BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582-486 SM). Arti
filsafat pada waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak
dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470-390) dan filsuf
Istilah filsafat sendiri banyak dijabarkan oleh para filsuf terkenal di dunia.
Plato (Suaedi, 2016: 17), berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang
kebenaran itu mutlak di tangan tuhan. Sedangkan Aristoteles (Suaedi, 2016: 17),
estetika.
Menurut Prof. Dr. Fuad Hasan (Suaedi, 2016: 18), filsafat adalah suatu
ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksinya suatu gejala, dari
akarnya suatu hal yang hendak dipermasalahkan. Immanuel Kant (Suaedi, 2016:
18), filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir Eropa mengatakan filsafat adalah
ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat
persoalan: (1) apa dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika?; (2) apa yang boleh
kita kerjakan, dijawab oleh etika; (3) apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh
antropologi?; dan (4) sampai di mana harapan kita, dijawab oleh agama?.
Sedangkan menurut Rene Descartes (Suaedi, 2016: 18), mengatkan bahwa filsafat
2
sebenarnya.
keilmuan untuk menelusuri suatu kebenaran objek dengan modal berpikir secara
radikal (Suaedi, 2016: 18). Oleh karenanya sebagai bagian dari ilmu, Matematika
juga memiliki banyak makna dan arti yang diberikan oleh para ahli maupun filsuf
terkenal dunia.
Pendapat para ahli terkait matematika telah muncul sejak kurang lebih 400
tahun lebih sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya adalah Plato (427-347
2009: 20).
ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk
keperluan lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah oleh akal. Ia
abstraks pada objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya
matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan
yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan
dengan baik. Sehingga sebagai rujukan untuk menentukan strategi yang cocok
mengkaji sebuah masalah tersebut, maka para peneliti banyak menggunakan teori-
teori dari para ahli yang berkaitan dengan penelitian tersebut, khususnya yang
ahli antara lain: untuk pemecahan masalah menggunakan teori yang dikemukakan
oleh Hamalik (1994: 551), Greeno (Matlin, 1984: 333; Jacob, 1998: 3), D’zurrilla,
T.J (1986), J.Dewey (W.Gulo, 2002: 115), W.Gulo (2002: 117), dan beberapa
pendapat ahli lainnya. Hal ini menggambarkan, bahwa untuk memperoleh hasil
4
penelitian yang baik dan berkualitas maka diperlukan kajian yang komprehensif
untuk menulis sebuah makalah dengan judul: Kajian Filsafat Ilmu dalam
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan kami adalah untuk
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Filsafat Ilmu
Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat yang
berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat
pengetahuan secara umum, ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu
memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka
dengan sudut pandangnya masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat
penting guna pemahaman yang komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut
ini akan dikemukakan beberapa definisi filsafat ilmu: The philosophy of science is
does for the whole of human experience (Peter Caws). The philosophy of science
attemt, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry-
grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical
questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine
6
the value and significance of scientific enterprise as a whole (L. White Beck).
of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presupposition,
and its place in the general scheme of intelectual discipline (A. C. Benyamin).
Philosophy of science... the study of the inner logic of scientific theories, and the
ahli tentang makna filsafat ilmu. Peter Caws memberikan makna filsafat ilmu
sebagai bagian dari filsafat yang kegiatannya menelaah ilmu dalam konteks
Widyawati, 2013) memaknai filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan
validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis serta
metafisika. Sementara itu White Beck (dalam jurnal Setya Widyawati, 2013) lebih
melihat filsafat ilmu sebagai kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk
dapat dipahami makna ilmu itu sendiri secara keseluruhan, masalah kajian atas
dua kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah serta hubungan antara teori dan
metodologi dalam kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri dalam
7
2013)
struktur teoritis, dan ukuran- ukuran kebenaran ilmu. (The Liang Gie, 1978 dalam
jurnal Setya Widyawati, 2013). Pengertian ini sangat umum dan cakupannya luas,
hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa filsafat ilmu itu merupakan telaah
kefilsafatan terhadap hal-hal yang berkaitan/ menyangkut ilmu, dan bukan kajian
di dalam struktur ilmu itu sendiri. Terdapat beberapa istilah dalam pustaka yang
menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun semua itu pada
dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu. Meskipun filsafat ilmu mempunyai
pengaruh antara filsafat dan ilmu. Oleh karena itu pemahaman bidang filsafat dan
timbal balik, meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi
disiplin yang tersendiri dan otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya.
ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan cara pemerolehannya. Filsafat ilmu
seperti tentang apa ciri-ciri spesifik yang menyebabkan sesuatu disebut ilmu, serta
apa bedanya ilmu dengan pengetahuan biasa, dan bagaimana cara pemerolehan
pertanyaan ilmu atau filsafat ilmu merupakan upaya penjelasan dan penelaahan
secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan ilmu. (Suharsaputra, 2004 dalam
banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat
secara radikal, proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang
kajian filsafat ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya
menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak
menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai
suatu pemahaman atas alam secara dangkal. (dalam jurnal Setya Widyawati,
2013)
9
Filsafat ilmu berasal dari zaman Yunani Kuno, di mana filsafat ilmu lahir
perpecahan, di mana ilmu dan filsafat berdiri sendiri. Dengan demikian, dapat
dikemukakan bahwa sebelum abad ke-17 ilmu identik dengan filsafat. Pendapat
tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985 dalam jurnal Syahrul
Kirom, 2011) yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari
filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang
para filsuf Yunani Kuno ternyata telah merintis tentang pengertian apa itu filsafat
ilmu dan bagaimana ilmu pengetahuan itu harus diletakkan? Ilmu pengetahuan
mana kaidah-kaidah ilmu pengetahuan itu dikatakan oleh Robert Merton adalah
maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula
sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih
10
khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu, tepatlah apa yang
dikemukakan oleh Van Peursen (1985 dalam jurnal Syahrul Kirom, 2011), bahwa
ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat
ditentukan.
kognitif yang terdiri dari berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah
sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu, implikasi yang timbul adalah
bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan ilmu yang lain, serta
semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain
dibutuhkan satu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan
yang muncul. Filsafat mampu mengatasi hal tersebut. Ini senada dengan pendapat
Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang
tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon menyebut filsafat sebagai ibu agung dari
ilmu-ilmu (the great mother of the sciences). (dalam jurnal Syahrul Kirom, 2011)
Kirom, 2011). Berkenaan dengan filsafat dalam konteks kearifan hidup personal
tendensi filsafat ilmu (Sutrisno, 2006:19 dalam jurnal Syahrul Kirom, 2011), yaitu
filsafat sebagai “pandangan hidup” atau weltanschauung. Hal ini berkaitan dengan
yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu
sendiri, dan yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat
untuk: (1) Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu; (2) Melatih berfikir
memperoleh kebenaran; (4) Menghindarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak
12
menghargai sudut pandang lain di luar bidang ilmunya. (dalam jurnal Setya
Widyawati, 2013)
sesuatu yang sudah final, dia perlu dikritisi, dikaji, bukan untuk melemahkannya
tapi untuk memposisikan secara tepat dalam batas wilayahnya. Hal inipun dapat
membantu terhindar dari memutlakan ilmu dan menganggap ilmu dan kebenaran
melihat ilmu secara integral bergandengan dengan dimensi dan bidang lain yang
bagaimana sebenarnya substansi ilmu itu. Hal ini karena filsafat ilmu merupakan
pengkajian lanjutan dan refleksi atas ilmu dengan demikian ia merupakan syarat
mutlak untuk menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berainya
ada, melalui pemahaman tentang asas-asas, latar belakang serta hubungan yang
2013)
secara terus menerus, hal ini tidak terlepas dengan interaksi antara filsafat dan
ilmu yang makin intens. Bidang kajian yang menjadi telaahan filsafat ilmu pun
berkembang dan diantara para ahli terlihat perbedaan dalam menentukan lingkup
13
Perbedaannya lebih terlihat dalam perincian topik telaahan. (dalam jurnal Setya
Widyawati, 2013)
Berikut ini beberapa pendapat ahli tentang lingkup kajian filsafat ilmu.
(1) Probabilitas; (2) Induksi; (3) Hipotesis. Ernest Nagel: (1) Logical pattern
society; (2) The world pictured by science; (3) The foundations of science
Dari tiga pendapat tersebut nampak bahwa semua itu lebih bersifat
menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara
Widyawati, 2013).
dengan objek apa yang ditelaah oleh ilmu (ontologi), bagaimana proses
karena itu lingkup induk telaahan filsafat ilmu adalah: (1) Ontologi; (2)
sebagai model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomen yang dipandang
pola untuk memecahkan problem-problem riset. (Bagus, 1996 dalam jurnal Setya
Widyawati, 2013).
pendidikan maka tidak lepas dari induk telaahannya yaitu ontologi. Ontologi
berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu pendidikan, dalam kajian ini
appearance). Realitas adalah apa yang nyata atau ada eksistensinya, sedangkan
kenampakan adalah yang nampaknya saja nyata (Ali, 1987 dalam jurnal Setya
kehidupan.
15
kajian yang dapat masuk ke dalam salah satu lingkup filsafat ilmu pendidikan.
adanya Tuhan. Epistemologi merupakan teori pengetahuan dalam arti umum baik
filosofis, metodologi ilmu adalah telaahan atas metode yang dipergunakan oleh
suatu ilmu, baik dilihat dari struktur logikanya, maupun dalam hal validitas
berfikir benar, terutama berkenaan dengan metode deduksi. Problem etis berkaitan
dengan aspek-aspek moral dari suatu ilmu, apakah ilmu itu hanya untuk ilmu,
keindahan atau nilai-nilai keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan
Widyawati, 2013)
16
one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective
can never regarded as being above revision and correction’ (Ernest, 1991 dalam
yang didasarkan atas, tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di
sini memuat penggunaan logika deduktif dan makna dari istilah-istilah, secara
dunia.
asumsi; matematika ini berkaitan dengan asumsi dari aksioma dan definisi, dan
logika yang berkaitan dengan asumsi aksioma, aturan menarik kesimpulan dan
bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan ada global (macro) asumsi,
pandangan absolutis menemui masalah pada permulaan permulaan abad 20, ketika
telah menunjukkan bahwa sistem yang dipublikasikan Gottlob Frege tahun 1879
dan 1893 tidak konsisten. Kontradiksi lainnya muncul dalah teori himpunan dan
matematika. Jika matematika itu pasti dan semua semua teoremanya pasti,
Tesis dari fallibilis memiliki dua bentuk yang ekivalen, satu positif dan
dikoreksi dan terbuka untuk direvisi terus menerus. (dalam Artikel Endang
Mulyana)
a. Formalisme
Mulyana) berpendapat bahwa matematika adalah tidak lebih atau tidak kurang
Bahasa Inggeris. Bilangan dua ditandai oleh beberapa tanda seperti 2, II atau
SS0. Pada saat kita membaca kadang-kadang kita memaknai bacaan secara
18
yang tak bermakna (meaningless) dengan tulisan pada kertas, yang mengikuti
aturan (Ernest, 1991 dalam Artikel Endang Mulyana). Menurut Ernest (1991
dalam Artikel Endang Mulyana) formalis memiliki dua dua tesis, yaitu:
sesuatu yang kongkrit, padahal tidak bergantung pada obyek fisik; (2) formalis
dijawab formalis bahwa (1) lingkaran dan yang lainnya adalah obyek yang
bersifat material dan (2) meskipun beberapa permainan itu tidak konsisten dan
kadang- kadang trivial, tetapi yang lainnya tidak demikian (Anglin, 1994
b. Intuisionisme
manusia. Bilangan, seperti cerita bohong adalah hanya entitas mental, tidak
19
akan ada apabila tidak ada akal budi manusia memikirkannya. Selanjutnya
dengan obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak menerima kebenaran
logika bahwa yang benar itu p atau bukan p (Anglin, 1994 dalam Artikel
Endang Mulyana).
matematika bebas, jika tidak ada manusia apakah 2+2 masih tetap 4; (2)
menjawab keberata tersebut seperti berikut; tidak ada dapat diperbuat untuk
baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg dari
20
c. Logisisme
logisime adalah yang paling jelas dan dalam rumusan yang sangat ekspilisit.
salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran
matematika.
pengetahuan matematika.
Perlu pula diketahui bahwa baik isi maupun metode mencari kebenaran
kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi
yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif.
Dalam matematika suatu generalisasi, sifat, teori atau dalil itu belum dapat
22
jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap. Pembuktian secara deduktif
sebagai berikut : andaikan m dan n sembarang dua bilangan bulat maka 2m+1
Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap. (dalam Artikel Endang
Mulyana)
hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling
genap adalah bilangan bulat yang habis dibagi dua. Sebelum membahas
bilangan genap, siswa harus memahami dulu konsep bilangan bulat dan
pengertian habis dibagi dua sebagai konsep prasyarat. (dalam Artikel Endang
Mulyana)
tertutup sederhana yang merupakan gabungan dari tiga buah segmen garis.
Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisi dan unsur-unsur yang terdefinisi dapat
melalui sebuah titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis kesuatu titik
Misalnya: jumlah ukuran ketiga sudut dalam sebuah segitiga adalah 180
matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain dan pada
perkembangannya tidak tergantung pada ilmu lain. Dengan kata lain, banyak
24
dan kimia yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep kalkulus. Teori
mendel pada Biologi melalui konsep pada probabilitas. Teori ekonomi melalui
selain tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri juga untuk melayani
baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu
mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling pada
matematika. Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa matematika adalah
secara ”artifisial” yakni baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan.
Dan bersifat individual yaitu berlaku khusus untuk masalahyang sedang kita
berlainan umpamanya gajah dan semut, maka kita hanya bisa mengatakan
gajah lebih besar daripada semut, kalau ingin menelusuri lebih lanjut berapa
berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan bahasa
dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang. Bahasa verbal hanya mampu
Endang Mulyana)
mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif
seperti sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, dapat diganti dengan
matematika, maka diperlukan adanya teori atau pendapat ahli yang mendukung
Jerome S. Bruner. Menurut Bruner (Nasution, 2008; 9), dalam proses belajar
dapat dibedakan atas tiga fase atau episode, yakni (1) informasi; (2) transformasi;
type belajar : (1) signal learning (belajar Isyarat); (2) stimulus-respons learning
(belajar stimulus respon); (3) chaining (rantai atau rangkaian); (4) verbal
(6) concept learning (belajar konsep); (7) rule learning (belajar aturan); (8)
membantu mengecek intelegensi seorang siswa, hal ini sangat membantu seorang
27
Adapun teori intelegensi yang dimaksud antara lain: (1) teori faktor oleh
Spearman; (2) teori struktur intelegensi oleh Guilford; (3) teori multiple
intelegence oleh Gardner; (4) teori uni factor oleh Wilhem Stern; (5) teori
multifaktor oleh E. L. Thorndike; (6) teori primary mental ability oleh Thurstone;
teori dari para ahli yang dikembangkan guna mendukung pengembangan dunia
Problem Posing Berkelompok, Peneliti: Ana Ari Wahyu Suci dan Abdul
Haris Rosyidi.
28
penelitiannya pun menggunakan teori-teori atau pendapat paa ahli baik dalam
bidang matematika, ataupun berkaitan dalam pembelajaran. Hal ini, secara tidak
langsung menunjukan adanya peran yang sangat vital dari para ahli atau filsafat
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan kajian pada latar belakang dan juga kajian pustaka pada bab
1. Filsafat adalah suatu prinsip atau asas keilmuan untuk menelusuri suatu
seorang guru harus menentukan dan memilih strategi yang tepat. Untuk itu
DAFTAR PUSTAKA
Ag., Moch Masykur & Fathani, Abdul Halim, 2009. Mathematical Intelligence:
Fathani, Abdul Halim, dkk. 2009. Matematika: Hakikat & Logika, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media).
Agustus 2011.