Anda di halaman 1dari 7

S U P A R J O © 2 0 1 0.

L A B O R A T O R I U M M A K A N A N T E R N A K
F A K U L T A S P E T E R N A K A N U NI V E R SI T A S J A M B I

PENDAHULUAN
Penyediaan bahan pakan pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan zat makanan yang diperlukan oleh ternak. Pemilihan bahan
pakan tidak akan terlepas dari ketersediaan zat makanan itu sendiri
yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui berapa jumlah zat | 01
makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara menyusun ransum,
diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat
makanan.
Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan
vitamin, tidak mempunyai sifat kimia secara individual. Zat makanan
sumber energi memiliki kandungan karbon, hidrogen dan oksigen,
sedangkan protein terdiri dari asam amino dan mengandung sekitar
16 persen nitrogen.
Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan
analisis kimia, seperti analisis proksimat dan analisis serat. Zat
makanan dapat ditentukan dengan analisis proksimat, dan terhadap
pakan berserat analisis proksimat lebih dikembangkan lagi menjadi
analisis serat.

ANALISIS PROKSIMAT (Proximate Analysis)


Analisis proksimat pertama kali dikembangkan di Weende Experiment
Station Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann. Oleh karenanya
analisis ini sering juga dikenal dengan analisis WE E NDE . Analisis
proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan
berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya (Ta b el 1; Ga mb ar 1 ), yaitu :
air (moisture), abu (ash), protein kasar (crude protein), lemak kasar
(ether extract), serat kasar (crude fiber) dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (nitrogen free extract). Analisis proksimat menggo-longkan
vitamin berdasarkan kelarutannya. Vitamin yang larut dalam air
dimasukkan ke dalam fraksi air, sedang yang larut dalam lemak
dimasukkan ke dalam lemak kasar.

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM  SUPARJO  2010


T a b el 1. K o mp on e n B er b a g a i F r ak s i Ha s il A na l is i s P r o ks i ma t

F ra k s i K o mp o n en
A ir A ir d an s e ny a wa or g a n ik y a ng mu d a h me n g u a p
Abu Un s ur mi n e r al
P r ot e in K a s ar P r ot e in , as a m a min o , NP N
L e ma k K a s ar L e ma k, mi n y a k, a s a m o r g a ni k, l il i n, pi g me n, vi t a mi n A DE K
S e ra t K as a r He mis e l ul o s a, s el u l os a , l ig n i n
BETN P at i , g u la , s e l ul o s a, h e mis e l ul o s a, l i g ni n

Kelebihan analisis proksimat, antara lain: (a). kebanyakan


laboratorium menggunakan sistem ini, (b). alat mahal dan canggih
kurang dibutuhkan, (c). menghasilkan hasil analisis secara garis besar,
(d). dapat menghitung Total Digestible Nutrient (TDN) berdasarkan hasil
analisis proksimat dan (e). memberikan penilaian secara umum
peman-faatan makanan pada ternak.

B A HA N MA K A NA N | 02
Pemanasan 105oC
B A HA N K E RI NG

Eter ekstraksi kjeldahl


L E MA K K A S A R P ROT E I N K A S A R

direbus dengan asam

FILTRAT
residu
direbus dengan alkali
abu + serat Kasar
pembakaran

ABU S E RA T K A S A R

Ga mb a r 1 . B a g a n Ra n g k u ma n A n al i si s Pr o k si ma t
Disamping kelebihannya, terdapat juga kelemahan analisis proksimat,
yaitu: (a). sistem tidak mencerminkan zat makanan secara individu
dari bahan makanan, (b). kurang tepat, terutama untuk analisis serat
kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang
tepat, (c). proses membutuhkan waktu yang cukup lama (d). tidak
dapat menerangkan lebih jauh tentang daya cerna, palatabilitas dan
tekstur suatu bahan pakan dan (e). problem utama dari sistem
WEENDE adalah untuk serat kasar, ekstrak ether dan BETN, yaitu:

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM  SUPARJO  2010


S e h ar u s n y a
F ra k s i Me n g a nd u n g Hil a n g K el e b i h an
me n g a nd u n g
S e ra t S e n ya wa - s el u o s a - h e mis e l ul o s a -
K a s ar Fi b r o u s - s e b a gi a n l i gn i n - s e b a gi a n l i gn i n
- a b u t a k t e rl a r ut da l a m
asam
E k st r a k L e ma k K a s ar - le ma k b e ba s mi n y a k - li p i d a y a n g t er g a b u n g c hl o r of il
E th e r - a s a m l e ma k d e n ga n p r o te i n st e r ol
- c hl o r of il a nt h o c y a ni n
- st e r ol c ar o t e n oi d s
- a nt h o c y a ni n d a n l ai n -l a i n
- a ro t e n oi d s
- d a n l ai n - la i n
BETN K a rb o h i dr a t - k ar b o d ir a t t e r la r u t - h e mi s e l ul o s a
T er l a ru t - h e mi s e l ul o s a s e ba g i a n li g n i n
- s e ba g i a n li g n i n a b u y a n g t a k t er l ar u t
- a b u y a n g t a k t e rl a r ut d al a m a s a m
d al a m a s a m
| 03
1. B a h a n K e ri n g
Kandungan bahan kering sampel atau bahan lainnya dapat
diekspresikan dalam 3 basis, yaitu : as fed, partially dry dan dry. Bahan
kering sering didefinisikan sebagai berat suatu bahan setelah dilakukan
pengeringan pada suhu 1050C. Defisini tersebut hanya tepat untuk
inert materials, tetapi terdapat kelemahan jika diterapkan untuk sampel
biologis, seperti feses, molases dan silase. Pertama, bahan seperti
feses, molases dan silase mempunyai kandungan air yang sangat
beragam dari sangat basah hingga dalam berbagai kombinasi
fisikokimia. Kedua, Sampel biologis biasanya mengandung sistem
enzim respirasi aktif yang akan melanjutkan proses pada awal
pemanasan. Faktanya, aktivitasnya akan meningkat sebelum terhenti
akibat denaturasi enzim. Disamping terjadi perubahan komposisi
kimia, aktivitas tadi juga menyebabkan hilangnya bahan kering. Ketiga,
Kebanyakan sampel biologis mengandung senyawa organik yang
hampir seluruhnya akan menguap pada suhu 1000C.
Secara umum terdapat tiga metode pengeringan untuk determinasi
bahan kering pakan, yaitu:
P e n g er i n ga n te mp e r at u r r e n d a h (low-temperature drying). Beberapa labora-
torium melaksanakan pengeringan suhu rendah dengan
menggunakan vacuum drying oven (300C, tekanan 16 mm Hg). Metode
pengeringan ini akan membantu mengurangi hilangnya senyawa yang
mudah menguap dan mengurangi kehilangan akibat aktivitas enzim.
P e n g er i n ga n t e mp er a t ur ti n g gi (high-temperature drying). Kebanyakan
laboratorium melaksanakan pengeringan temperatur tinggi dengan
menggunakan oven pada suhu 1050C. Metode ini banyak
menyebabkan kehilangan senyawa yang tidak tahan panas.
b e k u (freeze drying). Dengan mempertimbangkan
P e n g er i n ga n
perubahan senyawa kimia menjadi sekecil mungkin saat pengeringan.
Metode ini kurang dapat dijadikan patokan akhir dalam menentukan
bahan kering sampel. Berdasarkan hasil pengamatan cukup banyak

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM  SUPARJO  2010


senyawa organik yang mudah menguap ikut hilang selama proses
berlangsung.
2. A b u
Dalam banyak referensi mengenai makanan ternak, jarang sekali abu
atau bahan organik dibahas secara mendalam. Komponen abu pada
analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting
karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak
menghasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting
untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen.
Meskipun abu terdiri dari komponen mineral, namun bervariasinya
kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman
menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk
menentukan jumlah unsur mineral tertentu.
Kadar abu sutau bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan
tersebut pada suhu tinggi (500-6000C). Pada suhu tinggi bahan
organik yang ada akan terbakar dan sisanya merupakan abu.
| 04
S A MP E L as fed AT A U as collected
s a mp el d en g a n ba h a n ke r i ng s a mp el d en g a n ba h a n ke r i ng
le b i h d a ri 8 8 % k ur a n g d a ri 8 8 %
 
gi l in g , S a r in g a n 1 mm te n t u k an % partial dry matter p a d a
 s a mp el as fed

0
te n t u k an b a h a n k er i n g s e c ar a p a n as k a n p a d a su h u 6 0 C a t a u
0
la n g s u n g p a d a s u h u 1 0 5 C freeze dry
 
h a si l ny a di k e n al s e ba g a i a s f e d e q ui li b ir a s i d e n g a n a ir u d ar a
d ry ma tt e r ( a s c ol l e ct e d ) 

a n al i si s i ni me n u nj u k k a n % partial
dry matter da ri as fed

gi l in g s eg e r a d e n g a n s a ri n g a n 1 mm

te n t u k an b a h a n k er i n g s e c ar a
0
la n g s u n g p a d a s u h u 1 0 5 C.
Ha si l ny a di k e n al s e b ag a i % dry
matter da ri s a mp e l partial dry

as fed dry matter (a t a u as
collected) = % p a rt i al dr y mat t e r
p a d a s a mp el as fed x % dry matter
d ar i s a mp e l partial dry

Ga mb a r 2 . S k e ma A n a li s is B a h a n K e ri n g S a mp e l
3. P r ot e i n K a s ar
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam
penentuan produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan
ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan melalui metode

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM  SUPARJO  2010


Kjeldahl yang kemudian dikali dengan faktor protein; 6.25. Angka
6.25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16 %
nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri
terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, diasusmikan
bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein,l
kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua,
bahwa kadar nitrogen protein 16 persen, tetapi kenyataannya kadar
nitrogen protein tidak selalu 16 persen. Penentuan kadar protein
melalui metode Kjeldahl dilakukan melalui tahap sebagai berikut:
a. P r o s e s d e s tr u k si ( o k si d a si ). Perubahan N-protein menjadi amonium
sulfat ((NH4)2SO4). Sampel dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4)
pekat dan katalisator yang akan memecah semua ikatan N dalam
bahan pakan menjadi amonium sulfat kecuali ikatan N=N, NO dan
NO2. CO2 dan H2O terus menguap. SO2 yang terbentuk sebagai hasil
reduksi dari sebagian asam sulfat juga menguap. Dalam reaksi ini
digunakan katalisator selenium/Hg/Cu. Destruksi dihentikan jika
larutan berwarna hijau jernih. | 05
Z at O r g a ni k + H 2 S O 4  C O 2 + H 2 O + ( N H 4 ) 2 S O 4 + S O 2
b. P r o s es d e st il a s i ( p e n yu li n g a n) . Setelah larutan menjadi hijau jernih,
labu destruksi didinginkan kemudian larutan dipindahkan ke labu
destilasi dan diencerkan dengan aquades. Pengencer-an dilakukan
untuk mengurangi reaksi yang hebat jika larutan ditambah larutan
alkali. Penambahan alkali (NaOH) menyebabkan (NH4)2SO4 akan
melepas-kan amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3 dan air ditangkap
oleh larutan H2SO4 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan
membentuk senyawa (NH4)2SO4 kembali. Peyulingan dihenti-kan bila
semua N sudah tertangkap oleh asam sulfat dalam labu erlenmeyer.
NH3 + H2SO4  (NH4)2SO4 + H2SO4
c. P r os e s t i tr a si . Kelebihan H2SO4 yang tidak digunakan untuk
menangkap N dititrasi dengan NaOH. Titrasi dihentikan jika larutan
berubah dari biru ke hijau.
4. L e ma k K a s a r
Istilah lemak kasar menggambarkan bahwa zat dimaksud bukan
hanya mengandung senyawa yang tergolong ke dalam lemak tetapi
termasuk senyawa lain. Beberapa buku menggunakan kata lipid atau
ekstrak eter. Istilah ekstrak eter ini yang paling tepat, karena dalam
analisis proksimat senyawa tersebut diperoleh setelah dilakukan
ekstraksi menggunakan pelarut lemak, yang biasanya eter. Yang
dimaksud ekstrak eter adalah zat yang mengandung senyawa yang
larut dalam eter, termasuk lipid dan zat yang tidak mengandung asam
lemak.
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan
metode soxlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxlet
dengan menggunakan pelarut lemak, seperti eter, kloroform atau
benzena.

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM  SUPARJO  2010


5. S e r at ka s a r
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan
sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat
standar dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol.
Serat kasar yang terdapat dalam pakan sebagian besar tidak dapat
dicerna pada ternak non ruminansia namun digunakan secara luas
pada ternak ruminansia. Sebagian besar berasal dari sel dinding
tananam dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Metode
pengukuran kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai
konsep yang sederhana. Langkah pertama metode pengukuran
kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang
larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat. Bahan yang
larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan
sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.
Serat kasar merupakan ukuran yang cukup baik dalam menentukan
serat dalam sampel. Pada ternak non ruminansia, fraksi ini sangat
terbatas nilai nutrisinya sehingga pengukuran serat kasar hanya
| 06
merupakan pedoman proporsional dalam pakan yang digunakan oleh
ternak.
6. B a h a n E k st r a k T a n p a Ni tr o g e n
Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada
komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak
kasar. Hal ini disebabkan penentuan kandungan BETN hanya
berdasarkan perhitungan dari zat-zat yang tersedia. Bias yang
ditemukan pada perhitungan tergantung pada keragaman hasil yang
diperoleh.
ANALISIS SERAT (Van Soest Analysis)
Sehubungan dengan kemampuan ternak ruminansia mencerna serat
kasar, maka dari analisis proksimat dikembangkan oleh Van Soest
untuk mengetahui komponen apa yang ada pada serat. Sistem
analisis Van Soest menggolongkan zat pakan menjadi isi sel (cell
content) dan dinding sel (cell wall). Neutral Detergent Fiber (NDF)
mewakili kandungan dinding sel yang terdiri dari lignin, selulosa,
hemiselulosa dan protein yang berikatan dengan dinding sel. Bagian
yang tidak terdapat sebagai residu dikenal sebagai neutral detergent
soluble (NDS) yang mewakili isi sel dan mengandung lipid, gula, asam
organik, non protein nitrogen, pektin, protein terlarut dan bahan
terlarut dalam air lainnya. Serat kasar terutama mengandung selulosa
dan hanya sebagian lignin, sehingga nilai ADF lebih kurang 30 persen
lebih tinggi dari serat kasar pada bahan yang sama.

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM  SUPARJO  2010


SEL TANAMAN
neutral detergent solution

NE UT RA L DE T E RGE NT S OL UB L E NE UT RA L DE T E RGE NT FI B E R
isi sel (protein, lemak, karbohidrat) dinding sel

acid detergent solution

A CI D DE T E RGE NT S OL UB L E A CI D DE T E RGE NT FI B E R
hemiselulosa
H2SO4

S E L UL OS A A CI D DE T E RGE NT LI GNI N

LI GNI N I NS OL UB L E S IL I K A | 07

Ga mb a r 3 . P a rt i si B a ha n P a k an Be r d a s ar k a n K e l ar u t a n ny a
Acid Detergent Fiber (ADF) mewakili selulosa dan lignin dinding sel
tanaman. Analisis ADF dibutuhkan untuk evaluasi kualitas serat untuk
pakan ternak ruminansia dan herbivora lain. Untuk ternak non
ruminansia dengan kemampuan pemanfaatan serat yang kecil, hanya
membutuhkan analisis NDF.
BAHAN BACAAN
Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition
Research. Vikas Publishing House PVT Ltd. Sahibabad India.
Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo
Han Pub. Korea Republic.
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan.
Fakultas Peternakan Universitas gadjah Mada. Yogyakarta.

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM  SUPARJO  2010

Anda mungkin juga menyukai