yang bersifat kuantitatif dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi.
Dalam kaitan ini, baik berkedudukan sebagai metode primer atau
sekunder, data yang diperoleh dari FGD adalah data kualitatif.
Di luar fungsinya sebagai metode penelitian ilmiah, Krueger & Casey
(Krueger, 2002) menyebutkan, FGD pada dasarnya juga dapat digunakan
dalam berbagai ranah dan tujuan, misalnya (1) pengambilan keputusan,
(2) needs assesment, (3) pengembangan produk atau program, (4)
mengetahui kepuasan pelanggan, dan sebagainya.
e. Penyebaran kuesioner sebanyak 100 responden di masing-masing lokasi
penelitian dengan metode penarikan accidental sampling kepada
wisatawan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap wisata syariah.
3.7. Teknik Analisis Data
Ada dua pengukuran variabel, yaitu (1) Atraksi dan, (2) Amenitas.
Dari setiap variable ditentukan sub variable dan indikator untuk masing-
masing sub variabel. Penilaian terhadap indikator menggunakan interval
dengan Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), Tidak Baik (TB), dan Sangat
Tidak Baik (STB).
Teknik analisa data menggunakan uji kualitas data pada program SPSS
20.0 for windows. Selain menggunakan analisis SPSS, data hasil FGD dan
wawancara mendalam akan dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity dan Threathened). Dengan menggunakan
dua teknik analisis dimaksud, diharapkan dapat mencapai hasil dan
rekomendasi yang optimal.
Analisis SWOT adalah sebuah metode perencanaan strategis yang
digunakan untuk mengevaluasi Strengths, Weakness, Opportunities, dan
Threats terlibat dalam suatu proyek atau dalam bisnis usaha. Hal ini
melibatkan penentuan tujuan usaha bisnis atau proyek dan mengidentifikasi
faktor-faktor internal dan eksternal yang baik dan menguntungkan untuk
mencapai tujuan itu. Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang
memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an
dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan
Fortune 500.
- 34 -
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH
ACEH
- 35 -
pernah digunakan sebagai markas dan tempat pertahanan bagi pasukan
perang Aceh melawan pemerintah kolonial Belanda.
Selain itu, tempat ini juga menjadi saksi bisu terjadinya gelombang
tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam. Sebab, masjid ini menjadi
tempat berlindung ribuan pengungsi yang menyelamatkan diri.
- 36 -
d. Kerkhoff
Kerkhoff adalah sebuah komplek kuburan serdadu Belanda yang
gugur dalam peperangan melawan rakyat Aceh. Komplek makam yang cukup
luas ini berlokasi di Jalan Teuku Umar, disamping Blang Padang, Banda Aceh.
Kerkhoff dibangun pada tahun 1880 dan di dalam komplek ini terdapat
kurang lebih 2.200 kuburan serdadu Belanda yang dimakamkan Jenderal JHR
Kohler yang gugur ditembak oleh pasukan Aceh di depan Masjid Raya
Baiturrahman. Selain itu pengunjung juga bisa mengetahui kisah-kisah
tentang prajurit semasa hidupnya yang diceritakan sekilas pada batu nisan.
Kuburan-kuburan ini seolah bercerita kepada pengunjung tentang
bagaimana “penghuninya” semasa hidup.
Gambar 4.2.
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR Pengunjung menikmati suasana di Gedung
Museum Tsunami Aceh, Banda Aceh. Selain berisi informasi tentang gempa dan
tsunami, museum berlantai empat dengan arsitektur modern yang dibangun tahun
2007 tersebut juga diperuntukkan sebagai tempat evakuasi bencana alam.
(http://travel.kompas.com/read/2015/10/10/151000627/5.Obyek.Wisata.Sejarah.
di.Banda.Aceh)
- 37 -
bercahaya redup dengan atap berhias kaca patri berlafal “Allah”. Suasana
dramatis semakin terasa karena di sekeliling dindingnya ditempelkan nama
ribuan korban akibat tsunami. Khusus untuk lantai 4 diperuntukkan sebagai
tempat evakuasi bencana alam bagi para warga. Selama berkunjung
pengunjung bisa menikmati semua fasilitas secara gratis.
g. PLTD Apung
PLTD Apung merupakan kapal berbobot 2.600 ton. Saat kejadian
tsunami 26 Desember 2004 silam, kapal ini sedang berada di Pantai Ulee
Lhee, Banda Aceh. Akibat diterjang tsunami, kapal terseret dan terdampar 5
km ke perkampungan Gampong Punge, Blangcut, Banda Aceh. Wisatawan
bisa berkunjung ke tempat ini untuk membuktikan kedahsyatan tsunami
aceh. Kapal PLTD Apung kini menjadi monumen tidak sengaja dari bencana
besar itu. Sejak April 2012, di sekeliling area dipagari besi setinggi 1,5 meter.
Beragam fasilitas ditambah, mulai dari jembatan, prasasti hingga ruang
dokumentasi. Pasca-tsunami melanda Aceh, kapal itu menjadi menjadi
perhatian, tidak hanya dari masyarakat Aceh, tetapi juga hingga
mancanegara. PLTD Apung adalah situs tsunami yang alami, artinya bukan
dibangun oleh manusia, tapi tercipta oleh alam, dan itu yang menjadi alasan
bagi pengunjung untuk melihat langsung keajaiban alam tersebut. Berwisata
- 38 -
di Kota Banda Aceh memang terasa kurang bila belum berkunjung ke situs
PLTD Apung. Kapal PLTD Apung ini sebelumnya digunakan untuk mengatasi
kekurangan arus listrik di Banda Aceh. Namun, di pengujung tahun 2004
tsunami menerjang Aceh. Gelombang raksasa mendamparkan kapal
pembangkit arus listrik ini ke daratan.
- 39 -
Gambar 4.5. Kapal di Atas Rumah
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015
- 40 -
Country Steak House, Warung Makan Hasan 3 (Cabang Kreung Cut), Pizza
Hut, Tanabata Coffee, Thousand Hills Ketambe, Soup Sumsum Kutaraja,
Restoran Kartika, Menara Bambu Cafe, Kentucky Fried Chicken (KFC), Ayam
Bakar Wong Solo, Restoran Bunda, My Bread Bakery and Cafe, Rumah Makan
Asia, Nasi Gurih Fakinah, Restoran Aceh Barat, Rumah Makan Aceh Rasa
Utama, Oasis Lobby Lounge, Caswells Coffee, Mie Ramen Akira, Tropicana,
Texas Chicken, PP Cafe & Restaurant, Rendesuous Restaurant, Tanabata,
Ramayana Baksi Batoh, Kopi Beurawe, RM Kurnia Dewi, Pizza Corner, Rumah
Makan Garuda, RM Narita, RM Edy Putra, RM Cindy Baru, Joglo Cafe, RM Aceh
Setia.
Dalam mendukung pengembangan wisata syariah, jika dilihat dari
sarana ibadah yang tersedia di Kota Banda Aceh pada tahun 2014 sebesar 95
(....% dari 3939 buah di Provinsi Aceh) buah dan 76 Meunasah/Masjid kecil
(...% dari 6363 buah di Provinsi Aceh). Di Kota Banda Aceh juga terdapat 26
pesantren (5,24% dari 1202 jumlah pesantren di Provinsi Aceh) dengan
jumlah Tengku/guru sebanyak 418 orang (2,63 % dari 15.906 orang
Tengku/guru di Provinsi Aceh) (sumber: (BPSProvAceh, 2014)).
a. Kondisi jalan
- 41 -
Kondisi jalan menjadi faktor pendukung pengembangan pariwisata di
suatu destinasi. Berdasarkan data BPS Provinsi Aceh (2013) panjang jalan di
Banda Aceh sebesar 27,41 KM, dimana menurut kondisi jalan 25,38 KM
dalam kondisi baik, 2,03 KM dalam kondisi sedang, dan tidak ada jalan dalam
kondisi rusak. Pada saat penelitian dilakukan sebagian besar jalan raya di
Kota Banda Aceh masih tetap dalam kondisi fisik yang cukup baik dengan
penerangan lampu dan rambu lalu lintas yang cukup jelas.
b. Transportasi darat
Di Bandara Sultan Iskandar Muda telah tersedia Taksi dengan tarif
resmi. Yang disebut taksi di Aceh bukanlah taksi seperti Bluebird atau
Express melainkan kendaraan SUV seperti Avanza, APV dan merk SUV
lainnya. Tarif Taxi berbeda-beda sesuai tempat tujuan (lihat gambar). Labi
labi atau angkot di Aceh hanya beroperasi sampai jam 6 sore, selanjutnya
bisa naik becak motor, sesuai tarif perda Rp. 3.000,-/km.
Kota Banda Aceh sebagai ibukota provinsi Aceh saat ini juga memiliki
karakteristik permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks.
Pertumbuhan populasi kendaraan pribadi yang tinggi telah menimbulkan
persoalan bagi kelestarian/keasrian lingkungan kota. Angkutan publik
berupa angkutan perkotaan yang pernah menjadi andalan masyarakat kian
hari semakin ditinggalkan. Hal ini disebabkan pelayanan yang tidak
disesuaikan dengan perkembangan kondisi ekonomi dan teknologi saat ini.
Kondisi dan persoalan transportasi di Kota Banda Aceh harus sesegera
mungkin diatasi. Apabila tidak, kondisi ini akan menjadi permasalahan besar
dan rumit dan semakin sulit di pecahkan.
Pertimbangan utama dalam perencanaan transportasi perkotaan Kota
Banda Aceh adalah mengefektifkan fungsi dari angkutan umum agar
pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan massal. Perencanaan
koridor dilakukan dengan dengan meminimumkan jarak dan waktu tempuh
perjalanan, penyediaan prasarana halte
dan sarana bus yang memberi rasa
aman dan nyaman bagi pengguna.
Perencanaan koridor untuk angkutan
massal Kota Banda Aceh dan sekitarnya
dilakukan dengan
mempertimbangkanjuga ruas jalan
eksisting yang dapat dilalui untuk
mengakses area CBD (Central Business
District) dengan mengintegrasikan
pelabuhan dan bandar udara serta
pusat-pusat aktivitas lainnya mengacu
- 42 -
pada Rencana Tata Ruang Wilayah.
Berdasarkan hasil studi literatur, diperoleh informasi bahwa
pengembangan koridor angkutan massal kota Banda Aceh dan sekitarnya
terbagi atas 4 (empat) koridor utama antara lain koridor 1: Pelabuhan Ulee
Lheue– Terminal APK Keudah - Bandara SIM, Koridor 2: Terminal APK
Keudah – Darussalam, Koridor 3: Terminal APK Keudah – Mata Ie, Koridor 4:
Terminal APK Keudah – Lhoknga (dishubkomintel, 2015).
Pertumbuhan transportasi di Kota Banda Aceh masih tergolong kecil.
Faktor penyebab tumbuhnya transportasi ini di antaranya bertambahnya
mahasiswa baru. Sehingga Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi
Kota Banda Aceh pada tahun 2015 mengadakan Bus Trans Koetaraja yang
diperuntukkan bagi pelajar/mahasiswa dengan tarif murah dan membangun
halte guna menunjang bus tersebut.
Belum tersedia fasilitas transportasi darat yang khusus diperuntukkan
bagi wisatawan dengan tarif murah atau gratis semisal shuttle bus pariwisata
yang menghubungkan antar atraksi wisata di Aceh, sehingga memudahkan
aksesibilitas wisatawan dalam menjangkau setiap destinasi yang ada di
Banda Aceh dan sekitarnya. Namun, keterhubungan antar moda di Banda
Aceh telah tersedia pelayanan Angkutan Pemadu Moda/bandara pada
Bandar Udara Sultan Iskandar Muda, dimana operator pelaksananya adalah
Perum DAMRI. Jenis angkutan ini merupakan salah satu akses yang mudah
untuk keluar dan masuk bandara dari titik-titik simpul di Kota Banda Aceh
dan sekitarnya.
c. Transportasi Udara
Transportasi melalui udara di dukung oleh Bandara Internasional
yaitu Bandara Sultan Iskandar Muda. Tidak kurang dari 6 perusahaan
Penerbangan yaitu Garuda Indonesia Airlines, Lion Air, NBA, Fire Fly Airlines,
Susi Air dan Air Asia Airlines. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh
mengungkapkan jumlah pengguna jasa transportasi udara melalui bandara
Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar pada
Juli 2015 naik sebesar 19,52 persen dibanding Juni 2015. Jumlah penumpang
yang berangkat melalui Bandara SIM Blang Bintang Aceh Besar pada Juni
sebanyak 52.501 orang dan menjadi 62.213 orang pada bulan Juli. total
penumpang yang berangkat dari seluruh bandara yang ada di provinsi
ujuung paling barat Indonesia itu dari periode Januari sampai Juli 2015
sebanyak 472.164 penumpang yang diangkut dengan 6.832 kali penerbangan
(selasar, 2015).
Jadwal penerbangan domestik:
i. Garuda Indonesia (14 kali dalam seminggu)
Jakarta – Banda Aceh
07:50 – 12:30
- 43 -
12:00 – 14:45
Banda Aceh – Jakarta
08:20 – 11:05
15:50 – 18:35
ii. Lion Air (7 kali dalam seminggu)
Jakarta – Banda Aceh
08:45 – 11:35
Banda Aceh – Jakarta
12:15 – 15:05
iii. Susi Air
Susi Air mulai mengoperasikan dua KPA (Kuasa Pengguna Anggaran)
subsidi yang dipusatkan di Nagan Raya dan Takengon. Dua wilayah
yang dijadikan jantung penerbangan perintis itu dipastikan mampu
melayani 10 rute penerbangan di Aceh. KPA Nagan Raya yang sudah
beroperasi melayani empat rute, yaitu Sinabang-Nagan Raya, Banda
Aceh-Nagan Raya, Medan-Singkil, dan Kutacane-Banda Aceh.
Sementara KPA Takengon memiliki enam rute penerbangan, masing-
masing Medan-Takengon, Banda Aceh-Blangpidie, Banda Aceh-
Tapaktuan, Medan-Blangpidie, Medan-Tapaktuan, dan Banda Aceh-
Takengon.
Sementara itu, penerbangan internasional ke Aceh hanya ada penerbangan
dari dan ke Malaysia, seperti:
i. Air Asia (10 kali dalam seminggu)
Kuala Lumpur – Banda Aceh
08:00 – 08:25
Banda Aceh – Kuala Lumpur
08:50 – 11:20
ii. Firefly (7 kali dalam seminggu)
Penang – Banda Aceh
11:05 – 11:45
Banda Aceh – Penang
12:15 – 2:55
iii. Lion Air (7 kali dalam seminggu)
Penang – Banda Aceh
12:10 – 15:55
Banda Aceh – Penang
13:00 – 18:05
- 44 -
Tabel 4.1. Jumlah Kunjungan Wisman di Kota Banda Aceh
Menurut Kawasan Negara (Orang), 2012 – 2014
No Kawasan 2012 2013 2014
1 Asean 8.530 11.351 19.817
2 Afrika 26 30 30
3 Amerika 435 424 575
4 Asia (Tanpa Asean) 582 730 986
5 Eropa 1.812 1.825 2.276
6 Oseania 336 438 503
7 Timur Tengah 53 35 53
Total 11.774 14.833 24.240
Sumber: BPS Kota Banda Aceh, Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh
(2014)
- 45 -
Republik Rakyat Cina sebesar 308 orang (1,27%), Inggris yaitu 404 orang
(1,67%), Arab Saudi sebesar 15 orang (0,06%) dan negara Afrika Selatan
sebesar 6 orang (0,02%). Dari 18.870 wisman Malaysia, sebanyak 18.612
orang menggunakan izin BVKS (Bebas Visa Kunjungan Singkat), 217 orang
menggunakan visa kunjungan, 22 orang menggunakan Visa Kunjungan
Beberapa Kali Perjalanan.
Peningkatan kunjungan wisatawan di Aceh tidak lepas dari semakin
terkenalnya Aceh terutama lewat penerapan syariat Islam dan tsunami yang
membuat wisatawan dari negara lain penasaran. Selain itu, kondisi Aceh
yang sudah kondusif untuk menerima kunjungan wisatawan. Banyaknya
wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Aceh, berdasarkan hasil wawancara
dikarenakan adanya kedekatan kultur melayu dan histori, sehingga Malaysia
menjadi target market utama bagi Aceh. Dengan demikian, perlu suatu
strategi pembuatan paket wisata yang menarik dengan cara menyediakan
sesuatu di Aceh, dimana Malaysia tidak memilikinya.
Merujuk Banda Aceh dalam Angka 2014, tingkat kunjungan wisatawan
nusantara sebanyak 183.286 orang tahun 2013. Namun, berdasarkan
banyaknya kunjungan wisatawan domestik di situs pariwisata tertentu Kota
Banda Aceh pada tahun 2013 (Kapal di atas Lampulo Kuta Alam, Kapal PLTD
Apung Punge Blang Cut, dan Makam Syiah Kuala) sebesar 390.256
kunjungan. Sebagai contoh pada masa liburan panjang hari raya Idul Fitri di
kawasan Lhoknga atau sekitar 17 kilometer arah barat Kota Banda Aceh,
para pengunjung objek wisata itu tidak hanya didominasi masyarakat lokal,
tapi juga wisatawan nusantara terutama asal Kota Medan, Padang,
Palembang, dan Jakarta.
Jumlah wisatawan ke Kota Banda Aceh jika dihitung dari jumlah tamu
yang menginap di hotel/akomodasi adalah sebagai berikut: Jumlah
kunjungan wisman selama 2014 mencapai 11.103 dibandingkan 5.317 pada
tahun 2013. Jumlah wisnus tahun 2014 sebanyak 224.939 dibandingkan
dengan tahun 2013 yang mencapai 229.589. Tahun 2015 ini Aceh telah
menetapkan target kunjungan wisnus ke Aceh sebesar satu juta. Target
wisman yang awalnya 40 ribu kunjungan kini dinaikkan menjadi 100 ribu.
Dan total jumlah wisatawan yang datang ke kota Banda Aceh ditargetkan
25% dari total jumlah wisatawan yang berkunjung ke Provinsi Aceh.
Konsep wisata syariah tidak hanya akan menarik minat kunjungan
wisatawan domestik, tapi juga mancanegara. Terlebih baru-baru ini Aceh
resmi memiliki Qanun (peraturan daerah) tentang Hukum Jinayat (hukum
pidana Islam) yang berlaku bagi Muslim dan nonMuslim. Pengesahan Qanun
tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan menurunkan jumlah wisatawan ke
Aceh. Justru, pemerintah Aceh harus mengambil kesempatan, yakni
- 46 -
pengembangan wisata syariah. Dengan Qanun tersebut, Aceh lebih aman bagi
wisatawan yakni ada polisi syariah.
Berdasarkan data statistik Provinsi Aceh, dilihat dari segi kuantitas,
wisatawan di Aceh memang mengalami peningkatan namun tidak dalam
kualitas wisatawannya. Berdasarkan Length of Stay (LoS) wisatawan, di Aceh
belum menjadi tempat tujuan wisata utama para wisatawan domestik dan
mancanegara. Hal itu terlihat dari menurunnya rata-rata lama menginap
wisatawan di sejumlah hotel di Aceh, yakni dari 3-4 hari pada 2012 menjadi
berkisar 1-2 hari tahun 2013 (Asdhiana, 2014). Pada tahun 2015 ini angka
kunjungan wisatawan ke Provinsi Aceh ditargetkan naik 30 persen atau
sebanyak 1,8 juta orang pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut,
pemerintah setempat telah menyiapkan berbagai even dan atraksi wisata
yang digelar sepanjang tahun 2015.
- 47 -
Tabel 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Kota Banda Aceh (Juta Rupiah), 2011 – 2013
No Sektor 2011 2012*) 2013**)
(1) (2) (3) (4) (5)
I Pertanian 176.231,55 180.371,69 201.958,65
II Pertambangan & Penggalian 0,00 0,00 0,00
III Industri Pengolahan 172.720,10 190.907,52 208.982,65
IV Listrik, Gas, dan Air Minum 71.095,61 90.514,13 110.227, 18
V Konstruksi 782.637,44 878.745,31 965.626,86
VI Perdagangan, Hotel, & Restoran 1.995.021,58 2.293.635,22 2.613.108,17
1. Perdagangan Besar & Eceran 1.931.107,33 2.220.553,23 2.529.749,95
2. Hotel 15.796,16 17.799,11 20.015,10
(12,68%) (12,45%)
3. Restoran 48.118,10 55.282,88 63.343,13
(14,89%) (14,58%)
VI Pengangkutan & Rekreasi 2.640.522,39 2.820.931,11 3.011.140,90
(6,83%) (6,74%)
VI Keuangan, Persewaan & Jasa 368.502,57 414.414,87 441.571,73
Perusahaan
VII Jasa-Jasa 2.785.316,42 3.480.915,73 4.229.089,62
A. Pemerintahan Umum 2.633.544,43 3.312.143,25 4.046.024,79
B. Swasta 151.771,99 168.772,48 183.064,83
1. Sosial Kemasyarakatan 98.122,24 110.109,83 119.090,39
2. Hiburan & Rekreasi 16.343,21 17.854,14 20.150,19
(9,24%) (12,86%)
3. Perorangan & Rumah 37.306,54 40.808,51 43.824,26
Tangga
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh
*) Angka diperbaiki
**) Angka Sementara
- 48 -
b. Dampak Sosial Pariwisata di Banda Aceh
Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat dilihat
dari adanya pelestarian budaya-budaya masyarakat lokal seperti kegiatan
keagamaan, adat istiadat, dan tradisi, dan diterimanya pengembangan objek
wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal. Sedangkan dampak
negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari respon
masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya
perselisihan atau konflik kepentingan di antara para stakeholders, kebencian
dan penolakan terhadap pengembangan pariwisata, dan munculnya masalah-
masalah sosial seperti praktek perjudian, prostitusi dan penyalahgunaan
seks (sexual abuse).
Apabila melihat dampak negatif dari pariwisata sebagaimana yang
telah diuraikan di atas, maka wajar bila sebagian masyarakat di Aceh agak
keberatan terhadap pengembangan pariwisata. Sebagai muslim yang taat
dalam menjalankan syariat Islam, masyarakat Aceh akan selalu menjaga
daerahnya dari kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Dalam pandangan beberapa kelompok masyarakat, kegiatan
pariwisata kebanyakan bertentangan dengan syariat Islam. Walaupun tidak
seluruhnya benar, namun pandangan tersebut pada akhirnya membawa
dampak bagi pengembangan pariwisata di Aceh. Adanya sikap sebagian
masyarakat yang menganggap pengembangan pariwisata bertentangan
dengan syariat Islam pada dasarnya menjadi tantangan tersendiri bagi kita
semua terutama para pengambil kebijakan pariwisata di Aceh. Untuk
mengantisipasinya perlu adanya perubahan strategi dalam pengembangan
pariwisata di Aceh. Salah satunya adalah menempatkan masyarakat bukan
sebagai objek wisata yang selama ini terjadi, tetapi menempatkan
masyarakat sebagai subjek pariwisata.
Dengan demikian masyarakat dalam menjalankan kegiatan pariwisata,
tidak hanya berkewajiban melayani wisatawan – sebagaimana yang selama
ini didengungkan oleh slogan sapta pesona, bahwa masyarakat harus
menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan – melainkan juga mempunyai
kekuatan untuk membuat keputusan mengenai hal-hal apa yang menjadi
bagian budayanya yang dapat dikonsumsi wisatawan.
Dengan demikian masyarakat dapat berperan aktif menjadi kontrol
aktivitas pariwisata yang terjadi, termasuk menciptakan program-program
paket wisata beserta sarana pendukungnya.
- 49 -
Kebijakan baru di bidang Pariwisata yang memudahkan pelancong asal
Malaysia ke Indonesia antara lain mengenai bertambahnya jumlah Tempat
Pemeriksaan Imigrasi (TPI) bagi wisawatan asal Malaysia, peraturan baru
yang menghapuskan peraturan mengenai Clearance Approval for Indonesia
Territory (CAIT) sehingga memudahkan perahu layar pesiar (yacht) masuk
ke wilayah Indonesia melalui 18 pelabuhan di Indonesia, dan menghapuskan
Asas Cabotage kemudahan singgah kapal pesiar (cruise) untuk menaikkan
dan menurunkan penumpang di lima pelabuhan di Indonesia (paradiso,
2015)
- 50 -
a. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan
kehidupan ekonomi dan sosial budaya;
b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat;
c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; dan
d. Kelangsungan usaha wisata.
- 51 -
pelaksanaan Syariat Islam bagi pemeluknya. Sementara pada Pasal 18 B ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Provinsi Aceh, sebagai salah satu daerah yang memiliki otonomi
khusus, setelah adanya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh memberikan kekhususan dan pengaturan yang berbeda
dalam pengelolaan pemerintahan.
Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 membuka kemungkinan
penyelenggaraan pemerintahan di Aceh disesuaikan dengan sistem adat dan
budayanya.Maka lahirlah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih lanjut sesuai dengan perkembangan
politik lokal, maka UU No.18 Tahun 2001 dicabut dan digantikan dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Pasal 165 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 memberi
kewenangan kepada pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota mengelola
wisata dan pengelolaan kepariwisataan, dimana menurut undang-undang
tersebut selanjutnya akan diatur dengan Qanun, istilah peraturan
perundangan bagi wilayah Aceh.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
telah memberi ruang atau wadah bagi keistimewaan Aceh untuk dapat
diaktualisasi kembali. Karenanya, maka kebijakan pembangunan
kepariwisataan di provinsi Aceh harus dilihat dalam kerangka wilayah
kekhususannya. Sehingga kebijakan-kebijakan kepariwisataan dapat
dilaksanakan dan tidak bertentangan satu sama lain (antara kebijakan pusat
dan daerah).
Otonomi hanya dapat diwujudkan melalui desentralisasi yaitu
penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat
atasnya (pemerintah pusat) kepada daerah (pemerintah daerah) menjadi
urusan rumah tangga sendiri. Desentralisasi tidak lain bertujuan untuk
memberikan wewenang, tugas dan tanggung jawab kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri.
Rencana induk pengembangan kepariwisataan secara nasional
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan untuk provinsi,
kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pemerintah daerah
harus menyiapkan rencana induk penyelenggaraan kepariwisataan di
daerahnya, tidak hanya peraturan daerah yang mengatur tentang restribusi,
izin usaha pariwisata, dan retribusi tempat rekreasi.
Konsep penyelenggaraan pariwisata yang baru harus melibatkan
secara aktif masyarakat, pengusaha dan pemerintah (baik pusat dan daerah),
- 52 -
serta harus melaksanakan tugas, peran, hak dan kewajiban masing-masing.
Arah dan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan Undang-
undang No 10 Tahun 2009 mengalami orientasi yang berbeda tajam apabila
dibandingkan Undang-undang No 9 Tahun 1990. Penyelenggaraan
kepariwisataan bukan lagi memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan
dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata, melainkan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menghapus kemiskinan, mengatasi
pengangguran. Pembangunan kepariwisataan selain melestarikan alam,
lingkungan, dan sumber daya; juga memajukan kebudayaan; mengangkat
citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan
kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antarbangsa.
Dengan demikian, penyelenggaraan dan pengeloaan usaha pariwisata
mau tidak mau harus diurus dan dikelola secara profesional. Hal ini
memerlukan peraturan-peraturan daerah yang memuat dan mengatur
pengurusan dan pengelolaan kepariwisataan mengarah pada usaha
kepariwisataan yang bermutu dan sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan. peraturan-peraturan daerah dibuat dalam usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi atau menghapus kemiskinan, dengan
memberikan perspektif bagi pengembangan dunia usaha pariwisata, tidak
hanya mengejar restribusi semata.
- 53 -
Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berfungsi: mensyukuri nikmat
Allah SWT; meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap tanah air;
meningkatkan taraf hidup jasmani dan rohani; menambah pengetahuan dan
pengalaman; dan membangun jiwa kewirausahaan.
Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berasaskan: iman dan Islam;
kenyamanan; keadilan; kerakyatan; kebersamaan; kelestarian; keterbukaan;
dan adat, budaya dan kearifan lokal.
Penyelenggaraan kepariwisataan di Aceh merupakan upaya untuk
mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui perluasan dan
pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong
pembangunan dan meningkatkan pendapatan Aceh, menumbuhkan rasa
cinta tanah air, serta melestarikan sejarah dan budayanya.
Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh bertujuan: melestarikan,
mempromosikan, mendayagunakan, dan meningkatkan mutu objek dan daya
tarik wisata; mengangkat nilai-nilai sejarah dan budaya Aceh yang islami
sebagai daya tarik wisata; memperluas lapangan kerja dan memeratakan
kesempatan berusaha; dan meningkatkan Pendapatan Asli Aceh menuju
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Usaha pariwisata digolongkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: (a) usaha
jasa pariwisata; (b) pengusahaan objek dan daya tarik wisata; dan (c) usaha
sarana pariwisata. Selain itu, Pemerintah Aceh berwenang menetapkan
usaha pariwisata lainnya.
Pengembangan Usaha Pariwisata Aceh ditujukan untuk tercapainya
manfaat yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan ekonomi bagi
masyarakat, terutama masyarakat sekitar objek dan daya tarik wisata, dan
akselerasi pembangunan Aceh. Untuk mencapai tujuan dimaksud,
Pemerintah Aceh melaksanakan pembinaan, pengendalian, perizinan dan
pengawasan usaha secara terpadu, terarah dan bertanggung jawab dengan
menjaga kelangsungan usaha pariwisata bagi kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat.
Usaha Jasa Pariwisata meliputi: jasa wisata syariat; jasa biro
perjalanan wisata; jasa pramuwisata; jasa konvensi, perjalanan insentif dan
pameran; jasa penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; jasa
konsultan pariwisata; jasa informasi pariwisata; jasa makanan dan minuman;
jasa penyediaan akomodasi; jasa spa; dan jasa wisata kesehatan.
Objek dan daya tarik wisata di Aceh digolongkan berdasarkan jenis
dan pemanfaatannya. Objek dan daya tarik wisata terdiri atas:
1) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Allah yang berwujud alam, flora, dan
fauna;
2) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia seperti museum,
peninggalan purbakala, peniggalan sejarah, seni budaya, wisata agro,
- 54 -
wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan
tempat hiburan; dan Selain objek dan daya tarik wisata tersebut,
Pemerintah Aceh dapat pula menetapkan objek dan daya tarik wisata
lainnya.
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan
memperhatikan: nilai-nilai Islam, adat-istiadat, serta kearifan lokal,
kehidupan ekonomi dan sosial budaya, kelestarian budaya dan mutu
lingkungan hidup, dan kelangsungan usaha pariwisata.
Pengelola hotel berbintang berkewajiban:
1) memberi kenyamanan kepada tamu hotel;
2) memberi laporan singkat tentang penghunian kamar secara berkala setiap
3 (tiga) bulan kepada gubernur melalui instansi yang menangani bidang
kepariwisataan Aceh;
3) memberikan kesempatan kepada pihak yang berwenang untuk melakukan
pemeriksaan apabila dibutuhkan;
4) menjaga dan mencegah penggunaan hotel berbintang dari kegiatan yang
dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum serta melanggar
syariat Islam;
5) melakukan upaya peningkatan sumber daya manusia secara terus
menerus berdasarkan standarisasi dan sertifikasi kompetensi;
6) memelihara higienis dan sanitasi dalam hotel dan lingkungan
pekarangannya;
7) menetapkan persyaratan penghunian kamar, termasuk tarif kamar yang
diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh tamu hotel;
dan
8) melampirkan perubahan persetujaun prinsip dan izin usaha pada setiap
perubahan nama atau pemindahtanganan pemilik hotel berbintang.
9) Masyarakat, tokoh adat, dan ulama memiliki kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan
kepariwisataan Aceh. Peran serta masyarakat tersebut berupa pemberian
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan terhadap
pengembangan kepariwisataan, dan berperan aktif dalam pengelolaan
objek wisata serta pengawasan penyelenggaraan kepariwisataan Aceh.
Masyarakat dapat membentuk kelompok-kelompok masyarakat
pariwisata yang disebut dengan kelompok sadar wisata pada kawasan objek
wisata. Kelompok masyarakat wisata dibina oleh Instansi yang menangani
bidang kepariwisataan. Kelompok masyarakat pariwisata yang dibentuk
secara resmi, dapat melaksanakan segala kegiatan pariwisata di daerahnya
sesuai dengan syariat Islam. Kelompok masyarakat pariwisata berperanserta
dalam memberikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan dan masukan
terhadap arah kebijakan pengembangan pariwisata Aceh.
- 55 -
Tugas Pemerintah Aceh dalam upaya pengembangan masyarakat
berupa:
1) memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat;
2) melaksanakan pengembangan teknis ketenagakerjaan dan standarisasi;
3) menerbitkan lisensi dan sertifikasi tenaga kerja pariwisata; dan
4) melaksanakan pengembangan dan pemantapan kelembagaan pariwisata.
Tugas pembinaan tenaga kerja pada sektor pariwisata termasuk
pendataan, dan pengembangan SDM bidang pariwisata. Perlindungan tenaga
kerja sesuai dengan standar dan Peraturan Perundang-undangan.
Pemerintah Aceh berkewajiban untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas tenaga kerja di bidang pariwisata termasuk melaksakan
pendidikan, pelatihan serta menghimbau usaha pariwisata untuk dapat
mempekerjakan tenaga kerja lokal.
Pemerintah Aceh berkewajiban mendidik, memberdayakan dan
mengeluarkan lisensi pramuwisata serta memantau keberadaannya dalam
melaksanakan tugasnya. Pemerintah Aceh berkewajiban membina asosiasi
dan lembaga pariwisata di Aceh.
Tugas Pemerintah Aceh dalam upaya pengembangan masyarakat
berupa memberikan penyuluhan kepada masyarakat, pengembangan teknis
ketenagakerjaan dan standarisasi lisensi tenaga kerja pariwisata Aceh serta
pengembangan lembaga pariwisata Aceh.
- 56 -
d. Ketentuan Pidana
Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyelenggaraan
kepariwisataan Aceh yang meliputi kegiatan usaha jasa pariwisata,
pengusahaan objek dan daya tarik wisata dan usaha sarana pariwisata
sebagaimana diatur dalam qanun ini, dikenakan Sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kedua : TAUSHIYAH
Satu : Pemerintah Aceh diharapkan untuk lebih mengedepankan nilai-nilai
Syariat Islam dalam pembangunan pariwisata di Aceh;
Dua : PEmerintah Aceh diharapkan untuk menyusun buku panduan wisata
yang berbasis Syariat Islam bersama lembaga dan instansi terkait;
Tiga : Pemerintah Aceh diharapkan untuk mensosialisasikan wisata Syariah
kepada pengelola wisata dan masyarakat;
Empat : Masyarakat Aceh diharapkan untuk turut serta melakukan
pengawasan terhadap kegiatan pariwisata;
Lima : Pemerintah Aceh diharapkan untuk mempersiapkan SDM pemandu
wisata profesional yang memahami syariat kearifan lokal;
Enam : Pemerintah Aceh lebih memprioritaskan promosi wisata Syariah ke
luar daerah dan negara-negara muslim;
- 57 -
Tujuh : Pemerintah Aceh mempersiapkan sarana ibadah yang memadai pada
lokasi-lokasi wisata;
Delapan : Pemerintah Aceh menempatkan personil Wilayatul Hisbah dan
petugas terkait lainnya pada lokasi-lokasi wisata;
Sembilan : Pemerintah Aceh memberikan sanksi bagi pengelola wisata dan
wisatawan yang melanggar nilai-nilai Syariat Islam.
- 58 -
TINGKAT PENDIDIKAN
SMP
tidak 2%
>S2 menjawa
13% b
3%
SMA
34%
S1
44%
Diploma
4%
- 59 -
Sebanyak 28% responden merupakan pelajar/mahasiswa, 27%
merupakan profesional/swasta, 13% merupakan PNS, sisanya berprofesi
sebagai pensiunan, ibu rumah tangga dan lain-lain.
Gambar 4.10. Aceh memiliki DTW meliputi wisata alam, budaya, dan buatan
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 60 -
pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 406. Jadi untuk pertanyaan pertama berada pada kategori baik. Grafik
skor bisa dilihat pada gambar 4.11. sebagai berikut:
- 61 -
Gambar 4.13. Skoring Persepsi Responden mengenai kondisi berbagai
Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi budaya
di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 62 -
Gambar 4.14. Skoring Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan
Minumam Halal Mudah Diperoleh di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 63 -
Gambar 4.16. Skoring Persepsi Responden Mengenai Pertunjukan Seni
Budaya yang Diselenggarakan Tidak Bertentangan dengan
Kaidah Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 64 -
Gambar 4.18. Skoring Persepsi Responden Mengenai Aceh Memiliki DTW
yang Menyediakan Tempat Ibadah Layak dan Suci
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 65 -
Gambar 4.20. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan
Lingkungan di destinasi wisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015
Gambar 4.21. Total Skoring Persepsi Responden Mengenai Daya Tarik Wisata
di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015
Hasil total skoring pada pertanyaan terkait Daya Tarik Wisata Syariah,
menunjukan bahwa responden secara umum berpendapat bahwa Daya Tarik
Wisata di Aceh cukup potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi
wisata syariah. Namun, memang belum dipahami oleh masyarakat secara
keseluruhan dengan kata lain definisi dan pemahaman tentang wisata
syariah itu sendiri belum terdapat kesepakatan di masyarakat. Sehingga
jawaban dari responden cenderung netral. Hal ini dibuktikan dengan hasil
skoring yang menunjukan kategori Netral. Padahal Aceh mempunyai potensi
yang luar biasa untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah karena
mempunyai daya tarik wisata yang cukup beragam baik nature based (Pantai
Ulee Lheu, Pantai Lhok Nga, Pantai Lhampuuk), culture based (Rumoh Cut
Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda,
Masjid Baiturrahin Ulee Lheu, Kawasan Kuliner Peunayong), maupun man
made based (Kuburan massal Ulee Lheu, Replika Pesawat Seulawah di Blang
Padang, Taman Sari, Kapal Apung Lampulo, Kapal PLTD Apung). Potensi daya
- 66 -
tarik tersebut telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim
friendly seperti tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata.
Wisatawan muslim tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah
(sholat) selama melakukan aktivitas wisata di Aceh. Namun masih banyak
yang perlu dibenahi jika menerapkan konsep syariah dalam pariwisata Aceh,
diantaranya sarana prasarana wisata yang mendukung syariah tidak jelas.
Sebagai contoh di pinggir pantai masih ada yang menyediakan kursi hanya
untuk berdua saja, padahal jika menggunakan konsep syar’i ada aturan yang
melarang orang yang tidak muhrim/lain jenis kelamin untuk berkhalwat
(berdua-duaan). Daerah-daerah di Provinsi Aceh juga menerapkan konsep
syar’i yang berbeda-beda.
- 67 -
Berdasarkan Gambar 4.22 di atas, sebesar 62% responden cenderung
menjawab Baik, 20% responden menjawab Netral dan 16% menjawab
Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 318. Skor bisa dilihat pada
gambar berikut:
- 68 -
Gambar 4.25. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana Bersuci
yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 69 -
Gambar 4.27. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Makanan dan
Minuman Halal di Hotel/Tempat Menginap Lainnya
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 70 -
Gambar 4.29. Skoring Persepsi Responden Mengenai Suasana Hotel, Aman,
Nyaman dan Kondusif untuk Keluarga dan Keperluan Bisnis
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 71 -
Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan akomodasi syariah di Aceh
menghasilkan nilai 1935, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada grafikberikut:
- 72 -
Hasil survei sebagai berikut:
a. Terdapat restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang
terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI
Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan restoran dengan
serttifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Distribusi frekuensi
jawaban responden seperti pada gambar 4.33 berikut:
- 73 -
b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa
makanan dan minuman terjaga dengan baik
Pertanyaan kedua untuk menguji kesiapan restoran dari aspek
sanitasi atau kebersihan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.35:
- 74 -
Gambar 4.37. Total Skoring Persepsi Responden tentang Penyediaan
Makanan dan Minuman Halal
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 75 -
Gambar 4.38. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Terapis Pria untuk
Pelanggan Pria, dan Terapis Wanita untuk Pelanggan
Wanita
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 76 -
Gambar 4.40. Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage
tidak Mengandung Unsur Pornoaksi dan Pornografi
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 77 -
Gambar 4.42. Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage
Menggunakan Bahan Halal
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 78 -
Gambar 4.44. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana yang
Memudahkan untuk Beribadah di Tempat Spa, Sauna, dan
Massage
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 79 -
Gambar 4.46. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Ketersediaan Spa,
Sauna, dan Massage
Sumber: Hasil penelitian, 2015
Untuk usaha SPA, dari hasil FGD, menyatakan bahwa praktik SPA di
Aceh belum ada yang secara khusus membuka usaha spa, kalaupun ada
masih menyatu dengan usaha hotel dan salon. Kondisi salon yang ada di Aceh
pada umumnya memang sudah khusus diperuntukkan hanya untuk
muslimah. Terapis wanita biasanya hanya untuk pelanggan wanita. Praktik
SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi.
Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan produk
turunannya. Serta pada umumnya tersedia sarana yang memudahkan untuk
beribadah di tempat SPA, sauna dan massage.
- 80 -
Gambar 4.47. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam
Menyediakan Paket Wisata Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 81 -
Gambar 4.49. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam
Memiliki Daftar Akomodasi Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 82 -
Gambar 4.51. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam
Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan & Minuman Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 83 -
Gambar 4.53. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW
Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015
6. Pramuwisata
Kelompok pertanyaan keenam untuk menguji kesiapan pramuwisata
di Aceh dengan 4 pertanyaan sebagai berikut:
a. Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam
menjalankan tugas.
b. Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab.
c. Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika islam.
d. Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku.
- 84 -
Pertanyaan pertama untuk menguji pemahaman pramuwisata
terhadap nilai-nilai syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden seperi
pada gambar 4.54 berikut ini:
- 85 -
Gambar 4.56. Persepsi Responden Terhadap Sikap Pramuwisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 86 -
Gambar 4.58. Persepsi Responden Terhadap Penampilan Pramuwisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 87 -
Berdasarkan gambar di atas, 37% responden menjawab baik, 34% menjawab
netral, 25% menjawab sangat baik dan 1% menjawab tidak baik, 1%
menjawab sangat tidak baik dan 2% tidak menjawab. Skoring jawaban
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 378 atau pada kategori
baik.
- 88 -
kesesuaian perilaku dengan nilai-nilai syariah tentu sangat tergantung
dengan individu pramuwisata itu masing-masing.
7. Aksesibilitas
Untuk aspek aksesibilitas terdapat 4 pertanyaan :
a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal
b. Objek wisata mudah dijangkau
c. Transportasi (darat, Laut, udara) mudah dijangkau
d. Biaya transportasi sesuai standar
- 89 -
Gambar 4.65. Persepsi Responden Terhadap Objek Wisata Mudah Dijangkau
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 90 -
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 39% responden
cenderung menjawab baik, 31% menjawab netral, 15% menjawab sangat
baik, 10% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat tidak baik dan 4%
tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 367 atau pada kategori baik
- 91 -
lain-lain. Adapun dari segi transportasi melalui udara, Aceh dapat dijangkau
dengan penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly,
serta pesawat Garuda Indonesia untuk domestik. Secara umum, kondisi
ketersediaan infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik, walaupun
kendala aksesibilitas masih ditemui di daya tarik wisata alam yang jauh dari
pusat kota.
8. PERTANYAAN TERBUKA
Selain menggunakan pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan jawaban,
kuesinoner juga dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sebagai berikut:
- 92 -
dan alasan lainnya seperti lebih mudah menentukan tujuan sendiri tanpa
BPW Syariah, memiliki kendaraan sendiri, perjalanan dinas,
touring/backpacker dan sudah beberapa kali ke Aceh sehingga tidak
memerlukan panduan. Prosentase alasan tidak menggunanakan Biro
Perjalanan Wisata Syariah dapat dilihat pada gambar berikut.
- 93 -
Gambar 4.72. Alasan Responden Mengutamakan Halal dalam
Perjalanan Wisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 94 -
Pada gambar di atas, menunjukkan 37% responden berpendapat
bahwa untuk mengembangkan wisata syariah, maka perlu perbaikan sarana
dan prasarana penunjang wisata syariah, 19% berpendapat bahwa wisata
syariah harus lebih dikembangkan lagi, 13% berpendapat promosi wisata
syariah sebaiknya dikemas lebih kreatif dan menarik, 8% menyarankan
informasi tentang wisata syariah harus diperbanyak, dan 7% responden
menyarankan agar wisata syariah harus dikembangkan dengan benar-benar
menerapkan prinsip syariah,bukan hanya sekedar nama atau slogan.
- 95 -
Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda,
Masjid Baiturrahim Ulee Lheu, Kawasan Kuliner Peunayong), maupun man
made based (Kuburan massal Ulee Lheu, Replika Pesawat Seulawah di Blang
Padang, Taman Sari, Kapal Apung Lampulo, Kapal PLTD Apung). Potensi daya
tarik tersebut telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim
friendly seperti tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata.
Wisatawan muslim tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah
(sholat) selama melakukan aktivitas wisata di Aceh. Namun masih banyak
yang perlu dibenahi jika menerapkan konsep syariah dalam pariwisata Aceh,
diantaranya sarana prasarana wisata yang mendukung syariah tidak jelas.
Sebagai contoh di pinggir pantai masih ada yang menyediakan kursi hanya
untuk berdua saja, padahal jika menggunakan konsep syar’i ada aturan yang
melarang orang yang tidak muhrim/lain jenis kelamin untuk berkhalwat
(berdua-duaan). Tidak semua daerah di Provinsi Aceh menerapkan konsep
syar’i secara utuh dan berbeda-beda.
Aspek kesiapan masyarakat dan fasilitas pendukung masih menjadi
kendala dalam pengembangan pariwisata Aceh. Berbeda dengan kondisi
pariwisata di Bali melihat wisatawan asing menggunakan pakaian minim
seperti bikini sudah menjadi pemandangan yang biasa. Lain halnya di Aceh,
hal itu menjadi seperti “tontonan” dan membuat wisatawan menjadi tidak
nyaman. Dan masih banyak tokoh masyarakat (para ulama) Aceh yang masih
menolak konsep pariwisata, karena menurut mereka kata “wisata” identik
dengan maksiat, sehingga mereka lebih memilih kata “rekreasi” yang hanya
identik dengan hiburan/pengisi waktu luang dengan keluarga.
3. Aksesibilitas
Berdasarkan hasil diskusi, sejauh ini aksesibilitas di Aceh baru
tersedia dua direct flight penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air
Asia dan Firefly. Jadwal penerbangan 4 kali dalam seminggu dari Kuala
Lumpur dengan Air Asia, dan 3 kali dalam seminggu dari Pulau Penang
dengan menggunakan Firefly. Demikian pula kondisi ketersediaan
infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik. Kendala aksesibilitas masih
ditemui di daya tarik wisata alam. Penerbangan domestik dengan Garuda
Airlines hanya memiliki jadwal penerbangan dua kali dalam sehari.
Aksesibilitas dari segi ketersediaan informasi dapat diperoleh melalui
media internet yang disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun pelaku
usaha wisata. Pemerintah daerah menyediakan website yang memberikan
informasi tempat-tempat wisata seperti: bandaacehkota.go.id,
bandaacehtourism.com. Sementara pelaku usaha wisata seperti:
acehexplorer.com, inbandaaceh.com, inaceh.com, wisataaceh.com,
- 96 -
seputaraceh.com, visitaceh.id, selain itu juga membuat page di facebook
seperti NTA tour and Travel, acehexplorer, dan lain-lain.
- 97 -
Kondisi pramuwisata yang sudah tersertifikasi sudah ada sekitar 100
orang dan sebagian besar adalah muslim. Di Aceh, secara umum belum
terdapat BPW (tours and travel) yang mengkhususkan penyediaan paket
wisata syariah. Karena menurut HPI, daya tarik wisata yang ada di Aceh
sudah mencerminkan konsep islami. Bahkan daftar akomodasi dan restoran
sudah ada yang sesuai kriteria syariah. Untuk pramuwisata juga belum
terdapat pramuwisata (tour guide) yang khusus untuk melayani tamu atau
wisatawan muslim. Sayangnya masih ditemukan pramuwisata/driver yang
tidak mencerminkan sikap islami, contohnya pada waktu sholat mereka tidak
ikut sholat. Sehingga, masih banyak yang perlu dibenahi lagi pada BPW dan
pramuwisata yang ada di Aceh.
- 98 -
mereka memiliki keterbatasan dalam memberikan sertifikasi halal pada
industri makanan minuman yang ada di Aceh.
- 99 -
- Pandangan negatif
dari
masyarakat/tokoh
masyarakat/ulama
bahwa pariwisata
hanya menekankan
pada sun, sand, sea,
smile, and sex
3. Beberapa keluhan
wisatawan saat
berkunjung ke Aceh
adalah masih
kurangnya fasilitas
pariwisata, seperti MCK
serta mushalla, harga
barang dan makanan di
pasar belum standar,
Faktor Eksternal karena di setiap lokasi
berbeda-beda
harganya.
- 100 -
membelanjakan
uangnya terutama di
sektor-sektor
konsumtif seperti
kuliner, fashion dan
gaya hidup.
- 101 -
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH
MANADO
- 102 -
Gambar 5.1. Taman Nasional Bunaken
Sumber: Hasil Observasi Penelitian
b. Pantai Malalayang
Pantai Malalayang berjarak 4 km dari Kota Manado. Selain memiliki
daya tarik untuk menyelam, wisatawan juga dapat menikmati pemandangan
matahari terbenam dan kuliner pisang goreng dengan sambal khas Manado.
- 103 -
d. Air Terjun Kima Atas
Terletak di Kelurahan Kima Atas, sekitar 15 km dari pusat Kota
Manado, tepatnya berada di Kecamatan Mapanget. Meski belum terekspose,
tetapi air terjun ini menjanjikan pesona yang cukup memikat. Hawa sejuk
dan kondisi alam dengan pepohonan yang masih rimbun menciptakan
suasana yang menenangkan.
e. Danau Tondano
Merupakan danau vulkanik yang dihasilkan dari letusan gunung purba.
Danau yang terletak di ketinggian 600 meter diatas permukaan laut ini
memiliki pulau di tengahnya, dan memiliki luas 4.000 hektar yang diapit oleh
gunung Tampusu, Gunung Kawean, dan Gunung Masarang.
Tabel 5.1. Daftar Daya Tarik Wisata Berbasis Alam Kota Manado
NO LOKASI DAYA TARIK
1 Pulau Bunaken-Kecamatan Bunaken Taman Laut Bunaken
2 Pulau Siladen-Kecamatan Bunaken Pantai Pasir Putih Siladen
3 Pulau Manado Tua-Kecamatan Bunaken Pendakian Hutan Lindung-Pulau Manado
Tua
4 Desa Meras dan desa Tongkaina - Gunung Tumpa
Kecamatan Bunaken
5 Desa Kima atas-Kecamatan Bunaken Air Terjun Kima
6 Desa Malalayang Dua Pantai Malalayang
Sumber: BPS Kota Manado, 2015
- 104 -
2. Daya Tarik Wisata Budaya dan Buatan
1. Gereja Katolik Katedral Hati Tersuci Maria Manado.
Tempat ibadah yang indah dan megah ini di kalangan
masyarakat Manado dikenal dengan sebutan Gereja Katedral.
Bangunannya berdiri kokoh di atas lahan seluas 2000 meter persegi. Pertama
kali dibangun pada tahun 1932 dan ditahbiskan pada bulan Mei 1933. Saat
itu sebutannya bukan Gereja Katolik Katedral, tapi Gereja Katolik Manado.
Katedral ini memiliki gaya arsitektur bangunannya merupakan gabungan
atau campuran dari 3 (tiga) arsitektur dunia, yaitu Byzantium,
Romanesque dan Gothic. Langgam atau gaya arsitektur gothic merupakan
puncak arsitektur Gereja Katolik. Arsitektur langgam gothic memiliki filosofi
“istana Surga,” yaitu bangunan gedung gereja dibuat seperti istana yang
megah dan menjulang tinggi ke langit (http://manadokota.go.id).
- 105 -
3. Makam Ratu Sekar Kedaton.
Makam permaisuri dan putra mahkota yang dibuang oleh
Pemerintahan Hamengkubuwono VII ini berada di samping persekolahan
Yayasan Eben Haezar Manado, Jl. Diponegoro, Kelurahan Mahakeret Timur,
Kecamatan Wenang. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di tempat ini,
adalah melihat dan mengenal sejarah Keluarga Hamengkubuwono V.
Berjarak sekitar 700 meter dari pusat Kota (Pasar 45/Taman Kesatuan
Bangsa) Manado dan dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dengan
menggunakan transportasi darat, atau bisa juga jalan kaki sambil menikmati
pemandangan dan udara sejuk kota Manado (http://manadokota.go.id).
4. Bukit kasih
Bukit Kasih berada di desa kanonang atau sekitar 55 km dari pusat Kota
Manado. Bukit Kasih merupakan simbol kerukunan beragama di Manado. Di
bukit ini terdapat rumah ibadah dari lima agama di Indonesia. Di dekat pintu
masuk terdapat Tugu Toleransi, sebuah monumen berbentuk segi lima yang
di setiap sisinya terdapat simbol masing-masing agama dengan kutipan ayat
dari kitab sucinya.
- 106 -
Gambar 5.3. Kawasan Wisata Kuliner Wakeke
Sumber: hasil Observasi Penelitian
8. Kawasan Boulevard
Terletak di sepanjang jalan Piere Tendean, kawasan ini merupakan
landmark yang juga merupakan tempat berkumpul anak-anak muda Kota
Manado. Di kawasan ini terdapat mall dan pusat perbelanjaan. Pada malam
hari kawasan ini menjadi pusat kuliner, disini banyak terdapat café, restoran,
dan tempat-tempat makanan yang menyajikan makanan khas Manado. Daftar
lengkap daya tarik wisata budaya dan buatan Kota Manado dapat dilihat
pada tabel berikut:
- 107 -
Tabel 5.2. Daya Tarik Wisata Budaya dan Buatan Kota Manado
No Lokasi Daya tarik
1 Jl. Asia Afrika (Kampung Cina) Klenteng Ban Hin Kiong
2 Kayuwatu Lapangan Golf Kayuwatu
3 Komo Dalam Museum Provinsi
4 Komo Luar Tugu Toar Lumimuut
5 Pusat Kota Tugu Pendaratan Batalion Worang
6 Ranotana Tugu Sam Ratulangi
7 Komo Luar Tugu Walanda Maramis
8 Kelurahan Bahu Tugu Wolter Monginsidi
9 Kelurahan Bahu Tugu Piere Tendean
10 Jl. Ahmad Yani Sario Gelanggang Sario
11 Jl. Piere Tendean Boulevard
12 Pusat Kota Teater Terbuka Dotu Lolonglasut–TKB
13 Kelurahan Pakowa Taman Budaya
14 Komplek Gereja Sentrum, Pusat Kota Tugu Perang Dunia II
15 Komplek Kubur Teling Tugu Tentara Jepang
16 Malalayang Barat n Situs Budaya Batu Kounga
17 Malalayang I Situs Batu Buaya
18 Malalayang I Situs Batu Ni’opo
19 Tikala Ares Situs Batu Sumanti
20 Jl. Rike Veld Box
21 Kel. Titiwungen Veld Box
22 Dendengan Luar Veld Box
23 Singkil Goa Jepang
Sumber: BPS Kota Manado, 2015
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Islam merupakan agama terbesar kedua
- 108 -
di Manado dengan jumlah penganut mencapai 128.483 orang atau 31,53% dari
total penduduk Kota Manado. Dengan jumlah penganut terbesar kedua, maka
jumlah tempat ibadah umat Islam atau masjid menjadi salah satu infrastruktur
amenitas penting dalam mengembangkan Manado sebagai destinasi wisata
syariah. Menurut data Kanwil Kementerian Agama, distribusi tempat ibadah di
Kota Manado sebagai berikut:
Untuk usaha jasa penyedia makanan dan minuman, pada tahun 2015
sebanyak 417 unit usaha yang terdiri dari restoran sebanyak 114 unit dan
- 109 -
rumah makan sebanyak 303 unit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.6. Jumlah Usaha Restoran dan Rumah Makan Kota Manado
NO KLASIFIKASI JUMLAH
1 Restoran 114
2 Rumah Makan 303
TOTAL 417
Sumber: Dinas Pariwisata Kota manado, 2015
Selain hotel dan restoran juga terdapat usaha pariwisata lainnya di Kota
Manado, yang meliputi usaha hiburan, karaoke, jasa perjalanan wisata
(BPW), operator diving dan SPA dan pijat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
- 110 -
Sarana transportasi dalam Kota Manado cukup lengkap dengan tersedianya
angkutan umum seperti angkot dan taksi. Taksi merupakan salah satu jenis
angkutan umum yang menjadi pilihan wisatawan untuk mobilitas selama
kunjungan di Kota Manado. Beberapa armada taksi yang beroperasi di
Mando dapat dilihat pada tabel berikut:
2. Penerbangan
Maskapai domestik yang melakukan penerbangan dari dan ke Manado
adalah Garuda Indonesia, Lion air, Citilink, Batik air, Wing Air dan Sriwijaya
air. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
- 111 -
2012 sebesar 22,31% tetapi trend-nya juga terus menurun dengan rata-rata
pertumbuhan 6,97%.
- 112 -
Tabel 5.13. PDRB Penyedia Akomodasi dan makan Minum Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kota Manado Tahun
2012 – 2014
NO USAHA TAHUN
2012 213 2014
1 Penyedia Akomodasi 717.228,2 806.171,7 929.934,5
2 Penyediaan Makan Minum 235.590,9 249.558,9 284.133,0
Total 952.819,1 1.055.730,5 1.214.067,5
Sumber: BPS Kota Manado, 2015
2. Tenaga Kerja
Menurut tabel penduduk Kota Manado berumur 15 tahun keatas yang
bekerja menurut jenis kelamin dan lapangan kerja, usaha rumah makan dan
jasa akomodasi ketika digabung dengan perdagangan menyumbang sebesar
59.686 tenaga kerja. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan
sektor-sektor usaha lainnya seperti pertanian, pertambangan, listrik dan
konstruksi. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.14. Penduduk Kota Manado Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja
Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun
2014
No Uraian Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Pertanian, Perkebunan, 5.218 765 8.983
kehutanan, Perburuan dan
Perikanan
2 Pertambangan dan - - -
Penggalian
3 Industri 5.362 1.930 7.292
4 Listrik Gas, Air - - -
5 Konstruksi 18.263 - 18.263
6 Perdagangan, Rumah 27.784 31.985 59.686
Makan dan Jasa Akomodasi
7 Transportasi, Pergudangan 18.559 1.615 20.174
dan Komunikasi
8 Keuangan, Real Estate, 7.837 2.084 9.921
Persewaan&Jasa Perusahaan
9 Jasa Kemasyarakatan, 24.975 22.045 47.020
Sosial&Perorangan
Sumber: BPS Kota Manado, 2015
Ketika dihitung per jenis usaha pariwisata seperti hotel, restoran, rumah
makan, hiburan, karaoke, jasa perjalanan wisata, dining/wisata tirta, dan SPA
dan pijat jumlah tenaga kerja sebanyak 5.394 orang. Rinciannya dapat dilihat
pada tabel berikut:
- 113 -
Tabel 5.15. Jumlah Tenaga Kerja Bidang Pariwisata Kota Manado
No Usaha Jumlah
1 Hotel 2.687
2 Restoran 559
3 Rumah Makan 774
4 Hiburan -
5 Karaoke 230
6 Jasa Perjalanan Wisata 568
7 Diving/Wisata Tirta 57
8 SPA dan Pijat 519
Total 5.394
Sumber: BPS dan Dinas Pariwisata Kota Manado, 2015
- 114 -
5.2 Hasil Penelitian Manado
Pengumpulan data Penelitian Kajian Pengembangan Wisata Syariah di
Manado dilakukan dengan tiga cara yaitu survei atau pengumpulan data
dengan kuesioner, Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara. Survei
dengan penyebaran kuesioner dilaksanakan terhadap 100 responden yang
terdiri dari wisatawan nusantara (wisnus) yang berkunjung ke Manado dari
tanggal 28 Oktober s.d 1 November 2015. Survei dilaksanakan di beberapa
daya Tarik wisata di Kota Manado seperti: Pantai Paal, Pantai Batu Nona,
Pantai Malalayang, Pelabuhan Bunaken, Gunung Kakewang, Bukit kasih, dan
tempat penjualan souvenir di Kota Manado.
- 115 -
Gambar 5.5. Asal Responden
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 116 -
Untuk variabel jenis kelamin, didominasi laki-laki sebesar 57% dan
perempuan sebesar 43%.
Usia responden cukup beragam. 33% berusia antara 26-35 tahun, 24%
responden berusia 36-45 tahun, 18% responden berusia 15-25 tahun, 10%
berusia 46-55 tahun, 7% berusia 56-65 tahun dan 8% responden tidak
memberikan jawaban.
- 117 -
Gambar 5.8. Pekerjaan Utama Responden (N=100)
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 118 -
f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan
baik.
70% responden menjawab baik, 15% menjawab sangat baik dan 15%
sisanya menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 400. Jadi untuk
pertanyaan pertama berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat pada
gambar berikut:
- 119 -
b. Manado Memiliki Berbagai Produk Wisata Belanja, Kuliner,
Sightseeing, Atraksi Budaya
Untuk pertanyaan kedua berkaitan dengan atraksi wisata di Manado,
distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 120 -
Untuk pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan
halal di destinasi wisata, distribusi frekuensi jawaban responden sebagai
berikut:
- 121 -
d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan
dengan kaidah syariah
Pertanyaan keempat berkaitan dengan seni dan budaya yang
dipertontonkan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada
gambar berikut:
52% menjawab baik, 43% menjawab netral dan 5% menjawab sangat baik.
Skoring jawaban pada pertanyaan keempat dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 362. Jadi untuk pertanyaan kedua berada pada
kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:
- 122 -
e. Manado memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak dan
suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di
destinasi wisata
Pertanyaan kelima berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah yang
layak di daya tarik wisata. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar berikut:
68% responden menjawab baik, 18% menjawab netral, 10% menjawab tidak
baik dan 4% menjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan
kelima dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 366, atau
berada berada pada kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:
Manado memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak
dan suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di
destinasi wisata
SKOR 366
- 123 -
f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga
dengan baik
Pertanyaan keenam berkaitan dengan sanitasi pada destinasi wisata di
Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:
SKOR 380
- 124 -
sebanyak 23%, sangat baik sebanyak 6%, tidak baik 3% dan sangat tidak baik
0%.
Nilai yang tinggi untuk kategori baik (2268) menunjukkan bahwa dari
persepsi wisatawan yang berkunjung ke Kota Manado, sebagian besar
menilai Manado dari aspek daya tarik wisata siap menjadi destinasi wisata
syariah atau tujuan bagi wisatawan yang beragama Islam (muslim). Jika
dilihat dari aspek demografi responden yang 44% diantaranya
- 125 -
berpendidikan sarjana (S1), maka jawaban yang diberikan cukup rasional
meski hanya pada tataran persepsi. Hal ini bisa dimaklumi karena bagi
sebagian masyarakat muslim yang berwisata belum memahami sepenuhnya
mengenai konsep wisata syariah. Bagi sebagian responden, ketika pada suatu
destinasi atau daya tarik wisata terdapat tempat ibadah (mushola) mereka
menganggap bahwa destinasi tersebut telah memenuhi kriteria wisata
syariah, terlepas dari kondisinya layak atau tidak. Padahal konsep wisata
syariah tidak sesederhana itu. Kelayakan tempat ibadah dapat dinilai dari
kebersihannya dan harus dilengkapi dengan ketersediaan air yang cukup
sebagai sarana bersuci (ablution).
Dalam hukum Islam, status wisatawan yang melakukan perjalanan
(traveling) dapat dikategorikan sebagai musafir. Hal ini memudahkan mereka
dalam melaksanakan ibadah (sholat), karena boleh menjamak atau
menggabungkan 2 waktu sholat dalam satu waktu dan bahkan boleh
meringkas (qasar) jumlah rekaatnya. Sehingga jika di lokasi wisata tidak
terdapat tempat ibadah yang dilengkapi dengan sarana bersuci yang layak,
mereka bisa menunda terlebih dahulu sampai tiba kembali di hotel atau
penginapan. Hal ini membuat persyaratan adanya tempat ibadah di daya
tarik wisata menjadi standar minimal dalam persepsi wisatawan. Ketika
sudah terpenuhi secara fisik akan dianggap baik dan destinasi tersebut sudah
memenuhi kriteria syariah.
.
2. Akomodasi Wisata Syariah di Manado
Untuk kategori akomodasi wisata syariah terdapat 5 pertanyaan.
a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat menginap
lainnya.
d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan
bisnis.
e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik.
- 126 -
Gambar 5.23. Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat Ibadah di Hotel
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
75% responden menjawab baik, 14% responden menjawab netral dan 11%
menjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 397, atau berada berada pada
kategori baik.
- 127 -
b. Tersedia Sarana Bersuci Yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap
Lainnya
- 128 -
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan dan
minuman halal di akomodasi di Manado. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar berikut:
- 129 -
d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan
keperluan bisnis
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan suasanan hotel atau tempat
menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar berikut:
81% responden menjawab baik, 12% responden menjawab sangat baik dan
7% responden menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 405, atau berada
berada pada kategori baik.
- 130 -
e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan sanitasi (kebersihan) hotel atau
tempat menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar berikut:
- 131 -
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok
pertanyaan yang berkaitan dengan akomodasi syariah di Kota Manado
seperti pada gambar berikut:
Jawaban baik sebesar 80%, sangat baik 11%, netral 8% tidak baik 1% dan
sangat tidak baik 0%. Skoring dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 2008, atau berada berada pada kategori baik.
- 132 -
kriteria hotel yang sesuai dengan wisata syariah. Atau jawaban dalam
kategori baik tersebut merupakan bentuk dukungan wisatawan terhadap
pengembangan hotel di Kota Manado menjadi hotel yang menerapkan
prinsip-prinsip syariah. Hasil FGD, observasi dan wawancara menunjukkan
bahwa belum ada hotel di Manado yang mempunyai status syariah baik hilal
satu maupun hilal dua. Bahkan belum ada restoran hotel di Manado yang
mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.
- 133 -
dan 2% menjawab tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 315, atau berada berada pada kategori netral.
- 134 -
0% responden menjawab sangat tidak siap. Skoring dengan menggunakan
skala Likert menghasilkan nilai 346, atau berada berada pada kategori netral.
skor bisa dilihat pada gambar berikut:
Jawaban netral sebesar 61%, jawaban siap sebesar 29%, jawaban sangat siap
sebesar 5%, sangat tidak siap 4% dan tidak siap 1%. Skoring dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 661, atau berada berada pada
kategori netral.
- 135 -
Gambar 5.40. Skor Persepsi Terhadap Restoran di Manado
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
b. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk
pelanggan wanita
Pertanyaan pertama untuk menguji terapis pada usaha SPA atau
massage, distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:
- 136 -
52% responden menjawab netral, 19% responden menjawab sangat tidak
siap, 15% menjawab siap, 8% menjawab sangat siap dan 6% menjawab tidak
siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 287, atau
berada berada pada kategori netral.
46% responden menjawab netral, 31% menjawab sangat tidak siap, 11%
menjawab tidak siap, 6% sangat siap, 5% siap dan 1% tidak menjawab.
Skoring jawaban dengan skal Likert menghasilkan nilai 241 atau berada pada
kategori tidak siap. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:
- 137 -
Gambar 5.44. Skoring Persepsi Terhadap praktik SPA Mengandung Unsur
Pornografi Atau Pornoaksi.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 138 -
Gambar 5.46. Skoring Persepsi Terhadap Praktik SPA Menggunakan
Bahan Halal
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
37% responden menjawab netral, 25% menjawab tidak siap, 18% menjawab
sangat tidak siap, 12% menjawab siap, 7% menjawab sangat siap dan 1%
tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 262 atau pada kategori netral.
- 139 -
Gambar 5.48. Skoring Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat ibadah di
Tempat SPA
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Jawaban netral sebesar 46%, jawaban sangat tidak siap sebesar 19%,
jawaban siap sebesar 15%, tidak siap 12%, sangat siap 7% dan tidak
menjawab 1%. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai
1110, atau berada berada pada kategori netral.
- 140 -
5. Biro Perjalanan Wisata Syariah di Manado
Kelompok pertanyaan kelima untuk menguji kesiapan Biro Perjalanan
Wisata di Manado. Terdapat tiga pertanyaan sebagai berikut:
d. Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata syariah.
e. Memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi
pariwisata syariah.
f. Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang sesuai
dengan panduan umum usaha penyedia makanan dan minuman
pariwisata syariah.
Gambar 5.51. Persepsi Terhadap Paket Wisata Yang Sesuai Dengan Kriteria
Pariwisata Syariah
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
38% responden menjawab siap, 34% menjawab netral, 15% menjawab tidak
siap, 11% menjawab sangat tidak siap, 1% menjawab sangat siap dan 1%
menjawab tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 300 atau pada ketegori netral.
Gambar 5.52. Skoring Persepsi Terhadap Paket Wisata Yang Sesuai Dengan
Kriteria Pariwisata Syariah
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 141 -
b. Perjalanan Wisata Syariah: Memiliki Daftar Akomodasi yang Sesuai
Dengan Panduan Umum Akomodasi Pariwisata Syariah
Pertanyaan kedua berkaitan dengan daftar akomodasi syariah.
Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:
41% responden menjawab siap, 37% menjawab netral, 13% menjawab tidak
siap, 8% menjawab sangat tidak siap dan 1% tidak menjawab. Skoring
jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 300 atau pada
ketegori netral.
- 142 -
Gambar 5.55. Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Penyedian Makanan
dan Minuman Halal di BPW
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 143 -
Jawaban siap sebesar 42%, netral 37%, tidak siap 11%, sangat tidak siap 8%,
sangat siap 1% dan tidak menjawab 1%. Skoring dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 941 atau pada kategori netral.
6. Pramuwisata
Kelompok pertanyaan keenam untuk menguji kesiapan pramuwisata
Kota Manado dengan 4 pertanyaan sebagai berikut:
e. Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam
menjalankan tugas.
f. Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab.
g. Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika Islam.
h. Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku.
- 144 -
52% responden menjawab baik, 26% menjawab sangat tidak baik, 15%
menjawab netral, 5% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat baik dan
1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala likert
menghasilkan nilai 294 atau pada kategori netral. Skor dapat dilihat pada
gambar berikut:
- 145 -
Gambar 5.62. Skoring Persepsi Terhadap Perilaku Pramuwisata di Manado.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 146 -
d. Pramuwisata Syariah memiliki kompetensi kerja sesuai dengan
standar profesi yang berlaku
Pertanyaan keempat untuk menilai kompetensi kerja pramuwisata di
Kota Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:
- 147 -
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok
pertanyaan yang berkaitan dengan pramuwisata di Kota Manado seperti
pada gambar berikut:
Jawaban baik sebesar 51%, netral 27%, sangat tidak baik 11%, sangat baik
8%, tidak baik 2% dan tidak menjawaba 1%. Skoring jawaban dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 1358 atau pada ketegori
netral.
7. Aksesibilitas
Hasil survei sebagai berikut:
a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal
Distribusi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 148 -
Gambar 5.69. Persepsi Terhadap Akses Informasi Wisata Syariah di Manado.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 149 -
81% responden menjawab baik, 11% menjawab sangat baik, 7% menjawab
netral, dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 400 atau pada ketegori baik.
- 150 -
Gambar 5.74. Skoring Persepsi Terhadap Keterjangkauan Transportasi di
Manado.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 151 -
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok
pertanyaan yang berkaitan dengan aksesibilitas di Kota Manado seperti pada
gambar berikut:
Jawaban baik sebesar 76%, netral 11%, sangat baik 9%, sangat tidak baik
2%, tidak baik 1% dan tidak menjawab 1%. Skoring jawaban dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 1540 tau pada kategori baik.
8. PERTANYAAN TERBUKA
Selain menggunakan pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan jawaban,
kuesinoner juga dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sebagai berikut:
- 152 -
Gambar 5.79. Alasan Tidak Menggunakan BPW Syariah.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 153 -
3. Saran
Saran yang disampaikan responden terkait wisata syariah di Manado
cukup beragam dan dibagi menjadi sepuluh kategori. Yaitu yang berkaitan
dengan pengembangan wisata syariah, travel syariah, promosi dan publikasi,
sertifikasi halal, amenitas, aksesibilitas, pramuwisata, SPA, sanitasi
(kebersihan), dan harga. Peningkatan Amenitas yang paling disoroti adalah
ketersediaan toilet dan tempat berwudhu yang terpisah antara laki-laki dan
perempuan terutama di lokasi daya tarik wisata. Diperlukan pula sertifikasi
halal dari MUI untuk restoran dan penyedia jasa makanan dan minuman
lainnya karena sertifikasi halal memberikan rasa nyaman bagi wisatawan
muslim. Saran lainnya berkaitan dengan praktik SPA yang harus sesuai
syariah.
Masalah promosi dan publikasi wisata syariah juga banyak disoroti
responden. Kurangnya informasi mengenai wista syariah membuat sebagian
responden tidak memahami implementasi teknis dari prinsip-prinsi syariah
dalam berwisata. Contoh mudah ketika ditanyakan mengenai travel syariah
44% responden menyatakan tidak tahu. Masalah kebersihan di lokasi daya
tarik wisata dan biaya transportasi yang sesuai dengan standar juga menjadi
permasalahan yang disoroti wisatawan yang menjadi responden.
- 154 -
5.2.3. Hasil Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Kajian
Pengembangan Wisata Syariah di Manado
1. Terminologi Wisata Syariah
Hasil FGD dan wawancara menunjukkan bahwa penggunaan istilah
“wisata syariah” dinilai kurang tepat karena terkesan kaku dan kurang
menjual untuk menjadi “branding” pariwisata yang menyasar segmen
wisatawan muslim. Penggunaan kata syariah harus sangat hati-hati karena
berkaitan dengan pemberlakuan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini berlaku juga dalam praktik bisnis pariwisata. Apabila bisnis
pariwisata yang dijalankan berlandaskan syariah maka harus sungguh-
sungguh menegakkan hukum Islam.
Penggunaan istilah “wisata halal” atau halal tourism dinilai lebih tepat
karena lebih spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan wisatawan muslim
seperti kebutuhan akan sarana beribadah dan kebutuhan akan makanan dan
minuman halal. Istilah halal lebih disetujui karena langsung mengacu pada
produk/jasa dalam bisnis pariwisata seperti: halal food, halal restoran, halal
SPA, halal destination dan produk-produk pariwisata lainnya. Istilah halal
jelas menyasar wisatawan muslim sebagai pasar utama.
- 155 -
Hal ini terutama jika mengacu pada kriteria hotel sesuai Permen No. 2 Tahun
2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah yang meliputi
syariah hilal 1 dan hilal 2. Karena sifatnya yang hanya dianjurkan,
penyelenggaraan hotel yang sesuai kriteria syariah di Manado akan banyak
menemui kendala. Sebuah hotel yang sudah menyatakan diri sebagai hotel
syariah, atau telah dinyatakan syariah oleh otoritas yang berwenang, maka
segmen yang dituju adalah khusus (ekslusif) untuk wisatawan muslim. Jika
segmen pasar wisatawan muslim belum menjadi prioritas, maka
penyelenggaraan hotel syariah akan sulit dikembangkan. Sesuai dengan
Permenpar No. 2 Tahun 2014, salah satu kriterianya adalah restoran (bar)
holeh tidak menjual minuman dan makanan beralkohol. Sedangkan hampir
di semua hotel di Manado masih terdapat bar yang menjual minuman
beralkohol. Untuk menuju hotel syariah seharusnya ada kriteria tambahan
sebelum syariah hilal satu atau hilal dua. Bisa menggunaan istilah “pra
syariah” atau “muslim friendly” atau “family friendly” hotel.
Istilah muslim friendly mengacu pada hotel yang menyediakan fasilitas
dengan standar minimal untuk wisatawan muslim. Fasilitas tersebut
mencakup tempat ibadah dan pelengkapnya, misal ketersediaan tempat
ibadah di lobi hotel, kamar yang dilengkapi alas sholat (sajadah) dan
penunjuk arah kiblat, serta sarana berwudhu yang memudahkan. Sebuah
hotel yang ingin menyasar wisatawan muslim sebagai target pasar tidak
harus menaruh kata syariah di belakang nama hotelnya, tetapi melalui
branding promosinya bisa dijelaskan segmen pasar yang dingin disasar.
- 156 -
ikan adalah halal, tetapi ketika dimasak dalam wadah yang sama dengan
binatang yang diharamkan maka bisa menyebabkan kehilangan kehalalannya
atau menggunakan bumbu yang juga belum tentu halal. Selain itu, biaya
untuk proses asesmen seperti operasional untuk surveiornya juga
dibebankan kepada pihak yang mengajukan sertifikasi halal, dalam hal ini
pengelola hotel dan restoran. Kendala-kendala tersebut menyebabkan
banyak restoran dan penyedia makanan dan minuman yang mencantumkan
label halal tanpa sertifikasi dari MUI, hal ini tentu bisa merugikan konsumen
karena tidak ada jaminan dari otoritas yang berwenang.
Kendala-kendala tersebut yang menyebabkan jumlah perusahaan atau
pelaku usaha jasa penyedia makanan dan minuman yang bersertifikat halal
dari MUI sangat sedikit. Jumlah keseluruhan usaha yang mendapat sertifikat
halal hanya 37 usaha atau 8,87% dari total penyedia jasa sebanyak 417 unit.
Berikut daftar usaha penyedia Jasa Makanan dan Minuman di Kota Manado
yang telah mendapat sertifikasi halal dari MUI:
- 157 -
Rumah makan/
18 RM.POGOGOPITA BOROKO Makanan Siap Saji Katering
19 CV. TIGA PUTRA Anta boga karting Katering
20 RM. PUTRA LAMONGAN Nasih uduk, ayam lalapan Restoran /Katering
21 RM. RIZKA Nasih putih, ikan bakar Restoran /Katering
22 RM. FAJAR GEMILANG Makanan Siap Saji Restoran /Katering
23 RUMAH DE'RANGGA Nasi & Lauk pauk Rumah makan
24 RM. KAHDIAH Nai, sop konro & soto Rumah makan
25 RM. SABAR MENANTI Makan siap saji Restoran /Katering
26 CV . ADEM AYEM Makanan Siap Saji Restoran /Katering
27 D'SIMA KATERING Makanan Siap Saji Katering
28 CV. NOVELINDO Makanan Siap Saji Restoran /Katering
29 R.M NAGARI MINANG Makanan Siap Saji Restoran /Katering
30 DUTA MINANG Makanan Siap Saji Restotan & Katering
Rumah makan
31 RM BAKSO OJO LALI Bakso Ojo Lali (restoran)
32 PT CIPTA BOGA SEJAHTERA Layanan Katering Pesawat Katring
33 DUTA MINANG Makanan Siap Saji Restoran /Katering
34 CV BERKAT ABADI Makanan Siap Saji Jasa Boga/katering
35 CV KARYA SUKSES Makanan Siap Saji Jasa Boga/katering
KPN BAPELKES SULAWESI
36 UTARA Makanan Siap Saji Jasa Boga/katering
37 CV AMANAT AGUNG Menu Siap Saji Jasa Boga/katering
Sumber: MUI Provinsi Sulawesi Utara, 2015
8% Jumlah Total
Resto&Rumah Makan
Memperoleh Sertifikat
halal
92%
- 158 -
Untuk usaha SPA, hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik SPA,
sauna maupun massage di Kota Manado belum dapat dikategorikan sebagai
SPA syariah atau halal. Dari 81 unit usaha SPA dan massage di Manado belum
ada yang mendapat sertifikasi syariah atau halal dari MUI.
- 159 -
tentunya memerlukan jalan panjang. Bahkan daerah-daerah yang telah
menyatakan siap untuk menjadi destinasi wisata syariah seperti Jakarta,
Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan Jawa Timur masih harus diuji (assesment)
sejauh mana kesiapannya. Hal ini menjadi tugas Kementerian Pariwisata
untuk menyiapkan perangkat asesment bagi destinasi wisata syariah.
Dari hasil diskusi diketahui bahwa di Manado belum pernah
dilaksanakan seminar atau diskusi mengenai konsep halal dalam industri
pariwisata. Sebagai konsep baru, hal pertama yang harus dilakukan adalah
sosialiasi mengenai bagaimana konsep wisata syariah di Indonesia, siapa
target marketnya dan destinasi mana yang harus dikembangkan. Konsep
wisata syariah merupakan branding pariwisata untuk menyasar segmen
tertentu dalam hal ini wisatawan muslim baik nusantara maupun
mancanegara. Dengan menyatakan diri sebagai destinasi syariah, maka suatu
destinasi harus memenuhi kriteria-kriteria wisata syariah yang
dikembangkan di Indonesia. Indonesia mempunyai branding pariwisata
“Wonderful Indonesia” dan “Pesona Indonesia” (WI dan PI). Kedua branding
tersebut merupakan branding untuk mempromosikan pariwisata Indonesia
secara umum. Untuk menyasar segmen-segmen tertentu, kita memerlukan
branding yang lebih spesifik. Sebagai contoh: Malaysia mempunyai branding
pariwisata “Malaysia truly Asia”. Untuk menyasar segmen yang lebih spesifik
mereka menciptakan branding lainnya. Misal untuk menyasar segmen
wisatawan lansia menggunakan “Malaysia my second home”, dan untuk
menyasar segmen wisatawan muslim menggunakan branding “Islamic
tourism”.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa jika mengacu pada kerangka
teori pengembangan wisata syariah dengan empat fokus pengembangan
usaha yaitu: perhotelan, restoran, biro atau jasa perjalanan wisata, dan SPA,
Kota Manado belum siap untuk menjadi destinasi wisata syariah. Keputusan
untuk mengembangkan wisata syariah ada pada pemerintah daerah Kota
Manado sendiri. Negera-negara dengan penduduk mayoritas non muslim
seperti Jepang, Taiwan, Singapura, dan Thailand, mampu mengembangkan
konsep pariwisata yang muslim friendly karena pemerintah negara-negara
tersebut menyadari betul potensi ekonomi dari pergerakan wisatawan
muslim di dunia. Manado bisa saja menjadi destinasi wisata halal atau
syariah, tetapi harus dimulai dari itikad pemerintah daerahnya sendiri. Kalau
segmen wisatawan muslim menjadi salah satu prioritas maka pelayanan
terhadap segmen tersebut arus ditingkatkan. Salah satunya dengan
mengembangkan konsep penyelenggaraan pariwisata yang muslim friendly.
- 160 -
5.2.4. Analisis Hasil Penelitian (Strategi Kebijakan/SWOT)
SWOT merupakan singkatan dari Strenght, Weakness, Opportunity,
dan Threat dalam bahasa Indonesia berarti kekuatan, kelemahan,
kesempatan (peluang) dan ancaman. Analisis SWOT digunakan untuk
menyusun strategi pengembangan berdasar kekuatan yang dimiliki baik dari
dalam (strenght) maupun dari luar (opportunity). Pada penelitian wisata
Syariah ini, fokus variabel penelitian yang akan digali di lokasi penelitian
Manado adalah sebagai berikut:
1. Atraksi: alam, budaya dan man made
2. Biro Perjalanan wisata, paket wisata dan tour guide muslim
3. Usaha Penyedia makanan dan minuman
4. Aksesibilitas, akses informasi
5. Kelembagaan, lembaga halal, sertifikasi halal, biaya dan proses
6. Kebijakan pusat dan daerah
7. Promosi
Sesuai hasil survei penelitian, berikut ini hasil analisa SWOT sesuai observasi
dan Focus Group Discussion (FGD) sebagai berikut.
- 161 -
9. Belum ada akses Informasi
untuk wisata syariah.
Faktor Eksternal
PELUANG (O) Strategi SO Strategi WO
1. GDP negara-negara 1. Di setiap daya tarik wisata 1. Perbaikan fasilitas dan sarana
Timur Tengah yang sebaiknya disediakan tempat pendukung pariwisata syariah
tinggi dan outbound ibadah (mushola) untuk seperti penyediaan rumah
yang tinggi merupakan memudahkan wisman dan ibadah muslim, toilet bersih,
pasar potensial untuk wisnus rumah sakit, restoran, dll
wisata syariah/halal. 2. Membuat paket-paket wisata 2. Memfasilitasi sertifikasi halal
2. Penduduk Indonesia syariah untuk menarik untuk restoran dan rumah
yang mayoritas muslim wisman dan wisnus muslim. makan di Manado
merupakan pasar 3. Menjajagi kemungkinan 3. Mendorong dan memfasilitasi
potensial untuk wisnus membuka penerbangan sertifikasi halal untuk restoran
syariah. internasional ke negara- hotel di Manado
3. Konsep pengembangan negara muslim seperti timur 4. Menyediakan pramuwisata
wisata syariah/halal tengah. yang mampu berbahasa arab
didukung oleh 4. Bekerjasama dengan dan memahami kaidah-kaidah
Kementerian Kementerian pariwisata syariah melalui pelatihan dan
Pariwisata. mennciptakan sistem pembekalan.
sertifikasi halal/syariah untuk 5. Memfasilitasi sertifikasi
usaha pariwisata di Manado. syariah/halal untuk usaha
5. Menggunakan semua Media pariwisata lainnya seperti
termasuk internet untuk BPW, SPA.
promosi.
- 162 -
BAB 6
PENUTUP
6.1. ACEH
6.1.1. Simpulan
Dari uraian hasil survei Kajian Pengembangan Wisata Syariah di Aceh,
baik melalui kuesioner (persepsi wisatawan mengenai wisata syariah di
Manado), wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD), sebagai
berikut:
a. Sesuai hasil kuesioner dari persepsi wisatawan mengenai kesiapan Aceh
sebagai wisata syariah yaitu dari aspek atraksi wisata sebagian besar
responden cenderung menyatakan dalam kondisi yang baik. demikian
pula dilihat dari aspek aksesibilitas, amenitas dan kelembagaan, bahwa
secara keseluruhan, responden cenderung menyatakan siap. Akomodasi
yang tersedia di Aceh secara keseluruhan sudah menerapkan prinsip
Islami dalam pelayanannya. Namun demikian, belum ada hotel yang
secara resmi telah bersertifikasi halal di Aceh.
b. Demikian pula hasil dari Focus Group Discussion dan wawancara
mendalam, dinyatakan bahwa Kota Banda Aceh sudah siap sebagai
destinasi wisata syariah untuk aspek atraksi (karena sudah mulai
mengadakan even-even dan paket wisata syariah), amenitas (kecuali
hotel dan spa yang belum memiliki sertifikasi halal) dan
kelembagaannya. Optimalisasi Aceh sebagai destinasi wisata Syariah,
memerlukan beberapa perbaikan terutama dalam aspek kelembagaan
terutama kesiapan sumber daya manusia.
c. Dari beberapa instrumen penelitian tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Banda Aceh cukup optimal dalam menggarap
wisata syariah. Namun masih perlu komitmen dan konsistensi dalam
menggarap wisata syariah di Banda Aceh.
- 163 -
FGD& wawancara
VARIABLE KEY FINDINGS
• Istilah halal dinilai lebih tepat ketimbang syariah dan Islamic tourism
TERMINOLOGI • Aceh dapat menggunakan branding “Serambi Mekah Halal Tourism”.
• Perlu dikaji kembali mengenai pemotongan hewan ternak seperti ayam yang masih
RESTO DAN
belum sepenuhnya menggunakan konteks islami/halal.
RUMAH MAKAN
• Standardisasi label halal pada produk makanan dan minuman dinyatakan belum siap.
BPW/ • Belum terdapat BPW (tours and travel) yang mengkhususkan penyediaan paket wisata syariah
PRAMUWISATA • pramuwisata yang sudah tersertifikasi sudah ada sekitar 100 orang mostly muslim
• Terdapat dua direct flight penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly
• Penerbangan domestik dengan Garuda Airlines hanya memiliki jadwal penerbangan dua kali dalam sehari
AKSESIBILITAS • Kondisi ketersediaan infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik
• informasi dapat diperoleh melalui media internet
6.1.2. Rekomendasi
Ada beberapa saran yang sebaiknya dilakukan oleh Kementerian
Pariwisata, Pemprov Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, stakeholder dan
masyarakat Aceh, sebagai berikut:
- 164 -
NO VARIABEL REKOMENDASI JANGKA WAKTU INSTANSI
(1-2 th)
Pendek
(3-4 th)
Menengah
(5-6 th)
Panjang
1 Kelembagaan 1. Memasukkan muatan wisata syariah dalam X Disbudpar Kota Banda
PERDA tentang kepariwisataan. Aceh
2. Menyusun PERDA atau peraturan walikota X Disbudpar Kota Banda
mengenai penyelenggaraan wisata syariah bagi Aceh
industri pariwisata di Aceh
3. Optimalisassi fungsi MPU sebagai lembaga X - Disbudpar Kota Banda
sertifikasi halal di Aceh Aceh,
- MPU
4. Menyusun pedoman penyelenggaraan usaha X Disbudpar Kota Banda
pariwisata syariah Aceh Aceh, Deputi Kelembagaan,
Deputi Pengembangan
Destinasi
5. Komitmen pemerintah Aceh dalam X Pemda Aceh
mengembangkan wisata syariah, berupa:
insentif keringanan biaya dan proses kepada
pelaku usaha yang menggunakan sertifikat halal
2 Aksesibilitas dan 1. Melakukan sosialisasi mengenai konsep dan X Deputi Bidang
Informasi tujuan pengembangan wisata syariah kepada Pengembangan Destinasi
masyarakat dan pelaku industri pariwisata di Pariwisata
Aceh misal melalui ToT (Training of Trainers)
2. Membuat forum FAQs (frequently Asked X Deputi Bidang
Questions) berbasis internet sebagai sumber Pengembangan Destinasi
informasi bagi masyarakat akar rumput yang Pariwisata
ingin mendapat informasi tentang wisata
syariah.
- 165 -
NO VARIABEL REKOMENDASI JANGKA WAKTU INSTANSI
(1-2 th)
Pendek
(3-4 th)
Menengah
(5-6 th)
Panjang
3. Assessment/evaluasi penentuan branding X Disbudpar Kota Banda
“World Islamic Tourism” dan menentukan Aceh
branding yang tepat berkaitan dengan promosi
Aceh sebagai destinasi wisata syariah.
4. Mempromosikan Aceh sebagai destinasi wisata X Deputi Bidang
syariah kepada target pasar utama yaitu Pengembangan Pemasaran
Malaysia dan Timur Tengah Pariwisata
3 Daya Tarik wisata 1. Mengoptimalkan sarana ibadah yang layak di x - Disbudpar Kota Banda
semua daya Tarik wisata Aceh Aceh
- Pengelola Daya Tarik
Wisata
2. Menyediakan restoran dan rumah makan x - Disbudpar Kota Banda
bersertifikat halal di daya Tarik wisata Aceh Aceh
- Pengelola Daya Tarik
Wisata
- PHRI
4 Akomodasi (hotel) 1. Mendorong hotel di Aceh untuk lebih family X - Disbudpar Kota Banda
friendly/muslim friendly dengan melengkapi dengan Aceh
sarana ibadah yang layak. - Deputi Bidang
Pengembangan
Destinasi Pariwisata
2. Meningkatkan jumlah hotel yang bersertifikat X - Disbudpar Kota Banda
halal/syariah hotel Aceh
- PHRI
3. Menyediakan restoran bersertifikat halal di hotel. X - Disbudpar Kota Banda
Aceh, PHRI
4. Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran hotel. X - Disbudpar Kota Banda
- 166 -
NO VARIABEL REKOMENDASI JANGKA WAKTU INSTANSI
(1-2 th)
Pendek
(3-4 th)
Menengah
(5-6 th)
Panjang
Aceh
5 Restoran dan Rumah 1. Menghimbau pengelola restoran dan rumah makan x - Disbudpar Kota Banda
Makan untuk ikut sertifikasi halal MUI/MPU Aceh
- PHRI
2. Memfasilitasi proses sertifikasi halal bagi restoran x - Disbudpar Kota Banda
dan rumah makan di Aceh Aceh
- PHRI
3. Pengawasan pengelolaan makanan mulai dari hulu - Disbudpar Kota Banda
sampai ke hilir Aceh
- MPU
- PHRI
6 Biro Perjalanan Wisata 1. Menghimbau BPW di Aceh untuk menyediakan x Disbudpar Kota Banda
paket wisata halal atau syariah Aceh, ASITA
2. Menghimbau BPW di Aceh untuk membuat daftar x Disbudpar Kota Banda
akomodasi dan restoran halal Aceh, ASITA
3. Membuat paket wisata/travel pattern dan even-even X Disbudpar Kota Banda
skala provinsi atau kota terkait wisata syariah yang Aceh, ASITA
lebih menarik dan bekerjasama dengan pemerintah
daerah lain seperti Medan
7 Pramuwisata 1. Menyusun standar kompetensi pramuwisata untuk x Dispar, Deputi
wisatawan muslim. Pengembangan Destinasi
2. Menyiapkan pramuwisata yang kompeten untuk x Dispar Kota Manado,
menghandle wisatawan muslim. Deputi Kelembagaan, HPI
1. Menyiapkan pramuwisata yang kompeten untuk x Dispar Kota Manado,
menghandle wisatawan muslim. Deputi Kelembagaan, HPI
- 167 -
NO VARIABEL REKOMENDASI JANGKA WAKTU INSTANSI
(1-2 th)
Pendek
(3-4 th)
Menengah
(5-6 th)
Panjang
8 SPA, Sauna dan Massage 1. Menyediakan paket SPA, sauna dan massage yang x Pengelola SPA
bersifat muslim friendly.
2. Melengkapi praktik SPA dengan terapis yang sesuai x Pengelola SPA
syariah (terapis pria untuk pelanggan pria dan
terapis wanita untuk pelenggan wanita)
- 168 -
6.2. MANADO
6.2.1. Simpulan
Dari uraian hasil survei penelitian Wisata syariah, baik melalui
kuesioner (persepsi wisatawan mengenai wisata syariah di Manado),
wawancara mendalam dan Focus Group Discussion di Manado adalah sebagai
berikut:
a. Sesuai hasil survei dengan kuesioner, persepsi wisatawan mengenai
kesiapan Manado sebagai wisata syariah yang dilihat dari aspek daya tarik
wisata, akomodasi dan aksesibilitas Manado siap untuk menjadi destinasi
wisata syariah. Sedangkan untuk aspek restoran dan rumah makan, BPW,
SPA, dan Pramuwisata belum siap untuk menjadi destinasi wisata syariah,
karena banyaknya kategori jawaban netral. Hal ini disebabkan
pengetahuan wisatawan mengenai konsep wisata syariah masih sangat
terbatas.
b. Hasil dari Focus Group Discussion dan wawancara, diketahui bahwa Kota
Manado juga belum siap menjadi destinasi wisata syariah. Masih perlu
dilakukan pembenahan di berbagai aspek terutama untuk amenitas
pendukung seperti ketersediaan tempat ibadah dan retoran halal.
c. Dari kedua metode pengumpulan data penelitian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Manado belum siap menjadi destinasi wisata
syariah dan belum optimal dalam menggarap potensi wisata syariah
yang dimiliki.
d. Dalam pengembangan Manado sebagai destinasi wisata syariah,
diperlukan komitmen dari Pemerintah Kota Manado, karena
pengembangan destinasi wisata syariah memerlukan keseriusan dan dan
konsistensi.
- 169 -
FGD& wawancara
VARIABLE KEY FINDINGS
6.2.2. Rekomendasi
Ada beberapa rekomendasi yang sebaiknya dilakukan oleh
Kementerian Pariwisata, Pemerintah Kota Manado, stakeholder pariwisata
Manado dan masyarakat Manado, sebagai berikut:
- 170 -
NO VARIABEL REKOMENDASI JANGKA WAKTU INSTANSI
(1-2 th)
Pendek
(3-4 th)
Menengah
(5-6 th)
Panjang
1 Kelembagaan 1. Memasukkan muatan wisata syariah dalam PERDA tentang X Dispar Kota Manado
kepariwisataan.
2. Menyusun PERDA atau peraturan walikota mengenai X Dispar Kota Manado
penyelenggaraan wisata syariah bagi industri di Manado.
- 171 -
NO VARIABEL REKOMENDASI JANGKA WAKTU INSTANSI
(1-2 th)
Pendek
(3-4 th)
Menengah
(5-6 th)
Panjang
3 Daya Tarik wisata 1. Melengkapi daya tarik wisata di Manado dengan sarana x Dispar Kota Manado,
ibadah dan sarana bersuci yang layak. Pengelola Daya Tarik
Wisata
2. Menyediakan restoran dan rumah makan bersertifikat halal x Dispar Kota Manado,
dengan kuota tertentu di daya Tarik wisata Manado. PHRI
4 Akomodasi (hotel) 1. Menghimbau hotel di Manado untuk lebih family x Dispar Kota Manado,
friendly/muslim friendly dengan menyediakan sarana Deputi Bidang
ibadah yang layak. Pengembangan
Destinasi Pariwisata
2. Melengkapi kamar hotel dengan sarana bersuci, alat sholat x Dispar Kota Manado,
dan penunjuk arah kiblat. PHRI
3. Menyediakan restoran bersertifikat halal di hotel. x Dispar Kota Manado,
PHRI
4. Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran hotel. x Dispar Kota Manado
5 Restoran dan Rumah Makan 1. Menghimbau pengelola restoran dan rumah makan untuk x Dispar Kota Manado,
ikut sertifikasi halal MUI PHRI
2. Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran dan rumah x Dispar Kota Manado,
makan di Manado. PHRI
6 Biro Perjalanan Wisata 1. Menghimbau BPW di Manado untuk menyediakan paket x Dispar Kota Manado,
wisata halal atau syariah ASITA
2. Menghimbau BPW di Manado untuk membuat daftar x Dispar Kota Manado,
akomodasi dan restoran halal ASITA
7 Pramuwisata 2. Melakukan sosialisasi konsep wisata syariah/halal kepada x Dispar, Deputi
pramuwisata di Manado Pengembangan
Destinasi
3. Menyusun standar komptensi pramuwisata untuk x Dispar Kota Manado,
menghandle wisatawan muslim. Deputi Kelembagaan,
- 172 -
NO VARIABEL REKOMENDASI JANGKA WAKTU INSTANSI
(1-2 th)
Pendek
(3-4 th)
Menengah
(5-6 th)
Panjang
HPI
4. Menyiapkan pramuwisata yang kompeten untuk x Dispar Kota Manado,
menghandle wisatawan muslim. Deputi Kelembagaan,
HPI
8 SPA, Sauna dan Massage 1. Menyediakan paket SPA, sauna dan massage untuk x Pengelola SPA
wisatawan muslim (muslim friendly.)
2. Menyediakan terapis sesuai dengan muhrimnya (terapis x Pengelola SPA
pria untuk pelanggan pria dan terapis wanita untuk
pelenggan wanita)
- 173 -
6.3. Keterbatasan Penelitian
- 174 -
DAFTAR PUSTAKA
acehbps. (2013). Panjang Jalan Provinsi Menurut Kondisi Jalan (Km). Dipetik
Oktober 30, 2015, dari http://aceh.bps.go.id:
http://aceh.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/77
Achyar, Mahfud. (2015, Juli 1). Indonesia Sebagai Tujuan Halal Tourism.
Dipetik Agustus 5, 5, dari https://achyar89.wordpress.com:
https://achyar89.wordpress.com/2015/07/01/indonesia-sebagai-
tujuan-halal-tourism/
Admin. (2015, mei 17). Halal Tourism dan Lifestyle. Dipetik Agustus 30,
2015, dari bppdt.com: http://bppdntb.com/halal-tourism-dan-
lifestyle.html#.VeHgNj07poY
Asdhiana, I. Made. (2014, Februari 04). Aceh Hanya Menjadi Tempat Transit.
Dipetik Oktober 12, 2015, dari http://travel.kompas.com:
http://travel.kompas.com/read/2014/02/04/1115463/Aceh.Hanya.
Menjadi.Tempat.Transit
BPSProvAceh. (2014). Provinsi Aceh Dalam Angka 2014. Aceh: BPS Provinsi
Aceh.
Hamzah, Maulana. M., & Yudiana, Yudi. (2015, Februari 9). Analisis
Komparatif Potensi Industri Halal dalam Wisata Syariah dengan
Konvensional. Dipetik Agustus 4, 2015, dari http://catatan-
ek18.blogspot.co.id: http://catatan-
ek18.blogspot.co.id/2015/02/analisis-komparatif-potensi-
industri.html
Hutabarat, Arifin. (2015, April Vol.6 No.64). Majalah Pariwisata Edisi 64:
Giliran Daerah & Industri Beyond Bali:Selling & Selling. Diambil
kembali dari https://books.google.co.id:
https://books.google.co.id/books?id=L0t6CAAAQBAJ&pg=PA10&lpg=
PA10&dq=great+pariwisata+indonesia&source=bl&ots=Hc_oKHJYEQ
&sig=rn2MelcB5ieJtHi-
MNAkqbBTG6U&hl=en&sa=X&ved=0CGkQ6AEwDGoVChMI-
- 175 -
4G47oymxwIVA3KOCh08xwDE#v=onepage&q=great%20pariwisata
%20indonesia&f=
Menteri Pariwisata Tak Setuju Istilah Wisata Syariah. (2015). Dipetik Agustus
4, 2015, dari http://news.fimadani.com:
http://news.fimadani.com/read/2015/01/21/menteri-pariwisata-
tak-setuju-istilah-wisata-syariah/diakses tanggal 4 Agustus 2015)
Murdaningsih, Dwi., & Pratiwi, Fuji. (2015, Juni 25). Wisata Halal Indonesia
Kalah Dibanding Malaysia dan Thailand. Dipetik Agustus 25, 2015,
dari http://www.republika.co.id/:
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-
ekonomi/15/06/25/nqhy7w-wisata-halal-indonesia-kalah-
dibanding-malaysia-dan-thailand
Nashrullah, Nashih., & Pratiwi, Fuji. (2014, September 7). Wisata Halal Jadi
Tren di Turki. Dipetik Agustus 6, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/koran/kabar-
jabar/14/09/07/nbj9dt-wisata-halal-jadi-tren-di-turki
- 176 -
paradiso. (2015). Menpar: Tiga Kebijakan Baru Pariwisata Mudahkan
Pelancong Malaysia ke Indonesia. Dipetik Oktober 30, 2015, dari
http://paradiso.co.id/: http://paradiso.co.id/12185/menpar-tiga-
kebijakan-baru-pariwisata-mudahkan-pelancong-malaysia-ke-
indonesia.html
Pratiwi, Fuji., & Murdaningsih, Dwi. (2015, Juni 25). Wisata Halal Indonesia
Kalah Dibanding Malaysia dan Thailand. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-
ekonomi/15/06/25/nqhy7w-wisata-halal-indonesia-kalah-
dibanding-malaysia-dan-thailand
Putra, Yudha. Manggala. (2015, Juni 23). Singapura Luncurkan Buku Panduan
Wisata Halal. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/06/23/nqel
uz-singapura-luncurkan-buku-panduan-wisata-halal
Putri, Winda. Destiana. (2015, Mei 12). Menpar: Wisata Halal Harus
'Rahmatan Lil Alamin'. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/05/12/
no8jis-menpar-wisata-halal-harus-rahmatan-lil-alamin
Putri, Winda. Destiana. (2015, Juni 10). Thailand Luncurkan Aplikasi untuk
Turis Muslim. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://gayahidup.republika.co.id:
- 177 -
http://gayahidup.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/06
/10/npq7ls-thailand-luncurkan-aplikasi-untuk-turis-muslim
Putri, Winda. Destiana., & Pratiwi, Fuji. (2015, Mei 26). Gangwon Korea
Selatan Siap Jadi Destinasi Wisata Halal. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/05/26/
noy34u-gangwon-korea-selatan-siap-jadi-destinasi-wisata-halal
Razzaq, Sherin., Hall, C. Michael., & Prayag, Girish. (2015). The Capacity of
New Zealand to Accommodate the Halal Tourism Market - Or Not.
Dipetik Agustus 5, 2015, dari https://canterbury-nz.academia.edu:
https://www.academia.edu/12107406/The_capacity_of_New_Zealand
_to_accommodate_the_halal_tourism_market_or_not
Reuters, T., & DinarStandard. (2014). State of the Global Islamic Economy
2014-2015 Report. Dubai: Dubai the Capital of Islamic Economy.
selasar. (2015, September 02). BPS: Pengguna Transportasi Udara Naik 19,52
Persen. Dipetik Oktober 30, 2015, dari https://www.selasar.com:
https://www.selasar.com/ekonomi/bps-pengguna-transportasi-
udara-naik-1952-persen
UNWTO. (2011). Religious Tourism in Asia and the Pacific. Dipetik Agustus 4,
2015, dari http://publications.unwto.org/:
http://publications.unwto.org/sites/all/files/pdf/110325_religious_t
ourism_excerpt.pdf
- 178 -
Warsidi, Adi. (2015, Mei 16). Wisata Syariah Aceh Tahun Ini Targetkan 1,8
Juta Turis . Dipetik Agustus 25, 2015, dari http://nasional.tempo.co/:
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/16/058666645/wisat
a-syariah-aceh-tahun-ini-targetkan-1-8-juta-turis
Wuryasti, Fetri. (2013, Oktober 30). Wisata Halal, Konsep Baru Kegiatan
Wisata di Indonesia. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://travel.detik.com:
http://travel.detik.com/read/2013/10/30/152010/2399509/1382/
wisata-halal-konsep-baru-kegiatan-wisata-di-indonesia
Yusuf, Iwan. Awaludin. (2011, Maret 28). Memahami Focus Group Discission
(FGD). Dipetik September 2015, dari Bincang Media:
http://bincangmedia.wordpress.com
Lainnya:
http://www.manadokota.go.id/page-101-geografis.html diakses tanggal 18
Oktober 2015
http://indonesia.travel/sites/site/33/taman-nasional-bunaken, diakses
tanggal 1 Desember 2015
http://anekatempatwisata.com/10-tempat-wisata-di-manado-yang-wajib-
dikunjungi/ diakses tanggal 19 Oktober 2015
http://manadokota.go.id/berita-1269-gereja-katolik-katedral.html diakses
tanggal 19 Oktober 2015
http://manadokota.go.id/berita-1268-klenteng-ban-hin-kiong.html diakses
tanggal 19 Oktober 2015
http://manadokota.go.id/berita-1263-makam-ratu-sekar-kedaton--di-
manado-.html diakses tanggal 19 Oktober 2015
- 179 -
- LAMPIRAN -
- 180 -
LAMPIRAN 1
PEDOMAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
DAFTAR ISI
- 181 -
I. Pengertian Diskusi Terfokus
- 182 -
VI. Mekanisme Diskusi Terfokus
1. Membentuk tim
No Lokasi Nama Waktu
1 Provinsi Naggroe Aceh
Darussalam
2 Provinsi Sulawesi Utara
- 183 -
Pelaksanaan FGD dilaksanakan di hotel, minimal jenis hotel bintang
tiga. Pemilihan hotel di tempat yang strategis dan dapat dijangkau
semua peserta FGD. Untuk hotel bisa dikonsultasikan dan
dikoordinasikan dengan pihak/tenaga bantuan daerah.
4. Jumlah peserta
5. Rekruitmen peserta
- 184 -
VII. Panduan Diskusi/Kunci Pertanyaan
- 185 -
f) Langkah nyata yang diperlukan dalam menyusun strategi
pengembangan wisata syariah di daerah?
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika pelaksanaan FGD telah selesai
dilakukan ;
a. Dokumentasi diantaranya berupa foto/gambar pelaksanaan FGD,
hasil rekam suara, dan atau video (jika ada).
b. Catatan/notulensi pelaksanaan FGD sebagai bahan laporan
c. Lembar isian pertanyaan FGD untuk dicek kembali apakah sudah
terisi seluruhnya.
Things to DO:
- 186 -
CHECK LIST
PENELITIAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH DI
INDONESIA
2015
Nama Barang
- 187 -
LAMPIRAN 2
Pedoman Wawancara
A. WISATAWAN
Identitas Informan
1 Nama :
2 Umur :
3 Jenis Kelamin :
4 Pendidikan Terakhir :
5 Jabatan/Pekerjaan :
6 Lama Kerja :
7 No. Telp/Hp :
8 Email :
9 Alamat :
No Pertanyaan Jawaban
1. Apakah Anda mengetahui wisata syariah?
Bagaimana pendapat Anda tentang wisata
2.
syariah?
Apakah Anda mempertimbangkan aspek
3.
halal/haram saat berwisata?
Seberapa besar potensi wisata di Aceh/Manado
4. yang dapat dikembangkan sebagai tujuan wisata
syariah?
Apakah di Aceh/Manado ada tempat-tempat
5. wisata keagamaan, seperti ziarah ke makam atau
gereja?
Apakah di tempat wisata (Aceh/Manado)
6
tersedia fasilitas ibadah di tiap destinasinya?
Apakah di hotel-hotel (Aceh/Manado) tersedia
7 fasilitas ibadah seperti mushola/sajadah/Al
Quran?
Apakah di restoran-restoran (Aceh/Manado)
8 tersedia pemisahan makanan halal dan non-
halal?
Apakah di Aceh/Manado sudah terdapat
9 restoran dan hotel yang sudah memiliki
sertifikat halal?
Apakah dalam paket perjalanan (tour and
10
travel) memperhatikan waktu salat?
Pernah ada sosialisasi dari pemerintah terkait
11
wisata syariah?
Apakah ada promosi khusus tentang wisata
12
syariah?
- 188 -
B. PELAKU INDUSTRI
Identitas Informan
1 Nama :
2 Umur :
3 Jenis Kelamin :
4 Pendidikan Terakhir :
5 Jabatan/Pekerjaan :
6 Lama Kerja :
7 No. Telp/Hp :
8 Email :
9 Alamat :
No Pertanyaan Jawaban
- 189 -
C. Pemerintah Daerah
Identitas Informan
1 Nama :
2 Umur :
3 Jenis Kelamin :
4 Pendidikan Terakhir :
5 Jabatan/Pekerjaan :
6 Lama Kerja :
7 No. Telp/Hp :
8 Email :
9 Alamat :
No Pertanyaan Jawaban
- 190 -
LAMPIRAN 3
KUESIONER
PENELITIAN KAJIAN
PENGEMBANGAN WISATA
SYARIAH MANADO
A. DEMOGRAFI
(Berilah“X” padajawaban yang anda pilih)
1 Nama(optional) :
2 Kebangsaan :
Domisili
3 :
(kab/kota)
(1) Laki-laki
4 Jenis Kelamin :
(2) Perempuan
5 Usia : ………………………………………………………….Tahun
Pendidikan (1) ≤ SMP (4) S1
6 Terakhir : (2) SMA (5) ≥ S2
(Formal) (3) Diploma
(1) Profesional/swasta
(2) PNS (Government Official)
(3) TNI/Polri
Pekerjaan
7 : (4) Pelajar/Mahasiswa
Utama
(5) Pensiunan
(6) Ibu rumah tangga
(7) Lainnya……………………………………………………….
B. KESIAPAN SEBAGAI DESTINASI WISATA SYARIAH DI MANADO
(Berilah tanda “X” pada jawaban yang anda pilih)
NO PERNYATAAN JAWABAN
Sangat Tidak Netral baik Sangat
I Manado memiliki Daya Tarik Wisata: tidak baik Baik
Baik
8 yang meliputi wisata alam, wisata budaya
dan wisata buatan
9 Berbagai produk seperti wisata belanja,
kuliner, sightseeing, atraksi budaya dll
10 Makanan dan minuman halal di destinasi
wisata mudah diperoleh
- 191 -
11 Pertunjukan seni budaya yang
diselenggarakan tidak bertentangan
dengan kaidah syariah
12 Yang menyediakan tempat ibadah layak
dan suci dan dilengkapi dengan sarana
bersuci yang memadai di destinasi wisata.
13 Sanitasi dan kebersihan lingkungan di
destinasi wisata terjaga dengan baik
- 192 -
V Biro Perjalanan Wisata Syariah di Sangat
Tidak
Tidak
Siap
Netral Siap Sangat
Siap
Manado Siap
- Terimakasih -
- 193 -
LAMPIRAN 4
FOTO KEGIATAN
1. ACEH
- 194 -
2. MANADO
- 195 -