PENDAHULUAN
DEFINISI KEGAWATDARURATAN
Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi
tindakam operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut the American College of
Emergency Physicians states dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan
memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi
pada pasien-pasien dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit
lainnya (Stone, Humphries, 2008).
Berbagai langkah harus diperhatikan dalam melaksanakan perawatan gawatdarurat
obstetric dan neonatal. Penatalaksanaan meliputi pengenalan segera kondisi
gawatdarurat,stabilisasi penderita, pemberian oksigen, infus dan terapi cairan, terapi
cairan, transfusi darah dan pemberian medikamentosa (antibiotika, sedative, anestesi,
analgesic dan serum anti tetanus) maupun upaya rujukan lanjutan. Semua langkah dan
penatalaksanaan tersebut, harus dikuasai oleh petugas kesehatan/staf klinik yang
bertugas di unit gawatdarurat atau ruang tindakn obstetsri dan neonatal.
1
1.3 Tujuan Penulisan
1.Mengetahui dan mengenali penatalaksanaan kegawatdaruratan
2.Mengetahui cara penanganan awal stabilisasi dan rujukan
3.Mengetahui cara pemberian terapi cairan dan medikamentosa
4.Mengetahui penatalaksanaan dan penanganan nyeri dan awal diuretika
5.Menyelesaikan tugas Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Menghormati Hak Pasien semua klien harus diperlakukan dengan rasa hormat
yang sama, tanpa memandang status sosialnya. Petugas harus memahami dan peka
terhadap lingkungan sekitar di keluarga tersebut.
b. Gentleness dalam memberikan pengobatan atau tindakan harus dilakukan
dengan penuh kelembutan, dan jujur bila tindakan tersebut akan terasa sakit atau
kurang enak sehingga klien dapat memahami prosedur yang akan dilakukan.
c. Komunikatif tenaga kesehatan harus berkomunikasi dengan klien dalam bahasa
dan kalimat yang mudah dipahami klien/pun keluarga sehingga informasi mengenai
hasil pemeriksaan dapat diterima dengan baik oleh klien.
d. Hak Klien hak-hak klien harus dihormati seperti penjelasan informed consent,
hak klien untuk menolak pengobatan yang akan diberikan dan kerahasiaan status
medik klien.
e. Dukungan Keluarga (Familly Support) salah satu hal yang sangat dibutuhkan
oleh klien saat sedang berada dalam keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, tenaga
kesehatan sebelum melakukan tindakan, perlu menghadirkan keluarga untuk dapat
diajak berkomunikasi.
3
B. PENILAIAN AWAL
Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus
obstetric yang membutuhkan pertolongan segera dengan mengidentifikasi komplikasi
yang dihadapi. Dalam penilaian awal ini, anamnesis lengkap belum dilakukan.
Anamnesis awal dilakukan bersamaan dengan periksa pandang, periksa raba, dan
penilaian tanda vital dan hanya untuk mendapatkan informasi yang sangat penting
berkaitan dengan kasus. Misalnya, apakah kasus mengalami perdarahan, demam, tidak
sadar, kejang, sudah mengejan atau bersalin berapa lama, dan sebagainya. Fokus utama
penilaian adalah apakah pasien mengalami syok hipovolemik, syok septik, syok jenis
lain, koma, kejang-kejang, atau koma yang disertai kejang-kejang dan hal itu dapat
terjadi dalam kehamilan, persalinan, pascasalin, atau masa nifas.
Periksa pandang :
- Menilai kesadaran penderita : pingsan/koma, kejang-kejang, gelisah, tampak
kesakitan
- Menilai wajah penderita : pucat, kemerahan, banyak berkeringat
- Menilai pernapasan : cepat, sesak napas
- Menilai perdarahan dari kemaluan
Periksa raba :
- Kulit : dingin, demam
- Nadi : lemah/kuat, cepat/normal
- Kaki/tungkai bawah : bengkak
4
Tanda vital :
- Menilai tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan
Hasil penilaian awal ini menjadi dasar pemikiran apakah pasien yang syok hipovolemik,
syok septik, koma disertai kejang-kejang tersebut mengalami penyulit perdarahan,
infeksi, hipertensi, preeklampsia/eklampsia, atau penyulit lainnya. Dasar pemikiran ini
harus dilengkapi dan diperkuat dengan melakukan pemeriksaan klinik lengkap. Namun
sebelum melakukan pemeriksaan klinik lengkap, langkah-langkah untuk melakukan
pertolongan pertama sudah dapat dikerjakan sesuai hasil penilaian awal. Misalnya
ditemukan kondisi syok, pertolongan pertama untuk mengatasi syok harus sudah
dilakukan.
5
b. Jika ada, tanyakan apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, riwayat persalinan
sebelumnya dan sekarang, bagaimana proses kelahiran plasenta, kaji kondisi
vulva (jumlah darah yang keluar, plasenta tertahan), uterus (adakah atonia uteri),
dan kondisi kandung kemih (penuh/tidak).
c. Klien tidak sadar/kejang
- Tanya pada keluarga ibu sedang hamil/tidak, usia kehamilannya
- Periksa : tekanan darah (tinggi, diastolic >90 mmHg), suhu ( >38 ̊C)
d. Demam yang berbahaya
- Tanya pada ibu apakah sedang lemah, lethargie, sering nyeri saat berkemih
- Periksa : suhu ( >39 ̊C), tingkat kesadaran, kaku kuduk, paru-paru (pernafasan
dangkal), abdomen (tegang), vulva (keluar cairan purulent), payudara
bengkak
e. Nyeri abdomen
- Tanya pada ibu apakah sedang hamil, usia kehamilannya
- Periksa : tekanan darah ( >38 ̊C), uterus (status kehamilan)
f. Perhatikan tanda-tanda : keluar darah, adanya kontraksi uterus, pucat, lemah,
pusing, sakit kepala, pandangan kabur, pecah ketuban, demam dan gawat nafas.
Penderita atau pasien gawat darurat adalah pasien yang perlu pertolongan tepat, cermat,
dan cepat untuk mencegah kematian/kecacatan. Ukuran keberhasilan dari pertolongan
ini adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong. Pengertian lain dari penderita
gawat darurat adalah penderita yang bila tidak ditolong segera akan meninggal atau
menjadi cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan penanggulangan segera.
Karena waktu yang terbatas tersebut, tindakan pertolongan harus dilakukan secara
sistematis dengan menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC,
yaitu :
A (Air Way) : yaitu membersihkan jalan nafas dan menjamin nafas bebas
hambatan
B (Breathing) : yaitu menjamin ventilasi lancar
C (Circulation) : yaitu melakukan pemantauan peredaran darah
6
Stabilisasi dan Rujukan
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah
dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung
jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara
vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih
mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya.
Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan
yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan
tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani
sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
7
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan
dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian
(termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika
ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya
tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal
persalinan.
b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim.
6. Pengiriman Penderita
Stabilisasi dan merujuk secara tepat waktu dengan kondisi optimal akan sangat
membantu pasien untuk ditangani secara adekuat dan efektif. Dalam sistem
pelayanan gawatdarurat dan rujukan kesehatan antar fasilitas, seharusnya sudah
tersedia perangkat dan mekanisme operasional yang jelas antar umur yang terlihat.
Fasilitas kesehatan primer akan merujuk pasien ke rumah sakit rujukan. Tetapi
pada kota-kota besar, mungkin saja terjadi rujukan antar puskesmas, rumah sakit
ataupun diantara pusat-pusat rujukan. Apapun mekanisme yang terjadi semua unsur
8
yang terlibat, seharusnya mampu untuk membawa pasien mencapai fasilitas
rujukan yang dituju agar mendapatkan pertolongan yang sangat vital dalam
menyelamatkan jiwa.
Terapi Cairan
3. Ukuran atau diameter jarum (no. 16-18) dan kesecpatan tetesan. Jumlah per
mililiter tetesan bervariasi antara 10 atau 20 tetes per mililiter
Saat jarum infus dimasukkan, segera ambil spesimen darah untuk pemeriksaan
kadar hemoglobin, golongan darah atau pemeriksaan laboratorium lainnya. Bila
pasien mengalami syok, pemasangan infus dan pengambilan spesimen darah akan
sulit dilaksanakan (perlu vena seksi). Pengukuran konsentrasi Hb darah kapiler
(dari ujung jari) pasien mengalami syok hasilnya sangat tidak akurat.
9
Pada kasus syok hipovolemik yang diakibatkan oleh perdarahan, berikan 500-
1000 ml cairan isotonik dalam 15-20 menit pertma. Stabilisassi umumnya terjadi
setelah 1-3 liter cairan infus yang diberikan. Setelah stabilisasi tercapai maka
kecepatan cairan infus diatur menjadi tetesan pemeliharaan (1 liter dalam 6-8
jam).
Bila pemulihan pasien telah mencapai kondisi yang memuaskan maka dilakukan
pemberian cairan per oral. Infus dapat dilepaskan kecuali bila dibutuhkan untuk
jalur pemberian obat secara intravena. Untuk kondisi seperti itu, kecepatan tetesan
cairan diperlambat (1 liter selama 10-12 jam).
Dalam terapi cairan ini, juga dipantau tentang keseimbangan cairan. Apabila
terjadi pembengkakan atau edema pada kaki, tangan, muka, mungkin hal inin
diakibatkan oleh kelebihan cairan. Kelebihan tersebut dapat pula dinilai dan
terjadinya sesak nafas atau bising nafas yang abnormal (ronkhi basah difusa).
Contoh : 1000 cc X 10 tetes per militer = 41, 67 atau 40 tetes per menit
4 jam X 60 menit
Terapi awal cairan pengganti, seharusnyaa diberikan dalam waktu yang cepat
dan ini hanya dimungkinkan dengan pemberian kristloid isotonik seperti Ringer
Laktat dan gram fisiologis. Pada tahap awal ini, tidak dianjurkan untuk
memberikan cairan infus larutan iotonik glukosa 5%. Pada tahap awal, jumlah
cairan yang diberikan adalah 50 mililiter per kilogram berat badan (50 ml/kg BB)
atau 3 kali dari perkiraan jumlah darah yang hilang. Cairan koloidal sintetik
diberikan hingga 50 ml/kg BB tetapi dengan kecepatan tetesan yang lebih rendah
10
dari larutan kristaloid isotonik. Amilum hidroksiletil atau dextran 70 diberikan 20
ml/kg BB selama 24 jam pertama.
Dapat pula diberikan albumin atau fraksi protein plasma. Eritrosit tanpa plasma tidak
direkomendasikan untuk pengganti cairan yang hilang sedangkan jika diberikan plasma
saja, risiko transmisi penyakit, cukup tinggi. Cairan darah (eritrosit dan plasma)
diberikan untuk mengganti cairan yang hilang, pembawa oksigen ke jaringan dan
faktor-faktor petning utnuk hemostasis.
Transfusi Darah
Pendahuluan
Transfusi darah unuk mengganti sejumlah darah yang hilang akibat perdarahan, dapat
menyelamatkan pasien dari kematian. Sebaiknya, pada beberapa kasus, transfusi darah
dapat pula menimbulkan komplikasi yang fatal. Oleh sebab itu, pemberian transfuse
darah, harus melalui serangkaian proses yang teliti dan pertimbangan yang matang.
Sebaiknya,setiap fasilitas rujukan, mempunyai pelayanan transfusi darah.
Ketersediaan donor menjadi factor penentu bagi mereka yang membutuhkannya. Darah
yang diberikan kepada pasien, harus bebas dari risiko transmisi penyakit sehingga
diperlukan adanya proses penapisan dan identifikasi keamanan donor yang efektif.
Pertimbangan keselamatan jiwa pasien harus juga diperhitungkan terhadap risiko
prosedur transfusi darah.
11
Asuhan Kebidanan sering kali memerlukan adanya penambahan atau transfuse darah
untuk menyelamatkan jiwa pasien harus juga diperhitungkan terhadap risiko prosedur
transfuse darah.
Asuhan Kebidanan sering kali memerlukan adanya penambahan atau transfusi darah
untuk menyelamatkan jiwa pasien. Mengingat tingginya frekuensi permintaan transfuse
darah dari Bagian Kebidanan maka sudah sepatutnya para petugas kesehatan (dokter
dan paramedik) di bagian tersebut memahami dan waspada tentang indikasi, kesesuaian
golongan, cara penggunaan dan risiko transfusi darah .
Kesesuaian pengguna cairan dan produk darah didefinisikan sebagai pemberian darah
yang aman (kesesuaian golongan, risiko rendah terhadap reaksi inkompatibilitas, dan
bebas dari potensi transmisi penyakit) dan ditunjukan terhadap kondisi yang dapat
menimbulkan morbiditas atau mortalitas dimana darah ,erupakan pilihan utama untuk
mengatasi kondisi tersebut.
Setiap rumah sakit rujukan (terutama sekali di tingkat kabupaten) harus dapat
memenuhi permintaan atau menediakan darah pada setiap saat dimana transfusi darah
diperlukan. Ketersediaan darah (minimal golongan O dan plasma beku segar) di Bagian
Kebidanan telah menjadi suatu kewajiban karena hal ini dapat menjadi penyelamat bagi
para ibu atau pasien yang sangat membutuhkan.
Kewaspadan sangat diperlukan karena apabila cairan dan produk darah digunakan
sesuai dengan indikasinya dan bener cara pemberiannya maka prosedur ini akan
menyelamaatkan jiwa dan memperbaiki kondisi kesehatan ibu bersalin. Sebaiknya,
12
kelalaian dan cara pemberian yang salah, justru dapat membahayakan keselamatan jiwa
ibu hamil/bersalin pasien yang sangat membutuhkan.
Kewaspadaan sangat diperlukan karena apabila cairan dan produk darah digunakan
sesuai dengan indikasinya dan benar cara pemberiannya maka prosedur ini akan
menyelamatkan jiwa dan memperbaiki kondisi kesehatan ibu bersalin. Sebaliknya,
kelalaian dan cara pemberian yang salah, justru dapat membahayakan kesekamatan jiwa
ibu hamil/bersalin (kondisinya lebih baik sebelum dilakukan transfusi darah)
Tindakan tranfusi darah berdasarkan indikasi yang kurang tepat dapat mengakibatkan
hal-hal berikut ini:
13
Pemborosan stok darah yang mungkin sangat diperlukan oleh pasien lain
Transfusi darah membawa risiko terhadap reaksi inkompatibilitas atau hemolitik yang
sangat serius.
Produk darah dapat menularkan penyakit, termasuk penyakit berbahaya seperti HIV,
hepatitis B, hepatitis C, syphilis, malaria dsb kepada resipien.
Setiap produk darah dapat terkontaminasi mikroorganisme dan menjadi bahan yang
berbahaya apabila tidak ditangani secara baik atau diberikan kepada resipen.
Transfusi Plasma
Pengamanan Darah
Risiko yang berhubungan dengan transfuse dapat dikurangi melalui upaya berikut:
14
Kesesuaian indikasi bagi penggunaan darah dan produknya.
Setiap unit yang terkait dengan pemberian atau donasi darah harus dapat melakukan
penceghaan infeksi melalui dara melalui upaya penapisan yang efektif dan pengelolaan
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (mengacu pada standar nasional atau
hasil kajian tentang pravelensi agen penyebab infeksi dalam donor darah).
Semua darah yang akan di donasikan, harus lulus uji tapis penyakit-penyakit berikut ini
:
1. Hepatitis C
2. Malaria
4. Uji kompatibilitas darah atau produk darah (walaupun dalam keadaan sangat
genting atau gawatdarurat )
Prinsip dasar kesesuaian pengguna darah atau produk darah adalah bahwa transfusi
merupakan salah satu dari banyak upaya atau tindakan utnuk menyelamatkanibu
dari situasi dan kondisi gawatdarurat. Apabila terjadi kehilangan sejumlah besar
darah secara mendadak, yang mungkin disebabkan oleh perdarahan
15
pascapersalinan, pembedahan atau komplikasi persalinan maka yang paling
pertama dan segera harus dilakukan adalah restorasi atau penggantian kehilangan
cairan dari sistem sirkulasi.
Alasan utama untuk melakukan transfusi sel darah merah adalah pemulihan fungsi
oksigenasi jaringan karena hemoglobin darah mempunyai kemampuan untuk
mengikat dan menghantarkan oksigen. Fungsi inilah yang tidak dapat dipenuhi oleh
cairan kristaloid atau pengganti plasma.
Lakukan berbagai upaya penghematan darah di sirkulasi dengan jalan berikut ini :
4. Pasien dengan perdarahan akut dalam jumlah yang banyak sebaiknya segera
memperoleh tindakan resusitasi (restorasi kehilangan cairan dengan cairan
16
pengganti, oksigen, bantuan pernapasan dsb) sambil dipertimbangkan perlu
tidaknya transfusi darah
7. Transfusi dara hanya diberikan apabila manfaatnya lebih besar dari risikonya
9. Alsan untuk transfusi darah harus dicatatkan dan lakukan kajian apabila timbul
reaksi yang tidak diinginkan
Lakukan pemantauan untuk setiap unit darah yang diberikan. Pemantauan dilakukan
pada tahapan berikut ini :
17
Pantau secara ketat dalam 15 menit pertama transfusi darah, lanjutkan secara reguler
(sesuai jadwal diatas) selama transfusi darah dijalankan agar setiap gejala dan tanda
reaksi transfusi pada pasien dapat segera dikenali dan diatasi.
Keadaan umum
Temperatur
Nadi
Tekanan darah
Pernapasan
Efek samping
Pada reaksi transfusi dapat timbul gejala dan tanda berikut ini :
18
Takikardia
Gawat napas
Hipotensi
Irritabilitas
Ruam kulit
Reaksi transfusi dapat beerkisar dari ruam kulit ringan hingga syok anafilaktiks.bila
terjadi reaksi, lakukan hal berikut ini :
1. Segera hentikan transfusi darah, bilas darah yang tersisa dalam selang infus dan
tetap pertahankan jalur infus (gunakan garam fisiologis atau ringer laktat)
2. Secara bersamaan lakukan penilaian jenis dan derajat reaksi transfusi dan
tentukan upaya atau tindakan pertolongan yang sesuai
3. Laporkan ke UTD atau Bank Darah tentang reaksi yang terjadi dan kirimkan
kantong transfusi dan selang ke unit tersebut untuk konfirmasi dan kajian ulang
darah dan produk darah serta hasil uji padanan silang sebelumnya
4. Lakukan pengambilan spesimen urin setelah terjadi reaksi transfusi dan kirim ke
laboratorium untuk uji konfirmatif
19
Bila terjadi ruam kulit ringan dan disertai gejala sistemik lain, berikan
promethazine 10 mg per oral dan perhatikan perubahan yang terjadi
Jika dipandang perlu untuk mendapatkan rawat intensif, segera rujuk pasien
apabila kondisinya telah stabil.
20
masih dingin
Hipokalsemia (disritmia Kelebihana sitrat yang ada Periksa kadar kalsium darah
dan hipotensi) di dalam kantong darah
Periksa EKG
Pemberian Medikmentosa
Keamanan, kepentingan dan cara pemberian merupakan hal-hal penting yang harus
diperhatikan untuk memutuskan kapan, apa dan bagaimana menentukan pemberian
medikamentosa bagi pasien. Tanyakan riwayat alergi obat-obatan sebelum memberikan
obat kepada pasien. Bila ada riwayat alergi tersebut, maka harus dicarikan obat
pengganti yang lebih aman tetapi juga cukup efektif.
Intravena
Cara pemberian ini terpilih untuk pasien syok atau kondisi gawatdarurat (syok septik
atau hipovolemik, sepsis reaksi alergi atau anafilaktik, resusitasi)
Intramuskuler
21
Cara ini dipilih apabila tidak tersedia bahan untuk pemberian intravena atau tidak ada
sediaan untuk pemberian intravena atau apabila onset kerja obat bukan merupkan
kebutuhan utama
Per oral
Tidak ianjurkan untuk pasien-pasien dengan syok atau sedang dipersiapkan untuk
laparotomy. Hanya diberikan pada pasien dalam keadaan sadar atau proses realimentasi
berlangsung normal.
Pasien akan dirujuk dan masih membutuhkan waktu cukup lama sebelum
sampai ditempat rujukan. Tidk tersedia obat-obatan yang diberikan secara
intravena atau intramuskuler. Pada saat diberikan obat, pasien tidak dalam
keadaan syok.
Pasien stabil dan masih dapat makan dan minum.
Antibiotika
Pada kasus kasus infeksi atau trauma septik, mutlak diperlukan antibiotika. Pada
keadaan tersebut, beri antibiotika secepat mungkin, baik secara intravena atau
intramuskuler atau per oral (bila pasien tidak syok). Karena identifikasi penyebab
infeksi sulit diperoleh dalam waktu singkat dan keadaan gawatdarurat harus segera
diatasi maka gunakan antibiotika (kombinasi) spectrum luas yang efektif terhadap
mikroorganisme gram negative, gram positif, anaerob dan klamidia.
22
Benzilpenisilin 10 juta unit IV tiap 4 jam Ada efek samping serius
Efektif untuk kokus Gram
(+) dan Go
Kloramfenikol 1 g IV tiap 6 jam Baik untuk sepsis,
pemekanan sumsum tulang,
pantau gambaran darah
Gentamisin 1,5 kg/kg BB/dosis IV/IM Efektif untuk Gram (-) dan
Doksisiklin tiap 8 jam flora usus. Aktif untuk
Tetrasiklin 100 mg tiap 12 jam kuman Gram (+), Gram (-)
500 mg tiap 6 jam (jangan termasuk Klamidia. Dapat
diberikan bersamaan dengan menggntikan atau kombinasi
susu atau antasida) dengan Ampisilin. Baik
dikombinasikan dengn
Metronodazol
Metronidazol 1 g IV atau per rektal tiap 12 Baik untuk Gram (-) dan
jam atau 500 mg oral tiap 6 Anaerob.
jam Dapat dikombinasikan
dengan Ampisilin dan
Doksisiklin. Alternatif dan
klindamisin. Relatif murah
dan mudah didapat.serapn
oral mencapi kadar serum
yang sama dengan Intravena.
Catatan
23
Kloramfenikol mempunyai efektifitas yang cukup luas walaupun digunakan
secara tunggal dan sangat efektif jika dikombinasikan dengan
penisilin/ampisilin.
Sekali diberikan, antibiotika diteruskan hingga bebas demam 24-48 jam. Bila
setelah 48 jam pemberian ternyata tidak mengalami perubahan, ganti dengan
antibiotika lain.
Bila terjadi perbaikan, ganti cara pembeian parenteral dengan per oral.
Sesuaikan dosis per oral. Sesuaikan dosis per oral dengan parenteral.
24
Kotrimoksasol 2 tablet dewasa/1 kaplet Spektrum luas dan murah
forte 10 hari
Penatalaksanaan Nyeri
Kebanyakan pasien dengan infeksi berat, trauma intraabdomen, demam tinggi dan
kommplikasi berat lainnya, juga akan mengeluhkan rasa nyeri dan membutuhkan
analgesia. Pemilihan analgesia sangat tergantung dari ondisi pasien, jenis obat,
perawatan yang diberikan, waktu dan cara pemberian analgesia. Pemberian obat
sebelum pemeriksaan selesai, akan menghilangkan sebagian dari gejala gejala penyakit,
yang apabila tidak dicermati akan menyulitkan pembuatan diagnosis.
Diuretika
25
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Prof. dr. Abdul Bari, SpOG, MPH. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
PrawirohardjoSaifuddin, Prof. dr. Abdul Bari, SpOG, MPH. 2010. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
27