Potensi Ikan Ok PDF
Potensi Ikan Ok PDF
publisher
ii
Pendahuluan
Editor :
Ali Suman
Wudianto
Bambang Sumiono
Hari Eko Irianto
Badrudin
Khairul Amri
Kerjasama
BALAI PENELITIAN Ref Graphika
PERIKANAN LAUT
dengan
PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN
Balai Penelitian Perikanan Laut
DAN
Pusat KONSERVASI
Penelitian SUMBER
Pengelolaan DAYA
Perikanan IKAN
dan Konservasi
BADAN PENELITIAN Sumber DAN PENGEMBANGAN
Daya Ikan KELAUTAN
Badan Penelitian danDAN PERIKANAN
Pengembangan Kelautan dan Perikanan
2014
2014
iii
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Editor :
Ali Suman
Wudianto
Bambang Sumiono
Badrudin
Duto Nugroho
iv
Potensi Dan Tingkat
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia (WPP-RI)
Kontributor
Ali Suman
Wudianto
Bambang Sumiono
Badrudin
Duto Nugroho
Gede Sedana Merta
Suwarso
Muhammad Taufik
Khairul Amri
Duranta Kembaren
Asep Priyatna
Elvi Setiaji
Septa Prihantara
Prihatiningsih
Umi Chodrijah
M. Fauzi
Tri Ernawati
Enjah Rahmat
2014
v
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
vi
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Pada saat ini pemanfaatan sumber daya ikan di Indonesia sudah mengarah kepada
upaya pengendalian dan cenderung menuju pada tahapan yang over-fishing. Apabila
kondisi ini berjalan terus menerus dalam jangka panjang dikhawatirkan akan terjadinya
penurunan stok sumber daya ikan yang selanjutnya akan mengancam kelestarian
sumberdaya tersebut dan lebih memiskinkan nelayan. Dalam perspektif yang demikian,
maka seluruh stake-holder perikanan tangkap harus bersinergi dalam merumuskan dan
menjalankan konsep-konsep penguatan pengelolaan. Dengan demikian, sumberdaya
ikan akan dapat dimanfaatkan secara optimal dan bekelanjutan bagi kepentingan
pembangunan perikanan di Indonesia.
Makalah-makalah yang dimuat dalam buku ini adalah makalah yang disusun
bersama oleh editor dan kontributor dan merupakan hasil penelitian Balai Penelitian
Perikanan Laut Jakarta. Makalah-makalah dalam buku ini telah dievaluasi dan
dikoreksi oleh Editor, untuk kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan secara bersama-
vii
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
sama kontributor. Atas usaha dan kerja keras dari editor dan para kontributor dalam
penyempurnaan makalah-makalah yang termuat dalam buku ini diucapkan terima kasih.
Sebagai suatu karya ilmiah, saya mengharapkan buku ini dapat dijadikan sebagai
salah satu acuan dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya ikan secara
berkelanjutan di Indonesia. Semoga Allah Yang Maha Pemurah senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya bagi kita semua serta semoga buku ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan bangsa Indonesia.
Kepala Balai,
viii
DAFTAR ISI
ix
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
DAFTAR TABEL
Pendahuluan
Tabel 1. Matrik aplikasi metoda pengkajian stok sumberdaya ikan
terhadap kelompok spesies pada setiap WPP-RI.................... 6
Bagian IV WPP-RI 711 : Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina
Selatan
Tabel IV-1. Perkembangan laju tangkap, kepadatan stok dan standing stok
Ikan demersal antara tahun 1975-2005 ................................. 69
Tabel IV- 2. Perkembangan ukuran ikan demersal pada tahun 1989 dan
2001 ..................................................................................... 72
Tabel IV-3. Komposisi jenis ikan pelagis kecil dari hasil tangkapan pukat
cincin yang mendarat di Palembang, Pemangkat dan
Pekalongan tahun 2003-2005: .............................................. 77
x
Daftar Tabel
Tabel IV-4. Laju kematian (Z, M, F) dan tingkat pemanfaatan (E) ikan
layang (Decapterus spp.). ...................................................... 80
Tabel IV-5. Perkembangan nilai Lm ikan layang (Decapterus spp.) dan
banyar (R. kanagurta) pada tahun 1997 dan 2004. .............. 80
xi
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
DAFTAR GAMBAR
Pendahuluan
Gambar 1. Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia dan tipe dasar
perairan ............................................................................ 7
Gambar 2. Perairan laut di Indonesia dan pola aliran massa airnya
dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia (Gordon
dalam Fieux et al., 1995). ................................................. 10
Bagian I WPP-RI 571 : Selat Malaka dan Laut Andaman
Gambar I-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan
tertangkap dengan trawl di Selat Malaka, Juni 2008. ........ 16
Gambar I-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman ......................................................................... 17
Gambar I-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang ekonomis di WPP-RI 571 Selat Malaka dan
Laut Andaman ................................................................. 18
Gambar I-4. Komposisi (%) jenis udang di WPP-RI 571 Selat Malaka
dan Laut Andaman, 2011 ................................................ 20
Gambar I-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman.. 21
Gambar I-6. Kurva hubngan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman . 22
Gambar I-7. Komposisi (%) jenis ikan pelagis kecil di WPP-RI 571
Selat Malaka dan Laut Andaman tahun 2011................... 23
Gambar I-8. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman ......................................................................... 24
xii
Daftar Gambar
Gambar I-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman. ........................................................................ 25
Gambar I-10. Komposisi (%) jenis ikan pelagis besar di WPP-RI 571
Selat Malaka dan Laut Andaman, tahun 2011.................. 27
Gambar I-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis besar di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman ......................................................................... 28
Gambar I-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya
sumber daya ikan tongkol di WPP-RI 571 Selat
Malaka dan Laut Andaman. ............................................ 29
xiii
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar II-8. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil hasil tangkapan
purse seine di perairan WPP-572 tahun 2011. ................ 40
Gambar II-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP-572 Samudera Hindia sebelah
Barat Sumatera dan Selat Sunda ....................................... 41
Gambar II-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
cumi-cumi di WPP-572 Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera dan Selat Sunda ................................................ 42
Gambar II-11. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-572 Samudera
Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda ............... 44
Gambar II-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis besar di WPP-572 Samudera Hindia sebelah
Barat Sumatera dan Selat Sunda ....................................... 45
Gambar I-13. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan tongkol di WPP- 572 Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera dan Selat Sunda ................................................ 46
xiv
Daftar Gambar
xv
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
xvi
Daftar Gambar
Gambar V-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP-712 Laut Jawa ............................. 91
Gambar V-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP 712- Laut Jawa................................ 92
Gambar V-6. Komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 712-Laut
Jawa ................................................................................. 94
Gambar V-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang penaeid di WPP 712 Laut Jawa .......................... 95
Gambar V-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikanan lobster di WPP 712 Laut Jawa ...................... 96
Gambar V-9. Perluasan daerah penangkapan pukat cincin yang yang
menangkap pelagis kecil berbasis di Pekalongan dan
Juwana (Jawa Tengah). .................................................... 97
Gambar V-10. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di WPP
712 Laut Jawa .................................................................. 98
Gambar V-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan pelagis kecil di WPP 712 Laut Jawa ......................... 99
Gambar V-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP 712 Laut Jawa .................................. 100
Gambar V-13. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP 712 Laut Jawa. 101
Gambar V-14. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikanan pelagis besar di WPP 712 Laut Jawa .............. 102
Gambar V-15. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan tongkol di WPP 712 Laut Jawa ............................... 103
xvii
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar VI.3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone,
Laut Flores dan Laut Bali ................................................. 109
Gambar VI.4. Komposisi (%) hasil tangkapan udang dengan trawl di
perairan timur Kalimantan tahun 2006 ............................ 111
Gambar VI.5 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang penaeid WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone,
Laut Flores dan Laut Bali ................................................. 112
Gambar VI.6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut
Flores dan Laut Bali ......................................................... 113
Gambar VI.7. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil di WPP-RI 713.
Selat Makassar,Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali ...... 115
Gambar VI.8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikanan pelagis kecil di WPP-RI 713. Selat Makassar,
Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali ............................. 116
Gambar VI.9 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP RI. 713. Selat Makassar, Teluk Bone,
Laut Flores dan Laut Bali....................................................... 117
Gambar VI.10. Komposisi jenis (%) ikan pelagis besar selain tuna di
WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan
Laut Bali .......................................................................... 118
Gambar VI.11 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikanpelagis besar selain tuna di WPP- RI 713. ................ 119
Gambar VI.12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan tongkol di WPP- RI 713. Selat Makassar, Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Bali ....................................... 120
xviii
Daftar Gambar
xix
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
xx
Daftar Gambar
Gambar IX-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan
sebelah utara Pulau Halmahera ....................................... 156
Gambar IX-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikan cumi-cumi di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan
sebelah utara Pulau Halmahera ........................................ 157
Gambar IX-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan pelagis besar di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan
sebelah utara Pulau Halmahera ........................................ 158
Gambar IX-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan tongkol di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah
utara Pulau Halmahera..................................................... 159
xxi
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar X-11. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
pelagis besar di Samudera Pasifik (WPP 717) ................... 173
Gambar X-12. Kurvahubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
tongkol di Samudera Pasifik (WPP 717) .......................... 174
Bagian XI WPP-RI 718 : Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor
Bagian Timur
Gambar XI-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan
di WPP-RI 718 tahun 2011 ............................................. 177
Gambar XI-2. Komposisi (%) jenis ikan karang ekonomis dominan
tertangkap di WPP-RI 718 tahun 2011 ........................... 178
Gambar XI-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
demersal di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru dan
Laut Timor bagian Timur ................................................ 179
Gambar XI-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
karang ekonomis di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru
dan Laut Timor bagian Timur .......................................... 180
Gambar XI-5. Daerah penyebaran udang penaeid di perairan Arafura
tahun 2006 ...................................................................... 181
Gambar XI-6. Komposisi (%) jenis udang penaeid di WPP-RI 718
Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur,
tahun 2011 ..................................................................... 182
Gambar XI-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor
bagian Timur ................................................................. 183
Gambar XI-8. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan pelagis kecil dominan
di WPP-RI 718 tahun 2011 ............................................. 184
Gambar XI-9 Kurva hubungan produksi dan upaya ikan pelagis kecil di
WPP-RI 718 .................................................................... 185
Gambar XI-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP-RI 718. ............................................. 186
Gambar XI-11. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-RI 718 ...........
Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur,
tahun 2011 ...................................................................... 187
xxii
Daftar Gambar
Gambar XI-12. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
pelagis besar di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru dan
Laut Timor bagian Timur ............................................... 188
Gambar XI-13. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
tongkol di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru dan
Laut Timor bagian Timur ................................................ 189
xxiii
PENDAHULUAN
1
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
2
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan perikanan, rakyat melalui DPR
mengamanatkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Pasal 7(1) Undang
Undang No. 31 Tahun 2004 yang diamendemen menjadi Undang-Undang No.45 Tahun
2009 untuk menetapkan potensi dan alokasi sumberdaya ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP) Republik Indonesia. Untuk bahan penetapan potensi tersebut telah
dilakukan beberapa kali kajian stok sumberdaya ikan.
Potensi ikan laut dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) beberapa kelompok
species ikan seperti, pelagis besar, pelagis kecil, demersal, udang, cumi-cumi, ikan hias,
moluska dan tripang, benih alam komersial, ikan konsumsi perairan karang pertama kali
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 995/Kpts/IK 210/9/99.
Pada tahun 2001, berdasarkan 9 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) kajian ulang
berikutnya telah dilakukan pada sembilan WPP yang sama terhadap beberapa kelompok
spesies, yang kemudian disusul dengan kajian ulang berikutnya pada tahun 2005. Metoda
pengkajian yang dipergunakan pada tahun 1998 dan 2001 mencakup metoda akustik,
Swept Area Method, Model Surplus Produksi dan sensus visual.
Berbeda dengan kajian sebelumnya, pengkajian sumber daya ikan pada tahun 2005 hanya
dilakukan terhadap 4 kelompok spesies ikan (pelagis besar, pelagis kecil, demersal dan
udang) secara kualitatif dengan lebih memperhatikan indikator perikanan, biologi dan
ekologi, sehingga pada kajian tersebut tidak diperoleh angka potensi dan JTB. Walaupun
demikian, melalui kajian indikator tersebut dapat ditetapkan tingkat pengusahaan masing
masing kelompok spesies pada setiap WPP.
Pada tahun 2008 kembali dilakukan kajian ulang secara kuantitatif terhadap empat
kelompok spesies pada masing masing WPP, dimana metoda yang dipergunakan adalah
Model Surplus Produksi yang hanya didasari oleh dua variabel input yaitu hasil tangkapan
(Catch) dan upaya penagkapan (Effort) yang diperoleh dari Buku Statistik Nasional
Perikanan Tangkap yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap –
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Dalam upaya mencapai pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan
perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di seluruh
Indonesia, Wilayah Pengelolaan Perikanan kemudian diubah dari 9 WPP menjadi 11
WPP berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.01/Men/2009
tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
3
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Perubahan WPP ini tentunya akan memberikan implikasi terhadap hasil perhitungan
potensi dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB), sehingga perlu dilakukan
koreksi terhadap perhitungan yang telah dilakukan terdahulu.
Pada tahun 2011 dilakukan kajian ulang pertama kali setelah WPP berubah menjadi
11 WPP dan metoda yang dipergunakan sudah menggabungkan metode holistik dan
analitik. Hasil kajian ini telah dibuat menjadi dasar kebijakan pemanfaatan sumber daya
ikan di Indonesia dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
(KepMen KP. No. 45 Tahun 2011.
Dalam kaitan untuk memperbarui data dan informasi KepMen KP No. 45 Tahun 2011
tersebut, terutama untuk mengakurasi status pemanfaatan sumber daya ikan di Indonesia,
maka dilakukan revisi potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan. Buku ini
akan membahas secara utuh mengenai hal tersebut dengan penekanan pada penetapan
potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Indonesia, yang diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan utama untuk merevisi KepMen KP No.45 Tahun 2011.
2. Pengertian
Kkelompok jenis ikan yang dikaji meliputi 8 kelompok yaitu : demersal, ikan karang,
udang, lobster, pelagis kecil, cumi-cumi, tongkol dan pelagis besar non tuna. Pelagis
besar tuna tidak dibahas dalam buku ini karena ‘assessment’ sumberdaya ikan tuna
yang mempunyai sifat migrasi jauh (highly migratory species) harus dilakukan dengan
mengikutsertakan data dari negara-negara yang terletak pada alur migrasi dari ikan
tersebut. Pengkajian stok sumber daya tuna dilakukan oleh negara-negara yang tergabung
dalam organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO, Regional Fisheries Management
Organization), yaitu IOTC (Indian Ocean Tuna Commission), CCSBT (Commission for
the Conservation of Southern Bluefin Tuna) dan WCPFC (Western and Central Pacific
Fisheries Commission).
Kelompok ikan demersal (termasuk karang) adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar
dari masa kehidupannya berada di dasar atau dekat dasar perairan. Perairan paparan benua
(continental shelf) dengan dasar yang relatif rata biasanya merupakan daerah penangkapan
ikan demersal. Ciri-ciri utama kelompok ikan tersebut antara lain adalah; membentuk
gerombolan yang tidak besar, gerak ruaya yang tidak jauh dan aktifitas gerak yang relatif
rendah. Ikan demersal yang paling umum dikenal masyarakat antara lain adalah; kakap
merah, bawal putih, manyung, kuniran, kurisi, gulamah, layur, beloso dan peperek.
4
Pendahuluan
Secara ekologis kelompok sumber daya udang (termasuk lobster) merupakan sumber daya
demersal. Karena posisinya sebagai komoditas ekspor perikanan yang sangat penting
dan sifat-sifat biologi yang berbeda dari ikan pada umumnya, upaya pengkajian stoknya
dilakukan secara terpisah.
Sumber daya ikan pelagis (termasuk cumi-cumi) adalah jenis-jenis ikan yang sebagian
besar dari siklus hidupnya berada di permukaan atau dekat permukaan perairan, dengan
karakteristik: membentuk gerombolan yang cukup besar, beruaya (migrasi) yang cukup
jauh dengan gerak/aktifitas yang cepat. Sumber daya ikan pelagis kecil yang paling umum
antara lain adalah: layang, kembung, selar, tembang, lemuru, teri dan ikan terbang.
Ikan pelagis besar antara lain adalah; tuna, cakalang tongkol, tenggiri, cucut, marlin dan
layaran. Kelompok ikan pelagis besar lebih bersifat oseanik sedangkan ikan pelagis kecil
lebih bersifat neritik. Semua jenis ikan pelagis besar pada umumnya beruaya sangat jauh
hingga melampaui yurisdiksi suatu negara, sehingga pengkajian stok dan pengelolaannya
biasanya selalu dilakukan secara internasional, sesuai dengan alur migrasinya. Kelompok
mamalia yang lebih bersifat pelagis (besar) antara lain adalah lumba-lumba, dugong dan
ikan paus.
Berbeda dengan kajian tahun 1998 dan 2001, dimana tingkat pemanfaatan ditetapkan
berdasarkan perbandingan nilai JTB dan produksi saat itu, hal baru yang muncul dalam
tulisan ini adalah, selain Potensi Lestari dan JTB (80% x Potensi Lestari), diperoleh
informasi tentang Upaya Optimum dari setiap kelompok ikan pada setiap WPP, sehingga
dengan membandingkan Upaya Optimum dengan upaya saat ini maka akan diketahui
tingkat pemanfaatannya yang dapat dijadikan titik acuan dalam penentuan jumlah kapal
standard yang dapat memperoleh ijin penangkapan.
3. Metode
Kajian stok sumberdaya ikan untuk mengestimasi potensi produksi sumberdaya
ikan dilakukan dengan beberapa model dan metoda kuantitatif disesuaikan dengan
ketersediaan data dan karakteristik perikanannya. Pada dasarnya metode ini digolongkan
menjadi model holistik dan analitik.
Metoda kajian tersebut mencakup analisis kuantitatif baku (holistik) yang digunakan
dalam biologi perikanan (model surplus produksi/surplus production model dan swept area
method) dan teknik estimasi dengan akustik (Widodo, 2003), maupun metoda yang
digunakan dalam operation research yaitu model optimasi (Purwanto, 2003). Aplikasi
metoda tersebut disajikan dalam bentuk matriks menurut grup spesies pada setiap WPP
(Tabel 1).
5
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
6
Pendahuluan
Hasil kajian sumberdaya ikan berdasarkan kelompok jenis pada setiap wilayah pengelolaan
perikanan diuraikan pada bab-bab selanjutnya.
4. Karakteristik Lingkungan
Pada umumnya di perairan Indonesia dapat ditemukan semua bentuk dasar perairan,
seperti paparan (shelf), landas benua (continental slope), bentuk-bentuk cekungan yang
dalam berupa basin dan palung (basin, abyssal, trench dan trough), bentuk-bentuk elevasi
berupa punggung-punggung (rise and ridge, plateau), bentuk-bentuk karang (reefs), atol,
beting (shoal) dan gosong (banks). Wilayah perairan laut Indonesia diapit oleh dua
samudera besar yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Kedua samudera besar
ini terhalang dengan bentangan paparan Sunda di bagian Barat dan paparan Arafura di
bagian timur. Massa air dari samudera Hindia dan Samudera Pasifik masih terhubung
oleh beberapa deep channel pertama di Lombok dan kedua di Nusa Tenggara Timur
seperti terlihat pada Gambar 1.
7
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Paparan sunda umumnya memiliki topografi dasar yang relatif rata meliputi WPP 711
Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan, Selat Malaka bagian selatan, dan
WPP 712 Laut Jawa. Rata-rata kedalaman Laut Jawa sekitar 40 m dimana perairan
dengan kedalaman terdalam ditemukan di sebelah utara Madura. Tipe dasar perairan
sebagian besar lumpur berpasir terutama di bagian selatan dan sebagian terdapat aliran air
tawar yang mengalir dari beberapa sungai. Di perairan sebelah utara umumnya memiliki
dasar pasir dan sebagian terdapat terumbu karang. Dengan kondisi seperti di atas sangat
berpengaruh terhadap keanekaragaman, penyebaran dan kelimpahan sumber daya
ikannya. Secara garis besar sumber daya ikan di perairan paparan Sunda dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu ikan demersal, udang, pelagis kecil dan pelagis besar. Kelompok
sumberdaya demersal dan pelagis kecil di wilayah paparan Sunda memberikan kontribusi
utama sedangkan kelompok ikan pelagis besar non tuna seperti tongkol dan tenggiri
memberikan kontribusi yang tidak terlampau besar.
Wilayah paparan Arafura (Sahul) masuk dalam WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru,
Laut Arafura, dan Laut Timor bagian Timur. Laut Arafura sebagian besar merupakan
perairan dangkal dan bagian dari paparan Arafura dengan kedalaman kurang dari 100
m. Arafura merupakan wilayah kontinental shelf yang sangat produktif (Widjopriono et
al. 2007). Sumber daya udang dan demersal pada wilayah ini sangat tinggi. Karakteristik
lingkungan sangat beragam dan dipengaruhi oleh struktur pantai dan teresterial serta
massa air laut dari perairan sekitarnya. Dasar perairan didominasi oleh substrat lumpur
halus yang bercampur dengan detritus yang berasal dari serasah hutan mangrove.
Sekitar 80 % garis pantai ditutup oleh hutan bakau (yang didominasi oleh Rhizopora
sp). Turbiditas yang tinggi terjadi hampir di seluruh perairan pantai disertai dengan
akumulasi sedimen yang mencolok di beberapa tempat (antara lain Teluk Bintuni).
Pengaruh pusaran arus dalam (internal current) membentuk ‘tumpukan’ sediment yang
bercampur dengan detritus seolah-olah seperti gerombolan (schooling) ikan yang sangat
padat. Laut Arafura bagian barat merupakan wilayah perairan dengan kedalaman yang
lebih dalam, sumberdaya ikan yang dapat dimanfaatkan adalah jenis ikan kakap laut
dalam (Etelis spp) (Badrudin et al., 2005)
Wilayah perairan Samudera Hindia merupakan wilayah perairan oseanik dengan dasar
perairan yang memiliki topografi bergunung dan berbukit bukit. Sumberdaya yang
menonjol pada wilayah perairan ini adalah pelagis besar. Beberapa sumberdaya lain adalah
sumberdaya udang dan demersal yang berada terutama di wilayah dekat dengan pantai.
Topografi dasar perairan Samudera Hindia sebagian besar berbentuk basin. Basin-basin
besar Australia-Hindia terletak di sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa.
Bentuk tertentu yang di dekat/di wilayah Indonesia yang erat hubungannya dengan
struktur daratan yaitu adanya palung yang memanjang dan sejajar pantai barat Sumatera,
8
Pendahuluan
pantai selatan Jawa dan pulau-pulau Nusatenggara. Palung Jawa yang terletak di luar/
lepas pantai mempunyai kedalaman maksimum sekitar 7.450 m, sedangkan Palung Bali
terletak agak dekat ke pantai mempunyai kedalaman yang lebih dangkal yaitu sekitar
5.160 m. Kedua palung tersebut sering disebut sebagai Palung Ganda Sunda (Sunda
Double Trench) dengan liputan mulai dari sebelah selatan Sumbawa, Bali, Jawa dan
terus berlanjut sampai barat daya Sumatera. Di sepanjang pantai barat Sumatera terdapat
sederetan pulau-pulau kecil yang merupakan punggung-pungung yang memisahkan kedua
palung tersebut. Semakin ke utara kedua palung tersebut semakin dangkal dan palung
yang terletak di bagian dalam (dekat pantai) dikenal sebagai palung Mentawai. Kelompok
sumberdaya demersal dan udang memberikan kontribusi yang tidak begitu besar.
Kelompok pelagis kecil di Samudera Pasifik secara umum berkontribusi lebih besar
dibandingkan dengan pelagis kecil dari Samudera Hindia. Wilayah perairan Samudera
Pasifik merupakan wilayah laut oseanik. Perairan Samudera Pasifik di utara Papua
merupakan perairan laut-dalam (deepsea waters). Sebagian wilayahnya memiliki pantai
yang curam dan terjal, terutama pada beberapa daerah pantai barat dan timur Halmahera.
Sedangkan pada beberapa daerah atau perairan pantai yang terlindung dan memiliki
topografi yang landai kedalamanya tidak lebih dari 200 meter. Menurut Morgan &
Valencia (1983) perairan pantai umumnya memiliki ekosistem mangrove, karang dan
padang lamun (sea grass) sehingga sumber daya ikan yang cukup penting adalah kelompok
ikan demersal laut-dalam dan umumnya berasosiasi dengan karang serta perikanan
pelagis. Lepas dari landas benua (continental shelf) yang sempit dan berciri perairan
karang, terdapat tebing benua (continental slope) yang curam yang menghasilkan perairan
lepas pantai yang dalam. Perairan lepas pantai di Teluk Cenderawasih, Teluk Wondama
dan Nabire berkisar antara 500-1.000m. Perairan yang lebih ke tengah di sebelah utara
Papua mempunyai kedalaman sampai 3000m. Dengan demikian maka dapat dipastikan
bahwa perikanan yang lebih berkembang adalah sumber daya ikan pelagis. WPP 716 Laut
Sulawesi dan sebelah utara pulau Halmahera juga merupakan wilayah yang terhubung
langsung dengan samudera Pasifik bersifat oceanik dengan sumberdaya pelagis besar dan
pelagis kecil. Beberapa lokasi seperti wilayah perairan sebelah barat Kalimantan Timur
terdapat sumberdaya ikan demersal dan karang.
Wilayah perairan laut-dalam pada wilayah perairan teritorial (pheripheral deep sea) meliputi
Laut Halmahera, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu, perairan Teluk Tomini dan WPP
713 Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali, WPP 714 Teluk Tolo dan
Laut Banda, WPP 715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau. Kelompok penting sumberdaya pada wilayah ini adalah pelagis besar dan
pelagis kecil sedangkan kelompok demersal dan udang memberikan kontribusi yang
tidak begitu dominan.
9
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Perairan teluk secara umum merupakan wilayah perairan semi tertutup secara umum
bersifat oseanik dengan keragaman ekosistem dan hayati yang tinggi. Kedalaman perairan
teluk seperti Teluk Tomini dapat mencapai mencapai 4.000 m (Burhanuddin et al., 2004).
Pada beberapa wilayah seperti pulau Togean terdapat terumbu karang dan mangrove.
Sumber daya ikan di perairan teluk adalah ikan pelagis besar (tuna dan non tuna), ikan
pelagis kecil (Anonymous, 2001) dan ikan demersal/karang.
Wilayah perairan Selat Makassar dan Laut Flores terdiri dari ekosistem pantai, oseanik dan
sejumlah spot ekosistem karang. Ekosistem laut tersebut dipengaruhi oleh run off air tawar
dari sungai-sungai di Kalimantan dan Arus Lintas Indonesia (Arlindo atau Indonesian
Througflow/ITF). Massa air laut dalam dari Samudera Pasifik bergerak dari Samudera
Pasifik ke Laut Sulawesi masuk ke Selat Makassar (2.540 m) dan Selat Ombai menuju
Samudera Hindia. Sebagian massa air bergerak ke Laut Flores dan Laut Banda melalui
Timor trench 3.310 m ke Laut Sawu (3.470 m) menuju Samudera Hindia (Postma dan
Mook, 1988 dalam Sharp, 1996). Pergerakan massa air dari Samudra Pasifik ke Samudera
Hindia secara skematik disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Perairan laut di Indonesia dan pola aliran massa airnya dari Samudera Pasifik
ke Samudera Hindia(Gordon dalam Fieux et al., 1995).
10
Pendahuluan
Di Selat Makassar stratifikasi massa air teridentifikasi dengan jelas. Perbedaan salinitas yang
tajam antara perairan dekat pantai timur Kalimantan dan pantai barat Sulawesi mencirikan
perbedaan sub-ekosistem pantai dan oseanik. Gradien perubahan salinitas pada arah utara-
selatan di Selat Makassar dan arah timur-barat di Laut Flores menunjukkan bahwa kedua
perairan tersebut merupakan satu sub-ekosistem. Bentuk fisik estuari (finger shape estuary)
di pantai timur Kalimantan menunjukkan bahwa pengaruh sungai terhadap kondisi
perairan pantai lebih dominan dibanding pengenceran oleh massa air yang mengalir
dari utara. Sebaliknya hal tersebut tidak terjadi di pantai barat Sulawesi. Perairan selat
Makassar bagian barat sepanjang pantai Kalimantan bagian timur terdapat sumberdaya
demersal dan udang serta pelagis kecil, sedangkan perairan Selat Makassar pada bagian
barat Sulawesi memiliki kedalaman perairan yang lebih dalam memiliki sumberdaya ikan
pelagis besar termasuk tuna dan pelagis kecil. Perairan Laut Flores dengan karakteristik
oseanik kaya akan sumberdaya ikan pelagis besar dan pelagis kecil.
11
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
12
Wilayah Pengelolaan Perikanan RI - Selat Malaka dan Laut Andaman
BAGIAN I
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 571
Selat Malaka dan
Laut Andaman
13
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
14
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571
Ikan karang ekonomis penting adalah jenis ikan yang mempunyai habitat atau berasosiasi
dengan karang atau terumbu karang. Daerah penyebaran karang di WPP-RI 571 tidak
begitu luas, mengingat sebagian besar dari pantainya dipengaruhi oleh massa air tawar
dari sungai besar dan kecil yang bermuara ke Selat Malaka. Daerah penyebaran terumbu
karang terutama terdapat di perairan sekitar Pulau Berhala, Pulau Jemur dan Pulau Batu
Mandi di perairan Bagansiapi-api serta perairan Lhok Kareung di Aceh Besar dan Pulau
Weh yang langsung berbatasan dengan Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Survei trawl pada tahun 2008, menunjukkan perbedaan komposisi jenis ikan demersal
dominan yang tertangkap di Selat Malaka. Di bagian selatan dari Selat Malaka (perairan
Bengkalis dan sekitarnya) hasil tangkapannya didominasi oleh family Sciaenidae (jenis
ikan tigawaja/gulamah), Pomadasydae (ikan gerot-gerot), Soleidae (ikan lidah) dan
ikan kurau (Polidactylus sp.). Sementara di bagian utara Selat Malaka (perairan Belawan
15
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
sampai dengan Tanjung Balai Asahan) didominasi oleh ikan dari family Synodontidae
(ikan beloso), Mullidae (ikan kuniran/biji nangka), Nemipteridae (ikan kurisi, coklatan)
dan Leiognathidae (ikan petek). Sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap dengan
trawl di perairan Selat Malaka disajikan pada Gambar I-1.
Gambar I-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap dengan
trawl di Selat Malaka, Juni 2008.
Jenis ikan karang ekonomis penting meliputi ikan ekor kuning/pisang-pisang, napoleon,
kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang
lingkis dan beronang kuning. Berdasarkan Statistik Perikanan (DJPT, 2012), pada tahun
2011 produksi ikan karang ekonomis di WPP-RI 571 yang paling tinggi adalah ikan
ekor kuning/pisang-pisang yaitu 5.443 ton (22,5% dari produksi ikan karang ekonomis
yang besarnya 10.996 ton), diikuti oleh ikan kerapu karang 22,5%, kerapu bebek 12,2%,
kerapu balong 9,9%, kerapu lumpur 4,7%, dan beronang lingkis 0,6%.
16
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571
571 Selat Malaka dan Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 255.612 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 7.150 unit
setara dogol (Gambar I-2). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya atau sebesar 204.490 ton. Mengacu kepada data Statistik Perikanan,
pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap dogol sebesar 2.433 unit dan produksi
perikanan demersal sebesar 138.562 ton. Memperhatikan Gambar I-2, maka tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di WPP-RI 571 sebesar 0,34 (indikator warna
hijau).
Gambar I-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di
WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
17
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar I-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang
ekonomis di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
Tabel I.1. Kepadatan dan biomas sumberdaya ikan demersal di Sub area Belawan-
Tanjung Panipahan, Selat Malaka.
Tahun
1997 2004 2008
Kepadatan (kg/km ) 2
1.393 1.321 1.178
Biomas (ton) 76.648 72.688 64.812
18
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571
Berdasarkan komposisi hasil tangkapan trawl (Tabel I-2), terlihat adanya perubahan
komposisi hasil tangkapan, dimana ikan ikan ukuran relatif besar semakin berkurang
dan digantikan dengan ikan ukuran kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan
penangkapan sudah mulai memberikan pengaruh terhadap keseimbangan ekosistim dan
pada akhirnya kepada komposisi hasil tangkapan ikan demersal di Selat Malaka. Daerah
penangkapan yang masih berpeluang untuk pengembangan armadanya berada di selat
Malaka bagian Utara yaitu ke arah Laut Andaman.
Tabel I.2 Rata-rata laju tangkap (%) sepuluh jenis ikan demersal hasil tangkapan
trawl di Selat Malaka
Tahun
No. Famili
19971) 20032) 20043) 2008
1 Synodontidae 9,1 16,2 0,9 10,3
2 Mullidae 16,7 20,7 0,7 9,3
3 Nemipteridae 9,2 3,4 5,1 8,9
4 Dasyatidae 0,0 1,3 1,5 7,4
5 Tetraodontidae 0,0 0,1 0,4 7,1
6 Sciaenidae 5,4 8,7 5,1 6,4
7 Monacanthidae 0,0 0,0 0,2 4,1
8 Silaginidae 1,8 2,1 4,4 3,8
9 Pomadasydae 0,8 2,0 7,6 3,0
10 Carangidae 9,0 9,3 3,8 2,3
Keterangan:
1)
Sumiono (2002)
2)
Soselisa & Rijal (2003)
3)
BRPL (2004)
Jenis ikan dengan kecenderungan rata-rata laju tangkap meningkat terdapat pada famili
Nemipteridae, Dasyatidae, Tetraodontidae, Sillaginidae dan Monacanthidae. Sebaliknya
kecenderungan yang menurun terdapat pada famili Synodontidae, Mullidae, Sciaenidae
dan Carangidae. Beberapa famili bahkan tidak tertangkap pada penelitian sebelumnya atau
diperoleh dalam jumlah sedikit (kurang dari 1% dari total ikan demersal yang tertangkap).
19
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Struktur ukuran beberapa ikan demersal diantaranya ikan kurusi (Nemipterus peronii)
berkisar 10,1-27,5 cm, beloso (Saurida micropectoralis) berkisar 16,5-26,5 cm, Bijinangka
(Upeneus sulphureus) berkisar 8,8-15,1 cm.
Gambar I-4. Komposisi (%) jenis udang di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman, 2011
20
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571
Lobster atau udang karang merupakan salah satu bangsa krustasea yang memiliki nilai
ekonomis penting (important market value). Lobster yang terdapat di Indonesia terdiri
dari dua kelompok famili yaitu Palinuridae atau spiny lobster, terdiri dari jenis Panulirus
versicolor, P. penicillatus, P. ornatus, P.homarus, P.longipes dan P.polyphagus. Kelompok
berikutnya, famili Scyllaridae atau flathead lobster mempunyai satu jenis yang penting
yaitu Thennus orientalis (lokal: udang pasir). Menurut DJPT (2012), produksi lobster
tahun di WPP-RI sebesar 1.117 ton dan produksi cenderung meningkat sejak tahun 2006.
Gambar I-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang di WPP-
RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
21
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
2.3.2. Lobster
Analisis korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort tahun 2000-
2011 pada sumberdaya lobster di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 483 ton dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 4.579 unit setara jaring insang tetap (Gambar I-6). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar
387 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2011 jumlah jaring insang tetap
sebesar 6.874 unit dan produksi lobster sebesar 363 ton ton. Memperhatikan Gambar
I-6, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di WPP-RI 571 sebesar 1,5 (indikator
warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya.
Gambar I-6. Kurva hubngan antara produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP-
RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
22
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571
Layang 53
Siro 22
Bentong 9
Banyar 6
Tembang 4
0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)
Gambar I-7. Komposisi (%) jenis ikan pelagis kecil di WPP-RI 571 Selat Malaka dan
Laut Andaman tahun 2011.
23
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data
catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya perikanan pelagis kecil di WPP-RI
571 Selat Malaka dan Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 116.568 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 2.286 unit
setara purse seine (Gambar I-8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya atau sebesar 93.255 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada
tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap purse seine sebesar 2.648 unit dan produksi
ikan pelagis kecil sebesar 180.215 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis
kecil di WPP-RI 571 pada tahun 2011 sebesar 1,20 (indikator warna merah), atau sudah
melebihi potensi lestarinya.
Gambar I-8. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumber daya ikan pelagis kecil
di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
24
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571
3.3.2. Cumi-Cumi
Sumberdaya cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumberdaya perikanan laut yang
penting. Produksi cumi-cumi di WPP-RI 571 pada tahun 2011 sebesar 12.057 ton atau
33,1% dari total produksi jenis binatang lunak yaitu sebesar 36.361 ton. Alat tangkap
yang utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap, dan
longbag set net (LBSN), kadang-kadang tertangkap juga dengan Pukat Ikan. Bagan apung
jumlahnya relatif banyak dan selalu mendominasi hasil tangkapan cumi dibandingkan
dengan alat tangkap lainnya di Selat Malaka. Jenis cumi-cumi yang tertangkap di perairan
Selat Malaka antara lain cumi-cumi jamak (Loligo duvauceli) dan cumi-cumi teropong
(Loligo/Doryteuthis singhalensis).
Analisis korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort tahun 2000-
2011 pada sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 4.057 ton
dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 607 unit setara bagan apung (Gambar I-9). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar
3.245 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat
tangkap bagan apung sebanyak 418 unit dan produksi cumi-cumi 3.713 ton. Tingkat
pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 571 pada tahun 2011 sebesar 0,70
(indikator warna kuning) atau belum melebihi potensi lestarinya.
4500
4000
2007 2010 2009 2003
3500 2004 2008
3000 2006
Produksi (ton)
2005
2500
2000
1500
1000
500
0
0 200 400 600 800 1000
Upaya (unit)
9. Kurva hubungan
Gambar antara produksi
I-9. Kurva hubungandan upaya
antara sumber
produksi dayasumber
dan upaya cumi-cumi di WPP-RI
daya cumi-cumi di 571 Selat
Laut Andaman WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman.
25
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Indikator lain yang ditunjukkan oleh rata-rata panjang pertama kali matang gonad (lm)
untuk beberapa spesies pelagis kecil juga mengalami perubahan. Untuk layang biasa
(Decapterus russelli), lm = 17 cm (FL) pada periode 1995-1997, berubah menjadi lm =
16,1 cm (FL) pada periode 2004-2005. Banyar (Rastrelliger kanagurta), lm = 18 cm (FL)
pada periode 1995-1997, berubah menjadi lm = 16,6 cm (FL) pada periode 2004-2005
(Haryati, 2007). Pada tahun 2009 diperoleh nilai lm bagi ikan layang deles (Decapterus
macrosoma) sebesar 18 cm(FL). Indikator tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan
intensitas penangkapan yang cukup tinggi.
26
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571
Gambar I-10. Komposisi (%) jenis ikan pelagis besar di WPP-RI 571 Selat Malaka
dan Laut Andaman, tahun 2011
Jenis ikan tongkol yang tertangkap di WPP-571 didominasi oleh tongkol komo
(kawakawa, Euthynnus affinis) sebanyak 68,7% dari produksi kelompok tongkol tahun
2011 yang besarnya 29.561 ton, diikuti oleh tongkol krai (Auxis thazzard) sebanyak
18,8%, lisong (A.rhocheii) sebanyak 11,9% dan kenyar (Sarda orientalis) sebanyak 0,5%.
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya ikan pelagis besar di WPP-RI
571 Selat Malaka dan Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 39.374 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 6.737 unit
setara purse seine (Gambar I-11). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau 31.499 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada
tahun 2011 terdapat jumlah purse seine sebanyak 5.428 unit dan produksi ikan pelagis
besar sebesar 22,942 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di WPP-
27
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
RI 571 pada tahun 2011 sebesar 0,81 (indikator warna kuning) atau belum melebihi
potensi lestarinya.
45000 2004
2007 2006
40000
2005 2008 2003
35000
2009 2002
30000
Produksi (Ton)
2010
25000
2011
20000
15000
10000
5000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
28
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571
70000
2005 2009
60000 2004
2008
50000
Produksi (Ton)
2007 2006
40000 2001
2003
2010 2002
30000 2011
20000
10000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
29
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
30
BAGIAN II
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 572
Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera dan
Selat Sunda
31
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
32
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572
Daerah penyebaran ikan karang ekonomis di WPP-RI 572 tidak begitu luas, mengingat
sebagian besar dari pantainya terjal dan dipengaruhi oleh massa air tawar dari sungai
besar dan kecil yang bermuara ke Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Daerah
penyebaran ikan karang ekonomis terutama terdapat di perairan sekitar Pulau Weh,
Kepulauan Simeuleu, sebelah barat Padang dan Bengkulu serta sekitar Pulau Enggano.
Gambar II-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap di WPP-
572 Samudera Hindia barat Sumatera dan Selat Sunda, tahun 2011.
33
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Survei dengan jaring trawl di perairan barat Sumatera pada tahun 2005 dan 2006
menghasilkan jenis ikan peperek (famili Leiognathidae) ditemukan paling melimpah,
dengan kontribusi 32,5% dari total laju tangkap ikan demersal, diikuti oleh jenis kuniran
(Mullidae) 15,2%, kaci (Haemulidae) 10,36%, alu-alu (Sphyraenidae) 7,41%, kakap
merah 6,3% dan famili lainnya kurang dari 5% dari total laju tangkap ikan demersal.
Hasil tangkapan kapal pukat tarik didominasi oleh ikan-ikan dasar yang menyukai habitat
berlumpur seperti kuniran (Upeneus sulphureus), coklatan (Scolopsis taenipterus), swanggi
(Priacanthus spp), kapasan (Lactarius lactarius) dan petek (Leiognathus splendens) (Gambar
II-2). Hasil lainnya antara lain adalah Gerres sp, Hilsa sp, Johnius sp dan Polydactylus
sextarius.
Gambar II-2. Komposisi (%) jenis ikan demersal hasil tangkapan pukat tarik ikan di
WPP 572 Samudera Hindia barat Sumatera dan Selat Sunda tahun 2013.
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (DJPT, 2012), pada tahun 2011 produksi ikan
karang ekonomis penting di WPP-RI 572 yang paling tinggi adalah jenis ekor kuning/
34
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572
pisang-pisang yaitu 10.732 ton (47,5% dari total produksi ikan karang ekonomis yang
besarnya 22.605 ton), diikuti oleh ikan kerapu karang 34,4%, kerapu sunu 6,7%, kerapu
balong 4,4%, beronang lingkis 3,0%, kerapu lumpur 2,5%, kerapu bebek 1,2%, ikan
beronang dan beronang kuning masing-masing 0,1%.
400000 MSY
350000
300000 2008 2010
2009
Produksi (Ton)
100000
50000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar II-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di WPP
Gambar II-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
di WPP 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
24
35
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
50000 MSY
45000
40000
35000
Produksi (Ton)
30000 2011
25000 2002 2007
20000 2003
2010 2009
15000
2008 2006
10000 2005 2004
5000 2001
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)
Gambar II-4.Gambar
KurvaII-4.
hubungan antara antara
Kurva hubungan produksi dandan
produksi upaya
upayasumber daya
sumber daya ikan
ikan karang
karang di di WPP-
RI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
WPP-RI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
36
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572
Barat Sumatera terdapat di sepanjang pantai barat provinsi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat dan Bengkulu, dengan daerah pemusatan penangkapan udang terdapat
di perairan Meulaboh, Sibolga dan Air Bangis, masing-masing seluas 900 km2 serta
perairan Mukomuko sampai Manna dengan luas 1.500 km2.
Udang karang (lobster), famili Palinuridae, adalah salah satu jenis udang yang hampir
sepanjang hidupnya terdapat di daerah batu karang atau terumbu karang di sepanjang
pantai dan teluk-teluk. Daerah penyebaran lobster terutama terdapat di Perairan sekitar
Pulau Weh, Kelulauan Nias, Kepulauan Simeuleu dan Enggano, serta pantai barat antara
Padang - Bengkulu.
Gambar II-5. Komposisi (%) jenis udang di WPP 572 Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera dan Selat Sunda
37
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP-RI 572, antara lain lobster pasir (Panulirus
homorus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes), lobster
hijau (Panulirus versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster mutiara
(Panulirus ornatus). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap, produksi lobster tahun 2011
di WPP-RI 572 sebesar 3.071 ton dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat
sejak tahun 2006.
Gambar II-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP 572 Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda
38
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572
2.3.2 Lobster
Dengan mengaplikasikan Model Produksi Surplus melalui korelasi linier dari Schaeffer
(1957) terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya lobster di
WPP-RI 572 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
1.337 ton dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 6.071 unit setara jaring insang tetap
(Gambar II-7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau sebesar 1.070 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2010,
jumlah setara jaring insang tetap sebanyak 5.759 unit dengan produksi lobster 1.304
ton. Memperhatikan Gambar II-7, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di
WPP-RI 572 sebesar 0,9 (indikator warna kuning), atau dalam kondisi fully exploited.
Gambar II-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya perikanan lobster
di WPP 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
39
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar II-8. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil hasil tangkapan purse seine di
perairan WPP-572 tahun 2011.
40
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572
Gambar II-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis kecil
di WPP-572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
3.3.2 Cumi-Cumi
Sumberdaya cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumberdaya perikanan laut yang
penting. Produksi cumi-cumi di WPP-RI 572 pada tahun 2011 sebesar 8.892 ton atau
41
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
42,9% dari total produksi binatang lunak yang besarnya mencapai 20.930 ton. Alat
tangkap yang utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap,
dan pancing cumi-cumi, kadang-kadang tertangkap juga dengan pukat ikan. Bagan
apung jumlahnya relatif banyak dan selalu mendominasi hasil tangkapan cumi-cumi
dibandingkan dengan alat tangkap lainnya di perairan sebelah Barat Sumatera.
Analisis model Surplus Produksi dengan korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort cumi-cumi tahun 2000-2011 di WPP-RI 572 diperoleh nilai
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 4.340 ton dengan upaya
optimum (fopt.) sebesar 3.732 unit setara bagan apung (Gambar II-10). Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 3.472 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap
setara bagan apung sebanyak 4.480 unit dan produksi cumi-cumi 4.365 ton. Tingkat
pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 572 pada tahun 2011 sebesar 1,2
(indikator warna merah) atau sudah melebihi potensi lestarinya seperti terlihat pada
Gambar II-10.
5000
2004
4500 2003 2010
2008 2009
4000 2002
2006
2007 2001
3500
Produksi (ton)
2005
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Upaya (unit)
42
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572
analisis data akustik diperoleh nilai estimasi kepadatan 490 kg/km2. Total biomassa
diestimasi sekitar 429 ribu ton dengan perkiraan total area penyebaran sekitar 88 ribu
km2 (Tabel II-1).
Tabel II-1. Estimasi potensi dan upaya optimum sumber daya ikan pelagis kecil pada
tahun 2006
Analisis hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang didaratkan di Sibolga menunjukkan
peningkatan hasil tangkapan purse seine, yaitu sebesar 411 kg/hari (tahun 2003), 575 kg/
hari (tahun 2007) dan 556 kg/hari (tahun 2008). Komposisi hasil tangkapan terdiri dari
ikan layang 38%, banyar 5% , bentong 13%, siro 2%, tembang 5% dan lain-lain 30%.
Komposisi hasil tangkapan tersebut sedikit berubah, dimana pada tahun 2007 kontribusi
ikan layang sebesar 20% dan banyar 9%. Indikator biologi diperoleh panjang pertama
kali ikan tertangkap dengan purse seine (= length at first capture, Lc), bagi ikan siro dan
bentong antara 8-21 cmFL, ikan layang 10,5 cmFL, layang deles 11 cmFL, malalugis
21,5 cmFL, banyar 16,4 cmFL, selar bentong 15,3 cmFL dan siro 15,8 cmFL. Nilai-
nilai tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2003-2004.
43
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar II-11. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-572 Samudera Hindia sebelah
barat Sumatera dan Selat Sunda
Jenis ikan tongkol di WPP-572 didominasi oleh tongkol krai (Auxis thazzard) sebanyak
52,6% dari produksi kelompok ikan tongkol yang besarnya 33.693 ton, diikuti oleh
tongkol komo (kawakawa, Euthynnus affinis) sebanyak 40,5%, lisong (Auxis rhocheii)
sebanyak 6,5% dan kenyar (Sarda orientalis) sebanyak 0,4%.
44
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572
tahun 2000-2011 di WPP-RI 572 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 25.227 ton dengan upaya optimum (fopt.) 4.103 unit setara purse seine
(Gambar II-12). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau 20.182 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 terdapat
jumlah purse seine sebanyak 4.130 unit dan produksi ikan pelagis besar sebesar 34.214
ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di WPP-RI 572 sebesar 1,01
(indikator warna merah) atau sudah melebihi potensi lestarinya.
40000
35000 2011
30000 2010 2007
2009
2008
Produksi (Ton)
25000
20000 2006
2003
15000 2001
2005
2002
10000 2004
5000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Upaya (Unit)
45
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
70000
60000 2008
2010 2011
50000 2009
Produksi (Ton)
2007
40000
2006
30000 2004
2005
2003 2001
20000 2002
10000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Upaya (Unit)
35
46
BAGIAN III
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 573
Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa Hingga
Sebelah Selatan Nusa Tenggara,
Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat
47
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
48
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573
Gambar III-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap di
WPP-RI 573.
Penelitian dengan rawai dasar di perairan Binuangeun, Jawa Barat pada tahun 2013,
menunjukkan komposisi hasil tangkapan ikan demersal terdiri dari ikan krapu
49
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
(Epinephelus coiodes) sebesar 17,4% dari total hasil tangkapan, diikuti oleh ikan jenaha
(Lutjanus erytropterus) sebesar 9,5%, kakap merah (Lutjanus malabaricus) sebesar 8,7%,
ikan lencam (Lethrinus lentjan) sebesar 6,9% dan ikan lainnya kurang dari 6%. Hasil
tangkapan arring insang dasar di perairan Palabuhan ratu dan sekitarnya didominasi
oleh ikan layur (Trichiurus lepturus) sebesar 44,4% dari total hasil tangkapan, diikuti
ikan laosan (Polydactylus xanthonemus) sebesar 22,2%, petek (Leiognathus bindus, L.
splenden) sebesar 11,1%, kapas-kapas (Gerres spp,. Pentaprion longimanus) sebesar 11,1%
dan lainnya masing-masing kurang dari 10% (BPPL, 2013) (Gambar III-2).
(A)
35
50
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573
(B)
36
Gambar III-2. Komposisi (%) ikan demersal dominan tertangkap dengan rawai dasar di
perairan Binuangeun (A) dan arring insang dasar di perairan Palabuhan
ratu (B) tahun 2013.
Menurut Statistik Perikanan (DJPT, 2012), produksi ikan karang ekonomis di WPP-RI
573 yang paling tinggi adalah jenis ikan krapu karang sebesar 42,3% dari total produksi
ikan karang yang besarnya 22.600 ton, diikuti oleh ekor kuning 25,0%, beronang 15,1%,
krapu sunu 6,4 % dan jenis lainnya masing-masing kurang dari 5% (Gambar III-3).
51
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar III-3. Komposisi (%) jenis ikan karang ekonomis yang dominan tertangkap
di WPP-RI 573.
52
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573
Gambar III-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga Sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat.
53
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
18000
MSY 2008
16000
2007
14000 2009
2006
Produksi (Ton)
12000 2011
10000
2010 2005
8000 2004
6000 2002
2003
4000
2000 2001
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000
Upaya (Unit)
Gambar III-5.Gambar
KurvaIII-5.
hubungan antara produksi
Kurva hubungan dan upaya
antara produksi sumber
dan upaya sumberdaya
daya ikan karang ekonomis d
ikan karang
Samuderaekonomis
Hindiadisebelah Selatan Jawa hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, L
WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga
Laut Timor bagian
Sebelah Barat
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat
Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan kakap merah (L. gibbus) dengan rawai
dasar di perairan Binuangeun adalah 24,4 cmTL, yaitu lebih besar dari panjang pertama
kali matang gonada (Lm) yang besarnya 20,5 cmTL. Nilai Lc ikan layur (T. lepturus)
dengan jaring insang dasar di perairan Palabuhanratu adalah 63,2 cmTL, lebih panjang
dari nilai Lm yang besarnya 53,8 cmTL. Ikan beloso (Saurida micropectoralis) mempunyai
nilai Lc yang besarnya 29,2 cmTL, lebih besar dari nilai Lm yang besarnya 28,7 cmTL.
Jenis ikan tersebut dapat mempertahankan keseimbangan stoknya dalam suatu populasi
di Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan kakap merah (L. gibbus) di perairan
54
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573
Binuangeun adalah 24,4 cmTL, lebih besar dari panjang pertama kali matang gonada
(Lm) 20,5 cmTL.WPP 573 untuk memberikan kesempatan bereproduksi, paling tidak
sekali dalam hidupnya.
Udang yang mempunyai penyebaran cukup luas dan mendominasi hasil tangkapan adalah
kategori udang dogol (Metapenaeus ensis), diikuti oleh udang jerbung (Penaeus merguiensis,
P. orientalis dan P. chinensis), udang windu (Penaeus monodon dan P. semisulcatus), udang
krosok (Parapenaeopsis sculptilis, Parapenaeopsis stylifera, Metapenaeopsis elegans, M.
lysianassa) dan kelompok udang lain-lain (Metapenaeus choromandelica, Trachypenaeus
asper, Solenocera spp, rebon dan udang-udang berukuran kecil lainnya).
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap, komposisi jenis udang di WPP-RI 573 pada
tahun 2011 didominasi oleh kelompok udang lainnya sebanyak 69,2% dari total produksi
udang penaeid yang besarnya 6.308 ton, diikuti oleh kelompok udang krosok 15,6%,
udang jerbung 10,5%, udang windu 1,9%, udang dogol 1,8% dan udang ratu 1,0%
(Gambar III-6).
55
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP-RI 573, antara lain lobster pasir (Panulirus
homorus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes), lobster
hijau (Panulirus versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster mutiara
(Panulirus ornatus). Menurut Statistik Perikanan tahun 2011, produksi lobster di WPP-
RI 573 sebesar 532 ton dan menunjukkan kecenderungan menurun sejak tahun 2007.
56
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573
net 7.213 unit dengan produksi udang sebesar 6.308 ton. Memperhatikan Gambar III-7,
maka tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di WPP-RI 573 pada tahun 2011
sebesar 1,3 (indikator warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya.
Gambar III-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga Sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat.
2.3.2 Lobster
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort lobster tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 843 ton dengan upaya optimum (fopt.)
sebesar 27.390 unit setara jaring insang tetap (Gambar III-8). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 675 ton. Berdasarkan
Statistik Perikanan tahun 2011, jumlah jaring insang tetap sebanyak 12.540 unit dengan
produksi lobster 532 ton. Memperhatikan Gambar III-8, maka tingkat pemanfaatan
sumberdaya lobster di WPP-RI 573 sebesar 0,5 (indikator warna hijau), atau belum
melebihi potensi lestarinya.
57
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar III-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP-
RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga Sebelah Selatan
Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat
58
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573
Selat Bali (khusus ikan lemuru), Selat Lombok, Ende dan sekitar Teluk Kupang. Sebagian
besar ikan pelagis kecil tertangkap di perairan dangkal (neritik).
Darah penyebaran cumi-cumi terutama terdapat di Selat Alas, Selat Lombok, Selat Sape,
perairan sebelah barat Sumba, sekitar Pulau Rote dan Teluk Kupang
Menurut data Statistik Perikanan tahun 2011, produksi cumi-cumi di WPP-RI 573
sebesar 20.751 ton atau 94% dari total produksi binatang lunak yang besarnya 22.059
ton. Alat tangkap yang utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung,
bagan tancap, dan pancing cumi, kadang-kadang tertangkap juga dengan Pukat Ikan.
Bagan apung jumlahnya relatif banyak dan selalu mendominasi hasil tangkapan cumi
dibandingkan dengan alat tangkap lainnya di WPP-RI 573.
Gambar III-9. Komposisi (%)jenis ikan pelagis kecil dominan tertangkap di WPP-RI
573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa
Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat, tahun 2011.
59
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar III-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga
sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat
3.3.2. Cumi-Cumi
Analisis model Surplus Produksi melalui korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort cumi-cumi tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh nilai dugaan
potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 4.266 ton dengan upaya optimum
60
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573
(fopt.) sebesar 2.580 unit setara bagan apung (Gambar III-11). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau 3.412 ton. Berdasarkan data
Statistik Perikanan, pada tahun 2011, jumlah alat tangkap bagan apung sebanyak 3.023
unit dan produksi cumi-cumi 5.358 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di
WPP-RI 573 sebesar 1,2 (indikator warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya.
6000
2010
5000
2009 2001
4000 20072006
Produksi (ton)
2003 2005
2002 2004
2008
3000
2000
1000
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
Upaya (unit)
61
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
diikuti oleh ikan pedang (18,5%), setuhuk hitam (14,4%), cucut lanyam (11,3%) dan
lainnya masing-masing kurang dari 10% (Gambar III-12).
Gambar III-12. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-RI 573. Samudera Hindia
sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu,
dan Laut Timor bagian Barat, tahun 2011
Jenis ikan tongkol di WPP-573 didominasi oleh tongkol krai (Auxis thazzard) sebanyak
67,0% dari produksi kelompok ikan tongkol yang besarnya 76.725 ton, diikuti oleh
tongkol komo (kawakawa, Euthynnus affinis) sebanyak 31,2, lisong (Auxis rhocheii)
sebanyak 1,5% dan kenyar (Sarda orientalis) sebanyak 0,3%.
62
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573
25000
2007 2011
20000
2010 2006
Produksi (Ton)
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)
63
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
90000
80000
2011
70000
60000
2009 2008 2007
Produksi (Ton)
50000
2010 2002
40000 2003
2006
30000 2005 2004
2001
20000
10000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Upaya (Unit)
48
64
BAGIAN IV
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 711
Selat Karimata, Laut Natuna dan
Laut Cina Selatan
65
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
66
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
Berdasarkan hasil tangkapan trawl menunjukkan bahwa daerah penyebaran ikan demersal
di Laut Cina Selatan terutama menyebar pada perairan kedalaman antara 10-50 m. Hal
ini ditunjukkan rata-rata laju tangkap pada kedalaman tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan kedalaman lainnya. Kategori large food-fish (berat ikan >200 gram/ekor) maupun
small food fish terkonsentrasi pada kedalaman antara 20-29 m.
Sementara penyebaran ikan demersal yang berukuran kecil dan berasosiasi dengan massa
air payau terutama terdapat di muara sungai besar dan kecil di daerah Jambi dan Riau,
serta di pantai barat Kalimantan mulai dari perairan Pemangkat di sebelah utara sampai
dengan Ketapang di sebelah selatan. Hasil pengamatan di perairan muara Sungai Kapuas
(Sei Kakap, perairan Batu Ampar) dan muara sungai Mempawah di barat Kalimantan
serta di perairan Indragiri Hilir (Riau) terdapat 3 jenis alat tangkap yang bersifat pasif/
menetap (tidal trap nets) yaitu gombang, jermal, dan kelong. Ketiga jenis alat tersebut
biasanya menangkap ikan demersal dan udang yang berukuran kecil. Hasil tangkapan
didominasi oleh ikan-ikan yang masih berukuran kecil (juvenile) dari jenis kuniran, tiga
waja, peperek dan beloso (Sumiono & Wasilun, 1989; Badrudin et al., 2001).
67
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
barat Kalimantan tahun 1978 dan 2001, yaitu didominasi oleh ikan kurisi, diikuti oleh
peperek, swanggi, pari, kurisi, bawal putih, kakap merah, dan beloso. Beberapa famili
menunjukkan persentase hasil tangkapan trawl yang cenderung menurun dalam kurun
waktu tahun 1975, 1978, 2001, dan 2002, yaitu famili Mullidae, Ariidae, Stromateidae,
Carangidae, Lutjanidae, dan Serranidae. Sementara famili Leiognathidae, Nemipteridae,
Synodontidae, Trichyuridae, Rays, dan Sharks persentasenya cenderung meningkat
(PRPT, 2005).
Dari hasil penelitian dengan menggunakan Kapal Riset SEAFDEC 2 yang dengan
mengoperasikan jaring trawl dilakukan pada tahun 2005-2006 diperoleh komposisi ikan
demersal (Gambar IV-1).
0 5 10 15 20 25 30
Persentase (%)
Gambar IV-1. Komposisi jenis ikan demersal hasil sampling dengan jaring trawl.
Jenis hasil tangkapan dominan ditinjau dari beratnya adalah jenis ikan pari dan cucut.
Jika kedua jenis ikan tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan maka 3 jenis hasil
tangkapan utama adalah ikan manyung (Ariidae), ikan kakap (Lutjanidae) dan ikan
kurisi (Nemipteridae) dimana jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomis penting dan
termasuk kelompok ”large food fish”.
68
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (2012) komposisi hasil tangkapan ikan demersal
di perairan WPP 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) pada tahun
2011 didominasi oleh jenis ikan manyung: 20.130 ton (12,03 %), kakap merah: 16.713
ton (9,99 %), pari : 14.172 ton (8,47 %), kurisi: 12.610 ton (7,54 %), kuwe: 11.743
ton (7,02 %), dan gulamah: 11.494 ton (6,87 %).
Tabel IV-1. Perkembangan laju tangkap, kepadatan stok dan standing stok Ikan
demersal antara tahun 1975-2005
69
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Analisis Model Produksi Surplus dengan menggunakan data selama 11 tahun (2000-2011)
diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 482.200 ton/
tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 9.987 unit standar dogol (Gambar IV-2).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau
sebesar 385.760 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun
2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi sebesar 10.878 unit standar
dogol, dengan demikian effort aktual 2011 telah melebihi effort optimum dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan demersal sudahmencapai 1,09 (indikator warna merah).
250000
MSY
200000 2006 2010 2011
2009 2004 2002
2003
Produksi (Ton)
50000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)
IV-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di WPP RI 711.
Gambar IV-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di WPP RI 711.
Pemanfaatan sumber daya ikan demersal di perairan Paparan Sunda termasuk di perairan
Laut Cina Selatan dan sekitarnya telah berlangsung sejak lama. Eksploitasi tersebut telah
mencapai puncaknya pada tahun 1980-an di mana alat tangkap yang efektif adalah jaring
trawl. Dari keadaan tersebut terlihat bahwa sumber daya ikan demersal di perairan Laut
Cina Selatan dan sekitarnya berada pada tekanan penangkapan yang berlebih dalam
jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, tekanan penangkapan makin intensif oleh
kegiatan IUU Fishing dari negara lain.
70
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
kerapu sunu, dan beronang. Pada tahun 2011 tercatat 3 jenis ikan karang konsumsi yang
dominan di wilayah WPP 711 antara lain: ekor kuning: 12.546 ton (51,32 %), kerapu
karang: 5.489 ton (22,45 %) dan ikan baronang: 3.170 (12,97 %).
Dari hasil analisis data catch dan effort sumber daya ikan karang selama 11 tahun (2000-
2011) di WPP-RI 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) diperoleh
hasil seperti pada Gambar IV-3.
35000
30000 2009 2008
MSY 2007
25000 2006
Produksi (Ton)
2001 2011
20000 2010
2003
15000
2002 2004
10000
2005
5000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
r IV-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di WPP RI 711
Gambar IV-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di
WPP RI 711
Dari Gambar IV-3 didapatkan besaran nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
ikan karang sebesar 25.108 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 12.153 unit
standar rawai dasar. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya yaitu sebesar 20.086 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi
sebesar 9.598 unit standar rawai dasar sehingga tingkat pemanfaatannya baru mencapai
0,79 (indikator warna kuning). Dengan effort aktual 2011 tersebut maka pemanfaatan
sumber daya ikan karang di perairan WPP 711 belum mencapai tingkat pemanfaatan
yang optimum. Sehingga masih memungkinkan untuk dapat dikembangkan. Kondisi
demikian ini sesuai dengan hasil survey dengan menggunakan RV Seafdec 2 pada tahun
2006 bahwa hasil trawl di perairan Laut Cina Selatan bagian utara diperoleh ikan kerapu
yang tertangkap berukuran cukup besar.
71
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Tabel IV- 2. Perkembangan ukuran ikan demersal pada tahun 1989 dan 2001
Pengamatan hasil tangkapan trawl yang berbasis di Ketapang pada tahun 2002
menunjukkan rata-rata ukuran panjang ikan peperek 7,5 cm TL (Anung, 2002). Hasil
ini lebih kecil dari ukuran panjang peperek seperti yang dilaporkan oleh Martosubroto
& Pauly (1976) yaitu 10,2 cm. Hal yang sama terjadi pada rata-rata ukuran ikan bawal
putih dan manyung.
Menurunnya rata-rata ukuran beberapa jenis ikan demersal di perairan barat Kalimantan
juga tampak dari hasil tangkapan trawl dengan kapal riset Baruna Jaya VII pada tahun
2001 di perairan Batuampar-Mempawah (Anonimous, 2001) dibandingkan dengan
hasil tangkapan lampara dasar (trawl mini) di perairan yang sama (Sumiono & Wasilun,
1989). Ukuran ikan kuniran (Upeneus sulphureus), mata besar (Priacanthus tayenus), dan
peperek (Leiognathus bindus) yang tertangkap dengan trawl rata-rata memiliki kisaran
lebih kecil. Demikian juga hasil survei dengan Kapal Riset SEAFDEC 2 yang dilakukan
pada tahun 2005 dan 2006 menunjukkan ukuran ikan tersebut di atas semakin kecil.
72
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
Udang karang (lobster), famili Palinuridae, adalah salah satu jenis udang yang hampir
sepanjang hidupnya terdapat di daerah batu karang atau terumbu karang di sepanjang
pantai dan teluk-teluk. Daerah penyebaran lobster terutama terdapat di perairan dekat
pulau-pulau seperti Natuna dan sekitarnya.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Persentase (%)
73
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Jenis udang penaeid yang dominan tertangkap adalah jenis udang putih tercatat mencapai
71 % dari total produksi udang yang didaratkan. Analisis data Statistik Perikanan Tangkap
(2012) pada tahun 2011 tercatat udang lainnya mencapai 21.997 ton (43,93 %), sedang
untuk putih sebanyak 15.781 ton (31.51 %).
Gambar IV-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP RI 711
74
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
2.3.2. Lobster
Hasil analisis Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort selama 11 tahun
(2000-2011) lobster di WPP-RI 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan)
disajikan pada Gambar IV-6.
Gambar IV-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP
RI 711
Dari Gambar IV-6 diatas dapat ditentukan besaran nilai potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) udang lobster sebesar 592 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
30.372 unit standar bubu. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya yaitu sebesar 474 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi
sebesar 12.158 unit standar bubu sehingga tingkat pemanfaatannya baru mencapai 0,4
(indikator warna hijau). Dengan effort aktual 2011 tersebut maka pemanfaatan sumber
udang lobster di perairan WPP 711 belum mencapai tingkat pemanfaatan yang optimum.
Sehingga masih memungkinkan untuk dapat dikembangkan, tetapi harus dengan hati-
hati dengan melakukan pemantauan yang berkesinambungan.
75
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
matang kelamin (Lm), dalam jangka panjang penataan pengelolaan perikanan udang di
perairan ini perlu dilakukan agar kelestarian sumberdaya tetap terjaga. (BPPL 2013).
Layang 77
Bentong 7
Tongkol 5
Lemuru 3
Banyar 2
Jui 1
Lain-lain 5
0 20 40 60 80 100
Persentase (%)
Gambar IV-7. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap pukat cincin di Perairan
Laut Cina Selatan.
76
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
Ikan layang (Decapterus russelli dan D. macrosoma) merupakan hasil tangkapan paling
dominan mencapai 77 %, kemudian diikuti oleh ikan bentong (7 %), dan ikan tongkol
(5 %). Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan Laut Cina Selatan dan
Selat Karimata bervariasi tergantung daerah penangkapan dan jenis alat tangkap yang
digunakan. Hasil pengamatan Yanagawa (1997) mencatat 3 kelompok spesies ikan
pelagis kecil yang mendominasi hasil tangkapan pukat cincin di perairan Laut Cina
Selatan, yaitu layang (Decapterus spp.), banyar (Rastrelliger kanagurta), dan kembung
(Rastrelliger branchysoma).
Tabel IV-3. Komposisi jenis ikan pelagis kecil dari hasil tangkapan pukat cincin yang
mendarat di Palembang, Pemangkat dan Pekalongan tahun 2003-2005:
Pendaratan
Species
Palembang Pemangkat Pekalongan
D. russelli 63 27 34
D. macrosoma 23 24 32
R. kanagurta 2 2 2
S. crumenophthalmus 6 24 6
Sardin - 5 5
Little-tuna 5 9 4
Lainnya 1 9 17
77
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
199.356 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 3.695 unit standar pukat
cincin (Gambar IV-8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya atau sebesar 159.485 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 5.096 unit
standar pukat cincin, dengan demikian effort aktual 2011 telah melebihi effort optimum,
dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil telah mencapai
1,40 (indikator warna merah).
Gambar IV-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP RI 711
Dengan nilai tingkat pemanfaatan sebesar 1,40 tersebut dapat dikatakan bahwa
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis di wilayah pengelolaan 711 tersebut telah
mengalami lebih tangkap. Kejadian ini dapat diperkuat dengan adanya temuan-temuan
selama pengamatan parameter biologi dilakukan dan analisis dinamika populasi spesies
ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap.
3.3.2 Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di wilayah perairan Laut Cina Selatan dan sekitarnya pada tahun
2011 tercatat 24.878 ton, dimana pada 5 tahun terakhir ini (2007-2011) telah mengalami
kenaikan rata-rata 36,55% per tahun (DJPT, 2012). Sebagian besar jenis cumi-cumi
adalah famili Loligonidae. Produksi cumi-cumi di WPP-RI 711 pada tahun 2011
78
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
sebesar 24.878 ton atau 55,22% dari total produksi jenis binatang lunak yaitu sebesar
45.054.361 ton.
Analisis Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011 cumi-
cumi di WPP-RI 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) diperoleh
nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 6.073 ton/tahun dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 3.667 unit standar bagan apung (Gambar IV-9). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar
4.859 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh
jumlah alat tangkap setara bagan apung sebanyak 4.394 unit standar bagan apung.
Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 711 pada tahun 2011 sebesar
1,2 (indikator warna merah), atau telah melebihi tingkat pemanfaatan yang lestari.
7000
2004 2010
6000 2003
2008
2007 2009
) 5000
n 2006
o 2005
(t 4000
is
k
u 3000 2002
d 2001
o
r
P
2000
1000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Upaya (unit)
Gambar IV-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi di
WPP RI 711
79
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Tabel IV-4. Laju kematian (Z, M, F) dan tingkat pemanfaatan (E) ikan layang
(Decapterus spp.).
Jenis Ikan Z M F E
D. russelli
D. macrosoma
Tabel IV-5. Perkembangan nilai Lm ikan layang (Decapterus spp.) dan banyar (R.
kanagurta) pada tahun 1997 dan 2004.
Lm
Jenis Ikan
1997 2004
Decapterus macrosoma 19,7-20,1 cm 17-18 cm
Decapterus russelli 19,0-20,5 cm 17-18 cm
Rastrelliger kanagurta 20,7-21,4 cm 19-20 cm
Sumber: BPPL(2005)
Dari Tabel IV-4 di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan laju pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis yang sangat signifikan pada kurun waktu antara 1998 sampai 2005. Dengan
80
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
adanya peningkatan tekanan penangkapan maka berdampak semakin kecil ukuran ikan
yang pertama kali memijah (Lm).
Tenggiri 39.01
0 10 20 30 40 50
Persentase (%)
Gambar IV-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar yang berasal dari Laut Cina Selatan
dan sekitarnya.
81
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
60000
2011
50000
40000
Produksi (Ton)
2010
30000
2009 2008
20000 2005 2001 2003 2006
2004 2002
10000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
mbar IV-11. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumberdaya ikan pelagis besar non tuna di WPP R
711
Gambar IV-11. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumberdaya ikan pelagis
besar non tuna di WPP RI 711
82 6
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711
40000
35000 2011
30000
Produksi (Ton)
25000 2006
20000 2005
2009 2008
15000 2010
2004
10000 2003
2002
5000 2001
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)
Gambar
Gambar IV-12.IV-12.
Kurva Kurva MSY sumber
MSY sumber daya
daya ikan ikanditongkol
tongkol WPP RIdi 711
WPP RI 711
83
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
84
BAGIAN V
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 712
Laut Jawa
85
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
86
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
Daerah penyebaran ikan karang di perairan WPP 712 -Laut Jawa tidak terlalu banyak
terutama terdapat di perairan sekitar Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu dan
sebagian di sekitar Pulau Madura.
Komposisi jenis ikan demersal terakhir diperoleh melalui survei Balai Penelitian Perikanan
Laut tahun 2012 seperti tampak pada Gambar V-1. Dapat dilihat bahwa hasil tangkapan
ikan demersal didominasi oleh famili Leognathidae (peperek), Nemipteridae (kurisi) dan
Mullidae (kuniran). Kelompok Ariidae (manyung), Priacanthidae (swangi) dan Lutjanidae
(kakap) telah mengalami penurunan, dengan komposisi kurang dari 2% Gambar V-1.
87
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar V-1.Komposisi jenis ikan demersal di WPP 712 Laut Jawa hasil survei tahun 2012
Komposisi hasil tangkapan kapal cantrang harian di Tegal tahun 2012 didominasi oleh
berturut-turut ikan petek (Leiognathus splendens) 27,9%, swanggi (Priacanthus spp) 16,9%,
ikan kembung (Rastreligger spp) 9,6 %, kurisi (Nemipterus spp) 7,72 %, ikan selar (Selaroides
Leptolepis) 3,38 %, ikan kuniran (Mullidae) 3,13 % sedangkan kapal cantrang mingguan
juga didominasi oleh ikan Kuniran 24,71 %, coklatan (Scolopsis taeniopterus) 22,601 %,
swanggi (Priacanthus spp) 16,970 %, rengganis/kapasan (Pentaprion longimanus) 7,02
%, kurisi (Nemipteridae) 5,32 %, dan ikan petek (Leiognathidae) 2,85 %. Komposisi
hasil tangkapan kapal cantrang mingguan di Tegal selalu didominasi oleh ikan kuniran,
coklatan dan kurisi.
Komposisi total hasil tangkapan jaring cantrang 2 mingguan yang berbasis di Kronjo
didominasi oleh ikan petek (L. splendens) sebesar 37,73%, diikuti bloso (Saurida
micropectoralis), samgeh/gulamah (Pseudociena amoyensis) dan rejung (Sillago sihama)
sedangkan ikan lainnya memiliki komposisi jenis kurang dari 5%. Komposisi hasil
tangkapan ikan demersal mingguan didominasi oleh ikan Kurisi (Nemipteridae) sebesar
15,35% dari total ikan yang tertangkap, kemudian diikuti oleh beruturut-turut oleh ikan
88
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
coklatan (11,66%); ikan kapasan ( 11,33%), swanggi (9,39%) dan pari (Dasyatidae)
sebesar 5,75%.
Sementara itu perikanan demersal di perairan selatan Kalimantan yang berbasis di PPI
Muara Kintap banyak ditangkap dengan lampara dasar. Komposisi hasil tangkapannya
didominasi oleh ikan petek/peperek (Leiognathus sp), manyung (Arius sp) dan kurisi
(Nemipterus sp). Komposisi hasil tangkapan ketiga jenis ikan ini juga berfluktuasi
berdasarkan waktu dimana ikan manyung menjadi tangkapan dominan pada bulan
Januari dan November sedangkan petek dominan pada bulan Oktober. Dominasi ikan
petek menunjukkan bahwa kapal lampara dasar yang berbasis di PPI Kintap daerah
operasinya tidak jauh dari pantai.
Gambar V-2 . Komposisi hasil tangkapan jaring muroami di perairan WPP 712 Laut Jawa
89
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Komposisi hasl tangkapan pancing ulur didominasi ikan kurisi (Nemipterus fruscosus)
sebesar 38,01%, kemudian ikan kambing-kambing (Abalistes stellatus) sebesar 10,35%
dan ikan pasir-pasir (Scolopss taeniopterus) sebesar 10,13% (Gambar V-3 ).
Gambar V-3. Komposisi hasil tangkapan pancing ulur di perairan WPP 712 Laut Jawa
90
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
400000
MSY
350000 2008 2009
2010
300000 2011 2005
2006
Produksi (Ton)
2001
250000 2002
2007 2003
200000 2004
150000
100000
50000
0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Upaya (Unit)
91
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
40000
35000 2009
30000
2007
Produksi (Ton)
r V-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di WPP 712- Laut J
Gambar V-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di
WPP 712- Laut Jawa
Sebaran ukuran panjang ikan petek (Leiognathus splendens) tahun 2012 berkisar 5,6
cm – 18,0 cm (panjang total, TL) dengan rata-rata 12,05 cm. Sebaran ukuran panjang
ikan swanggi/demang (Priacanthus tayenus) berkisar 11,3 – 31,0 cm (panjang cagak, FL)
dengan rata-rata 20,77 cm. Sebaran ukuran panjang ikan coklatan (Scolopsis taeniopterus)
berkisar 8,0 – 28,0 cm TL dengan rata-rata 17,67 cm. Sebaran ukuran panjang ikan kurisi
(Nemipterus peronii) berkisar 9,0 – 29,0 cm TL dengan rata-rata 17,06 cm. Sebaran ukuran
panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) berkisar 5,1 – 21,7 cm TL dengan rata-rata
11,95 cm. Sebaran ukuran panjang ikan kerapu balong (Epinephelus sexfasciatus) berkisar
11,3 – 27,7 cm TL dengan rata-rata 18,04 cm. Sebaran ukuran panjang ikan kakap
92
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
putih/gerit (Pomadasys kaakan) berkisar 10,7 – 48,0 cm TL dengan rata-rata 25,05 cm.
Dengan demikian sebaran ukuran panjang ikan petek, coklatan, kurisi, kerapu balong
dan kuniran adalah ikan-ikan yang berukuran pendek sedangkan ikan swanggi/demang
dan kakap putih/gerit adalah ikan-ikan yang berukuran panjang.
Ukuran ikan pertama kali tertangkap ikan swanggi, coklatan, kurisi dan kerapu balong
lebih besar dibandingkan dengan ukuran pertama kali matang gonad (Lc>Lm), ikan
kuniran ukuran ikan pertama kali tertangkap lebih kecil dibandingkan dengan ukuran
pertama kali matang gonad (Lc<Lm), dan ukuran ikan petek pertama kali tertangkap
sama dengan ukuran pertama kali matang gonad (Lc=Lm). Tingkat kematangan gonad
ikan petek, swanggi, coklatan, kurisi, kerapu dan kakap putih/gerit menyebar pada TKG
I – IV diduga musim pemijahan terjadi beberapa kali dalam setahun dan puncaknya
pada bulan Agustus.
Sebaran ukuran panjang ikan ekor kuning hasil tangkapan jaring muroami berkisar
15.0 – 28.9 cm. Sebaran ukuran panjang ikan bronang (Siganus guttatus) berkisar 7.5 –
11.6 cm dengan modus sebaran frekuensi panjang berada pada ukuran 10,1 – 10,5 cm.
93
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Udang putih 25
Udang dogol 24
Udang windu 15
Udang lainnya 36
0 10 20 30 40
Persentase (%)
Gambar V-6. Komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 712-Laut Jawa
94
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
Gambar V-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP 712 Laut Jawa
2.3.2 Lobster
Untuk lobster didapatkan hasil perhitungan MSY sebesar 831 ton dan JTB sebesar 665
ton. Dengan menggunakan alat tangkap trammel net sebagai standar diperoleh nilai
upaya optimum sebesar 48.605 unit alat tangkap (Gambar V-8), sementara upaya aktual
saat ini adalah sebagai 28.755 alat tangkap trammel net. Tingkat pemanfaatan lobster
saat ini masih berada dalam tahapan yang menjamin kelestarian perikanan lobster yaitu
sekitar 0.6 (indikator warna kuning) dari upaya optimum, jadi masih terbuka peluang
pengembangan sekitar 40 % dari tingkat pemanfaatan saat ini.
95
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar V-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya perikanan lobster
di WPP 712 Laut Jawa
96
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
analisa hierarki terhadap variasi komposisi hasil tangkapan pukat cincin besar, daerah
penangkapan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat zona penangkapan (Potier,
1998), yaitu I. Pantai utara Jawa Tengah (utara Tegal – Kepulauan. Karimunjawa), II.
Bagian timur Laut Jawa (Pulau Bawean, Kepulauan Masalembo, Pulau Kangean dan
Pulau Matasiri), III. Bagian barat Selat Makassar (Pulau Samber gelap, Pulau Lumu-lumu,
Pulau Lari-Larian) dan IV. Laut Natuna (Gambar V-9).
Gambar V-9. Perluasan daerah penangkapan pukat cincin yang yang menangkap pelagis
kecil berbasis di Pekalongan dan Juwana (Jawa Tengah).
97
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Layang 50
Kembung 15
Siro 11
Tembang 9
Selar 7
Lain-lain 8
0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)
Gambar V-10. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di WPP 712 Laut Jawa
98
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
Gambar V-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya ikan pelagis
kecil di WPP 712 Laut Jawa
3.3.2.Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di WPP-RI 712 pada tahun 2011 sebesar 50.709 ton atau 70,65%
dari total produksi jenis binatang lunak yaitu sebesar 71.778 ton. Alat tangkap yang
utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap, dan longbag set
net (LBSN), kadang-kadang tertangkap juga dengan Pukat Ikan. Bagan apung jumlahnya
elative banyak dan selalu mendominasi hasil tangkapan cumi dibandingkan dengan alat
tangkap lainnya di di Laut Jawa.
Analisis Model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011
sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 712 (Laut Jawa) diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 20.522 ton/tahun dengan upaya optimal
(fopt.) sebesar 5.528 unit standar bagan apung (Gambar 9). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 16.417 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat
tangkap setara bagan apung sebanyak 4.565 unit. Tingkat pemanfaatan sumberdaya
cumi-cumi di WPP-RI 712 pada tahun 2011 sebesar 0,8 (indikator warna kuning), atau
belum melebihi potensi lestarinya.
99
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
2009
25000
2010
2008
20000 2001 2005
2004 2007
2006
Produksi (ton)
2002
15000 2003
10000
5000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Upaya (unit)
V-12. KurvaGambar
hubungan
V-12. antara produksiantara
Kurva hubungan dan produksi
upaya sumber
dan upayadaya cumi-cumi
sumber di WPP
daya cumi-cumi di 712 Laut Jaw
WPP 712 Laut Jawa
100
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
Tongkol 61
Tenggiri 27
Cakalang 8
Lainnya 4
0 10 20 30 40 50 60 70
Persentase (%)
Gambar V-13. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP 712 Laut Jawa.
101
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
ton dengan JTB 35.834 ton, dan upaya optimum sekitar 10.050 unit setara purse seine
dan upaya aktual sekitar 8.752 unit purse seine. Dengan demikian tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan pelagis besar sudah mencapai 0,87 (indikator warna kuning), yang
berarti sudah harus hati-hati dalam penambahan upaya (Gambar V-14).
60000
2005
50000 2001
2008 2002
2003
40000 2009 2006
Produksi (Ton)
20000
10000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)
Gambar V-14.Kurva
Gambarhubungan antara
V-14. Kurva produksi
hubungan dan
antara upaya dan
produksi sumberdaya perikanan
upaya sumberdaya pelagispelagis
perikanan besar di WPP 712
Laut Jawa besar di WPP 712 Laut Jawa
102
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712
80000
2004
70000 2009 2003 2007
2008 2002
60000 2001 2005
2010 2006
Produksi (Ton)
50000 2011
40000
30000
20000
10000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)
103
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
104
BAGIAN VI
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 713
Selat Makassar,
Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
105
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
106
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713
Karakteristik perairan yang beragam ini dihuni oleh berbagai jenis ikan demersal khas
daerah muara sungai dan beberapa jenis ikan karang ekonomis terdapat di daerah terumbu
karang di perairan sekitar Pulau Derawan, Kepulauan Spermonde di Selat Makassar,
perairan di sekitar Pulau Sembilan di Teluk Bone, Kepulauan Wakatobi serta perairan
Teluk Saleh dan sebagian gugusan karang di Selat Sape dan perairan di sebelah utara Flores.
Leiognathidae 39
Ariidae 17
Dasyatidae 6
Nemipteridae 4
Engraulidae 3
Scianidae 3
Mullidae 3
Clupeidae 3
Synodontidae 2
Ikan Lainnya 22
0 10 20 30 40 50
Persentase (%)
Gambar VI.1. Komposisi jenis (%) ikan demersal dominan tertangkap di WPP-RI 713.
Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
107
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Menurut data Statistik Perikanan tahun 2011, produksi ikan karang ekonomis penting
hasil tangkapan rawai dasar di Teluk Bone terdiri dari kerapu sunu 42 %, kerapu pasir
Serranidae 24 % dan sisanya jenis ikan karang lainnya. Hasil tangkapan di Laut Flores
terdiri dari jenis ikan: lentjam, kakak tua, baronang, kerapu dan kakap merah.
250000
MSY
200000
Produksi (Ton)
2011
150000 2005
2001 2003
2006
100000 2008 2009
2010 2007
2004
50000 2002
0
0 20000 40000 60000 80000
Upaya (Unit)
Gambar Gambar
VI.2. Kurva hubungan
VI.2. antara produksi
Kurva hubungan antaradan upaya sumber
produksi daya sumber
dan upaya ikan demersal di WPP-RI
daya ikan 713. Selat
demersal
Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
74
108
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713
30000
2011
25000
2010 MSY
Produksi (Ton)
20000 2009
15000 2008
2006 2002 2007
10000 2004
2001
5000 2003
2005
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)
Gambar VI.3.Gambar
KurvaVI.3.
hubungan
Kurvaantara produksi
hubungan antaradan upaya sumber
produksi daya
dan upaya ikan karang
sumber di WPP-RI
daya ikan karang 713. Selat
Makassar, Teluk Bone, 713.
di WPP-RI Laut Selat
FloresMakassar,
dan LautTeluk
Bali Bone, Laut Flores dan Laut Bali
109
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
perairan Barru, Sinjai dan Wakatobi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengusahaan
sumberdaya ikan demersal dalam jangka panjang akan terancam kelestariannya, karena
penangkapan yang ada tidak memberi kesempatan pada ikan demersal untuk melakukan
pembaruan populasi.
Survei trawl pada bulan Juni 2011 di perairan antara Balikpapan dan Kotabaru Kalimantan
Timur diperoleh 127 spesies ikan demersal dengan jenis dominan ikan petek (Leiognathus
splendens) sebesar 18,9% dari total hasil tangkapan ikan demersal, diikuti oleh ikan
beloso (Saurida micropectoralis) sebesar 9,9%, petek (Leiognathus bindus) sebesar 7,3%
dan belosos (Upheneus shulphures) sebesar 6,8%. Pada bulan Oktober diperoleh 128
jenis. Hasil tangkapan trawl didominasi oleh ikan petek (Leiognathus splendens) sebesar
38,2%, kapas-kapas (Pentaprion longimanus) sebesar 6,7%, belosos (Saurida pectoralis)
(6,5% dan ikan coklatan (Scolopsis taeniopterus) yang besarnya 3,5%.
Laju tangkap rawai dasar pada bulan April sebesar 12,3 kg/trip, bulan Mei sebesar
14,05 kg/trip, bulan September sebesar 4,78 kg/trip, dan bulan Oktober sebesar 7,12
kg/trip. Ukuran panjang toal ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang tertangkap
berkisar antara 20-79 cm. Analisis parameter populasi diperoleh hasil sebagai berikut:
Laju pertumbuhan (K) = 0,29 cm/tahun, panjang simptotik (L∞) = 84,6 cm, kematian
alami (M) = 1,43, kematian karena penangkapan (F) sebesar = 1,43, laju penangkapan
(E) sebesar 0,57 dan Lc-50% = 49,2 cm TL. Analisis parameter populasi ikan kerapu
lumpur (Epinephelus coioides) diperoleh K=0,14 cm/tahun, L∞ = 120 cm, M = 0,39,
F = 0,34 dan laju pemanfaatan (=Z) sebesar 0,47 . Panjang pertama kali tertangkap (
Lc-50%) sebesar 63 cm TL.
Analisis terhadap parameter populasi terhadap kerapu sunu Bone (Plectropomus maculatus)
diperoleh hasil seperti berikut: K = 0,6 cm/tahun, L∞ = 70 cm, M = 1,03, F = 0,66,
tingkat laju penangkapan (E) sebesar 0,39 dan Lc-50% = 42,37 cm TL. Untuk jenis
ikan kerapu sunu merah (Plectropomus leopardus) nilai parameter populasinya: K=0,4
cm/tahun, L∞ = 64,5 cm, M = 0,80, F = 0,54, tingkat laju pemanfaatan sebesar 0,40
dan Lc-50% = 34,27 cm TL.
110
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713
0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)
Gambar VI.4. Komposisi (%) hasil tangkapan udang dengan trawl di perairan timur
Kalimantan tahun 2006
Udang umumnya tertangkap bersama-sama ikan demersal, karena hidup pada habitat
yang sama. Berdasarkan data sampling, proporsi antara udang dan ikan demersal berkisar
20% udang: 80% ikan demersal). Prosentase terbesar dari komposisi hasil tangkapan
udang adalah jenis udang penaeid. Dari hasil sampling dengan menggunakan alat tangkap
lampara dasar di perairan Selat Makassar pada bulan Juni 2011 tertangkap 13 jenis udang
penaeid dengan dominasi jenis: udang dogol (Metapenaeus ensis): 49 %, udang jerbung
(Penaeus merguiensis) 25,6 % dan udang tiger (Penaeus semisulcatus) 10,8 %, sedang
111
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
jenis lainnya kurang dari 6 %. Komposisi jenis udang agak berbeda sampling pada bulan
Oktober 2011, jenis udang yang dominan yaitu udang tiger (Metapenaeus ensis) 25,5
%, udang dogol (Metapenaeus ensis) 16,6 %, udang krosok (Parapenaeopsis sp) 16 %,
udang jerbung (Penaeus merguiensis) 14 %, dan lainnya kurang dari 9 % (BPPL, 2011)
Menurut Statistik Perikanan (2011) komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 713
terdiri dari udang putih 9.077 ton, udang windu (27,72 %), udang dogol 4.393 ton
(13,41 %) dan sisanya jenis udang lainnya.
Gambar VI.5 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
112
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713
2.3.2. Lobster
Aplikasi Model Produksi Surplus dengan menggunakan regresi linier dari Schaeffer
(1957) terhadap data catch dan effort lobster tahun 2000-2011 disajikan pada Gambar
VI.6. Nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) udang lobster sebesar 1.026 ton/
tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 17.186 unit standar bubu. Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 821 ton/
tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil
perhitungan jumlah alat yang beroperasi sebesar 21.284 unit bubu sehingga tingkat
pemanfaatannya telah mencapai 1,2 (indikator warna merah). Dengan demikian tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan karang di perairan WPP 713 telah mengalami kelebihan
tangkap.
Gambar VI.6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya lobster di
WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
113
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
alat untuk udang dogol antara, 0,04-0,80 kg/unit alat, untuk udang tiger dan 0-2,04
kg/unit alat untuk udang jerbung.
Parameter populasi terhadap beberapa spesies udang penaeid dan lobster di Selat Makasar
menunjukkan nilai kematian karena penangkapan (F) yang tinggi dan nilai E (laju
pengusahaan) diatas 0,5. Hal ini menyatakan bahwa tingkat pemanfaatan udang di WPP
713 sudah berada pada tahapan lebih tangkap (over-fishing).
114
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713
Layang 43.3
Siro 17.8
Banyar 7.8
Bentong 7.4
Ayam2 6.6
Tongkol 5.7
Jui 3.9
Teri 2.3
Bawal 0.3
Tenggiri 0.1
Campur 4.7
0 10 20 30 40 50
Persentase (%)
Gambar VI.7. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil di WPP-RI 713. Selat Makassar,Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Bali
.
Jenis ikan layang yang tertangkap nelayan di wilayah perairan Selat Makassar laut dangkal
diduga merupakan unit stok layang yang berasal dari Laut Jawa (Decapterus russelli dan
D. macrosoma), sedangkan di perairan laut dalam barat Sulawesi jenis layang malalugis (D.
macarellus) adalah jenis utama yang tersebar juga di Laut Flores dan perairan sekitarnya.
115
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar VI.8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya perikanan
pelagis kecil di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores
dan Laut Bali
3.3.2 Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di WPP-RI 713. pada tahun 2011 sebesar 9.224 ton dan mengalami
kenaikan rata-rata 1,89 % per tahun (2006-2011) (DJPT, 2012). Aplikasi Model Produksi
Surplus, diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 5.243
ton /tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 12.068 unit standar bagan apung
(Gambar IV.9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau sebesar 4.194 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada
tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap setara bagan apung sebanyak 3.608 unit,
dengan demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 713 adalah
sebesar 0,3 (indikator warna hijau), atau belum mencapai tingkat pemanfaatan optimum.
116
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713
Gambar VI.9 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi di
WPP RI. 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
117
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Tenggara Timur. Khusus di perairan Laut Bali banyak nelayan menangkap ikan tongkol
dengan menggunakan pancing tonda.
Tongkol 52.8
Cakalang 33.9
Tenggiri 12.1
Setuhuk 0.3
Lemadang 0.3
Layaran 0.3
Lisong 0.1
0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)
Gambar VI.10. Komposisi jenis (%) ikan pelagis besar selain tuna di WPP-RI 713. Selat
Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
118
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713
sumber daya ikan pelagis besar sudah berada pada tahapan penuh yaitu 1,05 (indikator
warna merah). Oleh karena itu disarankan untuk melakukan moratorium penangkapan
ikan pelagis besar di WPP 713.
25000
2004
20000 2008
2006
2009 2010 2007 2003
Produksi (Ton)
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)
4.3.2. IkanTongkol
Aplikasi Model Produksi Surplus data catch dan effort tahun 2000-2011 diperoleh
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 44.018 ton/tahun dengan
upaya optimum (fopt.) sebesar 12.245 unit standar pukat cincin (Gambar VI.12). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 83
35.215 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011
diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 14.994 unit standar pukat cincin. Tingkat
pemanfatan sumber daya ikan tongkol sebesar 1,22 (indikator warna merah), berarti
pemanfaatan sumber daya tersebut telah melewati tahapan yang lestari (over-fishing).
119
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
60000 2008
2007
50000 2009
2010
2006
40000 2011
Produksi (Ton)
10000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar VI.12.
GambarKurva hubungan
VI.12. antara produksi
Kurva hubungan antaradan upaya sumber
produksi dayasumber
dan upaya ikan daya ikan tongkol
tongkol di WPP- RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan
di WPP- RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
Laut Bali
84
120
BAGIAN VII
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 714
Teluk Tolo dan Laut Banda
121
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
122
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714
123
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
20000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Upaya (Unit)
Gambar VII-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di Laut Banda (WPP
Gambar VII-2.
714) Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di Laut Banda (WPP 714)
85
Potensi lestari ikan karang di laut Banda didapatkan sebesar 16.838 ton per tahun dan
JTB sebesar 13.470 (Gambar VII-3). Alat tangkap rawai dasar dijadikan sebagai alat
tangkap standar, dan dari hasil perhitungan didapatkan upaya optimum (f opt) 5.298 unit,
sementara jumlah upaya aktual adalah 2.074 unit rawai dasar. Dengan demikian tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan karang mencapai sekitar 0,39 (indikator warna hijau),
hal ini mengindikasikan bahwa masih terbuka peluang pengembangan penangkapan
ikan karang di WPP 714.
25000
2011
20000
MSY
Produksi (Ton)
15000 2010
2009
0
Upaya (Unit)
Gambar VII-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di Laut Banda (WPP 714)
Gambar VII-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang
di Laut Banda (WPP 714)
124 86
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714
3500
2007
3000
2500 2003
2002
Produksi (ton)
2000 2005
1500 2010
2006
1000 2009
2008
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500
Upaya (unit)
Gambar VII-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan udang di Laut Banda (WPP 714)
Gambar VII-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan udang di Laut
Banda (WPP 714)
125
87
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Hasil perhitungan MSY lobster dengan model Schaefer diperoleh nilai sebesar 70 ton
dan JTB sebesar 56 ton (Gambar VII-5). Alat tangkap yang dijadikan acuan/standar
untuk memperoleh upaya optimum adalah trammel net. Nilai upaya optimum diperoleh
nilai sebesar 8626 unit alat tangkap dan nilai upaya aktual adalah 4.026 unit trammel
net. Tingkat pemanfaatan udang saat ini masih berada dalam tahapan yang menjamin
kelestarian lobster yaitu sekitar 0,5 (indikator warna hijau).
100
90 2006
80
70 2009
Produksi (ton)
60 2008
50 2007
2011 2010
40
30
20
10
-
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (unit)
Gambar VII-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan lobster di
Gambar VII-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan lobster di Laut Banda (WPP 714)
Laut Banda (WPP 714)
126
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714
Kembung 20
Layang 19
Teri 19
Tembang 16
Selar 6
Lemuru 6
Lainnya 13
0 5 10 15 20 25
Persentase (%)
Di Laut Banda bagian barat atau perairan timur Kendari hasil tangkapan ikan pelagis
kecil pada alat pukat cincin mini sebesar 57% (2011) sedang lainnya (43%) berupa ikan
pelagis besar terutama tongkol; sebagian besar (52%) ikan pelagis kecil yang tertangkap
terdiri dari kategori layang.
127
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar VII-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP 714
Dengan menggunakan model surplus produksi (Schaefer), didapatkan nilai MSY cumi-
cumi di WPP 714 sebesar 1.788 ton/tahun dan f opt 2042 unit standar bagan apung,
sementara jumlah upaya aktual sekitar 2500 unit bagan apung (Gambar VII-8). Jumlah
tangkapan yang dibolehkan (JTB) didapatkan sebesar 1.430 ton per tahun dengan tingkat
pemanfaatan berada pada tingkatan overfishing (1.22, indikator warna merah).
128
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714
Gambar VII-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi
di WPP 714
Perbandingan kelamin antara ikan jantan dan betina secara umum terlihat seimbang,
dengan demikian kesinambungan populasi masih berjalan dengan baik. Nilai Lc selalu
lebih besar dari nilai Lm, hal ini mengindikasikan terganggunya penambahan baru apabila
tidak dilakukan penataan ukuran mata jaring. Dinamika populasi menunjukkan ikan
yang dominan berupa layang biru (D. macarellus) sudah berada pada tahap fully exploited.
129
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
tongkol 48
cakalang 42
tenggiri 9
lainnya 1
0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)
4.3 Potensi Lestari, JTB dan Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan
Hasil analisa data statistik dengan metode produksi surplus untuk jenis ikan pelagis besar
selain jenis ikan tuna, tongkol dan cucut diperoleh nilai potensi lestari (MSY) adalah
9.445 ton/tahun dengan nilai JTB 7.556 ton (Gambar VII-10). Nilai f-opt didapatkan
sebesar 3.498 unit standar purse seine dan upaya aktual pada saat ini (2011) adalah
2.468 unit alat tangkap standar, dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis besar di WPP 714 adalah sekitar 0,71 (indikator warna kuning), yang berarti
tingkat pemanfaatan saat ini masih menjamin kelestarian sumber daya ikan pelagis besar.
130
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714
18000
16000 2011
14000
12000
Produksi (Ton)
Upaya (Unit)
Gambar VII-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan pelagis besar di Laut Banda (WPP 714)
Gambar VII-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan pelagis besar di
Laut Banda (WPP 714)
Untuk sumber daya ikan tongkol, diperoleh nilai potensi lestari sebesar 21.178 ton per
93
tahun dan JTB sebesar 16.943 ton per tahun. Sementara untuk upaya optimal (f opt.)
didapatkan sekitar 4.069 unit setara purse seine dan upaya aktual adalah sekitar 2.468
unit purse seine, dengan demikian tingkat pemanfaatan ikan tongkol adalah sekitar 0.61
(indikator warna kuning) (Gambar VII-11). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan tongkol masih berada pada tahapan yang lestari.
60000
2011
50000
40000
Produksi (Ton)
30000
2006 2007
20000 2008
2009
2005 2010
10000 2004 2002
2003
2001
0
0 2000 4000 6000 8000
Upaya (Unit)
Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan tongkol di Laut Banda (WPP 714)
Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan tongkol di Laut
Banda (WPP 714)
131
94
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
132
BAGIAN VIII
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 715
Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau
133
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
134
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715
Lencam 34
Gurita 17
Kerapu 13
Kakap 7
0 10 20 30 40
Persentase (%)
Gambar VIII-1. Komposisi jenis hasil tangkapan pancing ulur di WPP 715 Teluk
Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau
135
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (2012) beberapa jenis ikan demersal yang
dominan didaratkan dari WPP 715 adalah lencam: 7.531 ton (26,34 %), kuwe: 3.646
ton (12,75 %), kakap putih: 3.537 ton (12,37 %) dan kakap merah 3.282 ton (11,48
%). Sedang untuk komposisi jenis ikan karang terdiri dari ekor kuning: 4.566 ton (42,11
%), kerapu karang: 2.915 ton (26.89 %), dan kerapu sunu: 1.587 ton (14,64 %).
140000
MSY
120000
2004
100000 2003
Produksi (Ton)
2010
80000 2007
2002 2005
60000
2009 2006 2008
40000 2011
2001
20000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
bar VIII-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di WPP-715 Te
Tomini,VIII-2.
Gambar Laut Maluku, Laut Halmahera,
Kurva hubungan Laut
antara produksi danSeram
upaya dan Teluk
sumber daya Berau
ikan demersal
di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram
dan Teluk Berau
136
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715
30000
25000 2009
2010
Produksi (Ton)
20000
2008
MSY
15000 2007
137
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
200 m. Gerombolan ikan karang ditemukan di bagian selatan kepulauan (perairan antara
P. Kaboutan dan Teluk Mogo), dan diperkirakan densitas tertinggi yaitu sebesar 29,83
ekor/1000 m3; sedang di bagian utara terdeteksi di sebelah utara P. Waleakodi.
Dugaan stok sumber daya ikan karang di sekitar Kep. Togian (luas 301,5 mil2, lebih dari
1.034 km2) sebesar 147,02 ton setara dengan kepadatan total 0,142 ton/km2. Biomassa
terdiri dari beberapa kelompok ukuran. Dengan asumsi yang melakukan eksploitasi
adalah nelayan pancing asal Pagimana (jumlah alat rawai dasar tercatat 130 unit pada
2004), 4 trip/bulan (hari laut antara 3-7 hari/trip), aktivitas selama 10 bulan, dan laju
tangkap sekitar 27,5 kg/trip dapat ditaksir jumlah produksi ikan karang di area target
sekitar 143 ton.
Hasil tangkapan ikan karang umumnya berupa ikan ekonomis (food fish) dan menjadi
target penangkapan. Kakap (Fam. Lutjanidae) dan kerapu (Fam. Serranida) masing-
masing memberi kontribusi sekitar 19%; ’daging putih’ (Fam. Lethrinidae) kontribusinya
sekitar 34%.
Hasil tangkapan berfluktuasi, puncak musim sekitar September; pada musim timur hasil
tangkapan rendah. Laju tangkapan (kg/trip) antara 11-44 kg/trip (rata-rata 27,5 kg/
trip). Ukuran yang tertangkap merupakan ukuran ekspor: ekor bulan (V. albimarginata)
antara 24–34 cm, ukuran dominan 24 cm; sunu super (P. leopardus) antara 28-49 cm;
kerapu coklat (E. areolatus) antara 40-82 cm, ukuran dominan 47 cm; kakap merah (L.
malabaricus) antara 40,5–72,5 cm, ukuran dominan 72 cm; sunu macan (P. areolatus)
antara 39-64 cm, ukuran dominan 44 cm; kerapu muso/gomes (E. fuscoguttatus) antara
64-89 cm, ukuran dominan sekitar 64 cm.
138
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715
udang dogol 40
udang jerbung 30
udang krosok 25
udang windu 5
0 10 20 30 40 50
Persentase (%)
GambarVIII-4. Komposisi jenis udang di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap (2012) total produksi udang penaeid di
perairan WPP 715 sebesar 2.732 ton, terdiri dari udang dogol 1.287 ton (20,11 %),
udang putih 1.333 ton (20,38 %), udang windu 914 ton (14,28 %) dan sisanya udang
jenis lainnya.
139
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
effort optimum maka tingkat pemanfaatan sumber daya udang dapat dihitung nilainya
sebesar 0,8 (indikator warna kuning), sehingga sudah mencapai tingkat fully exploited.
7000
2011 2006
6000
2005
5000 2010
Produksi (ton)
2009 2004
4000
2007
3000 2003 2008
2002
2001
2000
1000
0
0 200 400 600 800 1000
Upaya (unit)
VIII-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid di WPP-715
Tomini,
GambarLaut Maluku,
VIII-5. Kurva Laut Halmahera,
hubungan Laut Seram
antara produksi dansumber
dan upaya Teluk daya
Berauudang
penaeid di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram dan Teluk Berau
Hasil survei sumber daya udang tahun 1982-2005 menunjukkan rasio HTS terhadap
udang adalah 7:1, sehingga diperkirakan kepadatan stok HTS di perairan tersebut berkisar
antara 1,0–1,5 ton/km2.
2.3.2. Lobster
Jenis lobster yang tertangkap sebagian besar adalah famili Panuliridae. Dari hasil analisis
Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort selama 11 tahun (2000-2011)
terhadap sumberdaya udang lobster di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau) disajikan pada Gambar VIII-6. Besaran nilai
potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) lobster sebesar 640 ton/tahun dengan upaya
optimal (fopt.) sebesar 7.631 unit standar bubu. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 512 ton/tahun. Berdasarkan data
Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat
yang beroperasi sebesar 4.107 unit standar bubu sehingga tingkat pemanfaatannya baru
mencapai 0,5 (indikator warna hijau). Berdasarkan effort aktual 2011 tersebut maka
pemanfaatan sumber daya udang lobster di perairan WPP 715 belum mencapai tingkat
140
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715
800
2010
700 2011 2005
600 2006
2008
Produksi (ton)
500
400 2007
2009 2004
300
200
100
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (unit)
141
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
2°
MANADO
Bitung
1°
0°
Una-una
KEP. TOGIAN
Donggulu
Pp. Tagihan
Toboli
Parigi Pagimana
Laiga Ampana
Luwuk
-1° Tambu
Tambarana
P. Peleng
POSOToliba
SULAWESI
PP. Sula
Gambar VIII- 7. Peta lokasi penangkapan ikan pelagis (terang), ikan demersal (gelap)
dan posisi rumpon di perairan Teluk Tomini (Suwarso, 2012).
142
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715
Gambar VIII-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut
Seram dan Teluk Berau
143
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
3.3.2 Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di wilayah perairan WPP RI 715 pada tahun 2011 tercatat 4.061 ton,
dimana pada 5 tahun terakhir ini (2007-2011) telah mengalami kenaikan rata-rata 18,82
% per tahun (DJPT, 2012). Sebagian besar jenis cumi-cumi adalah famili Loligonidae.
Analisis Model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011 pada
sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram dan Teluk Berau) diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 4.020 ton/tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 2.815 unit standar
bagan apung (Gambar VIII-9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau sebesar 3.216 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap setara bagan apung sebanyak
3.759 unit standar bagan apung. Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI
715 pada tahun 2011 sebesar 1,3 (indikator warna merah), atau telah melebihi potensi
lestarinya.
4500
2007
4000 2006 2004
2009 2010
3500
2001
3000 2002 2008
Produksi (ton)
2003 2005
2500
2000
1500
1000
500
0
0 1000 2000 3000 4000
Upaya (unit)
VIII-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi di WPP-715
Gambar
Tomini, LautVIII-9.
Maluku,Kurva hubungan
Laut antara produksi
Halmahera, dan upaya
Laut Seram sumber
dan dayaBerau
Teluk cumi-cumi di
WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram
dan Teluk Berau
144
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715
0,5 dimana F adalah laju kematian akibat penangkapan, dan Z adalah laju kematian total.
Dengan nilai E tersebut mengindikasikan bahwa eksploitasi belum memberikan dampak
yang nyata pada karakter populasi. Namun demikian, tekanan penangkapan terhadap
ikan-ikan muda diduga cukup tinggi yang dapat mengakibatkan penurunan stok. Selain
itu, terdapatnya juvenil tuna, cakalang dan tongkol dalam hasil tangkapan pukat cincin
perlu menjadi perhatian. Parameter populasi ikan Malalugis (D. macarellus) di Teluk
Tomini menunjukkan sudah mengarah pada pemanfaatan yang berlebih.
Hasil analisis GSI (Gonad Somatic Index) ikan malalugis pada tahun 2009-2010 diduga
terjadi 2 kali musim pemijahan yaitu setelah musim timur dan setelah musim barat.
Ukuran ikan malalugis saat reproduksi antara 21-26 cm, sedang ukuran pertama kali
matang (Lm) diperkirakan sekitar 25,3 cm (Suwarso, et al. 2010). Dari data tersebut
terlihat bahwa ukuran ikan pada 50 % tertangkap (18,3 cm) jauh lebih kecil dibanding
ikan pertama kali memijah (25,3 cm). Kejadian ini mengindikasikan bahwa diperlukan
kehati-hatian dalam melakukan penangkapan ikan malalugis. Ikan-ikan berukuran kecil
yang merupakan ukuran rekruitmen diperkirakan antara 7-13 cm (modus 9,5 cm). Jumlah
kelompok ini pada tahun 2010 tidak melebihi 10 %, namun pada bulan-bulan tertentu
dapat mencapai 40 % terutama pada bulan September.
145
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Cakalang 66
Tongkol 29
Tenggiri 5
0 10 20 30 40 50 60 70
Persentase (%)
Gambar VIII-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar non tuna di WPP 715 Teluk Tomini,
Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau
146
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715
9000
2007
8000
2011 2008 2009
7000 2010
2001
6000
Produksi (Ton)
2006
2005
5000
2004
4000
2002
3000 2003
2000
1000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Upaya (Unit)
r VIII-11.Kurva hubungan
Gambar antarahubungan
VIII-11. Kurva produksi dan
antara upayadansumber
produksi dayadaya
upaya sumber ikan
ikanpelagis
pelagis besar di W
Teluk Tomini, Laut Maluku,
besar Laut
di WPP-715 Halmahera,
Teluk Tomini, LautLaut Seram
Maluku, Laut dan TelukLaut
Halmahera, Berau
Seram dan Teluk Berau
Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau sebesar 5.551 ton /tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada
tahun 2011 diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 3.019 unit standar pukat
cincin. Dengan demikian effort aktual 2011 belum melewati effort optimum dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar non tuna dapat dihitung nilainya sebesar
0,85 (indikator warna kuning), yang berarti tingkat pemanfaatan saat ini masih dapat
menjamin kelestarian sumber..
Dengan menggunakan Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort selama 11
tahun (2000-2011) untuk sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut
Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau) diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 46.939 ton/tahun dengan upaya optimum
(fopt.) sebesar 3.949 unit standar pukat cincin (Gambar VIII-12). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 37.551 ton/tahun.
147
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat
yang beroperasi sebanyak 3.019 unit standar pukat cincin. Tingkat pemanfatan sumber
daya ikan tongkol sebesar 0,76 (indikator warna kuning), berarti pemanfaatan sumber
daya tersebut belum melewati tingkat optimum.
60000
2008
50000 2007 2010
2011 2009
40000
Produksi (Ton)
2006
30000
20000
10000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Upaya (Unit)
VIII-12.Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan tongkol di WPP-715
Tomini,
GambarLaut Maluku,
VIII-12. Laut Halmahera,
Kurva hubungan Laut
antara produksi danSeram dan Teluk
upaya sumber Berau
daya ikan tongkol
di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram
dan Teluk Berau
148
BAGIAN IX
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 716
Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera
149
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
150
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716
151
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
30000 MSY
25000 2011
20000
2001 2005
2007
15000 2003 2004 2006
2002
10000
5000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar IX-1. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya ikan demersal
Gambar IX-1. di Kurva hubungan
di WPP-RI antara
716, Laut produksi
Sulawesi dan upaya
dan sebelah sumberdaya
utara Pulau Halmaheraikan
demersal di di WPP-RI 716, Laut Sulawesi dan sebelah utara
Pulau Halmahera
Potensi lestari ikan karang di laut Sulawesi sebesar 6.460 ton dan JTB sebesar 5.168
(Gambar IX-2). Alat tangkap pancing rawai dijadikan sebagai alat tangkap standar dengan
upaya optimum (fopt) sebesar 8.472 unit standar pancing rawai dan upaya aktual sekitar
2.805 unit pancing rawai. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal baru mencapai
sekitar 0,33 (indikator warna hijau), yang berarti masih terbuka peluang pengembangan
sekitar 67 % dari tingkat pemanfaatan saat ini.
8000
2011 MSY
7000
6000
Produksi (Ton)
2010 2009
5000
4000 2007
2008
3000 2001 2004
2006
2000 2003
Gambar IX-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di
Gambar IX-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan
WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera
karang di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah
utara Pulau Halmahera
152
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716
153
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar IX-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang di WPP-
RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera
700
600 2003
2011 2001
2004
500 2002
Produksi (ton)
400
2010 2007 2006
2008
300 2009 2005
200
100
0
0 5000 10000 15000
Upaya (unit)
Gambar
GambarIX-4 Kurvahubungan
IX-4 Kurva hubungan antara
antara produksi
produksi dansumber
dan upaya upaya daya
sumber daya
lobster lobster
di WPP-
diRIWPP-RI
716. Laut716. Lautdan
Sulawesi Sulawesi dan sebelah
sebelah utara utara Pulau Halmahera
Pulau Halmahera
154
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716
155
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar IX-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera
3.2.2. Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di WPP-RI 716 pada tahun 2011 sebesar 776 ton atau 38,90% dari
total produksi jenis binatang lunak yaitu sebesar 1995 ton. Berdasarkan analisis Model
Produksi Surplus terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya cumi-
cumi di WPP-RI 716 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau) diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
805 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 1.165 unit standar bagan apung
(Gambar IX-6). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau sebesar 644 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap,
pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap setara bagan apung sebanyak 1.994
unit standar bagan apung. Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI
715 pada tahun 2011 sebesar 1,7 (indikator warna merah), atau telah melebihi tingkat
pemanfaatan yang lestari.
156
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716
900
800
700 2004 2003
2006
600 2007
Produksi (ton)
ar IX-6. KurvaGambar
hubungan antarahubungan
IX-6. Kurva produksi danproduksi
antara upayadansumberdaya perikan
upaya sumberdaya cumi-cumi
perikan cumi- di WPP-
Laut Sulawesi dancumi
sebelah utara716.
di WPP-RI Pulau
Laut Halmahera
Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera
Di perairan utara Gorontalo, hasil per unit upaya pada pukat cincin tahun 2011 sekitar
490 kg/hari; jenis dominan dari alat pukat cincin adalah layang (17%) dan banyar (21%).
157
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
4.2 Potensi Lestari, JTB dan Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan
Aplikasi Metode Produksi Surplus dengan menggunakan regresi linier sederhana dari
Schaeffer pada ikan pelagis besar selain tunaestari (MSY) adalah 1.062 ton/tahun dengan
nilai JTB 850 ton (Gambar IX-7). Nilai f opt didapatkan sebesar 4.408 unit standar
purse seine, dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di
WPP 716 adalah sekitar 0,6 (indikator warna kuning), jadi masih terbuka peluang
untuk dikembangkan.
1400
1000 2008
Produksi (Ton)
2006 2005
800 2007
600
400
2004
200
0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Upaya (Unit)
Untuk sumber daya ikan pelagis besar lainnya berupa jenis tongkol, diperoleh nilai potensi
lestari sebesar 18.505 ton per tahun dan JTB sebesar 14.804 ton per tahun. dengan
158
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716
upaya optimal (fopt.) 3.886 unit setara purse seine, dengan demikian tingkat pemanfaatan
ikan tongkol sudah mencapai 0,68 (indikator warna kuning) (Gambar IX-8), dan masih
dapat dikembangkan dengan prinsip kehati-hatian.
25000
2011
20000
2002
2010
Produksi (Ton)
2004
15000 2009 2005
2008 2006 2003
2007 2001
10000
5000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Upaya (Unit)
Gambar IX-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI 716. Laut
Gambar IX-8. Kurva
Sulawesi dan hubungan antara
sebelah utara Pulauproduksi dan upaya sumberdaya ikan tongkol di
Halmahera
WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera
159
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
160
BAGIAN X
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 717
Teluk Cendrawasih dan
Samudera Pasifik
161
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
162
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717
Kajian sumberdaya ikan karang konsumsi yang dilakukan di perairan Biak Timur
tersebar di beberapa wilayah perairan Yenusi, Segara Indah, dan Ariom. Hasil kajian
diperoleh keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Jenis-jenis ikan yang dijumpai terdiri
dari suku Pomacentridae (50 jenis), Labridae (26 jenis), Chaetodontidae (26 jenis),
Acanthuridae (20 jenis), Serranidae (16 jenis), Pomacanthidae (10 jenis), Lutjanidae
(8 jenis), Caesionidae (7 jenis), Balistidae (7 jenis), Siganidae (6 jenis). Jenis-jenis ikan
163
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
yang dominan adalah Pterocaesio pisang (29,73%) dari suku Caesionidae dan Kyphosus
vaigiensis (13,33%) dari suku Kyphosidae (Marasabessy, 2010).
Gambar X-1. Sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap di WPP Samudera Pasifik
(WPP 717)
164
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717
2005
60000 2004 2009
50000 2003
40000 2002
2011
30000 2001
20000
10000
0
0 5000 10000 15000
Upaya (Unit)
Gambar X-2.
Gambar X-2. Kurva
Kurva hubungan produksidan
hubungan produksi danupaya
upaya sumber
sumber dayadaya
ikanikan demersal
demersal di
Samuderadi Samudera
Pasifik Pasifik (WPP 717)
(WPP 717)
Potensi lestari ikan karang di Samudera Pasifik didapatkan sebesar 3.854 ton per tahun
dan JTB sebesar 3.083 per tahun (Gambar X-3). Alat tangkap pancing rawai dijadikan
sebagai alat tangkap standar, dan dari hasil perhitungan didapatkan upaya optimum (f
opt) 6.544 unit, dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan karang sudah
mencapai sekitar 0,77 (indikator warna kuning), berarti sudah harus hati-hati dalam
pengembangan penangkapannya.
165
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
9000
8000 2009
7000
Produksi (Ton)
Gambar
Gambar X-3.
X-3. Kurva
Kurva hubungan
hubungan produksi
produksi dan upaya
dan upaya sumbersumber
daya ikandaya ikan
karang karang
di Samudera
di Samudera
Pasifik (WPP 717) Pasifik (WPP 717)
166
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717
Gambar X-4. Komposisi jenis udang penaeid di WPP Samudera Pasifik (WPP 714)
11000 2001
10000
9000 2005
8000 2002
7000 2004
Produksi (ton)
2006
6000
2007
5000
2010
4000 2011
2008
3000
2009
2000
2003
1000
0
0 500 1000 1500 2000
Upaya (unit)
Gambar X-5. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang
Gambar X-5. Kurva hubungan produksiPasifik
di Samudera dan upaya
(WPPsumber
717) daya udang di Samudera
Pasifik (WPP 717)
167
114
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Untuk lobster didapatkan hasil perhitungan MSY sebesar 1051 ton dan JTB sebesar 841
ton (Gambar X-6). Dengan menggunakan alat tangkap bubu sebagai acuan diperoleh nilai
upaya optimum sebesar 3275 unit alat tangkap. Tingkat pemanfaatan lobster saat ini
sudah berada dalam tahapan yang fully exploited (nilai 1,1, indikator warna merah), dengan
demikian disarankan untuk melakukan moratorium penangkapan lobster di WPP 717 .
1200
2011 2010
1000 2008
800
)
n
to( 600
is 2005
k
u 400
d
or 2007 2006
P
200 2009
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Upaya (unit)
Gambar X-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster di Samudera
Pasifik (WPP 717)
168
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717
Kembung 38.2
Layang 12.1
Teri 11.7
Tembang 8.3
Selar 8.1
Belanak 4.3
Talang-talang 3.8
Lemuru 3.5
Julung-julung 1.9
Sunglir 1.8
0 10 20 30 40 50
Persentase (%)
Gambar X-7. Sepuluh jenis ikan pelagis kecil dominan tertangkap di WPP Samudera
Pasifik
169
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar X-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis kecil di
Samudera Pasifik (WPP 717)
Dengan menggunakan model surplus produksi (Schaefer), didapatkan nilai MSY cumi-
cumi di WPP 717 sebesar 1.515 ton/tahun dan f opt adalah 355 unit standar bagan
apung (Gambar X-9). Jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) didapatkan sebesar
1.212 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sekitar 0,80 (indikator warna kuning),
yang berarti masih bisa dikembangkan lagi perikanannya dengan prinsip kehati-hatian..
170
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717
Gambar X-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi di Samudera
Pasifik (WPP 717)
171
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
cakalang, tongkol dan tengiri banyak dilakukan di perairan sebelah utara Pulau Waigeo,
Pulau Biak dan Jayapura. Menurut Sumiono & Nasution (1994) Penangkapan ikan
pelagis besar dengan pancing ulur banyak dilakukan di perairan Teluk Cenderawasih.
Gambar X-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP Samudera Pasifik
172
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717
16000
14000 2008 2009
2006 2007
12000
2011 2010
Produksi (Ton)
10000 2005
2004
8000 2002
6000 2003
4000
2000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Upaya (Unit)
Gambar X-11. Kurva hubungan produksi dan upaya sumberdaya ikan pelagis besar
Gambar X-11. Kurva hubungan produksi
di Samudera dan (WPP
Pasifik upaya717)
sumberdaya ikan pelagis besar di
Samudera Pasifik (WPP 717) 120
Untuk sumber daya ikan pelagis besar lainnya berupa jenis tongkol, diperoleh nilai
potensi lestari sebesar 9.243 ton per tahun dan JTB sebesar 7.394 ton per tahun.
Sementara untuk upaya optimal (f opt.) didapatkan sekitar 2.042 unit setara purse seine,
dan tingkat pemanfaatan ikan tongkol adalah sekitar 0,62 (indikator warna kuning)
(Gambar X-12). Untuk pengembangan penangkapannya harus disertai monitor CPUE
yang berkesinambungan.
173
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
14000
12000 2009
10000 2010
Produksi (Ton)
174
BAGIAN XI
571
711 716
717
715
572
718
573
WPP-RI 718
Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor Bagian Timur
175
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
176
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718
Gambar XI-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan di WPP-RI 718
tahun 2011
Produksi ikan karang ekonomis di WPP-RI 718 yang paling tinggi adalah ikan ekor
kuning sebesar 69,4% dari total produksi ikan karang yang besarnya 13.346 ton, diikuti
oleh ikan beronang 13,3%, krapu bebek 6% dan lainnya kurang dari 5% (Gambar XI-2).
177
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar XI-2. Komposisi (%) jenis ikan karang ekonomis dominan tertangkap di WPP-
RI 718 tahun 2011
178
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718
300000
200000
2007 2003
150000 2006
2008 2001
100000 2009
2002
50000
0
0 2000 4000 6000 8000
Upaya (Unit)
1.3.2.Ikan Karang
Aplikasi Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort sumberdaya ikan karang
ekonomis tahun 2000-2011 di WPP-RI 718 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 11.232 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 8.957 unit
setara rawai dasar (Gambar XI-4). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau 8.986 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun
2011 jumlah rawai dasar 9.096 unit dan produksi ikan karang ekonomis sebesar 13.346
ton. Memperhatikan Gambar XI-4, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang
ekonomis di WPP-RI 718 mencapai 1,02 (indikator warna merah) atau melebihi potensi
lestarinya, jadisudah harus dilakukan moratorium.
179
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
16000
2011
14000 2010
12000 2007 MSY
Produksi (Ton)
10000 10,831
2009
8000 2005 2006
6000 2004
2003
4000 2002
2000 2001
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
Gambar XI-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan karang ekonomis
XI-4. Kurva hubungan produksi
di WPP-RI dan upaya
718 Laut Aru,sumber dayadanikan
Laut Arafuru Lautkarang ekonomis
Timor bagian Timur di WPP-RI 71
Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur
180
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718
Shrimps (Kg/hr)
0 to 50
50 to 100
100 to 150
150 to 200
200 to 300
Gambar XI-5. Daerah penyebaran udang penaeid di perairan Arafura tahun 2006
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap, komposisi jenis udang di WPP-RI 718 pada
tahun 2011 didominasi oleh kelompok udang windu sebanyak 47,0% dari total produksi
udang penaeid yang besarnya 11.325 ton, diikuti oleh kelompok udang jerbung 23,1%,
udang lainnya 22,8%, udang dogol 6,1%, udang krosok 0,8% dan udang ratu 0,2%
(Gambar XI-6).
181
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Gambar XI-6. Komposisi (%) jenis udang penaeid di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut
Arafuru dan Laut Timor bagian Timur, tahun 2011
Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP-RI 718, antara lain lobster pasir (Panulirus
homorus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes), lobster
hijau (Panulirus versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster mutiara
(Panulirus ornatus). Menurut Statistik Perikanan, produksi lobster tahun 2011 di WPP-
RI 718 sebesar 881 ton dan menunjukkan kecenderungan meningkat sejak tahun 2007.
2.3.2. Lobster
Aplikasi Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort lobster tahun 2000-2011
di WPP-RI 718 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 251
182
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718
ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 7.233 unit setara jaring insang tetap (Gambar
XI-7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau sebesar 201 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan tahun 2011, jumlah jaring insang
tetap sebanyak 21.451 unit dengan produksi lobster 881 ton. Memperhatikan Gambar
XI-7, tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di WPP-RI 718 sangat tinggi, yaitu 2,0
(indikator warna merah) atau sudah melebihi potensi lestarinya. Dengan demikian
disarankan untuk secepatnya melakukan penurunan upaya dalam pengusahaan lobster
di WPP 718.
1000
900 2011
800 2009
700 2010
Produksi (ton)
600
500
400
300 2008
200 2007 2006
100 2005
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (unit)
183
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
3.2.Komposisi Jenis
Jenis ikan kembung mendominasi hasil tangkapan ikan pelagis kecil di Laut Arafura.
Menurut Statistik Perikanan, pada tahun 2011 kontribusi ikan kembung mencapai
56,1% dari total produksi ikan pelagis kecil yang besarnya 180.220 ton, diikuti oleh
kuwe 16,1%, tembang dan layang masing-masing 7,2%, selar 6% dan lainnya kurang
dari 6%. (Gambar XI-9).
Gambar XI-8. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan pelagis kecil dominan di WPP-RI 718
tahun 2011
184
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718
Gambar XI-9 Kurva hubungan produksi dan upaya ikan pelagis kecil di WPP-RI 718
3.3.2. Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di WPP-RI 718 ada tahun 2011 sebesar 2.016 ton atau 19,8% dari
total produksi binatang lunak (Moluska) yang besarnya 10.162 ton. Alat tangkap yang
utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap, dan pancing
cumi, kadang-kadang tertangkap juga dengan Pukat Ikan.
Analisis model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort cumi-cumi tahun 2000-
2011 di WPP-RI 718 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 2.765 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 679 unit setara bagan apung
(Gambar XI-11). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau 2.212 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2011, jumlah alat
tangkap bagan apung sebanyak 965 unit dan produksi cumi-cumi 2.016 ton. Tingkat
pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 718 sebesar 1,4 (indikator warna merah)
atau sudah melebihi potensi lestarinya.
185
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
3500 2007
2500
2009 2006
Produksi (ton)
2000 2010
2008 2001 2003
1500
1000
500
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Upaya (unit)
Dari survey trawl kenaikan laju tangkap (dalam kg/jam) berlangsung antara 2001, 2002
dan 2003 tetapi menurun pada 2006 (302 kg/jam), kelompok ikan demersal sangat
menentukan komposisi hasil tangkapan namun prosentasenya cenderung makin rendah,
sebaliknya prosentase ikan pelagis cenderung semakin besar, tahun 2006 sekitar 11,5%
dengan laju tangkap sekitar 34,7 kg/jam/stasisun.
Meskipun laju tangkap total (kg/jam) lebih rendah namun pada 2006 ikan pelagis amily
kontribusi lebih besar. Diantara ke 6 famili ikan pelagis yang tertangkap amily seluruhnya
merupakan species coastal, perubahan yang menonjol (semakin banyak) terjadi pada amily
Clupeid yang mencapai 71% dari seluruh ikan pelagis, sebelumnya hanya 25% pada 2002
dan 51% pada 2001. Famili Carangidae dan Scombridae cenderung semakin rendah.
Ikan pelagis merupakan hasil tangkapan sampingan pada alat pukat udang di sekitar
Ujung Dolak, jenis Amblygaster sirm paling dominan. Jenis-jenis lain yang tertangkap
cukup banyak adalah juwi (Anodontosstoma chacunda), bilis (Thryssa hamilyonii), kembung
(Rastrelliger kanagurta) dan beloso (Synodus indicus).
186
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718
Gambar XI-11. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru
dan Laut Timor bagian Timur, tahun 2011
Jenis ikan tongkol di WPP-718 didominasi oleh tongkol komo (Euthynnus affinis)
sebanyak 85,9% dan tongkol krai sebanyak 14,1 dari total produksi ikan tongkol yang
besarnya 1.483 ton.
187
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
25000
2009
2007 2011
20000
2010
2006
Produksi (Ton)
15000 2008
2005
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
XI-13. KurvaGambar
hubungan
XI-12.produksi dan upaya
Kurva hubungan sumberdaya
produksi ikan pelagis
dan upaya sumberdaya besarbesar
ikan pelagis di WPP-RI
di 718 La
WPP-RI 718 Laut Aru,
Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur
188
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718
purse seine sebanyak 7.731 unit dan produksi kelompok ikan tongkol sebesar 1.483 ton.
Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI 718 sebesar 1,37 (indikator
warna merah) atau melebihi potensi lestarinya.
35000
2007
30000 2008
2010
25000 2009
Produksi (Ton)
20000 2006
15000
10000 2005
2002
5000 2003 2004
2001 2011
0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Upaya (Unit)
r XI-14. KurvaGambar
hubungan
XI-13.produksi dan upaya
Kurva hubungan sumber
produksi daya sumber
dan upaya ikan tongkol
daya ikanditongkol
WPP-RI di 718 Laut A
WPP-RI 718 Laut
Arafuru dan Laut Timor bagian Timur Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur
189
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
190
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Pusat Riset Perikanan
Tangkap (Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP) dan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Anung, A. W. 2002. Laporan Survey Sumber Daya Ikan di Perairan Kalimantan Barat.
Laporan Teknis Intern. PRPT. Jakarta. (Tidak diterbitkan).
Awwaludin, R. Rustam & Suwarso. 2007. Perikanan demersal di sekitar Kep. Togean,
Teluk Tomini. Bawal, Widya Riset Perikanan Tangkap, I(4): 145-153.
Badrudin & B. Sumiono. 1999. Formulasi kebijakan pengelolaan bersama stok ikan kakap
merah di perairan Samudera Hindia, Selatan Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur. Prosiding Sosialisasi dan Komunikasi Hasil Penelitian dan
Rakernis Balai Penelitian Perikanan Laut, Bogor, 19-20.
Badrudin, B. Sumiono & B.P.S. Iskandar. 1992. Dugaan potensi dan prospek pemanfaatan
sumberdaya ikan demersal di perairan Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian
Perikanan Laut No. 66/1992. BPPL, Jakarta : 29-35.
Badrudin, B. Sumiono & Murtoyo, T.S. 2001. Species composition and diversity of tidal
trap net catches in the waters of Indragiri Hilir, Riau, Indonesia. Indonesian
Fisheries Research Journal. Vol. 7 (1). RIMF. Jakarta: 47-53.
Badrudin, S. Nurhakim & B.I. Prisantoso, 2008. Estimated unrecorded catch related to
the number of licensed fishing vessel in the Arafura Sea. Ind.Fish. Res. J. 14(1)
Badrudin, N. N. Wiadnyana & B. Wibowo. 2005. Deep water exploratory bottom long
lining in the waters of the Arafura. IFRJ Vol. 11:41-46.
191
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
BPPL. 2012. Laporan Teknis BPPL 2001-2012. Laporan Penelitian Tahunan. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, KKP.
Burhanuddin, S., A. Supangat, B. Sulistiyo, T. Rameyo & C. R. Kepel (Eds.). 2003. Profil
sumberdaya kelautan dan perikanan Teluk Tomini. Badan Riset Kelautan
dan Perikanan, DKP. 84pp.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). 2007. Penyusunan evaluasi alokasi dan
realisasi usaha penangkapan perorangan/perusahaan berbendera Indonesia
dan asing.
Fieux, M., C. Andrie, R. Molcard & A. G. Ilahude. 1995. The throughflow entering the
Indian Ocean. Proceeding International Workshop on The Throughflow in
and around Indonesia waters. BPPT. Jakarta. 213-238.
Gulland, J. A. 1983. Fish stock assessment: A manual of Basic Methods. Wiley, New York.
223p.
Kepel, R. Charles (Dr.). 2007. Laporan Hasil Identifikasi Produksi Perikanan dan
Lingkungan Pesisir di Teluk Tomini. Tomini Bay Sustainable Coastal
Livelihoods and Management (SUSCLAM Project Inception Phase).
Unpublish. 110 p.
Larkin, P.A. 1997. An epitaph for the concept of Maximum Sustainable Yield. Trans.
Amer.Fish. Stock. 10(1): 1-11.
Lohmeyer, U. 1996. Narrative and major results of the Indonesian-German modul (II)
of the JETINDOFISH Project, August 1979 to July 1981 In Pauly and P.
Martosubroto (Ed.): Baseline studies of biodiversities: The fish resources of
western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM : 77-90.
Losse, G. F. & Dwiponggo, A. 1977. Report on the Java Sea SE monsoon trawl survey.
June-December 1976. Spec. Rep. Contrib. of the Dem. Fish. Project No. 3,
1977. Mar. Fish. Res. Inst. Jakarta.
Martosubroto, P., T. Sujastani & D. Pauly. 1996. The mid-1970s demersal resources in the
Indonesian side of the Malacca Strait. In D. Pauly and P. Martosubroto (Eds.):
Baseline studies of biodiversities: The fish resources of western Indonesia.
DGF-GTZ-ICLARM: 40-46.
192
Daftar Pustaka
McManus, J. 1996. Marine bottom communities from the Indian Ocean coast of Bali
to mid-Sumatera In D. Pauly and P. Martosubroto (Ed.): Baseline studies of
biodiversities: The fish resources of western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM
: 91-101.
Morgan, J.R. & M.J.Valencia, 1983. The Natural Environmental Setting in Morgan,
J.R. and M.J.Valencia (Eds.): Atlas for Marine Policy in Southeast Asian
Seas. University of California Press. Berkeley. Los Angeles.London: 4-17.
Natsir, M., B. Sadhotomo & Wudianto. 2005. Pendugaan biomassa ikan pelagis di
perairan Teluk Tomini dengan metode akustik bim terbagi. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia. XI(6): 101-107.
Nugraha, B. & Suwarso. 2006. Perikanan Tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di
perairan Marissa, Teluk Tomini. Bawal, Widya Riset Perikanan Tangkap,
I(3): 107-111.
Nugroho, D. & M. Badrudin. 1987. Analisis laju tangkap sumber daya perikanan
demersal pada periode 1975-1979 dan 1984-1986 di pantai utara Jawa
Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 40/1987: 1-9.
Nurjaya, I. W. 2006. Kondisi fisik oseanografi Laut Arafura. In Monintja, D. R., Sularso,
A., Sondita, M.F.A. & Purbayanto, A. (Eds.): Perspektif pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap Laut Arafura. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan FPIK-IPB: 11-30.
Purwanto, 2008. Resource rent generated in the Arafura shrimp fishery. A Report of a
Case Study submitted to the FAO/World Bank PROFISH-funded project “the
Rent Drain Study”.
Sharp, G.D. 1996. Oceanography of the Indonesian Archipelago and adjacent areas. In
D. Pauly and P. Martosubroto (Eds.): Baseline studies of biodiversities: The
fish resources of western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM: 7-14.
193
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Sparre, P. & S.C. Venema, 1998. Introduction to tropical fish stock assessment. Part 1.
Manual. FAO Fisheries Technical Paper. No. 306.1, Rev. 2. Rome, FAO. 407p.
Sudradjat, A. & U. Beck. 1978. Report on the Southern South China Sea demersal
trawl survey, June-July 1978. Contrib. of the Dem. Fish. Proj. No. 4/1978.
MFRI-GTZ.
Sugiarto, A. & S. Birowo. 1975 (Eds). Atlas Oseanologi Indonesia. Lembaga Oseanologi
Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (In Indonesian). 79 p.
Sumiono, B. 2000. Current information of the snapper fisheries in the West Nusatenggara
and East Nusatenggara. Paper presented at AARD - ACIAR Second Snapper
Fishery Assessment Workshop. Jakarta, 4-8 September 2000 : 10 p
Sumiono, B. 2003. Ketersediaan sumberdaya ikan pelagis sebagai bahan baku industri
pengalengan ikan di Indonesia. Makalah pada lokakarya Hasil Kajian
Produksi Benih pada Industri Pengalengan Ikan. Denpasar. Departemen
Industri dan Perdagangan.
Sumiono, B. & Badrudin. 2001. Status pemanfaatan sumber daya udang penaeid di
perairan Utara Jawa. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
Edisi khusus Crustacea I (1). IPB, Bogor : 1-12.
Sumiono, B. & B.P.S. Iskandar. 1991. Potensi dan tingkat pengusahaan udang penaeid
di perairan Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan
Laut No. 57/1991. BPPL, Jakarta.
194
Daftar Pustaka
Sumiono, B. & C. Nasution, 1994. Penelitian Sumber Daya Perikanan Laut di Perairan
Teluk Cenderawasih, Irian Jaya. Laporan hasil penelitian. BPPL, Badan
Litbang Pertanian, Jakarta: 34 Hal.
Sumiono, B & V.P.H. Nikijuluw. 1996. Pengelolaan perikanan laut di daerah Biak-
Numfor ditinjau dari sumberdaya perikanan dan partisipasi masyarakat.
Prosiding Seminar Nasional Wilayah Pantai: aspek manajemen dan dinamika
biogeofisik. Dewan Riset Nasional - UNDIP : 90 – 111.
Sumiono, B. & Wasilun, 1989. Studi lingkungan hidup perikanan laut di perairan
Kalimantan Barat periode September 1989. Laporan Survei BPPL: 16 Hal.
(Tidak diterbitkan).
Sumiono, B., Iskandar, B.P.S. & Badrudin. 1992. Potensi dan pengusahaan sumberdaya
perikanan demersal ekonomis penting di perairan Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 66/1992. BPPL, Jakarta : 37-46.
Suwarso. 2000. Biology and fishery of ‘Malalugis Biru’, Mackerel scad, Decapterus
macarellus, in North Sulawesi of Indonesia. The Proceeding of the JSPS-DGHE.
Sparre, P. & S.C. Venema. 1992. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Part
1. Manual. FAO Fish.Tech.Paper 306. FAO Rome.
Wagiyo, K. & Nurdin, E. 2002. Survei perikanan pelagis kecil dan demersal di Laut
Cina Selatan. Laporan Survei Pusat Riset Perikanan Tangkap Jakarta: 12
Hal. (Tidak diterbitkan).
Wijopriono, 2007. Distribusi dan kepadatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Laut Arafura
berdasarkan observasi akustik. Dalam: Trend Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
di Laut Arafura. Balai Riset Perikanan Laut, Jakarta.
195
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Wyrtki. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Rep.Scripps
Inst. Oceanogr. Univ. Calif., 2: 1-195.
Yanagawa, H. 1997. Small pelagic resources in the South China Sea, p.365-380. In
Devaraj, M. & Martosubroto, P. (Eds.), Small Pelagic Resources and Their
Fisheries in the ASIA-Pacific Region. Proceedings APFIC Working Party on
Marine Fisheries, First Session, 13-16 May 1997, Bangkok, Thailand. RAP
Publication 1997/31.
196
Glossary
GLOSSARY
197
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI
Highly migratory species : Jenis atau kelompok ikan yang bermigrasi jauh
bahkan melintasi samudera atau melintasi yuridiksi
suatu negara contohnya kelompok ikan tuna
Angka Stok : Stok ikan sesungguhnya merupakan angka yang
menggambarkan suatu nilai dugaan besarnya biomas
ikan berdasarkan kelompok jenis ikan dalam kurun
waktu tertentu
Fish Stock Assessment : Kegiatan pengkajian stok ikan yang antara lain
meliputi kajian ‘life history’ & dinamika populasi
dan identifikasi tingkat pemanfaatan stok ikan
baik secara kualitatif dan/atau kuantitatif sabagai
landasan kebijakan pengelolaan perikanan
Metoda Acoustic : Metoda ini digunakan untuk menduga atau
menghitung stok ikan (biasanya ikan pelagis)
menggunakan alat echosounder memanfaatkan echo/
gema suara (sound) di dalam air
Metoda Swept Area : Metoda swept area digunakan untuk menduga
stok ikan dasar (demersal). Metoda ini dilakukan
dengan prinsip menyapu area perikanan dengan
menggunakan alat tangkap trawl
Metoda Surplus : Metoda estimasi potensi SDI dengan menggunakan
Production data time series hasil tangkapan dan upaya
penangkapan (statistical catch & effort data).
Model ini menganggap bahwa data berasal dari
perikanan dengan kondisi ekuilibrium tanpa
memperhitungkan struktur populasi dan interaksi
Model “Schaefer” : Salah satu Model Produksi Surplus yang
menganggap hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE
(hasil tangkapan per-satuan upaya)’ bersifat liniear
Model “Fox” : Salah satu Model Produksi Surplus, yang
menganggap hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE’
hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE’ bersifat
eksponensial/logaritmik
198
Glossary
199