Anda di halaman 1dari 15

Studi Penggunaan Dinding Foam Concrete (FC) dalam Efisiensi Energi

dan Biaya untuk Pendinginan Udara (Air Conditioner)


Eka Pradana SUSANTO 1, Biemo W SOEMARDI2, dan Ivindra PANE 3
1
Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Manajemen Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung
2
Dosen pengajar Program Studi Teknik Sipil, Manajemen Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung
3
Dosen pengajar Program Studi Teknik Sipil, Pengutamaan Struktur, Institut Teknologi Bandung

Abstrak
Konsumsi energi terbesar dalam siklus hidup suatu bangunan terjadi pada masa operasional. Dalam
masa operasional, energi dikonsumsi untuk menciptakan kenyamanan bagi penghuninya dimana salah satunya
adalah kenyamanan termal. Di sisi lain, jumlah energi yang ada di bumi semakin terbatas ditandai makin
mahalnya harga minyak bumi. Oleh karena itu, passive design building diterapkan untuk menciptakan
kenyamanan termal dengan memaksimalkan penggunaan cahaya, vegetasi, angin dan keadaan alam sekitar
seperti dengan menggunakan diding insulasi termal yang mampu menahan rambatan kalor. Dalam usaha
menahan rambatan kalor, material insulasi dinding ditinjau dari 2 aspek yaitu aspek mekanis dan aspek termal.
Dari aspek mekanis ditinjau dari besar kuat tekan sedangkan dari aspek termal ditinjau dari konduktivitas termal.
Untuk mengetahui besar kuat tekan yang terjadi maka perlu dilakukan uji kuat tekan (ASTM C165-95 tentang
Standard Test Method for Measuring Compresive Properties of Termal Insulation ) sedangkan besar
konduktivitas termal didapat dari uji konduktivitas termal (ASTM C 1113-99 tentang Standard Test Method for
Thermal Conductivity of Refractories by Hot Wire). Sebagai koreksi atas nilai kuat tekan dan konduktivitas
termal maka dilakukan uji densitas (ASTM C 167-93 tentang Standard Test Methods for Thickness and Density
of Blanket or Batt Thermal Insulation) dan uji porositas (ASTM C 642-90 tentang Standard Test Method for
Specific Gravity, Absorption and Voids in Hardened Concrete).
Foam Concrete adalah beton berdensitas rendah dengan porositas yang tinggi sehingga mampu
difungsikan sebagai material insulasi. Foam Concrete berbahan semen-pasir dengan perbandigan mortar: foam=
0,4: 0,6 tidak dapat dijadikan sebagai dinding struktural karena belum memenuhi persyaratan SNI 03-0349-1989
namun dapat dapat menghemat energi operasional AC sebesar 59-64% lebih rendah terhadap dinding bata.
Penggunaan Foam Concrete berbahan semen-fly ash sudah memenuhi SNI 03-0349-1989 dan mampu
menghemat energi operasional AC sebesar 40% dari dinding bata. Pembuatan foam Concrete semen-fly ash
memenuhi prinsip konstruksi hijau seperti daur ulang (Recycle), menghilangkan bahan berbahaya, penghematan
biaya siklus hidup (Life Cycle Costing), melindungi lingkungan hidup. Penghematan energi operasional AC dari
penggunaan FC merupakan usaha konservasi lingkungan karena secara tidak langsung dapat mengurangi
dampak global warming.
Kata kunci: Foam Concrete, kenyamanan termal, konduktivitas termal

ABSTRACT
The largest energy consumed in building’s life cycle happens in operasional cycle. In operasional cycle,
energy is consumed in order to create comfort for the inhabitant, for the example thermal comfort. In other side,
the amount of energy in the world is getting less which marked by fossil fuel become expensive. For that reason,
passive design building can be applied to create thermal comfort by maximaxing the using of sunlight,
vegetation, wind and suroundings like using wall insulation which able to block the heat transfer. In order
blocking heat transfer, wall insulation must has low thermal conductivity. Low thermal conductivity is affected
by its material substance , porosity. Foam Concrete is a concrete which has low density and high porosity so it
can be used as wall insulation. To know the compression strength value, the compression test must be done
(with ASTM C165-95 tentang Standard Test Method for Measuring Compresive Properties of Termal
Insulation as code), the value of thermal conductivity is resulted by the thermal conductivity test (ASTM C
1113-99 tentang Standard Test Method for Thermal Conductivity of Refractories by Hot Wire as code). As
correction of compression strength and thermal conductivity value so it needs density and porosity value.
Density test use ASTM C 167-93 tentang Standard Test Methods for Thickness and Density of Blanket or Batt
Thermal Insulation) and porosity test use ASTM C 642-90 tentang Standard Test Method for Specific Gravity,
Absorption and Voids in Hardened Concrete as code. Foam Concrete made of cement:sand with mortar:foam
ratio=0,4:0,6 is not able used as structural wall because it does not fullfil SNI 03-0349-1989 but able to save Air
Conditioner (AC) operational cost 59-64% lower than brick wall. Foam Concrete made cement-fly ash fullfil

1
SNI 03-0349-1989 and able to save AC operational cost 40% lower than brick wall. The production of Foam
Concrete made of cement-fly ash fullfil green construction principle such as recycle, removing hazardous
material, saving life cycle cost , and living environment conservation.
Key Word: Foam Concrete, thermal comfort, thermal conductivity

1. Pendahuluan
Setiap bangunan akan mengalami siklus hidup mulai dari ekstraksi material, manufakturing
material mentah menjadi material bangunan, konstruksi, masa pemakaian (operasional), dan demolisi
saat masa pakai bangunan habis. Dalam setiap siklus hidup tersebut terjadi konsumsi energi.Cole dan
Kernan (1996) menyatakan bahwa konsumsi energi terbesar dalam siklus hidup bangunan terdapat
pada masa operasional bangunan. Konsumsi tersebut berasal dari pemakaian listrik untuk pengaturan
cahaya dan suhu (Kibert, 2008). Secara kuantitatif, Deblin dkk (2005) menyatakan bahwa energi
terbesar dikeluarkan pada rumah tinggal terdapat pada pencahayaan sebesar 23%, air panas sebesar
26%, dan pemakaian pendingin udara sebesar 32%. Pemakaian energi tersebut dilakukan untuk
memberikan kenyamanan sehingga penghuni bangunan menjadi betah untuk memakai bangunan
tersebut.
Dalam usaha memperoleh kenyamanan termal, Air Conditioner (AC) digunakan untuk
mendinginkan udara suatu ruangan. Penggunaan AC dilakukan karena adanya perpindahan panas dari
lingkungan ke ruangan sehingga suhu akhir ruangan mendekati dengan suhu lingkungan dan
kenyamanan termal dalam ruangan menjadi hilang. Penggunaan AC perlu mendapat perhatian khusus
karena penggunaan AC mengeluarkan biaya operasional listrik yang relatif besar sebagai contoh
penggunaan listrik dari AC selama 1 bulan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
dengan pemakaian 8 jam per hari menghabiskan biaya sebesar Rp. 25.002.468,00 (Hasan dkk, 2010).
Selain menggunakan AC, kenyamanan termal dapat diperoleh dengan melakukan desain pasif
pada bangunan (passive building design) dimana bangunan didesain untuk memaksimalkan
pemakaian cahaya matahari, angin, vegetasi dan keadaan alam di sekitar bangunan dengan mengatur
arah hadap bangunan terhadap sinar matahari, pengaturan ventilasi dan penggunaan dinding insulasi
termal. Desain pasif pada bangunan juga didorong karena jumlah sumber energi fosil semakin lama
menjadi semakin terbatas yang menyebabkan harga energi seperti listrik, minyak bumi semakin
meningkat. Salah satu contoh passive design building adalah dengan menggunakan dinding insulasi
termal (Ramamurthy, 2009). Dengan menggunakan dinding insulasi termal, perpindahan panas dari
dalam ruangan ke lingkungan dapat dihambat sehingga energi yang diperlukan untuk mengoperasikan
AC menjadi lebih rendah.

2. Tujuan dan Ruang Lingkup


Dalam penelitian ini, pengembangan material yaitu Foam Concrete (FC) dilakukan untuk
mendapatkan insulasi dinding alternatif. FC adalah beton berpori yang dibuat dengan memberi
campuran foam agent ke dalam campuran dasar (base mix) yaitu semen dan pasir. Foam concrete
(FC) memiliki nilai porositas lebih dari 20% (Jones, 2001) sehingga mudah dipindahkan. Porositas
yang tinggi menyebabkan nilai konduktivitas termal bahan menjadi rendah (Al-Jabri, 2004). Di sisi
lain, pembuatan FC dapat memakai material lokal antara lain semen, pasir dan fly ash sehingga
memenuhi salah satu aspek konstruksi hijau (Kibert, 2008).
Penelitian ini diadakan dengan maksud mengkaji potensi FC sebagai alternatif dinding
insulasi termal dari kelayakan mekanis dan termal. Kelayakan mekanis dilihat dari kuat tekan yang
dihasilkan sedangkan kelayakan termal dapat dilihat dari besar energi kalor yang hilang terserap pada
dinding secara konduksi.

3. Kajian Literatur
3.1 Fenomena Konduktivitas Termal
Perpindahan panas melalui benda padat disebut konduksi. Panas tersebut bergerak dari
partikel yang lebih panas (memiliki energi lebih tinggi) ke molekul yang lebih dingin (memiliki

2
energi yang lebih rendah). Perpindahan panas ini tidak menyebabkan perpindahan molekul benda.
Kecepatan aliran panas pada suatu benda padat ditunjukkan dari nilai konduktivitas termal material
tersebut. Semakin besar nilai konduktivitas termal suatu material maka material tersebut semakin baik
dalam memindahkan panas, dan sebaliknya. Konduktivitas termal adalah laju aliran panas (dalam
Watt) melalui suatu luasan material yang homogen dengan ketebalan 1 m yang menyebabkan
perbedaan suhu 1 K. Konduktivitas termal memiliki satuan W/m.K. Konduktivitas merupakan ukuran
keefektifan suatu material dalam menghantarkan panas. Konduktivitas termal beton dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain jenis agregat, porositas beton (tipe pori, volume pori, jarak pori, arah pori)
dan kadar kelembapan
Material insulasi panas memiliki konduktivitas termal yang rendah sehingga dapat menahan
aliran kalor. Aliran kalor ditahan oleh udara yang terjebak dalam material insulasi. Udara yang
terjebak dalam ukuran mikroskopik dan dalam jumlah banyak sehingga dapat disebut sel mikroskopis.
Sel mikroskopis ini juga mampu mengurangi efek penyaluran panas secara radiasi. Efek radiasi
tersebut dipatahkan sehingga gelombang radiasi yang panjang menjadi pendek. Pendeknya gelombang
radiasi panas dapat diserap udara yang terjebak dalam material insulasi.

4 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif melalui pendekatan eksperimental dalam bentuk uji material.
Variabel bebas dari penelitian ii adalah densitas dari foam concrete. Parameter yang dicari dalam
penelitian ini adalah kuat tekan, kapasitas panas, densitas, porositas dan konduktivitas termal FC.
Kuat tekan adalah parameter kelayakan FC dari aspek mekanis sedangkan konduktivitas termal adalah
parameter kelayakan FC dari aspek termal. Densitas dan porositas merupakan koreksi atas kuat tekan
dan konduktivitas termal yang didapat.

a. Penghitungan densitas benda uji


Dalam penghitungan densitas benda uji digunakan standar ASTM C 167-93 tentang Standard Test
Methods for Thickness and Density of Blanket or Batt Thermal Insulation. Benda uji berupa foam
concrete berbentuk balok dengan ukuran 20cm x 10cm x 5cm (tiap jenis kuat tekan ada 5 buah benda
uji). Pengujian ini dilakukan di Lab Struktur sipil ITB

b. Penghitungan kapasitas panas


Dalam penghitungan kapasitas panas digunakan standar ASTM C 351-92b tentang Standard Test
Method for Mean Specific Heat of Thermal Insulation. Benda uji berupa foam concrete dengan berat
± 100gr (tiap jenis kuat tekan ada 3 buah benda uji), air. Pengujian ini dilakukan di Lab Fisika Dasar
ITB.

c. Uji konduktivitas termal


Salah satu metode untuk menentukan besar konduktivitas termal suatu bahan adalah dengan
metode Hot Wire Test. Hot Wire Test mengikuti prosedur dari ASTM C 1113-99 tentang Standard
Test Method for Thermal Conductivity of Refractories by Hot Wire. Benda uji berupa foam concrete
berukuran 20cm x10cm x 5 cm (ada 3 benda uji untuk tiap campuran, tiap benda uji terdiri 1 pasang
benda uji). Pengujian dilakukan di Pusat Penelitian&Pengembangan Pemukiman Cileunyi Wetan.

d. Uji tekan beton


Dalam uji tekan beton digunakan standar ASTM C165-95 tentang Standard Test Method for
Measuring Compresive Properties of Termal Insulation. Benda uji berupa foam concrete berbentuk
silinder dengan diameter= 10cm dan tinggi= 20 cm serta kubus rusuk 7,5 cm (tiap jenis kuat tekan ada
5 buah benda uji). Pengujian ini dilakukan di Lab Struktur sipil ITB.

e. Uji porositas
Dalam uji porositas digunakan standar ASTM C 642-90 tentang Standard Test Method for Specific
Gravity, Absorption and Voids in Hardened Concrete. Benda uji berupa foam concrete berbentuk

3
balok dengan ukuran 20cm x 10 cmx 5cm (tiap jenis kuat tekan ada 5 buah benda uji), air. Pengujian
ini dilakukan di Lab Struktur sipil ITB.

4.1 Kelayakan Bata Beton sebagai Pasangan Dinding dari Aspek Mekanis
a. Berdasarkan SNI 03-0349-1989
Kelayakan bata beton sebagai pasangan dinding dilihat dari terpenuhinya karakteristik kuat
tekan dan nilai porositas bata beton sesuai dengan SNI 03-0349-1989 tentang Bata beton untuk
pasangan dinding. Bata beton yang diisyaratkan terdiri dari 2 macam yaitu
-Bata beton pejal
Yaitu bata yang memiliki penampang pejal 75% atau lebih dari luas penampang seluruhnya
dan memiliki volume pejal lebih dari 75% volume bata seluruhnya.
-Bata beton berlubang
Yaitu bata yang memiliki luas penampang lubang lebih dari 25% luas penampang batanya dan
volume lubang lebih dari 25% volume batas seluruhnya.
Adapun syarat fisis yang harus dipenuhi yaitu
Tabel IV.1 Tabel persyaratan SNI 03-0349-1989
Syarat fisis Satuan Tingkat mutu bata beton pejal Tingkat mutu bata beton
berlubang

I II III IV I II III IV
1.Kuat tekan bruto rata-rata minimum Kg/cm2 100 70 40 25 70 50 35 20
2
2.Kuat tekan bruto masing-masing Kg/cm 90 65 35 21 65 45 30 17
benda uji minimum
3.Penyerapan air rata-rata maksimum % 25 35 - - 25 35 - -
*Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda coba pecah dibagi luas
ukuran nyata dari bata termasuk luas lubang serta cekungan tepi.

b. Berdasarkan Metode ASD


Dalam pembebanan dengan metode ASD (Allowable Stress Design) terdapat rumusan
(1)
Persamaan dari metode ASD dapat diturunkan menjadi
(2)

Dimana
f’c : kuat tekan FC
FS : faktor keamanan (bergantung pada bahan; untuk beton = 1,5)
Allowable stress : gaya yang diperbolehkan dalam menahan beban (dapat dilihat dari
densitas x tinggi aman dari dinding FC atau ).
Foam concrete : densitas FC
h aman : tinggi aman dinding FC (Tyler,2004)

4.2 Kelayakan Bata Beton sebagai Pasangan Dinding dari Aspek Termal
a. Besar Kalor yang Diserap
Besar kalor yang hilang terserap oleh dinding secara konduksi terlihat dari transfer kalor yang
terjadi. Transfer kalor adalah sejumlah kalor yang mengalir per unit waktu. Bila kalor mengalir dari
daerah yang memiliki suhu lebih tinggi (t2) ke daerah yang memiliki suhu lebih rendah (t1) maka laju
transfer panas secara konduksi dapat dirumuskan sebagai berikut
(3)

4
Ketahanan termal (Thermal resistance) R adalah kebalikan dari U untuk setiap luas yang
dapat dirumuskan sebagai berikut
(4)

dimana
Q= transfer kalor dalam Watt (W)
U =koefisien transfer kalor dalam W/m2 K
A = luas permukaan material dalam m2
Δt = t2 − t1 = perbedaan suhu dalam Kelvin
λ = konduktivitas termal material
x = tebal dinding
(Kutz,2006)

b. Waktu Optimum Dalam Menahan Perpindahan Kalor


Ashby (1992) merumuskan ketebalan optimum suatu bahan dalam menahan perpindahan
kalor dengan memperhatikan karakteristik bahan seperti konduktivitas termal (λ), densitas (ρ) serta
kapasitas panas (Cp). Tebal optimum dalam menahan perpindahan kalor dirumuskan sebagai berikut

( ) (5)

Dari perumusan tersebut, waktu optimum (dalam jam) suatu bahan dalam menahan
perpindahan kalor dapat diturunkan sebagai berikut
(6)

4.3 Alat dan Bahan


Alat
Bahan  Cetakan beton
 Pasir berdiameter <1,18 mm  Kuas
 Fly ash dari PLTU Suralaya  Oli bekas
 Semen PCC merk Tiga Roda  Sendok semen
 Air  Ember
 Foam Agent

4.4 Proses Pembuatan


1. Pembuatan Base Mix
 Berat pasir, semen, dan air ditimbang sesuai dengan mix design yang ditetapkan.
 Pasir, semen diaduk terlebih dahulu agar tercampur rata, dilanjutkan dengan
pencampuran air. Ketiga bahan tersebut dicampur sampai bersatu.

2. Pembuatan Foam
 Foam dihasilkan dari cairan foam yang dikembangkan dengan foam generator yang
telah terpasang dengan kompresor udara
 Foam ditimbang sesuai dengan mix design

3. Pencampuran Base Mix + Foam= Foam Concrete


 Foam dimasukkan ke dalam base mix dan diaduk dengan mixer.
 FC dituang ke cetakan yang telah disiapkan.
 FC dapat dibuka dari cetakan setelah mengeras

5
4.5 Penghitungan Energi yang Hilang Terserap oleh Dinding
Besarnya biaya yang akibat kehilangan energi ini dihitung dengan mengalikan harga Q
dengan harga listrik per KWh yaitu Rp 795,00/KWh. Harga Rp 795,00/KWh diperuntukkan
Golongan R-1 dengan batas daya 2200 VA dimana golongan R-1 berjumlah 93,1% dari total
pelanggan listrik PLN di Indonesia (PLN,2010). Penghitungan energi yang hilang diserap
dilakukan berdasarkan data yang sudah dikumpulkan dalam tabel sebagai berikut
Tabel IV.2 Tabel Penghitungan Energi yang Hilang Terserap
Asumsi
Luas dinding= 49 m2(luas ruang= 3mx4m, tinggi 3,5 m; penutup atap tidak diperhitungkan;tanpa jendela dan pintu)
Beda suhu Δt= 8 (perbedaan suhu 330C dan 250 C)
durasi t = 10 jam
AC bekerja terus-menerus selama 10 jam

tebal Thermal Q beton ringan = Q beton ringan Biaya akb


λ Thermal Resistance
Campuran ρ(kg/m3) dinding transmittance U x A x Δt x t selama 30 hari pemakaian energi=
(W/m.K) (R) = w/λ (U)= 1/R
w (m) (kWh/hari) (kWh) Q x Rp 795

dimana
Q : transfer kalor dalam Watt (W)
U : koefisien transfer kalor dalam W/m2 K
A : luas permukaan material dalam m2
Δt : t2 − t1 = perbedaan suhu dalam Kelvin
ρ : densitas dinding (kg/m3)
λ : konduktivitas thermal (W/m.K)
R : Resistansi termal
w : tebal dinding (m)

5 Hasil&Analisis
5.1 Mix Design Foam Concrete
Mix design diambil berdasarkan hasil kajian literatur yang juga diadaptasikan dengan produk
dari pihak kerjasama penelitian.
Tabel V.1 Tabel Mix design semen-pasir
Komposisi Landasan
Air Semen Pasir Mortar: Foam
0. 5 1 0.67 0,4: 0,6 Mix design awal yaitu 1: 0,5 (Zulkarnain 2011) dan diadaptasi
dengan mix design produk partner kerjasama penelitian
menjadi 1: 0,67
0.5 1 2 0.4:0,6 Mix design ini diambil dari percobaan 25 Februari 2012
0,5 1 1 0,4:0,6 Berdasarkan dari penelitian Rahman (2010) dengan kuat tekan
0,96 MPa
0,5 1 1,5 0,4:0,6 Berdasarkan dari penelitian Zulkarnain (2011) dengan kuat
tekan 2,5 MPa di hari ke-3

6
Hasil Penelitian
Tabel V.2 Hasil Kuat tekan Mix Design semen-pasir

Gambar V.1 Grafik perbandingan kuat tekan


Campuran 1: 0,67 adalah campuran yang yang mampu menghasilkan kuat tekan
tertinggi sampai di hari ke-28 dari campuran semen-pasir yang diuji. Namun sampai di hari
ke-28, campuran ini belum memenuhi persyaratan sebagai bata beton untuk pasangan dinding
dalam SNI 03-0349-1989 karena hanya menghasilkan kuat tekan 1,14 MPa. Berdasarkan
penelitian Zulkarnain (2010) didapatkan bahwa dengan campuran 1:1,5 saja sudah dapat
menghasilkan kuat tekan 2,5 MPa di hari ke-3, namun dalam penelitian ini campuran 1:1,5
menghasilkan kuat tekan yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan karena ada perbedaan jenis
semen yang digunakan dimana semen dalam penelitian Zulkarnain (2010)
menggunakan semen OPC (Ordinary Portland Cement) yang merupakan semen Tipe 1
murni sedangkan dalam penelitian ini menggunakan semen PCC (Portland Composite
Cement) yang masih kategori semen tipe 1 namun sudah mendapat campuran Pozzolan dan
trass. Penggunaan PCC menghasilkan kuat tekan lebih rendah dibandingkan semen OPC
yang tidak diberi campuran fly ash dan trass (Hariawan,2007).
Karena campuran semen-pasir sudah mencapai batas maksimum dan optimum namun
namun kuat tekan yang dihasilkan belum masuk ke dalam syarat SNI 03-0349-1989 maka
dilakukan perbaikan campuran dengan menggunakan fly Ash sebagai agregat halus.
Pemakaian fly Ash sebagai agregat halus didasarkan pada penelitian Jones (2005) yang dapat
menghasilkan kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan pasir. Mix design yang dipakai
yaitu campuran air: PC: Fly Ash= 0,5: 1: 1,67 dengan campuran mortar: foam=0,40:0,60.
Tabel V.3 Mix Design Semen-Fly Ash
Komposisi Landasan
Air Semen Pasir Mortar:
Foam
0. 5 1 1,6 0,40:0,60 Penggunaan mix design dengan agregat Fly ash berdasarkan penelitian
Jones (2005) menyatakan bahwa perkembangan kuat tekan yang
dihasilkan sangat signifikan yang diadaptasi dengan mix design produk
dari partner kerjasama penelitian.

7
Hasil Uji Tekan
Tabel V.4 Hasil Kuat Tekan Mix Design
Densitas Kuat tekan
Campuran
(kg/m3) (Mpa)
1:0,67 920,70 1,03
1:1 811,25 0,64
1:1,5 774,06 0,53
1:2 716,40 0,44
1:1,67(Fly Ash) 1298,96 3,92

Dengan mix design semen:fly ash=1:1,67 didapatkan hasil bahwa kuat tekan di hari ke-
28 adalah 3,92 Mpa. Hal ini berarti bahwa kuat tekan yang dihasilkan sudah memenuhi SNI
03-0349-1989 yang menyatakan bahwa kuat tekan adalah minimum 2,5 MPa. Baik pada
campuran semen-pasir maupun semen- fly ash, kenaikan kuat tekan pada semen-pasir
maupun semen- fly ash seiring dengan peningkatan densitas.
Tingginya kuat tekan pada campuran semen-fly ash disebabkan karena faktor kimiawi
dan faktor mekanis. Dari hasil X-Ray Diffraction (XRD) menunjukkan bahwa reaksi CSH
yang terjadi pada campuran semen-fly ash lebih tinggi daripada campuran semen-pasir.
Reaksi CSH merupakan reaksi yang berperan penting dalam penambahan kekuatan beton
(Neville, 1981).
Tabel V.5 Tabel reaksi kimia semen dengan agregat

Reaksi(%) Calsium Silicate Calcite Quartz Ettringite Gypsum Portlandite


Hydrat (CSH)
Campuran

Semen-Pasir 34,4 38,6 31,8 4,5 5,2 3,3


Semen-Fly Ash 27,4 29,8 14 3,6 4,9 2,5
Selain itu dari faktor mekanis dapat dilihat dari ukuran pori pada FC campuran semen-
pasir lebih besar daripada FC campuran semen-fly ash. Hal ini dapat dilihat dari hasil
Scanning Electron Microscope (SEM) dengan pembesaran 2000 kali bahwa FC dengan
campuran pasir memiliki banyak rongga sehingga terlihat keropos sedangkan FC campuran
semen-fly ash lebih padat sehingga densitas FC semen- fly ash lebih besar daripada FC
semen-pasir.

Pores

Pores

Gambar V.2 SEM semen-pasir dan semen-fly ash

8
4.1 Nilai Konduktivitas Termal
Untuk melihat kelayakan insulasi termal suatu bahan maka karakteristik bahan yang
diperlukan adalah konduktivitas termal. Setelah dilakukan pengujian didapatkan bahwa
Tabel V.6 Harga Konduktivitas Termal
Densitas Konduktivitas St.dev
Campuran Porositas (%) St.dev (%)
(kg/m3) Termal (W/m.K) (W/m.K)
1: 0,67 920,70 0,18 0,01 54,98 3,41
1: 1 811,25 0,18 0,01 55,22 9,28
1: 1,5 784,88 0,21 0,01 49,03 2,76
1: 2 716,40 0,19 0,00 50,55 4,57
1: 1,6 (Fly Ash) 1298,96 0,30 0,01 23,38 3,73

Gambar V.3 Hubungan densitas-konduktivitas termal


Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai densitas berbanding terbalik terhadap
konduktivitas termal yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari kemiringan garis (gradien)
yang dibentuk persamaan garis bernilai negatif. Dalam kasus ini perbedaan densitas semen-
pasir tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada konduktivitas termal. Hal ini
disebabkan karena nilai porositas pada benda uji konduktivitas termal juga tidak berbeda
secara signifikan.
Tabel V.7 Ringkasan Konduktivitas termal-Porositas
Densitas Konduktivitas St.dev
Campuran Porositas (%) St.dev (%)
(kg/m3) Termal (W/m.K) (W/m.K)
1: 0,67 920,70 0,18 0,01 54,98 3,41
1: 1 811,25 0,18 0,01 55,22 9,28
1: 1,5 784,88 0,21 0,01 49,03 2,76
1: 2 716,40 0,19 0,00 50,55 4,57
1: 1,6 (Fly Ash) 1298,96 0,30 0,01 23,38 3,73

Gambar V.4 Hubungan densitas-porositas

9
Nilai porositas berbanding terbalik dengan nilai konduktivitas termal dimana hubungan
ini dapat dilihat dari kemiringan garis (gradien) yang dibentuk bernilai negatif. Hal ini terlihat
dari grafik konduktivitas dan porositas untuk campuran semen-pasir sebagai berikut
Hubungan Porositas-Konduktivitas Termal
0,22

konduktivitas termal (W/m.K)


0,21

0,20

0,19

0,18 y = -0,0041x + 0,4067


R² = 0,8364
0,17
48,00 51,00 54,00

porositas (%)

Gambar V.6 Hubungan porositas-konduktivitas termal

4.2 Penghitungan Kalor yang Hilang


Suatu ruangan mengalami kenaikan suhu karena adanya kalor yang terserap ke sebuah
ruangan. Ruangan (diasumsikan berukuran 3mx4m dengan tinggi 3,5m) yang tadinya bersuhu
nyaman (250C) menjadi bersuhu sama dengan lingkungan luar ruangan (330C). Konduksi
panas terjadi karena batas ambang kemampuan bahan dalam menghambat panas sudah
terlewati sehingga panas dapat merambat ke dalam ruangan. Oleh karena itu, untuk
menciptakan kenyamanan termal ruangan maka diperlukan AC untuk melepaskan kalor yang
ada dalam ruangan ke lingkungan. Adapun energi yang harus dikeluarkan dalam usaha ini
adalah sebagai berikut
Tabel V.8 Kalor yang Terserap
tebal Therma l Q beton ringan = Q beton ringan Biaya akb
Thermal Resistance
Campuran ρ(kg/m3) λ (W/m.K) dinding tra ns mi tta nce U x A x Δt x t selama 30 hari pemakaian energi=
(R) = w/λ (U)= 1/R
w (m) (kWh/hari) (kWh) Q x Rp 795
1: 0,67 920,7 0,18 0,075 0,41 2,44 9,56 286,91 Rp228.094
1:1 811,2 0,18 0,075 0,42 2,37 9,30 279,01 Rp221.812
1:1,5 774,1 0,21 0,075 0,37 2,74 10,74 322,17 Rp256.122
1: 2 716,4 0,19 0,075 0,39 2,56 10,05 301,50 Rp239.692
1:1,67 (fly ash) 1299,0 0,30 0,075 0,25 4,01 15,71 471,40 Rp374.760
Bata 1500 0,5 0,075 0,15 6,67 26,13 784,00 Rp623.280
Asumsi
Luas dinding= 49 m2(luas ruang= 3mx4m, tinggi 3,5 m; penutup atap tidak diperhitungkan;tanpa jendela dan pintu)
Beda suhu Δt= 8 (perbedaan suhu 330C dan 250 C)
durasi t = 10 jam
AC bekerja terus-menerus selama 10 jam

Dinding FC campuran semen-pasir mampu menghemat energi operasional listrik untuk


AC sebanyak 59-64% terhadap dinding bata. Sedangkan untuk dinding FC campuran semen-
fly ash mampu menghemat energi operasional listrik untuk AC sebanyak hampir 40%
terhadap dinding bata.

5.2 Metode Pengerjaan


Mekanisme pencampuran dalam mixer untuk FC merupakan pencampuran dari 2 arah
yaitu pencampuran dengan putaran sumbu x dan sumbu y di saat bersamaan sehingga
digunakan sistem putaran berpilin. Mixer Putaran berpilin ini mampu mencampurkan adonan
dasar (base mix) dan foam secara seragam (uniform) dengan waktu lebih cepat dibandingkan

10
mixer biasa sehingga lebih sedikit foam yang pecah untuk menghasilkan FC yang seragam.
Sedangkan pencampuran secara konvensional hanya mampu melakukan putaran pada satu
sumbu putar sehingga susah untuk menghasilkan FC yang seragam.

Gambar V.7 Mekanisme putaran berpilin pada Mixer khusus Foam Concrete
Walaupun sudah menggunakan mixer khusus untuk FC namun deviasi produk masih
besar. Deviasi yang besar ini terlihat dari perbedaan densitas yang cukup besar pada 1 jenis
campuran sehingga menimbulkan deviasi harga kuat tekan pada campuran yang sama.
Deviasi yang besar dari tiap campuran tergambarkan pada tabel sebagai berikut

Gambar V.8 Grafik perbandingan densitas pada hari ke-7,14 dan 28

Gambar V.9 Grafik perbandingan kuat tekan pada hari ke-7,14 dan 28
5.3 Kelayakan Foam Concrete sebagai Insulator dinding
Setelah dilakukan perbaikan campuran, campuran air: semen: fly ash = 0,5: 1: 1,67
dengan perbandingan mortar: foam= 0,4: 0,6 adalah campuran yang memenuhi persyaratan
sebagai dinding maupun insulator termal. Campuran ini menghasilkan nilai kuat tekan yaitu

11
3,92 MPa (yang diisyaratkan oleh SNI 03-0349-1989 adalah di atas 2,5 MPa) serta nilai
konduktivitas termal sebesar 0,30 W/m.K.
FC semen- pasir hanya dapat dimanfaatkan sebagai dinding partisi insulasi termal
(tidak sebagai dinding struktural) karena tidak memenuhi SNI 03-0349-1989 karena memiliki
konduktivitas termal yang rendah. Sebagai partisi insulasi termal, FC semen-pasir hanya
harus mampu menahan beratnya sendiri karena FC hanya difungsikan untuk menahan laju
kalor bukan menahan beban seperti struktur. Untuk menunjukkan kemampuan FC dalam
menahan beratnya sendiri maka metode perhitungan kekuatan ASD dapat dipergunakan
untuk analisis. Metode ASD (Allowable Stress Design) adalah suatu metode penghitungan
struktur untuk menentukan besar gaya yang mampu ditopang suatu material sesuai dengan
karakteristik mekanik dari bahan tersebut setelah dikali dengan faktor aman. Berdasarkan
data kuat tekan di hari ke-28 dan densitas dari setiap campuran analisis tentang tinggi aman
bata beton untuk menopang berat sendirinya dapat dilakukan sebagai berikut
Tabel V.9 Tinggi aman FC sebagai insulator termal dalam menahan beratnya sendiri

Dengan melihat hasil perhitungan metode ASD maka FC yang difungsikan sebagai
dinding partisi dapat menahan beratnya sendiri hingga ketinggian 48 m.

5.4 Tebal dinding optimum untuk Menahan Laju Kalor


Pengembangan volume foam menciptakan pori udara pada FC. Udara yang terjebak di
dalam pori FC mampu menghambat konduksi panas (Kadir, 2010). Bahan yang mampu
menghambat konduksi panas memiliki nilai konduktivitas panas yang rendah. Dalam usaha
menghambat perpindahan panas dalam durasi waktu dan suhu tertentu, suatu material harus
memiliki ketebalan tertentu. Adapun ketebalan optimum untuk durasi waktu dan suhu
tertentu yaitu
Tabel V.10Tebal optimum dan waktu maksimum Foam Concrete dalam menahan perpindahan kalor
w optimum utk mena ha n wa ktu ma ks i mum, t
Campuran λ (W/m.K) Cp (J/kg.K) ρ(kg/m3) tra ns fer pa na s s el a ma maks untuk w=7,5 cm
10 ja m(cm) (ja m)

1:0,67 0,18 3189,059 920,701 6,7 12,54


1:1 0,18 2838,472 811,246 7,5 10,11
1:1,5 0,21 1965,070 774,059 9,9 5,78
1:2 0,19 1658,845 716,401 10,8 4,83
1:1,67 0,30 2857,587 1298,963 7,6 9,65
catatan:
durasi t menahan kalor= 10 jam= 36000 sekon
ketebalan produk, w produk = 7,5cm = 0,075 m

5.5 Optimasi Pemilihan Konduktivitas Termal dan Kuat tekan


Penghematan biaya operasional AC pada ruangan merupakan tujuan utama dari
penggunaan foam concrete sebagai insulasi termal. Nilai kuat tekan FC didapat dari mix
design yang telah ditentukan dan untuk menghasilkan kuat tekan tersebut maka menyebabkan
keluarnya sejumlah biaya untuk produksi. Kedua aspek tersebut dapat ditinjau dari sudut

12
pandang yang sama yaitu dari sejumlah nilai uang yang bisa dihemat dan biaya produksi.
Hubungan antara besarnya densitas dengan penghematan listrik untuk AC dengan besarnya
densitas dan biaya produksi yang dikeluarkan dapat digambarkan dengan persamaan garis.
Dari kedua garis itu dapat dicari pertemuan kedua garis persamaan tersebut yang merupakan
titik optimum. Besarnya penghematan biaya operasional AC pada ruang berdinding FC dan
biaya produksi FC dalam menciptakan nilai kuat tekan direkap dalam tabel sebagai berikut
Tabel V.11Tabel densitas-penghematan

Penghematan thd
Campuran ρ(kg/m3)
dinding bata

1: 0,67 920,77 Rp395.186


1:1 811,25 Rp401.468
1:1,5 784,88 Rp367.158
1: 2 716,4 Rp383.588

Tabel IV.12Tabel densitas-biaya produksi per m3

Biaya produksi
Campuran ρ(kg/m3)
per m3

1: 0,67 920,77 Rp1.542.830


1:1 811,25 Rp1.666.683
1:1,5 784,88 Rp1.908.527
1: 2 716,4 Rp2.074.717

Dari kedua tabel tersebut dapat dibuat grafik beserta persamaan yang menyatakan hubungan
antar densitas yaitu

Gambar V.10 Optimasi densitas dan biaya


Biaya produksi berbanding terbalik dengan densitas FC dimana dari kemiringan garis
(gradien) persamaan intrapolasi dari keempat titik berharga negatif. Sedangkan penghematan
biaya operasional AC pada ruang berdinding FC relatif berbanding lurus dengan densitas FC
dimana kemiringan garis (gradien) persamaan intrapolasi berharga positif. Kedua persamaan
garis tidak saling bersinggungan sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada biaya optimum
dalam range densitas benda uji. Bila kedua garis persamaan diperpanjang (ekstrapolasi) maka
densitas FC optimum untuk penghematan biaya operasional AC dengan biaya produksi FC
didapat sebesar 1590,17 kg/m3. Ini menyebabkan baik besar penghematan dan biaya produksi
yang terjadi adalah sebesar Rp 449.739,50. Karena titik optimum densitas berada di luar
range maka besar penghematan dan biaya produksi dapat terjadi sebesar Rp 449.739,50 bila
dalam kondisi sesuai dengan persamaan garis.

13
6 Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
Dinding FC campuran semen-pasir mampu menghemat energi operasional listrik untuk AC
sebanyak 59-64% (untuk campuran semen-pasir) dan 40% (untuk campuran semen-fly ash)
terhadap dinding bata. Namun dengan mempertimbangkan optimasi biaya produksi dan
penghematan biaya operasional AC maka didapat densitas optimal FC yaitu 1590,17 kg/m3
dengan biaya produksi dan penghematan biaya operasional AC sebesar Rp 449.739,50.
Dari kelayakan secara struktural, mix design FC dengan campuran semen- pasir (semen:
pasir= 1:0,67; 1:1; 1:1,5; 1:2) hanya dapat difungsikan sebagai partisi insulasi termal karena
tidak memenuhi SNI 03-0349-1989. Sebagai insulator termal, FC memiliki konduktivitas
termal antara 0,18-0,21 W/m.K. FC dengan mix design semen: fly ash= 1: 1,67 sudah
memenuhi SNI 03-0349-1989 dengan konduktivitas termal sebesar 0,30 W/m.K.

6.2 Saran
Untuk melakukan penelitian sejenis disarankan untuk
1. Melakukan penggunaan agregat halus berbutir kecil (diameter < 1,18 mm) agar tidak
terjadi segregasi dan foam FC tidak pecah saat pencampuran base mix dengan foam.
2. Trial error pengukuran densitas foam.
Saran Pengembangan
Adapun saran yang bisa diberikan untuk pengembangan berikutnya yaitu
1. Penelitian FC dengan penambahan admixture yang mampu mempercepat pengerasan
beton (accelerator) perlu dilakukan untuk menghasilkan produksi FC yang lebih
banyak.
2. Penelitian FC dengan memanfaatkan material lokal dengan berat jenis rendah seperti
serbuk kayu, batu apung dapat dilakukan sebagai tambahan variasi agregat.
3. Penelitian FC dengan menjadikan komposisi foam sebagai variabel dapat dilakukan
untuk menghasilkan jumlah produksi, kuat tekan serta konduktivitas termal yang
optimal.
4. Penelitian FC dengan memperhitungkan kuat lentur perlu dilakukan untuk kasus
pengecoran secara in-situ.

Referensi
Al-Jabri,KS dkk. (2004) : Concrete Blocks for Thermal Insulation in Hot Climate. Science Direct: Cement and
Concrete Research 35 (2005) 1472-1479
Ashby, M.F. (1992) : Materials Selection in Mechanical Design. UK: Pergamon Press
ASTM. (1999) : Standard Test Method for Thermal Conductivity of Refractories by Hot Wire, ASTM C 1119-
99. American Society for Testing and Material
ASTM. (1997) : Standard Test Method for Mean Specific Heat of Thermal Insulation, ASTM C 351-92b.
American Society for Testing and Material
ASTM. (1997) : Standard Test Method for Thickness and Density of Blanket or Batt Thermal Insulation,
ASTM C 167-93. American Society for Testing and Material
ASTM. (1997) : Standard Test Method for Measuring Compressive Properties of Thermal Insulation, ASTM C
167-93. American Society for Testing and Material
Badan Standardisasi Nasional. (1989) : SNI 03-0349-1989 tentang Bata Beton untuk Pasangan Dinding. Badan
Standardisasi Nasional: Jakarta
Bapedal, 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun, Sekretariat Bapedal, Jakarta
Bbc.co.uk. 2011. Emisi Gas CO2 Buka Rekor Baru. http : / / www. bbc. co. uk / indonesia / dunia / 2011 / 05 /
110530 _ co2record. shtml (31 Mei 2011 - 01:00 WIB) (diakses 7 Juni 2012)
British Cement Association, Foamed Concrete, Composition and Properties, 1994 Ref. 46.042, 4 pp.
BKPM. 2011. Iklim: Kelembapan dan Suhu. http: // bekas. bkpm. go. id /id/ indonesia_brief/ climate
(diakses 19 Agustus 2011)

14
Cole R.J. and Kernan P.C. (1996) : Life-Cycle Energy Use In Office Buildings. Building
and Environment, Vol. 31, No. 4, pp. 307-317
Close, Paul Dunham. 1966. Sound Control and Thermal Insulation of Building. New York: Reinhold Publishing
Corporation
Delbin, S., Gomes da Silva, Vanessa. (2005) : Energy Efficiency Simulation of Buildings in Brazil: Proposal of
Methodology for Insertion in Design Practice. Sustainable Building Conference, Tokyo, 27-29
September 2005
Detikfinance. 2012. Gawat! Cadangan Minyak RI Habis 12 Tahun Lagi. http:// finance. detik. Com /read /2012
/04/05/124625/1885898/1034/gawat-cadangan-minyak-RI-habis-12-tahun-lagi Kamis, 05/04/2012
12:53 WIB (diakses 7 Juni 2012)
Green Building Council Indonesia, 2010, “Greenship Rating Tools untuk Gedung Baru versi 1.0”, Jakarta
Hasan, Syamsuri et al. (2011) : Audit Energi Untuk Pemakaian Air Conditioning (AC) Pada Gedung
Perkantoran Dan Ruang Kuliah di UPI. http://www.scribd.com/doc/76205097/Audit-Energi-Air-
Conditioning-06-03-11 (diakses 20 Agustus 2011)
Hariawan,JB. (2007) : Pengaruh Perbedaan Karakterstik Tipe Semen Ordinary Portland Cement (OPC) dan
Portland Composite Cement (PPC) Terhadap Kuat Tekan Mortar. http:// www. gunadarma. ac. Id /
library /abstract/gunadarma_10302047-skripsi_fpsi.pdf (diakses 1 April 2012)
Hicks, Tyler. (2004) : Standard Handbook of Engineering Calculations: Fourth Edition. Mc GrawHill. http:
www. digitalengineeringlibrary.com
Jones dkk. (2001) : Specification for Foamed Concrete. TRL Limited: British
Jones,MR dkk. (2006) : Heat of Hydration in Foamed Concrete: Effect of Mix Constituents and Plastic Density.
Elsevier: Cement and Concrete Research 36 (2006) 1032-1041
Jones MR, McCarthy A. (2005) : Preliminary Views On The Potential Of Foamed Concrete As A Structural
Material. Mag Concr Res 2005;57:21–31.
Jones, M.R, McCarthy. (2005) : A, Utilising Unprocessed Low-Lime Coal Fly ash In Foamed Concrete, Fuel 84
(2005) 1398–1409
Kadir,Aeslina Abdul dkk. (2010) : Density, Strength, Thermal Conductivity and Leachate Characteristics of
Light-Weight Fired. International Journal of Civil and Environmental Engineering 2(2010)4,pp179-
184.
Kibert, C.J. (2008) : Sustainable Construction. USA: John Wiley
Kutz, Myer. (2006) : Heat Transfer Calculations. USA: Mc Graw-Hill
Lab Fisika Dasar. (2011) : Modul Praktikum Fisika Dasar I. Bandung: Penerbit ITB
Mohhamed, Bashar S. (2009) : Papercrete as Infill Materials for Composite Wall System. European Journal of
Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.34 No.4 (2009), pp.455-462
Munir, Misbachul. 2008. Pemanfaatan Abu Batubara (Fly Ash) untuk Hollow Block yang Bermutu dan Aman
bagi Lingkungan. Thesis tidak dipublikasikan. Program magister Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro Semarang
Neville& Brand,AM. (1981): Cements Based Compsites. London: E&FN Spon
Othuman, Md Azree and Wang,Y.C. (2011) : Elevated-Temperature Thermal Properties of Lightweight Foamed
Concrete. ScienceDirect: Constrcution and Building Materials 25 (2011) 706-716.
Publiknasional.com. 2012. Diduga, 53 Perusahaan Buang Limbah Sembarangan. http:// publiknasional. Com /
index . php? option=com _ content & view = article & id = 1254 : diduga – 53-perusahaan-buang-
limbah-sembarangan&catid=36:jawa-timur Selasa, 06 Maret 2012 23:01 (diakses 7 Juni 2012)
PLN. 2011: PLN Statistics 2010. Corporate Secretary PT PLN (Persero) ISSN : 0852 - 8179
No. 02302.110722
Rachman, Abdul dkk. (2008) : Pembuatan Bata Beton Ringan untuk Diterapkan di IKM Bahan Bangunan.
Jurnal Bahan Galian Industri Vol. 12 No.33 April 2008:10-16
Seputarindonesia.com, 2012. Pabrik Masih Buang Limbah Seenaknya, http:// www. seputar-indonesia. Com /
edisicetak / content /view/499637/ 1 Juni 2012 (diakses 7 Juni 2012)
Shalahuddin, Muhammad. (2009) : Pengaruh Penambahan Fly ash Batu Bara Campur Kayu Pada Kuat Tekan
Beton. Jurnal Sains dan Teknologi 8 (2), September 2009: 58-65
Simatupang, Partogi dkk. (2011) : The Comparison of Microscopic and Macroscopic Characteristics between
Low Calcium Fly ash Geopolymer Binder and High Calcium Fly ash Geopolymer Binder Using
Indonesian Fly ash. Proceedings of The 3rd International Conference of European Asian Civil
Engineering Forum (EACEF), Yogyakarta-Indonesia, (ISBN. 978-602-8817-30-1)
Sutiyono, Arga Paradita. (2009) : Outlook Industri Semen 2010. http:// www. asiasecurities. co. Id / sys12x
/images / stories/ Riset%20Desember/outlook_semen_2010.pdf (diakses 1 Februari 2012)
Zulkarnain, Fahrial dkk. 2011. Performance and Characteristic Foamed ConcreteMix design with Silica Fume
for Housing Development. International Journal of Academic Research Vol 3. No.2 March ,2011,
Part IV

15

Anda mungkin juga menyukai