Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua individu mempunyai kebutuhan dasar untuk menjalin hubungan
dengan orang lain dalam menjalani hidupnya. Komunikasi merupakan upaya
individu dalam menjaga dan mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi
dengan orang lain. Komunikasi seseorang adalah suatu proses yang melibatkan
perilaku dan interaksi antar individu dalam berhubungan dengan orang lain. Pada
profesi keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi
merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan
keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Perawat yang memiliki keterampilan
berkomunikasi secara baik dan benar, tidak saja akan mudah menjalin hubungan
rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra
profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah
mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam proses komunikasi, individu diharuskan untuk menentukan potensi diri
dalam melakukan komunikasi yang efektif. Untuk dapat melakukannya, individu
tentu saja harus memiliki pemahaman dasar akan proses komunikasi dan
bagaimana teori komunikasi berfungsi dalam hidup individu. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dibahas sikap yang harus dimiliki seorang perawat agar
dapat berkomunikasi secara profesional, seperti memiliki sikap asertif dan dapat
melakukan komunikasi yang efektif dalam kesehariannya. Perawat perlu
menyadari bahwa semua tindakan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi (nonverbal/verbal). Oleh karena itu, perawat mengetahui fungsi
komunikasi dan sikap serta keterampilan yang perlu dikembangkan dalam
komuikasi dengan klien.
Adapun fungsi komunikasi dalam pembuatan asuhan keperawatan
menurut Engel dan Morgen (1973, dikutip dalam Cormier, dkk : 2-3) yaitu
komunikasi dapat membina hubungan saling percaya dengan klien, komunikasi
dapat menetapkan peran dan tanggungjawab antara perawat-klien, selanjutnya
komunikasi juga memudahkan kita untuk mendapat data yang tepat dan akurat
dari klien. Dari fungsi yang diuraikan, maka asuhan keperawatan tidak dapat
dipisahkan dengan komunikasi karena tiap langkah membuat asuhan keperawatan
adalah dengan komunikasi
Oleh sebab itu dalam makalah ini penulis membahas tentang komunikasi
terapeutik Dimana akan membahas teknik komunikasi terapeutik Dengan
demikian penulis membuat makalah ini dengan judul “Komunikasi Efektif dan
Asertif”.

B. TUJUAN
 Tujuan Umum Makalah ini adalah supaya mahasiswa atau pembaca dapat
memahami dan menjelaskan tentang perilaku asertif dan komunikasi
efektif dalam proses keperawatan professional.
 Tujuan khusus Adapun tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah agar
mahasiswa atau pembaca dapat menjelaskan tentang:
1.Perbedaan antara perilaku pasif, agresif, dan asertif.
2.Unsur-unsur asertif
3.Prinsip-prinsip asertif
4.Ciri-ciri asertif
5.Petunjuk menjadi asertif
6.Tujuan komunikasi efektif
7.Syarat-syarat komunikasi efektif
8.Faktor pendukung dan penghambat komunikasi efektif
9.Aspek yang harus dibangun dalam komunikasi efektif

C. MANFAAT
Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan
langsung dalam proses keperawatan hususnya tentang menerapkan komunikasi
efektif dan asertif perawat-klien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KOMUNIKASI TERAPEUTIK YANG EFEKTIF
Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-
sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam
bahasa asing orang menyebutnya “the communication is in tune” ,yaitu kedua
belah pihak yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang
disampaikan. Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain :
1. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
2. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
3. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak
komunikan.
4. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
5. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihk
komunikan.
Berbicara tentang minat atau awareness di pihak komunikan, dapat
dikemukakan bahwa minat akan timbul bilamana ada unsure-unsur sebagai
berikut :
Tersedianya suatu hal yang menarik minat. Terdapat kontras, yaitu perbedaan
antara hal yang satu dengan lainnya, sehingga apa yang menonjol itu
menumbuhkan perhatian. Terdapat harapan untuk mendapat keuntungan atau
mungkin gangguan dari hal yang dimaksudkan.
Johnson, Sutton dan Harris (2001: 81) menunjukkan cara-cara agar
komunikasi efektif dapat dicapai. Menurut mereka, komunikasi efektif dapat
terjadi melalui atau dengan didukung oleh aktivitas role-playing, diskusi, aktivitas
kelompok kecil dan materi-materi pengajaran yang relevan. Meskipun penelitian
mereka terfokus pada komunikasi efektif untuk proses belajar-mengajar, hal yang
dapat dimengerti di sini adalah bahwa suatu proses komunikasi membutuhkan
aktivitas, cara dan sarana lain agar bisa berlangsung dan mencapai hasil yang
efektif.
B. Konsep Komunikasi Efektif
1. Pengertian Komunikasi Efektif
Berdasarkan kebijakan Pemerintah yaitu Permenkes RI No 1691 Tahun
2010 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No 1691 setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran
keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya ketepatan
identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan
obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan
risiko pasien jatuh. Enam unsur sasaran keselamatan pasien yang utama dari
layanan asuhan ke pasien adalah komunikasi efektif. Berkomunikasi efektif
berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang
sama tentang suatu pesan.
Oleh karena itu, dalam bahasa asing orang menyebutnya “the
communication is in tune” ,yaitu kedua belah pihak yang berkomunikasi sama-
sama mengerti apa pesan yang disampaikan. Komunikasi yang tidak efektif akan
menimbulkan risiko kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Sebagai
contoh kesalahan dalam pemberian obat ke pasien, kesalahan melakukan prosedur
tindakan perawatan. Mencegah terjadinya risiko kesalahan pemberian asuhan
keperawatan maka perawat harus melaksanakan sasaran keselamatan pasien :
komunikasi efektif di Instalasi Rawat Inap. Komunikasi efektif dapat dilakukan
antar teman sejawat (dokter dengan dokter/ perawat dengan perawat) dan antar
profesi (perawat dengan dokter).

Kualitas suatu rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi
jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Tjiptono, 2001). Menurur
Walker, Evan dan Robbson (2003), komunikasi efektif dalam praktik keperawatan
profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dalam mencapai hasil yang optimal.
1. Tujuan Komunikasi Efektif
Tujuan komunikasi efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami
pesan yang diberikan. Bentuk komunikasi efektif dibagi dua, yaitu komunikasi
verbal dan komunikasi nonverbal. Yang perlu dierhatikan dalam komunikasi
verbal yaitu berlangsung secara timbal balik, makna pesan ringkas dan jelas,
bahasa mudah dipahami, cara penyampaian mudah diterima, disampaikan secara
tulus, mempunyai tujuan yang jelas, dan memperlihatkan norma yang berlaku.
Sedangkan yang perlu diperhatikan dalama komunikasi nonverbal
adalah penampilan fisik, sikap tubuh dan cara berjalan, ekspresi wajah, dan
sentuhan.

2. Syarat-syarat Komunikasi Efektif


Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain:
a. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
b. menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
c. pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak
komunikan.
d. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
e. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak
komunikan.
3. Faktor Pendukung Komunikasi Efektif
a. Dalam profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna
karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan.
b. Komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang
ada.
c. .Kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan
klien.
4. Faktor Penghambat Komunikasi Efektif
a. Komunikasi yang tidak jelas, karena dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang tidak efektif.
b. Tidak dapat membuat keputusan dengan klien/keluarga.
c. Tidak dapat melindungi klien dari ancaman kesejahteraan.
d. Tidak dapat mengkoordinasi dan mengatur perawatan klien serta
memberikan pendidikan kesehatan.
5. Aspek Yang Harus Dibangun Dalam Komunikasi Efektif
a) Kejelasan
Dalam komunikasi harus menggunakan bahasa secara jelas, sehingga mudah
diterima dan dipahami oleh komunikan.
b) Ketepatan
Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan
kebenaran informasi yang disampaikan.
c) Konteks
Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai
dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
d) Alur
Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau
sistematika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat
tanggap.
e) Budaya
Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga
berkaitan dengan tata krama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus
menyesuaikan dengan budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam
penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan
kesalahan persepsi.

6. Komunikasi antara Perawat-Pasien dan Diantara Tenaga Kesehatan


Komunikasi Antara Perawat dan Pasien Interpretasi dan perasaan
pasien dihargai sebagai faktor-faktor yang mungkin berperngaruh pada
masalah-masalah yang muncul dan juga pada penyelesaian masalahnya.
Model keperawatan seperti dalam model adaptasi Roy (1984), model
keperawatan perawatan diri Orem (1985) dan model sistemnya Neuman
(1982) meletakkan dasar bagi komunikasi terbuka antara perawat dan
pasien dalam keterlibatan perawat yang efektif. Pengkajian dan evaluasi
berdandar pada komunikasi yang menyoalkan pengalaman dan kebutuhan
pasien. Perencanaan bersama tergantung pada komunikasi yang rinci
untuk mencapai pemahaman bersama dan komitmen antara perawat
dengan pasien. Walaupun beberapa prosedur secara langsung dilakukan
pada pasien, namun sebagian besar membutuhkan partisipasi pasien atau
setidaknya kerjasama pasien (Abraham, dkk, 1997). .
Komunikasi di antara Tenaga Kesahatan Komunikasi di antara
tenaga kesehatan juga merupakan hal yang penting bagi pelayanan
kesehatan yang tepat guna. Peningkatan jumlah dan spesialisasi tenaga
kesehatan membuat koordinasi menjadi hal yang penting dan mempertegas
pentingnya komunikasi terbuka antara dokter, perawat, psikolog,
fisioterapis, dll. Para pasien di rumah sakit dan orang-orang yang terlibat
dalam pelayanan kesehatan menghadapi suatu hubungan dengan berbagai
profesi kesehatan dengan tugas dan tanggungjawab yang bervariasi.
Komunikasi yang terintegrasi dengan demikian, penting bagi koordinasi
pelayanan kesehatan. Misalnya di rumah sakit, suatu tujuan keperawatan
mungkin untuk mendidik pasien dengan perawatan stoma. Namun, bila
dokter tidak tanggap dengan hal ini, bisa-bisa pasien dipulangkan sebelum
tujuan tercapai. Kegagalan mengkoordinasi dapat menyebabkan stress
pribadi yang sebetulnya tidak perlu terjadi pada diri pasien akibat tuntutan
berbagai profesi pada saat yang sama. Pelayanan yang seharusnya ada
tetapi disengaja dihilangkan atau dirangkap akan menyebabkan gangguan
pada kesinambungan keperawatan.
Komunikasi antara para tenaga kesehatan juga merupakan hal yang
penting. Misalnya, mereka penting untuk menyadari keinginan dan
kebutuhan pasien selama masa perawatan. Sebagai contoh, bila dokter
membicarakan adanya penyakit terminal ataupun cacat tetap, maka
perawat dituntut agar dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang
tepat kepada pasien.

C. HUBUNGAN TERAPEUTIK
Hubungan antara bidan dengan klien merupakan hubungan terapeutik,
sebagaimana halnya hubungan yang terjadi antara perawat dengan klien, dan
bukan merupakan hubungan sosial. Hubungan terapeutik antara bidan dengan
klien adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku,
perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang
terapeutik.

D. PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK YANG EFEKTIF


Proses komunikasi terapeutik yang efektif antara bidan dengan klien dapat
dibagi menjadi empat fase seperti pada proses komunikasi terapeutik antara
perawat dengan klien. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut.
 Fase pra interaksi
Dimulai sebelum kontak pertama dengan klien.
 Fase orientasi
Dimulai pada kontak pertama dengan klien.
 Fase kerja
Pada fase ini bidan dan klien mengeksplorasi stresor yang tepat dan
mendukung perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,
pikiran, perasaan dan perbuatan klien.

 Fase terminasi
Merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan
terapeutik karena hubungan saling percaya dan hubungan intim yang
terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal.

Tabel 1. Perbedaan Hubungan Sosial dengan Hubungan Terapeutik


Komponen Hubungan Sosial Hubungan Terapeutik

Keterbukaan Bervariasi Klien : membuka diri


Bidan : membuka diri
hanya untuk
menanggapi Dikenal
oleh bidan dan klien
Fokus percakapan Tidak dikenal oleh Hal – hal pribadi
partisipan yang berhubungan
dengan bidan – klien
Topik yang tepat Sosial, bisnis, umum, dan Ada keterlibatan dan
bukan hal pribadi menggunakan
pengetahuan yang
berkaitan
Hubungan pengalaman dengan Tidak saling terkait dan Sekarang (saat ini)
topik percakapan menggunakan Membutuhkan
pengetahuan yang tidak pengungkapan
berhubungan perasaan yang
didukung oleh bidan
Sangat diakui
Orientasi waktu Masa lalu dan mendatang

Pengungkapan perasaan
Pengungkapan perasaan dihindari

Tidak diakui
Pengakuan harkat individu

Tabel 2. Tugas Bidan Pada Setiap Fase.


Fase Tugas
Pra interaksi Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri. Analisis
kekuatan dan kelemahan profesional diri. Dapatkan data
awal tentang klien jika mungkin. Buat rencana pertemuan
pertama.
Orientasi Tentukan alasan klien meminta pertolongan. Bina
hubungan saling percaya, penerimaan dan komunikasi
terbuka. Rumuskan kontrak bersama klien. Eksplorasi
pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Identifikasi masalah
klien. Rumuskan tujuan bersama klien.
Kerja Eksplorasi stresor yang tepat. Dukung perkembangan
kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping
yang konstruktif. Atasi penolakan perilaku maladaptif..
Terminasi Ciptakan realitas perpisahan. Bicarakan proses terapi dan
pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan
penolakan dan kehilangan, sedih, marah serta perilaku lain.
Sumber : Stuart dan Sundeen, 1987. hlm.104.
 Elemen Kontrak.
 Nama bidan dan klien
 Peran bidan dan klien
 Tanggung jawab bidan dan klien
 Harapan bidan dan klien
 Tujuan hubungan
 Tempat pertemuan
 Waktu pertemuan
 Situasi terminasi
 Kerahasiaan

D. UNSUR-UNSUR DALAM MEMBANGUN KOMUNIKASI


TERAPEUTIK YANG EFEKTIF
 Dengan mengidentifikasi unsur dalam komunikasi terapeutik yang efektif
ke dalam lima sikap (cara) dan teknik untuk menghadirkan diri secara fisik
yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik sebagai berikut.
 Berhadapan
 Mempertahankan kontak mata
 Membungkuk ke arah klien
 Mempertahankan sikap terbuka
 Tetap relaks
 Lima kategori komunikasi nonverbal yaitu :
 Isyarat vokal
 Isyarat tindakan
 Isyarat objek
 Ruang
 Sentuhan

E. KONSEP PERILAKU ASERTIF


1) Pengertian Asertif
Susanto (2005) mendefenisikan perilaku asertif berarti : adanya sikap
tegas yang dikembangkan dalam berhubungan dengan banyak orang dalam
berbagai aktivitas kehidupan, dapat mengambil keputusan atau melakukan
tindakan tertentu berdasarkan hasil pemikiran sendiri, tanpa sikap emosional,
meledak-ledak, atau berperilaku buruk lainnya, menegakkan kemandiriannya
tanpa bermaksud menyakiti hati orang lain.
Selain itu ciri-ciri asertif adalah ketegasannya penuh kelembutan, dan
tanpa arogansi. Sikap tegas artinya menuntut hak pribadi dan menyatakan
pikiran,perasaan, dan keyakinan dengan cara langsung jujur dan tepat (Lange dan
Jakubowski, 1976 dalam Calhoun & Acocella, 1995). Sikap tegas meliputi setiap
tindakan yang diangga benar dan perlu dikemukakan. Misalnya, bertanya pada
orang asing tentang petunjuk dan menghadap dosen minta penjelasan nilai. Ketika
anda bertindak berdasarkan kebutuhan dan keinginan anda sendiri tanpa
menginjak hak pribadi orang lain, maka anda telah menjadi orang yang bersikap
tegas (Calhoun & Acocella, 1995). Susanto (2005) menjelaskan dalam
membangun asertivitas terdapat beberapa pendekatan yang dapat ditempuh.
Salah satunya adalah formula 3A, yang terangkai dari tiga kata
Appreciation, Acceptance, Accomodating .

1. Appreciation
berarti menunjukkan penghargaan terhadap kehadiran orang lain, dan tetap
memberikan perhatian sampai pada batas-batas tertentu atas apa yang terjadi pada
diri mereka.
2. Acceptance
Adalah perasaan mau menerima, memberikan arti yang positif terhadap
perkembangan kepribadian seseorang, yaitu menjadi pribadi yang terbuka dan
dapat menerima kehadiran orang lain sebagaimana keadaan diri mereka masing-
masing. Sedangkan
3. Accomodating
yaitu menunjukkan sikap ramah kepada semua orang tanpa terkecuali.
Keramahan senantiasa memberikan kesan positif dan menyenangkan kepada
semua orang yang kita jumpai. Keramahan membuat hati kita senantiasa terbuka,
yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap akomodatif terhadap situasi dan
kondisi yang kita hadapi, tanpa meninggalkan kepribadian kita sendiri. Kita dapat
memperlihatkan toleransi dengan penuh rasa hormat, namun bukan berarti kita
jadi ikut lebur dalam pandangan orang lain, apalagi dengan hal-hal yang
bertentangan dengan diri kita. Hal ini penting sekali untuk diperhatikan agar kita
mampu menempatkan diri secara benar di khalayak luas, sekaligus membina
saling pergertian dengan banyak orang.

 Perilaku Asertif
Perilaku asertif adalah menyatakan secara langsung suatu ide, opini, dan
keinginan. Tujuan perilaku asertif adalah untuk mengkomunikasikan sesuatu pada
suasana saling percaya. Konflik yang muncul dihadapi dan solusi dicari yang
menguntungkan semua pihak. Individu yang asertif memulai komunikasi dengan
cara sedemikian rupa sehingga dapat menyampaikan kepedulian dan rasa
penghargaan mereka terhadap orang lain.
Tujuan komunikasi ini adalah untuk mengungkapkan pendapat diri sendiri
dan untuk menyelesaikan masalah interpersonal tanpa merusak suatu hubungan.
Perilaku asertif mengharuskan kita untuk menghormati orang lain sebagaimana
kita menghormati diri sendiri. Konflik tidak dapat dihindari dalam hubungan
dengan sesama manusia. Walaupun konflik biasanya dipandang sebagai sesuatu
yang tidak diinginkan, tetapi proses penyelesaian konflik tersebut dapat membuat
seseorang berkembang, meningkatkan pemahaman dan rasa hormat kepada orang
lain, kendati terdapat perbedaan-perbedaan.
Masalah timbul ketika konflik membuat kita memandang orang lain sebagai
“musuh”, ketika perbedaan kekuasaan dieksploitasi, atau ketika diskusi untuk
penyelesaian masalah menjadi tidak fokus dengan membawa persoalan lain untuk
mengalihkan percakapan. Faktor penting untuk menjadi individu asertif adalah
kemampuan untuk bertindak secara konsisten sesuai standar yang kita miliki
untuk perilaku kita sendiri Contoh perilaku asertif, antara lain:
1. Saya berpendapat … bagaimana pendapat Anda?
2.Masalah ini akan saya hadapi dengan cara ini. Bagaimana efseknya terhadap
Anda?‟

 Unsur-unsur Asertif
Secara garis besar, sikap asertif dapat terbagi menjadi dua unsur: verbal dan
nonverbal (Monica, 1998). Komunikasi verbal terjadi dengan bantuan kata-kata
yang diucapkan ataupun ditulis. Komunikasi nonverbal terutama terdiri dari
bahasa tubuh. Monica (1998) menjelaskan unsure-unsur nonverbal sebagai
berikut:
a. Kekerasan Suara Berteriak atau berbisik bukanlah sikap asertif. Nada suara
tidak tergantung pada isi pesan yang dikirim. Nada yang asertif harus keras dan
tegas sehingga terdengar dengan jelas; tetapi tidak boleh terlalu keras sehingga
memekakkan telinga penerima.
b. Kelancaran Kelancaran mengatakan kata-kata juga tidak bergantung pada
isi pesan. Orang yang menggunakan terlalu banyak penghentian atau kata-kata
“pengisi” seperti “uh”, “er”, “huh”, “anda tahu”, “seperti”, dan sebagainya,
cenderung dilihat sebagai orang yang ragu, sedangkan orang yang bicara terlalu
cepat sering dialami oleh orang lain sebagai orang yang terlalu membebani. Yang
asertif adalah kecepatan bicara sedang dan tidak terputus-putus.
c. Kontak Mata Kontak mata asertif berarti bahwa seseorang mampu
memandang wajah penerima (hampir) secara terus-menerus tetapi tanpa intensitas
terus-menerus yang membuat penerima merasa ditantang.
d. Ungkapan Wajah Nada bicara yang terkekeh-kekeh saat marah atau
mengerutkan dahi saat mengatakan “sayang”, akan “mengkhianati” isi dari kata
-kata mereka. Bila marah, janganlah tersenyum; bila menunjukkan penghargaan,
tersenyumlah. Meskipun ungkapan wajah sulit diukur atau digambarkan,
kebanyakan orang telah tersosialisasi untuk mampu memilih ungkapan wajah
yang cocok untuk arti kata-kata mereka.
e. Ungkapan Tubuh Orang yang asertif dalam ungkapan tubuhnya akan
tampak santai tetapi tidak membungkuk, berdiri tegak tanpa menjadi kaku, dan
menggunakan tangan serta bahu untuk menekankan pembicaraan mereka tanpa
menjadi terlalu memaksa atau kasar.
f. Jarak Orang yang asertif, dalam jarak mereka dari orang lain, akan
berdiri cukup dekat sehingga tidak banyak yang dapat lewat di antara mereka
(misalnya, tubuh orang lain), tetapi juga tidak terlalu dekat.
Menurut Liaw (2007) orang dengan tipe asertif lebih mengedepankan
kesamaan yang dimiliki oleh semua orang. Mereka lebih menerapkan sika inklusif
dan akomodatif daripada eksklusif.

2) Prinsip-prinsip Asertif
Berkomunikasi dan rekan-rekannya (1985) mengidentifikasi bahwa asertif
mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Asertif bukanlah cara untuk mengubah perilaku orang lain, melainkan
hanya cara mengubah reaksi diri sendiri atas perilaku orang lain.
b. Asertif adalah menjelaskan apa yang kita inginkan karena orang lain
bukanlah orang yang harus bertanggungjawab untuk membaca pikiran kita.
c. Asertif adalah hal yang menegaskan bahwa kebiasaan bukanlah alasan
untuk melakukan sesuatu.
d. Asertif bukanlah cara untuk membahagiakan orang lain, tetapi juga
bukan untuk menyakiti orang lain.
e.Penolakan adalah hal yang wajar terjadi dalam suatu hubungan. Jadi,
terimalah hal tersebut.
f.Asertif bukanlah cara untuk membiarkan diri menjadi korban.
g.Asertif adalah cara yang menunjukkan bahwa kekhawatiran tidak akan
mengubah suatu keadaan.
h.Asertif adalah berusaha melakukan hal terbaik yang dapat dilakukan,
dan bukan cara untuk membuat orang lain menyukai kita.
i.Asertif memiliki konsekuensi atas apa yang telah diungkapkan. Jadi
asertif berarti siap menerima konsekuensi dari apa yang telah diucapkan (Tubss &
Moss, 2005).

3) Ciri-Ciri Asertif
Komunikasi asertif memiliki cirri-ciri, sebagai berikut:
1.Terbuka dan jujur terhadap pendapat diri dan orang lain.
2.Mendengarkan pendapat orang lain dan memahaminya.
3.Menyatakan pendapat pribadi tanpa mengorbankan perasaan orang lain.
4.Mencari solusi bersama dan keputusan.
5.Menghargai diri sendiri dan orang lain dan mampu mengatasi konflik.
6.Menyatakan perasaan pribadi, jujur tetapi hati-hati.
7. Mempertahankan hak diri
4) Langkah Bersikap Asertif

Menurut Bourne (1995), untuk menjadi individu yang asertif dibutuhkan


strategi, sebagai berikut:
a. Evaluasi terhadap hak-hak pribadi. Tentukan apa yang menjadi hak
Anda dalam situasi yang sedang dihadapi. Misalnya, Anda berhak membuat
kesalahan dan mengubah pikiran anda.
b. Mengemukakan problem dan konsekuensinya kepada orang yang
terlibat dalam konflik. Jelaskan sudut pandang anda, bahkan meski sudah jelas
sekalipun. Ini akan membuat orang lain lebih tahu posisi dan pandangan anda.
Deskripsikan problem seobjektif mungkin tanpa menyalahkan atau menghakimi.
c. Mengekspresikan perasaan tentang situasi tertentu. Ketika anda
menyatakan perasaan anda, bahkan orang yang tidak setuju dengan anda sekalipun
akan bisa mengerti perasaa
n anda tentang situasi itu. Ingat, gunakan pesan “aku” bukan pesan “kamu”.
d. Mengemukakan apa yang menjadi permintaan. Ini adalah aspek penting dari
bersikap asertif. Kemukakan keinginan Anda atau yang tidak Anda inginkan
secara langsung.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

 Waktu : Kamis, 17 Maret 2016

 Tempat : R.Kelas B. Gedung D-IV Keperawatan Poltekkes


Kemenkes Makassar.

B. Alat dan Bahan

 Sarung tangan,
 pinset,
 gunting,
 plester,
 kasa steril,
 cairan pembersih dan
 NaCl,,
C. Prosedur
Pertama-tama kita buka balutan yang lama namun
jangan memegang dengan tangan telanjang, kita harus memakai sarung
tangan, lalu kita bersihkan luka dengan NaCl yang dicelupkan ke kasa dan
dikeringkan dengan kasa kering.

setiap kali kita membersihkannya kita tukar dengan kasa yang baru
dan jangan lupa ibu kita harus membersihkan luka dari daerah yang bersih
ke daerah yang kotor.Lalu kita tutup luka dengan kasa steril , dan
direkatkan dengan plester, lalu ditutup dengan pakaian ibu kembali dan
semua bekas balutan dibuang ketempat sampah medis.
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah di bahas sebelumnya, kami dapat


membuat naskah drama dengan menerapkan komunikasi efektif dan asertif
tersebut.

1. Pra Interaksi

Pagi ini saya telah membuat kontrak dengan pasien pada pukul
08.00. Saya juga telah mempersiapkan diri untuk bertemu pasien saya

2. Tahap Orientasi

(dialog)

Perawat : Assalamualaikum ibu. Selamat pagi....

Klien : Walaikum salam. Pagi juga suster...

Perawat : Saya Ners Nurul , apakah benar ini dengan ibu Arlin Afrianti ?

Klien : Iya suster...

Perawat : Ibu Arlin Afrianti, ibu lebih suka saya panggil apa ibu?

Klien : Ibu Arlin saja supaya lebih akrab suster...

Perawat : Baik ibu Arlin, saya Nurul, hari ini saya yg akan merawat ibu

dari pukul 07.00 -14.00 siang nanti bu, jadi kalau ada masalah atau
keluhan, ibu dapat menginformasikannya kepada saya...

Klien : Oke baik suster Nurul...

Perawat : Baiklah, ibu bagaimana keadaannya hari ini setelah operasi

caesar kemarin?

Klien : Alhamdulillah suster saya senang sekali dengan kelahiran anak


peratama saya, Tapi saya masih merasa sakit pada luka operasinya
dan sulit bergerak

Perawat : Alhamdulillah saya turut senang atas kelahiran anak pertama

ibu, karna ibu caesar jd wajar kalau ibu sakit dan sulit bergerak
karna ada luka operasi yg masih rentan, apakah ada keluhan lain
yang di rasakan?

Klien : Oh begitu ya suster, tidak suster hanya nyeri dan sulit bergerak

saja...

Perawat : Baik bu, sesuai dengan perjanjian kita kemarin, saya akan

mengganti perban luka ibu, supaya tidak terjadi infeksi dan


supaya ibu bisa segara beraktivitas kembali...

Klien : Baik suster, berapa lama?

Perawat : Hanya sekitar 15 menit ibu Arlin

Klien : Iya suster

3. Tahap kerja

(dialog)

Perawat : Baiklah bu, sebelumnya ada yang ingin ibu tanyakan?

Klien : Apakah perawatan luka ini penting sus? dan berapa frekuensi

penggantian perbannya?

Perawat : Iya ibu, perawatan luka ini sangat penting karna jika luka
kotor akan menimbulkan infeksi dan dapat menyebabkan kematian,
perban itu harus diganti minimal 1x sehari bu.

Klien : Baik suster

Perawat : oke ibu Arlin, pertama maaf ibu bajunya saya buka ya bu, ok
nanti jika sudah dirumah atau saat ibu sudah merasa tidak nyaman.
Ibu atau dengan bantuan keluarga dapat melakukan secara
mandiri.
Klien : Alat-alatnya apa saja suster?

Perawat : Sarung tangan, pinset, gunting, plester, kasa steril, cairan


pembersih.

Ibu dapat menggunakan NaCl,,

Klien : Lalu caranya bagaimana sus?

Perawat : Pertama-tama kita buka balutan yang lama namun

jangan memegang dengan tangan telanjang, kita harus memakai


sarung tangan, lalu kita bersihkan luka dengan NaCl
yang dicelupkan ke kasa dan dikeringkan dengan kasa kering.

Klien : Apakah kasa tidak boleh dipakai berulang-ulang sus?

Perawat : Benar sekali ibu, setiap kali kita membersihkannya kita tukar

dengan kasa yang baru dan jangan lupa ibu kita harus
membersihkan luka dari daerah yang bersih ke daerah yang kotor.

Klien : Lalu apa lagi sus ?

Perawat : Lalu bu, kita tutup luka dengan kasa steril , dan direkatkan
dengan plester, lalu ditutup dengan pakaian ibu kembali dan semua
bekas balutan dibuang ketempat sampah medis.

Klien : Saya rasa saya sudah bisa melakukannya sus.

4. Tahap terminasi

(dialog)

Perawat : Baik ibu Arlin, perawatan lukanya sudah selesai dan ibu pun

sudah mengerti bagaimana cara melakukan perawatan


luka.Sekarang bagaimana rasannya bu, apakah sudah
lebih nyaman sekarang ?

Klien : Iya suster sudah lebih nyaman,


Perawat : Baik ibu kalau begitu, besok saya akan ganti lagi lukanya ya .

Klien : Iyah suster, terimakasih,

Perawat : Iyah ibu Arlin, apakah ada yang ingin ibu tanyakan?

Klien : Tidak sus,saya rasa cukup dan saya sudah paham pentingnya

mengganti luka

Perawat : Baik ibu sekarang ibu dapat beristirahat kembali

Klien : Iyah suster, terimakasih ya sus,,

Perawat : Sama-sama ibu Arlin, semoga rasa sakitnya terus berkurang.

Kalau begitu saya kembali ke ruangan. Nanti jika ada sesuatu


ibu bisa memanggil saya di ruangan.

Klien : Iya suster.

Kemudian perawat pergi meninggalkan pasien.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Perilaku asertif adalah menyatakan secara langsung suatu ide, opini, dan
keinginan. Tujuan perilaku asertif adalah untuk mengkomunikasikan sesuatu
pada suasana saling percaya.
2. Asertif dapat dipahami dengan baik bila membandingkan asertif dengan
dua gaya dalam merespon suatu situasi, yaitu: pasif (tidak peduli) dan agresif
(menyerang).
3. Komunikasi asertif memiliki ciri-ciri terbuka dan jujur, mau
mendengarkan, memberi pendapat, mencari solusi, saling menghargai,
menyatakan perasaan pribadi, dan mempertahankan hak pribadi.
4. Untuk mencapai perilaku asertif di butuhkan petunjuk, yaitu: evaluasi
terhadap hak-hak pribadi, mengemukakan problem dan konsekuensi
konflik,mengekspresikan perasaan tetntang situasi, dan mengemukakan apa yang
menjadi permintaan.
5. Berkomunikasi efektif berarti komunikator dan komunikan sama-sama
memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Kedua belah pihak yang
berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang disampaikan.
6. Aspek yang harus dibangun dalam komunikasi efektif yaitu kejelasan,
ketepatan, konteks, alur, dan budaya.

B.Saran
1.Perawat harus mampu menguasai teknik-teknik asertif agar komunikasi
yang dihasilkan antara perawat dan klien lebih berkualitas.
2.Untuk menghindari konflik yang berkepanjangan, seorang perawat tidak
boleh bersikap pasif maupun agresif tapi harus bersikap asertif.
3. Perawat harus mampu berkomunikasi secara efektif dalam praktik
keperawatan profesional yang merupakan unsur utama bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.scribd.com/doc/249635278/Makalah-Ilmu-Keperawatan-
Dasar-2
 http://sekilastentangduniakesehatan.blogspot.co.id/2015/06/komunikasi-
terapeutik-yang-efektif.html
 http://nareragan.blogspot.co.id/2012/06/komunikasi-terapeutik-dimensi-
respon.html
 https://www.academia.edu/7350901/Makalah_Komunikasi_Terapeutik
 http://fhara-eunhyuk.blogspot.co.id/2014/02/komunikasi-efektif-dan-
asertif.html

Anda mungkin juga menyukai