AUDIT MANAJEMEN
Oleh :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
JURUSAN AKUNTANSI
MALANG
2015
Audit Investigatif
Audit Investigasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait kasus
penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan Negara dan / atau perekonomian
Negara, untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung tindakan litigasi dan/atau tidakan
korektif manajemen. Audit Investigasi dapat dilaksanakan atas permintaan Kepala Daerah
dan Aparat Penegak Hukum. Audit Investigasi termasuk didalamnya audit dalam rangka
menghitung kerugian keuangan Negara, audit hambatan kelancaran pembagunan, audit
eskalasi audit klaim.
3. Memeriksa dokumen
Tidak ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Definisi dokumen menjadi
lebih luas akibat kemajuan teknologi, meliputi informasi yang diolah, disimpan, dan
dipindahkan secara elektronis. Karena itu, teknik memeriksa dokumen mencakup
komputer forensik.
4. Review Analitikal
Dalam review analitikal, yang penting adalah: kuasai gambaran besarnya dulu (think
analytical first!). Review analitikal adalah suatu bentuk penalaran yang membawa
auditor pada gambaran mengenai wajar atau pantasnya suatu data individual
disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global. Kesimpulan wajar atau
tidak diperoleh dari perbandingan terhadap benchmark. Kesenjangan antara apa yang
dihadapi denganbenchmark: apakah ada kesalahan (error), fraud, atau salah
merumuskan patokan. Kenali pola hubungan (relationship pattern) data keuangan
yang satu dengan data keuangan yang lain atau data non-keuangan yang satu dengan
data non-keuangan yang lain.
Dalam pandangan para filsuf Yunani, aksioma adalah klaim atau pernyataan yang dapat
dianggap benar, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut.Aksioma atau postulate adalah
pernyataan (propostion) yang tidak dibuktikan atau tidak diperagakan, dan dianggap sudah
jelas dengan sendirinya (self-evident).Kebenaran dari proposisi ini tidak dipertanyakan (taken
of granted). Aksioma merupakan titik tolak untuk menarik kesimpulan tentang suatu
kebenaran yang harus dibuktikan (melalui pembentukan teori).
a. Fraud is Hidden
Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi atau
mengandung tipuan (yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau
berlangsung). Bayangkan sejenak perampokan bank yang dilakukan segerombolan penjahat.
Mereka masuk ke lobby bank, menodongkan senjata api kepada teller (juru bayar) dan
manajer bank, minta para teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang
berharga lain yang ada dalam kasanah (vault,kluis), kemudian meninggalkan bank dengan
kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh pelanggan bank yang sedang atau akan
bertransaksi.
Bandingkan adegan tadi dengan adegan lain di mana kepala cabang suatu bank besar
memfasilitasi “pelanggannya” dengan membuka L/C fiktif atau memberikan kredit bodong
yang segera menjadi NPL (non-performing loan). Dalam adegan kedua, terjadi dua scenario.
Skenario pertama yang terjadi di permukaan, seolah-olah ini transaksi normal antara banker
dan pelanggan “terhormat”. Transaksi ini didukung dengan segala macam berkas resmi dari
perusahaan sang pelanggan, bank, notaries, kantor akuntan, pengacara, bermacam-macam
legitimasi (termasuk surat-surat keputusan dari lurah sampai petinggi Negara lainnya) dan
entah berkas apalagi. Dalam scenario kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup rapat-rapat
kebusukan mereka; penyuapan aparat penegak hukum dan instansi lain merupakan biaya
penutup kebusukan ini. Kedua scenario ini tidak terpisah, satu menguatkan yang lain dalam
jalinan ayau packaging yang rapi. Karena itu, dirigennya juga mempunyai nama terhormat,
arranger.
Adegan pembobolan pertama (oleh perampok) terlihat kasar dan kasat mata. Adegan
pembobolan kedua (oleh kelompok yang disebut atau menamakan diri mereka
“professional”) terlihat bersih; karena bagian yang kotor sudah tersembunyi dlam
pembungkusan atau packaging yang rapi.
Metode pembungkusannnya begitu rapi sehingga pemeriksa fraud atau investigator
yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh. Karena itu pemeriksa fraud atau
investigator harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya
membuktikan tidakada fraud. Pernyataan yang mengandung risiko yang sangat besar. Fraud
tersembunyi (atau lebih tepat,”disembunyikan”), fraud dibungkus rapi.
b. Reverse Proof
Pembuktian ada atau telah terjadinya fraud meliputi upaya untuk membuktikan fraud
itu tidak terjadi. Dan sebaliknya, untuk membuktikan fraud tidak terjadi, kita harus berupaya
membuktikan fraud itu terjadi harus ada upaya pembuktian timbale balik atau reverse proof.
Kedua sisi fraud (terjadi dan tidak terjadi) harus diperiksa. Dalam hukum Amerika Serikat,
“proof of fraud must preclude any explanation other than guilt” artinya pembuktian fraud
harus mengabaikan setiap penjelasan, kecuali pengakuan kesalahan.
c. Existence of Fraud
Pemeriksa fraud berupaya membuktikan fraud memang terjadi. Hanya pengadilan yang
mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Di Amerika Serikat wewenang itu ada
pada pengadilan (majelis hakim) dan para jury.
Diatas dikatakan: pemeriksa Fraud harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil
pemeriksaannya membuktikan tidak ada fraud. Disini harus ditegaskan: pemeriksa fraud
harus menolak memberikan pernyataan bahwa pemeriksanya membuktikan adanya fraud.
Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah
seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah atau tidaknya seseorang
merupakan dugaan atau bagian dari “teori”, sampai pengadilan memberikan keputusannya.
Pertemuan Pendahuluan
Prediction
Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini berakhir
dengan litigasi.Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa belum memiliki bukti yang
cukup. Ia bau mempunyai dugaan atas dasar prediction yang dijelaskan di atas. Keadaan ini
tidak berbeda sengan ilmuan yang mebuat “dugaan” atas dasar pengamatannya terhadap
berbagai fakta, kemudian “dugaan” ini diujinya. Seperti hoptesis yang haus terjadi;
selanjutnya akan disebut teori fraud. Teoi ini tidak lain dari rekaan atau perkiraan yang harus
dibuktikan.
Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat/tidaknya
penyelidikan dilakukan.
Penyelidikan tidaklah berdiri sendiri atau terpisah dari penyidikan, melainkan
merupakan satu rangkaian yang mendahului tindakan penyidikan lainnya, yakni
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:
Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana
Mencari keterangan dan barang bukti
Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
Pemeriksaan dan penyitaan surat;
Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.
Wewenang penyelidik seperti mencari keterangan dan barang bukti sudah memasuki
ruang lingkup pembuktian. Kalau keterangan yang diperoleh dari beberapa orang saling
bersesuaian satu sama lain, apalagi kalau ada keterkaitan dengan barang bukti yang
ditemukan, maka penyelidik dapat menduga telah terjadi suatu tindak pidana. Selanjutnya
penyidikan dapat dilakukan.
Apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan dan dari
penyelidikan itu tidak ditemukan sekurang-kurangnya dua bukti, maka penyelidik
melaporkan kepada KPK untuk menghentikan penyelidikan. Sedangkan apabila Kejaksaan
dan Kepolisian yang melakukan penyelidikan, tidak dikenal penghentian penyelidikan.
Dalam hal penyelidik (Kejaksaan dan Kepolisian) berpendapat perbuatan tersebut bukan
merupakan tindak pidana maka penyelidikan tidak dilanjutkan, tanpa proses.
Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan
bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan
tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti, undang-undang memberi wewenang
kepada penyidik untuk:
Menggeledah dan menyita surat dan barang bukti.
Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan saksi.
Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan dalam berita
acara pemeriksaan tersangka.
Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga diberikan
dalam bentuk laporan ahli.
Menahan tersangka, dalam hal tersangka dikuatirkan akan melarikan diri,
menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana.
Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara yang satu dengan
yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah terjadi tindak pidana dan
tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik menyerahkan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum. Hasil penyidikan ini tertuang dalam berkas perkara yang
didalamnya terdapat bukti-bukti.
Dalam hal Penyidik (Kepolisian atau Kejaksaan) berpendapat bahwa dari bukti-bukti
yang dikumpulkan secara maksimal ternyata tidak cukup bukti atau terbukti tapi bukan
merupakan tindak pidana (korupsi) maka mereka berwenang menghentikan penyidikan. KPK
tidak dibenarkan menghentikan penyidikannya, karena kewenangannya ada pada penghentian
penyelidikan.
Prapenuntutan
Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (Penuntut Umum) untuk memantau perkembangan
penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik,
mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari
penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan
apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Penuntut Umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyelidikan yang buktinya
tidak lengkap. Karena bukti ini akan dijadikan alat bukti di sidang pengadilan untuk
membuktikan tindak pidana yang didakwakan. Di tahap prapenuntutan, pembuktian
merupakan focus utama dalam meneliti berkas perkara hasil penyidikan.
Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum yang melimpahkan perkara ke Pengadilan
Negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara pidana, dengan
permintaan agar diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
Setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang
lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah/ belum
memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Pemeriksaan di pengadilan
Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di sidang pengadilan utidak
lain berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan
diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti:
Saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke sidang
pengadilan untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi.
Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali disidang
pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.
Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah membuat
laporan ahli, dipanggil kembali untuk didengar pendapatnya atau dibacakan
laporannya di sidang pengadilan, agar diperoleh alat bukti keterangan ahli.
Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke sidang pengadilan
untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.
Itulah cara memperoleh alat bukti di sidang pengadilan. Hanya alat bukti yang sah yang
diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa.
Alat bukti yang sah ini terdiri atas:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Keterangan terdakwa
5. Petunjuk
Pemeriksaan di sidang pengadilan mempunyai satu tujuan saja, yaitu mencari alat bukti
yang membentuk keyakinan hakim tentang bersalah atau tidaknya terdakwa.
Putusan Pengadilan
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah. Kesalahan terdakwa
ditentukan oleh keyakinan hakim, namun keyakinan itu harus didasarkan atas sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah, yang harus ada persesuaian satu dengan yang lain.
Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim menjatuhkan putusan:
Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa terbukti
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di
sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan.
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana atau terbukti akan tetapi terdakwa tidak dapat
dipertanggung jawabkan terhadap perbuatannya.
Upaya Hukum
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa Agung untuk mengajukan
kasasi demi kepentingan hukum dalam hal seta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar
Biasa. Upaya Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan Pemeriksaan
Kasasi. Upaya Hukum Luar Biasa Terdiri atas Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan
Hukum dan Peninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Dalam bidang mereka sendiri para akuntan dan auditor di Indonesia sering terkecoh
dengan “bukti” dan sesuatu yang mengandung unsur-unsur pembuktian (evidential matter).
Audit harus menghimpun evidential matter (hal-hal yang bersifat membuktikan) dan tidak
sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan klien. Yang dimaksud dengan evidential matter misalnya pengetahuan yang ada di
pikiran auditor mengenai uang yang sebenarnya dikeluarkan untuk membeli suatu aktiva.
Ukuran keabsahan (validitas) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan
auditor. Dalam hal ini bukti audit berbeda dengan bukti hukum yang diatur secara tegas oleh
peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang
ditarik oleh auditor dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang
diauditnya. Ketepatan sasaran, obyektif, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain
yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
Investigasi Pengadaan
Pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan
jasa oleh kementrian/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/institusi lainnya yang
prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan
untuk memperoleh barang dan jasa.
Ketentuan perundang-undangan mengenai pengadaan barang dan jasa yang dibiayai
APBN dan APBD terdapat pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Dikutip dari
Kepres 80/2003, tujuan dikeluarkannya ketentuan perundangan ini adalah: “Agar pengadaan
barang dan jasa yang dibiayai dengan APBN dan APBD dapat dilaksanakan dengan efektif
dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil
bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik,
keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.”
Dalam proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemborongan atau jasa lainnya
yang memerlukan penyedia barang dan jasa dibedakan menjadi empat cara berikut:
1. Pelelangan umum
2. Pelelangan terbatas
3. Pemilihan langsung
4. Penunjukan langsung
Pelelangan terbatas umumnya sama dengan pelelangan umum, kecuali dalam
pengumuman dicantumkan kriteria peserta dan nama-nama penyedia barang dan jasa yang
akan diundang. Apabila setelah diumumkan terdapat penyedia barang dan jasa yang tidak
tercantum dalam pengumuman dan berminat serta memenuhi kualifikasi, maka wajib untuk
diikutsertakan dalam pelelangan terbatas.
Terdapat dua istilah yang sering muncul dalam proses pelelangan umum, yaitu
prakualifikasi dan pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang dan
jasa sebelum memasukkan penawaran. Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi
dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang
dan jasa setelah memasukkan penawaran.
Salah satu kewajiban dalam pengadaan barang dan jasa adalag penyusunan HPS (Harga
Perkiraan Sendiri). Berikut data yang digunakan sebagai dasar penyusunan HPS:
1. Harga pasar setempat menjelang dilaksanakannya pengadaan.
2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik
asosiasi terkai, dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Daftar biaya/tarif barang dan jasa yang dikeluarkan oleh agen tunggal atau pabrikan.
4. Biaya kontrak sebelumnya yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor
perubahan biaya apabila terjadi perubahan biaya.
5. Daftar biaya standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
HPS disusun oleh panitia atau pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang
dan jasa. HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk
perinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi
penawaran yang dinilai terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan
penawaran.
Pelanggaran terhadap ketentuan pengadaan barang dan jasa bisa berupa sanksi
administrasi, tuntutan ganti rugi atau gugatan perdata, dan pemrosesan secara pidana. Berikut
perbuatan penyedia barang dan jasa yang dapat dikenakan sanksi:
1. Berusaha memengaruhi panitia pengadaan atau pejabat yang berwenang dalam bentuk
dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya
yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam dokumen
pengadaan atau kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Melakukan persengkongkolan dengan penyedia barang dan jasa lain untuk mengatur
harga penawaran di luar prosedur pelaksana pengadaan barang dan jasa sehingga
mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat
dan/atau merugikan pihak lain.
3. Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak
benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang dan jasa yang ditentukan dalam
dokumen pengadaan.
4. Mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
dan/atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan.
5. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai kontrak secara bertanggung jawab.
Secara luas, sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan sumber utama bagi
kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberikan sumbangan
besar terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat miskin Indonesia. Besarnya
pengadaan mengesankan skala potensial masalah tersebut.
Suatu sistem pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk memastikan bahwa dana
publik dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan efektivitas pembangunan. Apabila suatu
sistem pengadaan berfungsi dengan baik, dipastikan pembelian barang akan bersaing dan
efektif. Melihat ke depan, suatu sistem pengadaan publik kelas dunia dan bukannya sistem
dengan reputasi global untuk mendorong korupsi akan menjadi semakin penting bagi
Indonesia dengan munculnya zona perdagangan bebas Asia dan pelaksanaan ketentuan-
ketentuan World Trade Organization pada waktunya, yang mewajibkan pada negara-negara
anggotanya memberi akses kepada pengadaan pemerintah bagi perusahaan-perusahaan dari
mitra dagang.
Apa saja yang membuat sistem pengadaan menjadi baik? Supaya berfungsi efektif,
suatu rezim pengadaan perlu mencakup ciri-ciri berikut:
1. Kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan,
Antara lain, mewajibkan pemasangan iklan yang luas tentang kesempatan-kesempatan
penawaran, pengungkapan sebelumnya tentang semua kriteria untuk mendapatkan
kontrak, pemberian kontrak yang didasarkan atas kriteria yang objektif bagi penawar
yang dinilai paling rendah, pemaparan publik bagi penawaran-penawaran itu, akses
terhadap mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar, pengungkapan publik dari
hasil-hasil proses pengadaan, dan pemeliharaan catatan lengkap tentang seluruh
proses tersebut.
2. Kejelasan tentang tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional,
Termasuk penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan proses pengadaan,
memastikan bahwa aturan-aturan ditaati, dan mengenakan sanksi-sanksi jika aturan-
aturan itu dilanggar.
3. Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan
pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut.
Secara ideal, badan ini tidak boleh bertanggung jawab pula untuk mengelola proses
pengadaan. Badan tersebut harus memiliki wewenang dan independensi untuk
bertindak tanpa takut atau pilih kasih dalam menjalankan tanggung jawabnya.
4. Suatu mekanisme penegakan.
Tanpa penegakan, kejelasan aturan, dan fungsi tidak ada artinya. Badan audit
pemerintah harus dilatih untuk mengaudit pengadaan publik dan memulai tindakan
terhadap mereka yang melanggar aturan-aturan. Pemerintah perlu menetapkan
mekanisme-mekanisme yang memiliki kepercayaan penuh dari para penawar.
5. Staf pengadaan yang terlatih dengan baik,
Merupakan suatu kunci untuk memastikan sistem pengadaan yang sehat.
Investigasi Pengadaan
Terdapat tiga tahapan dalam pengadaan yang menggunakan sistem tender atau penawaran
terbuka:
1. Tahap pratender (presolicitation phase)
2. Tahap penawaran dan negosiasi (solicitation and negotiation phase)
3. Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administratif (performance and administration
phase)
Auditor harus menguasai seluk beluk dan potensi fraud dalam setiap tahap. Yang dapat
membantunya adalah gejala-gejala yang sering muncul ke permukaan pada setiap tahan
tersebut di atas yang akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
Tahap Pratender
Dalam tahap ini, umumnya terjadi kejadian berikut:
1. Pemahaman mengenai kebutuhan perusahaan atau lembaga akan barang dan jasa yang
akan dibeli.
2. Pengumuman mengenai niat perusahaan atau lembaga itu untuk membuat kontrak.
3. Penyusunan spesifikasi.
4. Penentuan mengenai kriteria pemenang.
Auditor harus mengenali penyimpangan dari prosedur baku dan harus mewaspadai
ketidaklengkapan dokumen. Terdapat dua skema fraud yang utama, yaitu penentuan
kebutuhan dan penentuan spek.
Dalam menentukan kebutuhan, sering kali terjadi persengkongkolan antara pejabat atau
pegawai dari lembaga yang membeli dengan kontraktor atau penyuplai. Penyuplai
memberikan uang suap pada pejabat atau pegawai dari lembaga yang membeli sebagai
ungkapan terima kasihnya karena pejabat atau pegawai itu berhasil menentukan kebutuhan
akan barang dan jasa yang akan dipasok. Hal ini akan menyebabkan perusahaan korban
membeli barang atau jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan perusahaan persebut.
Dalam menentukan spesifikasi, terdapat persyaratan tertentu mengenai elemen,
material, dimensi, dan lain-lain yang harus dipenuhi dalam suatu proyek. Spesifikasi
dibutuhkan untuk memberi informasi mengenai kebutuhan perusahaan dan digunakan sebagai
dasar dalam penerimaan tender. Dalam kasus ini, vendor menyuap karyawan dari perusahaan
pembeli yang terlibat dalam persiapan spesifikasi kontrak. Sebagai gantinya, karyawan
mengatur spesifikasi kontrak yang dapat menampung kemampuan penyuap.
Skema fraud dalam tahap ini umumnya berupa persengkongkolan antara pembeli dan
kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor “pendamping” atau “pemantas” yang
meramaikan proses penawaran.
Terdapat beberapa skema fraud sebagai berikut:
1. Permainan yang berkenaan dengan pemasukan dokumen penawaran. Misalnya,
membuka dokumen penawaran lebih awal, menerima dokumen penawaran meskipun
sudah melewati batas waktu, mengubah dokumen penawaran secara tidak sah (setelah
berhasil “mengintip” dokumen saingan), mengatur harga penawaran, memalsukan
berita acara dan dokumen proses tender lainnya.
2. Permainan yang berkenaan dengan manipulasi dalam proses persaingan terbuka yang
disebut dengan bid-rigging. Hal ini dilakukan dengan cara bersengkongkol antara
pembeli dan sebagian peserta tender.
3. Tender arisan (bid rotation) dilakukan untuk menentukan pemenang (kontraktor
dengan persyaratan atau terms terbaik) sebelum dokumen penawaran dibuka.
4. Menghalangi penyampaian dokumen penawaran. Misalnya, peserta tender yang tiba-
tiba mengundurkan diri dengan atau tanpa alasan, peserta tender yang ditolak karena
menggunakan ‘formulir’ yang salah atau ‘lupa’ merekatkan materai, peserta tender
yang mengatur persyaratan tambahan, dan lain-lain.
5. Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura (complementary bids) yang berisi
harga yang relatif lebih tinggi atau persyaratan yang sudah pasti akan
mengalahkannya. Penyampaian complementary bids dimaksudkan untuk
“meramaikan bursa” agar tender terlihat lebih sahih.
6. Memasukkan dokumen penawaran “hantu” (phantom bids). Perusahaan menciptakan
perusahaan palsu yang masuk dalam arena tender. Biasanya mereka terkait pada
seorang pemilik yang sama. Tanda yang cepat dikenali adalah alamat dan nomor
telepon yang sama, akta notaris (akta pendirian) dibuat pada hari yang sama di notaris
yang sama dengan nomor urut yang teratur.
7. Kontraktor dengan sengaja memainkan harga. Sesudah terpilih dalam proses
negosiasi, ia “menafsirkan kembali” data harganya. Hal ini akan berakhir dengan
harga yang lebih mahal dari kontraktor yang dikalahkannya. Bentuk lain adalah
penggantian subkontraktor atau konsultan yang lebih rendah mutu atau kualifikasinya,
atau tidak mengungkapkan nilai dari barang-barang proyek sesudah proyek berakhir.
Kekeliruan dalam pembebanan biaya bisa berupa kekeliruan perhitungan (misalnya ada
biaya yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek), kekeliruan dalam pembebanan
biaya material atau tenaga kerja. Contohnya, dalam kontrak penggunaan tenaga konsultan
yang pembebanannya meliputi jumlah waktu (man-hours, man-days, dst.) dikalikan tarif per
satuan waktu. Yang bisa dimainkan adalah jumlah waktu, tarif yang seharusnya, dan hasil
perkalian. Selain itu, dalam tahap ini biasanya terjadi penyalahgunaan pada proses tendering
yang telah disegel. Orang yang mempunyai akses pada penawaran yang telah tersegel
biasanya menjadi target vendor tak beretika yang mencari keuntungan dalam proses ini.
Vendor menyuap karyawan untuk memberikan informasi sehingga vendor dapat
mempersiapkan penawarannya. Vendor yang menyuap karyawan ini dapat mengumpulkan
penawarannya yang paling akhir karena ia telah mengetahui harga yang diberikan
kompetitornya sehingga ia dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu.
Red Flag
Terdapat beberapa hal yang dapat mengindikasikan adanya praktik bid-rigging antara lain:
1. Harga kontrak yang tinggi secara tidak biasa.
Misalnya, jika dua atau lebih kontraktor bersekongkol dengan karyawan dalam proses
penawaran, atau jika karyawan memasukkan penawaran dari vendor fiktif untuk
menaikkan harga kontrak, penawaran yang memenangkan kontrak ini akan
mempunyai harga yang sangat tinggi dibandingkan dengan harga yang
diekspektasikan, kontrak sebelumnya, jumlah yang dianggarkan, dsb. Organisasi
harus memonitor trend harga untuk mencegah hal ini.
2. Penawaran rendah diikuti oleh perubahan order atau penyesuaian yang menaikkan
pembayaran pada kontraktor secara signifikan.
Hal ini dapat mengindikasikan kontraktor bersekongkol dengan seseorang dalam
perusahaan yang mempunyai wewenang untuk menyesuaikan kontrak. Kontraktor
mengumpulkan harga penawaran yang sangat rendah untuk memastikan bahwa
penawaran ini akan memenangkan kontrak, mengetahui bahwa harga akhir akan naik
setelah pemberian suap.
3. Perbedaan harga antar penawar yang tidak dijelaskan.
Perbedaan harga yang signifikan dapat terjadi ketika penawar yang jujur
mengumpulkan penawaran dalam proses penawaran yang kompetitif di mana proses
tersebut didominasi oleh penawar-penawar yang telah bersekongkol, di mana mereka
mempunyai harga penawaran yang sangat rendah.
4. Terdapat pola tertentu dalam proses penawaran.
Jika kontraktor yang paling akhir mengumpulkan penawarannya memenangkan
kontrak secara berulang, hal ini dapat mengindikasikan bahwa karyawan
memperbolehkan kontraktor ini untuk melihat penawaran kompetitornya.
5. Penawar yang kalah dalam kontrak sering menjadi subkontraktor proyek.
Hal ini mengindikasikan vendor-vendor tersebut bersekongkol untuk membagi proses
kontrak, menyetujui jika salah satu vendor memenangkan kontrak maka yang lain
akan memperoleh bagian tertentu melalui penyusunan subkontraktor.
6. Terdapat perhitungan atau kesalahan perhitungan yang sama dalam satu atau dua
penawaran, juga terdapat dua atau lebih perusahaan yang memiliki alamat, nomor
telepon, dll yang sama.
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa karyawan atau vendor membentuk vendor fiktif
untuk menciptakan ilusi kompetisi dimana sebenarnya hal tersebut tidak benar-benar
ada.
Referensi
Website Kementrian Perindustrian tkdn.kemenperin.go.id/download.php?id=20
Wells, Joseph T. 2010. Principles of Fraud Examination Third Edition. Wiley, USA
Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta