Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (Suhu mencapai > 38oC). Kejang demam dapat terjadi karena proses
intrakranial maupun ekstrakranial. kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak
berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. paling sering pada anak usia 17 bulan
sampai 23 bulan (Nurarif & Kusuma, 2012).

Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol


dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi
gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, dan atau gangguan fenomena
sensori (Doengoes, 1999)

Kejang adalah masalah neurologik yang relatif sering dijumpai.


Diperkirakan bahwa 1 dari 10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama
hidup mereka. Dua puncak usia untuk insidensi kejang adalah dekade pertama
kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Kejang terjadi akibat lepas muatan
paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah
terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak (Price & Wilson,
2005).

B. ETIOLOGI

Menurut Nurarif dan Kusuma, 2012. Kejang dibedakan menjadi


intrakranial dan ekstrakranial.
Intrakranial meliputi :
1. Trauma (Perdarahan) : Perdarahan subarachnoid, subdural atau
ventrikuler
2. Infeksi : Bakteri, Virus, Parasit misalnya meningitis.
3. Kongenital : Disgenesis, Kelainan serebi.
Ekstrakranial meliputi :
1. Gangguan Metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
2. Toksik : Intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat
3. Kongenital : Gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan
dan kekurangan piridoksin.

Beberapa faktor resiko berulangnya kejang yaitu :


1. Riwayat kejang dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Tingginya suhu badan sebelum kejang, semakin tinggi suhu sebelum
kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan
berulang.
4. Lamanya demam sebelum kejang, semakin pendek jarak antara
mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar resiko kejang
demam berulang.

C. TANDA DAN GEJALA


Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik,
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf. Di sub bagian Anak
FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat
diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.

D. KLASIFIKASI
Menurut Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas dua
golongan yaitu:
1. Kejang demam sederhana, kejang ini harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6
tahun.
d. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit.
e. Kejang tidak bersifat fokal
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau
abnormalitas perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
2. Kejang demam kompleks
Bila kejang tidak memenuhi kriteria di atas maka digolongkan sebagai
kejang demam kompleks.

E. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit / keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

F. KOMPLIKASI
1. Kejang berulang
2. Retardasi mental
3. Palsi cerebralis
4. Epilepsi
5. Hemiparese
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis: riwayat penyakit keluarga, penyakit ibu dan obat yang dipakai
selama kehamilan, problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi
persalinan).
2. Pemeriksaan fisik: bentuk kejang, iritabel, hipotoni, gangguan pola nafas,
perdarahan kulit, sianosis, ikterus, ubun-ubun besar cembung.
3. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, gula darah, elektrolit, analisa gas
darah, punksi lumbal, kultur darah, bilirubin, pemeriksaan urine.
4. Pemeriksaan radiologi: USG dan CT Scan kepala
5. Pemeriksaan EEG

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan kejang dibagi menjadi 3 hal, yaitu:
1. Pengobatan Fase Akut
a. Memberantas kejang
Kejang : Berikan diazepam rectal :
1. 5 mg untuk BB < 10 kg
2. 10 mg untuk BB > 10 kg
3. atau iv : 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
4. tunggu 5 menit, berikan oksigen.
Masih kejang : Berikan diazepam rectal / iv, dosis sama,
1. tunggu 5 menit
2. oksigenasi adekuat 1 lt/menit
3. berikan cairan intravena (D5, ¼ S; D5, ½ S atau RL)
Masih kejang : Berikan fenitoin/difenilhidramin loading, iv dosis 10-
15 mg/kgBB maksimal 200mg, tunggu sampai 20
menit.
Masih kejang: Kejang berhenti, rumatan:
 Masuk ICU-aneatesi umum. Fenitoin 5 – 8 mg/Kg
 Dormikum iv dosis Fenobalbital 4-5 mg/kgBB
 Fenitoin drip dengan dosis 15 mg/kgBB/24 jam.
b. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
c. Menurunkan panas bila demam atau hipereaksi dengan kompres
seluruh tubuh dan bila telah menunjukkan dapat diberikan paracetamol
10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB.
d. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (>
10 menit) dengan intravena D5 1/4S, D5 1/2S, RL.

2. Mencari penyebab dan mengobati penyebab


Dengan penelusuran sebab kejang dan faktor risiko terjadinya kejang,
pengobatan terhadap penyebab kejang sesuai yang ditemukan.

3. Pengobatan pencegahan berulangnya kejang


Diberikan anti konvulsan rumatan yaitu fenitoin/difenilhidation 5-8
mg/kgBB/hari, dalam 2 kali pemberian (terbagi 2 dosis) atau fenobarbital
(bila tak ada fenitoin): 5-8 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
PENYIMPANGAN KDM

Infeksi bakteri, virus


dan parasit
Rangsangan mekanik dan
biokimia. Gangguan cairan
Reaksi Inflamasi dan elektrolit

Proses Demam
Perubahan konsentrasi ion Kelainan neurologis
diruang ekstraseluler prenatal
HIPERTERMI

Ketidakseimbangan
Perubahan difusi Na+
potensial membran ATP,
Resiko kejang berulang ASE

Perubahan beda potensial


membran sel neuron
RESIKO Pelepasan muatan listrik semakin meluas
KETERLAMBATAN keseluruh sel maupun membran sel
PERKEMBANGAN sekitarnya dengan bantuan
Kejang
neurotransmiter

RESIKO CIDERA Kurang dari 15 menit (KDS) Lebih dari 15 menit (KDS)

Kesadaran menurun Kontraksi otot meningkat Penurunan suplai darah ke


otak

Penurunan refleks menelan Metabolisme meningkat


Resiko kerusakan sel neuron
otak
RESIKO ASPIRASI

RESIKO
KETIDAKEFEKTIFAN
Kebutuhan O2 meningkat PERFUSI JARINGAN
OTAK

Suhu tubuh meningkat


Perafasan Meningkat
/Takipnea

TERMOREGULASI
KETIDAKEFEKTIFAN TIDAK EFEKTIF
POLA NAFAS
A. PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
 Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali.
 Adakah dispersi bentuk kepala.
 Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar
menutup atau belum.
b. Rambut
 Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
c. Muka/wajah
 Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah, sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat.
 Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus.
 Apakah ada gangguan nervus cranial.
d. Mata
 Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan.
 Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e. Telinga
 Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
 Apakah ada pernapasan cuping hidung/ Polip yang menyumbat
jalan napas.
 Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.
g. Mulut
 Adakah tanda-tanda sardonicus.
 Adakah cynosis.
 Bagaimana keadaan lidah.
 Adakah stomatitis.
h. Tenggorokan
 Adakah tanda-tanda peradangan tonsil.
 Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat.
i. Leher
 Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid.
 Adakah pembesaran vena jugulans
j. Thorax
 Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale.
 Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
k. Jantung
 Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya.
 Adakah bunyi tambahan.
 Adakah bradicardi atau tachycardia.
l. Abdomen
 Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen.
 Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus.
 Adakah tanda meteorismus.
 Adakah pembesaran lien dan hepar.
m. Kulit
 Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya.
 Apakah terdapat oedema, hemangioma.
 Bagaimana keadaan turgor kulit.
n. Ekstremitas
 Apakah terdapat oedema atau paralise terutama setelah terjadi
kejang.
 Bagaimana suhunya pada daerah akral.
o. Genetalia
 Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi.

B. DIAGNOSA
Diagnosa yang mungkin muncul pada kejang demam menurut Nanda (2012),
yaitu:
1. PK: Kejang berulang b.d hipertermi
2. Risiko trauma fisik b.d kurangnya koordinasi otot
3. Hipertermia b.d proses infeksi
4. Kurangnya pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi
C. PERENCANAAN (Wilkinson, 2007)
No. Diagnosa NOC NIC
1. PK: Kejang berulang b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis
hipertermi 3x24 jam diharapkan klien tidak yang mudah menyerap keringat.
mengalami kejang selama berhubungan Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh
dengan hiperthermi. pakaian yang ketat dan tidak menyerap
Kriteria hasil : keringat.
1. Tidak terjadi serangan kejang 2. Berikan kompres dingin
ulang. Rasional : perpindahan panas secara konduksi
2. Suhu 36,5 – 37,5 ºC 3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
3. Nadi 110 – 120 x/menit Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan
4. Respirasi 30 – 40 x/menit tubuh meningkat.
5. Kesadaran composmentis 4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur
menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan antipiretik dan pengobatan sesuai
advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan sebagai propilaksis
2. Risiko trauma fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan
kurangnya koordinasi otot 3x24 jam diharapkan tidak terjadi trauma penggunaan tempat tidur yang rendah.
fisik selama perawatan. Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
Kriteria Hasil : 2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
1. Tidak terjadi trauma fisik selama Rasional : meningkatkan keamanan klien.
perawatan. 3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan
2. Mempertahankan tindakan yang bawah.
mengontrol aktivitas kejang. Rasional : menurunkan resiko trauma pada
3. Mengidentifikasi tindakan yang mulut.
harus diberikan ketika terjadi 4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
kejang. Rasional : membantu menurunkan resiko injuri
fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot
volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi
kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area
cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan
yang abnormal
3. Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fever treatment
infeksi 3x24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
peningkatan suhu tubuh. Rasional: Mengetahui penyebab terjadinya
Kriteria Hasil : hiperthermi karena penambahan
1. Suhu tubuh dalam rentang normal. pakaian/selimut dapat menghambat penurunan
2. Nadi dan RR dalam rentang normal. suhu tubuh.
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan 2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali.
tidak ada pusing. Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan keperawatan
yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional: Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh
tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban
tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres
dingin pada kepala / ketiak.
Rasional: Proses konduksi/perpindahan panas
dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan
terbuat dari kain katun.
Rasional: Proses hilangnya panas akan
terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional: Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien
banyak minum
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena
penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional: Aktivitas meningkatkan
metabolismedan meningkatkan panas.
4. Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
keluarga b.d keterbatasan 3x24 jam diharapkan pengetahuan Rasional : Mengetahui sejauh mana
informasi keluarga bertambah tentang penyakit pengetahuan yang dimiliki keluarga dan
bayi nya. kebenaran informasi yang didapat.
Kriteria hasil : 2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan
1. Keluarga tidak sering bertanya akibat kejang demam
tentang penyakit anaknya. Rasional : penjelasan tentang kondisi yang
2. Keluarga mampu diikutsertakan dialami dapat membantu menambah wawasan
dalam proses keperawatan. keluarga
3. Keluarga mentaati setiap proses 3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan
keperawatan. dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan
setiap tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara
menolong anak kejang dan mencegah kejang
demam, antara lain :
a. Jangan panik saat kejang
b. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
c. Kepala dimiringkan.
d. Pasang gagang sendok yang telah
dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
e. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar
segera minumkan obat tunggu sampai
keadaan tenang.
f. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan
kompres dingin dan beri banyak minum
g. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang
lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan
mendidik keluarga agar mandiri dalam
mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia
obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih
tinggi dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena
penyakit infeksi dengan menghindari orang
atau teman yang menderita penyakit menular
sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan
ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan
mendapatkan imunisasi agar memberitahukan
kepada petugas imunisasi bahwa anaknya
pernah menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan
reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang
demam.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedomsn Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: ECG

Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnose Definition &


Clasification, 2012-2014. Oxford. Wiley-Blackwell

Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Yogyakarta.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Sumijati. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak. Surabaya: PERKANI.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Wahidiyat. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Info Medika.

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, NIC dan NOC. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai