Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KARYA ILMIAH

“Sejarah Kerajaan Lasem”


Kelas: X IIS 4

Disusun Oleh :

- Daniel Ferdian Krisna Nugraha


- M. Fajar Zahrul Fadli

PEMERINTAH KABUPATEN REMBANG


DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2
REMBANG
Tahun Pelajaran 2017/2018
KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat ALLAH SWT, atas berkah, rahmat,
dan karuniaNYA sehingga karya tulis dengan judul “Sejarah Kerajaan Lasem” ini dapat
diselesaikan.
Semoga karya tulis ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan saya semoga karya tulis ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
karya tulis ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami berterima kasih kepada berbagai pihak yang terlibat dalam pembuatan karya
tulis ini sehingga karya tulis ini dapat selesai disusun. Sehubungan dengan hal tersebut,
penyususun menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Wali kelas Xiis 4, Siska Yuniartati, s.pd atas kesempatan yang diberikan kepada kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
2. Siska Yuniartati, s.pd ,Selaku pembimbing dalam makalah ini.
3. Keluarga dan teman-teman yang selalu memberi bantuan dan semangat.
Karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna, hal itu disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang ada. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi karya tulis yang lebih
sempurna di masa mendatang.

Rembang, 01 Desember 2017

Penyusun
Sejarah Kerajaan Lasem (1351-1479 M)

.KONDISI GEOGRAFIS LASEM

Lasem berada di pesisir pantai utara pulau Jawa dengan suasana tropis, tanah yang
subur, hutan, pegunungan serta bentang pantai yang memanjang. Di Lasem terdapat banyak
teluk - teluk yang melatarbelakangi daerah Lasem berkembang menjadi daerah pelabuhan
yang besar pada masanya. Hal inilah yang kemudian menjadikan kawasan laut Lasem
berkembang menjadi lalu lintas perdagangan antar kerajaan pada masa lampau. Selain garis
pantai yang membentang, di Lasem juga terdapat daerah dataran serta lembah yang terletak di
selatan garis pantai. Sedangkan di sisi timur Lasem terdapat sebuah gunung bernama Gunung
Argopuro.
KERAJAAN LASEM
Penamaan Kerajaan Lasem pertama kali disebut dalam Piagam Singosari yang berangkaT
tahun 1273 saka atau 1351 Masehi. Kerajaan Lasem pertama kali dipimpin oleh seorang ratu
bernama Ratu Duhitendu Dewi (Indu Dewi) yang bergelar Bhre Lasem. Dewi Indu
merupakan sepupu dari Hayam Wuruk, Raja Majapahit. Dari piagam Singosari tersebut
menyebutkan bahwa Lasem sebelum 1351 M bukanlah daerah yang penting. Dapat
disimpulkan bahwa kemungkinan Lasem telah ada sebelum tahun 1351 M atau bahkan sudah
ada pada zaman Kerajaan Kediri sekalipun hanya sebagai daerah setingkat pakuwu atau
kadipaten.

Keberadaan Lasem sebagai kerajaan yang berdaulat diperkuat oleh Nagarakertagama yang
menyebutakan ketika Arya Wiraraja ayahanda Nambi sakit keras di Lumajang, orang - orang
penting Kerajaan Majapahit datang untuk menjenguknya. Salah satu dari rombongan tersebut
adalah Adipati Lasem atau "Ra Lasem", seorang loyalis Raden Wijaya yang membantu dalam
pendirian Kerajaan Majapahit. Sayangnya Jayanegara, raja yang memimpin Majapahit pada
masa itu terhasut oleh omongan Mahapati, bahwa Nambi sedang merencanakan
pemberontakan untuk menyerang Kerajaan Majapahit dan sedang menghimpun kekuatan di
Lumajang. Jayanegara kemudian mengirim pasukan untuk menggempur Lumajang. Nambi
dan pasukannya akhirnya gugur oleh serbuan pasukan Jayanegara termasuk Adipati Lasem
yang ikut membela Patih Nambi.

Dari sepenggal kisah tersebut bisa disimpulkan bahwa sebelum adanya piagam
Singosari tahun 1273 saka atau 1351 Masehi, Lasem sudah ada sebagai suatu daerah
berdaulat. Kitab Nagarakertagama juga menyebutkan bahwa Bhre Lasem pertama Duhitendu
Dewi merupakan salah satu penguasa dari 11 kerajaan khusus di Jawa. Ia juga menjadi salah
satu dari sembilan Dewan Petimbangan Agung Kerajaan Majapahit. Dengan adanya
statement ini, bisa disimpulkan bahwa Bhre Lasem mempunyai peranan istimewa di Kerajaan
Majapahit. Bila kerajaan - kerajaan lain taklukan Majapahit diatur dalam undang - undang
kerajaan Majapahit, berbeda dengan ke sebelas kerajaan yang dikuasakan kepada kerabat raja
Majapahit. Kesebelas kerajaan ini merupakan penopang Kerajaan Majapahit baik dalam sisi
sosial, ekonomi dan politik bagi keberlangsungan imperium Majapahit di Nusantara.

 Sebelas kerajaan dalam Piagam Singosari tahun 1351 M :

1. Kerajaan Daha
2. Kerajaan Wengker
3. Kerajaan Mataun
4. Kerajaan Lasem
5. Kerajaan Pajang
6. Kerajaan Paguhan
7. Kerajaan Kahuripan
8. Kerajaan Singasari
9. Kerajaan Mataram
10. Kerajaan Wirabhumi
11. Kerajaan Pawanukan

 Kedelapan Dewan Pertimbangan Agung Kerajaan Majapahit :


1. Hayam Wuruk sebagai Ketua
2. Tribuana Tunggadewi
3. Sri Kerta Wardhana
4. Sri Wijaya Rajasa
5. Duhitendu Dewi
6. Sri Rajasa Wardhana
7. Bhre Pajang
8. Dyah Wiyat Sri Rajadewi

Pada masa transisi kekuasaan keluar piagam Waringin Pitu 1464 M. Di dalam prasasti
tersebut tidak menyebutkan Karajaan Lasem sebagai bagian dari Kerajaan Majapahit.
Namun, pada tahun 1466 ketika Bhre Pandan Salas naik tahta Majapahit, Lasem kembali
tercatat menjadi kerajaan vassal Majapahit. Penambahan dan penghapusan kerajaan vassal di
Majapahit mengindikasikan bahwa terjadi ketidakstabilan konstilasi politik di kerajaan
Majapahit.

Sementara itu, dalam Pararaton menyebutkan "Adapun adik perempuan Hayam Wuruk,
Bhre Lasem, menikah dengan Raja Matahun Rajasawardhana; sedangkan adik termuda, Bhre
Lasem menurunkan putri bernama Nagarawardhani, yang kemudian dinikahkan dengan putra
Hayam Wuruk dari selir, bernama Bhre Wirabhumi. Bhre Wirabhumi nikah dengan Bhre
Lasem sang Alemu (Bhre Lasem yang gemuk / Bhre Lasem III)". Dengan begitu,
Nagarawardhani dalam Nagarkertagama sama dengan Bhre Lasem jeng Alemu dalam
Pararaton.

Selama 120 tahun, Lasem dipimpin oleh lima orang ratu. Pengangkatan perempuan sebagai
pemimpin kerajaan senada dengan apa yang ada di Kerajaan Majapahit dengan diangkatnya
Tribhuana Tungga Dewi dan Diyah Wiyat sebagai raja yang berkuasa di Kahuripan dan
Dhaha.

a. Masa Pemerintahan Duhitendu Dewi (Bhre Lasem I)


Wilayah Lasem pada masa Duhitendu Dewi begitu luas. Bhre Lasem menikah
dengan Bhre Matahun, dengan demikian kedua wilayah kerajaan vasal ini menyatu atas
hubungan perkawinan. Selain menjabat sebagai Bhre Matahun, Rajasa Wardhana juga
menjabat sebagai seorang panglima perang yang memiliki pangkalan laut di pelabuhan
Lasem, tepatnya di teluk Regol (Bonang Binangun) dan Kairingan (Pantai Kiringan,
Caruban, Gedong Mulyo). Salah satu dari dua pelabuhan tersebut menjadi bandar
perniagaan besar dengan Rajasa Wardhana sebagai Dampoawangnya (syahbandar).

Dalam Carita Lasem diceritakan "Lasem sebagai kota raja yang nyaman, tertata dengan
asri dan indah. Keratonnya terletak di bumi Kriyan menghadap ke arah laut dengan
agungnya. Di dalamnya terdapat kompleks - kompleks bangunan, balai kambang yang
luas, Taman Kamala Puri dan Taman Sari yang teratur dan indah. Di sepanjang jalan -
jalan negeri berbagai pepohonan, mandira, sawo kecik berjajar di kiri dan kanan jalan
membuat keteduhan. Di setiap perempatan jalan terdapat pohon beringin yang merindang.
Pemukiman penduduk tertera dan terpola dengan bentuk joglo berbahan kayu jati yang
depannya berteras, halamannya luas serta dipenuhi dengan pepohonan dan bunga -
bungaan. Sementara di pedesaan keseburan tanah - tanah olahan para penduduk dengan
hasil persawahan dan perkebunan yang melimpah. Dewi Indu (Duitendu Dewi) adalah
seorang ratu yang sangat dicintai rakyatnya dan ia pun dijuluki sebagai titisan dari Sang
Bathari. Ia memerintah Kerajaan Lasem dengan adil dan bijaksana, pengayom rakyat
dengan kekuasaannya yang lurus lagi kuat".

Duhitendu Dewi sebagai Bhre Lasem menikah dengan Rajasa Wardhana sebagai Bhre
Matahun. Dua pemimpin kerajaan tersebut kemudian meleburkan wilayah kekuasaannya
menjadi satu. Rajasa Wardhana kemudian mengubah Lasem sebagai pangkalan laut
Majapahit dengan Teluk Regol dan Kairingan sebagai pangkalan utama kapal tempur dan
kapal ekspedisi Majapahit. Tak jauh dari wilayah ini juga terdapat galangan kapal untuk
memproduksi kapal tempur dan kapal niaga Kerajaan Majapahit.

Lasem menjadi semakin ramai dari masa ke masa dan berkembang menjadi wilayah
perdagangan antar negeri. Dari pasangan Bhre Lasem dan Bhre Matahun kemudian
melahirkan Negara Wardani yang kemudian menjadi pemimpin Lasem selanjutnya (Bhre
Lasem kedua) dan diperistri Bhre Wirabumi. Dalam naskah lain menyebutkan bahwa
pasangan Duhitendu Dewi dan Rajasa Wardhana menurunkan pangeran Badra Wardana
yang kemudian melahirkan dinasti Rajasa Wardana dan menjadi pembesar Lasem hingga
abad ke 18.

Bhre Lasem Duhitendu Dewi meninggal pada tahun 1382 M sedangkan Rajasa Wardhana
meninggal pada tahun 1383 M. Sebelum Duhitendu Dewi meninggal, jabatan Bhre Lasem
sudah diserah terimakan pada Kusuma Wardhani, putri Hayam Wuruk yang sebelumnya
telah menikah dengan Wikrama Wardhana. Pada saat itu, Duitendu Dewi dipindahkan
menjadi Bhre Daha / Kediri menggantikan ibunya Dyah Wiyat Raja Dewi yang wafat.
Namun, baik dari Nagarakertagama, Pararaton maupun Carita Lasem tidak
menyebutkan secara pasti tahun pergeseran jabatan Duhitendu Dewi menjadi Bhre Daha
tersebut.
b. Masa Bhre Lasem Setelah Duhitendu Dewi
 Bhre Lasem II
Bhre Lasem setelah Duhitendu Dewi adalah Kusuma Wardhani dengan
gelar Bhre Lasem Jeng Ahayu yang berarti Bhre Lasem yang cantik yang
disebutkan di Pararaton. Kusuma Wardhani merupakan putri dari Hayam Wuruk
dari permaisuri Paduka Sori. Kusuma Wardhani kemudian menikah dengan putra
Duhitendu Dewi bernama Wikrama Wardhana dan kemudian diangkat sebagai
Bhre Lasem. Pengangkatan Kusuma Wardhani menjadi Bhre Lasem II tidak
disebutkan di dalam Negarakertagama, diperkirakan pengangkatan Kusuma
Wardhani terjadi setelah tahun 1365 M. Data yang diperoleh pada masa
pemerintahan Bhre Lasem II hanya sedikit didapatkan. Pararaton sebagai sumber
informasi sangat minim memberikan informasi, begitu juga dengan Bhre Lasem
selanjutnya.

Pemerintahan Kusuma Wardhani diperkirakan berlangsung sebentar karena pada


saat Kusuma Wardhani menjabat sebagai Bhre Lasem, Majapahit mengalami
perpecahan pasca meninggalnya Hayam Wuruk. Perebutan kekuasaan muncul
oleh para keturunan Hayam Wuruk. Wikrama Wardhana sebagai menantu serta
keponakan Hayam Wuruk naik tahta menggantikan Hayam Wuruk. Bhre
Wirabhumi yang merupakan putra Hayam Wuruk dari selir yang juga merupakan
putra angkat sekaligus cucu menantu dari Bhre Daha Dyah Wiyat Rajadewi dan
Wijaya Rajasa merasa ialah yang berhak menggantikan takhta Majapahit.

Pada saat itu, Majapahit layaknya mempunyai raja kembar yang sama - sama
berkuasa. Di istana bagian barat (Trowulan) Wikrama Wardhana naik tahta,
sedangkan di istana timur (Daha) Bhre Wirabhumi bertahta, keduanya sama -
sama merasa paling sah menjabat sebagai raja Majapahit. Dalam pararaton
disebutkan bahwa pada 1298 Saka atau 1376 Masehi (pada akhir pemerintahan
Hayam Wuruk) muncullah gunung baru di sebelah timur, yang digambarkan
dengan munculnya kerajaan Majapahit baru. Sedangkan kronik Cina pada masa
Dinasti Ming pada tahun 1377 M menyebutkan pengiriman dua duta ke Cina
untuk mendapatkan pengakuan politik kepada Cina. Kerajaan barat dipimpin oleh
Wu-lau-po-wu sedangkan kerajaan timur dipimpin Wu-lau-wang-chieh. Maksud
dari Wu-lau-po-wu adalah Bhra Prabu yang merupakan nama lain dari Hayam
Wuruk di Majapahit. Sedangkan Wu-lau-wang-chieh adalah Bhre Wengker atau
Wijaya Rajasa, suami dari Dyah Wiyat Rajadewi.

 Bhre Lasem III

Ketika Gajah Mada meninggal, terjadi persaingan antara Hayam Wuruk


dan Wijaya Rajasa. Persaingan yang terjadi hanya sebatas perang dingin dan tidak
sampai pada kontak fisik. Keduanya saling segan karena adanya ikatan menantu.
Namun perseturuan berlanjut ketika Hayam Wuruk mangkat pada tahun 1389 M
yang digantikan menantunya Wikrama Wardhana di istana barat (Trowulan).
Sedangkan Bhre Wirabhumi menggantikan ayahnya Wijaya Rajasa sebagai raja
Majapahit istana timur (Daha).

Perseturuan keduanya semakin meruncing ketika Wikrama Wardhana mengangkat


istrinya Kusuma Wardhani menjadi Bhre Lasem II menggantikan Duhitendu Dewi
(Bhre Lasem I). Padahal menurut Bhre WIrabhumi, yang seharusnya manjadi
Bhre Lasem adalah istrinya Nagara Wardhani yang marupakan anak dari
Duhitendu Dewi. Kemungkinan inilah yang dimaksud didalam pararaton adanya
Bhre Lasem Jeng Ahayu (Kusuma Wardhani) dan Bhre Lasem Jeng Alemu
(Nagara Wardhani).

Dengan adanya kejadian ini diperkirakan pemerintahan Bhre Lasem II Kusuma


Wardhani berlangsung sebentar dan digantikan oleh Nagara Wardhani menjadi
Bhre Lasem III sebagai imbas dari adanya persaingan di tubuh Majapahit.
Pergantian kekuasaan keduanya diperkirakan tidak sampai berlangsung
pertempuran. Masa periode pemerintahan keduanya diperkirakan antara tahun
1390 hingga 1400 karena dikabarkan keduanya sama - sama wafat ditahun
tersebut.

 Bhre Lasem IV

Ketika Nagara Wardhani meninggal, Wikrama Wardhana cepet - cepat


mengangkat menantunya yaitu istri dari Bhre Tumapel (Kertawijaya) untuk
menduduki posisi Bhre Lasem. Hal inilah yang memicu adanya konflik istana
barat dan timur. Hingga akhirnya pada 1404 terjadi Perang Paregreg yang
berlangsung hingga tahun 1406. Pasukan Bhre Tumapel, putra dari Wikrama
Wardhana menyerang istana timur. Bhre Wirabhumi sebagai raja dari istana timur
mengalami kekalahan dan melarikan diri menggunakan perahu pada malam hari.
Ia dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah atau Bhra Narapati Ratu Angabhaya
utusan dari Bhre Tumapel. Raden Gajah kemudian membawa kepala Bhre
Wirabhumi ke istana barat dihadapan Wikrama Wardhana. Bhre Wirabhumi
dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.

Setelah perang paregreg berakhir, kedua istana berhasil di satukan oleh Wikrama
Wardhana. Dampak dari perang ini selain nyawa dan materi, kekuasaan Majapahit
juga semakin meredup di Nusantara. Terhitung kerajaan seperti Melayu, Malaka
serta Palembang mulai berani memerdekakan diri dari kekuasaan Majapahit.
Selain itu, Wikrama Wardhana juga harus menetralkan keadaan di istana timur.
Salah satu usahanya yaitu dengan memboyong putri Bhre Wirabhumi dan Nagara
Wardhani sebagai selir. Dari perkawinan ini, lahirlah Suhita yang kemudian
menggantikan Wikrama Wardhana sebagai raja Majapahit pada tahun 1429.

Di sisi lain, Wikrama Wardhana harus memberikan ganti rugi kepada Dinasti
Ming, penguasa Tiongkok. Ketika Dinasti Ming mengetahui adanya dua kubu
yang saling berseturu di Majapahit, Dinasti Ming mengirimkan Cheng Ho untuk
menjadi duta perdamaian. Laksamana Cheng Ho saat terjadi perang paregreg
berada di istana timur, sehingga ketika terjadi penyerangan, pasukan Cheng Ho
juga ada yang terbunuh. Sebanyak 170 orang awak dari Cheng Ho menjadi korban
dari serangan Wikrama Wardhana. Wikrama Wardhana kemudian diharuskan
untuk membayar 60.000 tahil kepada Dinasti Ming. Namun pada akhirnya Kaisar
Yung Lo membebaskan denda tersebut. Peristiwa ini dicatat oleh Ma Huan
(sekertaris Cheng Ho) dalam buku Ying-ya-sheng-lan.

Wikrama Wardhana memerintah hingga tahun 1429 dan kemudian digantikan


oleh Suhita. Pada periode pemerintahan Suhita di Majapahit tidak ada catatan
yang jelas yang membahas tentang Bhre Lasem IV (Nagara Wardhani) istri Bhre
Tumapel Kertawijaya. Suhita kemudian digantikan oleh Kertawijaya yang
bergelar Bhra Wijaya I pada 1447 hingga 1451. Selama pemerintahan Suhita dan
Kertawijaya, pemerintahan Majapahit selama 20 tahun terhitung relatif stabil
meskipun ada sedikit konflik namun masih dapat diatasi. Disisi lain banak
kerajaan - kerajaan bahawan yang melepaskan diri dari Majapahit seperti Melayu,
Malaka, Palembang, Kalimantan Barat, dan Brunei.

 Bhre Lasem V

Kertawijaya kemudian digantikan oleh Rajasawardhana Bhre Keling atau


Kahuripan. Banyak sejarwan yang mengemukakan bahwa Rajasawardhana telah
membunuh Kertawijaya. Pada masa ini, di kitab pararaton tidak dijelaskan siapa
yang berkuasa di Lasem. Baru ketika pemerintahan Suprabhawa atau Bhre Pandan
Salas memerintah Majapahit tahun 1466 - 1468 menempatkan putri Bhre Panadan
Salas yang diperistri Bhre Tumapel yang menjabat Bhre Lasem V.

Keterangan tentang putri Bhre Pandan Salas sebagai Bhre Lasem tidak terdapat
banyak data. Namun menurut sejarawan hasan Djafar, putri Bhre Pandan Salas
merupakan raja terakhir di Kerajaan Lasem. Setelah itu tidak terdengar lagi berita
tentang Kerajaan Lasem seiring dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit.

Masa Keruntuhan Kerajaan Lasem

Keruntuhan Kerajaan Lasem tidak bisa lepas dari meredupnya kerajaan induk Majapahit.
Krisis internal perebutan kekuasaan terjadi pasca sepeninggal generasi emas pembesar
kerajaan Majapahit diantaranya Gajah Mada, Tribuana Tungga Dewi, dan Hayam Wuruk.
Pasca wafatnya Hayam Wuruk, mulai terjadi perpecahan internal di tubuh Majapahit.
Perselisihan terjadi antara Wikrama Wardhana dan Bhre Wirabhumi yang berujung pada
terjadinya Perang Paregreg (1405-1406). Perselisihan tidak hanya terjadi disini saja,
selanjutnya terjadi silih berganti perselisihan - perselisihan hingga Majapahit runtuh.
Bahkan perebutan takhta Majapahit seringkali juga diwarnai pertumpahan darah.

Akibat dari konflik internal Majapahit ini, banyak kerajaan - kerajaan jajahan di
Nusantara yang melepaskan diri. Raja Majapahit terakhir yaitu Girindra Wardhana Parbu
Nata sendiri hanya menjabat sebagai raja Majapahit selama 5 tahun dan kemudian
mengundurkan diri dan memilih menjadi raja Blambangan.

Kerajaan Lasem sebagai Kerajaan Vasal Majapahit juga terkena imbas konflik internal
Majapahit. Lasem yang sebelumnya tercatat sebagai wilayah bagian Kerajaan Majapahit
pada Piagam SIngosari (1351) kemudian tidak tercantum lagi pada Prasasti Wringin Pitu
(1464). Barulah ketika Bhre Pandan Salas naik tahta, Lasem kembali tercatat sebagai
Kerajaan Vasal Majapahit. Dengan adanya penghapusan dan penambahan kembali
Kerajaan Lasem sebagai kerajaan vassal Majapahit mengindikasikan adanya
ketidakstabilan politik yang terjadi di internal Kerajaan Majapahit.

Setelah berakhirnya kekuasaan Bhre Pandan Salas atas Kerajaan Majapahit yang tak lebih
menjabat hanya selama dua tahun (1466-1468) selesai pula kekuasaan Bhre Lasem, putri
Bhre Pandan Salas atas Kerajaan Lasem. Bhre Lasem terakhir menghapus Kerajaan
Lasem dan inilah masa akhir Lasem sebagai kerajaan vasal Majapahit.

Peranan Kerajaan Lasem Dalam Imperium Majapahit

 Kerajaan Lasem merupakan salah satu dari sebelas kerajaan vasal yang dikuasai
oleh kerabat Kerajaan Majapahit.
 Kerajaan Lasem menjadi angkatan laut Majapahit dari masa Duhitendu Dewi
hingga putri Bhre Pandan Salas
 Teluk Regol menjadi kawasan perdagangan yang ramai oleh para pedagang baik
dari nusantara maupun mancanegara.

PENINGGALAN SEJARAH PADA MASA KERAJAAN LASEM


Kerajaan Lasem sebagai kerajaan besar pada masanya meninggalkan peninggalan yang
tidak sedikit. Peninggalan tersebut masih bisa kita rasakan sekarang. Peninggalan tersebut
diantaranya

Peninggalan berupa benda dapat bergerak

1. Lingga Yoni dapat kita temukan di daerag situs Gunung Bata di Desa Sendangcoyo,
Kec. Lasem; situs Candi Gebang di Desa Waru Gunung, Kec Pancur; situs lingga
Kajar di Desa Kajar, Kec. Lasem; dan situs Tambak Jongan di Caruban, Desa
Gedongmulyo, Kec Lasem.
2. Arca Nandi
Arca Nandi ditemukan ditemukan di situs Gebang, Desa Warugunung, Kec. Pancur.
3. Arca Ganesa
Arca Ganesha ditemukan di Sawah Candi, Sulo, Desa Sriombo, Kec. Lasem dan di
Desa Bonang, Kec. Lasem.
4. Arca Anjing
Arca Anjing ditemukan di Sawah Kepatihan, Desa Ngemplak, Kec. Lasem.
5. Perhiasan abad 14-15
Perhiasan berupa emas dan bingal ditemukan di situs hutan Sangkrah, Sesa Ngiri,
Kec. Bulu.
6. Barang - Barang Rumah Tangga
Barang - barang rumah tangga yang ditemukan berupa keramik Cina abad 14,
ditemukan di Ngangkatan, Kec. Pancur. Pernah juga keramik Cina, gerabah, dan
barang pecah belah abad 14 ditemukan di Caruban, Gedongmulyo dan Sriombo. Mata
uang kepeng abad 14 ditemukan di Desa Bonang, Kec. Lasem; di Desa Sukorejo,
Kec. Sumber; dan Desa Tegaldowo, Kec. Gunem.
7. Jangkar Kapal
Jangkar kapal tua yang diperkirakan peninggalan kapal Tiongkok dan kapal - kapal
Majapahit banyak ditemukan di garis pantai Lasem, Rembang. Di antaranya yang
sekarang berada di kompleks Taman Kartini Rembang, di Museum Kartini / Pendopo
Rembang, di Rumah Candu Lawang Ombo, Soditan - Lasem, dan terakhir tahun 2012
ditemukan oleh nelayan di pantai Rembang dengan ukuran kurang lebih panjang 4 m
dan lebar 3 m.

Temuan - temuan tersebut sebagian berada dalam penguasaan desa setempat.


Sedangkan, sebagian lagi oleh pemerintah kabupaten, para kolektor, dan Badan
Kepurbakalaan Nasional. Namun, banyak juga yang terjarah dan hilang oleh orang -
orang yang tak bertanggung jawab. Salah satunya seperti pada penemuan arca Ganesha
yang terbuat dari bahan emas di Desa Bonang tahun 2006 yang keberadaannya hingga
sekarang masih misterius.

Berikut adalah salah satu peninggalan yang di simpan di Museum Ronggowarsito,


Semarang.

Jambangan
Jambangan berasal dari Lasem, Rembang yang berfungsi sebagai wadah air yang digunakan
untuk bersuci sebelum memasuki makam tokoh Islam Nyi Ageng Maloka. Beliau adalah
tokoh penting penyebar agama Islam di Rembang. Berdasarkan tipe nisannya yang terdapat di
Troloyo, diperkirakan makam berasal dari abad XV Masehi
Benda yang tidak bergerak

1. Goa Pertapaan
Berada di perbukitan Desa Kajar, Kec. Lasem. Goa tersebut terdiri dari dua bagian,
satu diantaranya adalah goa buatan. Di dalamnya terdapat ruangan untuk pemujaan
dan pernah ditemukan tablet arca Shiwa berbahan tanah liat yang dibakar.
2. Batu Tapak
Berada di Desa Kajar, Kec. Lasem. Batu Tapak ini berupa tanda kaki sebelah kanan
menghadap ke timur yang diabadikan / dipahatkan diatas batu hitam. Menurut para
sejarawan, tanda ini merupakan semacam prasasti yang menunjukkan pengabdian
sebuah kekuasaan tertentu pada masa itu yang dituangkan dalam cap tapak kaki. Dan
tanda - tanda semacam ini sering ditemukan di daerah - daerah koloni Majapahit
Nusantara.
3. Bahan Pembuatan Prasasti
Terletak di Sambikalung, Kec. Pamotan, yaitu bongkahan - bongkahan batu besar /
batuan hitam yang diperkirakan bahan pembuatan prasasti. Hingga sekarang batuan
tersebut belum bisa diangkat karena terlalu banyak dan besar yang terlilit akar dan
belukar di bawah pohon - pohon besar.
4. Sumur - Sumur Tua
Sumur tua yang ditemukan berdinding batu bata merah dengan ukuran 20 cm - 40 cm.
Model sumur ini merupakan teknik pembuatan sumur abad 14 - 15. Sumur - sumur ini
banyak ditemukan di daerah Caruban-Gedongmulyo, Sumbergirang, Dorokandang,
dan Bonang.
5. Pondasi Bangunan
Pondasi - pondasi ini juga terbuat dari batu bata merah yang berukuran 20 - 40 cm.
Pondasiini ditemukan di Narukan, Desa Dorokandang, Bonang, Kajar, Caruban-
Gedongmulyo, Sendangcoyo, Sriombo, Warugunung dan Sumbergirang. Sebagian
besar sisa - sisa pondasi tersebut adalah bekas candi, kecuali di sekitar Sumbergirang
yang merupakan sisa - sisa kompleks istana / kraton termasuk pula tamansari
Kamalapuri di daerah Makam Kutho, Sumbergirang.
6. Candi Malad
Candi Malad merupakan sebuah tempat perabuan dari Bhre Lasem I Duhitendu Dewi.
Candi ini terletak di Desa Gowak, Kecamatan Lasem.

Dari Penelitian Badan Arkeologi Nasional

1. Penelitian bekas pelabuhan di daerah Caruban, Gedongmulyo.


2. Penelitian fragmen keramik asing Dinasti Ming abad 14; Vietnam, dan Thailand abad
15; Sukotar abad 14; dan Jawangka Log abad 15.
3. Penelitian bekas sumur - sumur tua sebagai indikasi keberadaan pemukiman lama.

Peninggalan berupa pengistilahan nama - nama tempat yang menggnakan nama


jabatan Panca Wilwatikta :

1. Kampung Demungan di Desa Jolotundo, Kec. Lasem; berasal dari kata demung yang
dulunya merupakan kediaman atau kompleks kademungan.
2. Kampung Karanggan di Sumbergirang, Kec. Lasem; berasal dari kata rangga yang
dulunya merupakan tempat kediaman seorang rangga kerajaan.
3. Kampung Kepatihan di Jl. Sunan Bonang, Ngemplak, Kec. Lasem; berasal dari kata
Patih yang merupakan kompleks kepatihan masa itu.
4. Tegal Tumenggungan ; berada di sebelah barat Sungai Kiringan, Punjulharjo, Kec.
Rembang, berasal dari kata tumenggung yang dahulu merupakan komplek
Tumenggungan.
5. Dukuh Narukan di Dorokandang, Kec. Lasem; berasal dari kata Kanaruhan-
Kanarukan-Narukan, dahulunya merupakan kompleks Kanaruahan.
Peninggalan seni dan budaya

1. Seni musik: Gending karawitan Pathet Lasem dan Sampak Lasem yang masih saat ini,
yaitu musik gamelan kombinasi antara gamelan Jawa dan musik dari Campa di akhir
abad 15.
2. Seni rupa: berupa relief - relief dan arca yang pernah ditemukan di reruntuhan bekas
candi. Ornamen - ornamen interior bangunan yang terbuat dari keramik Cina. Adapun
seni grafis yang amsih biisa kita rasakan hingga saat ini adalah motif batik klasik
Laseman dengan pola batik esok sore, tiga negri, godong pring, dan sebagainya.
3. Sastra: bidang sastra ini hampir - hampir tidak ditemukan naskah kuno yang ditulis
masa itu. Dalam beberapa naskah yang lebih muda diceritakan banyak pujangga dan
kaum istana Lasem yang pandai dalam bidang sastra, namun kenyataannya, sampai
saat ini tak pernah ditemukan. Barangkali, yang bisa dikatakan satu - satunya
peninggalan tersisa masa itu adalah naskah Sabda Badrasanti yang sudah mengalami
beberapa penggubahan dari beberapa generasi pula.
4. Seni beladiri: beladiri pathol atau gulat pathol, olahraga ini masih populer dan
dilestarikan oleh masyarakat Sarang dan Kragan. Dulu, olahraga ini merupaka olah
ketangkasan bagi prajurit laut di masa Kerajaan Lasem.
KESIMPULAN

Dari sepenggal kisah tersebut bisa disimpulkan bahwa sebelum adanya piagam
Singosari tahun 1273 saka atau 1351 Masehi, Lasem sudah ada sebagai suatu daerah
berdaulat. Kitab Nagarakertagama juga menyebutkan bahwa Bhre Lasem pertama Duhitendu
Dewi merupakan salah satu penguasa dari 11 kerajaan khusus di Jawa. Ia juga menjadi salah
satu dari sembilan Dewan Petimbangan Agung Kerajaan Majapahit. Dengan adanya
statement ini, bisa disimpulkan bahwa Bhre Lasem mempunyai peranan istimewa di Kerajaan
Majapahit. Bila kerajaan - kerajaan lain taklukan Majapahit diatur dalam undang - undang
kerajaan Majapahit, berbeda dengan ke sebelas kerajaan yang dikuasakan kepada kerabat raja
Majapahit. Kesebelas kerajaan ini merupakan penopang Kerajaan Majapahit baik dalam sisi
sosial, ekonomi dan politik bagi keberlangsungan imperium Majapahit di Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai