Anda di halaman 1dari 224

Potensi Dan Tingkat

Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di


Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia (WPP RI)

publisher

Jl. Menteng Wadas Timur No. 75


Jakarta 12970
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

ii
Pendahuluan

Potensi Dan Tingkat


Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia (WPP RI)

Editor :
Ali Suman
Wudianto
Bambang Sumiono
Hari Eko Irianto
Badrudin
Khairul Amri

Kerjasama
BALAI PENELITIAN Ref Graphika
PERIKANAN LAUT
dengan
PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN
Balai Penelitian Perikanan Laut
DAN
Pusat KONSERVASI
Penelitian SUMBER
Pengelolaan DAYA
Perikanan IKAN
dan Konservasi
BADAN PENELITIAN Sumber DAN PENGEMBANGAN
Daya Ikan KELAUTAN
Badan Penelitian danDAN PERIKANAN
Pengembangan Kelautan dan Perikanan
2014
2014

iii
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Potensi Dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan


Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia

Penerbit : Ref Graphika


Jl. Menteng Wadas Timur No. 75
Balai Penelitian Perikanan
Jakarta 12970 Laut
Pusat Penelitian
publis her Pengelolaan Perikanan Dan
Konservasi Sumber Daya Ikan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kelautan Dan Perikanan

Editor :
Ali Suman
Wudianto
Bambang Sumiono
Badrudin
Duto Nugroho

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang Memperbanyak Buku Ini Sebagian Atau Seluruhnya
Dalam Bentuk Apapun Tanpa Izin Dari Penerbit

Penerbit : Ref Graphika


Penerbit : Ref Publisher
Cetakan I : Desember 2014
Cetakan I : Desember 2014
ISBN : 978-602-17996-3-5
ISBN :

iv
Potensi Dan Tingkat
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia (WPP-RI)
Kontributor

Ali Suman
Wudianto
Bambang Sumiono
Badrudin
Duto Nugroho
Gede Sedana Merta
Suwarso
Muhammad Taufik
Khairul Amri
Duranta Kembaren
Asep Priyatna
Elvi Setiaji
Septa Prihantara
Prihatiningsih
Umi Chodrijah
M. Fauzi
Tri Ernawati
Enjah Rahmat

BALAI PENELITIAN PERIKANAN LAUT


PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN
KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN
p u b l i s h e rDAN PERIKANAN

2014
v
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

vi
Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kehadhirat Allah Yang Maha Kuasa, karena


atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah maka buku “POTENSI LESTARI DAN
TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA (WPP-RI)”, dapat diselesaikan dengan baik.

Pada saat ini pemanfaatan sumber daya ikan di Indonesia sudah mengarah kepada
upaya pengendalian dan cenderung menuju pada tahapan yang over-fishing. Apabila
kondisi ini berjalan terus menerus dalam jangka panjang dikhawatirkan akan terjadinya
penurunan stok sumber daya ikan yang selanjutnya akan mengancam kelestarian
sumberdaya tersebut dan lebih memiskinkan nelayan. Dalam perspektif yang demikian,
maka seluruh stake-holder perikanan tangkap harus bersinergi dalam merumuskan dan
menjalankan konsep-konsep penguatan pengelolaan. Dengan demikian, sumberdaya
ikan akan dapat dimanfaatkan secara optimal dan bekelanjutan bagi kepentingan
pembangunan perikanan di Indonesia.

Cara penguatan pengelolaan yang terumuskan dan terimplementasikan dengan


baik akan sangat berperan dalam mewujudkan industrialisasi perikanan tangkap yang
berbasis ekonomi biru yang fokusnya pada peningkatan produktivitas dan nilai tambah.
Penguatan pengelolaan tersebut sangat memerlukan hasil penelitian tentang status stok
terutama data potensi dan tingkat pemanfaatan untuk mendasarinya. Buku ini memuat
hasil penelitian tentang status stok sumber daya ikan terkini di WPP-RI dan diharapkan
dapat dijadikan sebagai dasar penguatan pengelolaan sumber daya ikan untuk menjamin
kelestariannya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat perikanan Indonesia. Buku ini
juga sekaligus merupakan dasar dan penjelasan ilmiah dari Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan terkini tentang “Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia”.

Makalah-makalah yang dimuat dalam buku ini adalah makalah yang disusun
bersama oleh editor dan kontributor dan merupakan hasil penelitian Balai Penelitian
Perikanan Laut Jakarta. Makalah-makalah dalam buku ini telah dievaluasi dan
dikoreksi oleh Editor, untuk kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan secara bersama-

vii
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

sama kontributor. Atas usaha dan kerja keras dari editor dan para kontributor dalam
penyempurnaan makalah-makalah yang termuat dalam buku ini diucapkan terima kasih.

Sebagai suatu karya ilmiah, saya mengharapkan buku ini dapat dijadikan sebagai
salah satu acuan dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya ikan secara
berkelanjutan di Indonesia. Semoga Allah Yang Maha Pemurah senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya bagi kita semua serta semoga buku ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan bangsa Indonesia.

Jakarta, Desember 2014

Kepala Balai,

Prof. Dr. Ali Suman

viii
DAFTAR ISI

Pengantar ............................................................................................. vii


Daftar Isi ............................................................................................. ix
Pendahuluan ............................................................................................. 1
Bagian I WPP-RI 571 : Selat Malaka dan Laut Andaman ................... 13
Bagian II WPP-RI 572 : Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera
dan Selat Sunda ................................................................... 31
Bagian III WPP-RI 573 : Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa Hingga
Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor
Bagian Barat ......................................................................... 47
Bagian IV WPP-RI 711 : Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina
Selatan .................................................................................. 65
Bagian V WPP-RI 712 : Laut Jawa ...................................................... 85
Bagian VI WPP-RI 713 : Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan
Laut Bali ............................................................................... 105
Bagian VII WPP-RI 714 : Teluk Tolo dan Laut Banda ............................ 121
Bagian VIII WPP-RI 715 : Teluk Tomini, Laut Maluku,Laut Halmahera,
Laut Seram dan Teluk Berau ................................................. 133
Bagian IX WPP-RI 716 : Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau
Halmahera ............................................................................ 149
Bagian X WPP-RI 717 : Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik ...... 161
Bagian XI WPP-RI 718 : Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor
Bagian Timur ........................................................................ 175
Daftar Pustaka ............................................................................................. 191
Glossary ............................................................................................. 197

ix
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

DAFTAR TABEL

Pendahuluan
Tabel 1. Matrik aplikasi metoda pengkajian stok sumberdaya ikan
terhadap kelompok spesies pada setiap WPP-RI.................... 6

Bagian I WPP-RI 571 : Selat Malaka dan Laut Andaman


Tabel I.1. Kepadatan dan biomas sumberdaya ikan demersal di Sub area
Belawan-Tanjung Panipahan, Selat Malaka. .......................... 18
Tabel I.2 Rata-rata laju tangkap (%) sepuluh jenis ikan demersal hasil
tangkapan trawl di Selat Malaka............................................ 19

Bagian II WPP-RI 572 : Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera


dan Selat Sunda
Tabel II-1. Estimasi potensi dan upaya optimum sumber daya ikan
pelagis kecil pada tahun 2006 ............................................... 43

Bagian III WPP-RI 573 : Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa


Hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan
Laut Timor Bagian Barat

Bagian IV WPP-RI 711 : Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina
Selatan
Tabel IV-1. Perkembangan laju tangkap, kepadatan stok dan standing stok
Ikan demersal antara tahun 1975-2005 ................................. 69
Tabel IV- 2. Perkembangan ukuran ikan demersal pada tahun 1989 dan
2001 ..................................................................................... 72
Tabel IV-3. Komposisi jenis ikan pelagis kecil dari hasil tangkapan pukat
cincin yang mendarat di Palembang, Pemangkat dan
Pekalongan tahun 2003-2005: .............................................. 77

x
Daftar Tabel

Tabel IV-4. Laju kematian (Z, M, F) dan tingkat pemanfaatan (E) ikan
layang (Decapterus spp.). ...................................................... 80
Tabel IV-5. Perkembangan nilai Lm ikan layang (Decapterus spp.) dan
banyar (R. kanagurta) pada tahun 1997 dan 2004. .............. 80

xi
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

DAFTAR GAMBAR

Pendahuluan
Gambar 1. Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia dan tipe dasar
perairan ............................................................................ 7
Gambar 2. Perairan laut di Indonesia dan pola aliran massa airnya
dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia (Gordon
dalam Fieux et al., 1995). ................................................. 10
Bagian I WPP-RI 571 : Selat Malaka dan Laut Andaman
Gambar I-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan
tertangkap dengan trawl di Selat Malaka, Juni 2008. ........ 16
Gambar I-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman ......................................................................... 17
Gambar I-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang ekonomis di WPP-RI 571 Selat Malaka dan
Laut Andaman ................................................................. 18
Gambar I-4. Komposisi (%) jenis udang di WPP-RI 571 Selat Malaka
dan Laut Andaman, 2011 ................................................ 20
Gambar I-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman.. 21
Gambar I-6. Kurva hubngan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman . 22
Gambar I-7. Komposisi (%) jenis ikan pelagis kecil di WPP-RI 571
Selat Malaka dan Laut Andaman tahun 2011................... 23
Gambar I-8. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman ......................................................................... 24

xii
Daftar Gambar

Gambar I-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman. ........................................................................ 25
Gambar I-10. Komposisi (%) jenis ikan pelagis besar di WPP-RI 571
Selat Malaka dan Laut Andaman, tahun 2011.................. 27
Gambar I-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis besar di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman ......................................................................... 28
Gambar I-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya
sumber daya ikan tongkol di WPP-RI 571 Selat
Malaka dan Laut Andaman. ............................................ 29

Bagian II WPP-RI 572 : Samudera Hindia Sebelah Barat


Sumatera dan Selat Sunda
Gambar II-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan
tertangkap di WPP-572 Samudera Hindia barat Sumatera
dan Selat Sunda, tahun 2011............................................ 33
Gambar II-2. Komposisi (%) jenis ikan demersal hasil tangkapan pukat
tarik ikan di WPP 572 Samudera Hindia barat Sumatera
dan Selat Sunda tahun 2013............................................. 34
Gambar II-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP 572 Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera dan Selat Sunda ................................................ 35
Gambar II-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP-RI 572 Samudera Hindia sebelah
Barat Sumatera dan Selat Sunda ....................................... 36
Gambar II-5. Komposisi (%) jenis udang di WPP 572 Samudera Hindia
sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda ........................... 37
Gambar II-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang penaeid di WPP 572 Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera dan Selat Sunda ................................................ 38
Gambar II-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikanan lobster di WPP 572 Samudera Hindia sebelah
Barat Sumatera dan Selat Sunda ....................................... 39

xiii
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar II-8. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil hasil tangkapan
purse seine di perairan WPP-572 tahun 2011. ................ 40
Gambar II-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP-572 Samudera Hindia sebelah
Barat Sumatera dan Selat Sunda ....................................... 41
Gambar II-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
cumi-cumi di WPP-572 Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera dan Selat Sunda ................................................ 42
Gambar II-11. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-572 Samudera
Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda ............... 44
Gambar II-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis besar di WPP-572 Samudera Hindia sebelah
Barat Sumatera dan Selat Sunda ....................................... 45
Gambar I-13. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan tongkol di WPP- 572 Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera dan Selat Sunda ................................................ 46

Bagian III WPP-RI 573 : Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa


Hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan
Laut Timor Bagian Barat
Gambar III-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan
tertangkap di WPP-RI 573. ......................................... 49
Gambar III-2. Komposisi (%) ikan demersal dominan tertangkap dengan
rawai dasar di perairan Binuangeun (A) dan arring insang
dasar di perairan Palabuhan ratu (B) tahun 2013. ............ 51
Gambar III-3. Komposisi (%) jenis ikan karang ekonomis yang dominan
tertangkap di WPP-RI 573. ........................................... 52
Gambar III-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah
Selatan Jawa hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut
Sawu dan Laut Timor bagian Barat. ................................. 53
Gambar III-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang ekonomis di WPP-RI 573. Samudera Hindia
sebelah Selatan Jawa hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara,
Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat ......................... 54

xiv
Daftar Gambar

Gambar III-6. Komposisi (%) jenis udang di WPP-RI 573. Samudera


Hindia sebelahSelatan Jawa hingga Sebelah Selatan Nusa
Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat,
tahun 2011 ...................................................................... 56
Gambar III-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang penaeid di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah
Selatan Jawa hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut
Sawu, dan Laut Timor bagian Barat. ................................ 57
Gambar III-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan
Jawa hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu,
dan Laut Timor bagian Barat .......................................... 58
Gambar III-9. Komposisi (%)jenis ikan pelagis kecil dominan tertangkap
di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa
hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan
Laut Timor bagian Barat, tahun 2011. ............................ 59
Gambar III-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP-RI 573. Samudera Hindia
sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara,
Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat ......................... 60
Gambar III-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP-RI 573.Samudera Hindia sebelah
Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara,
Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat ......................... 61
Gambar III-12. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-RI 573.
Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian
Barat, tahun 2011 ............................................................ 62
Gambar III-13. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis besar di WPP-RI 573. Samudera Hindia
sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa
Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat ......... 63
Gambar III-14. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan tongkol di WPP-RI 573 Samudera Hindia sebelah

xv
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut


Sawu dan Laut Timor bagian Barat .................................. 64

Bagian IV WPP-RI 711 : Selat Karimata, Laut Natuna dan


Laut Cina Selatan
Gambar IV-1. Komposisi jenis ikan demersal hasil sampling dengan
jaring trawl. ...................................................................... 68
Gambar IV-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP RI 711. ........................................ 70
Gambar IV-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP RI 711 ............................................. 71
Gambar IV-4. Komposisi jenis udang di WPP 711 ................................. 73
Gambar IV-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang penaeid di WPP RI 711......................................... 74
Gambar IV-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP RI 711 .................................................... 75
Gambar IV-7. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap pukat
cincin di Perairan Laut Cina Selatan................................. 76
Gambar IV-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP RI 711 ..................................... 78
Gambar IV-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP RI 711 .............................................. 79
Gambar IV-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar yang berasal dari Laut
Cina Selatan dan sekitarnya.............................................. 81
Gambar IV-11. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumberdaya
ikan pelagis besar non tuna di WPP RI 711 ..................... 82
Gambar IV-12. Kurva MSY sumber daya ikan tongkol di WPP RI 711 .... 83

Bagian V WPP-RI 712 : Laut Jawa


Gambar V-1. Komposisi jenis ikan demersal di WPP 712 Laut Jawa
hasil survei tahun 2012 .................................................... 88
Gambar V-2 . Komposisi hasil tangkapan jaring muroami di perairan
WPP 712 Laut Jawa ......................................................... 89
Gambar V-3. Komposisi hasil tangkapan pancing ulur di perairan
WPP 712 Laut Jawa ......................................................... 90

xvi
Daftar Gambar

Gambar V-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP-712 Laut Jawa ............................. 91
Gambar V-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP 712- Laut Jawa................................ 92
Gambar V-6. Komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 712-Laut
Jawa ................................................................................. 94
Gambar V-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang penaeid di WPP 712 Laut Jawa .......................... 95
Gambar V-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikanan lobster di WPP 712 Laut Jawa ...................... 96
Gambar V-9. Perluasan daerah penangkapan pukat cincin yang yang
menangkap pelagis kecil berbasis di Pekalongan dan
Juwana (Jawa Tengah). .................................................... 97
Gambar V-10. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di WPP
712 Laut Jawa .................................................................. 98
Gambar V-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan pelagis kecil di WPP 712 Laut Jawa ......................... 99
Gambar V-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP 712 Laut Jawa .................................. 100
Gambar V-13. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP 712 Laut Jawa. 101
Gambar V-14. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikanan pelagis besar di WPP 712 Laut Jawa .............. 102
Gambar V-15. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan tongkol di WPP 712 Laut Jawa ............................... 103

Bagian VI WPP-RI 713 : Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores


dan Laut Bali
Gambar VI.1. Komposisi jenis (%) ikan demersal dominan tertangkap di
WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan
Laut Bali ......................................................................... 107
Gambar VI.2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone,
Laut Flores dan Laut Bali ................................................. 108

xvii
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar VI.3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone,
Laut Flores dan Laut Bali ................................................. 109
Gambar VI.4. Komposisi (%) hasil tangkapan udang dengan trawl di
perairan timur Kalimantan tahun 2006 ............................ 111
Gambar VI.5 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang penaeid WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone,
Laut Flores dan Laut Bali ................................................. 112
Gambar VI.6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut
Flores dan Laut Bali ......................................................... 113
Gambar VI.7. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil di WPP-RI 713.
Selat Makassar,Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali ...... 115
Gambar VI.8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikanan pelagis kecil di WPP-RI 713. Selat Makassar,
Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali ............................. 116
Gambar VI.9 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP RI. 713. Selat Makassar, Teluk Bone,
Laut Flores dan Laut Bali....................................................... 117
Gambar VI.10. Komposisi jenis (%) ikan pelagis besar selain tuna di
WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan
Laut Bali .......................................................................... 118
Gambar VI.11 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikanpelagis besar selain tuna di WPP- RI 713. ................ 119
Gambar VI.12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan tongkol di WPP- RI 713. Selat Makassar, Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Bali ....................................... 120

Bagian VII WPP-RI 714 : Teluk Tolo dan Laut Banda


Gambar VII-1. Komposisi hasil tangkapan ikan demersal di WPP 714..... 123
Gambar VII-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber
daya ikan demersal di Laut Banda (WPP 714) ................. 124
Gambar VII-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di Laut Banda (WPP 714)............................. 124

xviii
Daftar Gambar

Gambar VII-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya


penangkapan udang di Laut Banda (WPP 714)................ 125
Gambar VII-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya
penangkapan lobster di Laut Banda (WPP 714) ............... 126
Gambar VII-6. Komposisi jenis ikan pelagis kecil di WPP 714................. 127
Gambar VII-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP 714 .......................................... 128
Gambar VII-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP 714 ................................................... 129
Gambar VII-9. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP 714 ................ 130
Gambar VII-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan
pelagis besar di Laut Banda (WPP 714) ........................... 131
Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan
tongkol di Laut Banda (WPP 714) ................................... 131

Bagian VIII WPP-RI 715 : Teluk Tomini, Laut Maluku,Laut


Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau
Gambar VIII-1. Komposisi jenis hasil tangkapan pancing ulur di WPP 715
Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram
dan Teluk Berau .............................................................. 135
Gambar VIII-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan demersal di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ................. 136
Gambar VIII-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ................. 137
GambarVIII-4. Komposisi jenis udang di WPP-715 Teluk Tomini, Laut
Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ... 139
Gambar VIII-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang penaeid di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ................. 140
Gambar VIII-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikanan lobster di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ................. 141

xix
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar VIII- 7. Peta lokasi penangkapan ikan pelagis (terang), ikan


demersal (gelap) dan posisi rumpon di perairan Teluk
Tomini (Suwarso, 2012)................................................... 142
Gambar VIII-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ................. 143
Gambar VIII-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ................. 144
Gambar VIII-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar non tuna di WPP 715
Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram
dan Teluk Berau ............................................................ 146
Gambar VIII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis besar di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ................. 147
Gambar VIII-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan tongkol di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau ................. 148

Bagian IX WPP-RI 716 : Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau


Halmahera
Gambar IX-1. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan demersal di di WPP-RI 716, Laut Sulawesi dan
sebelah utara Pulau Halmahera ........................................ 152
Gambar IX-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah
utara Pulau Halmahera..................................................... 152
Gambar IX-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
udang di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara
Pulau Halmahera ............................................................. 154
Gambar IX-4 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara
Pulau Halmahera ............................................................. 154

xx
Daftar Gambar

Gambar IX-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan
sebelah utara Pulau Halmahera ....................................... 156
Gambar IX-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
perikan cumi-cumi di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan
sebelah utara Pulau Halmahera ........................................ 157
Gambar IX-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan pelagis besar di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan
sebelah utara Pulau Halmahera ........................................ 158
Gambar IX-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
ikan tongkol di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah
utara Pulau Halmahera..................................................... 159

Bagian X WPP-RI 717 : Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik


Gambar X-1. Sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap di WPP
Samudera Pasifik (WPP 717) .......................................... 164
Gambar X-2. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
demersal di Samudera Pasifik (WPP 717)......................... 165
Gambar X-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
karang di Samudera Pasifik (WPP 717) ............................ 166
Gambar X-4. Komposisi jenis udang penaeid di WPP Samudera Pasifik
(WPP 714)....................................................................... 167
Gambar X-5. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang
di Samudera Pasifik (WPP 717) ....................................... 167
Gambar X-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya
lobster di Samudera Pasifik (WPP 717) ............................ 168
Gambar X-7. Sepuluh jenis ikan pelagis kecil dominan tertangkap di
WPP Samudera Pasifik ..................................................... 169
Gambar X-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
pelagis kecil di Samudera Pasifik (WPP 717) .................... 170
Gambar X-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di Samudera Pasifik (WPP 717) ..................... 171
Gambar X-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP Samudera
Pasifik .............................................................................. 172

xxi
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar X-11. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
pelagis besar di Samudera Pasifik (WPP 717) ................... 173
Gambar X-12. Kurvahubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
tongkol di Samudera Pasifik (WPP 717) .......................... 174

Bagian XI WPP-RI 718 : Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor
Bagian Timur
Gambar XI-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan
di WPP-RI 718 tahun 2011 ............................................. 177
Gambar XI-2. Komposisi (%) jenis ikan karang ekonomis dominan
tertangkap di WPP-RI 718 tahun 2011 ........................... 178
Gambar XI-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
demersal di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru dan
Laut Timor bagian Timur ................................................ 179
Gambar XI-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
karang ekonomis di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru
dan Laut Timor bagian Timur .......................................... 180
Gambar XI-5. Daerah penyebaran udang penaeid di perairan Arafura
tahun 2006 ...................................................................... 181
Gambar XI-6. Komposisi (%) jenis udang penaeid di WPP-RI 718
Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur,
tahun 2011 ..................................................................... 182
Gambar XI-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor
bagian Timur ................................................................. 183
Gambar XI-8. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan pelagis kecil dominan
di WPP-RI 718 tahun 2011 ............................................. 184
Gambar XI-9 Kurva hubungan produksi dan upaya ikan pelagis kecil di
WPP-RI 718 .................................................................... 185
Gambar XI-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya
cumi-cumi di WPP-RI 718. ............................................. 186
Gambar XI-11. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-RI 718 ...........
Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur,
tahun 2011 ...................................................................... 187

xxii
Daftar Gambar

Gambar XI-12. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
pelagis besar di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru dan
Laut Timor bagian Timur ............................................... 188
Gambar XI-13. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
tongkol di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru dan
Laut Timor bagian Timur ................................................ 189

xxiii
PENDAHULUAN

1
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

2
Pendahuluan

1. Latar Belakang
Dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan perikanan, rakyat melalui DPR
mengamanatkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Pasal 7(1) Undang
Undang No. 31 Tahun 2004 yang diamendemen menjadi Undang-Undang No.45 Tahun
2009 untuk menetapkan potensi dan alokasi sumberdaya ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP) Republik Indonesia. Untuk bahan penetapan potensi tersebut telah
dilakukan beberapa kali kajian stok sumberdaya ikan.

Potensi ikan laut dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) beberapa kelompok
species ikan seperti, pelagis besar, pelagis kecil, demersal, udang, cumi-cumi, ikan hias,
moluska dan tripang, benih alam komersial, ikan konsumsi perairan karang pertama kali
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 995/Kpts/IK 210/9/99.

Pada tahun 2001, berdasarkan 9 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) kajian ulang
berikutnya telah dilakukan pada sembilan WPP yang sama terhadap beberapa kelompok
spesies, yang kemudian disusul dengan kajian ulang berikutnya pada tahun 2005. Metoda
pengkajian yang dipergunakan pada tahun 1998 dan 2001 mencakup metoda akustik,
Swept Area Method, Model Surplus Produksi dan sensus visual.

Berbeda dengan kajian sebelumnya, pengkajian sumber daya ikan pada tahun 2005 hanya
dilakukan terhadap 4 kelompok spesies ikan (pelagis besar, pelagis kecil, demersal dan
udang) secara kualitatif dengan lebih memperhatikan indikator perikanan, biologi dan
ekologi, sehingga pada kajian tersebut tidak diperoleh angka potensi dan JTB. Walaupun
demikian, melalui kajian indikator tersebut dapat ditetapkan tingkat pengusahaan masing
masing kelompok spesies pada setiap WPP.

Pada tahun 2008 kembali dilakukan kajian ulang secara kuantitatif terhadap empat
kelompok spesies pada masing masing WPP, dimana metoda yang dipergunakan adalah
Model Surplus Produksi yang hanya didasari oleh dua variabel input yaitu hasil tangkapan
(Catch) dan upaya penagkapan (Effort) yang diperoleh dari Buku Statistik Nasional
Perikanan Tangkap yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap –
Departemen Kelautan dan Perikanan.

Dalam upaya mencapai pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan
perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di seluruh
Indonesia, Wilayah Pengelolaan Perikanan kemudian diubah dari 9 WPP menjadi 11
WPP berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.01/Men/2009
tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

3
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Perubahan WPP ini tentunya akan memberikan implikasi terhadap hasil perhitungan
potensi dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB), sehingga perlu dilakukan
koreksi terhadap perhitungan yang telah dilakukan terdahulu.

Pada tahun 2011 dilakukan kajian ulang pertama kali setelah WPP berubah menjadi
11 WPP dan metoda yang dipergunakan sudah menggabungkan metode holistik dan
analitik. Hasil kajian ini telah dibuat menjadi dasar kebijakan pemanfaatan sumber daya
ikan di Indonesia dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
(KepMen KP. No. 45 Tahun 2011.

Dalam kaitan untuk memperbarui data dan informasi KepMen KP No. 45 Tahun 2011
tersebut, terutama untuk mengakurasi status pemanfaatan sumber daya ikan di Indonesia,
maka dilakukan revisi potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan. Buku ini
akan membahas secara utuh mengenai hal tersebut dengan penekanan pada penetapan
potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Indonesia, yang diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan utama untuk merevisi KepMen KP No.45 Tahun 2011.

2. Pengertian
Kkelompok jenis ikan yang dikaji meliputi 8 kelompok yaitu : demersal, ikan karang,
udang, lobster, pelagis kecil, cumi-cumi, tongkol dan pelagis besar non tuna. Pelagis
besar tuna tidak dibahas dalam buku ini karena ‘assessment’ sumberdaya ikan tuna
yang mempunyai sifat migrasi jauh (highly migratory species) harus dilakukan dengan
mengikutsertakan data dari negara-negara yang terletak pada alur migrasi dari ikan
tersebut. Pengkajian stok sumber daya tuna dilakukan oleh negara-negara yang tergabung
dalam organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO, Regional Fisheries Management
Organization), yaitu IOTC (Indian Ocean Tuna Commission), CCSBT (Commission for
the Conservation of Southern Bluefin Tuna) dan WCPFC (Western and Central Pacific
Fisheries Commission).

Kelompok ikan demersal (termasuk karang) adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar
dari masa kehidupannya berada di dasar atau dekat dasar perairan. Perairan paparan benua
(continental shelf) dengan dasar yang relatif rata biasanya merupakan daerah penangkapan
ikan demersal. Ciri-ciri utama kelompok ikan tersebut antara lain adalah; membentuk
gerombolan yang tidak besar, gerak ruaya yang tidak jauh dan aktifitas gerak yang relatif
rendah. Ikan demersal yang paling umum dikenal masyarakat antara lain adalah; kakap
merah, bawal putih, manyung, kuniran, kurisi, gulamah, layur, beloso dan peperek.

4
Pendahuluan

Secara ekologis kelompok sumber daya udang (termasuk lobster) merupakan sumber daya
demersal. Karena posisinya sebagai komoditas ekspor perikanan yang sangat penting
dan sifat-sifat biologi yang berbeda dari ikan pada umumnya, upaya pengkajian stoknya
dilakukan secara terpisah.

Sumber daya ikan pelagis (termasuk cumi-cumi) adalah jenis-jenis ikan yang sebagian
besar dari siklus hidupnya berada di permukaan atau dekat permukaan perairan, dengan
karakteristik: membentuk gerombolan yang cukup besar, beruaya (migrasi) yang cukup
jauh dengan gerak/aktifitas yang cepat. Sumber daya ikan pelagis kecil yang paling umum
antara lain adalah: layang, kembung, selar, tembang, lemuru, teri dan ikan terbang.

Ikan pelagis besar antara lain adalah; tuna, cakalang tongkol, tenggiri, cucut, marlin dan
layaran. Kelompok ikan pelagis besar lebih bersifat oseanik sedangkan ikan pelagis kecil
lebih bersifat neritik. Semua jenis ikan pelagis besar pada umumnya beruaya sangat jauh
hingga melampaui yurisdiksi suatu negara, sehingga pengkajian stok dan pengelolaannya
biasanya selalu dilakukan secara internasional, sesuai dengan alur migrasinya. Kelompok
mamalia yang lebih bersifat pelagis (besar) antara lain adalah lumba-lumba, dugong dan
ikan paus.

Berbeda dengan kajian tahun 1998 dan 2001, dimana tingkat pemanfaatan ditetapkan
berdasarkan perbandingan nilai JTB dan produksi saat itu, hal baru yang muncul dalam
tulisan ini adalah, selain Potensi Lestari dan JTB (80% x Potensi Lestari), diperoleh
informasi tentang Upaya Optimum dari setiap kelompok ikan pada setiap WPP, sehingga
dengan membandingkan Upaya Optimum dengan upaya saat ini maka akan diketahui
tingkat pemanfaatannya yang dapat dijadikan titik acuan dalam penentuan jumlah kapal
standard yang dapat memperoleh ijin penangkapan.

3. Metode
Kajian stok sumberdaya ikan untuk mengestimasi potensi produksi sumberdaya
ikan dilakukan dengan beberapa model dan metoda kuantitatif disesuaikan dengan
ketersediaan data dan karakteristik perikanannya. Pada dasarnya metode ini digolongkan
menjadi model holistik dan analitik.

Metoda kajian tersebut mencakup analisis kuantitatif baku (holistik) yang digunakan
dalam biologi perikanan (model surplus produksi/surplus production model dan swept area
method) dan teknik estimasi dengan akustik (Widodo, 2003), maupun metoda yang
digunakan dalam operation research yaitu model optimasi (Purwanto, 2003). Aplikasi
metoda tersebut disajikan dalam bentuk matriks menurut grup spesies pada setiap WPP
(Tabel 1).

5
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Tabel 1. Matrik aplikasi metoda pengkajian stok sumberdaya ikan terhadap


kelompok spesies pada setiap WPP-RI
Demersal/ Udang/ Pelagis kecil/ Pelagis besar
Kode WPP-RI
ikan karang lobster cumi-cumi non tuna/tongkol
WPP-RI 571 Selat Surplus Surplus Surplus Produksi Surplus Produksi
Malaka dan Laut Produksi Produksi (MSY), Analitik (MSY), Analitik
I
Andaman (MSY), Swept (MSY), Swept
Area, Analitik Area, Analitik,
WPP-RI 572 Samudera Surplus Surplus Surplus Surplus Produksi
Hindia sebelah Barat Produksi Produksi Produksi (MSY), (MSY), Analitik
II
Sumatera dan Selat (MSY), (MSY), Akustik,Analitik
Sunda Analitik Analitik
WPP-RI 573 Samudera Surplus Surplus Surplus Produksi Surplus Produksi
Hindia sebelah Selatan Produksi Produksi (MSY), Analitik (MSY), Analitik
Jawa hingga sebelah (MSY), (MSY),
III
Selatan Nusa Tenggara, Analitik Analitik
Laut Sawu, dan Laut
Timor bagian Barat
WPP-RI 711 Selat Surplus Surplus Akustik/ Surplus Produksi
Karimata, Laut Natuna, Produksi Produksi Surplus Produksi (MSY), Analitik
IV
dan Laut China Selatan (MSY), Swept (MSY), (MSY),Analitik
Area, Analitik Analitik
WPP-RI 712 Laut Jawa Surplus Surplus Surplus Produksi Surplus Produksi
Produksi Produksi (MSY), Analitik (MSY), Analitik
V (MSY), (MSY),
SweptArea, Analitik
Analitik
WPP-RI 713 Selat Surplus Surplus Akustik/Surplus Surplus Produksi
Makassar, Teluk Bone, Produksi Produksi Produksi (MSY), (MSY), Analitik
VI
Laut Flores, dan Laut (MSY), Swept (MSY), Swept Analitik
Bali Area, Analitik Area Analitik
WPP-RI 714 Teluk Surplus Surplus Surplus Surplus Produksi
Tolo dan Laut Banda Produksi Produksi Produksi(MSY), (MSY), Analitik
VII
(MSY), (MSY), Analitik
Analitik Analitik
WPP-RI 715 Teluk Surplus Surplus Akustik, Surplus Produksi
Tomini, Laut Maluku, Produksi Produksi Surplus Produksi (MSY), Analitik
VIII
Laut Halmahera, Laut (MSY), (MSY), (MSY), Analitik
Seram dan Teluk Berau Analitik Analitik
WPP-RI 716 Laut Surplus Swept area, Akustik, Surplus Surplus Produksi
Sulawesi dan sebelah Produksi Analitik Produksi (MSY),Analitik
IX
Utara Pulau Halmahera (MSY), (MSY),Analitik
Analitik

6
Pendahuluan

WPP-RI 717 Teluk Surplus Surplus Akustik, Surplus Surplus Produksi


Cendrawasih dan Produksi Produksi Produksi (MSY), Analitik
X
Samudera Pasifik (MSY), (MSY), (MSY),Analitik
Analitik Analitik
WPP-RI 718 Laut Aru, Swept Area, Optimasi, Optimasi, Analitik Surplus Produksi
XI Laut Arafuru, dan Laut Analitik Analitik (MSY), Analitik
Timor bagian Timur

Hasil kajian sumberdaya ikan berdasarkan kelompok jenis pada setiap wilayah pengelolaan
perikanan diuraikan pada bab-bab selanjutnya.

4. Karakteristik Lingkungan
Pada umumnya di perairan Indonesia dapat ditemukan semua bentuk dasar perairan,
seperti paparan (shelf), landas benua (continental slope), bentuk-bentuk cekungan yang
dalam berupa basin dan palung (basin, abyssal, trench dan trough), bentuk-bentuk elevasi
berupa punggung-punggung (rise and ridge, plateau), bentuk-bentuk karang (reefs), atol,
beting (shoal) dan gosong (banks). Wilayah perairan laut Indonesia diapit oleh dua
samudera besar yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Kedua samudera besar
ini terhalang dengan bentangan paparan Sunda di bagian Barat dan paparan Arafura di
bagian timur. Massa air dari samudera Hindia dan Samudera Pasifik masih terhubung
oleh beberapa deep channel pertama di Lombok dan kedua di Nusa Tenggara Timur
seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia dan tipe dasar perairan

7
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Paparan sunda umumnya memiliki topografi dasar yang relatif rata meliputi WPP 711
Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan, Selat Malaka bagian selatan, dan
WPP 712 Laut Jawa. Rata-rata kedalaman Laut Jawa sekitar 40 m dimana perairan
dengan kedalaman terdalam ditemukan di sebelah utara Madura. Tipe dasar perairan
sebagian besar lumpur berpasir terutama di bagian selatan dan sebagian terdapat aliran air
tawar yang mengalir dari beberapa sungai. Di perairan sebelah utara umumnya memiliki
dasar pasir dan sebagian terdapat terumbu karang. Dengan kondisi seperti di atas sangat
berpengaruh terhadap keanekaragaman, penyebaran dan kelimpahan sumber daya
ikannya. Secara garis besar sumber daya ikan di perairan paparan Sunda dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu ikan demersal, udang, pelagis kecil dan pelagis besar. Kelompok
sumberdaya demersal dan pelagis kecil di wilayah paparan Sunda memberikan kontribusi
utama sedangkan kelompok ikan pelagis besar non tuna seperti tongkol dan tenggiri
memberikan kontribusi yang tidak terlampau besar.

Wilayah paparan Arafura (Sahul) masuk dalam WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru,
Laut Arafura, dan Laut Timor bagian Timur. Laut Arafura sebagian besar merupakan
perairan dangkal dan bagian dari paparan Arafura dengan kedalaman kurang dari 100
m. Arafura merupakan wilayah kontinental shelf yang sangat produktif (Widjopriono et
al. 2007). Sumber daya udang dan demersal pada wilayah ini sangat tinggi. Karakteristik
lingkungan sangat beragam dan dipengaruhi oleh struktur pantai dan teresterial serta
massa air laut dari perairan sekitarnya. Dasar perairan didominasi oleh substrat lumpur
halus yang bercampur dengan detritus yang berasal dari serasah hutan mangrove.
Sekitar 80 % garis pantai ditutup oleh hutan bakau (yang didominasi oleh Rhizopora
sp). Turbiditas yang tinggi terjadi hampir di seluruh perairan pantai disertai dengan
akumulasi sedimen yang mencolok di beberapa tempat (antara lain Teluk Bintuni).
Pengaruh pusaran arus dalam (internal current) membentuk ‘tumpukan’ sediment yang
bercampur dengan detritus seolah-olah seperti gerombolan (schooling) ikan yang sangat
padat. Laut Arafura bagian barat merupakan wilayah perairan dengan kedalaman yang
lebih dalam, sumberdaya ikan yang dapat dimanfaatkan adalah jenis ikan kakap laut
dalam (Etelis spp) (Badrudin et al., 2005)

Wilayah perairan Samudera Hindia merupakan wilayah perairan oseanik dengan dasar
perairan yang memiliki topografi bergunung dan berbukit bukit. Sumberdaya yang
menonjol pada wilayah perairan ini adalah pelagis besar. Beberapa sumberdaya lain adalah
sumberdaya udang dan demersal yang berada terutama di wilayah dekat dengan pantai.
Topografi dasar perairan Samudera Hindia sebagian besar berbentuk basin. Basin-basin
besar Australia-Hindia terletak di sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa.
Bentuk tertentu yang di dekat/di wilayah Indonesia yang erat hubungannya dengan
struktur daratan yaitu adanya palung yang memanjang dan sejajar pantai barat Sumatera,

8
Pendahuluan

pantai selatan Jawa dan pulau-pulau Nusatenggara. Palung Jawa yang terletak di luar/
lepas pantai mempunyai kedalaman maksimum sekitar 7.450 m, sedangkan Palung Bali
terletak agak dekat ke pantai mempunyai kedalaman yang lebih dangkal yaitu sekitar
5.160 m. Kedua palung tersebut sering disebut sebagai Palung Ganda Sunda (Sunda
Double Trench) dengan liputan mulai dari sebelah selatan Sumbawa, Bali, Jawa dan
terus berlanjut sampai barat daya Sumatera. Di sepanjang pantai barat Sumatera terdapat
sederetan pulau-pulau kecil yang merupakan punggung-pungung yang memisahkan kedua
palung tersebut. Semakin ke utara kedua palung tersebut semakin dangkal dan palung
yang terletak di bagian dalam (dekat pantai) dikenal sebagai palung Mentawai. Kelompok
sumberdaya demersal dan udang memberikan kontribusi yang tidak begitu besar.

Kelompok pelagis kecil di Samudera Pasifik secara umum berkontribusi lebih besar
dibandingkan dengan pelagis kecil dari Samudera Hindia. Wilayah perairan Samudera
Pasifik merupakan wilayah laut oseanik. Perairan Samudera Pasifik di utara Papua
merupakan perairan laut-dalam (deepsea waters). Sebagian wilayahnya memiliki pantai
yang curam dan terjal, terutama pada beberapa daerah pantai barat dan timur Halmahera.
Sedangkan pada beberapa daerah atau perairan pantai yang terlindung dan memiliki
topografi yang landai kedalamanya tidak lebih dari 200 meter. Menurut Morgan &
Valencia (1983) perairan pantai umumnya memiliki ekosistem mangrove, karang dan
padang lamun (sea grass) sehingga sumber daya ikan yang cukup penting adalah kelompok
ikan demersal laut-dalam dan umumnya berasosiasi dengan karang serta perikanan
pelagis. Lepas dari landas benua (continental shelf) yang sempit dan berciri perairan
karang, terdapat tebing benua (continental slope) yang curam yang menghasilkan perairan
lepas pantai yang dalam. Perairan lepas pantai di Teluk Cenderawasih, Teluk Wondama
dan Nabire berkisar antara 500-1.000m. Perairan yang lebih ke tengah di sebelah utara
Papua mempunyai kedalaman sampai 3000m. Dengan demikian maka dapat dipastikan
bahwa perikanan yang lebih berkembang adalah sumber daya ikan pelagis. WPP 716 Laut
Sulawesi dan sebelah utara pulau Halmahera juga merupakan wilayah yang terhubung
langsung dengan samudera Pasifik bersifat oceanik dengan sumberdaya pelagis besar dan
pelagis kecil. Beberapa lokasi seperti wilayah perairan sebelah barat Kalimantan Timur
terdapat sumberdaya ikan demersal dan karang.

Wilayah perairan laut-dalam pada wilayah perairan teritorial (pheripheral deep sea) meliputi
Laut Halmahera, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu, perairan Teluk Tomini dan WPP
713 Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali, WPP 714 Teluk Tolo dan
Laut Banda, WPP 715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau. Kelompok penting sumberdaya pada wilayah ini adalah pelagis besar dan
pelagis kecil sedangkan kelompok demersal dan udang memberikan kontribusi yang
tidak begitu dominan.

9
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Perairan teluk secara umum merupakan wilayah perairan semi tertutup secara umum
bersifat oseanik dengan keragaman ekosistem dan hayati yang tinggi. Kedalaman perairan
teluk seperti Teluk Tomini dapat mencapai mencapai 4.000 m (Burhanuddin et al., 2004).
Pada beberapa wilayah seperti pulau Togean terdapat terumbu karang dan mangrove.
Sumber daya ikan di perairan teluk adalah ikan pelagis besar (tuna dan non tuna), ikan
pelagis kecil (Anonymous, 2001) dan ikan demersal/karang.

Wilayah perairan Selat Makassar dan Laut Flores terdiri dari ekosistem pantai, oseanik dan
sejumlah spot ekosistem karang. Ekosistem laut tersebut dipengaruhi oleh run off air tawar
dari sungai-sungai di Kalimantan dan Arus Lintas Indonesia (Arlindo atau Indonesian
Througflow/ITF). Massa air laut dalam dari Samudera Pasifik bergerak dari Samudera
Pasifik ke Laut Sulawesi masuk ke Selat Makassar (2.540 m) dan Selat Ombai menuju
Samudera Hindia. Sebagian massa air bergerak ke Laut Flores dan Laut Banda melalui
Timor trench 3.310 m ke Laut Sawu (3.470 m) menuju Samudera Hindia (Postma dan
Mook, 1988 dalam Sharp, 1996). Pergerakan massa air dari Samudra Pasifik ke Samudera
Hindia secara skematik disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Perairan laut di Indonesia dan pola aliran massa airnya dari Samudera Pasifik
ke Samudera Hindia(Gordon dalam Fieux et al., 1995).

10
Pendahuluan

Di Selat Makassar stratifikasi massa air teridentifikasi dengan jelas. Perbedaan salinitas yang
tajam antara perairan dekat pantai timur Kalimantan dan pantai barat Sulawesi mencirikan
perbedaan sub-ekosistem pantai dan oseanik. Gradien perubahan salinitas pada arah utara-
selatan di Selat Makassar dan arah timur-barat di Laut Flores menunjukkan bahwa kedua
perairan tersebut merupakan satu sub-ekosistem. Bentuk fisik estuari (finger shape estuary)
di pantai timur Kalimantan menunjukkan bahwa pengaruh sungai terhadap kondisi
perairan pantai lebih dominan dibanding pengenceran oleh massa air yang mengalir
dari utara. Sebaliknya hal tersebut tidak terjadi di pantai barat Sulawesi. Perairan selat
Makassar bagian barat sepanjang pantai Kalimantan bagian timur terdapat sumberdaya
demersal dan udang serta pelagis kecil, sedangkan perairan Selat Makassar pada bagian
barat Sulawesi memiliki kedalaman perairan yang lebih dalam memiliki sumberdaya ikan
pelagis besar termasuk tuna dan pelagis kecil. Perairan Laut Flores dengan karakteristik
oseanik kaya akan sumberdaya ikan pelagis besar dan pelagis kecil.

11
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

12
Wilayah Pengelolaan Perikanan RI - Selat Malaka dan Laut Andaman

BAGIAN I

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 571
Selat Malaka dan
Laut Andaman

13
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

14
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1 Penyebaran/daerah penangkapan:
Penyebaran ikan demersal seperti petek, kuniran, bawal hitam, bawal putih, layur,
tigawaja, beloso, kurisi, kurau dan swanggi dapat mencapai perairan di luar 4 mil dari
pantai pada kedalaman antara 20-50m, misalnya di perairan sekitar Pulau Berhala, Pulau
Pandan, Panipahan dan perairan Aceh Timur. Ikan demersal yang habitatnya terdapat
di perairan relatif dalam, seperti jenis gerot-gerot, kakap merah, kerapu dan lencam
terutama terdapat di Selat Malaka bagian utara yang langsung berbatasan dengan Laut
Andaman. Daerah penangkapan ikan dengan armada pukat ikan (PI) berbasis di Belawan
umumnya terdapat di perairan Padang Cermin, Tanjungbalai Asahan, Panipahan, sekitar
Pulau Berhala dan Pulau Jemur. Daerah penangkapan ikan dengan pukat apung (longbag
set net/LBSN) yang berbasis di Tanjungbalai Asahan adalah di perairan Pulau Berhala, P.
Salamon, Panipahan, P.Jemur, Tanjung Api dan Tanjung Bagan. Daerah ini mempunyai
kedalaman antara 30 – 50m. Daerah penangkapan ikan demersal dengan alat tangkap
lampara dasar dan trammel net dengan armada antara 10-20GT umumnya terdapat di
pantai timur Langsa, Lhokseumawe dan Pidie.

Ikan karang ekonomis penting adalah jenis ikan yang mempunyai habitat atau berasosiasi
dengan karang atau terumbu karang. Daerah penyebaran karang di WPP-RI 571 tidak
begitu luas, mengingat sebagian besar dari pantainya dipengaruhi oleh massa air tawar
dari sungai besar dan kecil yang bermuara ke Selat Malaka. Daerah penyebaran terumbu
karang terutama terdapat di perairan sekitar Pulau Berhala, Pulau Jemur dan Pulau Batu
Mandi di perairan Bagansiapi-api serta perairan Lhok Kareung di Aceh Besar dan Pulau
Weh yang langsung berbatasan dengan Laut Andaman dan Samudera Hindia.

1.2 Komposisi Jenis


Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap menurut WPP (DJPT, 2012), produksi ikan
demersal di WPP-RI 571 pada tahun 2011 yang paling tinggi adalah jenis bawal putih
(13.150 ton), diikuti oleh ikan gulamah (tigawaja) sebesar 12.404 ton, biji nangka (9.549
ton), manyung (7.841 ton), ikan lidah (6.483 ton), ikan kuro (6.475 ton) dan jenis ikan
lainnya kurang dari 6.500 ton.

Survei trawl pada tahun 2008, menunjukkan perbedaan komposisi jenis ikan demersal
dominan yang tertangkap di Selat Malaka. Di bagian selatan dari Selat Malaka (perairan
Bengkalis dan sekitarnya) hasil tangkapannya didominasi oleh family Sciaenidae (jenis
ikan tigawaja/gulamah), Pomadasydae (ikan gerot-gerot), Soleidae (ikan lidah) dan
ikan kurau (Polidactylus sp.). Sementara di bagian utara Selat Malaka (perairan Belawan

15
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

sampai dengan Tanjung Balai Asahan) didominasi oleh ikan dari family Synodontidae
(ikan beloso), Mullidae (ikan kuniran/biji nangka), Nemipteridae (ikan kurisi, coklatan)
dan Leiognathidae (ikan petek). Sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap dengan
trawl di perairan Selat Malaka disajikan pada Gambar I-1.

Gambar I-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap dengan
trawl di Selat Malaka, Juni 2008.

Jenis ikan karang ekonomis penting meliputi ikan ekor kuning/pisang-pisang, napoleon,
kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang
lingkis dan beronang kuning. Berdasarkan Statistik Perikanan (DJPT, 2012), pada tahun
2011 produksi ikan karang ekonomis di WPP-RI 571 yang paling tinggi adalah ikan
ekor kuning/pisang-pisang yaitu 5.443 ton (22,5% dari produksi ikan karang ekonomis
yang besarnya 10.996 ton), diikuti oleh ikan kerapu karang 22,5%, kerapu bebek 12,2%,
kerapu balong 9,9%, kerapu lumpur 4,7%, dan beronang lingkis 0,6%.

1.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


1.3.1. Ikan Demersal
Aplikasi Model Produksi Surplus yaitu model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data
catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya perikanan demersal di WPP-RI

16
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571

571 Selat Malaka dan Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 255.612 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 7.150 unit
setara dogol (Gambar I-2). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya atau sebesar 204.490 ton. Mengacu kepada data Statistik Perikanan,
pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap dogol sebesar 2.433 unit dan produksi
perikanan demersal sebesar 138.562 ton. Memperhatikan Gambar I-2, maka tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di WPP-RI 571 sebesar 0,34 (indikator warna
hijau).

Gambar I-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di
WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

1.3.2. Ikan Karang


Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap jenis-jenis ikan yang digolongkan kedalam
kelompok ikan karang antara lain: ekor kuning, ikan napoleon, kerapu, karang, kerapu
bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, dan beronang. Aplikasi Model
Produksi Surplus yaitu model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort
tahun 2000-2011 pada sumberdaya ikan karang ekonomis di WPP-RI 571 Selat Malaka
dan Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
sebesar 5.828 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 3.116 unit setara rawai dasar
(Gambar I-3). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau sebesar 4.662 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2011
diperoleh jumlah rawai dasar sebesar 3.028 unit dan produksi ikan karang ekonomis
sebesar 10.996 ton. Memperhatikan Gambar I-3, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya
ikan karang ekonomis di WPP-RI 571 sebesar 0,97 atau pada tingkat fully exploited
(indikator warna kuning).

17
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar I-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang
ekonomis di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

1.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Perkembangan kepadatan dan biomas ikan demersal berdasarkan survei trawl di Selat
Malaka menunjukkan kecenderungan yang menurun. Penelitian terhadap kepadatan stok
dan biomass ikan demersal di sub area antara Belawan sampai dengan Tanjung Panipahan
pada tahun 1997 diperoleh kepadatan stok sebesar 1393,6 kg/km2 dengan biomas sebesar
76.648 ton. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian pada tahun 2008 dengan kepadatan
stok 1178 kg/km2 dan biomas sebesar 64.812 ton, maka terjadi penurunan kepadatan
stok sebesar 15,44% dan penurunan biomas sebesar biomasa sebesar 15,43% (Tabel I-1).
Secara agregat belum menunjukan penurunan biomas yang berarti.

Tabel I.1. Kepadatan dan biomas sumberdaya ikan demersal di Sub area Belawan-
Tanjung Panipahan, Selat Malaka.

Tahun
1997 2004 2008
Kepadatan (kg/km ) 2
1.393 1.321 1.178
Biomas (ton) 76.648 72.688 64.812

18
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571

Berdasarkan komposisi hasil tangkapan trawl (Tabel I-2), terlihat adanya perubahan
komposisi hasil tangkapan, dimana ikan ikan ukuran relatif besar semakin berkurang
dan digantikan dengan ikan ukuran kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan
penangkapan sudah mulai memberikan pengaruh terhadap keseimbangan ekosistim dan
pada akhirnya kepada komposisi hasil tangkapan ikan demersal di Selat Malaka. Daerah
penangkapan yang masih berpeluang untuk pengembangan armadanya berada di selat
Malaka bagian Utara yaitu ke arah Laut Andaman.

Tabel I.2 Rata-rata laju tangkap (%) sepuluh jenis ikan demersal hasil tangkapan
trawl di Selat Malaka

Tahun
No. Famili
19971) 20032) 20043) 2008
1 Synodontidae 9,1 16,2 0,9 10,3
2 Mullidae 16,7 20,7 0,7 9,3
3 Nemipteridae 9,2 3,4 5,1 8,9
4 Dasyatidae 0,0 1,3 1,5 7,4
5 Tetraodontidae 0,0 0,1 0,4 7,1
6 Sciaenidae 5,4 8,7 5,1 6,4
7 Monacanthidae 0,0 0,0 0,2 4,1
8 Silaginidae 1,8 2,1 4,4 3,8
9 Pomadasydae 0,8 2,0 7,6 3,0
10 Carangidae 9,0 9,3 3,8 2,3

Keterangan:
1)
Sumiono (2002)
2)
Soselisa & Rijal (2003)
3)
BRPL (2004)

Jenis ikan dengan kecenderungan rata-rata laju tangkap meningkat terdapat pada famili
Nemipteridae, Dasyatidae, Tetraodontidae, Sillaginidae dan Monacanthidae. Sebaliknya
kecenderungan yang menurun terdapat pada famili Synodontidae, Mullidae, Sciaenidae
dan Carangidae. Beberapa famili bahkan tidak tertangkap pada penelitian sebelumnya atau
diperoleh dalam jumlah sedikit (kurang dari 1% dari total ikan demersal yang tertangkap).

19
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Struktur ukuran beberapa ikan demersal diantaranya ikan kurusi (Nemipterus peronii)
berkisar 10,1-27,5 cm, beloso (Saurida micropectoralis) berkisar 16,5-26,5 cm, Bijinangka
(Upeneus sulphureus) berkisar 8,8-15,1 cm.

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1 Penyebaran/Daerah penangkapan:
Sumber daya udang penaeid (udang dari familia Penaeidae) menyebar di berbagai
kedalaman terutama sampai kedalaman sekitar 30m, pada habitat dengan dasar perairan
berupa lumpur atau pasir campur lumpur dan umumnya masih dipengaruhi oleh massa
air tawar (freshwater disharge). Daerah penyebaran udang yang utama mulai dari perairan
Pidie, Lhokseumawe, Kuala Langsa, Tanjung Jamboaye, pantai Tanjungbalai Asahan,
Panipahan, muara Sungai Rokan, Sinaboi, Dumai sampai di sekitar Pulau Bengkalis.
Udang karang (lobster), famili Palinuridae, adalah salah satu jenis udang yang hampir
sepanjang hidupnya terdapat di daerah batu karang atau terumbu karang di sepanjang
pantai dan teluk-teluk. Daerah penyebaran lobster terutama terdapat di sekitar Pulau
Jemur, Pulau Berhala atau di sekitar Pulau Weh.

2.2. Komposisi Jenis


Komposisi jenis udang di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman pada tahun
2011 didominasi oleh kelompok jenis udang putih/udang jerbung (Penaeus merguiensis,
P. indicus) sebesar 47,3% dari total produksi udang penaeid yang besarnya 35.130
ton, diikuti oleh kelompok udang lain-lain (Metapenaeopsis spp.) 27,2%, udang dogol
(Metapenaeus spp.) 13,6%, udang windu (P. monodon, P. japonicus, P. semisulcatus) 11,3%
dan udang krosok (Parapenaeopsis spp.) 0,7% (Gambar I-4).

Gambar I-4. Komposisi (%) jenis udang di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman, 2011

20
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571

Lobster atau udang karang merupakan salah satu bangsa krustasea yang memiliki nilai
ekonomis penting (important market value). Lobster yang terdapat di Indonesia terdiri
dari dua kelompok famili yaitu Palinuridae atau spiny lobster, terdiri dari jenis Panulirus
versicolor, P. penicillatus, P. ornatus, P.homarus, P.longipes dan P.polyphagus. Kelompok
berikutnya, famili Scyllaridae atau flathead lobster mempunyai satu jenis yang penting
yaitu Thennus orientalis (lokal: udang pasir). Menurut DJPT (2012), produksi lobster
tahun di WPP-RI sebesar 1.117 ton dan produksi cenderung meningkat sejak tahun 2006.

2.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


2.3.1. Udang Penaeid
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data
catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya perikanan udang penaeid di WPP-RI
571 Selat Malaka dan Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 68.994 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 2.145 unit
setara dogol (Gambar I-5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya atau sebesar 55.195 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada
tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap dogol sebesar 3.628 unit dan produksi udang
sebesar 35.202 ton. Memperhatikan Gambar I-4, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya
udang penaeid di WPP-RI 571 pada tahun 2011 sebesar 1,7 (indikator warna merah),
atau sudah melebihi potensi lestarinya.

Gambar I-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang di WPP-
RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

21
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

2.3.2. Lobster
Analisis korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort tahun 2000-
2011 pada sumberdaya lobster di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 483 ton dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 4.579 unit setara jaring insang tetap (Gambar I-6). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar
387 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2011 jumlah jaring insang tetap
sebesar 6.874 unit dan produksi lobster sebesar 363 ton ton. Memperhatikan Gambar
I-6, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di WPP-RI 571 sebesar 1,5 (indikator
warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya.

Gambar I-6. Kurva hubngan antara produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP-
RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

2.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Indikator perikanan yang terjadi pada sumberdaya udang di WPP-RI 571 Selat Malaka
dan Laut Andaman yaitu terjadinya kecenderungan peningkatan produksi kelompok
udang putih (udang jerbung), udang dogol dan udang krosok, sedangkan prosentase
hasil tangkapan udang windu menunjukan adanya penurunan pada tahun 2010-2011.

22
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan:
Armada pukat cincin yang berbasis di Tanjungbalai dan Belawan sebagian besar beroperasi
di perairan Selat Malaka bagian utara terutama diantara perairan Lhokseumawe sampai
Langsa. Sementara daerah penangkapan pukat cincin yang berbasis di Lampulo (Banda
Aceh) terutama terdapat di perairan antara Pidie dan sekitar barat daya Pulau Beras
(Pulau Weh).

3.2 Komposisi Jenis.


Berdasarkan hasil tangkapan pukat cincin pada tahun 2011 yang didaratkan di Tanjung
Balai Asahan dan Lampulo, jenis ikan pelagis kecil didominasi oleh dua spesies ikan
layang yaitu layang biasa (Decapterus russelli) dan layang deles (Decapterus macrosoma).
Kedua jenis ikan layang tersebut memberi kontribusi sekitar 53% dari hasil tangkapan
total. Jenis ikan pelagis kecil lainnya adalah Amblygaster sirm 22%, bentong (Selar
crumenophthalmus) 9%, banyar (Rastrelliger kanagurta) 6%, dan tembang (Sardinella
gibbosa) 4% (Gambar I-7). Dibandingkan dengan tahun 1995-1997 terdapat peningkatan
prosentase bagi jenis layang, banyar dan siro, tetapi terdapat kecenderungan penurunan
prosentase selar bentong.

Layang 53

Siro 22

Bentong 9

Banyar 6

Tembang 4

0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)

Gambar I-7. Komposisi (%) jenis ikan pelagis kecil di WPP-RI 571 Selat Malaka dan
Laut Andaman tahun 2011.

23
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

3.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


3.3.1. Ikan Pelagis Kecil
Sumber daya ikan pelagis kecil di Selat Malaka dieksploitasi menggunakan berbagai alat
tangkap seperti jaring insang, bagan dan yang paling utama adalah pukat cincin (purse
seine). Berdasarkan kelompok ukuran (GT) terdapat tiga jenis armada pukat cincin yang
beroperasi di Selat Malaka, yakni pukat cincin mini (≤10 GT), sedang (10-49GT) dan
besar (≥50 GT) (Hariati et al., 2000).

Aplikasi Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data
catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya perikanan pelagis kecil di WPP-RI
571 Selat Malaka dan Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 116.568 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 2.286 unit
setara purse seine (Gambar I-8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya atau sebesar 93.255 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada
tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap purse seine sebesar 2.648 unit dan produksi
ikan pelagis kecil sebesar 180.215 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis
kecil di WPP-RI 571 pada tahun 2011 sebesar 1,20 (indikator warna merah), atau sudah
melebihi potensi lestarinya.

Gambar I-8. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumber daya ikan pelagis kecil
di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

24
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571

3.3.2. Cumi-Cumi
Sumberdaya cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumberdaya perikanan laut yang
penting. Produksi cumi-cumi di WPP-RI 571 pada tahun 2011 sebesar 12.057 ton atau
33,1% dari total produksi jenis binatang lunak yaitu sebesar 36.361 ton. Alat tangkap
yang utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap, dan
longbag set net (LBSN), kadang-kadang tertangkap juga dengan Pukat Ikan. Bagan apung
jumlahnya relatif banyak dan selalu mendominasi hasil tangkapan cumi dibandingkan
dengan alat tangkap lainnya di Selat Malaka. Jenis cumi-cumi yang tertangkap di perairan
Selat Malaka antara lain cumi-cumi jamak (Loligo duvauceli) dan cumi-cumi teropong
(Loligo/Doryteuthis singhalensis).

Analisis korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort tahun 2000-
2011 pada sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 4.057 ton
dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 607 unit setara bagan apung (Gambar I-9). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar
3.245 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat
tangkap bagan apung sebanyak 418 unit dan produksi cumi-cumi 3.713 ton. Tingkat
pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 571 pada tahun 2011 sebesar 0,70
(indikator warna kuning) atau belum melebihi potensi lestarinya.

4500
4000
2007 2010 2009 2003
3500 2004 2008
3000 2006
Produksi (ton)

2005
2500
2000
1500
1000
500
0
0 200 400 600 800 1000
Upaya (unit)

9. Kurva hubungan
Gambar antara produksi
I-9. Kurva hubungandan upaya
antara sumber
produksi dayasumber
dan upaya cumi-cumi di WPP-RI
daya cumi-cumi di 571 Selat
Laut Andaman WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman.

25
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

3.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) pukat cincin di wilayah perairan Aceh timur
sampai laut Andaman dan Sumatera Utara cenderung mengalami penurunan. Rata-rata
CPUE tercatat 935 kg/hari/kapal pada tahun 1996 menurun menjadi 711 kg/hari/kapal
pada tahun 2003 dan menjadi lebih rendah sebesar 521 kg/hari/kapal pada tahun 2005.

Indikator lain yang ditunjukkan oleh rata-rata panjang pertama kali matang gonad (lm)
untuk beberapa spesies pelagis kecil juga mengalami perubahan. Untuk layang biasa
(Decapterus russelli), lm = 17 cm (FL) pada periode 1995-1997, berubah menjadi lm =
16,1 cm (FL) pada periode 2004-2005. Banyar (Rastrelliger kanagurta), lm = 18 cm (FL)
pada periode 1995-1997, berubah menjadi lm = 16,6 cm (FL) pada periode 2004-2005
(Haryati, 2007). Pada tahun 2009 diperoleh nilai lm bagi ikan layang deles (Decapterus
macrosoma) sebesar 18 cm(FL). Indikator tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan
intensitas penangkapan yang cukup tinggi.

Musim pemijahan (spawning season) ikan banyar (R.kanagurta) berlangsung antara


bulan Mei-Oktober dengan puncaknya pada bulan Juli-Agustus. Musim pemijahan
ke dua berlangsung antara bulan Desember – Maret dengan puncak musim pada bulan
Januari-Februari. Musim pemijahan ikan layang biasa (D. russelli) terjadi pada bulan April-
Oktober dengan puncak musim berlangsung pada bulan April dan Oktober. Fekunditas
telur yang sudah matang berkisar antara 300-520 ribu telor.

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Ikan Tongkol


4.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis besar di wilayah perairan Selat Malaka umumnya
terdapat di perairan sebelah utara dan sebagian Laut Andaman. Khusus untuk ikan
tongkol, daerah penyebarannya banyak diketemukan di daerah pantai/neritik.

4.2 Komposisi Jenis


Dimaksud dengan ikan pelagis besar adalah jenis-jenis ikan pelagis berukuran relatif
besar. Pada tulisan ini, tidak termasuk jenis ikan tuna, tongkol dan cakalang. Berdasarkan
Statistik Perikanan Tangkap (DJPT, 2012), produksi ikan pelagis besar di WPP-RI 571
pada tahun 2011 didominasi oleh ikan tenggiri yang besarnya 48% dari total produksi
ikan pelagis besar, diikuti oleh tenggiri papan 19,8%, cucut martil 8,6%, cucut botol
8%, cucut lanyam 7,3% dan jenis lainnya kurang dari 7% (Gambar I-10)

26
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571

Gambar I-10. Komposisi (%) jenis ikan pelagis besar di WPP-RI 571 Selat Malaka
dan Laut Andaman, tahun 2011

Jenis ikan tongkol yang tertangkap di WPP-571 didominasi oleh tongkol komo
(kawakawa, Euthynnus affinis) sebanyak 68,7% dari produksi kelompok tongkol tahun
2011 yang besarnya 29.561 ton, diikuti oleh tongkol krai (Auxis thazzard) sebanyak
18,8%, lisong (A.rhocheii) sebanyak 11,9% dan kenyar (Sarda orientalis) sebanyak 0,5%.

4.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


4.3.1. Ikan Pelagis Besar
Sumberdaya ikan pelagis besar yang tercatat dalam Statistik Perikanan ditangkap dengan
berbagai alat tangkap yang berbeda. Purse seine dianggap sebagai alat tangkap baku dan
mempunyai nilai FPI = 1.

Aplikasi Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya ikan pelagis besar di WPP-RI
571 Selat Malaka dan Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 39.374 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 6.737 unit
setara purse seine (Gambar I-11). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau 31.499 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada
tahun 2011 terdapat jumlah purse seine sebanyak 5.428 unit dan produksi ikan pelagis
besar sebesar 22,942 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di WPP-

27
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

RI 571 pada tahun 2011 sebesar 0,81 (indikator warna kuning) atau belum melebihi
potensi lestarinya.

45000 2004
2007 2006
40000
2005 2008 2003
35000
2009 2002
30000
Produksi (Ton)

2010
25000
2011
20000
15000
10000
5000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

1. Kurva hubungan antara


Gambar I-11. Kurvaproduksi
hubungandan upaya
antara sumber
produksi daya
dan upaya ikandaya
sumber pelagis besar di WPP-RI
ikan pelagis
Malaka dan Laut Andaman
besar di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

4.3.2. Ikan Tongkol


Analisis melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort tahun
2000-2011 terhadap sumberdaya keompok ikan tongkol di WPP-RI 571 Selat Malaka dan
Laut Andaman diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
50.840 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 5.660 unit setara purse seine (Gambar
I-12). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau 40.672 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 terdapat jumlah
purse seine yang menangkap tongkol sebanyak 5.428 unit dan produksi kelompok ikan
tongkol sebesar 29.561 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI
571 pada tahun 2011 sebesar 0,96 (indikator warna kuning) atau belum melebihi potensi
lestarinya, tetapi sudah pada tingkat pemanfaatan yang penuh.

28
Bagian I - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 571

70000
2005 2009
60000 2004
2008
50000
Produksi (Ton)

2007 2006
40000 2001
2003
2010 2002
30000 2011

20000

10000

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

ar I-12. Kurva Gambar


hubungan antara
I-12. produksi
Kurva dan
hubungan upaya
antara sumber
produksi dandaya ikan
upaya tongkol
sumber dayadi WPP-RI
ikan tongkol571 Selat Mala
Laut Andaman. di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman.

29
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

30
BAGIAN II

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 572
Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera dan
Selat Sunda

31
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

32
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572

1. Sumber Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Penyebaran ikan demersal diperkirakan tidak terlalu luas karena topografi dasar perairan
yang umumnya langsung terjal di Samudera Hindia, diikuti oleh luasan paparan dangkal
yang membujur ke arah tenggara semakin sempit. Operasi penangkapan ikan demersal
lebih banyak dilakukan di pantai barat Aceh sampai perairan Sibolga serta antara Padang,
Muko-Muko, Bengkulu dan Manna (Bengkulu Selatan).

Daerah penyebaran ikan karang ekonomis di WPP-RI 572 tidak begitu luas, mengingat
sebagian besar dari pantainya terjal dan dipengaruhi oleh massa air tawar dari sungai
besar dan kecil yang bermuara ke Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Daerah
penyebaran ikan karang ekonomis terutama terdapat di perairan sekitar Pulau Weh,
Kepulauan Simeuleu, sebelah barat Padang dan Bengkulu serta sekitar Pulau Enggano.

1.2 Komposisi Jenis


Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (DJPT, 2012), produksi ikan demersal di WPP-
RI 572 pada tahun 2011 yang paling tinggi adalah jenis peperek yaitu 10.202 ton atau
7,7% total produksi ikan demersal yang besarnya 131.698 ton. Berturut-turut diikuti
oleh ikan kakap merah sebanyak 6,1%, kurisi 6,0%, layur 5,7%, manyung 5,4% dan
jenis lainnya kurang dari 5%. Komposisi produksi sepuluh jenis ikan demersal dominan
di WPP-RI 572 disajikan pada Gambar II-1.

Gambar II-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap di WPP-
572 Samudera Hindia barat Sumatera dan Selat Sunda, tahun 2011.
33
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Survei dengan jaring trawl di perairan barat Sumatera pada tahun 2005 dan 2006
menghasilkan jenis ikan peperek (famili Leiognathidae) ditemukan paling melimpah,
dengan kontribusi 32,5% dari total laju tangkap ikan demersal, diikuti oleh jenis kuniran
(Mullidae) 15,2%, kaci (Haemulidae) 10,36%, alu-alu (Sphyraenidae) 7,41%, kakap
merah 6,3% dan famili lainnya kurang dari 5% dari total laju tangkap ikan demersal.

Hasil tangkapan kapal pukat tarik didominasi oleh ikan-ikan dasar yang menyukai habitat
berlumpur seperti kuniran (Upeneus sulphureus), coklatan (Scolopsis taenipterus), swanggi
(Priacanthus spp), kapasan (Lactarius lactarius) dan petek (Leiognathus splendens) (Gambar
II-2). Hasil lainnya antara lain adalah Gerres sp, Hilsa sp, Johnius sp dan Polydactylus
sextarius.

Gambar II-2. Komposisi (%) jenis ikan demersal hasil tangkapan pukat tarik ikan di
WPP 572 Samudera Hindia barat Sumatera dan Selat Sunda tahun 2013.

Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (DJPT, 2012), pada tahun 2011 produksi ikan
karang ekonomis penting di WPP-RI 572 yang paling tinggi adalah jenis ekor kuning/

34
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572

pisang-pisang yaitu 10.732 ton (47,5% dari total produksi ikan karang ekonomis yang
besarnya 22.605 ton), diikuti oleh ikan kerapu karang 34,4%, kerapu sunu 6,7%, kerapu
balong 4,4%, beronang lingkis 3,0%, kerapu lumpur 2,5%, kerapu bebek 1,2%, ikan
beronang dan beronang kuning masing-masing 0,1%.

1.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


1.3.1 Ikan Demersal
Dengan mengplikasikan Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer
(1957) terhadap data tangkapan (catch) dan upaya (effort) tahun 2000-2011 pada
sumberdaya perikanan demersal di WPP-RI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera
dan Selat Sunda diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
349.704 ton dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 10.796 unit setara dogol (Gambar
II-3). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
yaitu 279.763 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2011 terdapat jumlah
alat tangkap setara dogol sebesar 9.799 unit dengan produksi perikanan demersal sebesar
131.698 ton. Memperhatikan Gambar II-3, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
demersal di WPP-RI 571 sebesar 0,91 (indikator warna kuning), atau dalam tingkat
pemanfaatan penuh (fully exploited).

400000 MSY
350000
300000 2008 2010
2009
Produksi (Ton)

250000 2006 2005 2007


2004
2002
200000 2003 2001
150000 2011

100000
50000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar II-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di WPP
Gambar II-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
di WPP 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda

24
35
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

1.3.2. Ikan Karang


Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap jenis-jenis ikan yang digolongkan kedalam
kelompok ikan karang antara lain: ekor kuning, ikan napoleon, kerapu, karang, kerapu
bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, dan beronang. Menggunakan Model
Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort
tahun 2000-2011 pada sumberdaya ikan karang ekonomis di WPP-RI 572 Samudera
Hindia barat Sumatera dan Selat Sunda diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 45.118 ton dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 16.291 unit
setara rawai dasar (Gambar II-4). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya sebasar 36.095 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap
tahun 2011 terdapat jumlah setara rawai dasar sebanyak 5.349 unit dengan produksi
ikan karang ekonomis sebesar 22.600 ton. Memperhatikan Gambar II-4, maka tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan karang ekonomis di WPP-RI 572 sebesar 0,33 (indikator
warna hijau), atau pada tingkat under exploited.

50000 MSY
45000
40000
35000
Produksi (Ton)

30000 2011
25000 2002 2007
20000 2003
2010 2009
15000
2008 2006
10000 2005 2004
5000 2001
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)

Gambar II-4.Gambar
KurvaII-4.
hubungan antara antara
Kurva hubungan produksi dandan
produksi upaya
upayasumber daya
sumber daya ikan
ikan karang
karang di di WPP-
RI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
WPP-RI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan 25
Penyebaran daerah penangkapan udang penaeid di perairan Samudera Hindia sebelah

36
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572

Barat Sumatera terdapat di sepanjang pantai barat provinsi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat dan Bengkulu, dengan daerah pemusatan penangkapan udang terdapat
di perairan Meulaboh, Sibolga dan Air Bangis, masing-masing seluas 900 km2 serta
perairan Mukomuko sampai Manna dengan luas 1.500 km2.

Udang karang (lobster), famili Palinuridae, adalah salah satu jenis udang yang hampir
sepanjang hidupnya terdapat di daerah batu karang atau terumbu karang di sepanjang
pantai dan teluk-teluk. Daerah penyebaran lobster terutama terdapat di Perairan sekitar
Pulau Weh, Kelulauan Nias, Kepulauan Simeuleu dan Enggano, serta pantai barat antara
Padang - Bengkulu.

2.2 Komposisi Jenis


Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2012, komposisi jenis udang di WPP-RI
572 pada tahun 2011 didominasi oleh kelompok jenis udang dogol (Metapenaeus spp.)
sebesar 48,6% dari total produksi udang penaeid yang besarnya 35.130 ton, diikuti oleh
kelompok udang jerbung (P. merguiensis, P. indicus) 31,5%, udang krosok (Parapenaeopsis
spp.) 9,1%, udang windu (P. monodon, P. semisulcatus) 2,1% dan udang ratu (Penaeus
sp.)1,8% (Gambar II-5).

Gambar II-5. Komposisi (%) jenis udang di WPP 572 Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera dan Selat Sunda

37
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP-RI 572, antara lain lobster pasir (Panulirus
homorus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes), lobster
hijau (Panulirus versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster mutiara
(Panulirus ornatus). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap, produksi lobster tahun 2011
di WPP-RI 572 sebesar 3.071 ton dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat
sejak tahun 2006.

2.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


2.3.1 Udang Penaeid
Dengan Model Produksi Surplus melalui model linier dari Fox (1970) terhadap data catch
dan effort udang penaeid tahun 2000-2011 di WPP-RI 572 diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 7.979 ton dengan upaya optimum (fopt.)
sebesar 3.704 unit setara dogol (Gambar II-6). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 6.383 ton. Berdasarkan data
Statistik Perikanan Tangkap tahun 2011, jumlah alat tangkap setara dogol sebesar 6.259
unit dengan produksi udang sebesar 8.724 ton. Memperhatikan Gambar II-6, maka
tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di WPP-RI 572 pada tahun 2011 sebesar
1,7 (indikator warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya.

Gambar II-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP 572 Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda

38
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572

2.3.2 Lobster
Dengan mengaplikasikan Model Produksi Surplus melalui korelasi linier dari Schaeffer
(1957) terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya lobster di
WPP-RI 572 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
1.337 ton dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 6.071 unit setara jaring insang tetap
(Gambar II-7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau sebesar 1.070 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2010,
jumlah setara jaring insang tetap sebanyak 5.759 unit dengan produksi lobster 1.304
ton. Memperhatikan Gambar II-7, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di
WPP-RI 572 sebesar 0,9 (indikator warna kuning), atau dalam kondisi fully exploited.

Gambar II-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya perikanan lobster
di WPP 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda

2.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Ukuran panjang karapas udang penaeid dan lobster yang tertangkap (Lc) di perairan
Samudera Hindia barat Sumatera lebih kecil dari ukuran matang gonad (Lm). Nilai E dari
hasil analitik juga menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya udang sudah melebihi
potensi lestarinya. Dalam jangka panjang kondisi ini akan semakin mengancam kelestarian
sumberdaya udang penaeid dan lobster karena terhambatnya proses rekruitmen.

39
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di wilayah perairan sebelah Barat Aceh meliputi
perairan sekitar Kepulauan Banyak, Singkil sampai Pulau Simelue, sedangkan di perairan
pantai Tapanuli Tengah meliputi Sorkam, Barus, dan sekitarnya. Pada perairan sebelah
barat Sibolga meliputi Teluk Tapanuli, Pulau Mursala, dan sekitarnya. Perairan Tapanuli
Selatan; Natal, Sikara-kara, Pulau Ilik, dan sekitarnya. Perairan Tapanuli Tengah yang
berbatasan dengan wilayah Sumatera Barat; Pulau Pini, Kepulauan Batu, Pulau Telo dan
sekitarnya. Selain itu juga terdapat di perairan Bengkulu sampai Manna.

3.2 Komposisi Jenis


Jenis ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap pada tahun 2011 adalah kembung
(Rastrelliger spp), teri (Stolephorus spp.), selar (Selaroides spp.), layang (Decapterus
spp.), tembang (Dussumieria spp.) dan lemuru (Sardinella spp.) yang masing-masing
mengkontribusi 29,1 %, 17,8%, 8,2%, 7,3% 6,2% dan 3,8 % dari total hasil tangkapan
yang didaratkan di WPP-RI 572 (Gambar II-8).

Gambar II-8. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil hasil tangkapan purse seine di
perairan WPP-572 tahun 2011.

40
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572

3.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


3.3.1 Ikan Pelagis Kecil
Sumber daya ikan pelagis kecil di WPP ini dieksploitasi terutama oleh armada pukat
cincin (purse seine), disamping berbagai alat tangkap skala kecil lainnya yang memiliki
produktivitas jauh lebih rendah. Dengan Model Produksi Surplus melalui model linier dari
Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort perikanan pelagis kecil tahun 2000-2011 di
WPP-RI 572 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
240.927 ton dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 4.021 unit setara purse seine (Gambar
II-9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau sebesar 192.741 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap tahun 2011,
jumlah alat tangkap setara purse seine sebesar 2.465 unit dengan produksi ikan pelagis
kecil sebesar 197.410 ton. Memperhatikan Gambar II-8, maka tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP-RI 572 pada tahun 2011 sebesar 0,6 (indikator
warna kuning), hal ini menunjukkan indikasi belum melebihi potensi lestarinya.

Gambar II-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis kecil
di WPP-572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda

3.3.2 Cumi-Cumi
Sumberdaya cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumberdaya perikanan laut yang
penting. Produksi cumi-cumi di WPP-RI 572 pada tahun 2011 sebesar 8.892 ton atau

41
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

42,9% dari total produksi binatang lunak yang besarnya mencapai 20.930 ton. Alat
tangkap yang utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap,
dan pancing cumi-cumi, kadang-kadang tertangkap juga dengan pukat ikan. Bagan
apung jumlahnya relatif banyak dan selalu mendominasi hasil tangkapan cumi-cumi
dibandingkan dengan alat tangkap lainnya di perairan sebelah Barat Sumatera.

Analisis model Surplus Produksi dengan korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort cumi-cumi tahun 2000-2011 di WPP-RI 572 diperoleh nilai
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 4.340 ton dengan upaya
optimum (fopt.) sebesar 3.732 unit setara bagan apung (Gambar II-10). Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 3.472 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap
setara bagan apung sebanyak 4.480 unit dan produksi cumi-cumi 4.365 ton. Tingkat
pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 572 pada tahun 2011 sebesar 1,2
(indikator warna merah) atau sudah melebihi potensi lestarinya seperti terlihat pada
Gambar II-10.

5000
2004
4500 2003 2010
2008 2009
4000 2002
2006
2007 2001
3500
Produksi (ton)

2005
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Upaya (unit)

Gambar II-10.Kurva hubungan


Gambar II-10. antara antara
Kurva hubungan produksi dandan
produksi upaya
upaya sumberdaya cumi-cumi
sumberdaya cumi-cumi di di WPP-
572 Samudera Hindia
WPP-572 sebelah
Samudera barat
Hindia Sumatera
sebelah dan Selat
barat Sumatera Sunda
dan Selat Sunda

3.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Hasil kajian pada tahun 2006 di perairan sebelah Barat Aceh dengan menggunakan 31

42
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572

analisis data akustik diperoleh nilai estimasi kepadatan 490 kg/km2. Total biomassa
diestimasi sekitar 429 ribu ton dengan perkiraan total area penyebaran sekitar 88 ribu
km2 (Tabel II-1).

Tabel II-1. Estimasi potensi dan upaya optimum sumber daya ikan pelagis kecil pada
tahun 2006

Kepadatan Total area Total Potensi (Ton/


Biomassa (kg/ penyebaran Biomassa tahun)
km2) (km2) (Ton)
490 1) 88.148 2) 428.902 214.451
Keterangan:
Analisis hasil survei di perairan pantai barat Aceh
Luas area dengan kedalaman ≤ 100 m

Analisis hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang didaratkan di Sibolga menunjukkan
peningkatan hasil tangkapan purse seine, yaitu sebesar 411 kg/hari (tahun 2003), 575 kg/
hari (tahun 2007) dan 556 kg/hari (tahun 2008). Komposisi hasil tangkapan terdiri dari
ikan layang 38%, banyar 5% , bentong 13%, siro 2%, tembang 5% dan lain-lain 30%.
Komposisi hasil tangkapan tersebut sedikit berubah, dimana pada tahun 2007 kontribusi
ikan layang sebesar 20% dan banyar 9%. Indikator biologi diperoleh panjang pertama
kali ikan tertangkap dengan purse seine (= length at first capture, Lc), bagi ikan siro dan
bentong antara 8-21 cmFL, ikan layang 10,5 cmFL, layang deles 11 cmFL, malalugis
21,5 cmFL, banyar 16,4 cmFL, selar bentong 15,3 cmFL dan siro 15,8 cmFL. Nilai-
nilai tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2003-2004.

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Tongkol


4.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Sumberdaya ikan pelagis besar menyebar di barbagai area terutama lepas pantai pada
kedalaman lebih dari 100 m. Penangkapan ikan pelagis besar dilakukan di lepas pantai
Aceh, Sibolga, Padang, Bengkulu, Manna sampai perairan barat Lampung.

43
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

4.2 Komposisi Jenis


Kelompok jenis ikan pelagis besar terdiri dari jenis-jenis ikan pelagis berukuran relatif
besar, tidak termasuk jenis ikan tuna, tongkol dan cakalang. Berdasarkan Statistik
Perikanan Tangkap (DJPT, 2012), produksi ikan pelagis besar di WPP-RI 572 pada tahun
2011 sebesar 34.214 ton. Produksi tersebut didominasi oleh jenis ikan tenggiri (42,9%
dari total produksi ikan pelagis besar), diikuti oleh tenggiri papan 19,2%, cucut lanyam
15,8%, setuhuk hitam 9,1%, lemadang 5,3% dan lainnya luring dari 5% (Gambar II-11)

Gambar II-11. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-572 Samudera Hindia sebelah
barat Sumatera dan Selat Sunda

Jenis ikan tongkol di WPP-572 didominasi oleh tongkol krai (Auxis thazzard) sebanyak
52,6% dari produksi kelompok ikan tongkol yang besarnya 33.693 ton, diikuti oleh
tongkol komo (kawakawa, Euthynnus affinis) sebanyak 40,5%, lisong (Auxis rhocheii)
sebanyak 6,5% dan kenyar (Sarda orientalis) sebanyak 0,4%.

4.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


4.3.1 Ikan Pelagis Besar
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort sumberdaya ikan pelagis besar (selain tuna, tongkol dan cakalang)

44
Bagian II - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 572

tahun 2000-2011 di WPP-RI 572 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 25.227 ton dengan upaya optimum (fopt.) 4.103 unit setara purse seine
(Gambar II-12). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau 20.182 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 terdapat
jumlah purse seine sebanyak 4.130 unit dan produksi ikan pelagis besar sebesar 34.214
ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di WPP-RI 572 sebesar 1,01
(indikator warna merah) atau sudah melebihi potensi lestarinya.

40000
35000 2011
30000 2010 2007
2009
2008
Produksi (Ton)

25000
20000 2006
2003
15000 2001
2005
2002
10000 2004
5000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Upaya (Unit)

Gambar II-12. Kurva


Gambar II-12. hubungan antara
Kurva hubungan produksi
antara produksidan
danupaya sumber
upaya sumber daya
daya ikan ikan
pelagispelagis
besar besar di
WPP-572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
di WPP-572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda

4.3.2 Ikan Tongkol


Hasil analisis Surplus Produksi melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data
catch dan effort tahun 2000-2011 terhadap sumberdaya kelompok ikan tongkol di WPP- 34
RI 572 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 42.667
ton dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 3.933 unit setara purse seine (Gambar II-13).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau
34.134 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 terdapat jumlah
purse seine sebanyak 4.130 unit dan produksi kelompok ikan tongkol sebesar 54.953
ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI 572 sebesar 1,05 atau
sudah melebihi potensi lestarinya.

45
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

70000

60000 2008
2010 2011
50000 2009
Produksi (Ton)

2007
40000
2006
30000 2004
2005
2003 2001
20000 2002
10000

0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Upaya (Unit)

Gambar I-13.Kurva hubungan


Gambar I-13. antara antara
Kurva hubungan produksi dan dan
produksi upaya
upayasumber
sumber daya ikantongkol
daya ikan tongkol di WPP-
572 Samudera Hindia
di WPP- sebelahHindia
572 Samudera baratsebelah
Sumatera dan Selat
barat Sumatera danSunda
Selat Sunda

35

46
BAGIAN III

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 573
Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa Hingga
Sebelah Selatan Nusa Tenggara,
Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat

47
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

48
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah konsentrasi penyebaran ikan demersal di Samudera Hindia sebelah selatan Jawa
terdapat di perairan Binuangeun, Palabuhanratu, Pangandaran hingga selatan Yogyakarta,
Pacitan-Grajagan, Teluk Waworada, sebelah selatan Flores dan timur Sumba. Daerah
penyebaran ikan karang yang umumnya berasosiasi dengan terumbu karang terdapat
di perairan sebelah Selatan Binuangeun, Pangandaran, Yogyakarta, Selat Lombok,
Selat Alas, sebelah selatan Sumbawa, Selat Sape (sekitar Pulau Komodo, Rinca), selatan
Bajawa-Ende, sekitar Pulau Rote dan Teluk Kupang (Sumiono et al., 1992; Badrudin et
al., 1992; Lohmeyer, 1996; McManus, 1996).

1.2 Komposisi Jenis


Berdasarkan Statistik Perikanan (DJPT, 2012), sepuluh jenis ikan demersal dominan
tertangkap di WPP-RI 573 meliputi ikan layur (23,2% dari produksi ikan demersal),
diikuti oleh kakap merah 16,0%, peperek 12,8%, kakap putih 9,9%, kuwe 9,8%,
kurisi 9,3%, gulamah 6,1%, bawal hitam 4,9%, manyung 4,8% dan biji nangka 3,3%
(Gambar III-1).

Gambar III-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap di
WPP-RI 573.

Penelitian dengan rawai dasar di perairan Binuangeun, Jawa Barat pada tahun 2013,
menunjukkan komposisi hasil tangkapan ikan demersal terdiri dari ikan krapu

49
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

(Epinephelus coiodes) sebesar 17,4% dari total hasil tangkapan, diikuti oleh ikan jenaha
(Lutjanus erytropterus) sebesar 9,5%, kakap merah (Lutjanus malabaricus) sebesar 8,7%,
ikan lencam (Lethrinus lentjan) sebesar 6,9% dan ikan lainnya kurang dari 6%. Hasil
tangkapan arring insang dasar di perairan Palabuhan ratu dan sekitarnya didominasi
oleh ikan layur (Trichiurus lepturus) sebesar 44,4% dari total hasil tangkapan, diikuti
ikan laosan (Polydactylus xanthonemus) sebesar 22,2%, petek (Leiognathus bindus, L.
splenden) sebesar 11,1%, kapas-kapas (Gerres spp,. Pentaprion longimanus) sebesar 11,1%
dan lainnya masing-masing kurang dari 10% (BPPL, 2013) (Gambar III-2).

(A)

35

50
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573

(B)

36
Gambar III-2. Komposisi (%) ikan demersal dominan tertangkap dengan rawai dasar di
perairan Binuangeun (A) dan arring insang dasar di perairan Palabuhan
ratu (B) tahun 2013.

Menurut Statistik Perikanan (DJPT, 2012), produksi ikan karang ekonomis di WPP-RI
573 yang paling tinggi adalah jenis ikan krapu karang sebesar 42,3% dari total produksi
ikan karang yang besarnya 22.600 ton, diikuti oleh ekor kuning 25,0%, beronang 15,1%,
krapu sunu 6,4 % dan jenis lainnya masing-masing kurang dari 5% (Gambar III-3).

51
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar III-3. Komposisi (%) jenis ikan karang ekonomis yang dominan tertangkap
di WPP-RI 573.

1.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


1.3.1. Ikan Demersal
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui analisis korelasi linier dari Schaeffer (1957)
terhadap data catch dan effort ikan demersal tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh
nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 70.605 ton dengan upaya
optimum (fopt.) sebesar 15.603 unit setara dogol (Gambar III-4). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 56.484 ton. Pada
tahun 2011, jumlah alat tangkap dogol sebanyak 15.742 unit dan produksi ikan demersal
59.168 ton. Memperhatikan Gambar III-4, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
demersal di WPP-RI 571 sebesar 1,01 (indikator warna merah), atau di sekitar nilai MSY.

52
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573

Gambar III-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga Sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat.

1.3.2. Ikan Karang


Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap jenis-jenis ikan yang digolongkan kedalam
kelompok ikan karang antara lain: ekor kuning, ikan napoleon, kerapu, karang, kerapu
bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, dan beronang. Aplikasi Model
Produksi Surplus melalui analisis korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap data catch
dan effort sumberdaya ikan karang ekonomis tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 14.723 ton dengan upaya
optimum (fopt.) sebesar 6.486 unit setara rawai dasar (Gambar III-5). Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 11.778 ton.
Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2011 diperoleh jumlah rawai dasar 9.821
unit dan produksi ikan karang ekonomis sebesar 12.702 ton. Memperhatikan Gambar
III-5, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang ekonomis di WPP-RI 571
sudah mencapai 1,51 (indikator warna merah), atau sudah melebihi pemanfaatan yang
lestari dan sudah harus dilakukan penurunan upaya.

53
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

18000
MSY 2008
16000
2007
14000 2009
2006
Produksi (Ton)

12000 2011
10000
2010 2005
8000 2004
6000 2002
2003
4000
2000 2001
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000
Upaya (Unit)

Gambar III-5.Gambar
KurvaIII-5.
hubungan antara produksi
Kurva hubungan dan upaya
antara produksi sumber
dan upaya sumberdaya
daya ikan karang ekonomis d
ikan karang
Samuderaekonomis
Hindiadisebelah Selatan Jawa hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, L
WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga
Laut Timor bagian
Sebelah Barat
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat

1.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Penelitian dengan rawai dasar di perairan Binuangeun dan sekitarnya pada tahun 2013
diperoleh ukuran panjang total ikan kakap merah (Lutjanus gibbus) yang tertangkap
berkisar antara 14,3 – 69,0 cm dengan rata-rata 25,3cm. Ukuran panjang total ikan layur
(Trichirus lepturus) yang tertangkap dengan jaring insang dasar berkisar antara 20,3 –
97,5 cm dengan rata-rata 64,4 cm, ukuran panjang ikan beloso (Saurida micropectoralis)
berkisar antara 16,4 – 51,3 cm dengan rata-rata 31,6 cm. Musim pemijahan ikan kakap
merah (L. gibbus) dan layur (T.lepturus) terjadi beberapa kali dalam setahun yaitu pada
bulan Januari, April dan Juli.

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan kakap merah (L. gibbus) dengan rawai
dasar di perairan Binuangeun adalah 24,4 cmTL, yaitu lebih besar dari panjang pertama
kali matang gonada (Lm) yang besarnya 20,5 cmTL. Nilai Lc ikan layur (T. lepturus)
dengan jaring insang dasar di perairan Palabuhanratu adalah 63,2 cmTL, lebih panjang
dari nilai Lm yang besarnya 53,8 cmTL. Ikan beloso (Saurida micropectoralis) mempunyai
nilai Lc yang besarnya 29,2 cmTL, lebih besar dari nilai Lm yang besarnya 28,7 cmTL.
Jenis ikan tersebut dapat mempertahankan keseimbangan stoknya dalam suatu populasi
di Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan kakap merah (L. gibbus) di perairan

54
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573

Binuangeun adalah 24,4 cmTL, lebih besar dari panjang pertama kali matang gonada
(Lm) 20,5 cmTL.WPP 573 untuk memberikan kesempatan bereproduksi, paling tidak
sekali dalam hidupnya.

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penyebaran udang penaeid di WPP-RI 573 relatif sempit, terutama menyebar
pada kedalaman kurang dari 40 m di daerah muara sungai dan perairan yang masih
dipengaruhi oleh hutan mangrove. Daerah konsentrasi penyebaran udang meliputi
pantai selatan Binuangeun, Pangandaran, Cilacap sampai dengan selatan Yogyakarta dan
Grajagan (Selatan Jawa), Teluk Cempi dan Teluk Waworada (Nusa Tenggara Barat) dan
Teluk Kupang, pantai selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Belu
(Nusa Tenggara Timur).

Daerah penyebaran lobster di WPP-RI 573 terutama terdapat di pantai selatan


Binuangeun, Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Yogyakarta dan Pacitan, pantai selatan
Bali dan Lombok,

2.2 Komposisi Jenis


Jenis-jenis udang penaeid yang tertangkap di perairan selatan Jawa sampai dengan NTT
umumnya memiliki nilai ekonomis penting. Dengan tertangkapnya jenis udang sungai
(Palaemon spp.) di selatan Jawa merupakan petunjuk bahwa perairan selatan Cilacap dan
selatan Yogyakarta merupakan perairan yang masih dipengaruhi muara sungai, merupakan
habitat yang cocok bagi perkembangan populasi udang (Naamin, 1984).

Udang yang mempunyai penyebaran cukup luas dan mendominasi hasil tangkapan adalah
kategori udang dogol (Metapenaeus ensis), diikuti oleh udang jerbung (Penaeus merguiensis,
P. orientalis dan P. chinensis), udang windu (Penaeus monodon dan P. semisulcatus), udang
krosok (Parapenaeopsis sculptilis, Parapenaeopsis stylifera, Metapenaeopsis elegans, M.
lysianassa) dan kelompok udang lain-lain (Metapenaeus choromandelica, Trachypenaeus
asper, Solenocera spp, rebon dan udang-udang berukuran kecil lainnya).

Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap, komposisi jenis udang di WPP-RI 573 pada
tahun 2011 didominasi oleh kelompok udang lainnya sebanyak 69,2% dari total produksi
udang penaeid yang besarnya 6.308 ton, diikuti oleh kelompok udang krosok 15,6%,
udang jerbung 10,5%, udang windu 1,9%, udang dogol 1,8% dan udang ratu 1,0%
(Gambar III-6).

55
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar III-6.Komposisi (%) jenis udang di WPP-RI 573. Samudera Hindia


sebelahSelatan Jawa hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu,
dan Laut Timor bagian Barat, tahun 2011

Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP-RI 573, antara lain lobster pasir (Panulirus
homorus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes), lobster
hijau (Panulirus versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster mutiara
(Panulirus ornatus). Menurut Statistik Perikanan tahun 2011, produksi lobster di WPP-
RI 573 sebesar 532 ton dan menunjukkan kecenderungan menurun sejak tahun 2007.

2.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


2.3.1. Udang Penaeid
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort udang penaeid tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh dugaan
potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 5.244 ton dengan upaya optimum
(fopt.) sebesar 5.623 unit setara trammel net (Gambar III-7). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 4.195 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap tahun 2011, jumlah alat tangkap trammel

56
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573

net 7.213 unit dengan produksi udang sebesar 6.308 ton. Memperhatikan Gambar III-7,
maka tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di WPP-RI 573 pada tahun 2011
sebesar 1,3 (indikator warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya.

Gambar III-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga Sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat.

2.3.2 Lobster
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort lobster tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 843 ton dengan upaya optimum (fopt.)
sebesar 27.390 unit setara jaring insang tetap (Gambar III-8). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 675 ton. Berdasarkan
Statistik Perikanan tahun 2011, jumlah jaring insang tetap sebanyak 12.540 unit dengan
produksi lobster 532 ton. Memperhatikan Gambar III-8, maka tingkat pemanfaatan
sumberdaya lobster di WPP-RI 573 sebesar 0,5 (indikator warna hijau), atau belum
melebihi potensi lestarinya.

57
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar III-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP-
RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga Sebelah Selatan
Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat

2.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Hasil peelitian BPPL tahun 2013 menunjukkan ukuran udang penaeid yang tertangkap
dengan trammel net di perairan selatan Jawa semakin kecil, rata-rata ukuran pertama
kali tertangkap (Lc) lebih kecil dari pada rata-rata ukuran pertama kali matang kelamin
(Lm). Hasil analisis secara analitik juga menunjukkan laju eksploitasi (exploitation rate,
E) sudah melebihi batas potensi maksimalnya (E>0,5). Pengelolaan dalam jangka panjang
harus diperhatikan agar kelestarian sumberdaya udang dapat berkesinambungan.

3.Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP-RI 573 antara lain terdapat di perairan
sebelah Selatan Binuangeun, Palabuhanratu, Pameungpeuk, Pacitan, Prigi, Sendangbiru,

58
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573

Selat Bali (khusus ikan lemuru), Selat Lombok, Ende dan sekitar Teluk Kupang. Sebagian
besar ikan pelagis kecil tertangkap di perairan dangkal (neritik).

Darah penyebaran cumi-cumi terutama terdapat di Selat Alas, Selat Lombok, Selat Sape,
perairan sebelah barat Sumba, sekitar Pulau Rote dan Teluk Kupang

3.2 Komposisi Jenis


Jenis ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap di WPP-RI 573 disajikan pada Gambar
III-9. Jenis ikan lemuru banyak tertangkap di perairan Selat Bali dan pada tahun 2011
mencapai 32.475 ton. Produksi tertinggi dicapai oleh jenis ikan layang yaitu 35,8% dari
total produksi ikan pelagis kecil di WPP-RI. 573 yang besarnya 158.404 ton, diikuti
oleh lemuru 23,3%, tembang 17,6%, kembung 7,5%, teri 6,6% dan lainnya masing-
masing kurang dari 5%.

Menurut data Statistik Perikanan tahun 2011, produksi cumi-cumi di WPP-RI 573
sebesar 20.751 ton atau 94% dari total produksi binatang lunak yang besarnya 22.059
ton. Alat tangkap yang utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung,
bagan tancap, dan pancing cumi, kadang-kadang tertangkap juga dengan Pukat Ikan.
Bagan apung jumlahnya relatif banyak dan selalu mendominasi hasil tangkapan cumi
dibandingkan dengan alat tangkap lainnya di WPP-RI 573.

Gambar III-9. Komposisi (%)jenis ikan pelagis kecil dominan tertangkap di WPP-RI
573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa
Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat, tahun 2011.

59
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

3.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


3.3.1. Ikan Pelagis Kecil
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui model linier dari Schaeffer (1957) terhadap data
catch dan effort perikanan pelagis kecil tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh dugaan
potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 161.584 ton dengan upaya optimum
(fopt.) sebesar 3.168 unit setara purse seine (Gambar III-10). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau 129.268 ton. Berdasarkan
data Statistik Perikanan Tangkap tahun 2011, jumlah alat tangkap purse seine sebanyak
3.750 unit dengan produksi ikan pelagis kecil sebesar 158.404 ton. Memperhatikan
Gambar III-10 maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP-RI 573
mencapai 1,2 (indikator warna merah) atau sudah melebihi potensi lestarinya.

Gambar III-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP-RI 573. Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga
sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat

3.3.2. Cumi-Cumi
Analisis model Surplus Produksi melalui korelasi linier dari Schaeffer (1957) terhadap
data catch dan effort cumi-cumi tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh nilai dugaan
potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 4.266 ton dengan upaya optimum

60
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573

(fopt.) sebesar 2.580 unit setara bagan apung (Gambar III-11). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau 3.412 ton. Berdasarkan data
Statistik Perikanan, pada tahun 2011, jumlah alat tangkap bagan apung sebanyak 3.023
unit dan produksi cumi-cumi 5.358 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di
WPP-RI 573 sebesar 1,2 (indikator warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya.

6000
2010
5000
2009 2001
4000 20072006
Produksi (ton)

2003 2005
2002 2004
2008
3000

2000

1000

0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
Upaya (unit)

r III-11. Kurva hubungan


Gambar III-11.antara produksiantara
Kurva hubungan dan upaya sumber
produksi daya
dan upaya cumi-cumi
sumber di
daya cumi-cumi
di WPP-RI 573.Samudera Hindia sebelah
WPP-RI 573.Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga Selatan Jawa hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat
sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Tongkol


4.1.Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis besar di WPP-RI 573 antara lain terdapat di perairan
sebelah Selatan Jawa dan Nusa Tenggara dengan tempat pendaratan utama di Binuangeun,
Palabuhanratu, Pameungpeuk, Cilacap, Pacitan, Prigi, Sendangbiru, Banyuwangi,
Tanjungluar (Lombok Timur), nded an Kupang. Sebagian dari ikan pelagis besar berada
di perairan neritik terutama untuk jenis tongkol dan tenggiri.

4.2 Komposisi Jenis


Komposisi jenis ikan pelagis besar (selain tuna, tongkol dan cakalang) didominasi oleh
ikan tenggiri yang besarnya 28,6% dari total produksi ikan pelagis besar di WPP-RI 573

61
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

diikuti oleh ikan pedang (18,5%), setuhuk hitam (14,4%), cucut lanyam (11,3%) dan
lainnya masing-masing kurang dari 10% (Gambar III-12).

Gambar III-12. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-RI 573. Samudera Hindia
sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu,
dan Laut Timor bagian Barat, tahun 2011

Jenis ikan tongkol di WPP-573 didominasi oleh tongkol krai (Auxis thazzard) sebanyak
67,0% dari produksi kelompok ikan tongkol yang besarnya 76.725 ton, diikuti oleh
tongkol komo (kawakawa, Euthynnus affinis) sebanyak 31,2, lisong (Auxis rhocheii)
sebanyak 1,5% dan kenyar (Sarda orientalis) sebanyak 0,3%.

4.3.Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


4.3.1. Ikan Pelagis Besar
Aplikasi Model Produksi Surplus melalui analisis korelasi linier dari Schaeffer (1957)
terhadap data catch dan effort sumberdaya ikan pelagis besar (selain tuna, tongkol dan
cakalang) tahun 2000-2011 di WPP-RI 573 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 18.407 ton dengan upaya optimum (fopt.) 16.977 unit setara
purse seine (Gambar III-13). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya atau 14.725 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun
2011 terdapat jumlah purse seine sebanyak 21.028 unit dan produksi ikan pelagis besar
sebesar 21.306 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di WPP-RI 573
sebesar 1,24 (indikator warna merah) atau sudah melebihi potensi lestarinya.

62
Bagian III - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 573

25000

2007 2011
20000
2010 2006
Produksi (Ton)

15000 2009 2008


20012002
2005
10000 2003
2004

5000

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Upaya (Unit)

Gambar III-13. Kurva


Gambarhubungan antara
III-13. Kurva produksiantara
hubungan dan upaya sumber
produksi dayasumber
dan upaya ikan pelagis
daya ikan pelagis
besar di WPP-RI 573.
besar di Samudera
WPP-RI 573.Hindia sebelah
Samudera Selatan
Hindia Jawa
sebelah hingga
Selatan Jawa hingga
sebelah Selatansebelah
Nusa Selatan
Tenggara,
NusaLaut Sawu,Laut
Tenggara, danSawu,
Lautdan
Timor
Lautbagian Barat Barat
Timor bagian

4.3.2. Ikan Tongkol


Aplikasi model Produksi Surplus melalui analisis korelasi linier dari Schaeffer (1957)
terhadap data catch dan effort kelompok ikan tongkol tahun 2000-2011 di WPP-RI 573
diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 64.574 ton dengan 4
upaya optimum (fopt.) sebesar 21.291 unit setara purse seine (Gambar III-14). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau 51.659
ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2011 terdapat jumlah purse seine
sebanyak 21.028 unit dan produksi kelompok ikan tongkol sebesar 76.725 ton. Tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI 571 sebesar 0,99 (indikator warna
kuning), atau pada tingkatan penuh (fully exploited).

63
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

90000
80000
2011
70000
60000
2009 2008 2007
Produksi (Ton)

50000
2010 2002
40000 2003
2006
30000 2005 2004
2001
20000
10000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Upaya (Unit)

Gambar III-14. Gambar


Kurva hubungan antara
III-14. Kurva produksi
hubungan danproduksi
antara upaya sumber dayasumber
dan upaya ikan tongkol
daya ikan tongkol
di WPP-RI 573diSamudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga
WPP-RI 573 Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa sebelah
hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut
Selatan Nusa Sawu dan
Tenggara, LautLaut
SawuTimor bagian
dan Laut Barat
Timor bagian Barat

48

64
BAGIAN IV

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 711
Selat Karimata, Laut Natuna dan
Laut Cina Selatan

65
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

66
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Laut Cina Selatan (LCS) merupakan bagian dari Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang
memiliki kedalaman relatif dangkal di bagian selatan dan perairan laut-dalam di bagian
utara. Menurut Sudrajat & Beck (1978) daerah dimana trawl dapat dioperasikan
(trawlable) di Laut Cina Selatan adalah di sebelah selatan, terutama terdapat di pantai
timur Sumatera dan barat Kalimantan. Dasar perairan di daerah tersebut terdiri dari
lumpur, pasir campur lumpur, dan pasir. Bagian terbesar dari perairan sebelah barat
Kalimantan dan sebelah utara Bangka-Belitung terdapat banyak sponge.

Berdasarkan hasil tangkapan trawl menunjukkan bahwa daerah penyebaran ikan demersal
di Laut Cina Selatan terutama menyebar pada perairan kedalaman antara 10-50 m. Hal
ini ditunjukkan rata-rata laju tangkap pada kedalaman tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan kedalaman lainnya. Kategori large food-fish (berat ikan >200 gram/ekor) maupun
small food fish terkonsentrasi pada kedalaman antara 20-29 m.

Sementara penyebaran ikan demersal yang berukuran kecil dan berasosiasi dengan massa
air payau terutama terdapat di muara sungai besar dan kecil di daerah Jambi dan Riau,
serta di pantai barat Kalimantan mulai dari perairan Pemangkat di sebelah utara sampai
dengan Ketapang di sebelah selatan. Hasil pengamatan di perairan muara Sungai Kapuas
(Sei Kakap, perairan Batu Ampar) dan muara sungai Mempawah di barat Kalimantan
serta di perairan Indragiri Hilir (Riau) terdapat 3 jenis alat tangkap yang bersifat pasif/
menetap (tidal trap nets) yaitu gombang, jermal, dan kelong. Ketiga jenis alat tersebut
biasanya menangkap ikan demersal dan udang yang berukuran kecil. Hasil tangkapan
didominasi oleh ikan-ikan yang masih berukuran kecil (juvenile) dari jenis kuniran, tiga
waja, peperek dan beloso (Sumiono & Wasilun, 1989; Badrudin et al., 2001).

1.2. Komposisi Jenis


Data hasil tangkapan berdasarkan kategori utama tampak bahwa ikan berukuran kecil
(small food fish, ukuran ikan <200 gram per ekor) mendominasi hasil tangkapan pukat
ikan (fish trawl) di perairan barat Kalimantan, terutama pada perairan lepas pantai (>30
m). Sampling di perairan barat Kalimantan dengan kapal pukat ikan yang berbasis di
Tanjung Pinang pada bulan Mei 2002, diperoleh komposisi hasil tangkapan didominasi
oleh ikan kurisi (famili Nemipteridae) sebesar 12,8%, diikuti oleh ikan peperek (famili
Leiognathidae) 11,8%, beloso (famili Synodontidae) 9,9%, pari (Rays) 8,4%, biji nangka
(Mullidae) 3,7%, dan lainnya kurang dari 3% (Wagiyo & Nurdin, 2002). Hasil yang
hampir sama dijumpai pada hasil tangkapan pukat ikan pada kedalaman >30 m di perairan

67
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

barat Kalimantan tahun 1978 dan 2001, yaitu didominasi oleh ikan kurisi, diikuti oleh
peperek, swanggi, pari, kurisi, bawal putih, kakap merah, dan beloso. Beberapa famili
menunjukkan persentase hasil tangkapan trawl yang cenderung menurun dalam kurun
waktu tahun 1975, 1978, 2001, dan 2002, yaitu famili Mullidae, Ariidae, Stromateidae,
Carangidae, Lutjanidae, dan Serranidae. Sementara famili Leiognathidae, Nemipteridae,
Synodontidae, Trichyuridae, Rays, dan Sharks persentasenya cenderung meningkat
(PRPT, 2005).

Dari hasil penelitian dengan menggunakan Kapal Riset SEAFDEC 2 yang dengan
mengoperasikan jaring trawl dilakukan pada tahun 2005-2006 diperoleh komposisi ikan
demersal (Gambar IV-1).

Sharks and Rays 24.9


Ariidae 8.7
Lutjanidae 8.1
Nemipteridae 6
Engraulidae 5.6
Mullidae 5.6
Carangidae 3.6
Balistidae 3.2
Gerreidae 3.1
Synodontidae 2.9
Serranidae 2.2
Squids 4
Miscellaneous fish 18.8
Trash fishes 6.5

0 5 10 15 20 25 30
Persentase (%)

Gambar IV-1. Komposisi jenis ikan demersal hasil sampling dengan jaring trawl.

Jenis hasil tangkapan dominan ditinjau dari beratnya adalah jenis ikan pari dan cucut.
Jika kedua jenis ikan tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan maka 3 jenis hasil
tangkapan utama adalah ikan manyung (Ariidae), ikan kakap (Lutjanidae) dan ikan
kurisi (Nemipteridae) dimana jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomis penting dan
termasuk kelompok ”large food fish”.

68
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (2012) komposisi hasil tangkapan ikan demersal
di perairan WPP 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) pada tahun
2011 didominasi oleh jenis ikan manyung: 20.130 ton (12,03 %), kakap merah: 16.713
ton (9,99 %), pari : 14.172 ton (8,47 %), kurisi: 12.610 ton (7,54 %), kuwe: 11.743
ton (7,02 %), dan gulamah: 11.494 ton (6,87 %).

1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


1.3.1. Ikan Demersal
Besarnya laju tangkap proporsional dengan kelimpahan stok atau biomassa ikan demersal
dan dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya stok. Nilai biomassa sumber daya
ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan menunjukkan adanya penurunan seperti
disajikan dalam Tabel IV-1.

Tabel IV-1. Perkembangan laju tangkap, kepadatan stok dan standing stok Ikan
demersal antara tahun 1975-2005

Laju Tangkap Kepadatan Stok Standing Stok


Tahun (kg/jam) (ton/km2) (ton)
1975 156,0 2,36 677.320
1978 119,0 1,80 516.600
2001 66,9 1,00 166.460
2005 57,9 0,80 146.560
Perbedaan kepadatan stok pada tahun 2001 dan 2005 dengan tahun-tahun sebelumnya
kemungkinan diakibatkan oleh adanya fluktuasi musiman akan tetapi hal ini tampaknya
memerlukan kajian yang lebih mendalam terutama yang menyangkut perkembangan
jumlah upaya (effort) mengingat bahwa kepadatan stok ikan demersal begitu rendah
dibandingkan dengan periode tahun-tahun sebelumnya. Selain adanya penambahan
jumlah upaya, akhir-akhir ini terdapat kecenderungan dari armada trawl negara tetangga
yang masuk perairan Laut Cina Selatan wilayah Indonesia yang kemudian melakukan
penangkapan ikan secara illegal. Pemantauan pada tahun 1989 dan 2002 di perairan
barat Kalimantan menunjukkan penurunan yang mencolok terhadap hasil tangkapan
(CPUE) alat tangkap ikan demersal yang utama di beberapa lokasi pendaratan ikan.

69
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Analisis Model Produksi Surplus dengan menggunakan data selama 11 tahun (2000-2011)
diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 482.200 ton/
tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 9.987 unit standar dogol (Gambar IV-2).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau
sebesar 385.760 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun
2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi sebesar 10.878 unit standar
dogol, dengan demikian effort aktual 2011 telah melebihi effort optimum dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan demersal sudahmencapai 1,09 (indikator warna merah).

250000
MSY
200000 2006 2010 2011
2009 2004 2002
2003
Produksi (Ton)

150000 2001 2008


2005
2007
100000

50000

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)

IV-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di WPP RI 711.
Gambar IV-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di WPP RI 711.

Pemanfaatan sumber daya ikan demersal di perairan Paparan Sunda termasuk di perairan
Laut Cina Selatan dan sekitarnya telah berlangsung sejak lama. Eksploitasi tersebut telah
mencapai puncaknya pada tahun 1980-an di mana alat tangkap yang efektif adalah jaring
trawl. Dari keadaan tersebut terlihat bahwa sumber daya ikan demersal di perairan Laut
Cina Selatan dan sekitarnya berada pada tekanan penangkapan yang berlebih dalam
jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, tekanan penangkapan makin intensif oleh
kegiatan IUU Fishing dari negara lain.

1.3.2. Ikan Karang


Jenis-jenis ikan yang digolongkan kedalam kelompok ikan karang antara lain: ekor
kuning, ikan napoleon, kerapu, karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur,

70
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

kerapu sunu, dan beronang. Pada tahun 2011 tercatat 3 jenis ikan karang konsumsi yang
dominan di wilayah WPP 711 antara lain: ekor kuning: 12.546 ton (51,32 %), kerapu
karang: 5.489 ton (22,45 %) dan ikan baronang: 3.170 (12,97 %).

Dari hasil analisis data catch dan effort sumber daya ikan karang selama 11 tahun (2000-
2011) di WPP-RI 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) diperoleh
hasil seperti pada Gambar IV-3.

35000
30000 2009 2008
MSY 2007
25000 2006
Produksi (Ton)

2001 2011
20000 2010
2003
15000
2002 2004
10000
2005
5000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

r IV-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di WPP RI 711
Gambar IV-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di
WPP RI 711

Dari Gambar IV-3 didapatkan besaran nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
ikan karang sebesar 25.108 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 12.153 unit
standar rawai dasar. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya yaitu sebesar 20.086 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi
sebesar 9.598 unit standar rawai dasar sehingga tingkat pemanfaatannya baru mencapai
0,79 (indikator warna kuning). Dengan effort aktual 2011 tersebut maka pemanfaatan
sumber daya ikan karang di perairan WPP 711 belum mencapai tingkat pemanfaatan
yang optimum. Sehingga masih memungkinkan untuk dapat dikembangkan. Kondisi
demikian ini sesuai dengan hasil survey dengan menggunakan RV Seafdec 2 pada tahun
2006 bahwa hasil trawl di perairan Laut Cina Selatan bagian utara diperoleh ikan kerapu
yang tertangkap berukuran cukup besar.

71
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

1.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Pada survei dengan alat tangkap trawl tahun 1975 telah dilakukan pengukuran panjang
ikan terhadap 31 spesies. Dari sejumlah 31 spesies ikan, di mana 3 jenis diantaranya dapat
digunakan sebagai pembanding atas gambaran tidak langsung dari pengaruh eksploitasi
sumber daya ikan demersal. Ketiga jenis tersebut adalah peperek (Leiognathus bindus),
kuniran (Upeneus sulphureus) dan swanggi (Priachantus tayenus) seperti disajikan dalam
Tabel IV-2.

Tabel IV- 2. Perkembangan ukuran ikan demersal pada tahun 1989 dan 2001

Jenis ikan Panjang Total (cm)


1989 2001
Upeneus sulphureus 12,0-16,5 10,5-15,0
Priachantus tayenus 10,5-26,5 6,0-25,0
Liognathus bindus 7,0-12,5 4,5-8,0

Pengamatan hasil tangkapan trawl yang berbasis di Ketapang pada tahun 2002
menunjukkan rata-rata ukuran panjang ikan peperek 7,5 cm TL (Anung, 2002). Hasil
ini lebih kecil dari ukuran panjang peperek seperti yang dilaporkan oleh Martosubroto
& Pauly (1976) yaitu 10,2 cm. Hal yang sama terjadi pada rata-rata ukuran ikan bawal
putih dan manyung.

Menurunnya rata-rata ukuran beberapa jenis ikan demersal di perairan barat Kalimantan
juga tampak dari hasil tangkapan trawl dengan kapal riset Baruna Jaya VII pada tahun
2001 di perairan Batuampar-Mempawah (Anonimous, 2001) dibandingkan dengan
hasil tangkapan lampara dasar (trawl mini) di perairan yang sama (Sumiono & Wasilun,
1989). Ukuran ikan kuniran (Upeneus sulphureus), mata besar (Priacanthus tayenus), dan
peperek (Leiognathus bindus) yang tertangkap dengan trawl rata-rata memiliki kisaran
lebih kecil. Demikian juga hasil survei dengan Kapal Riset SEAFDEC 2 yang dilakukan
pada tahun 2005 dan 2006 menunjukkan ukuran ikan tersebut di atas semakin kecil.

72
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1 Daerah Penyebaran
Sumber daya udang penaeid (udang dari familia Penaeidae) menyebar di berbagai
kedalaman terutama di kedalaman kuang dari 30 m, pada habitat dengan dasar perairan
berupa lumpur atau pasir campur lumpur dan umumnya masih dipengaruhi oleh massa
air tawar (freshwater disharge). Daerah penangkapannya menyebar di perairan pantai
Pemangkat, Singkawang, Mempawah, Ketapang, pantai timur Sumatera. Sedang di
perairan Laut Cina Selatan sebelah utara banyak dijumpai dasar perairan berpasir dan
berkarang yang cocok untuk habitat udang lobster.

Udang karang (lobster), famili Palinuridae, adalah salah satu jenis udang yang hampir
sepanjang hidupnya terdapat di daerah batu karang atau terumbu karang di sepanjang
pantai dan teluk-teluk. Daerah penyebaran lobster terutama terdapat di perairan dekat
pulau-pulau seperti Natuna dan sekitarnya.

2.2 Komposisi Jenis


Komposisi jenis udang komersial adalah sebagai berikut: udang windu (Penaeus monodon,
P. Semisulcatus) (1,5 %), udang putih (P. merguiensis, P. indicus) (71 %), udang dogol
(Metapenaeus brevicornis) (27,5 %) (Gambar IV- 4).

udang putih 71.00

udang dogol 27.50

udang windu 1.50

0 10 20 30 40 50 60 70 80
Persentase (%)

Gambar IV-4. Komposisi jenis udang di WPP 711

73
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Jenis udang penaeid yang dominan tertangkap adalah jenis udang putih tercatat mencapai
71 % dari total produksi udang yang didaratkan. Analisis data Statistik Perikanan Tangkap
(2012) pada tahun 2011 tercatat udang lainnya mencapai 21.997 ton (43,93 %), sedang
untuk putih sebanyak 15.781 ton (31.51 %).

2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


2.3.1. Udang Penaeid
Dengan mengaplikasikan Model Surplus Produksi pada data catch dan effort selama 11
tahun (2000-2011) diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
sebesar 72.250 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar : 8.060 unit standar
dogol (Gambar IV-5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya atau sebesar 57.800 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 13.049 unit
standar dogol, dengan demikian effort aktual 2011 telah melebihi effort optimum maka
tingkat pemanfaatan sumber daya udang dapat dihitung nilainya sebesar 1,6 (indikator
warna merah).

Gambar IV-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP RI 711

Dengan memperhatikan Gambar IV-5 menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan sumber


daya udang penaeid telah mengalami lebih tangkap. Sebagian besar sumber daya udang
di perairan ini tertangkap oleh jaring dogol berukuran kecil.

74
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

2.3.2. Lobster
Hasil analisis Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort selama 11 tahun
(2000-2011) lobster di WPP-RI 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan)
disajikan pada Gambar IV-6.

Gambar IV-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP
RI 711

Dari Gambar IV-6 diatas dapat ditentukan besaran nilai potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) udang lobster sebesar 592 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
30.372 unit standar bubu. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya yaitu sebesar 474 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi
sebesar 12.158 unit standar bubu sehingga tingkat pemanfaatannya baru mencapai 0,4
(indikator warna hijau). Dengan effort aktual 2011 tersebut maka pemanfaatan sumber
udang lobster di perairan WPP 711 belum mencapai tingkat pemanfaatan yang optimum.
Sehingga masih memungkinkan untuk dapat dikembangkan, tetapi harus dengan hati-
hati dengan melakukan pemantauan yang berkesinambungan.

2.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Indikator biologi perikanan menunjukkan bahwa udang penaaeid yang dominan
tertangkap merupakan udang muda dan rerata ukuran udang yang matang kelamin juga
semakin kecil. Walaupun rerata ukuran tertangkap (Lc) lebih kecil dari rerata ukuran

75
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

matang kelamin (Lm), dalam jangka panjang penataan pengelolaan perikanan udang di
perairan ini perlu dilakukan agar kelestarian sumberdaya tetap terjaga. (BPPL 2013).

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Jenis ikan pelagis kecil diperkirakan menyebar di seluruh wilayah perairan di WPP 711
(Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) dan sekitarnya, namun demikian
terdapat wilayah perairan tertentu yang menjadi pusat daerah penangkapan seperti
perairan sekitar Kep Natuna, Pejantan, Kep Tambelan dan Kep Anambas. Dari hasil
pemantauan terhadap kapal pukat cincin yang berbasis di Pemangkat terlihat bahwa
daerah penangkapan ikan pelagis kecil terdapat di perairan sekitar pulau Bunguran
(Kepulauan Natuna).

3.2 Komposisi Jenis


Sebagian besar ikan pelagis kecil di perairan Laut Cina Selatan tertangkap oleh pukat
cincin. Komposisi jenis ikan pelagis yang tertangkap oleh pukat cincin di perairan ini
disajikan dalam Gambar IV-7.

Layang 77

Bentong 7

Tongkol 5

Lemuru 3

Banyar 2

Jui 1

Lain-lain 5

0 20 40 60 80 100
Persentase (%)

Gambar IV-7. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap pukat cincin di Perairan
Laut Cina Selatan.

76
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

Ikan layang (Decapterus russelli dan D. macrosoma) merupakan hasil tangkapan paling
dominan mencapai 77 %, kemudian diikuti oleh ikan bentong (7 %), dan ikan tongkol
(5 %). Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan Laut Cina Selatan dan
Selat Karimata bervariasi tergantung daerah penangkapan dan jenis alat tangkap yang
digunakan. Hasil pengamatan Yanagawa (1997) mencatat 3 kelompok spesies ikan
pelagis kecil yang mendominasi hasil tangkapan pukat cincin di perairan Laut Cina
Selatan, yaitu layang (Decapterus spp.), banyar (Rastrelliger kanagurta), dan kembung
(Rastrelliger branchysoma).

Hasil penelitian kerjasama SEAFDEC periode 2003-2005, berdasarkan pantauan


terhadap kapal pukat cincin yang mendarat di Palembang, Pemangkat dan Pekalongan
menunjukkan kategori layang di tiga tempat pendaratan tersebut masing-masing memberi
kontribusi sebesar 86%, 51% dan 66% dimana jenis layang deles (D. macrosoma)
umumnya lebih sedikit dibanding layang biasa (D. russelli). Ikan banyar (R. kanagurta)
makin sedikit rata-rata hanya 2% dari hasil tangkapan. Kelompok sardin (Sardinella
gibbosa dan Amblygaster sirm) hanya 5%; sedangkan bentong (S. crumenophthalmus)
bervariasi (SEAFDEC, 2006). Variasi komposisi jenis ikan pelagis kecil hasil tangkapan
pukat cincin tahun 2003-2005 tertera pada tabel berikut:

Tabel IV-3. Komposisi jenis ikan pelagis kecil dari hasil tangkapan pukat cincin yang
mendarat di Palembang, Pemangkat dan Pekalongan tahun 2003-2005:

Pendaratan
Species
Palembang Pemangkat Pekalongan
D. russelli 63 27 34
D. macrosoma 23 24 32
R. kanagurta 2 2 2
S. crumenophthalmus 6 24 6
Sardin - 5 5
Little-tuna 5 9 4
Lainnya 1 9 17

3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


3.3.1. Ikan Pelagis Kecil
Dari aplikasi Model Produksi Surplus pada data catch dan effort selama 11 tahun (2000-
2011), diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar

77
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

199.356 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 3.695 unit standar pukat
cincin (Gambar IV-8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya atau sebesar 159.485 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 5.096 unit
standar pukat cincin, dengan demikian effort aktual 2011 telah melebihi effort optimum,
dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil telah mencapai
1,40 (indikator warna merah).

Gambar IV-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP RI 711

Dengan nilai tingkat pemanfaatan sebesar 1,40 tersebut dapat dikatakan bahwa
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis di wilayah pengelolaan 711 tersebut telah
mengalami lebih tangkap. Kejadian ini dapat diperkuat dengan adanya temuan-temuan
selama pengamatan parameter biologi dilakukan dan analisis dinamika populasi spesies
ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap.

3.3.2 Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di wilayah perairan Laut Cina Selatan dan sekitarnya pada tahun
2011 tercatat 24.878 ton, dimana pada 5 tahun terakhir ini (2007-2011) telah mengalami
kenaikan rata-rata 36,55% per tahun (DJPT, 2012). Sebagian besar jenis cumi-cumi
adalah famili Loligonidae. Produksi cumi-cumi di WPP-RI 711 pada tahun 2011

78
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

sebesar 24.878 ton atau 55,22% dari total produksi jenis binatang lunak yaitu sebesar
45.054.361 ton.

Analisis Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011 cumi-
cumi di WPP-RI 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) diperoleh
nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 6.073 ton/tahun dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 3.667 unit standar bagan apung (Gambar IV-9). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar
4.859 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh
jumlah alat tangkap setara bagan apung sebanyak 4.394 unit standar bagan apung.
Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 711 pada tahun 2011 sebesar
1,2 (indikator warna merah), atau telah melebihi tingkat pemanfaatan yang lestari.

7000
2004 2010
6000 2003
2008
2007 2009
) 5000
n 2006
o 2005
(t 4000
is
k
u 3000 2002
d 2001
o
r
P
2000

1000

0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Upaya (unit)

Gambar IV-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi di
WPP RI 711

3.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Dari hasil analisis dengan model analitik terhadap frekuensi ukuran panjang ikan layang
di perairan Laut Cina Selatan dan sekitarnya pada tahun 1998 dan tahun 2003-2005
diperoleh nilai parameter kematian (Z, M, F) dan tingkat pemanfaatan (E) seperti
disajikan dalam Tabel IV-3.

79
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Tabel IV-4. Laju kematian (Z, M, F) dan tingkat pemanfaatan (E) ikan layang
(Decapterus spp.).

Jenis Ikan Z M F E
D. russelli

1998 2,72 1,89 0,83 0,31


2003 4,92 1,71 3,21 0,65
2004 4,84 1,70 3,14 0,65
2005 5,16 1,71 3,45 0,67

D. macrosoma

1998 2,91 1,77 1,14 0,39


2003 5,10 1,71 3,39 0,66
2004 4,94 1,67 3,27 0,66
2005 4,89 1,71 3,18 0,65

Sumber: BPPL (2000), SEAFDEC (2006)

Tabel IV-5. Perkembangan nilai Lm ikan layang (Decapterus spp.) dan banyar (R.
kanagurta) pada tahun 1997 dan 2004.

Lm
Jenis Ikan
1997 2004
Decapterus macrosoma 19,7-20,1 cm 17-18 cm
Decapterus russelli 19,0-20,5 cm 17-18 cm
Rastrelliger kanagurta 20,7-21,4 cm 19-20 cm

Sumber: BPPL(2005)

Dari Tabel IV-4 di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan laju pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis yang sangat signifikan pada kurun waktu antara 1998 sampai 2005. Dengan

80
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

adanya peningkatan tekanan penangkapan maka berdampak semakin kecil ukuran ikan
yang pertama kali memijah (Lm).

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar


4.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penyebaran sumber daya ikan pelagis besar di WPP 711 adalah terutama di
perairan Laut Cina Selatan (LCS) bagian utara (ZEEI) dimana perairan tersebut cukup
dalam dan bersifat oseanik. Sebagian lagi tersebar di perairan bagian selatan yang memiliki
perairan agak dangkal dan bersifat neritik serta banyak terdapat pulau-pulau. Populasi
pelagis besar di perairan bagian selatan LCS lebih sedikit. Umumnya sebagian besar jenis
ikan pelagis besar memiliki sifat ”highly migratory” sehingga mampu berenang jauh.

4.2. Komposisi Jenis


Sumber daya ikan pelagis besar yang dikaji stoknya adalah sumber daya pelagis besar
selain tuna dan cakalang, yang kemudian dikelompokkan menjadi 2 yaitu pelagis besar
non tuna dan kelompok ikan tongkol. Dari data Statistik Perikanan tercatat bahwa jenis
ikan pelagis besar yang doninan tertangkap adalah tongkol krai (20%), tenggiri (20%),
tongkol komo (5%), kemudian sisanya diikuti oleh jenis lainnya (Gambar 10).

Tenggiri 39.01

Tongkol krai 38.95


Tongkol komo 12.22
Tongkol abu-abu 3.81

Cucut lanyam 2.78

Cucut tikus 1.51

Cucut botol 1.45


Cucut martil 0.23

Ikan Layaran 0.05

0 10 20 30 40 50
Persentase (%)

Gambar IV-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar yang berasal dari Laut Cina Selatan
dan sekitarnya.

81
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

4.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


4.3.1. Ikan Pelagis Besar
Sumber daya ikan pelagis besar yang diestimasi potensinya adalah jenis sumber daya ikan
pelagis besar selain tuna, cakalang dan tongkol. Jenis-jenis ikan non tuna terdiri dari:
lemadang, layaran, setuhuk, ikan pedang, tenggiri, kenyar dan cucut. Dari aplikasi Model
Produksi Surplus data catch dan effort selama 11 tahun (2000-2011), diperoleh nilai
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 32.314 ton/tahun dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 11.979 unit standar pukat cincin/purse seine (Gambar IV-
11). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau sebesar 25.851 ton /tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada
tahun 2011 diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 7.790 unit standar pukat
cincin. Dengan demikian effort aktual 2011 belum melebihi effort optimum dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar non tuna di perairan ini sebesar 0,65
(indikator warna kuning).

60000
2011
50000

40000
Produksi (Ton)

2010
30000
2009 2008
20000 2005 2001 2003 2006
2004 2002
10000

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

mbar IV-11. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumberdaya ikan pelagis besar non tuna di WPP R
711
Gambar IV-11. Kurva hubungan antara produkdi dan upaya sumberdaya ikan pelagis
besar non tuna di WPP RI 711

Dengan memperhatikan hasil analisis tersebut di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan


sumber daya ikan pelagis besar non tuna masih di bawah tingkat optimum, masih bisa
dikembangkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

82 6
Bagian IV - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 711

4.3.2 Ikan Tongkol


Dari aplikasi Model Produksi Surplus pada data catch dan effort selama 11 tahun (2000-
2011) terhadap sumberdaya ikan pelagis tongkol di WPP-RI 711 (Selat Karimata,
Laut Natuna dan Laut Cina Selatan) diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 21.857 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 11.863
unit standar pukat cincin (Gambar IV-12). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 17.486 ton/tahun. Berdasarkan data
Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat yang beroperasi
sebesar 7.790 unit standar pukat cincin. Tingkat pemanfatan sumber daya ikan tongkol
sebesar 0,66(indikator warna kuning), berarti pemanfaatan sumber daya tersebut belum
mencapai tingkat optimum sehingga masih dapat dikembangkan dengan prinsip kehati-
hatian.

40000
35000 2011

30000
Produksi (Ton)

25000 2006
20000 2005
2009 2008
15000 2010
2004
10000 2003
2002
5000 2001

0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)

Gambar
Gambar IV-12.IV-12.
Kurva Kurva MSY sumber
MSY sumber daya
daya ikan ikanditongkol
tongkol WPP RIdi 711
WPP RI 711

83
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

84
BAGIAN V

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 712
Laut Jawa

85
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

86
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Secara georagis penyebaran ikan demersal merata di pantai utara Jawa mulai perairan
Tangerang, Karawang, Indramayu, Pamanukan hingga Cirebon, Tegal, Demak, Pati,
Rembang hingga sebelah utara Madura. Di perairan sebelah selatan pulau Kalimantan
terutama terdapat di sekitar Kotabaru (Pulau Laut) hingga daerah Takisung di Tanjung
Selatan, Tanjung Satai dan perairan Kotawaringin Timur di Kalimantan Tengah.

Dengan berkembangnya cantrang di perairan utara Jawa, menunjukkan adanya perluasan


daerah penangkapan ikan demersal ke bagian timur Laut Jawa (Pulau Masalembo dan
Pulau Matasiri) dan di bagian barat Selat Makassar.

Daerah penyebaran ikan karang di perairan WPP 712 -Laut Jawa tidak terlalu banyak
terutama terdapat di perairan sekitar Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu dan
sebagian di sekitar Pulau Madura.

1.2 Komposisi Jenis


1.2.1. Ikan Demersal
Persentase laju tangkap terhadap total ikan demersal didominasi oleh famili Leiognathidae
(peperek) dan Nemipteridae (kurisi). Dominasi kelompok ikan ini kurang lebih sama
dengan hasil tangkapan trawl pada tahun 1975-1979 sesuai dengan hasil penelitian
(Losse & Dwiponggo, 1977; Badrudin, 1985; Nugroho & Badrudin,1987) bahwa
komposisi jenis ikan didominasi oleh kelompok Leiognathidae (peperek), Mullidae
(kuniran) dan Nemipteridae (kurisi). Namun terdapat penurunan prosentase kelompok
Ariidae (manyung), Priacanthidae (swangi) dan Lutjanidae (kakap). Terjadinya perubahan
komposisi hasil tangkapan ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh musim dan
terjadinya perubahan jenis alat tangkap yang beroperasi pada saat ini.

Komposisi jenis ikan demersal terakhir diperoleh melalui survei Balai Penelitian Perikanan
Laut tahun 2012 seperti tampak pada Gambar V-1. Dapat dilihat bahwa hasil tangkapan
ikan demersal didominasi oleh famili Leognathidae (peperek), Nemipteridae (kurisi) dan
Mullidae (kuniran). Kelompok Ariidae (manyung), Priacanthidae (swangi) dan Lutjanidae
(kakap) telah mengalami penurunan, dengan komposisi kurang dari 2% Gambar V-1.

87
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar V-1.Komposisi jenis ikan demersal di WPP 712 Laut Jawa hasil survei tahun 2012

Komposisi hasil tangkapan kapal cantrang harian di Tegal tahun 2012 didominasi oleh
berturut-turut ikan petek (Leiognathus splendens) 27,9%, swanggi (Priacanthus spp) 16,9%,
ikan kembung (Rastreligger spp) 9,6 %, kurisi (Nemipterus spp) 7,72 %, ikan selar (Selaroides
Leptolepis) 3,38 %, ikan kuniran (Mullidae) 3,13 % sedangkan kapal cantrang mingguan
juga didominasi oleh ikan Kuniran 24,71 %, coklatan (Scolopsis taeniopterus) 22,601 %,
swanggi (Priacanthus spp) 16,970 %, rengganis/kapasan (Pentaprion longimanus) 7,02
%, kurisi (Nemipteridae) 5,32 %, dan ikan petek (Leiognathidae) 2,85 %. Komposisi
hasil tangkapan kapal cantrang mingguan di Tegal selalu didominasi oleh ikan kuniran,
coklatan dan kurisi.

Komposisi total hasil tangkapan jaring cantrang 2 mingguan yang berbasis di Kronjo
didominasi oleh ikan petek (L. splendens) sebesar 37,73%, diikuti bloso (Saurida
micropectoralis), samgeh/gulamah (Pseudociena amoyensis) dan rejung (Sillago sihama)
sedangkan ikan lainnya memiliki komposisi jenis kurang dari 5%. Komposisi hasil
tangkapan ikan demersal mingguan didominasi oleh ikan Kurisi (Nemipteridae) sebesar
15,35% dari total ikan yang tertangkap, kemudian diikuti oleh beruturut-turut oleh ikan

88
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

coklatan (11,66%); ikan kapasan ( 11,33%), swanggi (9,39%) dan pari (Dasyatidae)
sebesar 5,75%.

Sementara itu perikanan demersal di perairan selatan Kalimantan yang berbasis di PPI
Muara Kintap banyak ditangkap dengan lampara dasar. Komposisi hasil tangkapannya
didominasi oleh ikan petek/peperek (Leiognathus sp), manyung (Arius sp) dan kurisi
(Nemipterus sp). Komposisi hasil tangkapan ketiga jenis ikan ini juga berfluktuasi
berdasarkan waktu dimana ikan manyung menjadi tangkapan dominan pada bulan
Januari dan November sedangkan petek dominan pada bulan Oktober. Dominasi ikan
petek menunjukkan bahwa kapal lampara dasar yang berbasis di PPI Kintap daerah
operasinya tidak jauh dari pantai.

1.2.2. Ikan Karang


Jenis ikan karang ekonomis penting meliputi ikan ekor kuning/pisang-pisang, napoleon,
kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang
lingkis dan beronang. Komposisi hasil tangkapan jaring muroami di Kep. Seribu yang
mewakili perairan WPP 712 Laut Jawa pada tahun 2007 didominasi oleh ikan ekor kuning
(Caesio cuning) sebesar 45,74% berdasarkan jumlah individu dan 76,91% berdasarkan
berat, kemudian diikuti oleh ikan pisang-pisang (Pterocaesio digramma), sebesar 36,71%
(ekor) dan 13,73% (berat). Data komposisi jenis ikan hasil tangkapan kapal muroami
disajikan pada Gambar V-2.

Gambar V-2 . Komposisi hasil tangkapan jaring muroami di perairan WPP 712 Laut Jawa

89
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Komposisi hasl tangkapan pancing ulur didominasi ikan kurisi (Nemipterus fruscosus)
sebesar 38,01%, kemudian ikan kambing-kambing (Abalistes stellatus) sebesar 10,35%
dan ikan pasir-pasir (Scolopss taeniopterus) sebesar 10,13% (Gambar V-3 ).

Gambar V-3. Komposisi hasil tangkapan pancing ulur di perairan WPP 712 Laut Jawa

1.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


1.3.1. Ikan Demersal
Dengan menggunakan model surplus produksi, didapatkan potensi lestari sebesar
354.692 ton per tahun dan JTB sebesar 283.754 (Gambar V-4). Alat tangkap dogol
dijadikan sebagai alat tangkap standar, karena merupakan alat tangkap ikan demersal
yang paling tinggi produktivitasnya. Dari hasil perhitungan didapatkan upaya optimum (f
opt) 21.056 unit dogol, sementara upaya aktual adalah sekitar 8.545 unit dogol. Dengan
demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal adalah sekitar 0,41 (indikator
warna hijau). Sumber daya ikan demersal di Utara Jawa masih dapat dikembangkan
dengan memperhatikan atau mengontrol upaya (jumlah unit alat tangkap).

90
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

400000
MSY
350000 2008 2009
2010
300000 2011 2005
2006
Produksi (Ton)
2001
250000 2002
2007 2003
200000 2004
150000
100000
50000
0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Upaya (Unit)

ar V-4. Kurva hubungan


Gambar V-4.antara
Kurva produksi dan upaya
hubungan antara sumber
produksi daya
dan upaya ikandaya
sumber demersal di WPP-712 Laut
ikan demersal
di WPP-712 Laut Jawa

1.3.2 Ikan Karang


Dengan analisis model surplus produksi diperoleh nilai potensi lestari ikan karang di
WPP 712-Laut Jawa sebesar 20.640 ton dan JTB (80 %) sebesar 16.512 ton Rawai
dasar dijadikan sebagai alat tangkap standar, dan dari hasil perhitungan didapatkan upaya
optimum (f opt) 17.171 unit (Gambar V-5), sementara upaya aktual adalah 7.684 unit
alat rawai dasar. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan karang baru
mencapai sekitar 0,45 (indikator warna hijau), sehingga pemanfaatan belum mencapai
fully exploited. Masih terbuka peluang pengembangan pemanfaatan sumber daya ikan
karang sekitar 55 % dari kondisi yang ada saat ini.

91
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

40000
35000 2009
30000
2007
Produksi (Ton)

25000 MSY 2005


2010
20000 2008
15000 2006
2002 2004
10000 2011 2003
5000 2001
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)

r V-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di WPP 712- Laut J
Gambar V-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di
WPP 712- Laut Jawa

1.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Laju tangkap ikan petek (L. splendens) naik 400 %, kebijakan penghapusan trawl tidak
efektif pelaksanaannya karena digantikan oleh alat tangkap sejenis trawl. Kejadian ini
terlihat dari densitas ikan demersal yang menurun 100 % terutama bagi jenis ikan
yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Namun demikian secara keseluruhan nilai laju
pemanfaatan (E) ikan demersal masih < 0,5, yang berarti masih dapat dikembangkan tetapi
harus dengan prinsip kehati-hatian. Kelangsungan rekruitmen juga masih berlangsung
dengan baik, yang terindikasi dari nilai Lm yang relatif masih lebih kecil dari nilai Lc
bagi jenis ikan tertentu.

Sebaran ukuran panjang ikan petek (Leiognathus splendens) tahun 2012 berkisar 5,6
cm – 18,0 cm (panjang total, TL) dengan rata-rata 12,05 cm. Sebaran ukuran panjang
ikan swanggi/demang (Priacanthus tayenus) berkisar 11,3 – 31,0 cm (panjang cagak, FL)
dengan rata-rata 20,77 cm. Sebaran ukuran panjang ikan coklatan (Scolopsis taeniopterus)
berkisar 8,0 – 28,0 cm TL dengan rata-rata 17,67 cm. Sebaran ukuran panjang ikan kurisi
(Nemipterus peronii) berkisar 9,0 – 29,0 cm TL dengan rata-rata 17,06 cm. Sebaran ukuran
panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) berkisar 5,1 – 21,7 cm TL dengan rata-rata
11,95 cm. Sebaran ukuran panjang ikan kerapu balong (Epinephelus sexfasciatus) berkisar
11,3 – 27,7 cm TL dengan rata-rata 18,04 cm. Sebaran ukuran panjang ikan kakap

92
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

putih/gerit (Pomadasys kaakan) berkisar 10,7 – 48,0 cm TL dengan rata-rata 25,05 cm.
Dengan demikian sebaran ukuran panjang ikan petek, coklatan, kurisi, kerapu balong
dan kuniran adalah ikan-ikan yang berukuran pendek sedangkan ikan swanggi/demang
dan kakap putih/gerit adalah ikan-ikan yang berukuran panjang.

Ukuran ikan pertama kali tertangkap ikan swanggi, coklatan, kurisi dan kerapu balong
lebih besar dibandingkan dengan ukuran pertama kali matang gonad (Lc>Lm), ikan
kuniran ukuran ikan pertama kali tertangkap lebih kecil dibandingkan dengan ukuran
pertama kali matang gonad (Lc<Lm), dan ukuran ikan petek pertama kali tertangkap
sama dengan ukuran pertama kali matang gonad (Lc=Lm). Tingkat kematangan gonad
ikan petek, swanggi, coklatan, kurisi, kerapu dan kakap putih/gerit menyebar pada TKG
I – IV diduga musim pemijahan terjadi beberapa kali dalam setahun dan puncaknya
pada bulan Agustus.

Sebaran ukuran panjang ikan ekor kuning hasil tangkapan jaring muroami berkisar
15.0 – 28.9 cm. Sebaran ukuran panjang ikan bronang (Siganus guttatus) berkisar 7.5 –
11.6 cm dengan modus sebaran frekuensi panjang berada pada ukuran 10,1 – 10,5 cm.

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Penyebaran udang jerbung dan udang dogol relatif sama dengan penyebaran ikan
demersal. Udang windu jenis P. semisulcatus banyak tertangkap di utara Pekalongan dan
Rembang-Lasem; sedangkan udang windu jenis P. monodon dijumpai di perairan
antara Demak-Jepara dan Bangkalan, sementara udang dogol menyebar hampir di
sepanjang perairan pantai utara Jawa (BPPL, 2012).

2.2. Komposisi Jenis


Komposisi jenis udang penaeid di WPP 712-Laut Jawa dapat dijelaskan dari data
produksi udang pada kurun waktu 2001-2012 (Gambar V-4). Empat kelompok jenis
udang yang banyak didaratkan didominasi oleh udang krosok (dalam Statistik
Perikanan dimasukan dalam kelompok jenis udang lain), termasuk didalamnya antara
lain jenis udang lain (M. elegans, M. lysianassa Parapenaeopsis sculptilis, Solenocera
subnuda dan Metapeaneopsis spp.) 36%. Kelompok dominan ke dua adalah kategori
udang dogol terutama jenis M. ensis dan M. brevicornis sebanyak 24%. Jenis udang
putih (Penaeus merguiensis) sebanyak 25% dan udang windu (P. semisulcatus dan P.
monodon) tercatat 15% (Gambar V-6).

93
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Udang putih 25

Udang dogol 24

Udang windu 15

Udang lainnya 36

0 10 20 30 40
Persentase (%)

Gambar V-6. Komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 712-Laut Jawa

2.3. Potensi, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


2.3.1. Udang Penaeid
Dengan menggunakan model surplus produksi (Schaefer), didapatkan hasil perhitungan
MSY untuk udang penaeid sebesar 53.629 ton dan JTB sebesar 42.903 ton. Dengan
menggunakan alat tangkap dogol sebagai standar diperoleh nilai upaya optimum sebesar
27.716 unit alat tangkap setara udang dogol (Gambar V-7), sementara upaya aktual
saat ini adalah 24.528 alat tangkap dogol. Tingkat pemanfaatan udang saat ini telah
mendekati pemanfaatan penuh yaitu berada di sekitar 0,9 (indikator warna kuning),
dengan demikian harus dilakukan penataan upaya dengan tetap mempertahankan jumlah
upaya yang ada saat ini.

94
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

Gambar V-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP 712 Laut Jawa

2.3.2 Lobster
Untuk lobster didapatkan hasil perhitungan MSY sebesar 831 ton dan JTB sebesar 665
ton. Dengan menggunakan alat tangkap trammel net sebagai standar diperoleh nilai
upaya optimum sebesar 48.605 unit alat tangkap (Gambar V-8), sementara upaya aktual
saat ini adalah sebagai 28.755 alat tangkap trammel net. Tingkat pemanfaatan lobster
saat ini masih berada dalam tahapan yang menjamin kelestarian perikanan lobster yaitu
sekitar 0.6 (indikator warna kuning) dari upaya optimum, jadi masih terbuka peluang
pengembangan sekitar 40 % dari tingkat pemanfaatan saat ini.

95
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar V-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya perikanan lobster
di WPP 712 Laut Jawa

2.3.3 Indikator Perikanan dan Biologi


Secara umum terjadi perubahan yang signifikan pada ukuran dan komposisi hasil
tangkapan udang di perairan utara Jawa, terlihat ukuran udang yang tertangkap makin
mengecil. Nilai Lm yang didapatkan selalu lebih rendah dari nilai Lc, yang menunjukkan
bahwa dalam jangka panjang perlu dilakukan penataan ukuran mata jaring, agar
rekruitmen dapat berlangsung dengan baik. Demikian juga nilai E yang menunjukkan
tingkat pemanfaatan yang sudah intensif. Hasil tangkapan per rekrut juga menunjukkan
bahwa ukuran tangkapan minimum udang di perairan ini harus dinaikkan untuk
meningkatkan jumlah rekrutmen (BPPL, 2012).

3.Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi


3.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil yang tertangkap pukat cincin berbasis di Jawa
Tengah (Pekalongan dan Juana) menyebar hampir di seluruh Paparan Sunda seiring
dengan investasi kapal baru yang lebih besar (>80 GT) pada tahun 1982/1983. Selain
Laut Jawa, ea rah timur sampai ke sekitar perairan Balikpapan (Selat Makassar bagian
barat), ea rah barat sampai Pulau Pejantan dan Kepulauan Natuna. Berdasarkan hasil

96
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

analisa hierarki terhadap variasi komposisi hasil tangkapan pukat cincin besar, daerah
penangkapan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat zona penangkapan (Potier,
1998), yaitu I. Pantai utara Jawa Tengah (utara Tegal – Kepulauan. Karimunjawa), II.
Bagian timur Laut Jawa (Pulau Bawean, Kepulauan Masalembo, Pulau Kangean dan
Pulau Matasiri), III. Bagian barat Selat Makassar (Pulau Samber gelap, Pulau Lumu-lumu,
Pulau Lari-Larian) dan IV. Laut Natuna (Gambar V-9).

Gambar V-9. Perluasan daerah penangkapan pukat cincin yang yang menangkap pelagis
kecil berbasis di Pekalongan dan Juwana (Jawa Tengah).

3.2. Komposisi Jenis


Sumber daya ikan pelagis di Laut Jawa dapat dikelompokan menjadi dua yaitu terdiri
dari komunitas ikan pelagis kecil pantai (Sardinella spp., Rastrelliger brachysoma,
Dusumieria acuta, Selar spp.), dan ikan pelagis kecil neritik dan oseanik (D. russelli,
D. macrosoma, Selar crumenophthalmus, R. Kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis
cordyla). Lima species utama hasil tangkapan kapal pukat cincin, yaitu: ikan layang (D.
russelli dan D. macrosoma), bentong (S. Crumenophthalmus), banyar (R. Kanagurta),
siro (A. Sirm) digunakan sebagai data dasar analisis. Berdasarkan data pendaratan
diketahui bahwa kelompok jenis ikan pelagis kecil didominasi (50%) oleh ikan
layang (Gambar V-10) diikuti oleh jenis kembung/banyar (15%) dan siro (11%)
sebagai “latent stock” di kawasan tropis.

97
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Layang 50

Kembung 15

Siro 11

Tembang 9

Selar 7

Lain-lain 8

0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)

Gambar V-10. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di WPP 712 Laut Jawa

3.3.Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


3.3.1.Ikan Pelagis Kecil
Dengan sebaran tipologi armada yang sedemikian kompleks maka ketersediaan data
dasar yang digunakan untuk dapat mewakili kawasan ini lebih didominasi oleh data
produksi tahunan. Standardisasi upaya penangkapan dilakukan dengan menetapkan
alat tangkap pukat cincin sebagai alat tangkap standar pada kelompok jenis pelagis
kecil. Berdasarkan analisis data statistik perikanan dari tahun 2001-2011 dengan model
surplus produksi, didapatkan hasil perhitungan MSY untuk ikan pelagis kecil sebesar
450.400 ton dan JTB sebesar 360.335 ton. Menggunakan alat tangkap standar pukat
cincin didapatkan nilai upaya optimum sebesar 12.683 unit, dengan demikian tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil saat ini adalah sekitar 0,5 (indikator warna
hijau) (Gambar V-11). Angka ini setelah divalidasi dengan model analitik, menunjukkan
bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil di Laut Jawa berada pada
indikator warna merah, yang berarti sudah tertutup untuk penambahan upaya baru.

98
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

Gambar V-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya ikan pelagis
kecil di WPP 712 Laut Jawa

3.3.2.Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di WPP-RI 712 pada tahun 2011 sebesar 50.709 ton atau 70,65%
dari total produksi jenis binatang lunak yaitu sebesar 71.778 ton. Alat tangkap yang
utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap, dan longbag set
net (LBSN), kadang-kadang tertangkap juga dengan Pukat Ikan. Bagan apung jumlahnya
elative banyak dan selalu mendominasi hasil tangkapan cumi dibandingkan dengan alat
tangkap lainnya di di Laut Jawa.

Analisis Model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011
sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 712 (Laut Jawa) diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 20.522 ton/tahun dengan upaya optimal
(fopt.) sebesar 5.528 unit standar bagan apung (Gambar 9). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 16.417 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat
tangkap setara bagan apung sebanyak 4.565 unit. Tingkat pemanfaatan sumberdaya
cumi-cumi di WPP-RI 712 pada tahun 2011 sebesar 0,8 (indikator warna kuning), atau
belum melebihi potensi lestarinya.

99
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

2009
25000
2010
2008
20000 2001 2005
2004 2007
2006
Produksi (ton)

2002
15000 2003

10000

5000

0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Upaya (unit)

V-12. KurvaGambar
hubungan
V-12. antara produksiantara
Kurva hubungan dan produksi
upaya sumber
dan upayadaya cumi-cumi
sumber di WPP
daya cumi-cumi di 712 Laut Jaw
WPP 712 Laut Jawa

3.4.Indikator Perikanan dan Biologi


Terjadinya kenaikan CPUE dalam kg/trip ternyata tidak memperlihatkan kenaikan
CPUE dalam kg/hari karena dengan jumlah hari semakin lama (lebih dari 3 bulan)
hasil tangkapan per hari semakin rendah. Dampak eksploitasi tinggi juga terlihat pada
penurunan ukuran ikan pertama matang gonad (Lm), dimana ukuran rata-rata ikan
yang tertangkap (Lc) lebih rendah dari Lm. Dalam konteks perikanan pukat cincin
semi industri di Laut Jawa telah terjadi substitusi dan introduksi alat tangkap, yaitu: 1)
peralihan alat tangkap ke perikanan lain (kapal pukat cincin menggunakan alat tangkap
cantrang untuk menangkap ikan demersal dan alat tangkap cumi-cumi ); 2) relokasi usaha
perikanan secara swakarsa ke daerah penangkapan WPP lain. Substitusi dan introduksi
alat tangkap dibarengi konflik antar pengguna merupakan indikasi yang nyata adanya
penurunan stok ikan pelagis kecil di Laut Jawa. Sebelumnya, munculnya ikan ayam-
ayaman/leatherjackets (Aluterus monoceros) yang dominan pada periode 2002-2005 dalam
hasil tangkapan pukat cincin mengindikasikan telah terjadinya perubahan komposisi
jenis ikan pelagis di laut Jawa.

100
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Tongkol


4.1.Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah sebaran dan penangkapan ikan pelagis besar di perairan WPP 712-Laut Jawa
dengan menggunakan alat tangkap jaring hanyut menyebar di bagian timur perairan
Laut Jawa (Pulau Bawean, Pulau Masalembo dan Pulau Matasiri) dan di bagian barat
Selat Makassar.

4.2. Komposisi Jenis


Jenis ikan pelagis besar yang tertangkap di WPP 712 adalah tongkol, tenggiri, cucut dan
pari. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, komposisi jenis kelompok sumberdaya
pelagis besar didominasi oleh jenis ikan tongkol (61%), kemudian tengiri (27%) dan
cakalang (8%) sedangkan jenis yang lainnya hanya 4% (Gambar V-13).

Tongkol 61

Tenggiri 27

Cakalang 8

Lainnya 4

0 10 20 30 40 50 60 70
Persentase (%)

Gambar V-13. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP 712 Laut Jawa.

4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


4.3.1. Ikan Pelagis Besar
Untuk memperoleh nilai tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar dan effort
yang optimum, digunakan data statistik dengan metode analis surplus produksi. Hasil
regresi pendugaan potensi ikan pelagis besar di WPP 712 Laut Jawa adalah sekitar 44.793

101
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

ton dengan JTB 35.834 ton, dan upaya optimum sekitar 10.050 unit setara purse seine
dan upaya aktual sekitar 8.752 unit purse seine. Dengan demikian tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan pelagis besar sudah mencapai 0,87 (indikator warna kuning), yang
berarti sudah harus hati-hati dalam penambahan upaya (Gambar V-14).

60000
2005
50000 2001
2008 2002
2003
40000 2009 2006
Produksi (Ton)

2010 2004 2007


30000 2011

20000

10000

0
0 5000 10000 15000 20000 25000

Upaya (Unit)

Gambar V-14.Kurva
Gambarhubungan antara
V-14. Kurva produksi
hubungan dan
antara upaya dan
produksi sumberdaya perikanan
upaya sumberdaya pelagispelagis
perikanan besar di WPP 712
Laut Jawa besar di WPP 712 Laut Jawa

4.3.2. Ikan Tongkol


Khusus untuk ikan tongkol, dengan menggunakan metode surplus produksi, didapatkan
potensi lestarinya sebesar 64.217 ton dan JTB sekitar 51.374 ton. Upaya optimum
72
didapatkan sekitar 10.110 unit setara purse seine, dan upaya aktual sebagai 8.752 alat
tagkap purse seine. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan tongkol sudah mencapai 0,87
(indikator warna kuning), yang berarti masih ada peluang pengembangannya sekitar 23
% dari tingkat pemanfaatan saat ini (Gambar V-15).

102
Bagian V - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712

80000
2004
70000 2009 2003 2007
2008 2002
60000 2001 2005
2010 2006
Produksi (Ton)

50000 2011
40000
30000
20000
10000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)

r V-15. Kurva Gambar


hubungan
V-15.antara produksiantara
Kurva hubungan dan upaya
produksisumber daya
dan upaya ikandaya
sumber tongkol di WPP 712 Laut
ikan tongkol
di WPP 712 Laut Jawa

4.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol komo (E. affinis) hasil tangkapan mini purse
seine berkisar 16,5-52,5 cm dengan modus 25 cm dan untuk hasil tangkapan gill net
modusnya 37 cm. Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan tongkol komo yang
tertangkap purse seine adalah 28,2 cm, sedangkan Lc tongkol komo yang tertangkap gill
net 36,5 cm. Di lain pihak rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (Lm) untuk ikan
tongkol komo adalah 33,7 cm (32 - 35,5 cm), dengan demikian terlihat alat tangkap yang
menjamin kelestarian sumber daya ikan tongkol di Laut Jawa adalah alat tangkap gillnet.
Nisbah kelamin ikan tongkol betina dan jantan sebagai 1.2 : 1, yang berarti ikan betina
lebih banyak dari ikan jantan, yang mengindikasikan bahwa tekanan penangkapan ikan
tongkol di laut Jawa masih berada pada tahapan yang lestari, karena masih mempunyai
sediaan induk yang cukup untuk penambahan populasi.

103
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

104
BAGIAN VI

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 713
Selat Makassar,
Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali

105
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

106
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713

1. Sumber DayaIkan Demersal dan Ikan Karang


1.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penyebaran ikan demersal WPP-RI 713 terutama terdapat di sepanjang pantai
yang dangkal dan perairan teluk di sebelah barat Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan
Sulawesi Selatan, timur Kalimantan yang termasuk Selat Maksassar serta di perairan
utara Bali dan NTB yang termasuk Laut Flores. Perairan Teluk Bone juga merupakan
bagian dari WPP 713 mempunyai perairan yang relatif dalam dengan dasar pasir dan
batu karang. Selat Makassar dan Laut Flores mempunyai karakteristik perairan yang
dalam dengan dasar berupa lumpur dan pasir berlumpur. Di beberapa lokasi terdapat
gugusan terumbu karang.

Karakteristik perairan yang beragam ini dihuni oleh berbagai jenis ikan demersal khas
daerah muara sungai dan beberapa jenis ikan karang ekonomis terdapat di daerah terumbu
karang di perairan sekitar Pulau Derawan, Kepulauan Spermonde di Selat Makassar,
perairan di sekitar Pulau Sembilan di Teluk Bone, Kepulauan Wakatobi serta perairan
Teluk Saleh dan sebagian gugusan karang di Selat Sape dan perairan di sebelah utara Flores.

1.2 Komposisi Jenis


Menurut Statistik Perikanan tahun 2011, menunjukkan komposisi jenis ikan demersal
di WPP-RI 713 khususnya di perairan timur Kalimantan didominasi (39% dari total
produksi ikan demersal) oleh kelompok ikan peperek (Leiognathus spp.), diikuti oleh ikan
manyung (Ariidae) sebanyak 17%, pari (Dasyatidae) sebesar 6%, kurisi (Nemipteridae),
kuniran (Mullidae), kemprit (Clupeidae) masing-masing 6%, ikan beloso (Synodontidae)
dan kelompok ikan lain jumlahnya 22% (Gambar VI.1).

Leiognathidae 39
Ariidae 17
Dasyatidae 6
Nemipteridae 4
Engraulidae 3
Scianidae 3
Mullidae 3
Clupeidae 3
Synodontidae 2
Ikan Lainnya 22

0 10 20 30 40 50
Persentase (%)

Gambar VI.1. Komposisi jenis (%) ikan demersal dominan tertangkap di WPP-RI 713.
Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali

107
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Menurut data Statistik Perikanan tahun 2011, produksi ikan karang ekonomis penting
hasil tangkapan rawai dasar di Teluk Bone terdiri dari kerapu sunu 42 %, kerapu pasir
Serranidae 24 % dan sisanya jenis ikan karang lainnya. Hasil tangkapan di Laut Flores
terdiri dari jenis ikan: lentjam, kakak tua, baronang, kerapu dan kakap merah.

1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


1.3.1. Ikan Demersal
Aplikasi Model Produksi Surplus dengan persamaan regresi linier dari Schaeffer (1957)
terhadap data catch dan effort ikan demersal tahun 2000-2011 di WPP-RI 713 diperoleh
nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 199.666 ton/tahun
dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 42.604 unit standar dogol (Gambar VI.2). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebanyak
159.733 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011
diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi sebesar 67.271 unit standar
dogol, dengan demikian effort aktual 2011 telah melebihi effort optimum. Dengan kondisi
demikian maka tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal sudah lebih tangkap
yaitu sebesar 1,58 (indikator warna merah), yang berarti harus dilakukan pengurangan
jumlah upaya sekitar 58 % dari tingkat pemanfaatan saat ini.

250000
MSY
200000
Produksi (Ton)

2011
150000 2005
2001 2003
2006
100000 2008 2009
2010 2007
2004
50000 2002

0
0 20000 40000 60000 80000
Upaya (Unit)

Gambar Gambar
VI.2. Kurva hubungan
VI.2. antara produksi
Kurva hubungan antaradan upaya sumber
produksi daya sumber
dan upaya ikan demersal di WPP-RI
daya ikan 713. Selat
demersal
Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali

74
108
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713

1.3.2. Ikan Karang


Analisis Model Produksi Surplus dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort
selama 11 tahun (2000-2011) diperoleh nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
ikan karang sebesar 18.120 ton/tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 30.100 unit
standar rawai dasar (Gambar IV.3). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 14.496 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik
Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang
beroperasi sebesar 54.676 unit standar rawai dasar sehingga tingkat pemanfaatannya
sudah pada tahapan lebih tangkap yaitu 1,82 (indikator warna merah). Dengan effort
aktual 2011 tersebut maka pemanfaatan sumber daya ikan karang di perairan WPP 713
sudah harus dilakukan penataan upaya penangkapan yaitu mengurangi upaya sekitar
82% dari tingkat pemanfaatan saat ini.

30000
2011
25000
2010 MSY
Produksi (Ton)

20000 2009

15000 2008
2006 2002 2007
10000 2004
2001
5000 2003
2005
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)

Gambar VI.3.Gambar
KurvaVI.3.
hubungan
Kurvaantara produksi
hubungan antaradan upaya sumber
produksi daya
dan upaya ikan karang
sumber di WPP-RI
daya ikan karang 713. Selat
Makassar, Teluk Bone, 713.
di WPP-RI Laut Selat
FloresMakassar,
dan LautTeluk
Bali Bone, Laut Flores dan Laut Bali

1.4 Indikator Perikanan dan Biologi


Penelitian BPPL (2013) di Selat Makassar mengemukakan hasil tangkapan pancing dan 75
rawai dasar di perairan sekitar Pulau Laut sebagian masih berupa juvenil atau ikan muda.
Kategori induk ikan kerapu lumpur, kerapu sunu dan kuwe masih banyak dijumpai di

109
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

perairan Barru, Sinjai dan Wakatobi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengusahaan
sumberdaya ikan demersal dalam jangka panjang akan terancam kelestariannya, karena
penangkapan yang ada tidak memberi kesempatan pada ikan demersal untuk melakukan
pembaruan populasi.

Survei trawl pada bulan Juni 2011 di perairan antara Balikpapan dan Kotabaru Kalimantan
Timur diperoleh 127 spesies ikan demersal dengan jenis dominan ikan petek (Leiognathus
splendens) sebesar 18,9% dari total hasil tangkapan ikan demersal, diikuti oleh ikan
beloso (Saurida micropectoralis) sebesar 9,9%, petek (Leiognathus bindus) sebesar 7,3%
dan belosos (Upheneus shulphures) sebesar 6,8%. Pada bulan Oktober diperoleh 128
jenis. Hasil tangkapan trawl didominasi oleh ikan petek (Leiognathus splendens) sebesar
38,2%, kapas-kapas (Pentaprion longimanus) sebesar 6,7%, belosos (Saurida pectoralis)
(6,5% dan ikan coklatan (Scolopsis taeniopterus) yang besarnya 3,5%.

Laju tangkap rawai dasar pada bulan April sebesar 12,3 kg/trip, bulan Mei sebesar
14,05 kg/trip, bulan September sebesar 4,78 kg/trip, dan bulan Oktober sebesar 7,12
kg/trip. Ukuran panjang toal ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang tertangkap
berkisar antara 20-79 cm. Analisis parameter populasi diperoleh hasil sebagai berikut:
Laju pertumbuhan (K) = 0,29 cm/tahun, panjang simptotik (L∞) = 84,6 cm, kematian
alami (M) = 1,43, kematian karena penangkapan (F) sebesar = 1,43, laju penangkapan
(E) sebesar 0,57 dan Lc-50% = 49,2 cm TL. Analisis parameter populasi ikan kerapu
lumpur (Epinephelus coioides) diperoleh K=0,14 cm/tahun, L∞ = 120 cm, M = 0,39,
F = 0,34 dan laju pemanfaatan (=Z) sebesar 0,47 . Panjang pertama kali tertangkap (
Lc-50%) sebesar 63 cm TL.

Analisis terhadap parameter populasi terhadap kerapu sunu Bone (Plectropomus maculatus)
diperoleh hasil seperti berikut: K = 0,6 cm/tahun, L∞ = 70 cm, M = 1,03, F = 0,66,
tingkat laju penangkapan (E) sebesar 0,39 dan Lc-50% = 42,37 cm TL. Untuk jenis
ikan kerapu sunu merah (Plectropomus leopardus) nilai parameter populasinya: K=0,4
cm/tahun, L∞ = 64,5 cm, M = 0,80, F = 0,54, tingkat laju pemanfaatan sebesar 0,40
dan Lc-50% = 34,27 cm TL.

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Habitat sumber daya udang adalah perairan paparan benua (continental shelf) yang
relatif dangkal dengan salinitas yang relatif rendah akibat adanya pengaruh aliran sungai
(‘freshwater discharge’). Untuk wilayah WPP 713 sebagian besar udang penaeid menyebar

110
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713

di perairan Kalimantan Timur terutama di perairan sekitar Balikpapan, sedang untuk


udang lobster menyebar di perairan yang berdasar pasir dan berbatu karang umumnya
di perairan sekitar Sulawesi dan sebagian Bali dan Flores.

2.2. Komposisi Jenis


Komposisi jenis udang peneid yang tercacat dalam Statistik Perikanan tahun 2013
meliputi: 18% udang dogol (Metapenaeus enis, M. brevicornis, M. monoceros.), 34% udang
putih (P. merguiensis), 29% udang windu (P. monodon, P. semisulcatus, P. japonicus) dan
18% udang krosok (Parapenaeopsis spp., Metapenaeopsis spp.). Survey kapal riset KR
Bawal Putih I di timur Kalimantan tahun 2006, diperoleh komposisi jenis udang yang
tertangkap dengan trawl terdiri dari udang dogol, udang kipas dan udang mantis (Squilla
spp,) dengan komposisi sebagaimana dijelaskan pada Gambar VI.4.

Udang dogol 48.1


Udang kipas 33.1
Udang mantis 5.0
Udang windu 4.2
Udang krosok 1.4
Udang putih 1.4
Udang krosok 1.3
Udang api-api 1.3
Udang dogol 1.3
Udang krosok 1.3
Udang barong 0.8
Udang windu 0.7
Udang jambu 0.2

0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)

Gambar VI.4. Komposisi (%) hasil tangkapan udang dengan trawl di perairan timur
Kalimantan tahun 2006

Udang umumnya tertangkap bersama-sama ikan demersal, karena hidup pada habitat
yang sama. Berdasarkan data sampling, proporsi antara udang dan ikan demersal berkisar
20% udang: 80% ikan demersal). Prosentase terbesar dari komposisi hasil tangkapan
udang adalah jenis udang penaeid. Dari hasil sampling dengan menggunakan alat tangkap
lampara dasar di perairan Selat Makassar pada bulan Juni 2011 tertangkap 13 jenis udang
penaeid dengan dominasi jenis: udang dogol (Metapenaeus ensis): 49 %, udang jerbung
(Penaeus merguiensis) 25,6 % dan udang tiger (Penaeus semisulcatus) 10,8 %, sedang

111
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

jenis lainnya kurang dari 6 %. Komposisi jenis udang agak berbeda sampling pada bulan
Oktober 2011, jenis udang yang dominan yaitu udang tiger (Metapenaeus ensis) 25,5
%, udang dogol (Metapenaeus ensis) 16,6 %, udang krosok (Parapenaeopsis sp) 16 %,
udang jerbung (Penaeus merguiensis) 14 %, dan lainnya kurang dari 9 % (BPPL, 2011)

Menurut Statistik Perikanan (2011) komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 713
terdiri dari udang putih 9.077 ton, udang windu (27,72 %), udang dogol 4.393 ton
(13,41 %) dan sisanya jenis udang lainnya.

2.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


2.3.1. Udang Penaeid
Aplikasi Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort sumberdaya udang tahun
2000-2011 di WPP-RI 713 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
sebesar 29.819 ton/tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 5.556 unit standar dogol
(Gambar VI.5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau sebesar 23.855 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan tahun 2011
diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 6.113 unit standar dogol, dengan demikian
effort aktual 2011 telah melebihi effort optimum maka tingkat pemanfaatan sumber
daya udang sudah berada pada tahapan lebih yaitu 1,1 (indikator warna merah), oleh
karena itu dianjurkan untuk melakukan moratorium penangkapan udang di WPP 713 .

Gambar VI.5 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali

112
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713

2.3.2. Lobster
Aplikasi Model Produksi Surplus dengan menggunakan regresi linier dari Schaeffer
(1957) terhadap data catch dan effort lobster tahun 2000-2011 disajikan pada Gambar
VI.6. Nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) udang lobster sebesar 1.026 ton/
tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 17.186 unit standar bubu. Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 821 ton/
tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil
perhitungan jumlah alat yang beroperasi sebesar 21.284 unit bubu sehingga tingkat
pemanfaatannya telah mencapai 1,2 (indikator warna merah). Dengan demikian tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan karang di perairan WPP 713 telah mengalami kelebihan
tangkap.

Gambar VI.6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya lobster di
WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali

2.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Hasil sampling dengan lampara dasar pada bulan Juni di perairan Selat Makassar
menunjukkan kepadatan stok udang penaeid adalah 0,69 kg/km2. Sampling pada bulan
Oktober sebesar 0,39 kg/km2 (BPPL, 2011). Fluktuasi bulanan CPUE dari lampara dasar
yang di daratkan di Balikpapan pada tahun 2011, berkisar antara 4,85-12,14 kg/unit

113
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

alat untuk udang dogol antara, 0,04-0,80 kg/unit alat, untuk udang tiger dan 0-2,04
kg/unit alat untuk udang jerbung.

Parameter populasi terhadap beberapa spesies udang penaeid dan lobster di Selat Makasar
menunjukkan nilai kematian karena penangkapan (F) yang tinggi dan nilai E (laju
pengusahaan) diatas 0,5. Hal ini menyatakan bahwa tingkat pemanfaatan udang di WPP
713 sudah berada pada tahapan lebih tangkap (over-fishing).

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi


3.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Sumber daya ikan pelagis adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar dari siklus
hidupnya berada di permukaan atau dekat permukaan perairan, dengan karakteristik
membentuk gerombolan yang cukup besar, beruaya (migrasi) yang cukup jauh dengan
gerak/aktifitas yang cepat. Daerah penangkapan terbagi menjadi dua perairan yang
berbeda sifat habitatnya, di perairan laut dangkal timur Kalimantan merupakan
daerah penangkapan utama bagi pukat cincin Pekalongan dan Juana (perairan sekitar
Lumu-lumu, Lari-larian, Samber Gelap, Balag-balagan), sedang di perairan laut
dalam (oseanik) barat Sulawesi merupakan daerah penangkapan pukat cincin mini
dari nelayan Sulawesi. Komposisi jenis yang tertangkap di kedua perairan berbeda.

3.2 Komposisi Jenis


Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang mendukung perhitungan biomassa antara lain adalah:
layang, siro, banyar, bentong, juwi, teri dan ikan pelagis kecil lainnya. Tampak bahwa
kelompok ikan pelagis kecil di WPP-RI 713 didominasi oleh empat kelompok ikan pelagis
kecil yaitu layang (Decapterus spp.), japuh (Dusumeria sp.), tembang (Sardinella spp.) dan
kembung (Rastrelliger spp.) dimana jumlahnya mencapai sekitar 75%. Kelompok ikan
pelagis kecil lainnya seperti selar, teri, belanak dan lainnya dengan persentasi masing-
masing kurang dari 3% (Gambar VI.7).

114
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713

Layang 43.3
Siro 17.8
Banyar 7.8
Bentong 7.4
Ayam2 6.6
Tongkol 5.7
Jui 3.9
Teri 2.3
Bawal 0.3
Tenggiri 0.1
Campur 4.7

0 10 20 30 40 50
Persentase (%)

Gambar VI.7. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil di WPP-RI 713. Selat Makassar,Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Bali
.

Jenis ikan layang yang tertangkap nelayan di wilayah perairan Selat Makassar laut dangkal
diduga merupakan unit stok layang yang berasal dari Laut Jawa (Decapterus russelli dan
D. macrosoma), sedangkan di perairan laut dalam barat Sulawesi jenis layang malalugis (D.
macarellus) adalah jenis utama yang tersebar juga di Laut Flores dan perairan sekitarnya.

3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


3.3.1. IkanPelagis kecil
Besarnya potensi sumber daya ikan pelagis kecil yang dihitung berdasarkan hasil survei
dengan metode akustik adalah sekitar 458.000 ton. Dengan asumsi bahwa 80 % dari
potensi adalah jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), maka nilai JTB ikan pelagis
kecil di Selat Makasar adalah 366.400 ton. Aplikasi dengan metode Model Produksi
Surplus diperoleh upaya optimum (fopt.) sebesar 7.442 unit standar pukat cincin (Gambar
VI.8) dan upaya aktual . saat ini sebesar 2.453 unit standar pukat cincin, dengan demikian
effort aktual 2011 belum melebihi effort optimum maka tingkat pemanfaatan sumber daya
ikan pelagi kecil dapat dihitung nilainya sebesar 0,3 (indikator warna hijau).

115
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar VI.8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya perikanan
pelagis kecil di WPP-RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores
dan Laut Bali

3.3.2 Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di WPP-RI 713. pada tahun 2011 sebesar 9.224 ton dan mengalami
kenaikan rata-rata 1,89 % per tahun (2006-2011) (DJPT, 2012). Aplikasi Model Produksi
Surplus, diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 5.243
ton /tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 12.068 unit standar bagan apung
(Gambar IV.9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau sebesar 4.194 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada
tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap setara bagan apung sebanyak 3.608 unit,
dengan demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 713 adalah
sebesar 0,3 (indikator warna hijau), atau belum mencapai tingkat pemanfaatan optimum.

116
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713

Gambar VI.9 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi di
WPP RI. 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali

3.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Kajian dinamika populasi terhadap jenis ikan malalugis (Decapterus macarellus) di perairan
oseanik barat Sulawesi menghasilkan tingkat pemanfaatan sudah jenuh yaitusebesar 50%,
namun dengan ukuran ikan pertama kali tertangkap (Lc) relatif rendah yaitu pada panjang
total 7 cm. Ukuran pertama kali matang gonada (Lm) pada panjang total 20,4 cm.

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Ikan Tongkol


4.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Penyebaran sumberdaya ikan pelagis besar selain tuna di WPP-RI 713 terutama terdapat
wilayah perairan laut-dalam (oseanik) di sebelah barat Sulawesi. Daerah penangkapan
bagi ikan pelagis besar neritik terdapat di pantai Sulawesi, meliputi periran Toli-toli,
Donggala, Palu sampai Makassar, pantai utara Nusa Tenggara Barat dan sebagian Nusa

117
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Tenggara Timur. Khusus di perairan Laut Bali banyak nelayan menangkap ikan tongkol
dengan menggunakan pancing tonda.

4.2. Komposisi Jenis


Berdasarkan data Statistik Perikanan tahun 2011, ikan tongkol, cakalang, dan tenggiri
merupakan komoditas utama, kontribusinya berturut-turut mencapai 53%, 34% dan
12% dari produksi ikan pelagis besar selain tuna. Jenis-jenis lainnya yang tertangkap
antara lain ikan layaran, lemadang, ikan setuhuk dan ikan pedang (Gambar VI.10).

Tongkol 52.8

Cakalang 33.9

Tenggiri 12.1

Setuhuk 0.3

Ikan pedang 0.3

Lemadang 0.3

Layaran 0.3

Lisong 0.1

0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)

Gambar VI.10. Komposisi jenis (%) ikan pelagis besar selain tuna di WPP-RI 713. Selat
Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali

4.3. Potensi lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


4.3.1. Ikan Pelagis Besar
Aplikasi Model Produksi Surplus dari Schaeffer diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 17.058 ton/tahun dengan upaya optimum (fopt.)
sebesar 14.135 unit standar pukat cincin (Gambar VI.11). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 13.646 ton /tahun.
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat
yang beroperasi sebesar 14.994 unit standar pukat cincin (purse seine). Dengan demikian
upaya aktual 2011 sudah melebihi upaya optimum, dengan demikian tingkat pemanfaatan

118
Bagian VI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 713

sumber daya ikan pelagis besar sudah berada pada tahapan penuh yaitu 1,05 (indikator
warna merah). Oleh karena itu disarankan untuk melakukan moratorium penangkapan
ikan pelagis besar di WPP 713.

25000

2004
20000 2008
2006
2009 2010 2007 2003
Produksi (Ton)

15000 2001 2011


2002 2005
10000

5000

0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)

VI.11 Kurva hubungan antaraKurva


Gambar VI.11 produksi dan upaya
hubungan antara sumber
produksidaya ikan sumber daya ikanpelagis
dan upaya
pelagis besar selain tuna di WPP-
besar RI 713.
selain tuna di WPP- RI 713.

4.3.2. IkanTongkol
Aplikasi Model Produksi Surplus data catch dan effort tahun 2000-2011 diperoleh
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 44.018 ton/tahun dengan
upaya optimum (fopt.) sebesar 12.245 unit standar pukat cincin (Gambar VI.12). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 83
35.215 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011
diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 14.994 unit standar pukat cincin. Tingkat
pemanfatan sumber daya ikan tongkol sebesar 1,22 (indikator warna merah), berarti
pemanfaatan sumber daya tersebut telah melewati tahapan yang lestari (over-fishing).

119
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

60000 2008
2007
50000 2009
2010
2006
40000 2011
Produksi (Ton)

2002 2004 2003


30000 2005
2001
20000

10000

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar VI.12.
GambarKurva hubungan
VI.12. antara produksi
Kurva hubungan antaradan upaya sumber
produksi dayasumber
dan upaya ikan daya ikan tongkol
tongkol di WPP- RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan
di WPP- RI 713. Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
Laut Bali

84

120
BAGIAN VII

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 714
Teluk Tolo dan Laut Banda

121
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

122
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1. Daerah Penangkapan dan Komposisi Jenis
Penyebaran sumber daya ikan demersal di perairan WPP 714 sangat terbatas, hanya
terkonsentrasi di seputar wilayah kepulauan Wakatobi. Komposisi hasil tangkapan
diperoleh 9 jenis yang didominasi oleh ikan katamba (Lethrinus lentjan) yaitu sebanyak
57.33 %, kakap merah L. malabaricus 14.67%, kerapu sunu merah, P. leopardus 9.33%
dan beberapa jenis ikan demersal lainnya (BPPL, 2012). Secara keseluruhan komposisi
hasil tangkapan ikan demersal pada area WPP 714 disajikan pada Gambar VII-1.

Gambar VII-1. Komposisi hasil tangkapan ikan demersal di WPP 714

1.2. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


Dengan menggunakan model surplus produksi, didapatkan potensi lestari ikan demersal
sebesar 107.508 ton per tahun dan JTB sebesar 86.006 (Gambar VII-2). Alat tangkap
rawai dasar dijadikan sebagai alat tangkap standar, karena merupakan alat tangkap ikan
demersal yang paling tinggi produktivitasnya. Dari hasil perhitungan didapatkan upaya
optimum (f opt) 4.637 unit, sementara jumlah upaya aktual adalah 2.162 unit rawai
dasar. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal adalah sekitar
0.47 (indikator warna hijau), yang berarti masih terbuka peluang pengembangannya.

123
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

120000 2011 MSY


100000
Produksi (Ton) 2003
80000 2005
2002 2001
2007 2006
60000
2004
2010 2008 2009
40000

20000

0
0 2000 4000 6000 8000 10000

Upaya (Unit)

Gambar VII-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di Laut Banda (WPP
Gambar VII-2.
714) Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di Laut Banda (WPP 714)
85
Potensi lestari ikan karang di laut Banda didapatkan sebesar 16.838 ton per tahun dan
JTB sebesar 13.470 (Gambar VII-3). Alat tangkap rawai dasar dijadikan sebagai alat
tangkap standar, dan dari hasil perhitungan didapatkan upaya optimum (f opt) 5.298 unit,
sementara jumlah upaya aktual adalah 2.074 unit rawai dasar. Dengan demikian tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan karang mencapai sekitar 0,39 (indikator warna hijau),
hal ini mengindikasikan bahwa masih terbuka peluang pengembangan penangkapan
ikan karang di WPP 714.

25000
2011

20000
MSY
Produksi (Ton)

15000 2010
2009

10000 2002 2004


2008
2001 2003 2007
5000
2006

0
Upaya (Unit)

Gambar VII-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di Laut Banda (WPP 714)
Gambar VII-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang
di Laut Banda (WPP 714)
124 86
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714

1.3. Indikator Perikanan dan Biologi


CPUE ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan ikan demersal di Laut Banda
masih berfluktuasi, mengindikasikan bahwa pemanfaatan masih dapat dikembangkan.
Perbandingan kelamin menunjukkan masih didominasi ikan betina dan kondisi ini
merupakan suatu indikasi bahwa pembaruan populasi masih terjamin di WPP 714.

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis
Ditinjau dari penyebaran geografisnya, penyebaran udang di WPP 714 relatif sempit,
hanya terbatas di pulau-pulau kecil di wilayah Sulawesi Tenggara, Maluku dan Teluk
Tolo. Udang windu jenis P. semisulcatus banyak tertangkap di Teluk Kayeli, Pulau Buru
dan Teluk Tolo dan cenderung mendominasi hasil tangkapan.

2.2. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


Hasil perhitungan dengan menggunakan model surplus produksi didapatkan nilai MSY
udang sebesar 2.438 ton dan JTB sebesar 1.951 ton (Gambar VII-4). Alat tangkap pukat
udang dijadikan sebagai alat tangkap standar untuk memperoleh nilai upaya optimum.
Nilai upaya optimum diperoleh sebesar 769 unit alat tangkap setara pukat udang,
sementara upaya aktual adalah 256 unit pukat udang. Tingkat pemanfaatan udang saat
ini berada pada tahapan berkembang yaitu 0,3 (indikator warna hijau), berarti masih
terbuka peluang pengembangannya.

3500
2007
3000

2500 2003
2002
Produksi (ton)

2000 2005

1500 2010
2006
1000 2009
2008
500

0
0 500 1000 1500 2000 2500
Upaya (unit)

Gambar VII-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan udang di Laut Banda (WPP 714)
Gambar VII-4. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan udang di Laut
Banda (WPP 714)
125

87
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Hasil perhitungan MSY lobster dengan model Schaefer diperoleh nilai sebesar 70 ton
dan JTB sebesar 56 ton (Gambar VII-5). Alat tangkap yang dijadikan acuan/standar
untuk memperoleh upaya optimum adalah trammel net. Nilai upaya optimum diperoleh
nilai sebesar 8626 unit alat tangkap dan nilai upaya aktual adalah 4.026 unit trammel
net. Tingkat pemanfaatan udang saat ini masih berada dalam tahapan yang menjamin
kelestarian lobster yaitu sekitar 0,5 (indikator warna hijau).

100
90 2006
80
70 2009
Produksi (ton)

60 2008
50 2007
2011 2010
40
30
20
10
-
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (unit)

Gambar VII-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan lobster di
Gambar VII-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan lobster di Laut Banda (WPP 714)
Laut Banda (WPP 714)

2.3. Indikator Perikanan dan Biologi


Secara umum belum terjadi perubahan yang signifikan pada ukuran dan komposisi
hasil tangkapan udang di Laut Banda, terlihat ukuran udang yang tertangkap belum
menunjukkan penurunan ukuran. Nilai Lm yang didapatkan selalu lebih rendah dari 88
nilai Lc, yang menunjukkan bahwa dalam jangka panjang perlu dilakukan penataan
ukuran mata jaring, agar penambahan baru dapat berlangsung dengan baik.

126
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1 Penyebaran/Daerah penangkapan
Daerah penangkapan sumber daya ikan pelagis kecil umumnya di daerah pantai dekat
dengan pulau yang berada di selat Obi dan laut Banda yang meliputi Kepulauan Lease,
Pulau Wowoni, Pulau Saponda, Pulau Menui sampai pulau Umbele.

3.2 Komposisi jenis


Jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di WPP 714 didominasi oleh jenis ikan banyar,
layang/malalugis, tembang dan selar dengan persentase komposisi 68% yang tertangkap
dengan alat tangkap pukat cincin. Jenis ikan teri dengan persentase komposisi jenis
mencapai 19% biasanya tertangkap dengan menggunakan bagan. Persentase komposisi
jenis ikan lainnya termasuk cumi-cumi sebesar 13% (Gambar VII-6).

Kembung 20

Layang 19

Teri 19

Tembang 16

Selar 6

Lemuru 6

Lainnya 13

0 5 10 15 20 25
Persentase (%)

Gambar VII-6. Komposisi jenis ikan pelagis kecil di WPP 714.

Di Laut Banda bagian barat atau perairan timur Kendari hasil tangkapan ikan pelagis
kecil pada alat pukat cincin mini sebesar 57% (2011) sedang lainnya (43%) berupa ikan
pelagis besar terutama tongkol; sebagian besar (52%) ikan pelagis kecil yang tertangkap
terdiri dari kategori layang.

127
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


Hasil analisa dengan menggunakan model surplus produksi, didapatkan nilai MSY sebesar
131.1 ton/tahun dan f opt. adalah 5725 unit standar pukat cincin (Gambar VII-7),
sementara jumlah upaya aktual adalah 5533 unit pukat cincin. Jumlah tangkapan yang
dibolehkan (JTB) didapatkan sebesar 104882 per tahun dengan tingkat pemanfaatan
sudah berada pada tingkatan penuh 1,0 (indikator warna merah). Dalam kaitan tersebut,
sebaiknya dilakukan moratorium upaya penangkapan ikan pelagis kecil di WPP 714.

Gambar VII-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP 714

Dengan menggunakan model surplus produksi (Schaefer), didapatkan nilai MSY cumi-
cumi di WPP 714 sebesar 1.788 ton/tahun dan f opt 2042 unit standar bagan apung,
sementara jumlah upaya aktual sekitar 2500 unit bagan apung (Gambar VII-8). Jumlah
tangkapan yang dibolehkan (JTB) didapatkan sebesar 1.430 ton per tahun dengan tingkat
pemanfaatan berada pada tingkatan overfishing (1.22, indikator warna merah).

128
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714

Gambar VII-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi
di WPP 714

3.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Walaupun terlihat menunjukkan CPUE lebih rendah dibanding periode sebelumnya
(2006-2007), peningkatan CPUE layang terjadi antara tahun 2008-2011; tahun 2011
CPUE ikan layang menunjukkan sekitar 1500 kg/trip.

Perbandingan kelamin antara ikan jantan dan betina secara umum terlihat seimbang,
dengan demikian kesinambungan populasi masih berjalan dengan baik. Nilai Lc selalu
lebih besar dari nilai Lm, hal ini mengindikasikan terganggunya penambahan baru apabila
tidak dilakukan penataan ukuran mata jaring. Dinamika populasi menunjukkan ikan
yang dominan berupa layang biru (D. macarellus) sudah berada pada tahap fully exploited.

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Ikan Tongkol


4.1 Penyebaran/Daerah penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis besar di perairan ini terdapat di hampir seluruh WPP
Laut Banda terutama di sekitar gugusan pulau-pulau yang ada di Laut Banda seperti
Pulau Buru, Pulau Banda, Pulau Yamdena dan sekitar Pulau Wetar serta sebelah barat
Kepulauan Aru.

129
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

4.2 Komposisi Jenis


Jenis ikan pelagis besar selain jenis tuna, cucut, dan pari yang tertangkap di WPP Laut
Banda didominasi oleh jenis ikan tongkol. Ikan tenggiri terdapat dengan jumlah relatif
sedikit dengan persentase komposisi 9%. Sementara prosentase komposisi jenis ikan
lainnya hanya 1% (Gambar VII-9).

tongkol 48

cakalang 42

tenggiri 9

lainnya 1

0 10 20 30 40 50 60
Persentase (%)

Gambar VII-9. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP 714

4.3 Potensi Lestari, JTB dan Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan
Hasil analisa data statistik dengan metode produksi surplus untuk jenis ikan pelagis besar
selain jenis ikan tuna, tongkol dan cucut diperoleh nilai potensi lestari (MSY) adalah
9.445 ton/tahun dengan nilai JTB 7.556 ton (Gambar VII-10). Nilai f-opt didapatkan
sebesar 3.498 unit standar purse seine dan upaya aktual pada saat ini (2011) adalah
2.468 unit alat tangkap standar, dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis besar di WPP 714 adalah sekitar 0,71 (indikator warna kuning), yang berarti
tingkat pemanfaatan saat ini masih menjamin kelestarian sumber daya ikan pelagis besar.

130
Bagian VII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 714

18000
16000 2011
14000
12000
Produksi (Ton)

10000 2005 2006


8000
2003 2010
6000 2001 2007 2009 2002
2004 2008
4000
2000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Upaya (Unit)

Gambar VII-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan pelagis besar di Laut Banda (WPP 714)
Gambar VII-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan pelagis besar di
Laut Banda (WPP 714)

Untuk sumber daya ikan tongkol, diperoleh nilai potensi lestari sebesar 21.178 ton per
93
tahun dan JTB sebesar 16.943 ton per tahun. Sementara untuk upaya optimal (f opt.)
didapatkan sekitar 4.069 unit setara purse seine dan upaya aktual adalah sekitar 2.468
unit purse seine, dengan demikian tingkat pemanfaatan ikan tongkol adalah sekitar 0.61
(indikator warna kuning) (Gambar VII-11). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan tongkol masih berada pada tahapan yang lestari.

60000
2011
50000

40000
Produksi (Ton)

30000
2006 2007
20000 2008
2009
2005 2010
10000 2004 2002
2003
2001
0
0 2000 4000 6000 8000
Upaya (Unit)

Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan tongkol di Laut Banda (WPP 714)
Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya perikanan tongkol di Laut
Banda (WPP 714)

131
94
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

4.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Estimasi beberapa parameter populasi ikan tongkol yaitu laju pertumbuhan, laju kematian
dan tingkat eksploitasi yang dianalisis dengan menggunakan model progression analysis
adalah F = 2,69. Hasil analisis dinamika populasi menunjukkan bahwa ikan pelagis
besar terutama tongkol berada pada tingkatan mendekati fully exploited (BRPL, 2006).

132
BAGIAN VIII

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 715
Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau

133
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

134
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
WPP 715 tergolong sangat luas meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau (Papua) yang mana memiliki topografi yang
sangat bervariasi umumnya merupakan perairan dalam yang osenaik, sedikit memiliki
dasar karang terutama di sekitar Teluk Tomini dan perairan agak dangkal berdasar pasir
lumpur di Teluk Berau (Papua). Dengan kondisi yang demikian ini maka jenis sumber
daya ikan demersal sangat berbeda. Untuk perairan di sekitar Teluk Tomini seperti sekitar
pulau Togian banyak dihuni ikan-ikan karang. Pengamatan dilakukan di sekitar Kep.
Togian (2004) menunjukkan bahwa penangkapan dilakukan sepanjang tahun dengan
menggunakan pancing dasar (rawai). Daerah penangkapan pancing pada dasarnya
tersebar hampir di seluruh perairan berkarang di sepanjang pantai Teluk Tomni, dengan
konsentrasi di Kep. Togian hingga utara Bualemo. Daerah penangkapan relatif dekat dan
mudah dicapai. Pada musim timur lamanya waktu melaut antara 3-7 hari/trip.

1.2 Komposisi Jenis


Jenis ikan karang yang dominan antara lain kakap (Lutjanidae) dan krapu (Serranidae),
masing-masing sekitar 7% dan 13% dari total pendaratan; gurita kontribusinya 17%;
ikan lencam (Lethrinidae) paling dominan dan tercatat 34% dari total hasil tangkapan
(Gambar VIII-1).

Lencam 34

Gurita 17

Kerapu 13

Kakap 7

0 10 20 30 40
Persentase (%)

Gambar VIII-1. Komposisi jenis hasil tangkapan pancing ulur di WPP 715 Teluk
Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau

135
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (2012) beberapa jenis ikan demersal yang
dominan didaratkan dari WPP 715 adalah lencam: 7.531 ton (26,34 %), kuwe: 3.646
ton (12,75 %), kakap putih: 3.537 ton (12,37 %) dan kakap merah 3.282 ton (11,48
%). Sedang untuk komposisi jenis ikan karang terdiri dari ekor kuning: 4.566 ton (42,11
%), kerapu karang: 2.915 ton (26.89 %), dan kerapu sunu: 1.587 ton (14,64 %).

1.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


1.3.1. Ikan Demersal
Dengan mengaplikasikan Model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort selama 11
tahun (2000-2011) pada sumberdaya ikan demersal di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut
Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau) diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 121.330 ton/tahun dengan upaya optimum
(fopt.) sebesar 11.015 unit standar rawai dasar (Gambar VIII-2). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebanyak 97.064 ton/
tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil
perhitungan jumlah alat yang beroperasi sebesar 3.850 unit standar rawai dasar. Dengan
membandingkan antara effort optimum dan effort aktual, maka dapat dihitung tingkat
pemanfaatan yaitu sebesar 0,35 (indikator warna hijau). Dengan demikian effort aktual
2011 belum mencapai effort optimum diperkirakan baru mencapai sekitar 35 % effort
optimumnya.

140000
MSY
120000
2004
100000 2003
Produksi (Ton)

2010
80000 2007
2002 2005
60000
2009 2006 2008
40000 2011
2001
20000

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
bar VIII-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di WPP-715 Te
Tomini,VIII-2.
Gambar Laut Maluku, Laut Halmahera,
Kurva hubungan Laut
antara produksi danSeram
upaya dan Teluk
sumber daya Berau
ikan demersal
di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram
dan Teluk Berau
136
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715

1.3.2. Ikan Karang


Berdasarkan statistik perikanan tangkap bahwa kelompok ikan karang terdiri dari jenis
ekor kuning, ikan napoleon, kerapu, dan baronang. Hasil analisis Model Produksi Surplus
terhadap data catch dan effort selama 11 tahun (2000-2011) bagi sumberdaya ikan karang
di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk
Berau) diperoleh besaran nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) ikan karang
sebesar 13.831 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 6.378 unit standar rawai
dasar (Gambar VIII-3). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya yaitu sebesar 11.064 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi sebesar
2.897 unit standar rawai dasar sehingga tingkat pemanfaatannya baru mencapai 0,45
(indikator warna hijau). Dengan effort aktual 2011 tersebut maka pemanfaatan sumber
daya ikan karang di perairan WPP 713 belum mencapai tingkat pemanfaatan yang
optimum, sehingga masih memungkinkan untuk dapat dikembangkan.

30000

25000 2009
2010
Produksi (Ton)

20000
2008
MSY
15000 2007

10000 2011 2006 2004


2001
2005 2003
5000
2002
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000
Upaya (Unit)

r VIII-3. Kurva hubungan


Gambar antara
VIII-3. Kurva produksi
hubungan antaradan upaya
produksi sumber
dan upaya daya
sumber ikan
daya ikankarang
karang di WPP-71
Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
di WPP-715 Teluk Tomini,Laut
Laut Seram
Maluku,dan
LautTeluk BerauLaut
Halmahera,
Seram dan Teluk Berau

1.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Hasil pengamatan akustik di perairan Teluk Tomini, rata-rata densitas ikan demersal
sebesar 2,18 ± 3,23 ind/1000 m3. Ikan ukuran panjang (TL) 22 cm paling sering ditemui,
namun ukuran >22 cm lebih dominan dan cenderung semakin banyak hingga kedalaman

137
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

200 m. Gerombolan ikan karang ditemukan di bagian selatan kepulauan (perairan antara
P. Kaboutan dan Teluk Mogo), dan diperkirakan densitas tertinggi yaitu sebesar 29,83
ekor/1000 m3; sedang di bagian utara terdeteksi di sebelah utara P. Waleakodi.

Dugaan stok sumber daya ikan karang di sekitar Kep. Togian (luas 301,5 mil2, lebih dari
1.034 km2) sebesar 147,02 ton setara dengan kepadatan total 0,142 ton/km2. Biomassa
terdiri dari beberapa kelompok ukuran. Dengan asumsi yang melakukan eksploitasi
adalah nelayan pancing asal Pagimana (jumlah alat rawai dasar tercatat 130 unit pada
2004), 4 trip/bulan (hari laut antara 3-7 hari/trip), aktivitas selama 10 bulan, dan laju
tangkap sekitar 27,5 kg/trip dapat ditaksir jumlah produksi ikan karang di area target
sekitar 143 ton.

Hasil tangkapan ikan karang umumnya berupa ikan ekonomis (food fish) dan menjadi
target penangkapan. Kakap (Fam. Lutjanidae) dan kerapu (Fam. Serranida) masing-
masing memberi kontribusi sekitar 19%; ’daging putih’ (Fam. Lethrinidae) kontribusinya
sekitar 34%.

Hasil tangkapan berfluktuasi, puncak musim sekitar September; pada musim timur hasil
tangkapan rendah. Laju tangkapan (kg/trip) antara 11-44 kg/trip (rata-rata 27,5 kg/
trip). Ukuran yang tertangkap merupakan ukuran ekspor: ekor bulan (V. albimarginata)
antara 24–34 cm, ukuran dominan 24 cm; sunu super (P. leopardus) antara 28-49 cm;
kerapu coklat (E. areolatus) antara 40-82 cm, ukuran dominan 47 cm; kakap merah (L.
malabaricus) antara 40,5–72,5 cm, ukuran dominan 72 cm; sunu macan (P. areolatus)
antara 39-64 cm, ukuran dominan 44 cm; kerapu muso/gomes (E. fuscoguttatus) antara
64-89 cm, ukuran dominan sekitar 64 cm.

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penyebaran udang terbatas di daerah dekat Kepala Burung Papua, yaitu Teluk
Bintuni/Berau, sebagian kecil pantai utara Seram dan sebagian Teluk Kayeli (Buru). Luas
daerah penghasil udang di perairan Kepala Burung dan Teluk Bintuni sekitar 27.000
km2 (Naamin, 1984). Sedang untuk udang lobster pemanfaatan menyebar di perairan
yang banyak dihuni karang.

138
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715

2.2. Komposisi Jenis


Jenis-jenis udang di perairan Kepala Burung dan Teluk Bintuni meliputi udang windu
5%, udang jerbung 30%, udang dogol 40% dan udang krosok 25% (Gambar VIII- 4)

udang dogol 40

udang jerbung 30

udang krosok 25

udang windu 5

0 10 20 30 40 50
Persentase (%)

GambarVIII-4. Komposisi jenis udang di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau

Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap (2012) total produksi udang penaeid di
perairan WPP 715 sebesar 2.732 ton, terdiri dari udang dogol 1.287 ton (20,11 %),
udang putih 1.333 ton (20,38 %), udang windu 914 ton (14,28 %) dan sisanya udang
jenis lainnya.

2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


2.3.1.Udang Penaeid
Nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) udang dengan model Surplus
Produksi terhadap data catch dan effort selama 11 tahun (2000-2011) di WPP-RI 715
diperoleh sebesar 4.385 ton/tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 380 unit standar
pukat udang (Gambar VIII-5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau sebesar 3.508 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik
Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar
316 unit standar pukat udang, dengan demikian effort aktual 2011 belum mencapai

139
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

effort optimum maka tingkat pemanfaatan sumber daya udang dapat dihitung nilainya
sebesar 0,8 (indikator warna kuning), sehingga sudah mencapai tingkat fully exploited.

7000
2011 2006
6000
2005
5000 2010
Produksi (ton)

2009 2004
4000
2007
3000 2003 2008
2002
2001
2000

1000

0
0 200 400 600 800 1000
Upaya (unit)

VIII-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang penaeid di WPP-715
Tomini,
GambarLaut Maluku,
VIII-5. Kurva Laut Halmahera,
hubungan Laut Seram
antara produksi dansumber
dan upaya Teluk daya
Berauudang
penaeid di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram dan Teluk Berau

Hasil survei sumber daya udang tahun 1982-2005 menunjukkan rasio HTS terhadap
udang adalah 7:1, sehingga diperkirakan kepadatan stok HTS di perairan tersebut berkisar
antara 1,0–1,5 ton/km2.

2.3.2. Lobster
Jenis lobster yang tertangkap sebagian besar adalah famili Panuliridae. Dari hasil analisis
Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort selama 11 tahun (2000-2011)
terhadap sumberdaya udang lobster di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau) disajikan pada Gambar VIII-6. Besaran nilai
potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) lobster sebesar 640 ton/tahun dengan upaya
optimal (fopt.) sebesar 7.631 unit standar bubu. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 512 ton/tahun. Berdasarkan data
Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh hasil perhitungan jumlah alat
yang beroperasi sebesar 4.107 unit standar bubu sehingga tingkat pemanfaatannya baru
mencapai 0,5 (indikator warna hijau). Berdasarkan effort aktual 2011 tersebut maka
pemanfaatan sumber daya udang lobster di perairan WPP 715 belum mencapai tingkat

140
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715

pemanfaatan yang optimum. Sehingga masih memungkinkan untuk dapat dikembangkan


tentunya dengan pemantauan.

800
2010
700 2011 2005

600 2006
2008
Produksi (ton)

500

400 2007
2009 2004
300

200

100

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (unit)

r VIII-6. Kurva hubungan


Gambar VIII-6. antara produksiantara
Kurva hubungan dan upaya
produksisumberdaya perikanan
dan upaya sumberdaya lobster di WPP-71
perikanan
Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau
lobster di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram dan Teluk Berau

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Sumber daya pelagis kecil pada dasarnya dijumpai hampir di setiap wilayah. Kurangnya
data dan informasi di WPP 715 menyebabkan sulit menggambarkan penyebaran
yang sebenarnya. Secara umum penangkapan dilakukan secara tradisionil. Di Teluk
Tomini nelayan umumnya menangkap ikan pelagis kecil (malalugis) dan pelagis besar
(madidihang) di sekitar rumpon/rakit yang dipasang di berbagai daerah penangkapan
(Gambar 7); tuna ditangkap dengan pancing ulur, malalugis dengan pukat cincin. Pukat
cincin dengan target utama ikan malalugis dan beberapa jenis lainnya (selar, banyar,
sardin), namun dalam oprasinya tertangkap jenis lainnya seperti tongkol, cakalang dan
baby tuna. Selain di Teluk Tomini, eksploitasi ikan pelagis kecil dapat ditemui di Laut
Maluku, Laut Seram, barat Papua (telur ikan terbang), sekitar Fak-fak dan Kaimana
(Papua Barat).

141
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

MANADO
Bitung

Papayato Tilamuta GORONTALO


Ongka Moutong Marisa
Tinombo Malibagu
Lintang


Una-una
KEP. TOGIAN
Donggulu

Pp. Tagihan

Toboli
Parigi Pagimana
Laiga Ampana
Luwuk
-1° Tambu
Tambarana

P. Peleng
POSOToliba

SULAWESI

PP. Sula

120° 121° 122° 123° 124° 125° 126°


Bujur

Gambar VIII- 7. Peta lokasi penangkapan ikan pelagis (terang), ikan demersal (gelap)
dan posisi rumpon di perairan Teluk Tomini (Suwarso, 2012).

3.2. Komposisi Jenis


Ikan pelagis kecil memiliki kontribusi sekitar 42 % dari produksi total perikanan yang
didaratkan dari perairan Teluk Tomini. Komposisi jenis ikan pelagis kecil bervariasi
di setiap daerah penangkapan. Di Teluk Tomini dominasi ikan layang/malalugis (D.
macarellus) menunjukkan semakin besar dari arah barat ke timur, sebaliknya ikan selar
(S. crumenophthalmus) semakin kecil. Di perairan Parigi/Poso kontribusi malalugis sekitar
15%, sementara di perairan Ampana dan sebelah utara Bualemo (Kab. Banggai) masing-
masing 60% dan 73%.. Selain jenis-jenis tersebut, dalam hasil tangkapan purse seine juga
terdapat ikan pelagis besar ukuran juvenil seperti tuna, cakalang dan tongkol, jumlahnya
kira-kira sebanyak 18% dari total hasil tangkapan. Dari data statistik perikanan tangkap
juga tercatat produksi pelagis kecil di perairan WPP 715 didominasi oleh ikan layang
yaitu sebanyak 73.183 ton atau 52.01 % dari produksi total pelagis kecil.

142
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715

3.3. Potensi, JTB, Effort Optimum, dan Tingkat Pemanfaatan


3.3.1 Ikan Pelagis Kecil
Perhitungan stok sumber daya ikan pelagis kecil dilakukan terhadap seluruh perairan
WPP 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau).
Dari hasil analisis Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort selama 11
tahun (2000-2011) terhadap sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP-RI 715 diperoleh
besaran nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 172.126 ton/tahun
dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 2.246 unit standar pukat cincin. Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 137.701
ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh
hasil perhitungan jumlah alat yang beroperasi sebesar 2.665 unit standar pukat cincin
sehingga tingkat pemanfaatannya mencapai 1,2 (indikator warna merah). Dengan effort
aktual 2011 tersebut maka pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil di perairan WPP
715 telah mencapai tingkat pemanfaatan yang optimum.

Gambar VIII-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut
Seram dan Teluk Berau

143
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

3.3.2 Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di wilayah perairan WPP RI 715 pada tahun 2011 tercatat 4.061 ton,
dimana pada 5 tahun terakhir ini (2007-2011) telah mengalami kenaikan rata-rata 18,82
% per tahun (DJPT, 2012). Sebagian besar jenis cumi-cumi adalah famili Loligonidae.

Analisis Model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011 pada
sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram dan Teluk Berau) diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 4.020 ton/tahun dengan upaya optimum (fopt.) sebesar 2.815 unit standar
bagan apung (Gambar VIII-9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau sebesar 3.216 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap setara bagan apung sebanyak
3.759 unit standar bagan apung. Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI
715 pada tahun 2011 sebesar 1,3 (indikator warna merah), atau telah melebihi potensi
lestarinya.

4500
2007
4000 2006 2004
2009 2010
3500
2001
3000 2002 2008
Produksi (ton)

2003 2005
2500
2000
1500
1000
500
0
0 1000 2000 3000 4000
Upaya (unit)

VIII-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi di WPP-715
Gambar
Tomini, LautVIII-9.
Maluku,Kurva hubungan
Laut antara produksi
Halmahera, dan upaya
Laut Seram sumber
dan dayaBerau
Teluk cumi-cumi di
WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram
dan Teluk Berau

3.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Hasil analisis data frekuensi panjang ikan malalugis (D. macarellus) tahun 2003-2004
diperoleh parameter seperti terlihat di bawah. Tingkat eksploitasi (E = F/Z) kira-kira ±

144
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715

0,5 dimana F adalah laju kematian akibat penangkapan, dan Z adalah laju kematian total.
Dengan nilai E tersebut mengindikasikan bahwa eksploitasi belum memberikan dampak
yang nyata pada karakter populasi. Namun demikian, tekanan penangkapan terhadap
ikan-ikan muda diduga cukup tinggi yang dapat mengakibatkan penurunan stok. Selain
itu, terdapatnya juvenil tuna, cakalang dan tongkol dalam hasil tangkapan pukat cincin
perlu menjadi perhatian. Parameter populasi ikan Malalugis (D. macarellus) di Teluk
Tomini menunjukkan sudah mengarah pada pemanfaatan yang berlebih.

Hasil analisis GSI (Gonad Somatic Index) ikan malalugis pada tahun 2009-2010 diduga
terjadi 2 kali musim pemijahan yaitu setelah musim timur dan setelah musim barat.
Ukuran ikan malalugis saat reproduksi antara 21-26 cm, sedang ukuran pertama kali
matang (Lm) diperkirakan sekitar 25,3 cm (Suwarso, et al. 2010). Dari data tersebut
terlihat bahwa ukuran ikan pada 50 % tertangkap (18,3 cm) jauh lebih kecil dibanding
ikan pertama kali memijah (25,3 cm). Kejadian ini mengindikasikan bahwa diperlukan
kehati-hatian dalam melakukan penangkapan ikan malalugis. Ikan-ikan berukuran kecil
yang merupakan ukuran rekruitmen diperkirakan antara 7-13 cm (modus 9,5 cm). Jumlah
kelompok ini pada tahun 2010 tidak melebihi 10 %, namun pada bulan-bulan tertentu
dapat mencapai 40 % terutama pada bulan September.

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Ikan Tongkol


4.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Seperti halnya ikan tuna, ikan pelagis besar ‘non tuna’ juga tersebar di lokasi yang
bersamaan dengan tuna. Di Teluk Tomini, Laut Maluku dan perairan lain di wilayah
timur (barat Papua) berupa cakalang, tongkol dan tengiri. Daerah penangkapan di Teluk
Tomini meliputi seluruh perairan; di Laut Maluku di sebelah barat pulau Halmahera dan
sekitar Bitung; di Papua Barat terkonsentrasi di sebelah barat daerah kepala burung dan
di selatan Fakfak-Kaimana. Selain perikanan skala kecil, sumberdaya ini juga dieksploitasi
oleh perikanan industri milik perusahaan. Penangkapan dibantu dengan rumpon dan
alat tangkap pancing.

4.2. Komposisi Jenis


Jenis sumber daya ikan pelagis besar yang dimaksud adalah jenis ikan pelagis besar selain
tuna, cucut dan pari. Kelompok ikan pelagis besar yang dominan adalah tongkol, cakalang
dan tenggiri. Komposisi ketiga jenis ikan ini pada tahun 2007 adalah cakalang (66%),
tongkol (29%) dan tenggiri hanya 5% (Gambar VIII-10).

145
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Cakalang 66

Tongkol 29

Tenggiri 5

0 10 20 30 40 50 60 70
Persentase (%)

Gambar VIII-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar non tuna di WPP 715 Teluk Tomini,
Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau

4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


4.3.1. Ikan Pelagis Besar
Sumber daya ikan pelagis besar yang diestimasi potensinya adalah jenis sumber daya ikan
pelagis besar selain ikan tuna, cakalang dan tongkol. Jenis-jenis ikan non tuna terdiri
dari: lemadang, layaran, setuhuk, ikan pedang, tenggiri, kenyar dan cucut. Dari aplikasi
Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort selama 11 tahun (2000-2011)
terhadap sumber daya ikan pelagis besar non tuna di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut
Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau) diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 6.939 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.)
sebesar 3.558 unit standar pukat cincin (Gambar VIII-11).

146
Bagian VIII - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 715

9000
2007
8000
2011 2008 2009
7000 2010
2001
6000
Produksi (Ton)

2006
2005
5000
2004
4000
2002
3000 2003
2000
1000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Upaya (Unit)

r VIII-11.Kurva hubungan
Gambar antarahubungan
VIII-11. Kurva produksi dan
antara upayadansumber
produksi dayadaya
upaya sumber ikan
ikanpelagis
pelagis besar di W
Teluk Tomini, Laut Maluku,
besar Laut
di WPP-715 Halmahera,
Teluk Tomini, LautLaut Seram
Maluku, Laut dan TelukLaut
Halmahera, Berau
Seram dan Teluk Berau

Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau sebesar 5.551 ton /tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada
tahun 2011 diperoleh jumlah alat yang beroperasi sebesar 3.019 unit standar pukat
cincin. Dengan demikian effort aktual 2011 belum melewati effort optimum dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar non tuna dapat dihitung nilainya sebesar
0,85 (indikator warna kuning), yang berarti tingkat pemanfaatan saat ini masih dapat
menjamin kelestarian sumber..

4. 3.2. Ikan Tongkol


Produksi ikan tongkol dan sejenisnya di WPP 715 pada tahun 2011 sebanyak 43.791 ton
dengan jenis dominan adalah tongkol abu-abu sebesar 21.003 ton (47.96 %), kemudian
disusul tongkol krai 13.607 ton (31,07 %) dan tongkol komo sebesar 9.168 ton (20.94 %).

Dengan menggunakan Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort selama 11
tahun (2000-2011) untuk sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut
Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau) diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 46.939 ton/tahun dengan upaya optimum
(fopt.) sebesar 3.949 unit standar pukat cincin (Gambar VIII-12). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 37.551 ton/tahun.

147
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap, pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat
yang beroperasi sebanyak 3.019 unit standar pukat cincin. Tingkat pemanfatan sumber
daya ikan tongkol sebesar 0,76 (indikator warna kuning), berarti pemanfaatan sumber
daya tersebut belum melewati tingkat optimum.

60000
2008
50000 2007 2010

2011 2009
40000
Produksi (Ton)

2006
30000

20000

10000

0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Upaya (Unit)

VIII-12.Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan tongkol di WPP-715
Tomini,
GambarLaut Maluku,
VIII-12. Laut Halmahera,
Kurva hubungan Laut
antara produksi danSeram dan Teluk
upaya sumber Berau
daya ikan tongkol
di WPP-715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram
dan Teluk Berau

148
BAGIAN IX

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 716
Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera

149
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

150
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis
Penyebaran sumber daya ikan demersal relatif sempit meliputi wilayah pantai Tarakan
Belinyu dan Nunukan di daerah Kalimantan Timur serta Teluk Likupang dan sekitar
kepulauan Sangir Talaud di wilayah Sulawesi Utara.

1.2. Komposisi Jenis


Komposisi hasil tangkapan ikan demersal berbeda berdasarkan musim yaitu musim
barat dan musim timur. Pada musim barat hasil tangkapan didominasi oleh jenis moa/
belut laut, kakap merah, bawal putih, kerapu, kakap putih, pari, hiu, manyung dan
kakap hitam. Pada musim timur didominasi oleh kerapu, moa/belut laut, kakap putih,
manyung, kakap merah, pari, kakap hitam, senangin dan bawal putih. Komposisi jenis
ikan karang di perairan Minahasa Tenggara didominasi oleh famili Caesionidae 37,21%.
Spesies yang mendominasi adalah Caesio cuning sebanyak 11,1 % (Rembet et al., 2011).

1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


Aplikasi Model Surplus Produksi dengan regresi linier sederhana, diperoleh potensi lestari
ikan demersal sebesar 27.917 ton per tahun dan JTB sebesar 22.334 (Gambar IX-1).
Alat tangkap rawai dasar dijadikan sebagai alat tangkap standar, karena mempunyai
produktivitas paling tinggi. Dari hasil perhitungan didapatkan upaya optimum (fopt)
10.168 unit, sementara jumlah upaya aktual adalah 4.023 unit rawai dasar. Tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan demersal adalah sekitar 0,40 (indikator warna hijau),
yang mengindikasikan bahwa peluang pengembangan penangkapan ikan demersal masih
terbuka di WPP 716.

151
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

30000 MSY

25000 2011

2010 2009 2008


Produksi (Ton)

20000
2001 2005
2007
15000 2003 2004 2006
2002
10000

5000

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar IX-1. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya ikan demersal
Gambar IX-1. di Kurva hubungan
di WPP-RI antara
716, Laut produksi
Sulawesi dan upaya
dan sebelah sumberdaya
utara Pulau Halmaheraikan
demersal di di WPP-RI 716, Laut Sulawesi dan sebelah utara
Pulau Halmahera
Potensi lestari ikan karang di laut Sulawesi sebesar 6.460 ton dan JTB sebesar 5.168
(Gambar IX-2). Alat tangkap pancing rawai dijadikan sebagai alat tangkap standar dengan
upaya optimum (fopt) sebesar 8.472 unit standar pancing rawai dan upaya aktual sekitar
2.805 unit pancing rawai. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal baru mencapai
sekitar 0,33 (indikator warna hijau), yang berarti masih terbuka peluang pengembangan
sekitar 67 % dari tingkat pemanfaatan saat ini.

8000
2011 MSY
7000
6000
Produksi (Ton)

2010 2009
5000
4000 2007
2008
3000 2001 2004
2006
2000 2003

1000 2002 2005


0
0 5000 10000 15000
Upaya (Unit)

Gambar IX-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di
Gambar IX-2. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan
WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera
karang di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah
utara Pulau Halmahera
152
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716

1.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Analisis parameter populasi dengan menggunakan model progression analysis b dengan
menggunakan model progression analysis agi ikan kakap merah (Lutjanus button) diperoleh
nilai panjang asimptotik (Loo) = 60,9 cmTL, laju pertumbuhan (K) =0,7 per tahun,
laju kematian total (Z) =2,48 per tahun, laju kematian alamiah (M) = 1,18 per tahun,
laju kematian karena penangkapan (F) = 1,3 per tahun dan laju eksploitasi (E) = 0,52.
Analalisis terhadap ikan bawal putih (Pampus chinensis) diperoleh hasil sebagai berikut
: Loo = 35,7 cmTL; K = 1,8 per tahun; Z = 5,8 per tahun; M=2,54 per tahun; F = 3,3
per tahun dan dan E=0,57.

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1. Daerah Penangkapan dan Komposisi Jenis
Penyebaran udang di laut Sulawesi relatif sempit dan terpusat di area perairan Tarakan
dan sekitarnya Komposisi hasil tangkapan udang penaeid yang didaratkan didominasi
oleh jenis udang krosok dengan kontribusi 66% dari total udang yang didaratkan pada
tahun 2011, diikuti oleh udang dogol 19%, udang windu 8% dan udang jerbung 7%
(BPPL, 2012)

2.2. Potensi, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


Perhitungan potensi lestari (MSY) udang dilakukan dengan model surplus produksi. Hasil
perhitungan MSY diperoleh 8.225 ton dan JTB sebesar 6.580 ton (Gambar IX-3). Pukat
udang dijadikan sebagai alat tangkap acuan untuk menghitung nilai upaya optimum. Nilai
upaya optimum diperoleh sebesar 1.613 unit alat tangkap setara pukat udang. Tingkat
pemanfaatan udang saat ini telah berada di sekitar 0,9 (indikator warna kuning) Hasil
perhitungan dengan pendekatan model analitik terhadap jenis udang windu dan udang
jerbung diperairan Tarakan juga menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan nya telah
berada pada tahapan yang jenuh (fully-exploited) .

153
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar IX-3. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya udang di WPP-
RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera

Perhitungan MSY lobster dilakukan dengan model Schaefer. Hasil perhitungan


diperoleh nilai MSY sebesar 635 ton dan JTB sebesar 508 ton (Gambar IX-4). Dengan
menggunakan alat tangkap bubu sebagai acuan diperoleh nilai upaya optimum sebesar
6734 unit alat tangkap. Tingkat pemanfaatan lobster saat ini masih berada dalam
tahapan yang menjamin kelestarian lobster yaitu sekitar 0,40 (indikator warna hijau).

700

600 2003
2011 2001
2004
500 2002
Produksi (ton)

400
2010 2007 2006
2008
300 2009 2005

200

100

0
0 5000 10000 15000

Upaya (unit)

Gambar
GambarIX-4 Kurvahubungan
IX-4 Kurva hubungan antara
antara produksi
produksi dansumber
dan upaya upaya daya
sumber daya
lobster lobster
di WPP-
diRIWPP-RI
716. Laut716. Lautdan
Sulawesi Sulawesi dan sebelah
sebelah utara utara Pulau Halmahera
Pulau Halmahera

154
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716

2.3. Indikator Perikanan dan Biologi


Sebaran udang penaeid di WPP 716 relatif sempit berada di sekitar perairan Kalimantan
Utara. Kajian biologi udang penaeid di WPP 716 dilakukan di perairan Tarakan khusus
untuk jenis udang windu (Penaeus monodon) dan udang jerbung (P. merguiensis). Rata-
rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) udang windu adalah 42 mmCL dan udang
jerbung 36 mmCL. Rata-rata ukuran pertama kali matang gonad diperoleh untuk udang
windu sebesar 45,75 mmCL dan udang jerbung 38,62 mmCL (BPPL, 2012). Hasil Lc
kedua jenis udang tersebut lebih kecil dari nilai Lm nya. Dapat dikatakan bahwa rata-
rata udang yang tertangkap belum sempat melakukan pemijahan. Oleh karena itu perlu
suatu bentuk pengelolaan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya.

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis
Penyebaran ikan pelagis kecil di Laut Sulawesi meliputi area perairan utara Sulawesi
Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Ikan malalugis (Decapterus macarellus) memberi
kontribusi paling banyak sekitar 76% dari total pelagis kecil atau 22% dari total perikanan
laut. Jenis ikan pelagis kecil lainnya adalah selar (Selar crumenophthalmus dan Selaroides
leptolepis), banyar (Rastrelliger kanagurta), sardine/lemuru (Amblygaster sirm) dan beberapa
jenis lainnya.

3.2 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


3.2.1. Pelagis kecil
Hasil analisa dengan menggunakan model surplus produksi (Schaefer) dan akustik,
didapatkan nilai MSY sebesar 323.400 ton/tahun dan fopt. Adalah 3.684 unit standar
pukat cincin (Gambar IX-5). Jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) didapatkan
sebesar 258.720 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan masih berada pada tahap
berkembang yaitu 0,4 (indikator warna hijau).

155
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar IX-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera

3.2.2. Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di WPP-RI 716 pada tahun 2011 sebesar 776 ton atau 38,90% dari
total produksi jenis binatang lunak yaitu sebesar 1995 ton. Berdasarkan analisis Model
Produksi Surplus terhadap data catch dan effort tahun 2000-2011 pada sumberdaya cumi-
cumi di WPP-RI 716 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau) diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
805 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 1.165 unit standar bagan apung
(Gambar IX-6). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau sebesar 644 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap,
pada tahun 2011 diperoleh jumlah alat tangkap setara bagan apung sebanyak 1.994
unit standar bagan apung. Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI
715 pada tahun 2011 sebesar 1,7 (indikator warna merah), atau telah melebihi tingkat
pemanfaatan yang lestari.

156
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716

900
800
700 2004 2003
2006
600 2007
Produksi (ton)

2009 2002 2001


500 2005
2010
400 2008
300
200
100
0
0 500 1000 1500 2000
Upaya (unit)

ar IX-6. KurvaGambar
hubungan antarahubungan
IX-6. Kurva produksi danproduksi
antara upayadansumberdaya perikan
upaya sumberdaya cumi-cumi
perikan cumi- di WPP-
Laut Sulawesi dancumi
sebelah utara716.
di WPP-RI Pulau
Laut Halmahera
Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera

3.3. Indikator Perikanan dan Biologi


Perkembangan upaya pada perikanan skala kecil di Laut Sulawesi utara (Tumumpa)
dengan menggunakan mini purse seine berkekuatan antara 10-30 GT pada tahun 2006-
2011 memperlihatkan peningkatan hasil tangkapan per unit upaya (kg/trip). Pada tahun
2011 hasil tangkapan per unit upaya sekitar 1,7 ton/trip dimana ikan malalugis memberi
kontribusi utama.

Di perairan utara Gorontalo, hasil per unit upaya pada pukat cincin tahun 2011 sekitar
490 kg/hari; jenis dominan dari alat pukat cincin adalah layang (17%) dan banyar (21%).

Parameter populasi ikan banyar dan bentong di perairan Kwandang memperoleh


tingkat pemanfaatan (E) sekitar 0,5. Kajian pada ikan malalugis di sekitar Tumumpa
menunjukkan tingkat pemanfaatan sebesar 0,4; ukuran pertama kali matang (Lm) sekitar
22 cm. Perbandingan kelamin antara ikan pelagis jantan dan betina secara umum terlihat
masih seimbang, dengan demikian kesinambungan populasi masih berjalan dengan baik.
Nilai Lc selalu lebih besar dari nilai Lm, hal ini mengindikasikan penambahan baru masih
dalam batas populasi yang lestari. Dominasi hasil tangkapan terdapat bagi layang biru
(D. macarellus) masih belum melampaui potensi lestarinya (E = 0,42).

157
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Ikan Tongkol


4.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis
Daerah penangkapan ikan pelagis besar di hampir seluruh WPP Laut Sulawesi terutama
di sekitar gugusan pulau-pulau dan di sekitar Teluk Kwandang seperti Pulau Otilade,
Pulau Raja dan Mohinggalo. Jenis ikan pelagis besar selain jenis tuna, cucut, dan pari
yang tertangkap di WPP Laut Sulaweis didominasi oleh jenis ikan tongkol dan tenggiri.

4.2 Potensi Lestari, JTB dan Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan
Aplikasi Metode Produksi Surplus dengan menggunakan regresi linier sederhana dari
Schaeffer pada ikan pelagis besar selain tunaestari (MSY) adalah 1.062 ton/tahun dengan
nilai JTB 850 ton (Gambar IX-7). Nilai f opt didapatkan sebesar 4.408 unit standar
purse seine, dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di
WPP 716 adalah sekitar 0,6 (indikator warna kuning), jadi masih terbuka peluang
untuk dikembangkan.

1400

1200 2009 2003

1000 2008
Produksi (Ton)

2006 2005
800 2007
600

400
2004
200

0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Upaya (Unit)

IX-7. Kurva Gambar


hubunganIX-7.antara
Kurva produksi
hubungan dan
antaraupaya sumberdaya
produksi ikan
dan upaya sumberdaya ikan pelagis
besar di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah
pelagis besar di WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau utara Pulau Halmahera
Halmahera

Untuk sumber daya ikan pelagis besar lainnya berupa jenis tongkol, diperoleh nilai potensi
lestari sebesar 18.505 ton per tahun dan JTB sebesar 14.804 ton per tahun. dengan

158
Bagian IX - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 716

upaya optimal (fopt.) 3.886 unit setara purse seine, dengan demikian tingkat pemanfaatan
ikan tongkol sudah mencapai 0,68 (indikator warna kuning) (Gambar IX-8), dan masih
dapat dikembangkan dengan prinsip kehati-hatian.

25000
2011
20000
2002
2010
Produksi (Ton)

2004
15000 2009 2005
2008 2006 2003
2007 2001
10000

5000

0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Upaya (Unit)

Gambar IX-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI 716. Laut
Gambar IX-8. Kurva
Sulawesi dan hubungan antara
sebelah utara Pulauproduksi dan upaya sumberdaya ikan tongkol di
Halmahera
WPP-RI 716. Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera

4.3. Indikator Perikanan dan Biologi.


110
Estimasi beberapa parameter populasi ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) yaitu laju
pertumbuhan, laju kematian dan tingkat eksploitasi yang dianalisis dengan menggunakan
model progression analysis menunjukkan bahwa ikan pelagis besar jenis ini berada pada
tingkatan pemanfaatan mendekati fully exploited (BPPL, 2012). Nilai Lm masih berada
pada kisaran Lc, dengan demikian kesinambungan penambahan baru masih terjamin.

159
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

160
BAGIAN X

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 717
Teluk Cendrawasih dan
Samudera Pasifik

161
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

162
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan umumnya tidak begitu jauh dari pantai atau desa tempat
tinggal nelayan. Hal ini selain dipengaruhi oleh kondisi perairan paparan benua yang
relatif sempit (rata-rata berkisar 200-400m dari pantai) juga sarana penangkapan ikan
umumnya masih sederhana, bahkan masih banyak dijumpai penangkapan ikan dengan
cara menyelam kemudian menombak ikan yang menjadi buruannya (lokal : molo). Faktor
lain yang menyebabkan daerah penangkapan ikan terbatas adalah sarana perahu yang
digunakan rata-rata berukuran kecil, berkapasitas 1-2 nelayan tanpa dilengkapi dengan
mesin. Daerah penangkapan ikan terutama dilakukan pada perairan di sekitar terumbu
karang, ditujukan untuk menangkap ikan kakap, kerapu (gropa), lencam (sekuda) dan
kuwe pada kedalaman <200m. Menurut Sumiono (2005) daerah penangkapan ikan
demersal di perairan Biak dan Supiori terdapat di sekitar pulau-pulau kecil antara lain
gugusan pulau Padaido Atas dan Padaido Bawah di sebelah timur Biak, gugusan pulau
Rani, Insumbabi dan Ineki di sebelah selatan Supiori serta gugusan pulau Miosbefondi
, Miospandi, Mioswundi dan Miospuri di sebelah utara Supiori. Selanjutnya Sumiono
(2009) menyebutkan daerah penangkapan ikan demersal dengan alat tangkap pancing
dan rawai di perairan Teluk Cenderawasih terutama terdapat di perairan sekitar pulau
Rumberporn, Mioswar, Yop, Roon, Anggrameos, Iwari, Kuwon dan Pulau Pepaya.

1.2 Komposisi Jenis


Kelompok ikan demersal yang banyak tertangkap dengan alat pancing dan rawai dasar
antara lain ikan kakap merah (Lutjanus spp.), kerapu (Epinephelus spp.), baronang
(Siganus spp.), lencam (Lethrinus spp.), biji nangka (Parupeneus spp.). Sedangkan dengan
alat pukat ikan, trammel net dan pukat pantai banyak tertangkap jenis ikan manyung,
beloso, bawal hitam, peperek dan gulamah. Berdasarkan data Statistik Perikanan tahun
1997-2007 komposisi jenis ikan demersal didominasi oleh ikan kakap merah, diikuti
oleh manyung, senangin, kakap, bawal hitam, gulamah, ekor kuning, beloso, kuwe dan
kurisi (Gambar X-1).

Kajian sumberdaya ikan karang konsumsi yang dilakukan di perairan Biak Timur
tersebar di beberapa wilayah perairan Yenusi, Segara Indah, dan Ariom. Hasil kajian
diperoleh keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Jenis-jenis ikan yang dijumpai terdiri
dari suku Pomacentridae (50 jenis), Labridae (26 jenis), Chaetodontidae (26 jenis),
Acanthuridae (20 jenis), Serranidae (16 jenis), Pomacanthidae (10 jenis), Lutjanidae
(8 jenis), Caesionidae (7 jenis), Balistidae (7 jenis), Siganidae (6 jenis). Jenis-jenis ikan

163
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

yang dominan adalah Pterocaesio pisang (29,73%) dari suku Caesionidae dan Kyphosus
vaigiensis (13,33%) dari suku Kyphosidae (Marasabessy, 2010).

Gambar X-1. Sepuluh jenis ikan demersal dominan tertangkap di WPP Samudera Pasifik
(WPP 717)

1.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


Hasil perhitungan menggunakan model surplus produksi diperoleh nilai dugaan potensi
lestari ikan demersal di Samudera Pasifik sebesar 97.800 ton, dengan JTB 75.816 ton
(Gambar X-2). Effort optimum diperkirakan 9.735 unit (setara alat rawai dasar), dengan
demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal sudah mencapai 0,28 (indikator
warna hijau). Hal ini ditunjang dengan hasil penghitungan metode analitik bahwa tingkat
pemanfaatan (E) beberapa jenis ikan demersal diantaranya jenis ikan Aphareus rutilans,
Lutjanus sebae, Etelis radiosus, dan Epinephelus tauvina masih dibawah nilai optimum.

164
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717

100000 2010 MSY


90000
80000 2006 2008
70000 2007
Produksi (Ton)

2005
60000 2004 2009
50000 2003
40000 2002
2011
30000 2001
20000
10000
0
0 5000 10000 15000
Upaya (Unit)

Gambar X-2.
Gambar X-2. Kurva
Kurva hubungan produksidan
hubungan produksi danupaya
upaya sumber
sumber dayadaya
ikanikan demersal
demersal di
Samuderadi Samudera
Pasifik Pasifik (WPP 717)
(WPP 717)

Potensi lestari ikan karang di Samudera Pasifik didapatkan sebesar 3.854 ton per tahun
dan JTB sebesar 3.083 per tahun (Gambar X-3). Alat tangkap pancing rawai dijadikan
sebagai alat tangkap standar, dan dari hasil perhitungan didapatkan upaya optimum (f
opt) 6.544 unit, dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan karang sudah
mencapai sekitar 0,77 (indikator warna kuning), berarti sudah harus hati-hati dalam
pengembangan penangkapannya.

165
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

9000
8000 2009
7000
Produksi (Ton)

6000 2011 2008


2010
5000 2007
2005 MSY
4000
3000 2006
2003
2000 2001 2004
1000 2002
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000
Upaya (Unit)

Gambar
Gambar X-3.
X-3. Kurva
Kurva hubungan
hubungan produksi
produksi dan upaya
dan upaya sumbersumber
daya ikandaya ikan
karang karang
di Samudera
di Samudera
Pasifik (WPP 717) Pasifik (WPP 717)

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Populasi udang penaeid yang terdiri dari jenis windu, jerbung dan dogol di Samudera
Pasifik sangat jarang, mengingat daerah perairannya kurang sesuai bagi kehidupannya.
Perairan ini memiliki daerah paparan (continental shelf) relatif sempit dan merupakan 112
daerah laut-dalam (deep sea). Secara ekosistem, udang penaeid menyenangi habitat
lumpur campur pasir pada daerah yang masih dipengaruhi oleh massa air tawar (sungai)
dan kawasan mangrove. Di daerah ini sangat jarang diketemukan sungai besar dan
kecil, kecuali Sungai Mamberamo dan sungai-sungai kecil lainnya di perairan Paniai
dan Nabire. Upaya penangkapan udang secara industri dengan trawl atau pukat udang
terdapat di muara sungai Mamberamo, sedangkan secara tradisional banyak dilakukan
menggunakan trammel net dan gillnet monofilamen (jaring klitik) di perairan Paniai,
Nabire dan perairan sekitar Sorong.

2.2 Komposisi Jenis


Komposisi jenis udang penaeid yang komersil didominasi oleh kelompok jenis udang
dogol, diikuti oleh udang jerbung, udang windu dan lainnya (Gambar X-4)

166
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717

Gambar X-4. Komposisi jenis udang penaeid di WPP Samudera Pasifik (WPP 714)

2.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


Hasil kajian menggunakan model surplus produksi diperoleh dugaan potensi lestari
sebesar 8.656 ton dengan JTB 6.925 ton (Gambar X-5). Upaya optimum (f opt.) 936
unit setara pukat udang, dan tingkat pemanfaatan sumber daya udang di Samudera Pasifik
baru mencapai sekitar 0,24 (indikator warna hijau), dengan demikian masih terbuka
peluang pengembangannya .

11000 2001
10000
9000 2005
8000 2002
7000 2004
Produksi (ton)

2006
6000
2007
5000
2010
4000 2011
2008
3000
2009
2000
2003
1000
0
0 500 1000 1500 2000
Upaya (unit)

Gambar X-5. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang
Gambar X-5. Kurva hubungan produksiPasifik
di Samudera dan upaya
(WPPsumber
717) daya udang di Samudera
Pasifik (WPP 717)

167

114
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Untuk lobster didapatkan hasil perhitungan MSY sebesar 1051 ton dan JTB sebesar 841
ton (Gambar X-6). Dengan menggunakan alat tangkap bubu sebagai acuan diperoleh nilai
upaya optimum sebesar 3275 unit alat tangkap. Tingkat pemanfaatan lobster saat ini
sudah berada dalam tahapan yang fully exploited (nilai 1,1, indikator warna merah), dengan
demikian disarankan untuk melakukan moratorium penangkapan lobster di WPP 717 .

1200
2011 2010
1000 2008

800
)
n
to( 600
is 2005
k
u 400
d
or 2007 2006
P
200 2009

0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Upaya (unit)

Gambar X-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster di Samudera
Pasifik (WPP 717)

2.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Kajian biologi udang penaeid terhadap jenis udang jerbung (P.merguiensis) dan udang
windu (P.monodon) dilakukan di perairan Nabire. Kajian yang dilakukan diantaranya
adalah tentang rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) dan rata-rata ukuran
pertama kali matang gonad (Lm). Rata-rata panjang karapas pertama kali udang jerbung
tertangkap (Lc) dengan alat tangkap jaring tiga lapis (trammelnet) adalah 25,1 mmCL
dan rata-rata ukuran panjang karapas pertama kali matang gonad (Lm) sebesar 29,10
mm (pada kisaran 27,29 – 31,03 mm). Pada udang windu, rata-rata panjang karapas
pertama kali tertangkap (Lc) adalah 39,6 mm dan rata-rata panjang karapas pertama kali
matang gonad (Lm) sebesar 35,12 mm (pada kisaran 33,47 – 36,85 mm). Dapat terlihat
bahwa rata-rata udang jerbung yang tertangkap belum melakukan pemijahan, dengan
demikian akan membahayakan kelestarian sumber daya udang dalam jangka panjang.

168
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil terdapat di perairan sebelah utara Jayapura, Paniai,
Pulau Yapen dan Biak, sebelah utara Manokwari, sekitar Pulau Waigeo, Kepulauan Raja
Ampat dan sebelah timur Halmahera. Khusus ikan terbang (Cypsilurus spp.) banyak
tertangkap di perairan utara Biak, utara Manokwari dan sebelah timur pulau Yapen.
Sementara ikan teri banyak tertangkap di perairan Teluk sekitar pulau Waigeo, sebelah
selatan Yapen dan utara Nabire.

3.2 Komposisi Jenis


Jenis ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap antara lain ikan layang (Decapterus
macrosoma, D. kuroides), kembung (Rastrelliger kanagurta), selar bentong (Selar
crumenopththalmus), sunglir (Elagatis bipinnulatus) dan julung-julung (Hemiramphus
spp.). Komposisi jenis ikan pelagis kecil di WPP Samudera Pasifik didominasi oleh
ikan kembung, diikuti oleh layang, teri, tembang, selar, belanak, daun bambu, lemuru,
julung-julung dan sunglir (Gambar X-7).

Kembung 38.2
Layang 12.1
Teri 11.7
Tembang 8.3
Selar 8.1
Belanak 4.3
Talang-talang 3.8
Lemuru 3.5
Julung-julung 1.9
Sunglir 1.8

0 10 20 30 40 50
Persentase (%)

Gambar X-7. Sepuluh jenis ikan pelagis kecil dominan tertangkap di WPP Samudera
Pasifik

3.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimum dan Tingkat Pemanfaatan


Secara umum, potensi sumber daya ikan pelagis kecil lebih kecil dibandingkan dengan
pelagis besar. Untuk spesies kunci diwakili oleh layang. Dari aspek biologi, dampak

169
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

penangkapan belum menunjukkan adanya indikasi terjadinya perubahan ukuran ikan


hasil tangkapan. Hasil kajian dengan menggunakan model surplus produksi dan akustik
diperoleh nilai potensi lestari sebesar 384.750 ton dengan JTB sebesar 307.800 ton
(Gambar X-8). Upaya optimum sebanyak 772 unit setara alat tangkap pukat cincin dan
tingkat pemanfaatan sudah berada pada tahapan yang overfishing (nilai 1,6; indikator
warna merah).

Gambar X-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan pelagis kecil di
Samudera Pasifik (WPP 717)

Dengan menggunakan model surplus produksi (Schaefer), didapatkan nilai MSY cumi-
cumi di WPP 717 sebesar 1.515 ton/tahun dan f opt adalah 355 unit standar bagan
apung (Gambar X-9). Jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) didapatkan sebesar
1.212 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sekitar 0,80 (indikator warna kuning),
yang berarti masih bisa dikembangkan lagi perikanannya dengan prinsip kehati-hatian..

170
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717

Gambar X-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya cumi-cumi di Samudera
Pasifik (WPP 717)

3.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Hasil tangkapan per unit upaya kapal pukat cincin besar mencapai maksimum sekitar
bulan April dan Agustus, masing-masing 11 ton/trip dan 14 ton/trip, jumlah hari laut
dapat mencapai 3 bulan; kontribusi utama berupa ikan cakalang. Pada perikanan skala
kecil (Tobelo) cpue menunjukkan 334 kg/trip dengan aktivitas harian; jenis dominan
berupa ikan malalugis (D. macarellus). Puncak musim berlangsung sekitar bulan April.

Ukuran rata-rata tertangkap (L50%) ikan malalugis sebesar 24 cm sangat berdekatan


atau hampir sama dengan ukuran pertama matang sexual (Lm) sekitar 23,6 cm
mengindikasikan bahwa pembaruan populasi masih berjalan dengan baik.

4. Sumberdaya Pelagis Besar dan Ikan Tongkol


4.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Untuk menangkap ikan pelagis besar di WPP 717 Samudera Pasifik, biasanya nelayan di
perairan ini menggunakan tonda dengan perahu berkekuatan 25-40 DK, sehingga dapat
menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh. Penangkapan ikan pelagis besar seperti

171
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

cakalang, tongkol dan tengiri banyak dilakukan di perairan sebelah utara Pulau Waigeo,
Pulau Biak dan Jayapura. Menurut Sumiono & Nasution (1994) Penangkapan ikan
pelagis besar dengan pancing ulur banyak dilakukan di perairan Teluk Cenderawasih.

4.2 Komposisi Jenis


Jenis-jenis ikan pelagis besar yang dominan di WPP Samudera Pasifik adalah cakalang,
diikuti oleh tenggiri dan tongkol (Gambar X-10).

Gambar X-10. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP Samudera Pasifik

4.3. Potensi lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


Hasil analisa data statistik dengan metode produksi surplus untuk jenis ikan pelagis
besar selain jenis tuna dan tongkol diperoleh nilai potensi lestari (MSY) sebesar 13.921
ton/tahun dengan nilai JTB 11.137 ton (Gambar X-11). Nilai f opt didapatkan sebesar
3.242 unit standar purse seine, dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
pelagis besar di WPP 716 baru sekitar 0,39 (indikator warna hijau), dengan demikian
masih sangat potensial untuk pengembangan pemanfaatannya.

172
Bagian X - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 717

16000
14000 2008 2009
2006 2007
12000
2011 2010
Produksi (Ton)

10000 2005
2004
8000 2002
6000 2003

4000
2000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Upaya (Unit)

Gambar X-11. Kurva hubungan produksi dan upaya sumberdaya ikan pelagis besar
Gambar X-11. Kurva hubungan produksi
di Samudera dan (WPP
Pasifik upaya717)
sumberdaya ikan pelagis besar di
Samudera Pasifik (WPP 717) 120

Untuk sumber daya ikan pelagis besar lainnya berupa jenis tongkol, diperoleh nilai
potensi lestari sebesar 9.243 ton per tahun dan JTB sebesar 7.394 ton per tahun.
Sementara untuk upaya optimal (f opt.) didapatkan sekitar 2.042 unit setara purse seine,
dan tingkat pemanfaatan ikan tongkol adalah sekitar 0,62 (indikator warna kuning)
(Gambar X-12). Untuk pengembangan penangkapannya harus disertai monitor CPUE
yang berkesinambungan.

173
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

14000

12000 2009
10000 2010
Produksi (Ton)

8000 2011 2008


2007
6000 2006
2005
4000 2004
2003
2000
2002 2001
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Upaya (Unit)

Gambar X-12. Kurvahubungan


Gambar produksi
X-12. Kurvahubungan produksidan upayasumber
dan upaya sumber
dayadaya ikan tongkol di
ikan tongkol
Samudera Pasifik (WPP 717)
di Samudera Pasifik (WPP 717)
121

174
BAGIAN XI

571

711 716
717

715
572

712 713 714

718

573

WPP-RI 718
Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor Bagian Timur

175
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

176
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718

1. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang


1.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan demersal dengan pukat ikan (PI) mencapai wilayah ZEEI Arafura
dengan pelabuhan utama armada PI berada di Ambon, Sorong, Merauke dan Benjina.
Penyebaran ikan demersal di sub area Kepulauan Aru dan perairan sebelah barat daya
Papua cenderung beragam (tidak merata). Ikan demersal di pantai baratdaya Papua
cenderung berkelompok di muara-muara sungai dengan kelimpahan rata-rata lebih
rendah dibandingkan dengan sub area Aru.

1.2 Komposisi Jenis


Berdasarkan Statistik Perikanan (DJPT, 2012), sepuluh jenis ikan demersal dominan
tertangkap di WPP-RI 718 yang paling banyak adalah ikan kakap merah yaitu 30,2%
dari produksi ikan demersal tahun 2011 yang besarnya 245.522 ton, diikuti oleh ikan
gulamah 15,7%, manyung 12,5%, kuro 11,8%, layur 7,4%, bawal hitam 6,4%, kurisi
6,2%, beloso 5,8% dan lainnya kurang dari 5% (Gambar XI-1).

Gambar XI-1. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan demersal dominan di WPP-RI 718
tahun 2011

Produksi ikan karang ekonomis di WPP-RI 718 yang paling tinggi adalah ikan ekor
kuning sebesar 69,4% dari total produksi ikan karang yang besarnya 13.346 ton, diikuti
oleh ikan beronang 13,3%, krapu bebek 6% dan lainnya kurang dari 5% (Gambar XI-2).

177
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar XI-2. Komposisi (%) jenis ikan karang ekonomis dominan tertangkap di WPP-
RI 718 tahun 2011

1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


1.3.1.Ikan demersal
Aplikasi Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort ikan demersal tahun
2000-2011 di WPP-RI 718, serta dilengkapi metode sapuan (swept area) diperoleh nilai
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 553.500 ton dengan upaya
optimal (fopt.) sebesar 4.248 unit Pukat Ikan (Gambar XI-3). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau 442.800 ton. Pada tahun
2011, jumlah alat tangkap PI sebanyak 2.533 unit dan produksi ikan demersal 245.522
ton. Memperhatikan Gambar XI-3 maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal
di WPP-RI 718 sebesar 0,59 (indikator warna kuning) atau di belum melebihi potensi
lestarinya dan masih terbuka peluang untuk mengembangkannya.

178
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718

300000

250000 2011 2005


MSY 2004
2010
Produksi (Ton)

200000
2007 2003
150000 2006
2008 2001
100000 2009
2002
50000

0
0 2000 4000 6000 8000
Upaya (Unit)

r XI-3. Kurva Gambar


hubungan
XI-3.produksi dan upaya
Kurva hubungan produksisumberdaya ikan demersal
dan upaya sumberdaya di WPP-RI
ikan demersal di WPP- 718 Laut A
Arafuru dan Laut Timor bagian
RI 718 Laut Aru,Timur
Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur

1.3.2.Ikan Karang
Aplikasi Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort sumberdaya ikan karang
ekonomis tahun 2000-2011 di WPP-RI 718 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 11.232 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 8.957 unit
setara rawai dasar (Gambar XI-4). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau 8.986 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun
2011 jumlah rawai dasar 9.096 unit dan produksi ikan karang ekonomis sebesar 13.346
ton. Memperhatikan Gambar XI-4, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang
ekonomis di WPP-RI 718 mencapai 1,02 (indikator warna merah) atau melebihi potensi
lestarinya, jadisudah harus dilakukan moratorium.

179
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

16000
2011
14000 2010
12000 2007 MSY
Produksi (Ton)

10000 10,831
2009
8000 2005 2006
6000 2004
2003
4000 2002
2000 2001
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar XI-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan karang ekonomis
XI-4. Kurva hubungan produksi
di WPP-RI dan upaya
718 Laut Aru,sumber dayadanikan
Laut Arafuru Lautkarang ekonomis
Timor bagian Timur di WPP-RI 71
Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur

2. Sumber Daya Udang Penaeid dan Lobster


2.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan udang diperairan Arafura secara geografi dibagi menjadi tiga, yaitu
daerah Kepala Burung yang terdiri dari perairan Sele, Teluk Bintuni, dan Kaimana, Dolak
dan Aru (lihat Gambar XI-5). Armada perikanan kapal trawl udang dengan ukuran
kapal > 100 GT beroperasi di perairan pantai dan wilayah slope. Operasi panangkapan
bersifat musiman mengikuti ketersedian target penangkapan. Sumberdaya udang banyak
terdapat di wilayah perairan denkat dengan pantai. Densitas sumberdaya udang cukup
tinggi di sekitar Pulau Dolak.

Daerah penyebaran lobster terutama terdapat di perairan karang/terumbu karang di


sekitar Kepulauan Aru, Pulau Yamdena, perairan Kaimana dan Perairan Kei.

180
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718

Shrimps (Kg/hr)
0 to 50

50 to 100

100 to 150

150 to 200

200 to 300

Gambar XI-5. Daerah penyebaran udang penaeid di perairan Arafura tahun 2006

2.2. Komposisi Jenis


Lebih dari 17 jenis udang penaeid terdapat di perairan Arafura dan hanya 5 jenis yan
diusahakan secara komersial dan di ekspor yaitu kelompok udang jenis penaeidae (udang
jerbung/Penaeus merguensis), Udang windu/P. monodon, P. semisulcatus, P.esculantus), udang
ratu/P.latisulcatus), udang dogol/Metapenaeus ensis, M. endeavouri) dan udang krosok/
Parapenaeopsis stylifera, Trachypenaeus asper, Solenocera subnuda).

Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap, komposisi jenis udang di WPP-RI 718 pada
tahun 2011 didominasi oleh kelompok udang windu sebanyak 47,0% dari total produksi
udang penaeid yang besarnya 11.325 ton, diikuti oleh kelompok udang jerbung 23,1%,
udang lainnya 22,8%, udang dogol 6,1%, udang krosok 0,8% dan udang ratu 0,2%
(Gambar XI-6).

181
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Gambar XI-6. Komposisi (%) jenis udang penaeid di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut
Arafuru dan Laut Timor bagian Timur, tahun 2011

Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP-RI 718, antara lain lobster pasir (Panulirus
homorus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes), lobster
hijau (Panulirus versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster mutiara
(Panulirus ornatus). Menurut Statistik Perikanan, produksi lobster tahun 2011 di WPP-
RI 718 sebesar 881 ton dan menunjukkan kecenderungan meningkat sejak tahun 2007.

2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


2.3.1. Udang Penaeid
Dugaan nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) udang di WPP 718 dengan
pendekatan metode optimasi berkisar sebesar 49.500 ton dengan upaya optimal (fopt.)
sebesar 635 unit setara Pukat Udang. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau sebesar 39.600 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap tahun 2011, jumlah PU 860 unit dengan produksi udang sebesar 11.325 ton.
Tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di WPP-RI 718 mencapai 0,9 (indikator
warna merah) atau berada pada tahapan penuh, jadi sudah harus dilakukan moratorium.

2.3.2. Lobster
Aplikasi Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort lobster tahun 2000-2011
di WPP-RI 718 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 251

182
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718

ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 7.233 unit setara jaring insang tetap (Gambar
XI-7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau sebesar 201 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan tahun 2011, jumlah jaring insang
tetap sebanyak 21.451 unit dengan produksi lobster 881 ton. Memperhatikan Gambar
XI-7, tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di WPP-RI 718 sangat tinggi, yaitu 2,0
(indikator warna merah) atau sudah melebihi potensi lestarinya. Dengan demikian
disarankan untuk secepatnya melakukan penurunan upaya dalam pengusahaan lobster
di WPP 718.

1000
900 2011
800 2009
700 2010
Produksi (ton)

600
500
400
300 2008
200 2007 2006
100 2005
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (unit)

I-8. Kurva Gambar


hubungan
XI-7.produksi dan upaya
Kurva hubungan sumberdaya
produksi lobster dilobster
dan upaya sumberdaya WPP-RI 718 Laut Aru,
di WPP-RI
Arafuru dan Laut Timor bagian
718 Laut Timur
Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur

3. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi


3.1.Penyebaran/Daerah Penangkapan
Sumberdaya ikan pelagis menyebar di seluruh perairan Arafura terutama pada wilayah
dengan kedalaman kurang dari 100 m. Daerah penangkapan dengan target utama ikan
pelagis terdapat di sepanjang pantai bagian selatan pulau Panjang, perairan Kaimana dan
Modowi, sekitar Dolak, Yamdena dan Kepulauan Aru.

183
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

3.2.Komposisi Jenis
Jenis ikan kembung mendominasi hasil tangkapan ikan pelagis kecil di Laut Arafura.
Menurut Statistik Perikanan, pada tahun 2011 kontribusi ikan kembung mencapai
56,1% dari total produksi ikan pelagis kecil yang besarnya 180.220 ton, diikuti oleh
kuwe 16,1%, tembang dan layang masing-masing 7,2%, selar 6% dan lainnya kurang
dari 6%. (Gambar XI-9).

Gambar XI-8. Komposisi (%) sepuluh jenis ikan pelagis kecil dominan di WPP-RI 718
tahun 2011

3.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


3.3.1. IkanPelagisKecil
Aplikasi Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort perikanan pelagis kecil
tahun 2000-2011 di WPP-RI 718 dan dilengkapi dengan analisis data akustik, diperoleh
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 696.500 ton dengan upaya
optimal (fopt.) sebesar 3.932 unit setara purse seine (Gambar XI-10). Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau 557.200 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap tahun 2011, jumlah alat tangkap purse
seine sebanyak 5.728 unit, dengan demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis kecil di WPP-RI 718 mencapai 1,5 (indikator warna merah) atau sudah melebihi
potensi lestarinya (Gambar XI-10).

184
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718

Gambar XI-9 Kurva hubungan produksi dan upaya ikan pelagis kecil di WPP-RI 718

3.3.2. Cumi-Cumi
Produksi cumi-cumi di WPP-RI 718 ada tahun 2011 sebesar 2.016 ton atau 19,8% dari
total produksi binatang lunak (Moluska) yang besarnya 10.162 ton. Alat tangkap yang
utama untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap, dan pancing
cumi, kadang-kadang tertangkap juga dengan Pukat Ikan.

Analisis model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort cumi-cumi tahun 2000-
2011 di WPP-RI 718 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 2.765 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 679 unit setara bagan apung
(Gambar XI-11). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau 2.212 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2011, jumlah alat
tangkap bagan apung sebanyak 965 unit dan produksi cumi-cumi 2.016 ton. Tingkat
pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di WPP-RI 718 sebesar 1,4 (indikator warna merah)
atau sudah melebihi potensi lestarinya.

185
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

3500 2007

3000 2005 2002

2500
2009 2006
Produksi (ton)

2000 2010
2008 2001 2003
1500

1000

500

0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Upaya (unit)

XI-11. Kurva hubungan


Gambar produksi
XI-10. Kurva danproduksi
hubungan upaya dan
sumber
upaya daya
sumbercumi-cumi
daya cumi-cumi di WPP-
di WPP-RI 718. RI 718.

3.4. Indikator Perikanan dan Biologi


Dari hasil survei trawl tahun 2001 ikan pelagis diketahui hanya mengkontribusi sekitar
9% atau dengan laju tangkap sekitar 20 kg/jam. Selain itu, diperoleh bahwa ikan pelagis
menyebar pada perairan dengan kedalaman yang lebar antara kedalaman kurang dari 20
m sampai lebih dari 50 m, menunjukkan bahwa ikan pelagis di Arafura terdistribusi secara
mengelompok secara horizontal; kepadatan tertinggi terdapat pada kedalaman 27 – 35 m.

Dari survey trawl kenaikan laju tangkap (dalam kg/jam) berlangsung antara 2001, 2002
dan 2003 tetapi menurun pada 2006 (302 kg/jam), kelompok ikan demersal sangat
menentukan komposisi hasil tangkapan namun prosentasenya cenderung makin rendah,
sebaliknya prosentase ikan pelagis cenderung semakin besar, tahun 2006 sekitar 11,5%
dengan laju tangkap sekitar 34,7 kg/jam/stasisun.

Meskipun laju tangkap total (kg/jam) lebih rendah namun pada 2006 ikan pelagis amily
kontribusi lebih besar. Diantara ke 6 famili ikan pelagis yang tertangkap amily seluruhnya
merupakan species coastal, perubahan yang menonjol (semakin banyak) terjadi pada amily
Clupeid yang mencapai 71% dari seluruh ikan pelagis, sebelumnya hanya 25% pada 2002
dan 51% pada 2001. Famili Carangidae dan Scombridae cenderung semakin rendah.
Ikan pelagis merupakan hasil tangkapan sampingan pada alat pukat udang di sekitar
Ujung Dolak, jenis Amblygaster sirm paling dominan. Jenis-jenis lain yang tertangkap
cukup banyak adalah juwi (Anodontosstoma chacunda), bilis (Thryssa hamilyonii), kembung
(Rastrelliger kanagurta) dan beloso (Synodus indicus).

186
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718

4. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar dan Tongkol


4.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan
Penyebaran ikan pelagis besar di luar ikan tuna, tongkol dan cakalang terutama terdapat
di perairan sekitar Kaimana, Kepulauan Kei dan Aru, Pulau Yamdena serta perairan di
sebelah selatan Pulau Dolak.

4.2 Komposisi Jenis


Komposisi jenis ikan pelagis besar (selain tuna, tongkol dan cakalang) didominasi oleh
ikan tenggiri yang besarnya 61,4% dan cucut lanyam yang besarnya 31% dari total
produksi ikan pelagis besar di WPP-RI 718 yang besarnya 19.926 ton dan lainnya kurang
dari 2% (Gambar XI-12).

Gambar XI-11. Komposisi (%) ikan pelagis besar di WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru
dan Laut Timor bagian Timur, tahun 2011

Jenis ikan tongkol di WPP-718 didominasi oleh tongkol komo (Euthynnus affinis)
sebanyak 85,9% dan tongkol krai sebanyak 14,1 dari total produksi ikan tongkol yang
besarnya 1.483 ton.

187
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan


4.3.1. Ikan Pelagis Besar
Aplikasi Model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort sumberdaya ikan pelagis
besar (selain tuna, tongkol dan cakalang) tahun 2000-2011 di WPP-RI 718, diperoleh
dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 19.670 ton dengan upaya
optimal (fopt.) 6.721 unit setara purse seine (Gambar XI-13). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau 15.736 ton. Menurut
Statistik Perikanan, pada tahun 2011 terdapat jumlah purse seine sebanyak 7.731 unit
dan produksi ikan pelagis besar sebesar 19.926 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya
ikan pelagis besar di WPP-RI 718 sebesar 1,15 (indikator warna merah) atau sudah
melebihi potensi lestarinya.

25000
2009
2007 2011
20000
2010
2006
Produksi (Ton)

15000 2008
2005

10000 2001 2003


2002 2004
5000

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

Upaya (Unit)

XI-13. KurvaGambar
hubungan
XI-12.produksi dan upaya
Kurva hubungan sumberdaya
produksi ikan pelagis
dan upaya sumberdaya besarbesar
ikan pelagis di WPP-RI
di 718 La
WPP-RI 718 Laut Aru,
Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur

4.3.2. Ikan Tongkol


Aplikasi model Produksi Surplus terhadap data catch dan effort kelompok ikan tongkol
tahun 2000-2011 di WPP-RI 718 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 18.519 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 5.659 unit setara purse seine
(Gambar XI-14). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya atau 14.815 ton. Menurut Statistik Perikanan, pada tahun 2011 terdapat jumlah

188
Bagian XI - Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 718

purse seine sebanyak 7.731 unit dan produksi kelompok ikan tongkol sebesar 1.483 ton.
Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol di WPP-RI 718 sebesar 1,37 (indikator
warna merah) atau melebihi potensi lestarinya.

35000
2007
30000 2008
2010
25000 2009
Produksi (Ton)

20000 2006
15000

10000 2005
2002
5000 2003 2004
2001 2011
0
0 2000 4000 6000 8000 10000

Upaya (Unit)

r XI-14. KurvaGambar
hubungan
XI-13.produksi dan upaya
Kurva hubungan sumber
produksi daya sumber
dan upaya ikan tongkol
daya ikanditongkol
WPP-RI di 718 Laut A
WPP-RI 718 Laut
Arafuru dan Laut Timor bagian Timur Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur

189
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

190
Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Pusat Riset Perikanan
Tangkap (Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP) dan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta.

Anung, A. W. 2002. Laporan Survey Sumber Daya Ikan di Perairan Kalimantan Barat.
Laporan Teknis Intern. PRPT. Jakarta. (Tidak diterbitkan).

Awwaludin, R. Rustam & Suwarso. 2007. Perikanan demersal di sekitar Kep. Togean,
Teluk Tomini. Bawal, Widya Riset Perikanan Tangkap, I(4): 145-153.

Badrudin, M. 1985. Perubahan musiman tingkah laku gerombolan ikan demersal


di perairan sub area Laut Jawa. Makalah disampaikan pada Kongres
Biologi Nasional VII. Universitas Sriwidjaja Palembang: 9 Hal. (Tidak
dipublikasikan).

Badrudin & B. Sumiono. 1999. Formulasi kebijakan pengelolaan bersama stok ikan kakap
merah di perairan Samudera Hindia, Selatan Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur. Prosiding Sosialisasi dan Komunikasi Hasil Penelitian dan
Rakernis Balai Penelitian Perikanan Laut, Bogor, 19-20.

Badrudin, B. Sumiono & B.P.S. Iskandar. 1992. Dugaan potensi dan prospek pemanfaatan
sumberdaya ikan demersal di perairan Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian
Perikanan Laut No. 66/1992. BPPL, Jakarta : 29-35.

Badrudin, B. Sumiono & Murtoyo, T.S. 2001. Species composition and diversity of tidal
trap net catches in the waters of Indragiri Hilir, Riau, Indonesia. Indonesian
Fisheries Research Journal. Vol. 7 (1). RIMF. Jakarta: 47-53.

Badrudin, S. Nurhakim & B.I. Prisantoso, 2008. Estimated unrecorded catch related to
the number of licensed fishing vessel in the Arafura Sea. Ind.Fish. Res. J. 14(1)

Badrudin, N. N. Wiadnyana & B. Wibowo. 2005. Deep water exploratory bottom long
lining in the waters of the Arafura. IFRJ Vol. 11:41-46.

191
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

BPPL. 2012. Laporan Teknis BPPL 2001-2012. Laporan Penelitian Tahunan. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, KKP.

Burhanuddin, S., A. Supangat, B. Sulistiyo, T. Rameyo & C. R. Kepel (Eds.). 2003. Profil
sumberdaya kelautan dan perikanan Teluk Tomini. Badan Riset Kelautan
dan Perikanan, DKP. 84pp.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). 2007. Penyusunan evaluasi alokasi dan
realisasi usaha penangkapan perorangan/perusahaan berbendera Indonesia
dan asing.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), 1998-2011. Statistik Perikanan Indonesia


1997-2007. Diterbitkan setiap tahun.

Fieux, M., C. Andrie, R. Molcard & A. G. Ilahude. 1995. The throughflow entering the
Indian Ocean. Proceeding International Workshop on The Throughflow in
and around Indonesia waters. BPPT. Jakarta. 213-238.

Gulland, J. A. 1983. Fish stock assessment: A manual of Basic Methods. Wiley, New York.
223p.

Kepel, R. Charles (Dr.). 2007. Laporan Hasil Identifikasi Produksi Perikanan dan
Lingkungan Pesisir di Teluk Tomini. Tomini Bay Sustainable Coastal
Livelihoods and Management (SUSCLAM Project Inception Phase).
Unpublish. 110 p.

Larkin, P.A. 1997. An epitaph for the concept of Maximum Sustainable Yield. Trans.
Amer.Fish. Stock. 10(1): 1-11.

Lohmeyer, U. 1996. Narrative and major results of the Indonesian-German modul (II)
of the JETINDOFISH Project, August 1979 to July 1981 In Pauly and P.
Martosubroto (Ed.): Baseline studies of biodiversities: The fish resources of
western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM : 77-90.

Losse, G. F. & Dwiponggo, A. 1977. Report on the Java Sea SE monsoon trawl survey.
June-December 1976. Spec. Rep. Contrib. of the Dem. Fish. Project No. 3,
1977. Mar. Fish. Res. Inst. Jakarta.

Martosubroto, P., T. Sujastani & D. Pauly. 1996. The mid-1970s demersal resources in the
Indonesian side of the Malacca Strait. In D. Pauly and P. Martosubroto (Eds.):
Baseline studies of biodiversities: The fish resources of western Indonesia.
DGF-GTZ-ICLARM: 40-46.

192
Daftar Pustaka

McManus, J. 1996. Marine bottom communities from the Indian Ocean coast of Bali
to mid-Sumatera In D. Pauly and P. Martosubroto (Ed.): Baseline studies of
biodiversities: The fish resources of western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM
: 91-101.

Morgan, J.R. & M.J.Valencia, 1983. The Natural Environmental Setting in Morgan,
J.R. and M.J.Valencia (Eds.): Atlas for Marine Policy in Southeast Asian
Seas. University of California Press. Berkeley. Los Angeles.London: 4-17.

Naamin, N. 1984. Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di


Perairan Laut Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. Fakultas Pascasarjana,
IPB: 281 p.

Natsir, M., B. Sadhotomo & Wudianto. 2005. Pendugaan biomassa ikan pelagis di
perairan Teluk Tomini dengan metode akustik bim terbagi. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia. XI(6): 101-107.

Nugraha, B. & Suwarso. 2006. Perikanan Tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di
perairan Marissa, Teluk Tomini. Bawal, Widya Riset Perikanan Tangkap,
I(3): 107-111.

Nugroho, D. & M. Badrudin. 1987. Analisis laju tangkap sumber daya perikanan
demersal pada periode 1975-1979 dan 1984-1986 di pantai utara Jawa
Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 40/1987: 1-9.

Nurjaya, I. W. 2006. Kondisi fisik oseanografi Laut Arafura. In Monintja, D. R., Sularso,
A., Sondita, M.F.A. & Purbayanto, A. (Eds.): Perspektif pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap Laut Arafura. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan FPIK-IPB: 11-30.

Purwanto, 2008. Resource rent generated in the Arafura shrimp fishery. A Report of a
Case Study submitted to the FAO/World Bank PROFISH-funded project “the
Rent Drain Study”.

Schaefer, M.B. 1957. Some considerations of population dynamics and economics in


relation to the management of marine fisheries. Journal of the Fisheries Research
Board of Canada, 14, pp. 669–81.

Sharp, G.D. 1996. Oceanography of the Indonesian Archipelago and adjacent areas. In
D. Pauly and P. Martosubroto (Eds.): Baseline studies of biodiversities: The
fish resources of western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM: 7-14.

193
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Sparre, P. & S.C. Venema, 1998. Introduction to tropical fish stock assessment. Part 1.
Manual. FAO Fisheries Technical Paper. No. 306.1, Rev. 2. Rome, FAO. 407p.

Sudradjat, A. & U. Beck. 1978. Report on the Southern South China Sea demersal
trawl survey, June-July 1978. Contrib. of the Dem. Fish. Proj. No. 4/1978.
MFRI-GTZ.

Sugiarto, A. & S. Birowo. 1975 (Eds). Atlas Oseanologi Indonesia. Lembaga Oseanologi
Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (In Indonesian). 79 p.

Suman, A & B. Sumiono. 1988. Penelitian pendahuluan tentang perkembangan perikanan


udang di daerah Bangkalan, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Laut
No. 45/1988. BPPL Jakarta: 69-82.

Sumiono, B. 1991. Perikanan udang penaeid di Kalimantan Selatan: studi kasus di


perairan Tanjung Selatan. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat.
Jakarta,18-19 Desember 1989: 48-58.

Sumiono, B. 2000. Current information of the snapper fisheries in the West Nusatenggara
and East Nusatenggara. Paper presented at AARD - ACIAR Second Snapper
Fishery Assessment Workshop. Jakarta, 4-8 September 2000 : 10 p

Sumiono, B. 2003. Ketersediaan sumberdaya ikan pelagis sebagai bahan baku industri
pengalengan ikan di Indonesia. Makalah pada lokakarya Hasil Kajian
Produksi Benih pada Industri Pengalengan Ikan. Denpasar. Departemen
Industri dan Perdagangan.

Sumiono, B. 2005. Pengkajian potensi dan perkembangan sumberdaya perikanan laut


di Teluk Cenderawasih, Papua. Makalah pada Forum Pengelolaan Potensi
Kelautan dan Perikanan Teluk Cenderawasih Secara Terpadu. Jakarta, 5
Desember 2005. Pusat Riset Teknologi Kelautan, BRKP: 18 hal.

Sumiono, B. & Badrudin. 2001. Status pemanfaatan sumber daya udang penaeid di
perairan Utara Jawa. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
Edisi khusus Crustacea I (1). IPB, Bogor : 1-12.

Sumiono, B. & B.P.S. Iskandar. 1991. Potensi dan tingkat pengusahaan udang penaeid
di perairan Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan
Laut No. 57/1991. BPPL, Jakarta.

194
Daftar Pustaka

Sumiono, B. & C. Nasution, 1994. Penelitian Sumber Daya Perikanan Laut di Perairan
Teluk Cenderawasih, Irian Jaya. Laporan hasil penelitian. BPPL, Badan
Litbang Pertanian, Jakarta: 34 Hal.

Sumiono, B & V.P.H. Nikijuluw. 1996. Pengelolaan perikanan laut di daerah Biak-
Numfor ditinjau dari sumberdaya perikanan dan partisipasi masyarakat.
Prosiding Seminar Nasional Wilayah Pantai: aspek manajemen dan dinamika
biogeofisik. Dewan Riset Nasional - UNDIP : 90 – 111.

Sumiono, B. & Wasilun, 1989. Studi lingkungan hidup perikanan laut di perairan
Kalimantan Barat periode September 1989. Laporan Survei BPPL: 16 Hal.
(Tidak diterbitkan).

Sumiono, B., Iskandar, B.P.S. & Badrudin. 1992. Potensi dan pengusahaan sumberdaya
perikanan demersal ekonomis penting di perairan Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 66/1992. BPPL, Jakarta : 37-46.

Suwarso. 2000. Biology and fishery of ‘Malalugis Biru’, Mackerel scad, Decapterus
macarellus, in North Sulawesi of Indonesia. The Proceeding of the JSPS-DGHE.

Sparre, P. & S.C. Venema. 1992. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Part
1. Manual. FAO Fish.Tech.Paper 306. FAO Rome.

Wagiyo, K. & Nurdin, E. 2002. Survei perikanan pelagis kecil dan demersal di Laut
Cina Selatan. Laporan Survei Pusat Riset Perikanan Tangkap Jakarta: 12
Hal. (Tidak diterbitkan).

Wiadnyana, N. N. 1995. Comparison of plankton productivity during and after


upwelling periods in the Banda Sea, Mollucas, Eastern Indonesia. Proceeding
International Seminar on Marine Fisheries Environment, 9-10 March 1995,
Rayong Thailand, (EMDEC & JICA), 157-170.

Widodo, J. 1982. Penelitian sumberdaya perikanan demersal di perairan pantai selatan


dan timur Kalimantan. Bulletin Penelitian Perikanan. 1 (2): 87-102.

Wijopriono, D. Nugroho, B. Sadhotomo, M. Badrudin & Suwarso. 2007. Status dan


trend pemanfaatan sumberdaya ikan Laut Arafura. Jakarta: Balai Riset
Perikanan Laut. 115 p.

Wijopriono, 2007. Distribusi dan kepadatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Laut Arafura
berdasarkan observasi akustik. Dalam: Trend Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
di Laut Arafura. Balai Riset Perikanan Laut, Jakarta.

195
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Wyrtki. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Rep.Scripps
Inst. Oceanogr. Univ. Calif., 2: 1-195.

Yanagawa, H. 1997. Small pelagic resources in the South China Sea, p.365-380. In
Devaraj, M. & Martosubroto, P. (Eds.), Small Pelagic Resources and Their
Fisheries in the ASIA-Pacific Region. Proceedings APFIC Working Party on
Marine Fisheries, First Session, 13-16 May 1997, Bangkok, Thailand. RAP
Publication 1997/31.

196
Glossary

GLOSSARY

WPP : Wilayah Pengelolaan Perikanan, merupakan sistem


pewilayahan pengelolaan perikanan yang dilegallisasi
dengan diterbitkannya Permen KP No. PER 01/
MEN/2009. Wilayah perairan Indonesia dibagi ke
dalam 11 WPP
Ikan : Menurut Pasal 1 Undang-Undang 45 tahun 2009,
ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh
atau sebagian dari siklus hidupnya berada di
dalam lingkungan perairan
Ikan pelagis : Jenis-jenis ikan yang sebagian besar siklus hidupnya
berada/menghuni perairan lapisan permukaan atau
secara oseanografi disebut lapisan tercampur (mixed
layer)
Ikan pelagis kecil : Jenis-jenis ikan pelagis berukuran kecil seperti
kembung, layang, lemuru, siro, dll.
Ikan pelagis besar : Jenis-jenis ikan pelagis yang berukuran besar seperti
tongkol, tenggiri, cakalang, lemadang dan tuna
Ikan demersal : Jenis-jenis ikan yang sebagian besar siklus hidupnya
berada/menghuni bagian dasar perairan dengan ciri-
ciri pergerakannya lamban dan migrasi yang tidak
jauh, seperti ikan kakap, kerapu, kuwe, layur, dll.
Ikan neritic : Jenis-jenis atau kelompok jenis ikan yang hidup atau
menghuni perairan pantai yang mendapat pengaruh
massa air dengan salinitas rendah
Ikan oceanic : Jenis-jenis atau kelompok jenis ikan yang hidup atau
menghuni perairan samudera atau lautan terbuka
dengan salinitas tinggi

197
Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP RI

Highly migratory species : Jenis atau kelompok ikan yang bermigrasi jauh
bahkan melintasi samudera atau melintasi yuridiksi
suatu negara contohnya kelompok ikan tuna
Angka Stok : Stok ikan sesungguhnya merupakan angka yang
menggambarkan suatu nilai dugaan besarnya biomas
ikan berdasarkan kelompok jenis ikan dalam kurun
waktu tertentu
Fish Stock Assessment : Kegiatan pengkajian stok ikan yang antara lain
meliputi kajian ‘life history’ & dinamika populasi
dan identifikasi tingkat pemanfaatan stok ikan
baik secara kualitatif dan/atau kuantitatif sabagai
landasan kebijakan pengelolaan perikanan
Metoda Acoustic : Metoda ini digunakan untuk menduga atau
menghitung stok ikan (biasanya ikan pelagis)
menggunakan alat echosounder memanfaatkan echo/
gema suara (sound) di dalam air
Metoda Swept Area : Metoda swept area digunakan untuk menduga
stok ikan dasar (demersal). Metoda ini dilakukan
dengan prinsip menyapu area perikanan dengan
menggunakan alat tangkap trawl
Metoda Surplus : Metoda estimasi potensi SDI dengan menggunakan
Production data time series hasil tangkapan dan upaya
penangkapan (statistical catch & effort data).
Model ini menganggap bahwa data berasal dari
perikanan dengan kondisi ekuilibrium tanpa
memperhitungkan struktur populasi dan interaksi
Model “Schaefer” : Salah satu Model Produksi Surplus yang
menganggap hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE
(hasil tangkapan per-satuan upaya)’ bersifat liniear
Model “Fox” : Salah satu Model Produksi Surplus, yang
menganggap hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE’
hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE’ bersifat
eksponensial/logaritmik

198
Glossary

Visual Sensus : Inventarisasi ikan dengan cara menghitung langsung


jumlah individu berdasarkan jenis ikan. Biasanya
digunakan untuk ikan karang, salah satunya dengan
sensus visual transek garis (line transect)
CPUE Catch per Unit Effort, adalah hasil tangkapan per
satuan per-satuan upaya, yang merupakan salah satu
indeks kelimpahan stok (stock abundance index)
Effort : Upaya penangkapan
Effort standard : Upaya penangkapan yang dibakukan
Catch : Hasil tangkapan ikan
JTB (Total Allowable : Jumlah Tangkap yang Diperbolehkan
Catch)
Tingkat Pemanfaatan : Rasio antara total upaya actual (f current) dengan total
upaya pada tingkat MSY ( f msy)
f-actual ( f current ) : Jumlah upaya baku saat ini
f-optimum ( f msy ) : Jumlah upaya baku pada tingkat MSY
MSY : Maximum Sustainable Yield adalah hasil tangkapan
maksimum yang berlanjut (lestari).
Over fishing : Kegiatan penangkapan yang berlebih
RFMO : Regional Fisheries Management Organization
IOTC : Indian Ocean Tuna Commission
WCPFC : Western and Central Pacific Fisheries Commission

199

Anda mungkin juga menyukai