SKRIPSI
OLEH:
MAULIDA PRATIWI
160302039
1
Universitas Sumatera Utara
2
SKRIPSI
OLEH:
MAULIDA PRATIWI
160302039
Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
2
Universitas Sumatera Utara
3
3
Universitas Sumatera Utara
4
NIM : 160302039
Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber
data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
Maulida Pratiwi
4
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
i
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Statistical data from the Belawan Ocean Fishing Port in 2020 show that
the Mackerel Scad (Decapterus macarellus) is one of the nine types of pelagic
fish that are most dominant caught in Belawan Ocean Fishing Port. This study
aims to determine the pattern of fishing season for the Mackerel Scad
(Decapterus macarellus) fish resource at the Belawan Ocean Fishing Port. This
research was conducted from June to July 2020. Secondary data analysis used the
Schaefer model and the Fishing Season Index (FSI) for the last five years. The
results showed that based on the Schaefer model, the maximum sustainable
potential value was 8,589,850 tons/year and the optimum fishing effort was 6,576
trips/year. The catching season is in January, March, May, June, August and
November. The peak season for catching Mackerel Scad (Decapterus macarellus)
occurs in November (the transitional season II) with an IMP value of 116.49%
and the lowest in February (the west season) with an IMP value of 89.35%.
ii
Universitas Sumatera Utara
iii
RIWAYAT HIDUP
bersaudara.
penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 6 Medan dan selesai pada tahun
2013. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 6 Medan dan
tahun 2018–2019 dan asisten Laboratorium Kualitas Air pada tahun 2019-2020.
Pada tahun 2019, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Pardomuan
iii
Universitas Sumatera Utara
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 pada Program Studi
Utara, Medan.
besarnya kepada:
1. Kedua Orang tua tercinta, Ayahanda Imran dan Ibunda Ninin Indriani yang
2. Ibu Amanatul Fadhilah, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
sabar memberikan arahan dan dukungan, serta ilmu yang sangat berharga bagi
Penulis.
Ibu Ipanna Enggar Susetya, S.Kel., M.Si selaku Dosen Penguji yang telah
Sumberdaya Perairan.
iv
Universitas Sumatera Utara
v
melakukan penelitian.
7. Seluruh Nelayan PPS Belawan dan semua pihak yang dengan suka rela
kepada Penulis.
8. Sahabat yang Penulis sayangi khususnya Rengga, yang sudah suka rela
Rita S. Manik, Fanni Kristanti Hasugian, Rahma Yanti dan seluruh teman-
terima kasih.
Penulis
v
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vi
PENDAHULUAN
Latar belakang ................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................ 3
Kerangka Pemikiran ........................................................................ 4
Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) .................................... 7
Distribusi dan Habitat Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) 9
Purse Seine ...................................................................................... 11
Metode Surplus Produksi................................................................. 13
Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan .......................................... 14
Pola Musim Penangkapan ............................................................... 16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 18
Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 18
Prosedur Penelitian .......................................................................... 19
Pengumpulan Data .................................................................... 20
Analisis Data ............................................................................ 20
Analisis Surplus Produksi .................................................... 20
Analisis Tingkat Pemanfaatan ............................................. 21
Indeks Musim Penangkapan ................................................ 27
vi
Universitas Sumatera Utara
vii
Pembahasan
Kondisi Umum PPS Belawan ................................................... 40
Produksi Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) .............. 42
Upaya Penangkapan Ikan Layang Biru .................................... 43
Analisis CPUE (Catch per Unit Effort) .................................... 45
Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan F opt ........................... 47
Pendugaan Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan ................ 49
Total Allowable Catch (TAC) .................................................. 50
Pola Musim Penangkapan Ikan Layang Biru ........................... 51
DAFTAR PUSTAKA
vii
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR TABEL
ix
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
Universitas Sumatera Utara
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
pendaratan ikan dan tempat pelelangan ikan memiliki prospek yang sangat bagus
sebagai tempat pemasaran ikan di Sumatera Utara baik untuk pemasaran lokal
Salah satu produksi tangkapan ikan pelagis utama di PPS Belawan adalah
Samudera (PPS) Belawan tahun 2020 menunjukkan bahwa ikan Layang Biru
(Decapterus macarellus) merupakan salah satu dari 9 jenis ikan pelagis yang
besar. Kegiatan penangkapan ikan berskala besar ini dianggap dapat mengurangi
maka usaha yang dilakukan pada saat ini yaitu dengan memperbesar upaya
penangkapan sudah tidak sesuai lagi dengan hasil tangkapan per satuan upaya
perairan dan kemampuan daya pulih akan terganggu. Mengingat ikan Layang Biru
penting, maka apabila upaya penangkapan ikan tidak terkontrol akan dapat
ekonomi dan pengkajian stok. Informasi stok meliputi data total hasil tangkapan,
jumlah upaya 4 penangkapan dan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE)
(Prihartini, 2006).
sekitar Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. Apabila hal ini terus terjadi
maka jumlah populasi ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) yang ada di
Perairan Belawan semakin menipis. Oleh karena itu, perlu adanya kajian tentang
ketersediaan stok dan kelestarian sumberdaya Ikan Layang Biru yang dapat
Rumusan Masalah
bergerombol selalu mengikuti sirkulasi air laut, dan juga kepadatan populasinya
diketahui para nelayan agar dapat mengetahui waktu penangkapan ikan Layang
(Decapterus macarellus) yang sesuai. Oleh karena itu melihat besarnya potensi
analisis data CPUE, tingkat pemanfaatan dan Indeks Musim Penangkapan. Hal ini
kesejahteraan nelayan.
2. Bagaimana nilai Catch Per Unit Effort (CPUE), potensi maksimum lestari
Belawan?
Kerangka Pemikiran
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Karena tingginya minat masyarakat akan
diketahui para nelayan agar dapat mengetahui waktu penangkapan ikan Layang
Biru (Decapterus macarellus) yang sesuai. Dari hasil tangkapan ikan Layang yang
diperoleh, selanjutnya dapat diolah menjadi data primer dan data sekunder. Data
kepada para nelayan sebagai responden yang berhubungan langsung dengan usaha
penangkapan ikan Layang, pegawai PPS Belawan, Dinas Perikanan dan Kelautan
hasil tangkapan ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) mulai dari 5 tahun
Hasil Tangkapan
Potensial sumberdaya •
Ikan Layang Biru
(Decapterus macarellus)
• Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian •
Tujuan Penelitian
Samudera Belawan
Belawan
Belawan
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus
komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong
meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas yang sering
dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip
punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute)
tersebut bersifat “multispecies” yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara
sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk Ikan Layang menghuni
habitat yang relatif sama, yaitu dipermukaan dan membuat gerombolan di perairan
lepas pantai, daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering
cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini
perairan yang berjarak 20-30 mil dari pantai. Sedikit informasi yang diketahui
tentang migrasi ikan, tetapi ada kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan
ikan bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas
perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman
terkadang tidak aktif pada saat membentuk gerombolan di suatu daerah yang
sempit atau disekitar benda-benda terapung. Oleh karena itu nelayan payang dan
dengan ikan sejenisnya, 19 bahkan kerap kali bergabung dengan jenis lainnya,
seperti bawal (Stromateus sp), Selar (Caranx sp) (Majore et al., 2014).
Daerah sebaran ikan layang sangat luas, yaitu di perairan tropis dan
subtropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di Samudera Atlantik bagian
utara sampai ke Cape Cod dan sebelah selatan sampai ke Brasilia. Di wilayah
Indo-Pasifik ikan ini tersebar antara Jepang di bagian utara dan pantai Natal di
bagian selatan. Di laut Jawa ikan ikan tersebar mengikuti pergerakan salinitas dan
perairan FAO di mana ikan ini biasa ditemukan, di antaranya, adalah perairan-
perairan Samudera Hindia bagian barat dan timur; Samudera Pasifik barat dan
timur bagian tengah; Samudera Atlantik utara dan tengah; serta Laut
Tengah dan Laut Hitam. Layang biru juga didapati pada perairan Ugahari hingga
kedalaman 400 m. Ikan ini menyukai perairan yang jernih, dan acap ditemukan di
sekitar pulau. Meskipun ikan ini biasa ditemukan dekat permukaan, layang biru
juga kerap tertangkap pada kedalaman 40 hingga 200 m (Simbolon et al., 2011).
Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) adalah jenis ikan yang hidup
dalam air laut yang jernih dengan salinitas tinggi. Ikan ini berasal dari perairan
bebas dan bersifat pelagis. Ikan Layang bersifat "stenohalina" hidup di air Laut
dipengaruhi oleh musim dan ikan ini selalu bermigarasi musiman. Ikan Layang
muncul di permukaan karena di pengaruhi oleh migrasi harian dari organisme lain
perpindahan masal dari plankton nabati yang diikuti oleh plankton h ewani dan
hubungan dengan pergerakan. Pada umumnya ruaya ikan layang berkaitan erat
dengan pergerakan massa air laut walaupun secara tidak langsung. Dalam hal pola
pergerakan arus sangat mempengaruhi ruaya ikan layang, karena ikan layang
cenderung melakukan ruaya mengikuti massa air, sebaran salinitas yang tinggi,
dan kesediaan ikan layang adalah arus. Karena ikan layang biasanya melakukan
10
Purse Seine
Purse seine (pukat cincin) adalah jenis alat tangkap yang tergolong seine
yaitu merupakan alat tangkap yang aktif untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang
menghemat waktu dan bahan bakar juga dapat menaikkan hasil tangkapan per
satuan upaya penangkapan. Jumlah hasil tangkapan setiap penebaran purse seine
tergantung pada ukuran alat tangkap, jenis ikan dan kondisi laut pada saat operasi
Purse seine merupakan alat tangkap yang bersifat multi species, yaitu
menangkap lebih dari satu jenis ikan. Dalam banyak kasus sering ditemukan
ukuran mesh size alat tangkap Purse seine yang sangat kecil, hal ini dapat
berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang didapatkan. Hal yang mungkin saja
akan dipengaruhi adalah ukuran ikan dan komposisi jenis hasil tangkapan antara
purse seine atau lebih dikenal dengan nama pukat cincin termasuk kedalam
klasifikasi surrounding net. Purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif
sebuah dinding besar yang selanjutnya jaring akan ditarik dari bagian bawah dan
membentuk kantong, alat tangkap ini mempunyai atau dilengkapi dengan cincin
11
polyamide (PA) multifilament dengan ukuran panjang jaring 420 meter dan lebar
pelampung yang digunakan pada alat tangkap purse seine. Pelampung pertama
Pelampung tersebut berbentuk bola terbuat dari bahan sintetis agar dapat bertahan
lama. Pelampung kedua terbuat dari bahan plastik berbentuk bola. Pelampung
ketiga terbuat dari plastik, ditutupi dengan gabus, dan berbentuk elips. Perbedaan
pelampung disebabkan pelampung berbentuk bola yang terbuat dari bahan plastik
cenderung mudah rusak atau pecah ketika terbentur oleh dinding kapal saat
pengoperasian purse seine. Pemberat yang digunakan pada alat tangkap purse
seine terbuat dari bahan timah berbentuk cincin. Pada umumnya penangkapan
ikan dengan menggunakan purse seine dilakukan pada malam hari, akan tetapi
ada juga purse seine yang dioperasikan pada siang hari (Mirnawati et al., 2019).
Ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dari purse seine adalah
(sea surface) dan sangatlah diharapkan pula agar densitas soal itu tinggi, yang
berarti jarak antara ikan dangan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Jenis ikan
yang ditangkap dengan purse seine terutama di daerah Jawa dan sekitarnya adalah
12
didaratkan di PPS Belawan masih cukup baik dan layak dikonsumsi. Hal ini
Berdasarkan data dari PPSB, alat tangkap Purse seine berjumlah sekitar 5.000
unit. Karena banyaknya alat tangkap ini digunakan oleh nelayan di PPS Belawan
sehingga membutuhkan kajian lebih jauh lagi mengenai alat tangkap purse seine
Model yang paling sederhana dalam dinamika populasi ikan ialah model
produksi surplus, dengan memperlakukan ikan sebagai biomassa tunggal yang tak
dapat dibagi, yang tunduk pada aturan-aturan sederhana kenaikan dan penurunan
biomassa. Model ini, pada umumnya digunakan dalam penilaian stok ikan hanya
dengan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya tangkap yang umumnya
maksimum lestari (CMSY) didekati dengan Model Produksi Surplus. Antara hasil
tangkapan per satuan upaya (CPUEt) dan upaya tangkap (effort) dapat berupa
model dasar yaitu Model Schaefer (hubungan linear) dan Model Gompertz yang
memungkinkan suatu spesies ikan tertangkap pada beberapa jenis alat tangkap.
Jika di suatu daerah perairan terdapat berbagai jenis alat tangkap yang dipakai,
maka salah satu alat tersebut dapat dipakai sebagai alat tangkap standar,
sedangkan alat tangkap yang lainnya dapat distandarisasikan terhadap alat tangkap
tersebut. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standard mempunyai
faktor daya tangkap atau fishing power indeks (FPI) = 1. Jenis alat tangkap
lainnya dapat dihitung nilai FPI dengan membagi nilai catch per unit effort
(CPUE) dengan CPUE alat tangkap standard. Niliai FPI ini kemudian digunakan
untuk mencari upaya standard yaitu dengan mengalikan nilai FPI dengan upaya
tingkat upaya optimum (biasa disebut fMSY atau effort MSY), yaitu suatu upaya
mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang biasa disebut hasil
tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield / MSY). Dari model ini
dari suatu jenis atau kelompok jenis (species group) sumberdaya ikan tersebut
determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
14
penangkapan ikan dengan tingkat efektifitas yang tinggi tanpa merusak kelestarian
persentase dari jumlah ikan yang ditangkap terhadap estimasi potensi sumberdaya
ikan tersebut. Tingkat pemanfaatan dikatakan rendah apabila proporsi kurang dari
50%. Apabila proporsi tingkat pemanfaatan lebih dari 50% dan hampir mendekati
tingkat pemanfaatan lebih dari 100% disebut dengan tingkat pemanfaatan lebih
(Suastra, 2018).
sumberdaya atau untuk mengetahui berapa persen dari sumberdaya yang telah
tangkapan (catch) dengan potensi lestari (MSY) yang di dapatkan melalui analisis
surplus produksi. Untuk menaikkan suatu variabel yang akan datang harus
15
1. Tingkat rendah apabila hasil tangkapan masih sebagian kecil dari potensi hasil
2. Tingkat sedang apabila hasil tangkapan sudah menjadi bagian yang nyata dari
3. Tingkat optimum apabila hasil tangkapan sudah mencapai bagian dari potensi
4. Tingkat berlebih atau over fishing apabila hasil tangkapan sudah melebihi
potensi lestari (> 100%) dan penambahan upaya dapat berbahaya terhadap
kepunahan sumberdaya.
suatu perairan dipengaruhi oleh pola arus serta antara udara dengan laut terjadi
interkasi yang cukup erat. Perubahan cuaca yang mempengaruhi kondisi laut
antara lain: angin yang dapat menentukan terjadinya gelombang dan arus di
permukaan air laut serta curah hujan yang dapat menurunkan kadar salinitas air
laut. Arus permukaan di Indonesia akan berubah tiap setengah tahun akibat
adanya perubahan arah angin disetiap musimnya (angin muson). Berdasarkan arah
utama angin yang bertiup pada suatu daerah, maka dikenal istilah musim barat dan
musim timur. Arus laut di perairan Indonesia sangat dinamis. Hasil pantauan
16
memperlihatkan pola arus yang bergerak dari Samudera Pasifik menuju Samudera
Pola arah angin erat hubungannya dengan perbedaan suhu antara dua
daratan (benua Asia dan Australia) dan dua lautan (Samudera Hindia dan Pasifik).
Perubahan pola arah angin musim barat dan musim timur akan berpengaruh
terhadap pola arah, kecepatan arus, salinitas, konduktivitas primer perairan. Saat
terjadi angin barat, curah hujan meningkat sehingga air banyak memasuki Laut
penangkapan ikan di perairan Indonesia selain dipengaruhi pola angin dan arus,
juga dipengaruhi oleh adanya makanan bagi ikan, kondisi oseanografi perairan
(seperti suhu permukaan laut, salinitas, arus) serta sifat dan kondisi biologis setiap
ikan. Musim penangkapan ikan pelagis kecil pada bulan dan daerah penangkapan
tertentu mengikuti pola ruaya atau migrasinya (Riyadi dan Yunisa, 2007).
waktu atau musim yang paling tepat untuk melakukan kegiatan operasi
sehingga akan diperoleh hasil tangkapan yang optimum serta menjaga agar
sumberdaya yang statusnya sudah fully exploited. Apabila hal ini diabaikan,
sumberdaya perikanan akan menjadi lebih tangkap (over exploited) bahkan turun
17
drastis karena tidak terkontrolnya tingkat eksploitasi yang melebihi daya dukung
ikan yang ada di alam bisa memijah atau berkembangbiak untuk menjaga
18
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2020 di Pelabuhan
Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis terletak pada posisi koordinat 03º 47’
00” LU dan 98” 42” BT. Peta lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop, kamera digital,
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa
kuisioner, data time series hasil tangkapan, upaya penangkapan dan pola musim
19
Prosedur Penelitian
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer diperoleh dengan
kuisioner.
terhadap responden dari pihak pegawai PPS Belawan, serta Dinas Perikanan dan
Kelautan.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber yang
sudah ada. Data sekunder meliputi data dari buku statistik perikanan dan kelautan
tangkapan dan upaya tangkap Ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) tahun
20
Analisis Data
Analisis Surplus Produksi
a. Hasil Tangkapan per Upaya Tangkapan (Catch per Unit Effort)
jumlah hasil tangkapan (catch) ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) dengan
Keterangan:
CPUE = Catch per Unit Effort
Cpi = Hasil tangkapan peralat tangkap ke-i (ton)
fi = Upaya penangkapan pada tahun ke-i (trip)
surplus berupa hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) dan
kemudian dilakukan pengolahan data melalui pendekatan model schaefer dan fox.
Model schaefer dan model fox merupakan model analisis regresi dari CPUE
a. Model Schaefer
21
b. Model Fox
Keterangan :
C = Jumlah hasil tangkapan persatuan upaya penangkapan (ton/trip)
a = Intercept
b = Slope
f = Upaya penangkapan (trip) pada periode ke-i
fopt = Upaya penangkapan optimal (trip)
MSY = Nilai potensi maksimum lestari (ton/tahun)
22
(Latukonsina, 2010):
Keterangan:
TPc = Tingkat pemanfaatan pada tahun ke-i (%)
Ci = Hasil tangkapan ikan pada tahun ke-i (ton)
MSY = Maximum Sustainable Yield (ton)
Keterangan:
TPf = Tingkat Pengupayaan pada tahun ke-i (%)
fs = Upaya penangkapan (Effort standar) pada tahun ke-i (trip)
fopt = Upaya penangkapan optimum (ton/thn)
belum melebihi batas stok lestari yang ada pada perairan, sehingga upaya
23
berarti sudah terjadi over fishing, sehingga perlu adanya pengurangan terhadap
dapat dilihat dari jumlah produksi ikan pada tahun tertentu dibandingkan dengan
nilai TAC (Total Allowable Catch) atau jumlah tangkapan yang diperbolehkan.
TAC (Total Allowable Catch) tersebut adalah 80% dari potensi maksimum
Keterangan:
TAC = Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (kg/thn)
pada tabel 1.
(times series analysis). Data yang digunakan yaitu produksi tangkapan ikan
Layang Biru (Decapterus macarellus) yang tertangkap pada purse seine dan trip
Samudera (PPS) Belawan antara tahun 2015-2019. Data upaya penangkapan (trip)
dalam kajian ini menggunakan upaya penangkapan purse seine dikarenakan hanya
alat tangkap tersebut yang tercatat menangkapan ikan layang disekitar perairan
Keterangan:
RGi = Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i
CPUEi = CPUE urutan ke-i
i = 6,7,8 - ,n-5
Keterangan:
RGPi = Rata-rata bergerak CPUE terpusat bluan ke-i
RGi = Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i
Keterangan:
RBi = Rasio rata-rata bulan ke-i
CPUEi = CPUE bulan ke-i
i = bulan ke 6,7,8....,n-5
5) Membuat nilai rata-rata dalam suatu matriks i×j yang disusun untuk setiap
bulan, yang dimulai dari bulan Juli tahun tertentu sampai bulan Juni tahun
26
Keterangan:
RBBi = Rata-rata baris RBij untuk bulan ke-i
RBij = Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i× j
i = 1, 2, …,12
j = 1, 2, 3, …,n
Keterangan:
JRBB = Jumlah rasio rata-rata bulan
RBBi = Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i
i = 1,2,3...,12
Keterangan:
FK = Nilai Faktor Koreksi
JRBB = Jumlah rasio rata-rata bulan
Keterangan:
IMPi = Nilai indeks musim penangkapan bulan ke-i
RBBi = Rasio rata-rata untuk bulan ke-i
i = 1,2,3,....,12
27
kedalam musim penangkapan (musim puncak), namun jika nilai IMP <100%
28
Hasil
ditinjau dari segi potensi sumber daya ikan maupun aspek pemasarannya, yakni
terletak diantara Perairan Pantai Timur Sumatera (Selat Malaka), Perairan Zona
Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan Laut China Selatan serta merupakan pintu masuk
kendaraan alat berat/K3 dan mesin. Fasilitas pokok terdiri dari Dermaga dengan
luas 1.228,8 m2, Jetty dengan luas 1.008 m2, Turap dengan luas 265 m2, Drainase
1489 m2, Jalan Utama dengan luas 4.3540 m2, dan Alur Pelayaran dengan luas
1.500 m2. Fasilitas fungsional terdiri dari Sarama Bantu Navigasi Pelayaran
Lampu Pelabuhan (rambu suar dan lampu navigasi), Kantor Utama Pelabuhan
dengan luas 856 m2, Gedung Syahbandar dengan luas 200 m2, Menara Pengawas
Syahbandar dengan luas 20 m2, Transit Sheed dengan luas 670 m2, Gedung
Pengawasan Mutu dan Pelayanan SHTI dengan luas 120 m2, Gedung Pengolahan
dengan luas m2, Pasar Ikan Hygienis dengan luas 200 m2, Instalasi Listrik, Rumah
29
Genset dan Pompa, Instalasi Air Bersih, Instalasi BBM, Tandon Air, Instalasi Air
diolah dengan menggunakan data produksi atau hasil tangkapan dan upaya
penangkapan yang dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dari tahun
menggunakan alat tangkap purse seine pada tahun 2015-2019 yang didaratkan di
Gambar 4. Grafik produksi sumberdaya Ikan Layang Biru dengan alat tangkap
purse seine tahun 2015-2019 di Pelabuhan Perikanan Samudera
Belawan (Sumber: Data Statistik PPS Belawan 2015-2019).
kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukan bahwa nilai produksi tertinggi terjadi
pada tahun 2016 yaitu sebesar 10.048 ton, sedangkan nilai produksi terendah
terjadi pada tahun 2018 yaitu sebesar 6.646 ton. Jumlah produksi sumberdaya
30
yang dilakukan oleh nelayan menggunakan alat tangkap purse seine. Kapal yang
digunakan untuk mengoperasikan purse seine adalah kapar motor yang terbuat
dari kayu, ukuran kapal bervariasi yang dominan dengan ukuran 30 GT dan
menggunakan alat tangkap purse seine mengalami penurunan jumlah effort setiap
tahunnya. Berdasarkan data grafik pada Gambar 5, nilai effort tertinggi terdapat
31
pada tahun 2015 sebanyak 6.498 trip/tahun. Nilai effort terendah terdapat pada
tertinggi dengan alat tangkap purse seine sebanyak 211 unit kapal. Sedangkan di
tahun 2016 memiliki jumlah unit penangkapan terendah sebanyak 169 unit kapal.
Jumlah unit kapal purse seine yang digunakan untuk menangkapan sumberdaya
ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) pada tahun 2015-2019 dapat dilihat
pada Gambar 6.
penangkapan dan upaya penangkapan pada satuan unit yang sama. Nilai
perhitungan hasil tangkapan per satuan upaya sumberdaya ikan Layang Biru
Tabel 2. Nilai total catch, effort, dan Catch per Unit Effort (CPUE) sumberdaya
ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) tahun 2015-2019.
CPUE mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2015 didapati nilai CPUE
sebesar 1,34 ton/trip dan mengalami kenaikan pada tahun 2016 menjadi
1,61 ton/trip. Nilai perhitungan CPUE terhadap produksi sumberdaya ikan Layang
Biru (Decapterus macarellus) tertinggi terdapat pada tahun 2019 yaitu sebesar
2,18 ton/trip. Dan didapati jumlah total nilai CPUE selama 2015-2019 sebesar
(Decapterus macarellus) dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 2015-2019
33
Gambar 7. Grafik Catch per Unit Effort (CPUE) sumberdaya ikan Layang Biru
(Decapterus macarellus) tahun 2015-2019.
terdiri dari model Schaefer dan model Fox. Berdasarkan analisis potensi
dilihat pada Gambar 7 dimana diperoleh konstanta (a) sebesar 2,61244 dan
koefisien regresi (b) sebesar -0,00020. Hasil dugaan potensi lestari (MSY)
34
Hubungan CPUE dengan effort dari persamaan regresi linear model Schaefer
Gambar 8. Regresi linear antara Effort dan CPUE sumberdaya ikan Layang Biru
(Decapterus macarellus) (Model Schaefer).
model Fox, regresi linear antara effort dengan CPUE sumberdaya ikan Layang
konstanta (a) sebesar 1,04090 dan koefisien regresi (b) sebesar -0,00011579. Hasil
35
Gambar 9. Regresi linear antara Effort dan CPUE sumberdaya ikan Layang Biru
(Decapterus macarellus) (Model Fox)
Hubungan CPUE dengan effort dari persamaan regresi linear model Fox adalah y
antara metode surplus produksi model Schaefer dan model Fox dapat dilihat pada
Tabel 3.
pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa model perhitungan yang paling sesuai adalah
36
model Schaefer dengan nilai R2 paling besar atau mendekati angka satu
ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) (model Schaefer) dapat dilihat pada
Gambar 9.
sebesar 8.589,850 ton/tahun, dan effort optimum (Fopt) sebesar 6.576 trip/tahun.
Pada tahun 2015-2019 nilai effort tidak melebihi nilai effort optimum, sementara
nilai effort tertinggi terdapat pada tahun 2015 sebesar 6.498 trip/tahunnya.
Dimana nilai potensi lestari adalah sebesar 8.589,85 ton/tahun, ini menandakan
selama kurun waktu 5 tahun terakhir, upaya penangkapan ikan Layang Biru masih
37
dalam batas yang wajar karena belum melampaui jumlah upaya tangkapan
(Decapterus macarellus) terhadap nilai MSY dan effort optimum (Fopt) dapat
38
antara nilai 80% dengan nilai MSY yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Dari hasil perhitungan nilai Total Allowable Catch (TAC) sumberdaya ikan
Layang Biru (Decapterus macarellus) pada Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa di
tahun 2017 dan 2018 memiliki nilai tangkapan diperbolehkan yang optimum,
dimana pada tahun 2017 pemanfaatan ikan Layang Biru (Decapterus macarellus)
39
penangkapan dapat diarahkan pada saat musim banyak ikan. Hal ini merupakan
menggunakan analisis deret waktu (data time series) dan metode rata-rata
Tabel 6. Nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) sumberdaya ikan Layang Biru
(Decapterus macarellus) tahun 2015-2019.
terjadi pada bulan November (akhir musim peralihan II) dengan nilai IMP sebesar
40
terjadi pada bulan Februari (musim Barat) dengan nilai IMP sebesar 89,35% tetapi
Nilai IMP yang disajikan pada grafik Gambar 11 diatas, menunjukan bahwa
musim yang baik untuk melakukan penangkapan sumberdaya ikan Layang Biru
(musim barat), Maret dan Mei (musim peralihan I), Juni dan Agustus (musim
Gambar 12. Grafik Indeks Musim Penangkapan (IMP) ikan Layang Biru
(Decapterus macarellus) tahun 2015-2019.
Pembahasan
pendidikan nelayan kapal purse seine Belawan adalah Tidak Sekolah sebanyak
5%, SD sebanyak 55%, SMP sebanyak 35%, SMA sebanyak 5%. Dari data
41
musim penangkapan, dan daerah penangkapan ikan yang dapat menunjang hasil
tangkapan ikan tiap kali melakukan upaya penangkapan. Hal ini sesuai dengan
Presentase data ukuran kapal nelayan purse seine yang paling banyak
diminati para nelayan dan para pengusaha pemilik kapal karena kapal ukuran <30
GT memiliki nilai investasi yang besar, dibalik biaya pembuatan kapal yang tidak
terlalu besar, keuntungan yang diperoleh dari hasil tangkapan ikan menjadi salah
satu faktor mengapa kapal dengan ukuran <30 GT banyak diminati para nelayan.
Ukuran kapal <30 GT memiliki 6 buah palka yang dapat menampung hasil
Lama rata-rata nelayan kapal purse seine dengan ukuran kapal <30 GT
dilakukan per bulannya. Jika dalam sebulan nelayan hanya melakukan upaya
sebanyak 6-7 hari/trip. Bila ukuran kapal purse seine sebesar >30 GT maka
jumlah upaya penangkapan tiap bulannya semakin sedikit antar 2-4 trip/bulan,
42
tergantung dengan kondisi perairan, seperti cuaca dan arah mata angin. Biasanya
memilih untuk tidak melaut dikarenakan cuaca yang tidak mendukung dan hasil
adalah alat tangkap purse seine. Purse seine merupakan alat tangkap yang paling
sering digunakan oleh para nelayan untuk menangkap berbagai jenis ikan pelagis
kecil dan juga efisien karena menghasilkan jumlah produksi ikan yang banyak.
(Decapterus macarellus). Hal ini sesuai dengan Majore et al. (2014) yang
menyatakan bahwa purse seine (pukat cincin) adalah jenis alat tangkap yang
tergolong seine yaitu merupakan alat tangkap yang aktif untuk menangkap ikan-
ikan pelagis yang umumnya membentuk kawanan kelompok besar. Manfaat yang
diharapkan selain menghemat waktu dan bahan bakar juga dapat menaikkan hasil
Layang Biru (Decapterus macarellus) yang tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu
43
sebesar 10.048 ton. Ini disebabkan karena banyaknya upaya penangkapan yang
hanya sebesar 8.694 ton. Menurut Jokoswito (2012) hasil tangkapan yang
tertinggi pada tahun tertentu, seringkali diiringi dengan hasil tangkapan yang lebih
(Decapterus macarellus) yang terendah terjadi pada tahun 2018 yaitu sebesar
penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan yang berdampak pada jumlah
di tahun 2018. Hal ini sesuai dengan Nugraha et al. (2012) yang menyatakan
bahwa fluktuasi hasil tangkapan ikan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain, keberadaan ikan, jumlah upaya penangkapan, dan tingkat keberhasilan
operasi penangkapan.
Dari grafik pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa jumlah produksi setelah
tahun 2016 terus mengalami penurunan hasil tangkapan. Selain faktor keberadaan
yang berukuran 5 - 10 GT dapat membawa hasil tangkapan sebanyak 2,5 ton ikan,
44
yang sangat drastis. Upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2015 dengan
jumlah trip sebanyak 6.498 trip, sedangkan upaya penangkapan (effort) terendah
yaitu pada tahun 2019 sebanyak 3.154. Hal ini sesuai dengan Safitri (2018) yang
berdampak buruk bagi kondisi hasil tangkapan atau stok sumberdaya ikan yang
dengan semakin ramainya aktifitas penangkapan oleh kapal-kapal purse seine. Hal
ini dapat dilihat pada Gambar 6, yang menunjukan jumlah kapal purse seine
mengalami perubahan jumlah yang berfluktuasi. Pada tahun 2015 jumlah kapal
purse seine sebanyak 190 unit dan menurun di tahun 2016 menjadi sebanyak 169
unit. Dan di tahun berikutnya jumlah unit kapal purse seine terus meningkat,
puncaknya pada tahun 2019 jumlah kapal purse seine sebanyak 211 unit. Dapat
disimpulkan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang paling banyak
sesuai dengan Ismy et al (2014) yang menyatakan bahwa hasil tangkapan purse
didaratkan di PPS Belawan masih cukup baik dan layak dikonsumsi. Hal ini
45
disebabkan operasi penangkapan kapal purse seine umumnya cukup efektif dan
di tahun 2019 termasuk dalam jumlah terendah sebesar 3.154 trip, berbanding
terbalik dengan meningkatnya jumlah kapal purse seine. Dimana tahun 2019
Berdasarkan penelitian Ovra et al. (2018) salah satu penyebab rendahnya jumlah
melaut, hal ini terjadi karena pihak pengusaha belum memperpanjang masa
berlaku sertifikat dan surat-surat kapal yang telah habis, dan banyak data
dokumen yang tidak sesuai seperti ukuran kapal dan jumlah ABK. Sehingga pada
saat pengawasan oleh PSDKP banyak kapal yang diberhentikan dan dilakukan
menyatakan bahwa Catch per Unit Effort (CPUE) adalah suatu metode yang
digunakan untuk menentukan hasil jumlah produksi perikanan laut yang dirata-
atau penurunan produksi dapat diketahui dari hasil CPUE. Untuk menentukan
rumus yaitu hasil tangkapan (catch) sumberdaya ikan Layang Biru dibagi dengan
upaya penangkapan (effort) ikan Layang Biru di perairan Selat Malaka dengan
Rata-rata CPUE unit penangkapan purse seine sebesar 1,61 ton/trip per
tahun, namun nilai CPUE tiap tahunnya mengalami fluktuasi yang terjadi dari
tahun ke tahun cenderung mengarah pada kenaikan (Tabel 2). Fluktuasi kenaikan
yang cukup drastis terjadi pada tahun 2019 yakni sebesar 2,18 ton/trip, berbeda
dengan tahun 2017 dimana memiliki nilai CPUE paling rendah dibanding tahun
lainnya, yakni sebesar 1,24 ton/trip. Ini disebabkan karena pada tahun 2017
produksi hasil tangkapan menurun dibandingkan tahun 2016, tetapi jumlah upaya
penangkapan (effort) tidak mengalami penurunan drastis. Hal ini sesuai dengan
Rahman et al. (2013) yang menyatakan bahwa jika dihubungkan antara CPUE dan
effort (trip), maka semakin besar effort, CPUE akan semakin berkurang, sehingga
effort di mana dengan setiap penambahan effort maka makin rendah hasil Catch
Berdasarkan nilai CPUE (Catch per Unit Effort) mengalami fluktuatif dari
tahun 2015-2019. Nilai CPUE tertinggi pada tahun 2016 yaitu sebesar 1,61
ton/trip dan terendah pada tahun 2017 yaitu sebesar 1,24/trip. Tinggi rendahnya
nilai CPUE terjadi karena selama periode tersebut terjadi penambahan dan
(effort). Kenaikan nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2018-2019 dengan
47
kenaikan sebesar 0,5 ton/trip. Pada tahun 2017 nilai CPUE mengalami deplesi itu
Ali (2005), yang menyatakan bahwa penambahan upaya penangkapan tidak dapat
Untuk itu pengaturan dan pengendalian upaya penangkapan sesuai dengan standar
model Fox, kemudian ditentukan model mana yang sesuai untuk pendugaan
potensi lestari melalu nilai R2. Nilai koefisien determinasi (R2) model Schaefer
sebesar 0,6151 yang lebih besar atau mendekati angka 1 dibanding model Fox
yang hanya sebesar 0,5832. Ini menunjukkan bahwa model Schaefer lebih sesuai
Sesuai dengan Lubis (2013), menyatakan bahwa model yang memiliki nilai
48
Pada Tabel 3, nilai R2 pada model Schaefer sebesar 0,6151 yang artinya
Layang Biru menggunakan alat tangkap purse seine Sehingga dapat diketahui
38,5%-nya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dicantumkan dalam penelitian,
seperti jumlah banyaknya BBM (Bahan Bakar Motor) yang digunakan, ukuran
kapal, daya mesin, daya lampu, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan Lestari, et al.
terdiri dari faktor-faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yang biasa
digunakan adalah jumlah ABK, jumlah umpan, jumlah trip. Sedangkan faktor
tidak langsung adalah ukuran kapal/GT, kekuatan mesin/HP, dan jumlah BBM.
dari tahun 2015-2019 sebesar 8.589,850 ton/tahun yang dapat diartikan sebagai
estimasi jumlah hasil tangkapan maksimum yang dapat dilakukan untuk menjaga
Hal ini sesuai dengan Widodo dan Suadi (2006) yang menyatakan bahwa hasil
tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield / MSY). Dari model ini
dari suatu jenis atau kelompok jenis (species group) sumberdaya ikan tersebut.
Jika standar acuan biologis MSY 8.589,85 ton/tahun dapat dicapai dengan
49
(TAC) sebesar 80% dari potensi lestari yang ada, maka jumlah tangkapan yang
tangkapan aktual bahwa hasil tangkapan yang diperoleh pada tahun 2015 dan
tahun 2016 sudah melebihi nilai potensi lestari. Namun pada tahun 2017-2018
overfishing. Hal ini sesuai dengan Widodo dan Suadi (2006), yang menyatakan
dalam suatu perikanan tertentu telah melampaui tingkat yang diperlukan untuk
50
tinggi meskipun belum melewati nilai effort optimum dan penambahan upaya
tidak dapat meningkatkan hasil penangkapan. Hal ini sesuai dengan Lubis (2013)
yang menyatakan bahwa tingkat optimum apabila hasil tangkapan sudah mencapai
meningkatkan hasil.
2015-2019 dapat dilihat pada Gambar 9. Tingkat pemanfaatan tahun 2015 dan
tahun 2016 memiliki nilai yang sudah melebihi 100%, artinya pada tahun tersebut
tidak dapat dikendalikan juga dapat diartikan sebagai penurunan hasil tangkapan.
Hal ini sesuai dengan Suastra (2018) yang menyatakan bahwa tingkat
pemanfaatan adalah persentase dari jumlah ikan yang ditangkap terhadap estimasi
potensi sumberdaya ikan tersebut. Bila proporsi tingkat pemanfaatan lebih dari
ikan Layang Biru (Decapterus macarellus) di perairan, di sisi lain faktor yang
Hasil dari perhitungan Total Allowable Catch (TAC) yaitu sebesar 6.871,88
diperoleh dari 80% jumlah potensi lestari (MSY) ikan Layang Biru
sumberdaya ikan lebih dari 80% maka menunjukan adanya indikasi terancamnya
berdasarkan data PPS Belawan tahun 2015-2019 menunjukkan pada tahun 2015,
2016, dan 2019 terjadinya hasil tangkapan melebihi TAC, namun di tahun
2017-2018 hasil tangkapan dibawah nilai Total Allowable Catch (TAC). Tingkat
tertinggi terdapat pada tahun 2016 sebesar 146,22% atau tergolong tinggi dan
dapat mengancam kelestarian di perairan. Hal ini sesuai dengan Lubis (2013)
52
yang menyatakan bahwa jika hasil tangkapan berlebih (>100%) maka sudah
kepunahan sumberdaya.
ikan Layang Biru tertinggi terjadi pada bulan November (akhir musim
peralihan II) dengan nilai IMP sebesar 116,49%. Sedangkan musim penangkapan
dengan nilai terendah terjadi pada bulan Februari (musim Barat) dengan nilai IMP
sebesar 89,35% yang masih tergolong ke dalam musim penangkapan sedang. Data
ini diperlukan untuk menghasilkan informasi waktu efektif agar dilakukan musim
puncak saja untuk mendapatkan jumlah produksi tangkapan yang lestari. Hal ini
sesuai dengan Simbolon et al. (2011) yang menyatakan bahwa kajian musim
yang paling tepat untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan sehingga
Dapat dilihat pada Gambar 11, dimana setiap kali kenaikan nilai IMP akan
disusul dengan penurunan. Kenaikan pertama nilai IMP terjadi pada bulan
Januari, lalu menurun secara drastis pada bulan Februari. Untuk kenaikan nilai
IMP berikutnya pada Bulan Maret yang memiliki nilai IMP sama dengan Bulan
dengan penurunan, namun nilai IMP pada Bulan September hingga Oktober
II tepatnya pada Bulan November. Hal ini menunjukan hasil tangkapan ikan
Layang Biru (Decapterus macarellus) lebih banyak dari biasanya terjadi pada
lebih baik dilakukan pada musim puncak yaitu musim peralihan II di bulan
November dibanding musim Barat di bulan Februari. Karena pada periode musim
paling rendah terdapat pada bulan Februari, tepatnya pada musim Barat. Hasil ini
sesuai dengan hasil wawancara yang didapatkan dari para nelayan di PPS
di akhir taun dan di awal tahun, dikarenakan jumlah produksi yang rendah dan
akan menimbulkan kerugian. Para nelayan juga mengatakan pada musim Barat
keadaan perairan Selat Malaka cenderung memiliki ombak yang besar dan angin
yang kencang, membuat para ikan enggan tertangkap jaring nelayan. Hal ini
sesuai dengan Taher et al. (2018) yang menyatakan bahwa pada musim Barat
yang berlangsung pada bulan Desember-Februari, angin bertiup lebih kencang dan
54
tersebut rendah, maka jumlah makanan utama ikan di perairan tersebut juga akan
menurun.
55
Kesimpulan
diperoleh dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2015-2019) yaitu pada tahun
2015 sebanyak 1,34 ton/trip, tahun 2016 sebanyak 1,61 ton/trip, tahun 2017
sebanyak 1,24 ton/trip, tahun 2018 sebanyak 1,68 ton/trip, dan tahun 2019
berada dibawah 100% dan berada pada kategori padat tangkap atau optimum.
penangkapan dengan nilai terendah pada bulan Februari (musim Barat) dengan
Saran
perlu adanya penataan jumlah unit penangkapan ikan Layang Biru yang optimal,
Samudera Belawan mengenai informasi pola musim penangkapan yang tepat agar
56
diperoleh dalam penelitian ini agar dapat menghasilkan potensi lestari untuk
penelitian lebih lanjut mengenai arah migrasi, aspek biologis, tingkah laku dan
57
DAFTAR PUSTAKA
Listiani, A., D. Wijayanto dan B. B. Jayanto. 2016. Analisis CPUE (Catch per
Unit Effort) dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Lemuru
(Sardinella lemuru) di Perairan Selat Bali. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Majore, E. P., Luasunaung, A., dan Budiman, J. 2014. Fishing Season Analysis of
Scad Mackerel (Decapterus sp.) in North Sulawesi and Its Surrounding
Waters Based on Catch Landing in Fish Landing Center of
Tumumpa. Aquatic Science & Management. 2(2): 44-47.
59
Rambun, P. A., Sunarto dan I. Nurruhwat. 2016. Selektivitas Alat Tangkap Purse
Seine di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke Jakarta. Jurnal
Perikanan Kelautan. 7 (2): 97-102.
Riyadi, A. dan M. Yunisa. 2007. Pola Arus di Perairan Teluk Hurun Lampung
Selatan. Jurnal Hidrosfir. 2 (2): 71-78.
Rosalina, D., W. Adi dan D. Martasari. 2011. Analisis Tangkapan Lestari dan
Pola Musim Penangkapan Cumi-cumi di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Sungailiat-Bangka. Maspari Journal. 2: 26-38. ISSN: 2087-0558.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bandung:
Binacipta. 508 hlm.
Safitri, Z. 2018. Pendugaan Stok dan Status Pemanfaatan Perikanan Tembang di
Pelabuhan Perikanan Nusantara Kaangantu Serang Provinsi Banten.
Universitas Brawijaya, Malang.
Septifitri, D. R. Monintja, S. H. Wisudo dan S. Martasuganda. 2010. Peluang
Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal
Teknologi Perikanan dan Kelautan. 1 (1): 81-93.
Sibagariang, O. Prima, Fauziyah dan F. Agustrina. 2011. Analisis Potensi Lestari
Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Maspari Journal. 24-29 hlm.
Simbolon, D., B. Wirawan, P. I. Wahyuningrum dan H. Wahyudi. 2011. Tingkat
Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Ikan Lemuru di Perairan Selat
Bali. 19 (3): 293-307.
Yuliana, Y., Zain, J., & Syaifuddin, S. 2016. Operational Management Ocean
Fishing Port of Belawan North Sumatera Province. Universitas Riau, Riau.
60
Lampiran 1. Kuisoner
KUESIONER
Peneliti:
Maulida Pratiwi
160302039
61
(> Rp 3.000.000,00)
Jumlah tanggungan keluarga : ............................................................................
Karakteristik Kapal
Ukuran kapal : ......................... GT
Daya mesin .......................................................................................... PK
Alat tangkap : ................................
Panjang ................................................................................................ (Meter)
Mesh Size ............................................................................................ (Inchi)
ABPI : (Lampu, Sekoci, Katrol)
Keterangan
..................................................................................................................
Jumlah ABK ........................................................................................ Orang
Jumlah Bahan Bakar ........................................................................... Liter
62
Lampiran 2. Produksi Tahunan dan Produksi per Alat Tangkap Ikan Layang Biru
(Decapterus macarellus) Tahun 2015-2019.
Tahun Catch (ton) Effort (trip) CPUE (ton/trip)
2015 8.694 6.498 1,34
2016 10.048 6.233 1,61
2017 6.672 5.367 1,24
2018 6.646 3.949 1,68
2019 6.876 3.154 2,18
63
Lampiran 5. CPUE total produksi per unit penangkapan Purse Seine di PPS
Belawan tahun 2015-2019
Tahun Effort CPUE
Bulan Catch (kg)
(trip) (kg/trip)
2015 Januari 813.024 502 1619,57
Februari 230.537 418 551,52
Maret 729.814 566 1289,42
April 729.390 559 1304,81
Mei 755.919 559 1352,27
Juni 794.207 593 1339,30
Juli 729.222 501 1455,53
Agustus 889.112 554 1604,90
September 712.842 557 1279,79
Oktober 823.400 554 1486,28
November 756.726 587 1289,14
Desember 729.671 548 1331,52
2016 Januari 805.997 590 1366,10
Februari 772.248 479 1612,21
Maret 919.133 507 1812,89
April 898.371 531 1691,85
Mei 1.049.090 530 1979,42
Juni 1.004.387 511 1965,53
Juli 813.424 495 1643,28
Agustus 837.766 481 1741,72
September 675.229 495 1364,10
Oktober 677.988 526 1288,95
November 1.038.361 554 1874,30
Desember 556.364 534 1041,88
2017 Januari 604.237 528 1144,39
Februari 477.655 459 1040,64
Maret 657.636 514 1279,45
April 597.974 423 1413,65
Mei 773.176 576 1342,32
64
65
67
68
69
Lampiran 8. Lanjutan
Alat
Bahan
70
Kuisioner
71
72