Anda di halaman 1dari 24

ESTIMASI POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH

PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK


INDONESIA (WPPNRI) 717

Disusun Oleh:

Arienda Widiastuti (26010118140041)


Fransiska Romana Gina S. (26010118140073)
Muhammad Ardinan Dwi P. (26010118140087)
Wiwik Mei Saputri (26010118140095)

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
DAFTAR ISI
Halaman
COVER....................................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

I. PENDAHULUAN.........................................................................................1
I.1. Latar Belakang.........................................................................................1
I.2. Rumusan Masalah....................................................................................2
I.3. Tujuan......................................................................................................2

II. PEMBAHASAN............................................................................................3
II.1. Ikan Pelagis Besar dan Ikan Pelagis Kecil WPP 713..............................3
II.2. Ikan Demersal dan Ikan Karang Di WPP 713.........................................7
II.3. Udang Penaeid dan Lobster di WPP 713...............................................10
II.4. Kepiting, Rajungan dan Cumi-cumi di WPP 713..................................12
II.5. Tabel Spesies dan Review Hasil Evaluasi ............................................15

III. PENUTUP...................................................................................................17
III.1................................................................................................Kesimpulan

...............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

ii
DAFTAR GAMBAR

1. Jenis Ikan Pelagis Kecil Dominan Tertangkap di WPP Samudra Pasifik (717)
tahun 2014...........................................................................................................3
2.Kurva Hubungan Produksi dan Upaya Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di
Samudra Pasifik (WPP 717) tahun 2014.............................................................4
3. Grafik Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil pada Periode Tahun
2005-2014............................................................................................................5
4. Jenis Ikan Pelagis Besar di WPP Samudra Pasifik (WPP 717)...........................6
5. Grafik Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Besar pada Periode Tahun
2005 – 2014.........................................................................................................7
6. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Demersal pada Periode Tahun 2005-
2014.....................................................................................................................8
7. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Karang pada Periode Tahun 2005-2014
.............................................................................................................................9
8. Grafik Estimasi Potensi WPPNRI 717...............................................................10
9. Diagram Batang estimasi potensi WPPNRI 717................................................11

iii
DAFTAR TABEL

1. Estimasi Potensi Kelompok Sumberdaya Ikan pada WPPNRI 717 ..................15

iv
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI)


Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor PER. 01/MEN/2009 tentang
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, Pasal-1, ayat: (1) Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut WPP-RI,
merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang
meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan,
dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. WPP-RI sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibagi dalam 11 (sebelas) wilayah pengelolaan perikanan yaitu salah satunya
WPP-RI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik
Setiap WPP pada prinsipnya memiliki karakteristik yang berbeda,
dimana WPP di bagian timur umumnya memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis
besar sehingga armada yang beroperasi relatif lebih besar dibandingkan di WPP
bagian barat yang sebagian besar potensi sumberdaya ikannya adalah jenis ikan
pelagis kecil. Namun demikian, dilihat dari tingkat kepadatan nelayan, WPP
bagian barat relatif lebih padat dibandingkan bagian timur sehingga di WPP
banyak terjadi kegiatan illegal fishing karena besarnya potensi sumberdaya ikan
yang dimiliki di wilayah tersebut. Oleh karena itu, WPP bagian timur banyak
disebut sebagai golden fishing ground, seperti Laut Arafura, Laut Sulawesi dan
Samudera Pasifik.
Secara administratif daerah provinsi yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab melakukan pengelolaan sumberdaya ikan di WPP NRI 717 terdiri
dari 3 (tiga) pemerintah provinsi yang meliputi Provinsi Papua, Provinsi Papua
Barat,dan Provinsi Maluku Utara, sedangkan dalam bidang pemberdayaan
nelayan kecil,pengelolaan dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan(TPI)
menjadi kewenangan dari 20 pemerintah kabupaten/kota yang meliputi Kabupaten
Halmahera Utara, sebagian Kabupaten Halmahera Barat,sebagian Kabupaten
Halmahera Timur, sebagian Kabupaten Morotai, Kabupaten Sarmi, Kabupaten

1
Nabire, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten
Biak Numfor, Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Waropen,

2
3

Kabupaten Supiori, sebagian Kabupaten Raja Ampat, sebagian Kabupaten


Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari Selatan,
Kabupaten Tambrauw, dan Kabupaten Teluk Wondama. Di Teluk Wondama,
pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dilakukan pada komoditas
ikan pelagis kecil. Kemudian di Seram Timur, pengelolaan difokuskan pada
komoditas kakap dan kerapu, dan di Maluku Tenggara fokus pada kakap, kerapu,
udang, dan kepiting bakau.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Status Perikanan ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil di
WPP 717?
2. Bagaimana Status Perikanan Ikan demersal dan Ikan karang di WPP 717?
3. Bagaimana Status Perikanan Udang Penaeid dan Lobster di WPP 717?
4. Bagaimana Status Perikanan Kepiting, Rajungan dan Cumi-cumi di WPP
717?
5. Bagaimana Hasil Review Evaluasi?

1.3. Tujuan
Tujuan disusunnya Estimasi Potensi Perikanan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP) 717 adalah untuk Mengetahui Status Perikanan di WPP 717
yang meliputi ikan pelagis kecil dan besar, ikan demersal, ikan karang, udang
panaeid, lobster, kepiting, rajungan serta cumi-cumi.
II. PEMBAHASAN

2.1. Ikan Pelagis Besar dan Ikan Pelagis Kecil WPP 717
Ikan pelagis kecil merupakan kelompok ikan berukuran kecil yang hidup
di lapisan permukaan air yang biasanya bergerombol dan suka melakukan migrasi.
Pada WPP 717 daerah penangkapannya berada di sebelah Utara Jayapura, Paniai,
Pulau Yapen dan Biak, sebelah utara Manokwari, sekitar Pulau Waigeo,
Kepulauan Raja Ampat dan sebelah timur Halmahera. Jenis ikan yang dominan
berada di WPP 717 yaitu ikan layang (Decapterus macrosoma, D. kuroides),
kembung (Rastrelliger kanagurta), selar bentong (Selar crumenopththalmus),
sunglir (Elagatis bipinnulatus) dan julung-julung (Hemiramphus spp.). Komposisi
jenis ikan pelagis kecil di WPP Samudera Pasifik didominasi oleh ikan kembung,
diikuti oleh layang, teri, tembang, selar, belanak, daun bambu, lemuru, julung-
julung dan sungli. Ikan pelagis keci merupakan kelompok jenis ikan Prioritas di
WPP 717 yaitu di wilayah Samudera Pasifik Utara Papua.

Gambar 1. Jenis Ikan Pelagis Kecil Dominan Tertangkap di WPP Samudra Pasifik
(717) tahun 2014.

Berdasarkan diagram dapat diketahui bahwa ikan Kembung memiliki


persentase penangkapan yang paling tinggi diantara ikan-ikan pelagis kecil
lainnya. Nilai persentase ikan kembung yaitu 38,2 % kemudian ikan layang
dnegan 12,1%, ikan teri dengan 11,7 %, ikan Tambang dengan persentase 8,3%,
Ikan Selar dengan persentase 8,1% , Ikan Belanak dengan Persentase 4,3%, Ikan

4
Talang-talang dengan persentase 3,8%, Ikan Lemuru dengan presentase 3,5%,
Ikan Julung-julung

5
6

dengan 1,9% dan Ikan Sunglir dengan persentase terendah yaitu 1,8%. Menurut
Hisyam et al., (2020) Teluk Cenderawasih termasuk dalam Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) 717 yang terhubung dengan
perairan Samudera Pasifik. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar
Teluk Cenderawasih memiliki mata pencaharian sebagai nelayan yang masih
menggunakan alat penangkapan ikan sederhana untuk usaha perikanan tangkap.
Perikanan tangkap di daerah tersebut sebagian besar mengeksploitasi komoditas
ikan pelagis kecil dengan komposisi hasil tangkapan paling banyak adalah ikan
layang biru (Decapterus macarellus) yang mencapai sekitar 98%. Berdasarkan
KepMen KP No. KEP.45/KEPMEN-KP/2016, jumlah potensi ikan pelagis kecil
di WPPNRI 717 yaitu pada Samudra Pasifik diperoleh sebesar 391,126 ton, JTB
sebesar 312,901 ton dengan tingkat pemanfaatan 0,73. Nilai tingkat pemanfaatan
dan status sumberdaya ikan di WPP 717 yaitu pada Samudra Pasifik menunjukkan
bahwa ikan pelagis kecil Fully Exploited.

Gambar 2. Kurva Hubungan Produksi dan Upaya Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
di Samudra Pasifik (WPP 717) tahun 2014

Secara umum, potensi sumber daya ikan pelagis kecil lebih kecil
dibandingkan dengan pelagis besar. Untuk spesies kunci diwakili oleh layang.
Dari aspek biologi, dampak penangkapan belum menunjukkan adanya indikasi
terjadinya perubahan ukuran ikan hasil tangkapan. Hasil kajian dengan
menggunakan model surplus produksi dan akustik diperoleh nilai potensi lestari
sebesar 384.750 ton dengan JTB sebesar 307.800 ton. Upaya optimum sebanyak
7

772 unit setara alat tangkap pukat cincin dan tingkat pemanfaatan sudah berada
pada tahapan yang overfishing

Gambar 3. Grafik Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil pada


Periode Tahun 2005-2014

Berdasarkan grafik perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada


tahun 2005 – 2014 di WPP 717 yaitu pada Samudra Pasifik, pada tahun 2006
diperoleh hasil tangkapan yang paling rendah yaitu 26081 ton dan mengalami
kenaikan hasil tangkapan pada tahun 2007 hingga tahun 2009. Pada tahun 2010
hasil tangkapan kembali turun menjadi 41943 ton. Tahun berikutnya yaitu pada
tahun 2011 hasil tangkapan kembali naik dengan hasil tangkapan 44170 ton. Di
tahun 2013 hasil penangkapan ikan pelagis kecil mengalami penurunan yang
cukup drastis yaitu 34744 ton, namun pada tahun 2014 hasil tangkapan kembali
naik dan menjadi hasil tangkapan tertinggi pada period 2005 – 2014 yaitu dengan
hasil tangkapan 43945 ton. Menurut Cahya et al., (2016), parameter oseanografi
merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap variabilitas hasil
tangkapan ikan, seperti klorofil-a dan suhu permukaan laut, karena suhu sangat
berpengaruh terhadap metabolisme ikan secara biologis. Dilihat dari pengaruh
fisikanya, suhu permukaan dapat menyebabkan upwelling, yang membawa
nutrien ke permukaan dan menjadikan tempat feeding ground bagi ikan,
sementara klorofil-a merupakan indikator adanya produktivitas primer bagi ikan,
khususnya ikan pelagis.
Ikan pelagis besar merupakan kelompok ikan yang mempunyai sifat
berenang bebas dengan melakukan migrasi secara vertical maupun horizontal
8

mendekati permukaan dengan ukuran relatif besar, tubuh seperti torpedo, warna
relatif terang dan melakukan aktifitas begantung pada kondisi lingkungan. Ikan
pelagis besar yang dominan di WPP 717 atau di Samudra Pasifik biasanya yaitu
ikan Cakalang, Tuna, Tongkol dan Tengiri yang banyak dilakukan di perairan
utara Pulau Waigeo, Pulau Biak dan Jayapura. Menurut Kalor et al., (2015),
Pesisir utara Papua (WPP 717) merupakan zona penangkapan berbagai jenis ikan
pelagis, termasuk ikan tuna. Perairan Utara Papua dapat berfungsi sebagai
kawasan penyangga keseimbangan populasi ikan tuna di Pasifik, karena kawasan
perairan Maluku dan Papua merupakan penyumbang produksi ikan tuna dan
cakalang terbesar di Indonesia. Ikan pelagis besar di wilayah WPP 717 yaitu di
Samudera Pasifik merupakan kelompok ikan yang dijadikan prioritas.

Gambar 4. Jenis Ikan Pelagis Besar di WPP Samudra Pasifik (WPP 717)

Jenis ikan pelagis besar selain jenis tuna dan tongkol diperoleh nilai
potensi lestari (MSY) sebesar 13.921 ton/tahun dengan nilai JTB 11.137 ton. Nilai
f opt didapatkan sebesar 3.242 unit standar purse seine, dengan demikian tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di WPP 716 baru sekitar 0,39 dengan
demikian masih sangat potensial untuk pengembangan pemanfaatannya.
Berdasarkan KepMen KP No. KEP.45/KEPMEN-KP/2016 Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan pada ikan pelagis besar hasil tangkapan sebesar 56,067 ton,
JTB sebesar 44,854 dan tingkat pemanfaatan ikan pelagis besar di WPP 717 yaitu
0,95 dimana tingkat pemanfaatan Fully Exploited.
9

Gambar 5. Grafik Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Besar pada


Periode Thaun 2005 – 2014

Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa hasil tangkapan ikan pelagis


besar terendah diperoleh pada tahun 2006 dengan hasil tangkapan sebanyak 41462
ton dan diperoleh tangkapan ikan pelagis besar tertinggi yaitu terdapat pada tahun
2014 dengan hasil tangkapan sebesar 61587 ton. Menurut Suman et al., (2016),
Ikan pelagis besar antara lain adalah; tuna, cakalang tongkol, tenggiri, cucut,
marlin dan layaran. Kelompok ikan pelagis besar lebih bersifat oseanik sedangkan
ikan pelagis kecil lebih bersifat neritik. Semua jenis ikan pelagis besar pada
umumnya beruaya sangat jauh hingga melampaui yurisdiksi suatu negara,
sehingga pengkajian stok dan pengelolaannya biasanya selalu dilakukan secara
internasional, sesuai dengan alur migrasinya. Untuk kajian potensi dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar hanya diakukan pada jenis ikan di
luar tuna dan cakalang.

2.2. Ikan Demersal dan Ikan Karang Di WPP 717


WPPNRI 717 yang meliputi Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera
Pasifik, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang strategis di
Indonesia. Hal ini karena posisi geografis yang sangat menentukan yaitu besarnya
potensi dan luas wilayah pengelolaannya yang melingkupi 3 (tiga) provinsi, yaitu
Provinsi Maluku Utara, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat serta berbatasan
langsung dengan perairan internasional dan beberapa negara tetangga. Estimasi
potensi sumberdaya ikan di WPPNRI 717 mencapai 603,688ton/tahun.
10

Daerah penangkapan ikan umumnya tidak begitu jauh dari pantai atau desa
tempat tinggal nelayan. Hal ini selain dipengaruhi oleh kondisi perairan paparan
benua yang relatif sempit (rata-rata berkisar 200-400m dari pantai) juga sarana
penangkapan ikan umumnya masih sederhana, bahkan masih banyak dijumpai
penangkapan ikan dengan cara menyelam kemudian menombak ikan yang
menjadi buruannya. (Suman et al., 2014).
Hasil tangkapan ikan demersal di WPPNRI 717 antara lain adalah ikan
kakap putih (Lates carcarifer), ikan kakap merah (Lutjanus sp.), ikan kuwe
(Caranx sexfasciatus), ikan manyung (Netuma sp.), ikan sebelah (Psettodes
erumei), ikan lolosi biru (Caesio caerulaurea), ikan bawal putih (Pampus
argentus), ikan lencam (Lethrinus spp.), ikan kuniran (Upeneus sulphureus), dan
ikan layur (Trichiurus spp.).

Gambar 6. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Demersal pada Periode Tahun


2005-2014
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, 2015

Pada Grafik, terlihat bahwa hasil tangkapan ikan demersal pada periode
Tahun 2005-2014 berkisar antara 21,071-45,573 ton/tahun dengan rata-rata
33,836 ton/tahun. Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat
Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia, potensi ikan demersal di WPPNRI 717 sebesar 111,619
ton/tahun dan tingkat pemanfaatan 0.45 yang berarti tingkat pemanfaatan berada
pada kondisi moderate. Selanjutnya disarankan agar upaya penangkapan ikan
demersal di WPPNRI 717 dapat ditambah.
11

Hasil tangkapan ikan karang di WPPNRI 717 antara lain adalah


ikan ekor kuning (Caesiocuning), ikan napoleon (Cheilinusundulatus), ikan
kerapu (Epinephelus spp.), dan ikan baronang (Siganusspp.). Kajian sumberdaya
ikan karang konsumsi yang dilakukan di perairan Biak Timur tersebar di beberapa
wilayah perairan Yenusi, Segara Indah, dan Ariom (Suman et al., 2014).

Gambar 7. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Karang pada Periode Tahun


2005-2014
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2015

Pada Grafik, terlihat bahwa hasil tangkapan ikan karang pada periode
Tahun 2005-2014 berkisar antara 2,058-7,277 ton/tahun dengan rata-rata 4,242
ton/tahun. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/
KEPMENKP/ 2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, potensi ikan karang di
WPPNRI 717 sebesar 32,376ton/ tahun dan tingkat pemanfaatan 0.81 yang berarti
tingkat pemanfaatan berada pada kondisi fully-exploited. Selanjutnya disarankan
agar upaya penangkapan ikan karang di WPPNRI 717 dipertahankan dengan
monitor ketat.
12

2.3. Udang Penaeid dan Lobster di WPP 717

Estimasi Potensi Kelompok SDI WPPNRI 717


15,016 9,150 1,044 489 58 10,519

131,675

65,935

829,188

Ikan Pelagis Kecil Ikan Pelagis Besar Ikan Demersal Ikan Karang Udang Penaeid
Lobster Kepiting Rajungan Cumi-cumi

Gambar 8. Grafik Estimasi Potensi WPPNRI 717


Sumber: KepMen KP Nomor 50/KEPMEN-KP/2017

Habitat udang pada umumnya adalah perairan paparan benua (continental


shelf) yang relatif dangkal dengan salinitas yang relatif rendah akibat adanya
pengaruh dari daratan ataupun aliran sungai. Jumlah perkiraan keseluruhan untuk
udang penaeid yang ditangkap pada tahun 2017 adalah 30.404 ton/tahun. Nilai
JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) pada udang penaeid untuk WPPNRI
717 menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50/KEPMEN-
KP/2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan
Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia adalah 9.150 ton/tahun, sehingga jika dibandingkan
dengan potensi udang penaeid yang ditangkap dapat diambil kesimpulan bahwa
udang penaeid telah mengalami kelebihan penangkapan dari jumlah yang
diperbolehkan. Meski demikian, tingkat pemanfaatan dari udang penaeid di
WPPNRI 717 dengan angka 0,52 menunjukan bahwa pemanfaatan masih bersifat
moderat.
13

Lobster diketahui merupakan hewan demersal yang tinggal di dasar


perairan. Habitat lobster sendiri biasanya merupakan daerah karang yang tumbuh
subur (Fauzi et al., 2013). Potensi tangkapan lobster di WPPNRI 717 berdasar
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50/KEPMEN-KP/2017
tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat
Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia diperkirakan berjumlah 1.044 ton/tahun. Jumlah tersebut
melebihi JTB lobster di WPPNRI 717 yang berjumlah 835 ton/tahun, sehingga
dapat disimpulkan bahwa potensi lobster juga mengalami kelebihan penangkapan.
Tingkat pemanfaatan yang menunjukkan angka 1,04 menandakan bahwa lobster
telah mengalami over eksploitasi.

Estimasi Potensi Kelompok SDI WPPNRI 717

Cumi-cumi 2,140
2,124

Rajungan 58
22

Kepiting 489
620

Lobster 1,044
1,065

9,150
Udang Penaeid 8,669

Ikan Karang 15,016


32,376

Ikan Demersal 131,675


111,619

Ikan Pelagis Besar 65,935


56,067

Ikan Pelagis Kecil 829,188


391,126

0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000 900,000

Tahun 2016 Tahun 2017


Gambar 9. Diagram Batang estimasi potensi WPPNRI 717
Sumber: KepMen KP Nomor 47/KEPMEN-KP/2016; KepMen KP Nomor
50/KEPMEN-KP/2017
14

Jika dibandingkan dengan potensi penangkapan udang penaeid


pada tahun 2016 berdasar Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia yang berjumlah 8.669
ton/tahun dengan JTB 6.935 ton/tahun dan angka 0,25 pada tingkat pemanfaatan
moderat. Pada tahun 2017 tingkat pemanfaatan mengalami peningkatan, begitu
pula dengan jumlah potensi dan JTB udang penaeid menjadi 9.150 ton/tahun
untuk potensi, 7.320 ton/tahun untuk JTB, dan tingkat pemanfaatan 0,46. Hal ini
merujuk pada peningkatan upaya penangkapan yang dilakukan sehingga
menaikkan nilai potensi udang penaeid. Nilai potensi pada tahun 2016 dan 2017
yang lebih tinggi dari nilai JTB di tahun masing-masing menunjukkan adanya
kelebihan penangkapan. Hal tersebut dapat memberikan dampak pada
berkurangnya stok udang penaeid di alam bebas, dapat menurunkan kualitas
(ukuran) udang penaeid, dan mengganggu keseimbangan kelestarian sumber daya
di alam.
Jika dibandingkan dengan potensi penangkapan lobster pada tahun 2016
berdasar Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN-
KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan
Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia yang berjumlah 1.065 ton/tahun dengan JTB 852
ton/tahun dan angka 1,21 pada tingkat pemanfaatan yang menunjukkan over
eksploitasi. Pada tahun 2017 tingkat pemanfaatan, jumlah potensi, dan JTB dari
lobster mengalami penurunan yang cukup banyak sehingga diketahui bahwa telah
berkurangnya upaya penangkapan terhadap lobster. Berkurangnya upaya
penangkapan dapat dikaitkan dengan berkurangnya sumber daya di alam sehingga
sulit ditemukan, atau karena kebijakan yang diberlakukan secara tegas dalam
upaya menjaga kelestarian sumber daya lobster.

2.4. Kepiting, Rajungan dan Cumi-cumi di WPP 717


Kepiting merupakan salah satu komoditas yang sangat bernilai ekonomis
tinggi. Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki sepuluh dari
15

upabangsa Brachyura, yang dikenal mempunyai "ekor" yang sangat pendek, atau
yang perutnya sama sekali tersembunyi di bawah dada. Tubuh kepiting dilindungi
oleh cangkang yang sangat keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan
sepasang capit. Kepiting merupakan salah satu komoditas perikanan yang berniali
ekonomis. Salah satu spesies kepiting yang sering dikonsumsi dan sering di
tangkap dan dibudidayakan adalah spesies Scylla sp. atau kepiting bakau.
Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki potensi
sebagai penyangga kehidupan masyarakat terutama bagi nelayan sekala kecil
(small scale fisheries). Kepiting bakau termasuk sumberdaya perikanan pantai
yang mempunyai nilai ekonomis penting dan mempunyai harga yang mahal. Jenis
kepiting ini disenangi masyarakat karena bernilai gizi tinggi dan mengandung
berbagai nutrien penting. Wilayah WPP 717 merupakan salah satu wilayah atau
daerah tangkapan yang masih belum optimal tingkat pemanfaatan dan
penangkapannya. Yang termasuk dalam WPP 717 yaitu Samudera Pasifik, Teluk
Cendrawasih, Utara Jayapura, Paniai, Pulau Yapen dan Biak, sebelah utara
Manokwari, sekitar Pulau Waigeo, Kepulauan Raja Ampat dan sebelah timur
Halmahera. Menurut Suman et al., (2018), untuk kepiting didapatkan nilai MSY
sebesar 489 ton/tahun, nilai JTB sebesar 391 ton/ tahun dengan tingkat
pemanfaatan sebesar 0,87 (indikator warna kuning, fully-exploited). Menurut
KepMen KP No. 47 Tahun 2016, pada daerah penangkapan hasil perikanan WPP
717 potensi penangkapan kepiting yang diperbolehkan yaitu 620 ton dengan nilai
JTB 496 dan tingkat pemanfaatan sebesar 0.90 dimana tterindikator berwarna
kuning atau fully exploited. Yang dimaksud dengan fully eksploited yaitu upaya
penangkapan yang telah dilakukan dapat dipertahankan dengan monitor ketat.
Rajungan merupakan salah satu Crustacea yang menjadi komoditas
dengan nilai ekonomi yang tinggi karena masyarakat banyak yang tertarik untuk
dijadikan bahan makanan ataupun untuk dibudidayakan. Selama ini kebutuhan
rajungan banyak dipenuhi dari hasil tangkapan alam, dikarenakan dalam budidaya
rajungan belum berkembang baik. Kelulushidupan rajungan rendah yang
disebabkan oleh penyakit bakteri vibrio, selain itu kandungan nitrogen dan fosfat
juga dapat mempengaruhi kualitas media pemeliharaan rajungan. Hasil
penangkapan rajungan yang berada pada wilayah atau daerah WPP 717 menurut
16

KepMen KP No. 47 Tahun 2016 yaitu penangkapan yang diperbolehkan yaitu


dengan potensi sebanyak 22 ton dengan nilai JTB 18 ton dan dengan nilai tingkat
pemanfaatan sebesar 1,45. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP 717
pada rajungan merupakan termasuk dalam kategori Over exploited dengan
ditandai warna merah. Hal tersebut menandakan upaya penangkapan harus
dikurangi karena sudah mengalami overfishng pada kelompok rajungan.
Cumi-cumi merupakan kelompok hewan yang cephalopoda besar, atau
jenis moluska yang hidup di laut. Cumi-cumi tergolong hewan neuritik yang
sebarannya dari lapisan permukaan sampai kedalaman tertentu. Hidup
bergerombol dan tertarik pada cahaya lampu (bersifat fototaksis positif). Menurut
Febrianto et al., (2017), Cumi-cumi secara komersial merupakan spesies
perikanan penting di banyak wilayah pesisir Asia. Daerah penyebarannya meliputi
Laut Cina Timur, Laut Cina Selatan, Teluk Thailand, Laut Arafura, Laut Timor
dan perairan Australia, perairan Pasifik barat, Filipina, dan daerah penangkapan
cumi-cumi Loligonidae terdapat hampir di semua perairan di Indonesia, salah
satunya Selat Malaka (Aceh, Sumatera Utara dan Riau) dan Utara Jawa (Jakarta,
Jawa Tengah dan Jawa Timur). Hasil penangkapan cumi-cumi di daerah WPP 717
yaitu di daerah perairan Samudera Pasifik dan Teluk Cendrawasih. Provinsi
Maluku Utara,terdapatkearifan lokalyang dinamai” Pamali Mamanci ikang
”dalam pengelolaan sumber daya perikanan (pesisir dan laut) secara umum adalah
larang atau boboso, tetapi pengertiannya dalam pengelolaan ikan teri dan cumi-
cumi menyangkut pada beberapa batasan, seperti pelarangan pada musim
pemijahan, pembatasan jumlah alat penangkapan ikan, pembatasan frekuensi
penangkapan ikan, tidak dibenarkan orang luar memiliki usaha bagan, pelarangan
penebangan hutan bakau (soki) karena luluhan daun, dan dahan pohon bakau
dianggap sebagai asal-usul ikan teri. Pengaturan “Pamali Mamanci Ikang”
merupakan suatu kebijakan yang arif walaupun hanya dihasilkan melaluisuatu
proses musyawarah ditingkat desa. Penetapan waktu pelaksanaannya disesuaikan
dengan musim cengkeh, dimana masyarakat mulai meninggalkan laut dan beralih
kelahan pertanian dan perkebunan cengkehnya. Panen cengkeh dilakukan secara
gotong royong (bari), sehingga bagi nelayan yang tidak memiliki kebun turut
terlibat dalam panen tersebut untuk menutupi biaya hidupnya selama dilarang
17

melaut. Konsep ini sangat memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat,


sehingga pada saat pelaksanaan tradisinya, masyarakat nelayan tidak kehilangan
matapencahariannya, sebaliknya masyarakat petani juga ikut merasa dibantu.
Menurut KepMen KP No. 47 Tahun 2016 yaitu penangkapan yang diperbolehkan
yaitu dengan potensi sebanyak 2,124 ton dengan nilai JTB yaitu 1,699 ton serta
nilai tingkat pemanfaatan 0,70 yang termasuk kedalam kategori fully exploited
dengan ditandai dengan warna kuning dimana upaya penangkapan yang telah
dilakukan dapat dipertahankan dengan monitor ketat.

2.5. Tabel Spesies dan Review Hasil Evaluasi


Berikut tabel perbandingan tingkat pemanfaatan antara tahun 2016 dengan
2017 beserta keterangan tingkat pemanfaatannya.
Tabel 1. Estimasi Potensi Kelompok Sumberdaya Ikan pada WPPNRI 717
2016 2017
Kelompok SDI Tingkat Tingkat
Keterangan Keterangan
Pemanfaatan Pemanfaatan
Ikan Pelagis Fully- Fully-
0,73 0,70
Kecil exploited exploited
Ikan Pelagis Fully- Over-
0,95 1,00
Besar exploited exploited
Ikan Demersal 0,45 Moderate 0,39 Moderate
Fully- Fully-
Ikan Karang 0,81 0,91
exploited exploited
Udang Penaeid 0,25 Moderate 0,46 Moderate
Over- Over-
Lobster 1,21 1,04
exploited exploited
Fully- Fully-
Kepiting 0,90 0,87
exploited exploited
Over- Over-
Rajungan 1,45 1,21
exploited exploited
Fully- Over-
Cumi-cumi 0,70 1,09
exploited exploited
Sumber: KepMen KP Nomor 47/KEPMEN-KP/2016; KepMen KP Nomor
50/KEPMEN-KP/2017
18

Pada Tabel 1 terlihat bahwa 9(sembilan) kelompok sumberdaya ikan pad


tahun 2016 diWPPNRI 717 adalah ikan pelagis besar dengan tingkat pemanfaatan
sebesar 0.73 kemudian menjadi 0.70 dengan keterangan fully exploited, ikan
karang sebesar 0.91 (fully Exploited), ikan pelagis kecil sebesar 1.00 (Over
Exploited), ikan demersal sebesar 0.39 (Moderate), udang penaeid sebesar 0,46
(moderate), Lobster 1.04 (Over Exploited), Kepiting 0,87 (Fully-exploited),
Rajungan 1,21 (Over-exploited) dan Cumi-cumi 1.09 (Over-exploited). terlihat
bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di WPPNRI717 sebagian besar
berada pada kondisi overexploited, kecuali kelompok ikan pelagis kecil, ikan
karang dan kepiting yang masih fully–exploited. Sedangkan ikan demersal dan
udang berada pada kondisi moderate.
III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di WPPNRI717 sebagian besar
berada pada kondisi overexploited. Peningkatan upaya penangkapan yang terus
terjadi telah menyebabkan penurunan stok sumber daya ikan di wilayah ini
terutama pada kelompok ikan besar, Lobster, Rajungan dan Cumi cumi. Secara
keseluruhan, dari 9 kelompok komoditas sumber daya, sebanyak 4 komoditas
berstatus overfishing, 3 kelompok komoditas berstatus fully-exploited, dan hanya
2 komoditas yang masih berstatus moderat yaitu kelompok ikan demersal dan
Udang paneid. Dengan demikian potensi ekonomi yang masih dapat
dikembangkan di sektor penangkapan adalah penangkapan ikan ikan demersal dan
udang paneid, komoditas ekspor lainnya seperti layur juga cukup potensial
dikembangkan di wilayah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Cahya, C.N., D. Setyohadi dan D. Surinati. 2016. Pengaruh Parameter


Oseanografi Terhadap Distribusi Ikan. OSEANA, 41(4) : 1 – 14.

Fauzi, M., A. P. Prasetyo, I. T. Hargiyatno, F. Satria, dan A. A. Utama. 2013.


Hubungan Panjang-Berat dan Faktor Kondisi Lobster Batu (Panulirus
penicillatus) di Perairan Selatan Gunung Kidul dan Pacitan. BAWAL,
5(2): 97-102.

Febrianto, A., D. Simbolon., J. Haluan dan Mustaruddin. Pola Musim


Penangkapan Cumi-cumi di Perairan Luar dan Dalam Daerah
Penambangan Timah Kabupaten Bangka Selatan. Marine Fisheries,
8(1) : 63 – 71.

Hisyam, M., S. Pujiyati, Wijopriono, E. Nurdin dan A. Ma’mun. 2020. Sebaran


Ikan Pelagis Kecil Berdasarkan Kedalaman dan Waktu do Perairan
Teluk Cendrawasih. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 26(4) : 221
– 232.

Kalor, J.D., L. Dimara dan R. Tuhumury. 2015. Permasalahan Pengelolaan


Perikanan Tuna Berkelanjutan di Perairan Pesisir Utara Provinsi Papua.
The Journal Of Fisheries Development, 1(2) : 33 – 43.

Suman, A., F. Satria, B. Nugraha, A.Priatna, K. Amridan M. Mahiswara. 2018.


Status Stok Sumber Daya Ikan Tahun 2016 Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) Dan Alternatif
Pengelolaannya. Jurnal Kebiajakan Perikanan Indonesia, 10 (2) : 107 –
128.

Suman, A., H. E. Irianto., F. Satria dan K. Amri. 2016. Potensi Tingkat


Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia (WPP NRI) Tahun 2016 Serta Opsi
Pengelolaanya. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 8(2) : 97 – 110.

20

Anda mungkin juga menyukai