Anda di halaman 1dari 25

PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TANAH ABANG


Jl. KH Mas Mansyur No.30, Kelurahan Kebon
Kacang, Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat.
10240.
Telp. (021) 3150427 Fax. (021) 31902143
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena dengan berkat
rakhmat-Nya tersusunlah Pedoman Komunikasi Efektif dan Edukasi Rumah Sakit
Umum Daerah Tanah Abang Tahun 2018. Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada para pihak yang telah membantu tersusunnya pedoman ini.
Rumah Sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan. Komunikasi Efektif merupakan salah satu
unsur penting dalam Program Keselamatan Pasien. Komunikasi ini merupakan
penyampaian informasi antar para petugas rumah sakit baik perawat, dokter, bidan
dan petugas kesehatan yang lain. Proses Komunikasi ternyata tidak mudah, dan bila
dalam proses penyampaian tidak benar dapat menimbulkan salah persepsi, yang dapat
berakibat tidak baik. Berbagai variasi dapat terjadi dalam proses komunikasi dapat
berupa variasi dalam kata, intonasi, dialek, dan berbagai faktor lain termasuk faktor
lingkungan. Sehingga perlu disusun suatu pedoman dalam Komunikasi agar tercipta
suatu komuikasi yang efektif. Semoga Buku Pedoman ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Jakarta, Januari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I DEFINISI...........................................................................................................................1

BAB II RUANG LINGKUP…....................................................................................................4

BAB III TATA LAKSANA..........................................................................................................9

BAB V DOKUMENTASI...........................................................................................................21

i
BAB I
DEFINIS
I

Definisi Komunikasi Efektif

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan


memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu
pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud
dan tujuan pemberi pesan.
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (
attitude change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi, proses komunikasi efektif
artinya proses dimana komunikator dan komunikan saling bertukar informasi, ide,
kepercayaan, perasaan dan sikap antara dua orang atau kelompok yang hasilnya sesuai
dengan harapan.
Sederhananya, komunikasi efektif adalah proses komunikasi dimana komunikan
mengerti apa yang di sampaikan dan melakukan apa yang komunikator inginkan ( Walter
Lippman dalam Effendy 2005 )
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen
dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal.
Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit,
baik hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin
antar tim multidisplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi
sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan konsumen
eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara
individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali
hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah
buruknya sistem komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut.
Komunikasi melibatkan pembicara (orang yang memberi informasi), proses
penyampaian informasi, isi informasi dan pendengar (orang yang menerima informasi)
(Zumbrum, 2006)
Sebagai seorang pembicara, harus memperhatikan beberapa faktor untuk memberi
kesempatan kepada pendengar untuk mendengar dan memahami isi komunikasi. Tibodeau
(2003) menyampaikan enam hal untuk meningkatkatkan komunikasi efektif yakni
1. Pesan disampaikan tepat waktu, pesan berubah secara konstan dan bila terjadi
keterlambatan dalam menyampaikan pesan menyebabkan informasi ketinggalan zaman
(kuno).
2. Pesan hendaknya disampaikan dengan lengkap sehingga pendengar dapat mengerti
informasi yang ingin disampaikan.
3. Informasi disampaikan dengan jelas
4. Informasi harus akurat dan inti permasalahan, tidak membingungkan penerima
(pendengar).
5. Pesan di verifikasi oleh penyampai berita.

1
Komunikasi sangat tergantung pada persepsi dan sebaliknya persepsi juga tergantung
pada komunikasi. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam
memahami informasi mengenai lingkungannya. Baik buruknya proses komunikasi sangat
tergantung pada persepsi masing-masing staf yang terlibat didalamnya. Ketidaksamaan
pengertian antara penerima dan pengirim informasi akan menimbulkan kegagalan dalam
berkomunikasi.

Prinsip – Prinsip Komunikasi

Agar komunikasi menghasilkan komunikasi yang efektif, seseorang harus memahami


prinsip-prinsip dalam berkomunikasi. Ada lima prinsip komunikasi yang efektif yang harus
dipahami. Lima prinsip tersebut disingkat dengan REACH, yaitu Respect, Empathy,
Audible, Care,dan Humble.Lima prinsip komunikasi yang efektif itu adalah sebagai
berikut:

1. Respect
Respect adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang
akan kita sampaikan.
2. Empathy
Komunikasi yang efektif akan dengan mudah tercipta jika komunikator memiliki
sikapempathy. Empathy artinya kemampuan seorang komunikator dalam memahami
dan menempatkan dirinya pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang lain.
3. Audible
Audible adalah pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan melalui
media atau delivery channel.
4. Care
Care berarti komunikator memberikan perhatian kepada lawan komunikasinya.
Komunikasi yang efektif akan terjalin jika audience lawan komunikasi personal
merasa diperhatikan.
5. Humble
Humble adalah sikap rendah hati untuk membangun rasa saling menghargai.

Komponen – Komponen Komunikasi


1. Sender (pemberi pesan) : individu yang bertugas mengirimkan pesan
2. Receiver (penerima pesan) : seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk pesan
yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan.
3. Pesan : informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan akan efektif
bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim pesan.
4. Media : metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara ditulis,
diucapkan, diraba, dicium. Contoh : catatan atau surat adalah kata; bau badan atau cium
parfum adalah penciuman (dicium), dan lain-lain.
5. Umpan balik : penerima pesan memberikan informasi/ pesan kembali kepada pengirim
pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik merupakan proses yang
kontinue karena memberikan respons pesan dan mengirimkan pesan berupa stimulus
yang baru kepada pengirim pesan.

2
Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Beberapa factor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara


otoritas yang obyektif dalam organisasi, menurut pendapat Barnard (1968,175-181) adalah
:
1. Saluran komunikasi harus diketahui secara pasti
2. Harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi
3. Jalur komunikasi seharusnya langsung dan sependek mungkin
4. Garis informasi formal hendaknya dipergunakan secara normal
5. Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah orang- orang
yang berkemampuan cakap
6. Setiap komunikasi haruslah disahkan
7. Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisingan akan mempengaruhi
baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan
saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit
diterima.
8. Kejelasan pesan.
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang
kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan
komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan
sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu,
komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan,
dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.
Perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi adalah merupakan unsur pokok dalam
proses komunkasi. Komunikasi sendiri merupakan usaha untuk mengubah perilaku.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

Komunikasi sangatlah penting dalam hubungannya dengan professional kesehatan. Tanpa


adanya komunikasi sesuatu bisa dipersepsikan dan diinterpretasikan berbeda dengan yang
seharusnya. Apalagi orang yang berhadapan dengan kita (tenaga kesehatan) mempunyai
pengetahuan dan pemahaman serta prior knowledge yang tidak sama dengan tenaga kesehatan.

Komunikasi Efektif di Lingkungan Rumah Sakit


Komunikasi yang sering digunakan di rumah sakit adalah komunikasi verbal.
Komunikasi yang efektif kepada pasien harus disampaikan dengan bahasa yang
sesederhana mungkin, mudah dipahami, tidak menggunakan istilah medis yang tidak
dipahami oleh pasien dan disampaikan secara langsung. Akan tetapi, bukan berarti
komunikasi non verbal dikesampingkan karena justru penggunaan komunikasi non verbal
sangat berperan penting. Isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal yang
disampaikan oleh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasiennya.
Komunikasi yang efektif di dalam rumah sakit adalah merupakan suatu
issue/persoalan kepemimpinan. Jadi, pimpinan rumah sakit memahami dinamika
komunikasi antar anggota kelompok profesional, dan antara kelompok profesi, unit
stuktural; antara kelompok profesional dan non profesional; antara kelompok profesional
kesehatan dengan manajemen; antara profesional kesehatan keluarga; serta dengan pihak
luar rumah sakit, sebagai contoh : Pimpinan rumah sakit bukan hanya menyusun parameter
dari komunikasi efektif, tetapi juga berperan sebagai panutan (role model) dengan
mengkomunikasikan secara efektif misi, strategi, rencana dan informasi lain yang relevan.
Pimpinan memberi perhatian terhadap akurasi dan ketepatan waktu informasi dalam rumah
sakit.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami oleh
resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan atau tertulis. Komunikasi
yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang
diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain
yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan
segera / cito.
Profesional kesehatan seharusnya mempunyai kemampuan yang cukup untuk
berkomunikasi dengan keluarga pasien. Hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya
miskomunikasi akibat dari mispersepsi yang berdampak terhadap pelayanan rumah sakit.
Dampak tersebut tidak hanya dari segi material tapi juga citra pelayanan rumah sakit
semakin menurun.
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), komunikasi efektif dokter pasien
adalah pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang berlangsung secara
efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang
diperlukan dalam rangka membangun kerjasama antara dokter dengan pasien. Komunikasi
yang dilakukan secara verbal dan non verbal akan menghasilkan pemahaman pasien
terhadap keadaan kesehatannya,

4
peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternative untuk
mengatasi permasalahnnya (KKI, 2006).
Tenaga kesehatan harus memperhatikan hak pasien termasuk hak menerima informasi
secara jelas sehingga pasien dan keluarganya akan merasa puas terhadap pelayanan yang
diberikan. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien
puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien
merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain
tentang pengalaman buruknya.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus
menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan
kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik- baiknya, termasuk melakukan komunikasi
terhadap pelanggan dalam hal ini adalah pasien dengan mempertimbangkan latar
belakang budaya sehingga keluhan negative terhadap pelayanan kesehatan dapat
diminimalkan.
Bentuk-bentuk komunikasi adalah :
1. Komunikasi yang bersifat informasi (asuhan)
Komunikasi yang bersifat informasi (asuhan) di dalam rumah sakit adalah :
a. Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu, public area,
leaflet, lisan oleh frontliner.
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas front office,
IGD, semua titik-titik unit frontliner
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
2. Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) di dalam rumah sakit dan
masyarakat adalah :
a. Edukasi tentang obat
b. Edukasi tentang penyakit
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit
e. Edukasi tentang gizi.

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), keterampilan berkomunikasi


berlandaskan empat unsur yang merupakan intikomunikasi:
1. Sumber (yang menyampaikan informasi).
Siapa dia? Seberapa luas/dalam pengetahuannya tentang informasi yang
disampaikannya?
2. Isi pesan (apa yang disampaikan).
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
3. Media yang digunakan.
Apakah hanya berbicara? Apakah percakapan dilakukan secara tatap muka atau
melalui telepon, menggunakan lembar lipat, buklet, projector, peraga.
4. Penerima (yang diberi informasi).
Bagaimana karakternya? Apa kepentingannya? (langsung, tidak langsung).

5
Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan umpan balik. Dokter sebagai
sumber atau pengirim pesan harus mencari tahu hasil komunikasinya (apa yang dimengerti
pasien?).
Sejalan dengan keterampilan yang termuat dalam empat unsur ditambah umpan balik
tersebut, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut:
1. Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan tertutup dan
kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, parafrase,intonasi.
2. Mendengar, termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observasi), agar dapat memahami yang tersirat di balik yang tersurat
(bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar tidak
mengganggu komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan gerak tubuh, raut
muka dan sikap dokter.

Ruang lingkup komunikasi dalam pelayanan kesehatan di RSUD Tanah Abang


meliputi :
1. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
2. Komunikasi Efektif Perawat-Pasien
3. Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga
kesehatan lainnya
4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi

Komunikasi dengan Masyarakat


1. Populasi Masyarakat
Untuk daerah sasaran rumah sakit populasi yang ada meliputi masyarakat umum tanpa
mempunyai asuransi, masyarakat dengan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan yaitu peserta ex. Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan
TNI/Polri), pasien kecelakaan dengan menggunakan asuransi Jasa Raharja, dan pasien
peserta perusahaan- perusahaan swasta yang bekerjasama dalam pelayanan kesehatan
bagi karyawan.
2. Strategi
Komunikasi dilakukan melaui banner, spanduk dan komunikasi langsung ke
masyarakat dan perusahaan-perusahaan.
3. Isi Informasi
Informasi yang disampaikan adalah jenis pelayanan yang terdapat di rumah sakit, jam
pelayanan dan bagaimana akses pelayanan dari masyarakat ke rumah sakit termasuk
kualitas pelayanan yang diberikan.

Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga


1. Cara Informasi
Komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien dan keluarga harus dilakukan
komunikasi secara efektif. Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang mampu
menghasilkan perubahan sikap (attidute change) pada orang

6
yang terlibat dalam komunikasi. Komunikasi efektif yang dilakukan di rumah sakit
dapat berupa :
a. Komunikasi Verbal Efektif
1) Komunikasi yang dilakukan dengan jelas dan ringkas.
Dapat melalui contoh untuk membuat penjelasan lebih mudah dipahami oleh
penerima informasi/perintah/pesan,mengulang bagian yang penting sehingga
penerima pesan mengetahui “apa, siapa, mengapa, kapan, dimana dan
bagaimana”. Ide-ide disampaikan secara ringkas dengan menggunakan kata-
kata sehingga dapat mengekspresikan ide secara sederhana.
2) Perbendaharaan kata.
Menyampaikan pesan dan informasi serta istilah-istilah yang mudah dimengerti
pasien sesuai dengan tingkat pendidikan,budaya dan format sehingga pesan
menjadi efektif.
3) Intonasi dan kecepatan berbicara.
Intonasi dan kecepatan berbicara juga disesuaikan dengan tingkat pendidikan
dan budaya masyarakat setempat sehingga apa yang disampaikan menjadi jelas
dan dapat merubah perilaku penerima pesan.
b. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal dapat berupa ;
1) Intonasi dan kecepatan berbicara.
2) Sikap tubuh dan cara berjalan.
3) Ekspresi wajah dan kontak mata.
4) Sentuhan (kasih saying, dukungan emosional dan perhatian diberikan melalui
sentuhan dan sesuai dengan norma sosial)
2. Jenis Informasi
Informasi yang perlu disampaikan dari staf medis dan keperawatan kepada pasien
meliputi :
a. Jenis dan akses pelayanan di rumah sakit
b. Informasi diagnosa, pemeriksaan yang dilakukan dan akan dilakukan, terapi serta
rencana tindakan,inform consent.
c. Asuhan keperawatan , pendidikan pasien dan keluarga

3. Pemberi Informasi
Semua informasi disampaikan sesuai dengan kewenangan staf rumah sakit yaitu
front office, kasir, staf klinik (dokter IGD dan DPJP, perawat) dan non klinik.

Langkah Komunikasi Efektif


Langkah-langkah untuk Membangun Komunikasi Efektif. Adapun langkah- langkah
untuk membangun komunikasi yang efektif adalah sebagai berikut:
1. Memahami Maksud dan Tujuan Berkomunikasi.
2. Mengenali Komunikan.
3. Menyampaikan Pesan dengan Jelas.
4. Menggunakan Alat Bantu yang Baik.
5. Memusatkan Perhatian.

7
6. Menghindari Gangguan Komunikasi.
7. Membuat Suasana yang Menyenangkan.
8. Menggunakan Bahasa Tubuh (body language) yang Benar

Adapun aspek yang harus dibangun dalam komunikasi efektif adalah :


1. Kejelasan
Dalam komunikasi harus menggunakan bahasa secara jelas, sehingga mudah diterima
dan dipahami oleh komunikan.
2. Ketepatan
Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan kebenaran
informasi yang disampaikan.
3. Konteks
Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan
keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
4. Alur
Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau sistematika
yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap.
5. Budaya
Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan dengan
tata krama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan budaya
orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal maupun
nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi.

Hambatan dalam berkomunikasi antara lain


1. Hambatan fisik, komunikasi melintasi ruangan dengan cara berteriak-teriak, atau
komuikasi dengan beda lokasi antara pembicara dengan pendengar.
2. Hambatan persepsi, beda dalam menggunaan istilah kata
3. Hambatan emosi, perasaan tidak senang dalam berkomunikasi.
4. Hambatan budaya, budaya dapat emnghambat komunikasi.
5. Hambatan bahasa, kata yang dipergunakan dalam komunikasi mengandung bahasa
yang kurang dimengerti oleh pendengar

Dampak salah dalam berkomunikasi:


1. Menimbulkan kejadian tidak diharapkan hal ini disebabkan karena salah dalam
mengambil tindakan sebagai contoh pemberian KCl secara iv bolus padahal penyampai
berita yang dimaksud pemberian KCl secara iv drip.
2. Menimbulkan konflik antara penyampaia berita dengan penerima berita. Hal ini dapat
mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Rumah Sakit

8
BAB III
TATA LAKSANA

A. Pelaksanaan Komunikasi Efektif


1. Komunikasi Efektif Dokter - Pasien
Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupu pasien dapat
berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian.
Pasien sebagai pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian.
Pasien sebagai pengirim pasien, menyampaikan apa yang dirasakan atau
menjawab pertanyaab tenaga medis sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga medis
sebagai pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit,
rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak
dan dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga
medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap
pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali
perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan
informasi dan pengetahua yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu secara
proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan yang telah
disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang
mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien.“ Kalau dia
panas, berikan obatnya” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan
yang dimaksudkan oleh dokter.
Dokter perlu mencari cara untuk memastikan siibu mempunyai pemahaman yang
sama, misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat yaitu termometer. Dokter
mengajarkan cara menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si Ibu
diminta memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu
tubuh anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang
berbeda menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang,
intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosis maupun jenis
obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting
agar tidak terjadi salah interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai
pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru dapat dikatakan
lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang
meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami
sesuai yang diharapkan)
Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan
penalaran klinik mengenai tanda dan gejala
Ilness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa
yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu

9
merupakan pegalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi
kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya apa, apa yang dipikirkannya akan
menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998)
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang
pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor-patient
relationship), keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerjasama untuk
menyelesaikan masalah kesehatan pasien.

Di Dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh


Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.

1
3
2 3

 Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang


dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question
by doctor)
 Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/terstruktur
yang telah disusunnya sendiri (Doctor takes the lead through closed question
by the order)
 Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi
kedua belah pihak (Negotiating agenda by both).

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan


melahirkan keyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khusunya menciptakan
satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan
dokter akan listening skills and training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan betapa
pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam
batasan definisi berikut:
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien
b. Kemampuan afektifitas/sensitifitas terhadap perasaan pasien
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empati kepada
pasien.
2. Komunikasi Langsung
a. Penyuluhan kesehatan dalam safari kesehatan ke kelurahan/perusahaan
b. Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
c. Seminar kesehatan

1
B. Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga
1. Dokter IGD dengan Pasien dan Keluarga
a. Setelah dilakukan pemeriksaan [anamnesis,fisik] kemudian dokter menjelaskan
diagnosa atau perkiraan diagnosa pasien, serta pemeriksaan penunjang yang akan
dilakukan.
b. Dokter menjelaskan tujuan pemeriksaan, hasil yang diharapkan dari pemeriksaan
penunjang tersebut untuk menegakkan diagnose.
c. Untuk besarnya biaya pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, pasien atau
keluarga di minta ke bagian kasir secara langsung untuk mendapatkan informasi
atau informasi dari perawat yang sebelumnya sudah konfirmasi dengan kasir.
d. Apabila keluarga dan pasien setuju, pemeriksaan dapat dikerjakan.
e. Apabila keluarga dan pasien tidak setuju maka pemeriksaan tidak dilakukan dan
keluarga menandatangani surat penolakan.
f. Setelah hasil pemeriksaan penunjang (Radiologi,lab,EKG,USG) sudah selesai
kemudian dokter menjelaskan ke keluarga pasien .

2. Informasi Dokter DPJP dengan Pasien dan Keluarga


a. DPJP wajib memberikan pendidikan kepada pasien tentang kewajibannya
terhadap rumah sakit antara lain :
1) Memberi informasi yang benar, jelas dan jujur
2) Mengetahui kewajibannya dan tanggung jawab pasien dan keluarga
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4) Memahami konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
b. DPJP wajib membuat rencana pelayanan
1) Menuliskkan rencana pelayanan
 Dokter menuliskan rencana kerja atau permasalahan medis yang akan
ditangani
 Dokter menulis rencana tindakan yang akan dilaksanakan, dapat berupa
rencana pemeriksaan penunjang, konsul dan lain-lain.
 Dokter menyususn rencana terapi atau intervensi guna menangani
masalah.
 Dokter membubuhkan tanda tangan dan waktu penulisan.
2) Menginformasikan rencana pelayanan kepada pasien/ keluarga
 Dokter sudah menyampaikan pada pasien bahwa pasien diperiksa dan
dibuat diagnosa kerja.
 Dokter menyampaikan pada pasien pemeriksaan/tindakan apa yang akan
dilaksanakan.
 Dokter menyampaiakan kemungkinan manfaat dan resikonya
terhadap tindakan
 Dokter memastikan apakah pasien sudah paham.
 Dokter mempersilakan kepada pasien untuk menanyakan sesuatu apabila
belum jelas.

1
Dokter menuliskan pada dokumen rekam medis bahwa telah
menginformasikan rencana pelayanan dan membubuhkan paraf.

3. Informasi Front Office/Loket Pendaftaran dengan Pasien


a. Pendaftaran Pasien
1) Petugas pendaftaran memberikan salam hangat kepada pasien/keluarga pasien
yang datang ke bagian pendaftaran.
2) Petugas pendaftaran mewawancari pasien atau keluarga pasien terhadap
identitas pasien.
3) Untuk data nama pasien dilakukan eja huruf oleh pasien/keluarga pasien atau
diulang oleh petugas pendaftaran dengan mengeja huruf sehingga tidak terjadi
kesalahan nama pasien.
4) Untuk data tanggal lahir/umur, petugas mengulang menanyakan kebenaran data
dan apabila masih diragukan maka pengecekan langsung ke IGD untuk
memastikan kesesuaian antara umur dengan fisik pasien.
b. Pendaftaran Pasien Rawat Inap
1) Pasien/keluarga pasien datang ke bagian pendaftaran untuk melakukan
pendaftaran rawat inap.
2) Petugas pendafataran memberikan informasi tentang:
 Hak Dan Kewajiban Pasien
 Identifikasi Pasien
 Jenis Pelayanan
 Fasilitas Ruangan/Pelayanan
3) Petugas menuliskan terhadap isi penjelasan dari point 2 pada dokumen rekam
medis dan apabila hal-hal yang dijelaskan sudah dimengerti dan disetujui oleh
pasien/keluarga pasien maka dokumen rekam medis ditandatangani oleh
pasien/keluarga pasien dan petugas pendaftaran yang memberikan informasi.
Data rekam medis dimasukkan ke list pasien.
c. Jika terjadi perubahan kriteria tindakan dari ruang tindakan akan menginfomasikan
kepada keluarga pasien.
4. Informasi antara Perawat dengan Pasien dan Keluarga
a. Memberi salam pada pasien dan keluarga
b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang fasilitas yang ada di ruang
perawatan dan prosedur penggunaannya
c. Menjelaskan tata tertib di Rumah Sakit
d. Menjelaskan hak dan kewajiban pasien
e. Memberikan penjelasan dokter/petugas yang merawat .
f. Informasi waktu konsultasi
g. Informasi catatan perkembangan kondisi pasien dan rencana asuhan perawatan
h. Informasi tentang persiapan pulang.
i. Setiap selesai melaksanakan orientasi harus tercatat pada checklist dan ditanda
tangani oleh kedua belah pihak

1
C. Komunikasi antar Pemberi Layanan (Dokter, Tenaga Keperawatan, dan
Tenaga Kesehatan Lainnya)
Dalam memberikan pelayanan kesehatan di RSUD Tanah Abang antar pemberi
layanan komunikasi yang terjadi menggunakan tekhnik SBAR.
SBAR merupakan suatu tekhnik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan
identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara
perawat dan dokter. Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan
laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Tekhnik SBAR terdiri dari unsur Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya SBAR merupakan komunikasi standar
yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat
dari dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan. Empat (4) Unsur
SBAR yaitu:
1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien
2. Background
Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini
3. Assessment
Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
4. Recommendation
Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini

Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M, dkk,
2006)
Situation (S)  Sebutkan nama anda dan unit
 Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar
pasien
 Sebutkan masalah pasien tersebut
(misalnya sesak nafas, nyeri dada, dll)

Background (B)  Sebutkan diagnosis dan data klinis


pasien sesuai kebutuhan
 Status kardiovaskuler (Nyeri dada,
tekanan darah,EKG, dsb)
 Status respirasi (Frekuensi pernafasan, SpO2,
analisa gas darah, dsb)
 Status gastrointestinal (Nyeri perut,
perdarahan,dsb)
 Neurologis (GCS, Pupil)
 Hasil laboratorium/pemeriksaan
penunjang lainnya
Assessment  Sebutkan problem pasien tersebut
 Problem kardiologi
 Problem gastro-intestinal
Recommendation Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan)

1
 Saya meminta dokter untuk :
 Memindahkan pasien ke ICU
 Segera datang melihat pasien
 Mewakilkan dokter lain untuk datang
 Konsultasi ke dokter lain
 Pemeriksaan atau terapi apa yang
diperlukan:
 Foto rontgen
 Pemeriksaan analisa gas darah
 Pemeriksaan EKG
 Pemberian oksigenasi
 Beta 2 agonis nebulizer

D. Komunikasi dengan Masyarakat


1. Komunikasi dengan menggunakan media
a. Spanduk
 Spanduk himbauan kesehatan yang berkaitan dengan peringatan hari- hari
besar nasional dan internasional, seperti : Peringatan hari kesehatan, hari anak
nasional, HIV AIDS sedunia dll
 Spanduk pelayanan rumah sakit
b. Standing Banner tentang himbauan kesehatan
c. Sign Box dan Neon Box
 Pelayanan UGD 24 Jam
 Jadwal Poli Spesialis
 Neon Box Pelayanan Rumah Sakit
d. Brosur dan flayer
 Brosur tentang pelayanan rumah sakit
 Flayer Gizi
 Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit

2. Komunikasi langsung
a. Penyuluhan kesehatan dalam safari kesehatan ke masyarakat
sekitar/perusahaan
b. Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
c. Seminar kesehatan

A. Komunikasi Asuhan dan Edukasi


Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu:
1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasanya
dilakukan oleh petugas pendaftaran yang meliputi:
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternatif mengenai asuhan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan
pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
1
1
Contoh sikap petugas pendaftaran ketika menerima pasien:
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“selamat
pagi/siang/sore/malam, saya…(nama))
b. Mempersilahkan pasien duduk
c. Menanyakan nama pasien (Maaf, dengan bapak/ibu?)
d. Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu….(nama))
e. Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).
f. Menilai suasana lawan bicara
g. Memperlihatkan sikap non verbal (raut wajah, mimik, gerak/bahasa tubuh dari
pasien)
h. Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
i. Memberikan informasi yang diperlukan pasien
j. Memberikan informasi jadwal praktek
k. Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu
l. Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang
disampaikan
m. Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang bisa kami bantu
bpk/ibu?)
n. Mengucapkan salam penutup (“terima kasih atas waktunya bpk/ibu. Apa bila
adalagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani)

2. Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga pasien


Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya
mengikuti proses pengobatan, tindakan, gizi, rehabilitasi medik, manajemen nyeri dan
manajemen jatuh yang telah ditetapkan.
Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi
a. Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan edukasi
pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan pasien Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
 Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
 Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
 Hambatan emosional dan motivasi
 Keterbatasan fisik dan kognitif
 Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
b. Tahap penyampaian informasi
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil
asesmen pasien, yaitu :
 Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan edukasinya

1
 Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses
komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak
seperti brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga sekandung (istri,
anak, ayah, ibu atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
 Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau depresi) maka
proses komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan
media cetak seperti brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya.
c. Tahap Verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kejelasan dan pemahaman edukasi yang diberikan:
 Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi
yang telah diberikan
 Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka veriikasi dapat dilakukan
dengan cara menanyakan kepada keluarganya dengan pertanyaan yang sama,
yaitu “Apakah Bpk/Ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”
 Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah, depresi) maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai
sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan
melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien diharapkan komunikasi yang


disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua
arahan dari rumah sakit diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

F. Pelaksanaan Komunikasi Efektif


1. Komunikasi Efektif di Ruang Pendaftaran
Pendaftaran dapat dilakukan oleh pasien, yaitu :
a. Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus
dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja untuk
mendaftar. Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu diarahkan ke
tempat yang sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan rumah
sakit ini, perlu disambut dengan 5S (senyum, sambut, sapa, salam, Santun ) oleh
petugas pendaftaran. Sambutan tersebut berupa salam hangat yang dapat membuat
mereka merasa tentram berada di rumah sakit. Di tempat tersebut, pasien akan
ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan keperluan yang dituju.

2. Komunikasi Efektif Rawat Jalan

1
Saat pasien berada di Instalasi Rawat Jalan pasien harus melakukan timbang,
tensi, atau ukur tinggi badan di ruang nurse station (NS). Perawat akan melakukan
komunikasi dengan melakukan 5S (senyum, sambut, sapa, salam, santun) dan
mengarahkan pasien sesuai dengan dokter/keperluan yang dituju.
Rumah sakit menyediakan ruangan poliklinik untuk pasien rawat jalan yang
memerlukan konsultasi atau ingin mendapatkan informasi. Konsultasi dilayani oleh
dokter spesialis, dokter umum, bidan dan konselor.
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang
mengantarkannya ke rumah sakit. Mereka ini tidak dalam keadaan sakit, sehingga
memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai media komunikasi yang
tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di setiap poliklinik, khususnya ruang tunggu,
dipasang poster-poster, disediakan selebaran (leaflet), dipasang televisi yang dirancang
untuk menayangkan informasi tentang kesehatan.
Konsultasi yang dilakukan secara individual dilakukan dengan sikap
profesional, menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), sikap profesional ini penting
untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini
hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi
berlangsung, dan di akhir konsultasi.

3. Komunikasi Efektif Rawat Inap


Pada saat pasien sudah masuk rawat inap, umumnya pasien sangat ingin
mengetahui seluk-beluk penyakitnya. Sementara pasien dengan penyakit kronis dapat
menunjukkan reaksi yang berbeda-beda seperti apatis, agresif atau menarik diri. Hal ini
disebabkan penyakit kronis umumnya memberikan pengaruh fisik dan kejiwaan serta
dampak sosial kepada penderitanya. Kepada pasien seperti ini, kesabaran dari petugas
rumah sakit sangat diharapkan, khususnya dalam pelaksanaan komunikasi
pemberdayaan. Beberapa cara komunikasi pemberdayaan dapat dilakukan melalui
konseling sebagai berikut :
a. Konseling di Tempat Tidur
Konseling di tempat tidur (bedside conseling) dilakukan terhadap pasien
rawat inap yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tidurnya dan
harus terus berbaring. Dalam hal ini, perawat yang menjadi konselor harus
mendatangi setiap pasien, duduk di samping tempat tidur pasien tersebut dan
melakukan pelayanan konseling.
Dalam melakukan konseling di tempat tidur, konselor membawa alat peraga
yang berisi informasi tentang penyakit pasien tersebut.

4. Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan Pasien Prosesnya :


a. Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan
keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):

 Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.


 Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan.

1
 Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah)
 Keterbatasan fisik dan kognitif.
 Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

b. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
 Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
 Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung)
dan menjelaskannya kepada mereka.
 Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.

c. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira
apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.

 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak
keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari
?”.
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi
yang diberikan dan pahami.

5. Komunikasi efektif code red


Komunikasi dan sosialisasi yang efektif terhadap seluruh penghuni baik Tim
Penanggulangan Kebakaran, pegawai, pengunjung dan pihak lain yang berada di lingkungan
rumah sakit dalam mencegah, menanggulangi dan evakuasi kebakaran. Cara komunikasi
adalah sebagai berikut :
 Informasikan utamakan keselamatan pasien Hubungi Security/Kordinator Keadaan
Darurat (KKD) Sebutkan nama, lokasi dan kondisi api

1
6. Komunikasi efektif code blue
Komunikasi dan sosialisasi yang efektif terhadap seluruh Tim code blue, seluruh tenaga
medis dan security di lingkungan rumah sakit dalam menanggulangi kasus henti jantung.
Cara komunikasi adalah sebagai berikut :
 Mengaktifkan code biru dengan menghubungi ext telepon 110. Sebutkan nama dan lokasi
kejadian.
 Menginformasikan kejadian code blue kepada team code blue RSUD Tanah abang
dengan menyebutkan nama dan lokasi kejadian sebanyak 3x
7. Komunikasi efektif Code Black
Code black diaktifkan bila ditemukan adanya informasi ancaman bom dan benda- benda
yang dicurigai dan tidak dikenal, cara komunikasi efektif adalah sebagai berikut :
 Melaporkan kepada pos komando keamanan untuk menghidupkan code black dengan
menyebutkan lokasi secara mendetail, jangan di sentuh serta isolasi area atau benda yang
dicurigai.
 Melaporkan ke Koordinator Keadaan darurat gedung dan keamanan serta kemudian
menghubungi kepolisian RI, mempertimbangkan untuk mengevakusi penghuni gedung
 Jika menerima telepon ancaman atau peringatan; bertanya kepada penelpon informasi
sebanyak mungkin
8. Komunikasi Efektif antar pemberi asuhan staff klinis pada CPPT, Ringkasan pulang pasien
Rawat jalan / Rawat inap, dan saat transfer/ rujuk/ serah terima
 Komunikasi efektif antar pemberi asuhan staff klinis dalam cppt harus menggunakan
SBAR. SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang
memerlukan perhatian dan tindakan segera. Tekhnik SBAR terdiri dari unsur
Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya SBAR
merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang
terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan
dokter harus mengambil tindakan.
 Ringkasan pulang memuat kapan pasien masuk dan dipulangkan, keadaan saat masuk
dan saat dipulangkan. Terapi yang sudah diberikan, tanggal kontrol, serta berisi tanda
tangan dari pemberi informasi tersebut. Baik pada pasien rawat jalan. Rawat inap,
maupun bila pasien dirujuk
 Pada setiap serah terima selain berkomunikasi menggunakan prinsip SBAR, juga
wajib membubuhkan stempel serah terima pasien yang di tanda tangani tenaga medis
sebagai bukti komunikasi sudah efektif dan jelas.

2
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua
arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi
formulir edukasi dan informasi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien
atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah
diberikan edukasi dan informasi yang benar.

2
BAB IV
DOKUMENTASI

Segala bentuk komunikasi efektif yang sudah dilakukan kemudian didokumentasikan


kedalam dokumen yang ada di rekam medis pasien, maupun dokumen laporan kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai