Sub Modul 1
Kelompok 1
CEMPAKA PUTIH
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena pada kesempatan kali ini kami
dapat menyelesaikan laporan modul Diabetes Melitus sub modul I skenario 1 dengan rapih
dan tepat pada waktunya. Laporan ini merupakan hasil observasi dan berdiskusi dari Problem
Based Learning yang telah kami jalani yang merupakan sebuah metode pembelajar yang
bertujuan melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi suatu kasus atau masalah.
Kami menyadari bahwa segala kesempurnaan hanya milik Allah, sehingga saran dan
kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan laporan ini sangat kami harapkan.
Terima kasih kepada Dr. Prabowo yang telah membimbing kami pada modul I sub
modul I ini, dan seluruh pihak yang ikut terlibat dalam menyumbangkan segala aspirasi,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Modul satu sub modul Diabetes Melitus ini merupakan modul dengan topik Banyak
Kencing dan Banyak Minum. Modul ini diberikan kepada mahasiswa/i angkatan 2015-2016.
Dalam modul ini kami mendiskusikan tentang skenario satu.
Sebelum mendiskusikan modul satu skenario satu ini, diharapkan para peserta diskusi
sudah membaca skenario satu dengan teliti, dan cermat. Sehingga saat melakukan diskusi
tidak ada peserta yang bingung dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan dan dikerjakan.
Diskusi ini terdiri dari 10-12 mahasiswa yang difasilitasi oleh satu tutor. Peran tutor dalam
mengarahkan tutorial sangat penting.
Informasi bisa diperoleh dari seorang ahli melalui kuliah atau pada pertemuan
konsultasi antara kelompok mahasiswa peserta diskusi dengan ahli yang bersangkutan.
Konsultasi atau kuliah pakar bisa diatur oleh mahasiswa dengan dosen yang bersangkutan.
Kami berharap mahasiswa/i dapat memecahkan masalah yang terjadi pada anak berusia 9
tahun ini.
1.2 Skenario
Seorang anak perempuan berusia 9 tahun diantar oleh ibunya ke puskesmas dengan
keluhan sering mengompol sejak 1 bulan yang lalu. Ibu pasien mengatakan bahwa
anaknya tersebut juga banyak makan dan minum, tetapi badan si anak terlihat bertambah
kurus tidak ada demam, batuk dan pilek.
1.7 Pertanyaan
1. Jelaskan Anatomi dari Sistem Endokrin
2. Jelaskan Fisiologi dari Sistem Endokrin
3. Jelaskan Histologi dari Sistem Endokrin
4. Apa Saja Penyakit-penyakit dengan gejala banyak kencing dan minum?
5. Mengapa anak pada skenario mengalami gejala seperti polydipsia, polyuria dan
polyfagi tetapi badan kurus dan sering mengompol?
6. Adakah hubungan terjadinya keluhan pada skenario dengan riwayat psikososial anak?
7. DD1, DD2, DD3
8. Jelaskan Penatalaksaan gizi pada anak di skenario
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pars distalis
Meliputi sekitar 75% hipofisis dan terbungkus hampir seluruhnya
dalam suatu kapsula fibrosa yang padat. Parenkimnya berbentuk korda yang
saling anastomosis dan kelompok sel epithelial yang disokong oleh suatu
jarring-jaring serat reticular yang di tepi melanjutkan diri/ berhubungan
dengan unsure serat kapsula. Antara sel-sel parenkim terdapat kapiler
sinusoid. 4
Parenkim terdiri atas 2 kategori utama sel, kromofob dan kromofil. Sel
kromofil terbagi lagi menjadi asidofil dan basofil berdasarkan reaksi granula
sitoplasmanya terhadap pewarnaan. Akan tetapi, pewarnaan yang dipakai
untuk membedakan sel-sel ini adalah pewarna asam dan tak dapat
membedakan sifat asam dan basa dari sel. Banyak pekerja telah menganut
istilah yang netral (noncommittal) sel alfa untuk kedua jenis kromofil.
b. Pars intermedia
Pada manusia pars intermedia kurang berkembang baik dibandingkan
dengan banyak hewan lain dan biasanya bagian ini kurang jelas bentuknya.
Merupakan hanya sekitar 2% bagian hipofisis. Bagian ini terdiri dari sebuah
lapisan tipis sel-sel dan vesikel-vesikel yang mengandung koloid. Letaknya
dekat dengan lumen sisa, yang biasanya tertutup pada sebagian besar orang
dewasa. Beberapa sel penyusunnya, berbentuk polygonal, kecil dan terwarna
pucat, yang lainnya agak lebih besar dan bergranula, dan terwarna gelap
dengan pewarna basa. Selnya yang basofil mempunyai inti yang letaknya
eksentris, mirip kortikotrof pada pars distalis, dan seringkali menjulur sebagai
korda-korda ke pars nervosa. Sel yang melapisi vesikel yang mengandung
koloid seringkali bersilia, dan beberapa di antaranya bersekresi mukus.
c. Pars tuberalis
Membentuk suatu lapisan terdiri atas sel sekeliling tangkai
infudibulum. Selnya, berhubungan erat dengan banyak pembuluh darah,
tersusun memanjang dalam kelompok atau kprda yang pendek. Sel ini
berbentuk kuboid, sitoplasmanya yang basofil lemah mengandung granula
halus dan sejumlah glikogen. Vesikel kecil, yang mengandung koloid, kadang
terlihat. Fungsi pars tuberalis kalaupun ada, belum diketahui.
B. Neurohipofisis tuber sinereum, batang infundibulum, dan prosesus infundibularis
(pars nervosa). Ketiga bagian ini mempunyai sel yang khas yang sama dan
persarafan dan suplai darah yang sama dan mempunyai prinsip hormonal aktif
yang sama pula. Sejumlah 100.000 serat saraf tak bermilelin, yang menyususn
traktus hipotalamohipofisealis, berjalan sampai neurohipofisis. Bdan selnya
terletak dalam nucleus supraoptikus dan para ventrikularis hipotalamus.
a. Sel folikel
Memperlihatkan karakteristik sel yang mensintesa, sekresi, absorbsi,
mencerna protein secara simultan
Inti bulat, didalam sitoplasma terdapat aparatus Golgi, mitokondria,
lisosom, fagosom.
Pada membran sel terdapat sejumlah mikrovili
B. Kelenjar paratiroid
Terdiri dari 4 kelenjar kecil-kecil, terletak dibelakang kelenjar tiroid. Biasanya pada kapsula
fibrosa yang membungkus kelenjar tiroid, serta kadang-kadang terbenam didalam kelenjar
tiroid. Kelenjar paratiroid berasal dari kantong faringeal III dan IV. Kelenjar paratiroid terdiri
dari:
a. Chief cells
Sel prinsipal, true parenchymal cells
Sel kecil poligonal, sitoplasma sedikit asidofil
Terdapat granula sekretorik yang berisi hormon paratiroid (PTH)
b. Sel oksifil
Jumlah lebih sedikit
Sel besar, poligonal, didalam sitoplasma banyak terdapat mitokondria
asidofilik
Modified chief cell
A. Korteks
Berasal dari lapis benih
mesodermal
Terbagi atas 3 zona konsentris:
zona glomerulosa
Berada dibawah kapsula fibrosa. Sel
kecil-kecil tersusun dalam kelompokan
berbentuk lingkaran. Nukleus bulat dan
basofil, sedangkan sitoplasma eosinofilik. Didalam sitoplasma terdapat
gumpalan basofilik dan lipid droplet. Menghasilkan mineralocorticoid
(aldosteron)
zona fasikulata
Terdiri dari untaian sel yang tersusun secara radier. Diantara untaian sel
terdapat sinusoid yang juga tersusun radier. Sel besar, polihedral,
nukleus ditengah, lebih terang. Banyak lipid droplet, terlihat seperti
busa. Karena itu disebut juga spongyocytes. Mensekresi glukokortikoid
dan androgen
zona retikularis
Terdiri dari jaringan untaian sel yang saling berhubungan, dipisahkan
oleh kapiler. Sel lebih kecil dari zona fasikulata, sitoplasma eosinofil.
Nukleus pada beberapa sel relatif besar dan terang (light cells)
sementara pada sel lain inti mengeriput dan berwarna gelap (dark cells).
Mensekresi glukokortikoid dan androgen
a. Medula
Berasal dari neural crest, yang juga merupakan tempat asal sel ganglion
simpatik. Terdiri dari untaian sel yang dipisahkan oleh kapiler dan venula.
Untaian sel tersusun oleh sebaris sel torak, bagian apikal menghadap ke kapiler
dan bagian basal ke venula. Medulla juga disebut sel chromaffin, mengandung
granula yang berisi epinefrin dan nor epinefrin. Selain itu terdapat sel-sel
ganglion simpatis, sendiri-sendiri ataupun berkelompok
Pengendalian Hormon
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa
menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk mengendalikan fungsi
endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh
perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit
hormon.
Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika mereka merasakan bahwa
kadar hormon lainnya yang mereka kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar
target. Jika kadar hormon kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan
kelenjar hipofisa mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan mereka berhenti
melepaskan hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada dibawah
kendali hipofisa.
Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa memiliki fungsi yang memiliki
jadwal tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita melibatkan peningkatan sekresi LH
dan FSH oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya. Hormon estrogen dan progesteron pada
indung telur juga kadarnya mengalami turun-naik setiap bulannya.
Mekanisme pasti dari pengendalian oleh hipotalamus dan hipofisa terhadap bioritmik ini
masih belum dapat dimengerti. Tetapi jelas terlihat bahwa organ memberikan respon terhadap
semacam jam biologis.
Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara menghasilkan
susu. Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak
prolaktin. Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan
mengkerutnya saluran susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi.
Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada di bawah kendali
hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih
banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan
karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula
darah akan turun sampai sangat rendah. 9
2.4 Penyakit-penyakit apa saja dengan gejala banyak kencing dan minum
Normalnya, buang air kecil dalam sehari adalah 4-8 kali atau sebanyak 1-1,8 liter. Namun,
sebagian orang bisa buang air kecil melebihi frekuensi tersebut, bahkan perlu bangun di
malam hari untuk buang air kecil.
2.5 Anak pada skenario mengalami gejala seperti polydipsia, polyuria dan polyfagi
tetapi badan kurus dan sering mengompol
Sering ngompol disebut juga enuresis, hal ini dapat disebabkan karena :
2.6 Adakah hubungan terjadinya keluhan pada skenario dengan riwayat psikososial
anak?
Karena proses glikogenolisis dan glukoneogenesis yang menghasilkan
glukosa berlangsung tanpa kendali karena tidak adanya insulin,pengeluaran glukosa
oleh hati meningkat karena banyak sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa
bantuan insulin, terjaid kelebihan glukosa ekstrasel bersamaan dengan defisiensi
glukosa intrasel yang ironis “kelaparan di lumbung padi”. meskipun otak yang tidak
bergantung pada insulin, mendapat nutrisi yang adekuat pada diabetes melitus.
Ketika glukosa darah meningkat ke kadar ketika jumlah glukosa yang
tersaring oleh nefron ginjal selama pembentukan urine melebihi kemampuan sel
tubulus melakukan reabsorpsi, glukosa muncul di urine.
Glukosa di urine menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya,
menyebabkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria ( sering berkemih).
Besarnya cairan yang keluar dapat menyebabkan dehidrasi yang akhirnya
dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena berkurangnya secara mencolok
volume darah.
Gejala lain adalah polidipsia (rasa haus berlebih) yang sebenarnya adalah
mekanisme kompensasi untuk melawan dehidrasi.
Kurangnya insulin pada metabolisme protein adalah pergeseran neto menuju
katabolisme protein. Penguraian protein - protein otot menyebabkan otot rangka lisut
dan lemah, serta penurunan berat badan dan pada anak yang mengidap diabetes,
penurunan pertumbuhan secara keseluruhan. Berkurangnya penyerapan asam amino
disertai meningkatnya penguraian protein menyebabkan asam amino dalam darah
meningkat, peningkatan asam amino darah ini dapat digunakan untuk
glukoneogenesis sehingga dapat hiperglikemia menjadi lebih parah.
2.7 DM tipe1
Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam
etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau
gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 1 lebih
diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel β-pankreas yang
didasari proses autoimun.
Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti “sypon”
menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan mellitus berasal dari kata “meli” yang
berarti madu.
Etiologi
Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi
atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan
cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi).
Komplikasi 2. Hipoglikemia
Jangka pendek 3. Hiperglikemia
1. Ketoasidosis diabetik Jangka panjang
1. Retinopati diabetik jika ditangani dengan baik. Motivasi dan
kesadaran pasien terhadap pentingnya
2. Nefropatik diabetik mematuhi terapi dan juga mengenai
komplikasi yang mungkin dapat terjadi
3. Neuropatik perifer
juga berperan penting dalam prognosis
Prognosis pasien
DM tipe 2
Definisi
Diabetes melitus tipe 2 atau sering juga disebut dengan non insuline dependent diabetes
melitus (NIDDM) merupakan penyakit diabetes yang disebabkan oleh karena terjadinya
resistensi tubuh terhadap efek insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas. Keadaan ini
akan menyebabkan kadar gula dalam darah naik tidak terkendali.
Etiologi
DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. DM tipe 2 selalu dihubungkan dengan bentuk
sindrom resistensi insulin lainnya(hyperlipidemia, hipertensi). Pada uji toleransi glukosa oral,
sekresi insulin tergantung pada derajat dan lama penyakit serta sangat bervariasi antara yang
paling lambat sampai cepat.
Epidemiologi
Menurut penelitian epidemiologi, kekerapan DM tipe 2 di indonesia berkisar antara 1,4
dengan 1,6% kecuali di 2 tempat. Yaitu di pekajangan (semarang) 2,3% dan di manado 6%
di pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan di daerah itu banyak perkawinan antar
kerabat.
Gambaran klinis 2. Obesitas (IBM lebih dari 25 kg/m2)
1. Obesitas 3. Memiliki kebiasaan fisik yang tidak
aktif
2. Riwayat keluarga DM tipe 2
4. Ras/etnis
3. Akantosis ngirikans
5. Riwayat gestasional diabetes melitus
4. Penurunan berat badan pada anak-anak (GDM) atau melahirkan bayi dengan berat
>4kg
5. Hiperglikemia pada saat skrinning
6. Hipertensi (>140/90mmHg)
7. Level kolesterol HDL < 35mg/dl dan
Faktor risiko
atau levetrigliserida>250 mg/dl
1. Riwayat keluarga dengan diabetes
melitus tipe 2
Pemeriksaan Laboraturium
Penatalaksanaan
Prognosis
Sekitar 60% pasien diabetes melitus yang mendapatkan insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan
meninggal lebih cepat. Penyakit ini bersifat irreversible, akan menjadi baik apabila
pengobatannya teratur dan pola hidup sehat
Diabetes Insipidus
Epidemiologi
Diabetes insipidus adalah penyakit langka dengan prevalensi 1:25.000. Kurang dari
10% dari diabetes insipidus dapat dikaitkan dengan bentuk turun-menurun. Seringkali
dimulai pada masa kanak kanak atau pada dewasa sekitar umur 24 tahun. Laki laki
mempunyai kemungkinan terkena diabetes insipidus lebih besar daripada perempuan.
(Isselbacher, dkk., 2000).
Etiologi
Disebabkan oleh kerusakan atau degenerasi neuron yang berasal dari inti
supraoptik dan paraventrikular. Penyebab yang diketahui dari lesi ini termasuk
penyakit lokal inflamasi atau autoimun, penyakit pembuluh darah, Langerhans Sel
Histiocytosis (LCH), trauma akibat pembedahan atau kecelakaan. (Isselbacher, dkk.,
2000).
Patogenesis
Secara pathogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi dua jenis yaitu diabetes
insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik. (Siti Setiati, dkk., 2014).
Istilah diabetes insipidus nefrogenik (DIN) dipakai pada diabetes insipidus yang tidak
responsive terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis DIN dapat disebabkan oleh:
• Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam medulla renalis.
• Kegagalan utilasi gradient pada keadaan di mana ADH berada dalam jumlah yang
cukup dan berfungsi normal. (Siti Setiati, dkk., 2014).
Gejala Klinis
Keluhan dan Gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat
mencapai 5-10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara
1001-1005 atau 50-200 mOsmol/kg berat badan. Biasanya tidak terdapat gejala-gejala
lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada
mekanisme neurohy-pophyseal-renal reflex tersebut. Selama pusat rasa haus pasien
tetap utuh, konsentrasi zat-zat yang terlarut dalam cairan tubuh akan mendekati nilai
normal. Bahaya baru timbul jika intake air tidak dapat mengimbangi pengeluaran urin
yang ada dengan akibat pasien akan mengalami dehidrasi dan peningkatan konsentrasi
zat-zat yang terlarut. (Siti Setiati, dkk., 2014). Pada diabetes insipidus hadir karena
pusat haus di Hipothalamus rusak lalu diubah dengan rasa sensasi haus. (Isselbacher,
dkk., 2000).
Pemeriksaan Penunjang
• Uji Nikotin
Pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas sampel urin sebelum dan
sesudah pasien merokok 3 batang dalam waktu 15-20 menit. (Siti Setiati, dkk., 2014).
• Uji vasopressin
Pemberian pitresin dalam minyak 5ml intramuscular lalu dihitung volume, berat jenis, dan
osmolalilas sampel urin pasien 1 jam kemudian. (Siti Setiati, dkk., 2014).
Pengobatan
Komplikasi
• Dehidrasi
• Kulit kering
• Denyut jantung meningkat
• Sakit kepala
• Nyeri otot. (Isselbacher, dkk., 2000).
Prognosis
Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan diabetes.
Namun dengan cara pegangan kasar yaitu untuk pasien kurus 2300-2500 kalori, normal 1700-
2100 kalori dan gemuk 1300-1500 kalori.
Jenis kelamin
Umur
Aktifitas fisik atau pekerjaan
Kehamilan/laktasi
Adanya komplikasi
Berat badan
Pengobatan Insulin
Tipe-tipe insulin
Kesimpulan
Dengan data diatas ini kami menyimpulkan bahwa anak 9 tahun ini menderita DM
tipe 1.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Setiati, Siti., dkk.2014. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 8, lauralee sherwood hal 749 - 755