Anda di halaman 1dari 151

www.ac-zzz.blogspot.

com

THE WEDNESDAY LETTERS


ASON F.WRIGHT
www.ac-zzz.blogspot.com

April 13, 1988

RABU MALAM
Tidak lama setelah pukul sebelas malam, Laurel naik ke atas tempat tidur dan
menyelipkan tubuhnya ke bawah selimut berwarna merah marun di samping
suaminya, Jack. Ia melingkarkan kedua belah lengannya ke sekeliling tubuh
Jack, mendekapnya dari belakang. Saat jemarinya merasakan tekstur tulang
rusuk yang berbaris di bawah kulit dada suaminya, lauren berubah cemas.
Ingatannya melayang pada masa beberapa tahun lalu ketika berat tubuh
suaminya, jauh melebihi berat tubuhnya sendiri.
Mengira bahwa ia sudah tertidur lelap, Laurel-pun memulai kegiatan rutinnya di
malam hari. Ditariknya napas dalam-dalam, meregangkan serta mengisi setiap
rongga parunya dengan udara. Lalu, dengan bibir yang masih terkatup rapat, ia
membiarkan udara yang ditariknya tadi perlahan-lahan keluar lewat hidungnya.
Dengan begitu, ia pun merasa tenang kembali.
Laurel memejamkan matanya; berdoa untuk putra-putrinya-Marthew, Malcolm,
Samantha.---dan juga untuk cucunya, Angela, serta adik perempuannya,
Allyson. Kemudian, ia menghaturkan permohonan kepada Tuhan agar
memberikan suaminya waktu untuk hidup lebih lama. Namun secepat ia
memohon, secepat itu pula ia menyesali permohonannya. Ia justru mengutuk
kelemahannya dalam menghadapi kenyataan. Akhirnya, ia mengakhiri doa
singkat itu dengan air mata.
"Hai," suara Jack mengejutkannya.
"Hai," balasnya lembut, mengusap matanya pada sarung bantal yang berwarna
biru tua. "Kupikir kau sudah terlelap."
"Tidak Juga. Bagaimana perasaanmu?'
"Baik-baik saja, tapi kutinggalkan cucian piring untuk dikerjakan oleh Rain
besok pagi. Dadaku masih terasa nyeri. Apa mungkin aku terlalu tua untuk
quesadilla yang kumasak sendiri?" , Laurel melarikan jemarinya ke antara
helaian rambut Jack yang
tipis dan memutih, sementara tangan yang lain mengelus dadanya sendiri.
"Bagaimana denganmu? Masih pusing?"
"Tidak lagi, Sayang."
"Kau itu pemb0h0ng yang buruk, jack Cooper." Ia memindahkan jemarinya dari
rambut suaminya ke atas kening Jack.
"Ah, kau benar, ini semua salah gumpalan yang ada di dalam , kepalaku," sahut
Jack penuh canda.
www.ac-zzz.blogspot.com

Selama 18 bulan, Jack-yang berusia tujuh puluh satu tahun-tengah sibuk


memerangi tumor otak ganas dan tidak bisa dioperasi. Saat ditemukan, tumor
ganas yang sewaktu-waktu bisa mencabut 'nyawanya itu berukuran sebesar
kelereng, sekarang, ukurannya sama dengan sebuah bola ping-pong.
Rasa sakit kepala yang ditimbulkan tidak teratur polanya, terkadang la bahkan
tidak mengalami sakit kepala sama sekali selama dua atau tiga hari. Namun,
saat rasa sakit kepala itu muncul, maka reaksinya bermacam-macam ,ual, sakit
mabuk-sehingga membuatnya tidak berdaya dan harus berbaring di atas tempat
tidur untuk waktu yang lama.
Meski dokter-dokter yang merawatnya selalu berusaha untuk meyakinkan Jack
bahwa di luar sana terdapat obat-obat serta terapi baru yang tidak lama lagi
akan masuk ke pasaran, ia tahu bahwa satu-satunya yang dapat menyembuhkan
penyakitnya hanyalah sentuhan Tuhan,
Namun, pikir Jack tentunya Tuhan punya kepentingan lain yang lebih mendesak
daripada menolongnya. Lagipula, dia bukan orang besar, sehari-hari ia
mengelola sebuab penginapan yang sederhana di negara bagian Virginia.
Sejak ia didiagnosis menderita tumor otak, Laurel sudah berulang kali
mendengarkan lelucon yang sama terlepas dari mulut suaminya: bahwa Tuhan
punya kepentingan lain yang lebih mendesak ketimbang memperpanjang
umurnya.
"Contohnya, membawa kedamaian ke daerah Timur Tengah," seloroh Jack, atau
mengembalikan tim kesukaanku Chicago Cub, ke tengah ajang World Series."
Penginapan yang mereka kelola bersama dinamakan Domus jeferson terletak di
jantung Lembah Shenandoah, tepar di antara pegunungan Allegheny dan Blue
Ridge. Jack sering berkata seandainya ia bisa hidup melewati hari kiamat dan
Sang Pencipta memberinya dua pilihan antara Surga dan daerah perbukitan
tersebut, maka ia takkan pikir panjang untuk memilih langkh terakhir.
Di musim semi seperti sekarang, saat waktu menjelang tengah malam di hari
Rabu, tempat penginapan yang mereka cintai tampak lengang, Satu-satunya
tamu yang menginap adalah Anna Belle Prestwich, seorang pewaris perusahaan
pembuat rnakanan binatang peliharaan yang kaya raya.
Meski penghujung malam sudah tiba, biasanya Anna Belle masih terjaga sambil
membaca sebuah novel roman di dalam kamar sewa seharga $190 semalam-
namun ia memaksa untuk membayar lebih $300.
Kamar tersebut didekorasi menggunakan perangkat mewah mirip dengan
perangkat di kediaman mantan Presiden Arnerika Serikar yang ketiga, Thomas
Jefferson, di Monticello. Perangkat tersebut juga tidak sembarangan dibuat,
melainkan hasil jerih payah beberapa pengrajin tangan.
Dari jendela kamar, penghuninya dapat menatap jauh ke arah padang rumput
seluas 400 hektar yang terbentang di belakang penginapan, menggapai sebuah
sungai kecil yang merrgalir di batas hutan.
Biasanya, setelah selesal membaca tiga atau empat edit teks bu nora
http://ebukita.wordpress.com dari novel roman kesukaannya, Anna Belle akan
membawa kucingnya, Castro, untuk berjalan-jalan di sekeliling penginapan
dengan berbekal sebuah senter milik mendiang suaminya. Ia sadar bahwa tidak
biasanya orang mengajak seekor kucing berjalan-jalan, tetapi ia tidak seperti
www.ac-zzz.blogspot.com

kebanyakan 0rang. Dan sebagian besar kucing-kucing peliharaan orang tidak


memiliki masalah berat badan, seperti
Castro.
Anna Belle adalah Langganan tetap di penginapan milik Jack dan Laurel.
Beberapa tabun belakangan ini, ia selalu menginap di sana setidaknya dua kali
sebulan. Dan tidak jarang ia menghabiskan waktu sampai sepuluh hari di setiap
kunjungannya.
Aneh, memang ". mengingat bahwa tempat tinggalnya sendiri terletak kurang
dari saru mil jaraknya dari penginapan tersebut, Megah, besar dan dilengkapi
dengan empat rumah tamU, istana bergaya Southern itu digosipkan berkisar
antara setengah juta sampai seratus sepuluh juta dolar,
Di pagi musim dingin yang cerah, lama setelah pepohonan menghempaskan
daun-daun ke atas tanah, menara tinggi yang mencuat dari salah santu gudang
bekasnya serta atap dari rumah utama yang bernuansa putih dapat terlihat
melalui pepohonan yang berjajar ke arah timur.
Wanita asal Florida yang bertubuh pendek, gempal. dan berusia nyaris setengah
abad ini pertama berjumpa dengan mendiang suaminya, Alan Prestwich, di
Pantai Miami saat keduanya sedang berjalan menyusuri tepi pantai di suatu
pagi di musim gugur. Alan sedang memunguti kulit kerang unruk koleksi putri
sekretarisnya, sementara Anna belle sedang mengajari Castro agar tidak mudah
takur kepada air.
Pertemuan mereka pagi itu membuahkan pernikahan yang tak terduga, yang
juga merupakan pernikahan pertama bagi keduanya. Saat itu, suaminya
mengatakan bahwa ia mencintai Anna Belle karena kebaikan hatinya, karena ia
memiliki pinggul besar nan unik, dan karena kulit putihnya yang seperti susu,
namun lmmbur Layaknya mentega. Tapi, yang paling utama, Alan mencintainya
karena rambut merah tua Anna Belle yang menjurus ke arah merah marun,
yang kini memutih dengan anggun.
"Wanita~wanita yang biasanya aku kencani takkan berani meninggalkan rumah
tanpa terlebih dahulu mengecat warna rambut mereka agar tampak lebih
muda," tutur Alan, berjalan di sampingnya pagi itu, "Tapi, kau, Anna Belle-kau
seperti seekor ikan unik di tengah laut yang dipenuhi oleh ikan itu-itu saja,"
"Kalau aku memang sebaik yang kau katakan," sahut Anna Belle. di akhir kencan
penama mereka, "lalu kenapa semua Iaki¬laki yang baik selalu menghindariku?"
"Mereka tidak menghindarimu," jawab Alan. "Hanya saja belum ada yang cukup
baik untukmu."
Enam minggu kemudian, mereka pun menikah.
Tiga tahun setelah itu, di tengah-tengah kehidupan baru mereka sebagai
sepasang suami-istri,Alan seorang pengusaha yang memiliki hobi mengendarai
pesawat pribadi-jatUh di tengah rawa Everglades ketika menerbangkan
pesawat jet model Gulfstream III keluaran 1984 yang baru saja dibelinya.
Para petugas berwenang tidak menemukan apa-apa di rawa itu kecuali
sebentuk senter bermerek Maglire berukuran empar puluh sentimeter, bersinar
terang di bawah permukaan air kotor, tergeletak hampir dua kilometer jauhnya
dari lokasi jatuh pesawat. Sejak itu, anna Belle selalu membawa senter ke
mana pun ia pergi, yakin bahwa suatu hari ia akan membutuhkannya untuk
www.ac-zzz.blogspot.com

menemukan Castro di tengah hutan setelah habis memakan donat, untuk


menakut-nakuti beruang, atau untuk hal-hal lain yang berguna.
Seumur hidupnya, Anna Belle selalu diberkahi oleh berat badan yang agak
berlebihan. Saat ini bekerja di supermarket A&P dulu, serombongan teman
sekolahnya yang jahil selalu memanggilnya dengan sebutan yang Sama" A&P.
Demi menggoda mereka, ia pUn dengan senang hati mengadopsi julukan itu
sebagai nama panggilnya. Dan, sampai saat ini, julukan itu masih, melekat
padanya.
Diberi juLukan berarti orang memerhatikanku, katanya pada diri sendiri.
Sekarang A&P kerap bertanya-tanya julukan apakah yang akan diberikan oleh
teman-teman sekolahnya jika mereka tahu bahwa dia akan mewarisi sebagian
besar dari kekayaan suaminya. Perusahaan peninggalan Alan menjadikannya
seorang milyuner berkali-kali.
Tidak lama setelah kecelakaan yang dialami suaminya, Anna Belle memilih
untuk pindah ke daerah Woodstock, Virginia. Pilihan ini dibuatnya berdasarkan
sebuah brosur Asosiasi Sandiwara Pengulangan Perang Saudara yang ia temukan
di lemari kerja suaminya suatu hari, di mana nama sebuah kota asing tampak
dilingkari dengan tinta bolpen. Sebulan kemudian, ia sudah resmi menjadi
warga WoodstOck, Virginia.
Jack dan Laurel tidak membuang waktu untuk menjalin persahabatan dengan
tetangga baru mereka yang ramah. Diam-diam, mereka berspekulasi bahwa
tujuan hidup Anna Belle adalah untuk menghabiskan semua warisannya di
penginapan yang mereka kelola.
"Coba tebak berapa besar tip yang diberikan A&P padaku malam ini, hanya
karena aku mengantarkan SUSu pesanannya?" bisik Laurel di telinga suaminya.
"SeratUS dolar."
"Lebih tinggi lagi."
"Dua ratus lima puluh dolar?" "Lebih tinggi lagi," ulang Laurel.
"Lima ratus dolar?" suara Jack meninggi, tidak-percaya.
"Lima rarus sembilan belas dolar dan lima puluh dua sen. Ia mernberikan semua
uang yang ada di dalam dompetnya."
"Itu upah yang lumayan karena kau sudah susah-susah menemukan botol SuSU
di kulkas dan menuangkan ke dalam gelas." jack menghe1a napas, menepuk-
nepuk bantal tidurnya. "Wanita itu memang luar biasa."
"Dia tidak berbahaya, kok,"
Jack memutar rubuhnya dan menatap wajah istrinya, mengunci pandangannya
pada sepasang mata Laurel yang berwarna kecokelatan dan tampak dipenuhi
segudang pengalaman. Matanya sendiri, yang dulu terlihat begitu
mempesona, .kini tampak merosot ke dalam kepalanya sejauh setengah senti
meter, dikelilingi oleh lingkaran hitam. Laurel sering mengatakan sambil
bercanda bahwa Jack mewarisi mata menyerupai binatang rakun dari
ayahnya, .namun setahun belakangan ini lingkaran hitam yang mengelillngi
kedua indera pengelihatannya itu tampak semakin gelap hingga terkesan
memisah dari pipinya.
www.ac-zzz.blogspot.com

Jack mencondongkan wajahnya ke arah Laurel, hidung mereka nyaris


bersentuhan. "Suaru saat kitaa harus mengatakan yang sebenarnya pada Anna
Belle," ujarnya pelan.
Sejak pertama A&P menginap di Domus jeperson, ia selalu meninggalkan tip
sangat besar untuk servis yang biasa-biasa saja. Kebaikannya itu juga tidak bisa
dipolakan dengan akal sehat. Apa bila Jack membantu membawakan sebuah tas
milik A&P, maka
ia akan mengeluarkan selembar uang seratus dolar sebagai tip untuk Jack.
Apabila Laurel meninggalkan sebungkus permen di atas bantal setelah rutinitas
merapikan kamar tamu, maka A&P akan menyelipkan beberapa lembar uang
dua puluh dolar ke dalam tangan Laurel saat makan pagi.
Pernah, suatu kali, dokter langganan Laurel menemukan detak jantung yang
tidak teratur di dalam dada Laurel, menyimpulkan bahwa ada kelainan pada
jantung Laurel yang disekan oleh genetik turunan. Mendengar hal ini, A&P
memaksa agar Laurel menerima sejumlah uang darinya untuk mernbiayai
perawatan medis, meski sembiln puluh persen dari biaya itu sudah ditanggung
oleh perusahaan asuransi.
Di waktu lain, saat saudara kembar jack, joseph, ditahan untuk yang ketiga
kalinya karena penggunaan obat-obat terlarang, A&P memaksa untuk
berkendara ke Pantai Virginia, menebus Joseph keluar dari tahanan, dan
membawanya kembali ke rumahnya seudiri, dengan alasan semua kamar yang
ada di penginapan sudah penuh disewa oleh pengunjung. Joseph tinggal di
rumah A&P sampai ia menemukan pekerjaan dan tempat tinggal sendiri. Jack
sungguh berterima kasih pada A&P, meski ia beranggapan bahwa perjalanan
panjang dari Pantai Virginia ke Woodstock merupakan perjalanan terpanjang
dalam hidup saudara kembarnya itu.
Baik Jack maupun Laurel telah belajar sejak awal, bersahabat dengan A&P
berarti tidak bisa menolak uang pemberian A&P. Tamu favorit mereka itu
sangatlah keras kepala, dan tidak akan mau mundur sampai mereka menuruti
kehendaknya, Meski begiru, A&P sama sekali tidak mengira bahwa Jack dan
Laurel
menyumbangkan uang yang ia berikan selama ini ke penampungan anak-anak
terlantar di bagian tenggara Kota Washington, D.C. Tanpa sepengerahuan A&P,
beberapa tahun belakangan ini, si Murah Hati Anna Belle sudah mendanai
kemajuan-kemajuan baru di dapur penampungan; juga memperbaiki sebagian
dari atap yang rusak; dan berandil dalam terbentuknya sebuah lapangan basket
baru Serta taman bermain yang dikelili lagi oleh pagar pengaman yang tinggi.
"Tentu saja kita akan mengatakan yang sebenarnya pada A&P. .. " ucap Laurel
enteng, " ... suatu hari nanti," Sebelum jack bisa memberikan reaksi pada
perkataan istrinya, kedua mata Laurel tiba-tiba terbelalak dan tubuhnya
bergoyang menyamping dan maju-mundur, kedua tangannya mencengkeram
dada.
"Sayang!" Jack mengangkat kepalanya untuk mencari tahu apa yang-sedang
terjadi, "Ada apa? Laurel? Duduklah dulu,"
www.ac-zzz.blogspot.com

Laurel bersusah-payah untuk duduk, namun jatuh bersandar di atas kayu yang
terpaku di kepala ranjang. "Aku ... tidak ... bisa ... napas ... dadaku ... telepon
... ," kata-katanya tak lebih dari hembusanr udara kosong,
Jack menoleh ke jendela dan memanggil-manggil A&P.
"Nyonya Prestwich, kemarilah! Kemarilah cepat! Tolong!'
Tapi A&P sudah memulai rutinitasnya berjalan-jalan di malam hari,
menyusuri,pinggiran sungai, menghitung bintang lewat refleksi cahaya yang
terbias di atas permukaan air,berarus lambat dan berbincang-bincang tencang
ilmu astrologi kepada Castro sambil menarik tali kekangnya.
"Ya Tuhan, tolonglah kami" teriak Jack, sementara napas Laurel menghantarkan
rasa sakit yang semakin jadi dan, kedua matanya terbelalak seolah ingin
berteriak, Jack menoleh ke arah wadah telepon cordless yang berada di atas
meja tidur di sisi Laurel.
Kosong.
"Tanganku, jack!" kedua mata Laurel bergerak mengikuti rasa sakit yang
menjalar dari dadanya ke lengan kirinya, kemudian ke pinggul dan kakinya.
"Jack," Entah bagaimana, terakhir kalinya ia menyebut nama suaminya itu
justru terdengar seperti permohonan maaf.
"Ya, Tuhan" panggil Jack sekali lagi.
Berusaha untuk duduk tegak, Jack berteriak kepada wanita di sisinya, "Laurel!"
Namun, mulut dan mata istrinya sama sekali tidak bergerak. Jack
menggerakkan kakinya melampaui sudut ranjang hingga kedua telapaknya
menyentuh lantai. Ia hanya bisa melangkah dua kali sebelum keseimbangannya
hilang lalu ia terhuyung jatuh. Ruangan di sekitarnya berputar hebat, Jack
berpegangan pada sebuah lampu yang terbuat dari tembaga. Begitu ia hendak
menyeimbangkan tubuhnya.Tudung lampu itu pun tumbang dan
menghempaskan tubuh Jack ke atasnya, Tudung lampu yang terbuar dari kaca
pecah berantakan di permukaan lantai, ditimpa lagi oleh berat badan Jack.
"Ya tuhan!Tolonglah kami, tuhan!' Jack terbaring menatap langit-langir, kedua
tangannya menggapai permukaan lantai. Kepalanya sakit. Air mata deras
mengumpul di matanya. Memiringkan kepalanya ke satu sisi, kedua matanya
menemui sebentuk plat mobil asal Tennessee yang terpajang di dinding kamar,
Perlahan-lahan, ruangan itu pun berhenti berputar, dan Jack berhasil
mengangkat tubuhnya sendiri kembali ke atas tempat tidur yang bingkainya
terbuat dari kayu. Posisi Laurel belum berubah, tetapi matanya kini terpejam.
Kedua lengannya terkulai di samping badan.
"Laurel?" Jack melarikan jemarinya ke atas pipi Laurel. "Sayang?" Sebelah
tanganya ia letakkan di atas dada Laurel yang kini tak bersuara. "Manisku,"Jack
melingkarkan kedua lengannya mengelilingi tubuh Laurel dan menariknya lebih
dekat. "Manisku," katanya lagi. Perlahan-lahan, .ia menggoyangkan tubuh
istrinya maju-mundur tanpa henti.
Beberapa saat kemudian, Jack meletakkan kepala istrinya kembali ke atas,
bantal dengan lembut, Lalu, dari laci paling atas meja yang berada di sisi
tempat tidurnya, ia mengambil sebentuk pena, secarik amplop yang sudah
terisi dengan beberapa lembar surat dan selembar kertas tulis berlogo Domus
www.ac-zzz.blogspot.com

Jeforson yang masih kosong. Beralaskan buku Alkitab versi King james, ia pun
mulai menulis:
l3 April 1988
Laurelku yang terkasih

Sepulub menit berlalu dan Jack sudah menyelesaikan surat yang tadi ditulisnya.
Bersamaan dengan surat-surat lain, ia pun menyegel surat yang baru saja ia
rampungkan ke dalam secarik amplop, dan di bagian luar amplop, ia menulis
catatan pendek, Dikuburnya tumpukkan surat-surar itu di dalam Perjanjian
Baru.
Setelah mengembalikan Alkitab yang ia gunakan sebagai alas menulis ke atas
meja tidur, ia bergeser mendampingi tubuh istrinya. Dengan hari-hati, .ia
meletakkan lengannya di bawah tubuh Laurel dan mereogkuhnya ke dalam
pelukan. Dibelainya tengkuk Laurel yang ditumbuhi helaian rambur halus
berwarna kecokelatan, Ialu membisikkan sesuatu ke telinganya yang masih
terasa hangat. Dikecupnya dahi Laurel.
Jack memikirkan putranya, Malcolm, dan berharap ia sanggup menghadapi hari-
hari yang akan datang.
Akhirnya, Jack menyerah ketika sakit kepala yang terakhir datang
menghantam. Dan ia terridur.
Pukul 9:04 kcesokan paginya, A&P yang khawatir karena tidak menemukan
sahabat-sahabatnya di ruang umum penginapan masuk ke dalam kamar
pasangan itu bersama Castor. Merekalah yang pertama kali menemukan Jack
dan Laurel terbaring damai dalam keadaan tubuh yang sudah dingin-
berpelukan.
KAMIS PAGI

Setelah menemukan tubuh Laurel dan Jack, pihak pertama yang dihubungi olen
A&P adalah tim paramedik, dengan permintaan untuk segera mengirimkan
mobil ambulans Sambil menunggu kedatangan mereka, ia menghubungi
Samantha-sayangnya, tidak ada' yang menjawab panggilannya-dan sederetan
nomor lain yang ia temukan tergeLetak diatas meja tulis Laurel, tidak jauh dari
ruang penerimaan tamu,
Di antara mereka yang dihubungi oleh A&P secara berurutan (sesuai dengan
yang tertulis di atas kertas) ada-lab penata rambut Laurel, Nancy Nighrbell.
"Siapa ini? Siapa yang meninggal? Ada orang meninggal?"
"Ini A&P."
"Tidak ada supermarket A&P di sekitar sini,"
"Bukan supermarket. Saya ini tetangganya keluarga Cooper, Anna Belle."
"Oh," Nancy menekankan nada suaranya seolah hendak mengatakan "aha!'.
"Tentu saja; wan ita yang kaya raya itu 'kan?"
"Ya, ya," A&P berseloroh, "Saya punya kabar buruk-"
"Sudah lama saya ingin bertanya," Nancy terus saya berbicara tannpa
mengindahkan perkaraan A&P. "Siapa sih yang menatra rambutmu?"
"Apa?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Rambutmu," ulang Nancy. "Siapa yang menatanya? Karena warnanya tidak


cocok menurut saya:"
"Saya-"
"Ah, tidak penting," Nancy menyahut seenaknya. "Kapan-kapan telepon saya,
ya?"
"Baiklah." Pembicaraan tersebur sangat sulit untuk diselesaikan, tetapi A&P
adalah orang yang tidak suka menyinggung perasaan orang lain. "Saya pasti
akan meughubungimu."
"Terus, kau tadi mengatakan bahwa ada seseorang yang meninggal?"tanya
Nancy sekali lagi.
"Keluarga Cooper."
"Jack Cooper? Ia meninggal? Semoga ia berisrirahat dengan tenang. Dia itu
orang baik, lho, Bolehkah aku berbicara dengan Laurel?"
"Nancy, dengarkan saya. Laurel juga sudah meninggal. Keduanya baru saja
meninggal."
"Dua-duanya?"
"ya..'"
"Jack dan Laurel? Keduanya meninggal?"
"ya keduanya meninggal semalam. Saya yang menemukan mereka pagi ini."
"Aduh, aduh." Nancy menghela napas panjang. "Saya akan segera ke sana, ya,"
Sebelum Nancy memutuskan sambungan telepon, A&P mendengarnya berteriak
kepada seseerang, "Ran¬dall! Aku butuh rumpangan! Matikan saja pertunjukan
gular di televisi, berhenri rnakan cokelarfitdge.dan cepar pakai celanarnu!"
Jika hari itu tidak dirundungi oleh kematian kedua sahabatnya, maka A&P akan
tertawa mendengar ocehan Nancy.
Selain Nancy, Anna Belle juga menghubungi seorang gadis berusia 15 tahun
yang bekerja di toko kelontong dan p0m bensin langganan keluarga Cooper;
pemilik toko susu dan keju; seorang wanita yang pernah menjual iklan
penginapan di Philadelphia; seorang bankir di Winchester Virginia; Pastur Aaron
Braithwaite dari gereja Kristen tanpa aliran yang kerap dikunjungi keluarga
Cooper di Pegunungan jackson, serta nomor tidak dikenal yang ternyata pernah
mendengar tenrang penginapan keluarga Cooper sambil menangis-hisreris,
wanita yang tidak dikenal itu berjanji untuk membawa makanan saat
menghadiri pemakaman Jack dan Laurel.
Orang terakhir yang dihubungi Anna Belle adalah Rain Jesperson, teman dekat
keluarga Cooper yang merangkap sebagai manajer Domus Jeferson. Anna Belle
tidak tahu bagaimana caranya mengabarkan kematian Jack dan Laurel kepada
Rain.
Tidak seperri Jack dan Laurel; Rain yang berusia 30 tahun adalah penduduk asli
Lembah Shenandoah. Kedua orang tuanya merupakan satu-satunya kaum hippie
yang ada di daerah tersebut.
Rain berbicara dengan logat kampung yang ringan dan menarik Rambutnya yang
berwarna agak pirang tergerai sampai pundak. Dengan tinggi tubuh lima kaki
lebih sedikit, tidak sulit bagi Rain untuk berbaur di tengah kerumunan orang
banyak.
www.ac-zzz.blogspot.com

Namun, Rain. Jesperson memiliki suatu keunikan yang tidak dimiliki orang lain,
matanya yang berwarna hijau dan mulus.
Rain dibesarkan di kora Strasburg, terletak di Rute Utara 11, hanya berapa kota
jauhnya dari DomUs jefferson. Selepasnya dari sekolah mengalir, ia menimba
ilmu periklanan di Universitas James Madison, yang jaraknya tidak sampai satu
jam dari kora Harrisonburg.
Tidak seperti teman-temannya yang memilih pindah ke kota-kota besar yang
terletak di sepanjang Rute 1-95 seperti Richmond, Baltimore, atau New York
City, Rain bersikukuh mempertahankan tempat kelahirannya .. Ia bahkan tidak
memiliki hasrat sama sekali untuk meninggalkan daerah yang dianggapnya
sebagai rumah.
Rain yalkin ia bisa merealisasikan semua impiannya di antara gugusan bukit
yang mengelilingi Lembah Shenandoah, tidak hanya di kota-kota besar,
Bayangannya tentang masa depan belum berubah sejak dulu, saat ia masih
sering membaca kisah Cinderella di malam hari.Ia membayangkan seorang
suami, anak-anak; pagar kayu berwarna merah jambu, bukan putih. Terutama,
ia membayangkan ketenteraman. Rain percaya impian-impian itu akan
mengikutinya, dan bukan sebaliknya.
Teleponnya berdering sebanyak empat kali di dalam rumahnya yang tersusun
dari batu bata merah.
"Rain!" bisik A&P.
"Ini aku, A&P, menelepon dari penginapan."
"Hey A&P,bagaimana kabarmu? Apa kau memperhatikan bahwa aku sudah
membeli susu organik berlemak rendah seperti yang kauminta? Apa kau sudah
makan?"
"Ya, aku sudah melakukan semua itu. Tapi aku-"
"Kami sedang kehabisan roti gandum yang kau suka, aku tahu. Nanti aku juga
akan ke sana, kok. Laurel memberi izin kepadaku untuk masuk agak siang,
karena sampai jumat malam hanya kau yang menginap."
"Rain, sebaiknya kau segera datang. Sesuatu telah terjadi."
"Jack?" tanya Rain, meski ia tidak menunggu jawaban dari Anna Belle. "Sesuatu
pasti telah terjadi pada Jack. Oke, aku,aku pasti sampai di sana lima menit
lagi. Duh, pantas saja aku merasa tidak enak saat meninggalkan penginapan
kemarin sore." Air mata Rain berkumpul di sudut mata. Katakan pada Laurel
bahwa aku akan segera datang. Terima kasih, Anna Belle, maaf kau harus
meneleponku dengan kabar buruk ini."
"Rain?" A&P merasa mual.
"Ya?"
"Tidak apa-apa. Sampai jumpa sebentar lagi." .
Sepuluh menit kemudian mobil yang dikendarai Rain berhenti di depan Demus
Jefferson. Beberapa mobil polisi dan sebuah ambulans terparkir di pelataran
berbaru yang sempit, menghadap ke berbagai arah menuju pintu mas we. A&P
menangis saat ia melihat sosok Rain mendekat, berita buruk yang tadi belum
tuntas ia sampaikan lewat telepon duduk seperti batu besar di dalam perutnya.
Ia menemui Rain di gerbang utama dan segera merengkuh tubuh mungil itu ke
dalam pelukannya.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Oh, Anna Belle, tidak apa-apa, Jack sudah bebas sekarang, sshhh." Kedua mata
Rain dibasahi oleh air mata.
A&P menarik dirinya dari pelukan Rain, menatap ke matanya yang hijau
berkilauan terbasuh air. "Laurel juga telah pergi."
Kedua lengan Rain mendadak jaruh dari pundak A&P. ''Apa maksudmu, pergi?"
"Meninggal," A&P tersedak, "Laurel juga meninggal."
Rain buru-buru berlari melewati pagar kayu dan menelusuri jalan setapak yang
terbuat dari batu-batu besar menuju tangga kscil serta beranda yang
membatasi pintu utama penginapan. Ia tidak mengindahkan kerumunan orang
yang sedang berpelukan dan menangis di taman, atau di beranda.
"Laurel?" Rain memanggil sekuat tenaga saat ia menapak di dalam ruang
tengah. Dua orang polisi dan seorang laki-laki yang mengenakan jas berdiri
sambil menyandarkan tubuh mereka di dinding, berbicara dalam nada suara
rendah. "Laurel?" Rain berlari menaiki tangga, tidak mengindahkan seorang
pollsi yang berada di hadapannya.
"Nona jesperson, tolong turun 'ke bawah." Polisi itu mencekal lengannya
kemejanya, tetapi Rain tidak peduli. Ia terus saja melangkah dan membuka
pintu kamar utama. Di dalamnya, seQrang wanita sedang mengambil foto-foto
dokumentasi lampu yang rusak serta tudungnya yang berantakan. Selembar
kain putih menutupi rimbunan di tengah ranjang.
"Rain'." A&P berdiri di ambang pintu, bertutur dengan suara lembut dan
terkendali. "Mereka berdua meninggal semalam."
"Laurel juga? Kok bisa? Kecelakaan?" Kedua lutut Rain terasa lemas. Saat ia
hendak duduk di kursi yang terletak di balik pintu kamar, seorang fotografer
lepas yang bertugas memotret lokasi kejadian tiba-tiba saja menghampiri.
Forografer tersebut memohon maaf dua kali sebelum meminta Rain dan A&P
untuk meninggalkan kamar tidur Jack dan Laurel.
Tidak lama setelah itu, di dalam dapur penginapan, A&P rnencerirakan kepada
Rain perihal kcjadian yang dialarrunya cadi pagi.
'Aku tidak percaya ,"tukas Rain, meski dalam hati kecilnya ia tahu bahwa A&P
tidak berbohong.
"Tim paramedik belum bisa menentukan seedit teks bu nora
http://ebukita.wordpress.com pasti meninggalnya Laurel, tapi ada
kemungkinan ia terkena stroke atau serangan jantung sesaat sebelum tidur.
Menurut perkiraanku, Jack berusaha untuk menolong istrinya, hanya saja, ... ia
terlambat. Kau sendiri tahu penderitaan Jack selama ini, bahkan semalam ia
pamit untuk tidur lebih cepat dari biasanya. Kurasa dengan kepergian Laurel,
secara otomatis, ia pun berhenti hidup-kau mengerti maksudku?"
Rain menganggukkan kepalanya, meneguk air dalam gelas yang digenggamnya.
"Mereka meninggal di atas tempar tidur, terbaring dalam pelukans atu sama
lain, dan tampak begitu bahagia." A&P menyeret kursi duduknya agar lebih
dekat dengan Rain. "Mereka seperti foto yang sering kulihat terpasang di kartu-
kartu ucapan. Kautahu . kan apa yang kumaksud? Kartu-katu ucapan Hallmark
yang menampangkan foto pasangan yang sedang jatuh cinta dalam nuansa
hitam-putih, dengan halaman kosong di bagian tengah kartu supaya kita bisa
menulis pesan kita sendiri? Coba sekali-sekali kauperhatikan wajah-wajah di
www.ac-zzz.blogspot.com

dalam foto-foto tersebut seolah tidak ada satu hal pun yang salah dalam hidup
mereka. Seolah mereka siap kapan saja dunia akan kiamat. Ekspresi macam
itulah yang kutemui di wajah Jack dan Laurel saat kutemukan mereka pagi
tadi. Wajah Jack begitu tampan, nyaman dan damai." ia berhenti sebentar,
melemparkan pandangannya ke jendela, "Seandainya saja Alan meninggal
seperti itu.'
Kedua wanita yang sedang duduk berdampingan dan dirundung kesedihan itU
perlahan-lahan muLai menerima kenyataan pahit meninggalnya dua sahabat
mereka. Tatapan mereka berkelana melampaui jendela dapur, hilang di antara
kerumunan manusia di halaman depan penginapan, Sementara kedua mata Rain
menyelubungi tubuh-tubuh asing milik orang-orang yang sedang berkabung,
pikirannya tertuju pada Malcolm Cooper.

"AAyah dan Ibu sudah meninggal."


"Apa?Sammie?" Malcolm berteriak kepada telepon satelit miliknya.
"Mereka sudah pergi, Mal." Samantha, adik perempuan Malcolm, mengulang
perkataannya tadi seraya menggapai sebuah revolver Magnum berkaliber .357
yang tergeletak di atas meja dapur. jemarinya yang kuat dan kapalan memutar
tabung silinder revolver, sementara di telinganya tersangkut sebuah gagang
telepon dinding berusia 76-tahun yang terbuat dari kayu .
Samantha berbicara dengan nada tegas, meski ia agak lelah setelah sepagian
mengurusi pemindahan jenazah kedua orang tuanya dari penginapan ke kamar
jenazah kabupaten. Ia tidak punya pilihan lain kecuali menyaksikan tubuh ayah
dan ibunya dimasukkan ke dalam kantong hitam, diusung keluar dari DomU5
jefferson dan pada akhirnya dibawa pergi oleh kereta jenazah.
Matanya menangkap bentuk kursi tinggi yang empuk di hadapannya, setengah
tersembunyi di bawah meja panjang yang melintang di sisi lain dapur, Dapur
tersebut memiliki ukuran yang sungguh di luar batas normal, pikir Samantha,
dan setiap perabotan berdiri bagai pulau-pulau kecil di tengah lautan luas.
"Bagaimana Sammie? Bagaiman mungkin mereka pergi begiu saja?"
"Ibu terkena serangan jantung, Mal, dan Ayah pergi mengikutinya. Semua itu
terjadi semalam, entah pukul berapa."
Malcolm menatapi seekor monyet sapajou yang sedang minum dari pinggiran
sungai. Monyet jenis ini memiliki bulu berwarna gelap di sekitar tubuh, lengan,
dan kaki; serta bulu berwarna terang di sekitar kepala, leher dan dada. Dari
sudut matanya, Malcolm juga melihat bayangan seekor ular sepanjang dua
belas kala merayap di' atas permukaan air tidak jauh dari moyet tadi.
"Jadi Ibu sudah meninggal?"
"Ya."
"Dan Ayah juga?"
'Beliau mengidap kanker, Malcolm."
"Aku tidak tahu itu," ujar Malcolm pelan. Ia memindahkan telepon satelit-yang
digenggamnya dari satu telinga ke telinga lainnya, dan melemparkan
pandangannya ke arah langit barat. Pepohonan dan akar-akar hijau mencuat
tinggi, menggapai langit yang melindungi hutan serta Sungai Amazon di daerah
Manaus, Brazil. Dengan sekali dayung, Malcolmn pUn mulai menahkodai perahu
www.ac-zzz.blogspot.com

yang ia tumpangi melalui perairan berlumut, Bak pendayung profesional,


Malcolm memutar sudut dayungnya secara vertikal sementara perlahan-lahan
membawa perahu berwarna perak, berukuran empat belas kaki, dengan dasar
yang rata kembali ke tengah sungai terpanjang di dunia, Matanya basah oleh air
mata untuk mendiang sang ibu.
"Aku akan pulang katanya kepada Samantha.
"Benarkah?" tanya adik perempuannya itu, setengah tidak percaya.
"Berikan aku satu-dua hari untuk perjalanan ke sana."
"Kau yakin, Malcolm? jika kau yakin, maka kami harus memberitahukan
kedatanganmu pada Nathan."
"Aku yakin. Aku pasti datang," desak. Malcolm. "Tunggu sampai aku tiba, ya."
"Baiklah."
"Aku sangat berduka cita, Sam."
"Aku juga," bisik Samantha.
"Maafkan aku karena tidak ada di sana sekarang," Malcolm nyaris tersedak oleh
kata-katanya sendiri.
"Tidak apa, Mal, kau melakukan apa yang harus kaulakukan. Tidak apa-apa."
Malcolm menarik napas dalam-dalam sebanyak tiga kali.
"Aku sayang padamu. Kautahu itu 'kan, Dik?"
"Aku tahu. Aku juga sayang padamu."
"Apa kau menyayangi dirimu sendiri?"
"Oh,hush." Samantha tersenyum untuk pertama kalinya sejak ia mendengar di
radio polisi tentang dua jenazah yang ditemukan di Domus Jefferson.
Samantha menarik tuas telepon untuk memutuskan sam¬ungan dan
menghubungi nomor lain. "Dia sedang dalam perjalanan kemari," katanya
kepada kakak sulungnya, Matthew.
"Dari mana?"
"Entahlah." Samantha menghela napas. "Dari alam, mungkin."
"Berapa lama sebelum ia tiba?"
"Katanya dua hari."
"Kalau begitu ia masih ada di Brazil." Matthew berhenti berbicara sejenak, lalu
bertanya, "Bagaimana reaksinya?"
"Sunyi."
"Sudah kutebak,"
Baik kedua orang tuanya, maupun Matthew dan Samantha, sudah hampir
setahun ini hilang komunikasi dengan Malcolm. Sesekali selembar kartu pos
datang dari lokasi terpencil di Amerika Selatan,yang merupakan satu-satunya
bentuk komunikasi pilihan Malcolm sejak ia meninggalkan Woodstock dua tahun
sebelumnya, Terakhir kali ia menelepon ke rumah adalah beberapa hari setelah
ia menerima paket kiriman ibunya yang dialamatkan ke sebuah apartemen di
Sere Lagoas, Brazil. Paket itu berisi kue-kue kering, sepucuk surat dari Rain
yang disimpan Malcolm namun tak pernah ia baca, dan sejumlah uang tunai
dari A&P yang disembunyikan di dalam sepasang kaus kaki panjang. Malcolm
menggunakan uang tersebut untuk membeli penyaring air yang terbuat dari
tanah liat, sepatu anak-anak, dan beberapa buku gambar.
www.ac-zzz.blogspot.com

Paket yang dikirim Laurel juga menghantarkan sebentuk telepon satelit


berharga mahal. Selembar kertas post-it terekat pada buku manual yang
disertakan. Tulisan tangan ibunya berbunyi."jaga dirimu. Hubungi kami jika kau
sudah siap." Malcolm mengikuti saran ibunya dan menelepon, tetapi
pembicaraan pertama mereka dengan cepat berakhir saat Laurel memohonnya
untuk kembali.
Laurel sempar menyesal karena tidak sempat memberitahukan Malcolm bahwa
ayahnya sedang sekarat, Malcolm membawa telepon satelit pemberian ibunya
ke mana pun ia pergi, namun jarang sekali diaktifkan.
"Bagaimana daftar orang-orang kenalan Ayah?" Samantha bertanya pada
Matthew.
'Beres,aku sudah menelepon semua orang. Ada tiga atau empat nama yang
tidak aku kenal, tapi A&P membantuku menemukan beberapa nomor, Mudah-
mudahan mereka semua bisa datang ke pemakaman."
"Aku juga berharap begitu."
"Oh," Matthew tiba-tiba teringat, "Bibi Allyson menghubungiku kembali. Beliau
tidak bisa mendapatkan kursi penerbangan dari Las Vegas sampai Sabtu sore."
"Aku tidak sabar bertemu dengan beliau. Ya ampun, sudah lama sekali aku tak
melihatnya!"
"Baru dua tahun, Beliau datang untuk merayakan ulang tahun, pernikahan Ayah
dan Ibu yang ke-35, ingat?" Matthew terdiam sesaat. "Apa masih belum ada
kabar dari saudara Ayah?"
"Beliau itu paman kita," jawab Samantha, tidak menutup¬nutupi
kegusarannya .. "Dan memang belum ada kabar dari beliau. Aku meninggaLkan
pesan pada petugas pengawasnya di St. Louis."
"Jangan salahkan aku, Dik, tapi aku takkan heran jika beliau tidak datang.
Kedatangan Malcolm saja sudah cukup menegangkan."
"Mungkin." kata Samantha. "tapi beliau tetap harus dikabari."
"Baiklah, Coba terus kalau begitu."
Samantha tahu apa yang akan mereka bahas selanjutnya.
"Kau sudah menelepon Nathan?" tanya Matthew.
"Kau kan tahu hal itu tidak mudah dilakukan."
"AkU tahu, Sam, tapi dia adalah Jaksa Penuntut Umum di sini. Dia harus tahu
Malcolm berencana,untuk pulang, Atau kau ingin minta bantuan Rain untuk
menyampaikan berita ini padanya."
"Kurasa boleh juga." Samantha menyarungi senjata api miliknya .. "Tapi
kejadian ini membuat Rain terpukul, Matt. Sangat terpukul."
"Sudah kuduga," balas Matthew, "Dia sudah datang?"
"Ia tiba beberapa saat yang lalu. Sekarang ia ada di luar bersama Anna Belle
dan para tetangga."
"Aku merasa kasihan pada Rain. Dia itu sudah seperti keluarga kita sediri."
"Ya."
"Sampaikan padanya ucapan terima kasihku atas semua bantuannya, ya? Aku
harus segera terbang ke Dulles. Nanti aku akan menyewa mobil dan berkendara
dari bandera ke penginapan. Aku akan tiba sekitar pukul lima atau enam sore."
"Apa Monica ikut?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Tidak bisnisnya sedang ramai dan ia tidak bisa meninggalkan pekerjaan."


"Tidak bisa pergi sebentar saja?"
"Tidak."
"Aku turut sedih mendengarnya, Matt. Apa semua baik-baik saja dengan kalian?"
"Oh, ya, tentu saja, Kautahu sendiri bagaimana sifat Monica meski ia datang, ia
pasti hanya bisa memikirkan klien¬kliennya sepanjang waktu. ia melakukan
usaha ini dengan sungguh-sungguh. servis 24 jam, kautahu-lah. Dan karena
semua ini baru untuknya, jadi ia cukup stres, la benar-benar kewalahan."
"Matt. dia itu kan pelatih pribadi-"
"Pelatih kesehatan," Matthew mengoreksi.
"-Terserah lah, Dia pasti bisa menyisihkan sedikit waktu. Kau juga tahu itu,
Kaubutuh dia sekarang."
"Tidak apa kok, Sam. Sungguh. Lagipula, kami sudah menjadwalkan pertemuan
dengan seorang-pakar adopsi yang pernah kuceritakan padamu dan juga
seorang wanita hamil lainnya di newark akhir minggu ini. Aku punya perasaan
kalau kali ini kami akan berhasil. Jadi, Monica tidak mau melewatkan
pertemuan tersebut. Waktunya tidak tepat baginya untuk datang."
"Jangan lupa menyampaikan itu kepada Ibu dan Ayah. Mereka seharusnya
meninggal dua minggu dari sekarang, saat Monica punya cukup waktu untuk
datang melayat." Suara Samantha meninggi dan memecah. "Maafkan
kelancanganku, Matt. Aku senang akan segera berjumpa denganmu."
"Begitu pula aku, Sam. Maafkan aku karena adak ada di sana bersamamu
sekarang.
Samantha mengangguk."Aku tahu." Air matanya mengalir.
"Sam?"
"Kita pasti bisa melewati ini bersama."
"Kuharap begitu."
"Sam?"
"Ya, Matt?"
"Jangan lupa bicara dengan Rain."
Samantha menghela napasnya. "Baiklah.'
Edit teks bu nora
http://ebukita.wordpress.com4
KAMIS MALAM

Boa tarde," kata Malcolm pada seorang wanita muda yang duduk di balik meja
tiker berlogo Penerbangan Brazil, TAM Airlines.
"Boa tarde. senhor" Selamat siang, Tuan.
"Eu preciso passage para Washington. D. c." Saya ingin memesan satu tiket ke
washington, D.C.
"Fala ingles?" tanya wanita muda berambut cokelat brunette itu. Apakah Anda
bisa berbahasa inggris?
"Tentu saja. Apa saya terlihat seperti orang Amerika?" Malcolm melarikan
jemarinya ke janggut kasar yang melekat di sekitar wajahnya. Kulitnya
berwarna kecokelatan dan terlihat keriput karena sudah berbulan-bulan tinggal
www.ac-zzz.blogspot.com

di pedalaman Amazon. Kedua matanya agak kemerahan dan terasa perih,


Rambutnya dibiarkan memanjang sampai sebatas pundak.
''Ya, Tuan." Wanita muda itu tersenyum, memamerkan deretan gigi putih
cemerlang, membuar kompleksi kulit wajahnya yang sedikit gelap terlihat
mencolok. "Anda perlu bepergian ke Amerika Serikat, Hari apa?"
"Secepatnya,hari ini, kalau bisa."
"Penerbangan terakhir menuju Miami akan berangkat dalam waktu dua puluh
lima minutos ... menit, maksud saya ... tapi Anda tidak akan bisa melewati
gerbang imigrasi dalam waktu sesingkat itu.
"Bagaimana dengan penerbangan menuju los Angeles?" "Malam ini? Tidak
ada."wanita muda tersebut menggengkan kepalanya. "Tolong tunggu sebentar."
Ia dengan cekatan menyelipkan juntaian rambutnya ke belakang telinga.
Malcolm tidak sengaja menilik dua tanda lahir yang sebelumnya tersembunyi di
dekatr bagian atas lehernya, di bawah rahang dagu, sejajar dengan telinga
kanannya.
Si petugas penerbangan dengan cepar mengerukkan jemarinya yang lentik ke
atas panel keyboard kuno berwarna krem. "Kami bisa menerbangkan Anda ke
Rio De janeiro, lalu Anda transit di sana sambil menunggu penerbangan
berikutnya ke Miami. Dari Miami.Anda akan naik penerbangan berikutnya
menuju bandara Dulles di Washingcon, D.C. Itukah tujuan terakhirAnda?"
"Tujuan saya cukup dekat dari situ."
"Anda ingin ke Virginia, correto?" tanya si wanita muda. "Apakah Virginia
tempat yang indah?"
Apa?" Malcolm balik bertanya, seolah tidak menyimak.
"Maaf;" kata si wanita muda, tersipu malu. "Saya boleh 'mengonfirmasi
penerbangan ini untuk Anda? Anda akan tiba di Washington dua jam lebih awal
Jika mengambil penerbangan ini, dibanding apabila Anda mengambil jadwal
penerbangan pertama besok pagi."
,Hanya dua jam perbedaannya?"
"Sim. Hanya dua jam."
Malcolm mengagumi wajah wanita muda di hadapannya yang begitu muda dan
polos. Cahaya remang-remang yang membanjiri ruangan tempat mereka berada
mungkin membuat orang-orang di sekitar mereka tidak nyaman, tetapi bagi
wajah malaikat asal Brazil yang sedang dipandanginya cahaya itu membuar
kulit si wanita berkilauan.
Malcolm menebak-nebak dalam hati usia si wanita muda itu, dan tebakannya
mengarah pada angka 21 atau 22. Meski ia sering digoda oleh lusinan wanta
selama masa tinggalnya di 'Brazil, suara ibunya yang terdengar amat religius
dan khawatir, serta bayang¬bayang Rain yang menyesakkan kepalanya,
membuat Malcolm enggan mengikuti hasratnya untuk jatuh ke dalam godaan-
godaan tersebut.
Dirasakannya lagi pukulan dalam dada yang kian. menggebu, mengingatkannya
bahwa kedua orangtuanya telah pergi, dan rasa kehilangan itu diikuti oleh
suaru sensasi lain yang menjeratnya ke dalam dunia baru,dunia di mana ia
terlahir tanpa tujuan,
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm masih menatapi wajah muda di depannya, Wanita muda itu,sama


cantiknya seperti wanita-wanita lain yang ia temui di Brazil. Tanpa pikir
panjang, ia mencondongkan tubuhnya lebih dekat. "Bagaimana dengan Rencana
B?'
"Rencana B?rencana apa?"
"Rencana B. Aku tetap di sini sampai jam kerjamu berakhir, Lalu, aku
mengajakmu makan mala ,kita bisa berjalan-jalan, ditepi sungai, dan kau boleh
mengucapkan selamat tinggal padaku pada pukul"-Malcolm mencondongkan
tubuhnya lebih jauh melewati meja tiket dan menolehkan kepalanya untuk
mencuri pandang ke arah layar moniror komputer-"pada puku1 7:32 pagi, saat
aku harus menumpang penerbangan 2122 menuju Miami."
Wanita muda itu tersenyum dan dengan hati-hati melirik ke arah kiri dan
kanan. "Ya, Tuan. Saya pikir, saya suka dengan Rencana B ini."
"Kalau begiru, tolong segera dikonfirmasikan tiketnya." Malcolm balas.'
tersenyum, menyerahkan segepok mata uang Brazil, reatis, dari dalam taS
ranselnya.
Si wanita mengecek kembali paspor milik Malcolm dan memberikan sebentuk
folder kecil berisi lembaran tiket, uang kembalian, bon pembelian, dan
forrnulir imigrasi. "Nama saya Ana Paula," bisik si wanita muda, meregangkan
lengannya di atas meja tiket,
"Malcolm. Prazer ern conbece-la" ia menjabat tangan Ana Paula dengan dua
tangan.
"Saya juga senang berjumpa dengan Anda." Ana Paula menoleh dap melihat
bahwa atasannya sedang mengawasi dari jauh, waswas terhadap orang Amerika
yang tampak tertarik kepada pegawai barunya, "Jam kerja saya berakhir pukul
sepuluh nanti malamn. Saya akan menemui Anda di tempat antrean raksi."
"Pukul sepuluh,' Malcolm mengulang perkataan Ana Paula lengkap dengan aksen
Portugis yahg kental.
"Siapa berikutnya?" Ana Paula memanggil seorang wanita gemuk berkebangsaan
Italia yang sedang menunggu di antrean di belakang wanita itu, Malcolm
menghilang dan mulai menghabiskan waktu sampai ia bisa bertemu lagi dengan
wanita cantik asal Brazil tadi.
Beberapa menit lewat pukul sepuluh malam, Ana Paula muncul di tempat
antrean taksi di luar terminal bandara seperti yang telah dijanjikan.
Malcolm duduk di atas kursi kayu sambil mengutak-atik telepon satelit dalam
genggamannya. Ia menyaksikan sejumah supir taksi berebutan untuk
mendapatkan penumpang kulit putih. Mendadak Malcolm merasakan kram
ringan di perutnya.
Ana Paula mengenakan celana pendek tipis berwarna merah muda, atasan
berwarna putih dan tas kuning. Rambutnya yang berwarna hitam pekat tumpah
di atas pundaknya yang mulus dan bundar,
Malcolm menatap tanpa henti, mulutnya sedikit menganga. Aku mungkin tidak
akan pernah kembali ke tempat ini, pikirnya.
"Oi."
"Hello," jawah Ana Paula.
www.ac-zzz.blogspot.com

'jadi, yang manakah yang lebih disukai oleh si Cantik Ana Paula,bahasa Inggris
atau Portugis?"
Sejujurnya? Aku lebih suka bahasa lnggris. Biasanya aku tidak pernah bisa
berlatih. Di malam hari, aku sekolah, tetapi tidak banyak teman-temanku yang
bekerja di bandara ini yang bisa berbahasa Inggris dengan baik. 'Meski begitu,
mereka selalu merasa mampu berbahasa Inggris karena' mereka bisa
mengucapkan Mac Donalds dan Pizza Hoot. Tapi menurut saya itu tidak
menunjukkan apa-apa."
"Ha!" Malcolm menyelami kedua mata Ana Paula. "Kau benar," Ia membungkuk
dan menyandangkan ransel besar yang tergeletak di atas tanah. "Ayo makan."
"Mac Donalds?"'tawa Anna Paula.
" Feijoada."
"Serio?"
"Serio. Itu mungkin akan jadi makanan Brazil terakhirku untuk beberapa
waktu."
"Oh?"
"Tapi setidaknya, aku ada di sini malam ini."
Senyum Ana Paula kembali mengembang. "Kalau begitu kita panggil taksi. Kita
bisa pergi ke restoran tepi sungai di Hotel Tropica. Kau pernah ke sana?"
"Belum pernah, tapi apa mereka menyajikan feijoada?"
Ana Paula terkekeh lagi. "Aku yakin mereka menyajikan feijonda, ya. Restoran
ini adalah salah satu yang terbaik di Manaus."
Malcolm meraih tangan Ana Paula dan menggiringnya mendekati sebuah taksi.
Menyelak di depan pasangan asal Amerika yang sudah lanjut usia, ia segera
menduduki kursi penumpang di belakang sambil menenteng tas ranselnya,
Dengan terburu-buru, ia menarik Ana Paula ke atas pangkuannya.
'Hotel Tropica." seru Malcolm kepada sang sopir, merasakan taksi yang mereka
tumpangi bergerak pergi.
Pada pukul 11.15 malam,feijoada disajikan di atas meja mereka. Masakan itu
merupakan khas Brazil,sup daging yang dicampur dengan kacang-kacangan
serta sayur-sayuran hijau. Kaki, telinga, serta hidung adalah bagian yang paling
disukai para penggemar sup tersebut, Sup yang disajikan malam itu merupakan
sisa dari paket makan siang sebelumnya, dihidangkan kembali untuk Malcolm
setelah ia menjanjikan tip yang sangat besar bagi pelayan dan koki restoran.
Jam-jam berikutnya, dua sejoli Amerika-Brazil terlibat dalam pembicaraan
serius tentang impian Ana Paula untuk sekolah di Amerika Serikat dan pesta
kejutan di hari ulang tahunnya baru¬baru ini, merayakan usianya yang ke-18.
Pada pukul 01:30 pagi, Malcolm sudah menceritakan kepada Ana Paula
mengenai alasannya kembali ke Virginia dan setumpuk masalah yang sedang
menunggunya di sana. Ia bahkan bercerita tentang novel yang sudah bertahun-
tahun ini masih dalam proses penulisan. Ia juga menjelaskan bagaimana ia
berencana untuk merayakan kesuksesan novel tersebut pada malam buku
pertamanya masuk ke dalam daftar best-seller di koran New York Times.
Tentunya, setelah novel itu rampung
www.ac-zzz.blogspot.com

Satu-satunya hal yang tidak ia ceritakan kepada Ana Paula adalah bagaimana
wanita muda itu telah membantunya menghapuskan bayang-bayang Rain dari
dalam pikirannya.
Sementara itu, menggunakan jari telunjuk, tengah, dan manisnya, Ana Paula
menggambar angka delapan imajiner di bawah lengan Malcolm yang tidak
tertutup kain pakaian, terpampang di atas meja bertaplak krem, Dari wakru ke
waktu, Malcolm berusaha untuk melupakan kematian orang tuanya agar ia bisa
menikmati sentuhan Ana Paula.
Sekitar pukul 02:30 pagi, di dalam sebuab bar yang tidak jauh dari restoran
bintang empat tempat mereka menyantap makan malam pasangan itu
menghabisi botol anggur ke dua. Seorang petugas 'yang sedang membersihkan
lantai bolak-balik menyeret tungkai pelnya di sekitar mereka.
Ana Paula mencondongkan tubuhnya ke arah Malcolm dan membisikkan
sesuatu, Bibirnya meuempel cukup lama di telinga Malcolm. Harum tubuhnya
membuat Malcolm mabuk kepayang,meski ia kenal harum itu, Tapi saat ia
menatap ke dalam mata berwarna cokelat nan indah milik Ana Paula ia justru
melihat bayangan orang lain di sana.
"Aku tidak bisa," jawaban Malcolm mengejutkan keduanya. Pada pukul 07:00
pagi, walau telah menolak kecantikan wanita Brazil yang menemaninya
menghabiskan waktu semalam suntuk, Malcolm menumpangi pesawat 2122
dengan kepala yang penuh akan wejangan ibunya dan d.ada yang sesak akan
rasa bersalah.

JUMAT PAGI

Dalam perjalanan menuju Miami, Malcolm duduk termangu menatapi


bayangannya sendiri yang terpantul di permukaan jende1a pesawat. Pada
pantulan yang sama, ia menemukan ibunya, Laurel. yang sedang berdansa
sendirian di tengah-tengah ruang tamu. Kedua orang tuanya baru saja
diresmikan sebagai pemilik Domus Jefferson dan sesuai dengan keinginan Jack-
seriap jengkal penginapan tersebut dilapisi oleh cat berwarna putih. Saat itu
musim panas tahun 1963. Malcolm berusia tiga belas tahun.
Tidak jauh dari ruang ramu tempat Malcolm menyaksikan ibunya berdansa,
Matthew. kakak sulungnya, sedang berdebat dengan ayabnya perihal untung-
rugi menjalankan bisnis penginapan dan membandingkannya dengan jabatan
Jack sebelumnya sebagai Kepala Dinas Perbaikan di Universitas Virginia.
Marthew mengethui bahwa jabatan ayahnya di universitas bukan sesuatu yang
bisa dibanggakan. namun setidaknya Jack bisa mendapatkan gaji bulanan yang
memadai dan penghargaan yang tidak kecil dari Universitas Virginia atas
pengabdiannya selama 22 tahun. Teman kerja Jack di sana sering menjulukinya
sebagai Jack Barry, karena kemiripannya dengan pembawa acara Twenty-One
dan karena kesenangannya memecahkan teka-teki.
"Kau pasti Kepala Dinas Perbaikan paling pintar di seluruh universitas nasional,"
ujar teman-temannya suatu hari. "Seharusnya kau mengepalai dinas di Yale.
Kau adalah tukang bersih-bersih dengan kermampuan baca tertinggi di seantero
www.ac-zzz.blogspot.com

Amerika." Mereka menggodanya, Jack tertawa mereka menggodanya lag; dan


Jack hanya tersenyum.
Selama sepuluh tahun, Jack dan Laurel diam-diam menabung demi
merealisasikan impian mereka untuk membeli dan menjalankan bisnis
penginapan. Tapi, mereka membayangkan bahwa mimpi itu tidak akan menjadi
kenyataan sampai anak-anak mereka sudah dewasa dan mampu mencari
tempat tinggal masing¬masing. Namun, sebuah warisan bernilai besar tiba-tiba
dilimpahkan kepada mereka, dari paman Jack yang sedang sekarat di Kota
Pittsburg. Dan rezeki yang tidak disangka itu pun menjadi batu loncatan bagi
pasangan Jack dan Laurel untuk merealisasikan semua rencan-rencana
terpendam mereka.
Dengan uang hibahan paman Jack, mereka menyewa sebuah apartemen untuk
tempat tinggal joe saudara kembar Jack. Mereka juga membayarkan uang sewa
apartemen selama enam bulan pertama dan memberikan beberapa ribu dolar
kepada Joe untuk menyokong biaya hidupnya sampai ia menemukan pekerjaan
baru.
Beberapa minggu sebelum pasangan Cooper membeli Domus JeffersoJ!, Joe
dipecat dari pekerjaannya sebagai ahli pertamanan di Kabupaten Albemarle.
Sepertlnya, orang-orang di kabupaten tersebut tidak suka kebiasaan Joe
mengendarai mesin pemotong
rumput sejauh empat mil ke tengah kota untuk mengonsumsi bir segar saar jam
makan siang.
"Anda ingin minum Tuan?" SUara lembut pramugari yang mendadak hinggap di
telinga Malcolm menariknya dari lembah masa lalu yang sedang ia selami.
Malcolm menggelengkan kepalanya sebagai balasan, dan menutup tirai jendela
pesawat seolah unruk mengenyahkan bayangannya sendiri.
Malcolm bukan orang yang mudah tidur. Ia mematikan lampu kabin,
menyandarkan kepalanya ke jendela, dan memejamkan matanya rapat-rapat,
Dalam bayangannya, ia melihat Samantha, adik perempuannya yang rewel.
Masih di dalam bayangan yang sama, Samantha sedang membaca buku teks
karya Shakespeare di beranda depan rumah seraya memperkirakan berapa lama
lagi ia harus menunggu sebelum ia boleh meminta izin lagi kepada orang tuanya
untuk menelepon ke luar kota.
Di usia yang ke-10, Samantha merasa sangat kesal karena harus dipisahkan dari
teman-temannya di Kota Charlottesville, mengikuri kepindahan keluarganya ke
Lembah Shenandoah di Virginia.
"Charlottesville memang tempat yang membosankan," gerutu samantha pada
kedua orang tuanya, "tapi tempat ini jauh lebih sepi, dan karenanya cukup
menyeramkan bagiku."
Selang beberapa waktu, Samantha akhirnya membiasakan diri diwoodstOck dan
menemukan sejumlah temnan baru. Meski begitu, ia tetap saja rindu akan
kehidupan yang ia tinggalkan di Kora Charlottesville, sebuah kora nyentrik yang
dibangun oleh Thomas Jefferson.
Satu-satunya hal yang membuatnya betah adalah pondokan kecil tempat ia dan
Malcolm tinggal sampai mereka menyelesaikan pendidikan menengah ke atas,
terletak tidak jauh dari penginapan yang dikelola oleh orang tua mereka.
www.ac-zzz.blogspot.com

Teman-temannya mengagumi pondokan tersebut, dan beberapa dari mereka


bahkan merasa iri. Tapi, bagi Samantha, semuanya tidak sebanding dengan apa
yang ia rindukan.
Walau telah diberi kebebasan dan fasilitas yang memadai di pondokan itu,
bayang-bayang Kota Charlottesville tidak pernah lepas dari pikiran Samantha.
Hal yang paling mernbuatnya ingin berlari kembali ke kota itu adalah kehidupan
teater yang begitu semarak di sana. Sejak usia enam tahun, Samantha sudah
mulai mengikuti audisi pertunjukkan teater di sekitar Charlottesville, dan
meski peran yang ia mainkan tergolong kecil, ia tetap merasa berhak
mengomentari kehidupan teater di Woodstock yang dikategorikan sebagai,
"amatir, tidak memberi inspirasi dan tidak cocok untuk seseorang yang punya
potensi besar di bidang teater."
Lebih dari sekali Samantha menganCam kedua orang tuanya untuk
meninggalkan Virginia, minta tumpangan.pada siapa saja yang lewat sampai
Washington. D.C., naik kereta Amtrak ke New York dan mencoba peluangnya di
panggung' Broadway. Di ulang tahunnya yang ke-I7, Samantha merealisasikan
niatnya itu.
Matthew, anak sulung keIuarga Cooper, berusia 17 saar mereka pindah ke
Woodstock. Untungnya karena ia selalu mengambil kelas musim panas selama
dua tahun berturut-turut, maka ia diizinkan untuk lulus setahun lebih cepat
dari teman-teman sekelasnya di Charlottesville.
Ayahnya menganjurkan ia melanjutkan pendidikan menengahnya di Woodstock
supaya bisa bermain untuk tim Falcon dari SMA Woodstock dan menikmati masa
remajanya. Namun, nasihat itu tidak diindahkan oleh Matthew. Hasratnya
untuk menjadi pemain olahraga sudah lama luntur, dan di usianya yang ke-17,
ia tidak sabar untuk menjadi mahasiswa ekonomi di kampus Univeritas
Teknologi Virginia di Kota Blacksburg.
Tidak ingin mengeccwakan ayahnya, Matthew pun beralasan bahwa lututnya
terlalu lemah untuk terus' berkiprah di dunia olahraga. Ia berpikir ayabnya
hanya menglnginkan suatu hari anak sulungnya bisa menjadi milyuner suaru
hari nanti. Dan, ya, Matthew juga menginginkan hal yang sama-tapi bukan di
lapangan olahraga, melainkan di bursa saham wall Street.
Bayangan musim panas tahun itu terlukis jelas di dalam benak Malcolm. lbunya
mengenakan rok terusan berwarna kuning, menggoyangkan tubuh mengikuti
irama musik Elvis yang dimainkan di mesin piringan hitam. Mesin itu sudah ada
di dalam penginapan sejak sebelum mereka tinggal di sana. peninggalan
pemilik aslinya, Malcolm memandangi gerak-gerik ibunya dari meja makan yang
lebar.
"Itu bukan dansa namanya, Bu."
"Oh, begitukah menurutmu, Malcolm Cooper?" 'Bahkan Sammie bisa bergoyang
lebih baik dari itu."
"Diam, Tolol!" Samantha memperingatkan lewat jendela
yang terbuka dari beranda depan.
"Samantha!" tegor Laurel.
"Maaf, Bu-Bodoh. Gimana, lebih baik?" Laurel menahan tawanya sendiri.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Maukah kau berdansa dengan ibumu, Tuan Muda?" tantang Laurel kepada
Malcolm.
'B0leh" tapi untuk satu lagu saja," jawab Malcolm sembari beranjak dari
duduknya dan menghampiri ibunya. "Perhatikan, Sammie," teriaknya. "Kau
mungkin bisa belajar dari praktik ini." 'Belajar apa? Caranya mudah?"
"Teruskan membacamu Samantha .. Dan kau, Tuan," Laurel mengedipkau
sebelah matanya kepada Malcolm, "jangan goda. adjkmu terus. Siap untuk
berdansa?"
Tiga lagu berlalu sementara Malcolm dan ibunya bergerak dari ruang tamu ke
ruang makan, dengan luwes mengelilingi meja makan seolah benda itu
mewakili pasangan imajiner yang juga sedaang berdansa di sekitar mereka,
hingga akhirnya mereka sampai di dapur,

"Kau berdansa dengan sangat baik!" Laurel mengangkat suaranya dengan riang
sambil membungkuk rendah dan berputar di bawah lengan Malcolm. "Kau
bahkan lebih baik dari yang kukira!"
Kalimat tersebut seolah datang dari mulut Tuhan sendiri,
BApAK dan lbu sekalian," pramugari asal Brazil berbicara dalam bahasa inggris
dengan aksen yang nyaris tidak ketara dibandingkan 'Orang-orang pribumi yang
diternui Malcolm di Brazil. "Kami sudah memulai prosesi pendaratan pesawat ke
landasan Miami. Kapten kapal meminta agar Anda mematikan dan memasukkan
kembali semua alat-alat elektronik dan letakkan nampan di posisi semula
dalam keadaan terkunci. Waktu setempat adalah pukul 03:30 sore."
Malcolm menyerahkan tiga bungkus pretzel yang sudah kosong serta kaleng
minuman Sprite kepada pramugari yang lewat, lalu meraih sebuah kantong
kertas dari belakang kursi penumpang di hadapannya untuk berjaga-jaga. Siapa
tahu ia akan merasa mual.
Di seberangnya, dua bocah asal Brazil duduk berjajar,sepertinya mereka
kembar, pikir Malcolm. Di tengah kedua bocah itu ndalah seorang pria, mungkin
ayah mereka, yang sedang membaca majalah sepak bola. Bocah-bocah tadi
menunjuk-nunjuk ke halaman majalah yang sedang dibaca, berdebat seru
tentang pemain mana yang lebih hebat, "Shh," kata sang ayah. "Fecham suas
bocas" la melirik ke arah Malcolm dan mengumbar senyum.
Malcolm membiarkan matanya trerpejam lagi dan pikirannya melayang kepada
sebuab lapangan sepak bola yang ditumbuhi rerumputan di samping gedung
gereja di Sete Lagoas. Ia sedang berjalan menuju ke aparteemennya, melalui
sebuah mal di tengah kota, suatu area yang memamerkan sederetan restoran,
bar, dan toko-toko roti. Mal itu terletak tidak jauh dari salah satu sungai
bernama sama dengan kota tempat ia berada.
Perut Malcolm terasa penuh, setelah diisi oleh kacang hitam, nasi, dan
potongan daging bistik yang disantapnya saat makan siang tadi. Di lidahnya
masih terasa gelembung soda manis rasa buah beri dari minuman Guarana yang
diteguknya berbarengan dengan porsi makan siang.
"Oi, amigo!" Seorang bocah laki-laki memanggilnya. "Americano! Americano!"
Malcolm menoleh.
"Quer Jogr?"
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm tersenyum lebar dan menunjukkan jarinya pada sepasang sandal jepit
yang ia kenakan. "Nao tenbo saparos,' ujarnya. "Ndo tenho sapatos"
Bocah itu tertawa dan setengah lusin pemain bola datang mengerumuni, setiap
pasang mata memandangi sosok Malcolm yang berkulit putih dan
berkebangsaan Amerika.
"Olha!" salah seorang dari mereka berteriak. Secara serempak, Setiap pemain
pun mengarahkan telunjuk mereka ke kaki masing¬masing.
Malcolm tidak memperhatikan hal ini sebelumnya: beberapa dari mereka
beralaskan sandal, sedang sisanya tidak mengenakan alas kaki sama sekali.
Malcolm rnenyuuggingkan senyurn gembira, lalu berjalan ke arah lapangan,
menendang kedua sandal jepitnya jauh ke tepi lapangan. Salah satu pemain
mengusulkan agar ia melepaskan kemeja yang ia kenakan, bergabung dengan
tim kulit. Malcolm melempar kemejanya ke tanah. Dalam waktu sekian detik,
langit bergemuruh hebat dan menurunkan hujan lebat.
Mereka terus bemnain.
Malcolm berlarian di seputar lapangan luas hingga kakinya terasa perih seperti
terbakar, mengejar bola dan pemain lainnya seakan ia masih berusia 12 tahun.
Bocah-bocah di sekelilingnya dengan gesit menggiring bola dari saru SUdUt
lapangan ke sudut lainnya, membentuk formasi kesebelasan yang bergerak
mengikuti irama permainan. Saat Malcolm melihat adanya peluang baginya
untuk menggiring bola ke gawang lawan, si Penjaga gawang tampak lengah dan
terpelesei di tanah basah sehingga Malcolm bisa mencetak gol. Tapi ia yakin,
bocah penjaga gawang itU sengaja menjatuhkan diri.
Malcolm mengedipkan maranya ke arah si Penjaga gawang. Bocah itu membalas
kedipannya.
Dengan tubuh basah kuyup dan sarat akan lumpur, Malcolm meraih kaus yang
tergeletak di atas tanah sebelum menjatuhkan dirinya sendiri ke atas
rerumputan, menatap langit kelam. Bocah¬bocah sepermainannya tidak
membuang banyak waktu untuk mengerumuninya, menindihnya seraya
meluncurkan serangkaian pertanyaan tentang tempat kelahirannya, Amerika
Serikat.
Apakah dia kaya? Bagaimanakah warna langit di Amerika Serikat? Apa ia pernah
mengunjungi toko serba ada 7-1l? Apakah dia sudah menikah? Apakah binatang-
binatang anjing di Amerika serikat menggonggong dalam bahasa Inggris?
Sudikah ia membawa mereka semua kembali bersamanya ke kampung halaman?
Atau bahkan hanya salah satu dari mereka?
Malcolm dengan sabar menjawab setiap pertanyaan yang lepas dari mulur
setiap bocah, lalu sebelum beranjak pergi, ia mengeluarkan segepok uang
kertas yang basah terkena hujan dari kantong kemejanya, Uang tersebut ia
serahkan kepada salah satu bocah-bocah yang mengelilinginya seraya
menunjukkan jarinya ke sebuah roko roti eli seberang jalan. Mereka berteriak
kegirangan, beberapa menjabat tangannya, sedang yang lain berseru: 'TOs!
t0s!"
Sementara seorang dari mereka cukup berkata, "Obrigado," dan memeluk
Malcolm untuk waktu yang cukup lama.
www.ac-zzz.blogspot.com

Wajah kotor dan penuh terima kasih itulah yang terbesit di dalam benak
Malcolm ketika bocah-bocah dalam pesawat yang duduk di samping kursinya
mendadak meledak dalam tawa renyah. Kemudian, ayah mereka menegur
kegaduhan yang mereka ciptakan. Malcolm memalingkan wajah, memandangi
lautan biru di bawah sana.
Orang tuaku; telah meninggal, batinnya.
Beberapa jam dan satu penerbangan lagi maka ia akan berkumpul kembali
dengan Matthew dan Samantha, pemakaman untuk dua orang, serta sebuah
konfrontasi melawan kenangan¬kenangan yang ia miliki bersama Jack.
Kepalanya berputar.
Malcolm berusaha untuk mengesampingkan adegan yang jauh lebih tidak
mengenakkan antara dirinya dan petugas-petugas kepolisian, juga
pertemuannya kembali dengan pria yang mencuri cinta masa mudanya.
Orang tunku telah meninggal.
Entah kenapa, hidungnya menangkap harum parfum yang kerap dikenakan Rain.
Apa dia sudah tiba?" teriak Nathan Crescimanno saat ia melangkah keluar dari
dalam mobil BMW miliknya dan berjalan menuju gerbang mama Domus
Jefferson.
"Belum,' jawab Samantha, berdiri di beranda. Dengan tinggi tubuh tidak lebih
dari 157 cm dan satu setel jas longgar, Nathan tampak seperti seorang bocah
laki-laki yang sedang mengendarai mobil ayahnya.la juga mengenakan
kacamata berbingkai emas ala John Lennon.
"Di mana Rain?"
"Ada di dalam. Tapi pelankan suaramu, ya? Banyak hal yang sedang terjadi di
sana."
"Maaf Aku sendiri sedang merasa lelah." Nathan mencakar dengan halus batang
hidungnya sendiri. "Bisa tolong panggilkan Matt agar menemuiku di sini? Aku
akan menunggu di luar."
Samantha mengangguk, matanya memancarkan senyuman, lalu segera masuk
ke penginapan yang penuh sesak. Tidak lama, Matthew keluar menghampiri
Nathan di beranda, Samantha mengikuti kakaknya dari belakang,
"Hey. Nathan," sapa Matthew, menjabat tangan Nathan yang kecil dan halus.
Terlalu kecil dan halus untuk seorang pria, pikir Matthew.
"Matt, Matt, Matt, akhirnya kau sampai juga. Bagaimana kabarmu? Bagaimana
Boston?"
"Boston menyenangkan, tapi sebenarnya aku tinggal di New York"
"Mana wanita cantik pendampingmu? Mon tidak ikut pulang?"
"Tidak, Monica tidak bisa datang. Bisnisnya sekarang sedang benar-benar naik
daun."
"Baguslah. Hey, Matt, aku turut berduka cita atas kejadian yang menimpa orang
tuamu. Aku tahu kalian pasti sedang sedih."
Di seberang beranda, Samantha menoleh dan memutar bola matanya ke atas.
"Aku hargai itu .... Terus, apa kabar terbarumu? Kau sudah berbicara kepada
Ketua Romenesko?"
"Sudah, dan seperti yang kujanjikan kepadamu di telepon, aku berhasil
membujuk beliau agar menyetujui perjanjian kita. Kami takkan mengganggu
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm sampai pemakaman selesai. Aku meyakinkan Ketua Romenesko bahwa


Malcolm takkan mengambil risiko untuk lari ... setidaknya untuk beberapa hari
ke depan."
"Kuhargai usahamu," kata Matthew."Kami sekeluarga menghargai usahamu,"
Matthew mengoreksi perkataannya, mencuri¬curi pandang ke arah Samantha.
Samantha memberi anggukan setuju yang terpaksa kepada nathan.
Pintu kasa tiba-tiba terbuka dan Rain melangkah ke beranda.
"Hai!" sapa Nathan. "Kau baik-baik saja? Sedari tadi pagi aku mencoba
menghubungimu di sini. Kenapa kau tidak menjawab?"
"Maaf Nathan, kami tidak bisa menjawab setiap telepon yang masuk. Karena
telepon di penginapan ini sudah berdering tanpa henti sejak kabar kematian
Jack dan Laurel tersebar."
Nathan menghampiri Rain dan menariknya ke dalam rangkulan. "Tidak apa,"
katanya lembut. "Aku hanya khawatir,"
"AkU tahu," balas Rain. melepaskan ketegangannya dengan cara meremas
pundak Nathan. "Maafkan kelancanganku,"
"Kita akan baik-baik saja, Sayang." Nathan menaikkan volume suaranya hingga
bisa terdengar sampai ke ujung beranda. "Semua ini akan berlalu dengan
cepat."
"Aku masuk dulu," kata Samantha, berpura-pura batuk untuk menyembunyikan
sesuatu.
Matthew menundukkan kepala, menutupi senyum yang merekah di wajah,
"Rain, Sayang, temanilah Samantha ke dalamn. Aku harus membicarakan
sesuatu yang penting dengan Matt." Nathan mcengecup pipi Rain. "Aku cinta
padamu," ia berbisik di telinga Rain.
Rain melepas senyum hangat, memeluk Nathan sekali lagi, sebelum masuk ke
penginapan dan mengikuti langkah Samantha ke lantai dua.
"Dengar, Matt. aku harus selalu berada di dekat-dekat Sini sampai pemakaman
selesai. Aku mungkin juga akan meminta bantuanmu dan Sammie untuk
mengawasi Malcolm. Jangan sampai dia ditinggal sendirian."
"Aku mengerti, Nathan. Kuhargai kebesaran hatimu untuk membiarkan kami
mengadakan pemakaman ini dengan tenang. Kehilangan kedua orang tua kami
dalam satu hari sudah cukup sulit bagi kami, Kurasa kami tidak akan sanggup
menangani masalah-masalah lain yaog lebih berat selama beberapa hari ini."
"Tentu saja. Dan, aku berjanji, Rain dan aku takkan mengganggu waktu
kebersamaan kalian." Nathan berusaha unruk mendengar serius. "Apakah kau
akan ada di sini saat Malcolm tiba?''
"Seharusnya, ya."
"Di mana kau menginap?"
Matthew memiringkan kepalanya ke satu sisi, lalu mengerutkan dahinya dan
menautkan alisnya. "Aku menginap di sini, Nathan. Tempar ini 'kan
penginapan."
"Ah, benar juga." Nathan mengamati gedung penginapan di hadapannya seolah
ini pertama kalinya, mengusir rasa malu yang mendadak menggerogoti. "Ya
sudah, sebaiknya kita masuk."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Nathan?" panggil Matthew saat Nathan meletakkan tangannya di atas gagang


pintu, bersiap untuk masuk.
"Pernikahannya masih tetap akan berlangsung, 'kan?" "Kau juga sudah dengar
kabar itu?"
"Tentu saja."
"Lalu, kenapa kau harus bertanya? Apa kau tahu sesuatu yang harus aku
ketahui?" Nathan tertawa gugup; menurut Matthew tawanya terdengar seperti
batuk anak-anak.
"Tenang saja, aku cuma tanya. Karena aku tinggal di New York maka aku jarang
mendengar berita tentang Woodstock. Sam baru saja mengatakan padaku
bahwa penginapan ini akan menjadi tempat resepsi pernikahan dan sisanya aku
menebak sendiri. Resepsi Pernikahan."
"Pintar juga tebakanmnu. Ya, kami masih akan tetap menjalankannya. Kecuali
ada sesuatu yang menghentikannya, ya?"
"Benar." Matthew mengangguk.
"Pokoknya awasi saja adik laki-lakimu."
Di dalam kamar tidur utama yang telah dirapikan seolah dindingnya tidak
pernah menyaksikan kernatian sepasang suami-istri lanjut usia,Samantha dan
Rain berbaring di atas kasur berukuran besar sambil menatapi kipas angin yang
menggantung di langit-langit.
"Aku masih tidak bisa mempercayainya," kata Rain. ''Aku tahu."
"Ayah-ibumu meninggal Begitu saja."
"Aku tahu. Seperti mimpi, ya? Aku terus-terusan berpikir bahwa Ayah sedang
berjalan-jalan mengitari penginapan atau membaca di ruang bacanya. Tapi aku
sudah mengecek beberapa kali. Beliau tidak ada di sana."
"Sakit sekali rasanya kehilangan mereka, dan aku hanya pegawai di sini.."
"Rain," Samantha memotong perkataan Rain, "kau tahu bahwa kau lebih dari
sekadar pegawai untuk kami. Kau adalah keluarga kami. Ayah dan lbu
mencintaimu."
"Kuharap begitu." Rain mengusap air mata yang mulai bermuara di sudut
matanya dengan kedua jempol."Aku sudah Lelah menangis terus, padahal
mereka baru meninggal 24 jam yang lalu. Proses pemakaman saja tidak akan
selesai sampai beberapa hari lagi."
"Aku sudah menebak." Samantha menghela napas panjang, terdengar jelas oleh
Rain. "Apa kau sudah memikirkan apa yang kira-kira akan kaulakukan?" Ia
menatap Rain.
"Tentang apa?"
"Kautahu tentang apa,"
"Tentang pekerjaanku di sini? Tentang resepsi pernikahan pasangan Vanatter
yang akan dilaksanakan minggu depan? Tentang selokan di dekat rumahku? Aku
hampir bisa menumbuhkan pohon Natalku.."
"Kau pasti tahu maksudku."
"Oh."
"Ya, oh."
"Maksudmu apa yang akan kulakukan tentang laki-laki itu, Siapa namanya,si
Petualang?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Yup, itu dia."


Rain tersenyum lemah. "Aku belum berpikir sejauh itu, Jujur deh,otakku sudah
seperti agar-agar sekarang, Sam. Aku masih kalut akan apa yang terjadi di
penginapan ini."
"Apakah kau berusaha untuk membohongi seorang petugas polisi?" Samantha
menepuk pinggul Rain dengan punggung tangannya.
"Entahlah. Maksudku, memang aku sempat memikirkan dia sekali atau dua kali-
atau seratus kali- tapi biasanya semua pikiranku itu hanya membuatku merasa
mual."
"Dia akan tiba di sini malam ini, Tadi ia sudah menghubungiku dari Miami.'
"Bagaimana ia akan kemari?"
"Dengan mobil sewaan. Aku sudah menawarkan untuk menjemputnya, tapi ia
mnenolak, Sebenarnya aku ingin sekali pergi dari tempat ini, meski untuk
sesaat, Mencari udara segar. Kalau aku harus berjalan dari penginapan ini ke
Miami dan memapahnya kembali, pasti sudah aku lakukan,"
"Oh tidak, Apa kau jengah karena dibawah sesak dengan banyak orang? Kau
mau aku meminta mereka pergi?"
"Jangan, aku tahu maksud mereka baik," kata Samantha, "hanya saja aku
merasa energiku terserap habis. Tubuhku lelah dipeluk." Mereka terdiam untuk
sesaat. "Kau tahu kan bahwa kau takkan mungkin menghindarinya selama tiga
hari."
"Aku tahu." Rain berpikir panjang, Menit berikutnya berlalu cepat.
Akhirnya Samantha menanyakan hal yang paling ditakuti Rain. "Kau masih
mencintainya, 'kan?"
Rain memutar cincin pertunangan yang melingkar di jari manisnya. "Aku sama
saja dengan wanita yang sudah menikah, sam."
"Bukan itu pertanyaanku."
"Aku mencintai Nathan. Sungguh. Dia sangat baik padaku, selalu
memperlakukanku seperti ratu. Aku tahu sejumlah orang tidaktahan pada
sifatnya, dan aku mengerti. Tapi, bagiku, ia adalah seorang pria sejati. Dia
begitu kokoh dan sabar menghadapiku, Dia mencintaiku. Dia punya mimpi."
"Mimpi untuk menguasai dunia."
"Bukan dunia, Sam, hanya Negara Bagian Virginia. Lagipula, ia tinggal di kota
yang sama denganku. Jadi mimpinya sama saja dengan mimpiku."
"Dengar, kau juga tidak memberikan Si Petualang alasan yang cukup untuk
tinggal di sini bersamamu." Samantha menolehkan wajahnya ke arah Rain dan
memohon maaf saat itu juga dengan matanya.
Mereka terbaring dan terbungkam, mendengarkan suara¬suara manusia yang
berbaur di bawah sana, serta suara ringkikan engsel pintu yang bergoyang
terbuka dan tertutup setiap dua menit.
"Sam?"
"Ya?"
"Omong-omong tentang mimpi .... "
"Uh-oh," Samantha menggumam.
"Bagaimana dengan impianmu sendiri? Apa yang kaulakukan sekarang?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Aku pernah punya mimpi, bahkan mimpi yang sangat besar, tapi untuk
sementara aku harus mengesampingkan mimpi-mimpi itu." Ia ragu sesaat,
"Kautahu lah bagaimana situasinya." Samantha menatapi langit-langit.
"Kenapa kau berhenti?"
"Berhenti berakting?"
"Ya."
"Oh, entahlah. Will benci kehidupan seperti itu. la membenci aktor-aktor
lainnya. Ia berpikir semua aktor itu hanya ingin menggantikan posisinya dalam
hidupku, Berpikir bahwa semua aktor bersifat egois dan memiliki penilaian yang
dangkal."
"Tapi kau tidak seperti itu."
"Mudah-mudahan saja tidak,"
"Tapi dia justru yang egois dan berpenilaian dangkaL kan?"
"Lebih dari yang kautahu," kata Samantha mengakui.
Rain menepuk paha Samantha. "Lalu kenapa tidak dlteruskan aktingmu
sekarang ini?
"Oh, nanti sajalah. Aku tidak ada waktu sekarang."
Rain menimbang-nimbang jawaban Samantha. "Tapi suatu hari nanti kau
mungkin menemukan waktu yang tepat untuk kembali berakting. Dan aku yakin
teman-teman lamamu pasti senang melihatmu lagi di Kota Harrisonburg."
"Mungkin,"
'Sudah berapa lama sejak terakhir kau berakting bersama mereka?" tanya Rain.
"Lima, tujuh tahun?"
"Sekitar itu."
Rain menggosok matanya dan meregangkan kedua lengannya di atas kepala.
"Aku akan menjadi orang pertama yang mengantre karcis pertunjukkanmu.
Barisan pertama. Pertunjukkan pertama,"
"Aku tahu," kata Samantha. "Tapi sekarang kita harus mengurusimu dulu,"
"Ya ampun, bagaimana mungkin kaupunya waktu untuk mengurusi rmasalah
hatiku di tengah semua ini?"
"Aku menganggapnya seperti terapi. Kurasa aku sudah 99 persen mati rasa saat
ini, Aku tidak punya buku petunjuk yang bisa memberitahukanku cara
mengatasi kematian kedua oraag tuaku di malam yang sama. jadi, dengan cara
mengalihkan isu masalahnya kepadamu, membua masalahku sendiri menjadi
Iebih mudah untuk ditangani." Ia memandangi Rain lagi, tersenyum lebar.
"Samantha Cooper!" Rain mengambil sebentuk bantal yang tergeletak di antara
mereka dan memukul Samantha di kepala,
"Shhh, ada orang-orang yang sedang berkabung di bawah,"
Kedua wanita itu berusaha untuk menahan derai tawa mereka.
"Sam, apa yang harus kulakukan?"
"Aku tak tahu, Aku benar-benar tidak tahu."
Mereka beristirahar di kamar itu sampai kegaduhan di lantai dasar pindah ke
luar dari penginapan dan ke halaman depan, lalu pindah lagi ke pelataran
parkir, hingga akhirnya terbagi-bagi dalam selusin kendaraan.
Penginapan itu kemudian menjadi sunyi.
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm memandangi setumpuk peta-peta loka1. "Saya baru saja tiba dari
Amerika Selatan untuk menghadiri
sebuah pemakaman," ujarnya kepada Salima, seorang wanita yang bekerja di
Avis, tempat penyewaan mobil. Wanita muda berwajah kalem dan baik hati 'itu
menatar pesanan mobil untuk Malcolm dari yang berukuran ekonomis ke ukuran
sedang,
Saat Malcolm menambahkan bahwa pemakaman yang akan ia hadiri adalah
milik kedua orang tuanya, Salima menatar pesanan mobilnya menjadi ukuran
besar. Kemudian, setelah bercerita mengenai pengalaman pahitnya
ditinggalkan oleh satu-satunya wanita yang pernah ia cintai, serta betapa ia
dicekam rasa takut untuk berjumpa lagi dengan wanita tersebut setelah dua
tahun berkelana, Salima setuju menyewakan sebuah sedan Mustang berwarna
biru tua kepada Malcolm.
Di pertengahan bulan April ini, saat musim semi menuai warna cemerlang pada
pohon dan tanaman, udara yang berembus di Virginia kelewat hangat, layaknya
musirn panas. Termometer di atas papan dasbor mobil menunjukkan suhu 22
derajar Celsius.
Malcolm merapatkan mobil yang dikendarainya ke jalur darurat di jalan tol,
membuka atap mobilnya.
Ia melanjutkan perjalanannya ke arah barat, melalui daerah pinggiran Virginia
Utara sampai deretan mal dan restoran makanan cepat saji perlahan-lahan
sirna di tengah ladang pertanian serta gulungan bukit yang memagari Rute 66,
bersambung di arah selatan pada Rure 81.
Belum tiga jam berlalu sejak pesawat yang ia tumpangi mendarat di bandara
Dulles, dan kini ia sudah tiba di sebuah pom bensin yang terletak di jalur tol
menuju Kota Woodstock. Ia membeli sekaleng minuman Diet Coke dan dua
kotak permen Tic tac, Malcolm merasa lega, meski sedikit terkejut,
menemukan si penjaga toko sama sekali asing baginya.
Ditutupnya kembali atap mobil Mustang yang ia kendarai, sebelum ia meluncur
pergi dari lokasi pom bensin dan menuju ke tengah kota, Tidak banyak yang
berubah di tempat itu sejak kepergiannya. Sebelum memasuki batas kota, ia
sempat melihat restoran terbaru Arby's di dekat jalur keluar jalan tol dan
sebuah pom bensin Shell yang belum lama ditata ulang. Namun, Kota
Woodstock itu sendiri terlihat sama persis seperti saat ia tinggalkan, dua tahun
yang lalu ketika ia kabur membawa ransel berisi pakaian dan secarik tiket
pesawar gratis.
Apotek Walton & Smoot's tampak gelap. Begitu pula toko pernak-pernik di
sebelahnya, serta gedung perkantoran real-estate Century 21 di sudut jalan.
Satu blok jauhnya dari sana di jalan Main Street, bioskop milik keluarga Devin
Rovnyak terlihat remang-remang dengan beberapa lampu yang masih menyala.
Dugaan Malcolm mengatakan, anak kembar Devin sedang berada di dalam
bioskop menonton film-film yang akan dimainkan minggu depan.
Malcolm penasaran, apakah anak-anak remaja itu membiarkan pintu belakang
bioskop terbuka begitu saja, Demi mengenang masa lalu, ia bisa saja masuk
www.ac-zzz.blogspot.com

diam-diam dan mengejutkan kedua anak itu dari belakang dengan mengenakan
ember popcorn di kepalanya sambil mengayun-ayunkan dua pasang penjepit
hot¬dog di tangan,Ia yakin kedua remaja itu akan kencing dicelana, di hadapan
siapa saja yang ada di sana; Malcolm sudah pernah melakukan hal ini
sebelumnya. Menarik juga, pikirnya. mungkin besok-besok.
Akhirnya, ia memutuskan untuk mengendarai mobil sewaannya ke sisi lain kota
tempat ia tumbuh dewasa dan berhenti di pelataran parkir Ben Franklin
Department Srore.ia teringat akan cintanya kepada Kota Woodstock,Tidak
seperti kota-kota kecil lainnya di negara bagian Virginia, Woodstock tidak
menawarkan armosfir kuno ataupun modern. Di pelataran parkir ini,
contohnva, berdiri salah satu cabang bank nasional yang baru saja selesai
dibangun. Gedung-gedung bersejarah mengintip dari kejauhan, menatap
langsung ke arah kumpulan restoran modern serta cabang hotel ternama.
Malcolm menganggapnya perpaduan sempurna antara, masa lampau dan masa
kini, Masyarakat kota ini takkan pernah melupakan warisan leluhur yang begitu
kaya dan indah, atau mengorbankan semangat kota kecil yang mereka miliki.
Walau begitu, mereka juga tak akan menolak penyajian burger keju dari
Woody's dan es krim Frosty ukuran besar,
Malcolm memasuki RUte 11 dan berkendara melawan arah untuk kembali ke
tengah kota mengambil belokan ke kiri menuju jalan Woodstock Tower Road
dan mengikuti alur jalan sejauh beberapa kilometer menaiki pegunungan yang
berkelok, sampai ia tiba di Hutan Nasional George Washington. Dalam waktu
singkat, setelah ia berada di puncak gunung memandangi kota Woodstock dan
Tujuh Lekuk Sungai Shenandoah yang terkenal dari ketinggian beberapa ribu
kaki,Malcolm mulai mendaki jalan setapak yang berbatu menuju ke menara
logam yang merupakan obyek wisata ternama. Ia menaiki susunan tangga dan
berdiri disebuah platform yang besar.
Waktu SMA dulu, Malcolm dan teman-temannya sering sekali berdiri di sini,
berkumpul selama berjam-jam di atas Menara Woodstock. Pemandangan yang
disajikan sungguh unik, menampangkan keindahan Virginia bagian Utara, Di
bagian Barat, berdiri di pelataran yang dulu digunakan sebagai pemantau
kebakaran, para pengunjung bisa melihat Kota woodstock dan Tujuh Lekuk
Persimpangan Utara Sungai Shenandoah. Di bagian Timur, jika udara berembus
tenang dan' langit cerah, kita bisa melihat Lembah Port dan Pegunungan
Massanutten. Di hari-hari yang sangat cerah, 'Pegunungan Blue Ridge juga bisa
terlihat,
Malcolm mengingatkan dirinya sendiri untuk kembali ke tempat ini di siang
hari, agar ia dapat menikmati pemandangan sekitarnya dengan lebih saksama.
Ia menyalakan senter yang ditentengnya, menyinari atap logam di sampingnya
dan tersenyum melihat ukiran-ukiran yang tergores di sana. Ada beberapa yang
baru, dan beberapa yang ia kenal. Ia melihat tulisan tangannya sendiri tergores
di salah satu tiang, penyanggah, menggunakan spidolmerah: AKU CINTA RJ.
Selesai bernostalgia, Malcolm kembali mengendarai Mustangnya melalui jalan
sempit berbatu menuju Rute 11.Ia mengambil arah selatan dan melihat binar
lampu menyala di lantai atas musium kota. Ia bertanya-tanya apakah Maria
Lewia sudah pensiun.
www.ac-zzz.blogspot.com

Maria Lewia adalah guru bahasa lnggris di SMA tempat Malcolm sekolah, dan
beliaulah alasan kenapa ia lngin menjadi seorang novelis. Nyonya Lewia sudah
pernah menerbitkan sejumlah buku;salah satunya adalah novel roman yang
ditulis dengan nama samaran. Beliau pensiun dari posisinya sebagai guru SMA.
ketika akhirnya menyadari batas kesabarannya berdebat dengan anak-anak
remaja berusia 17 tahun, Tapi, masa pensiunnya berlangsung kurang dari
seminggu.
Bethany Brickhouse, seorang direktur museum berusia delapan puluh dua tahun
berbadan sehat dan berwajah. cantik, merupakan salah satu penyumbang
terbesar di museum Kota Woodstock. Suatu hari, Nyonya Brickhouse pingsan di
tengah panas dan kemeriahan pesta lulus-lulusan SMA Central-dan tidak pernah
sadarkan diri.
Setelah diminta oleh Walikota Woodstock, didukung oleh anggota pemerintahan
kota, tetangga dan juga Malcolm, Nyonya Lewia menggantikan posisi Nyonya
Brickhouse sebagai direktur museum.
Meski sudah larut malam, Malcolm ingin mengunjungi wanita yang menjadi guru
tulisnya. Namun, ia kemudian mengurungkan niatnya. Nyonya Lewia pasti akan
menanyakan kabar novelnya yang sampai sekarang belum ia selesaikan.
Lagipula, ia tidak ingin mengejutkan orang lanjut usia seperti Nyonya Lewia,
kalau-kalau beliau kencing di celana seperti anak-anak kembar keluarga
Rovnyak.
Roda kendaraan terus melaju melalui jalan-jalan sepi, sampai akhirnya
berhenti di depan Bar Woody's's. Jumat malam yang biasanya menarik begitu
banyak pelanggan, kali ini Bar Woody's's terlihat sepi. Musim olahraga bela kaki
bagi siswa sekolah menengah sudah lama selesai, karena itu tidak ada
permainan yang bisa dirayakan,
Sejak terakhir ia melihat Rain, Malcolm belum pernah berada di dekat Bar
Woody's'S. Menatapi trotoar di pinggir jalan, ia seolah terseret kembali ke
malam itu, sebuah adegan dalam memorinya mengacu pada sebentuk gigi
berwarna merah menggelinding di atas turtup lubang periksa jalan yang terbuat
dari besi padat. Malcolm meringis mengingat kejadian tersebut, merasakan
ususnya melilit hebat.
Waktu itu, ia mengunjungi Rain di rumahnya pagi-pagi sekali setelah
perkelahian fisik yang ia alami malam sebelumnya. Malcolm berdiri di pintu
depan rumah Rain dan menyampaikan bahwa laki-laki yang ia pukul semalam
adalah putra dari pejabat pemerintah daerah Virginia yang terhormat,oleh itu,
ia yakin bahwa hukuman yang ia terima takkan setimpal dengan. perbuatannya.
Malcolm juga berkata, bahwa perkelahian itu akan meniadi tambahan terakhir
dari daftar kelakuan buruknya.
Malcolm menjelaskan bahwa Nathan mengumbar berita pertunangan mereka
berdua. Benarkah begitu? ia menuntur ingin tahu, Ia menganjurkan kepada Rain
untuk menjauhi laki-laki yang menurutnya tidak bisa dipercaya, ia memohon
Rain untuk pergi bersamanya meninggalkan Kota Woodstock.
Rain mengangkat telunjuknya dan sambil berderai air mata, menuduh Malcolm
sekali lagi membiarkan dirinya dikuasai oleh kecemburuan.
Malcolm memohon.
www.ac-zzz.blogspot.com

Rain menangis.
Dua puluh empat jam berikutnya, Rain masih tetap berada di Woodstock,
sementara Malcolm berada di bagian Selatan Benua Amerika,
Malcolm menggelengkan kepalanya seakan hendak mengguncang ingatannya
sendiri. Ia menginjak pedal gas dan melaju meninggalkan Bar Woody's's. Ia
menerobos lampu merah sebelum bergegas pergi jauh-jauh dari kota
Woodstock, seakan ditarik oleh gelapnya malam menuju negeri entah berantah,
sampai-sampai Rute 11 tidak terlihat lagi. Ia tidak tahu harus ke mana.
jarak yang terbentang antara Malcolm dan keluarganya tidak Iebih dari dua mil.
Dua mil antara dia dan sejarah, yang ia tinggalkan dua tahun lalu. Sekali lagi,
harum, parfum yang kerap dikenakan Rain berembus menerpa wajahnya,

Malcolm keluar dari jalan trol lewat jalur kiri, meneruskan perjalanannya
menelusuri jalan kecil yang berakhir di atas bukit, tempar Domas Jeferson
berdiri. Begitu roda mobil yang ia kendarai berhenti berputar, lampu besar
yang masih menyala menyinari kesunyian penginapan di malam hari. Dari balik
kemudi, Malcolm termangu mendapati dirinya berada di halaman penginapan
milik mendiang 0rang tuanya. Kesunyian yang menyelimuri membuat hatinya
gundah.
Tidak peduli berapa banyak orang yang menginap di Domas Jaferson atau
kegaduhan macam apa yang mereka seedit teks bu nora
http://ebukita.wordpress.comkan, penginapan itu akan selalu terlihat bagai
pemandangan yang dilukis dengan cat air. Bahkan kelap-kelip lampu mobil
ambulans, isak¬tangis para pelayat, dan lengkingan sirene sedan kepolisian
yang mengerumuni penginapan seharian ini tidak berpengaruh pada ketenangan
kota yang memang menjadi ciri khas daerah tersebur. Jack sering
mengistilahkan kesunyian penginapan yang dikelolanya sebagai, 'semangat
Jefferson'. Sedang Malcolm menyebutnya, 'seram'.
Malcolm menghitung mobil-mobil yang terparkir di dekat penginapan. Total ada
empat: Chevy El Camino keluaran 1979. mobil patroli Kepolisian WoodstOck,
Volvo milik ibunya dan mobil pick-up bermerek Chevy warna hijau milik
ayahnya. Malcolm mematikan lampu besar mobil yang dikendarainya dan
terdiam di balik kemudi.
Di beranda yang remang-remang, Malcolm membayangkan ibunya sedang
memeluk seorang pemuda kurus yang terlihat rapi mengenakan setelan tuxedo
berwarna biru. Di samping si pemuda adalah seorang gadis berusia 17 tahun
yang periang dan juga merupakan kencannya malam itu,
Si pemuda melepaskan diri dari dekapan ibunya, meraih tangan kencannya,dan
pura-pura tidak melihat uluran tangan ayahnya. "Hari-hari," pesan ibunya saat
ia menggiring kencannya itu ke dalam mobil limosin berwarna putih. Malcolm
tidak ingat apakah ia menjawab pesan ibunya atau tidak, ia hanya ingat harum
wangi-wangian yang dikenakan Rain, aromanya berdansa di bawah hidung
Malcolm" menguap perlahan dari tengkuk leher Rain saat mereka sedang
berdansa di bawah lampu hias di Hotel Marriott, di Kota Harrisonburg.
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm mendorong pintu mobil sewaannya dan beranjak ke luar seraya


meregangkan kaki di tengah beningnya malam di Kota Woodstock. Ia meraih
sebentuk ransel dari bagasi mobil dan berjalan menuju penginapan, sandal
yang ia kenakan menciptakan kegaduhan saat menapaki tumpukan kerikil di
halaman penginapan.
ia menaiki enam anak tangga yang membimbingnya ke beranda penginapan,
yang mudah dikenal dari brosur-brosur iklan dmus Jejferson.
"Hai, Malcolm," suara seseorang menyapa dari dalam kegelapan.
Malcolm tersentak kaget "Halo?" Ia menjatuhkan ranselnya ke tanah dan
memutar badannya, menemukan dua laki-laki-pastur-yang sedang duduk di
kursi goyang berwarna putih, Ada enam kursi goyang di beranda, semuanya
menghadap ke arah malam gelap.
"Maaf, kukira kau sudah melihat kami di sini," ujar salah seorang pastur seraya
bangkit berdiri.
"Ya ampun, bagaimana mungkin kau punya pikiran seperti itu? Kau benar-benar
menakut.."
'Malcolm!" tegur pastur itu, suaranya diliputi oleh kekesalan. yang amat dikenal
Malcolm.
"Maaf, Pastur B."
"Aku seaang melihatmu di sini. Kau masih ingat kepada Pastur DoUg White?"
"Tentu saJa.hai pastur."
Pastur Doug ikur berdiri dan menjabat tangan Malcolm.
Pastur Doug dan Pastur Braithwaite memiliki tinggi tubuh dan usia yang sama.
Bedanya, apabila Pastur Braithwaite selalu berpenampilan necis, maka Pastur
Doug berpenampilan sebaliknya,
Rambut Pastur Braithwaire tampak sangat terawat dan panjangnya tidak
berubah sedikit pun sejak Malcolm pertama berjumpa dengan beliau, saat ia
masih remaja dan sering dipaksa ke gereja oleh orang tuanya. Rambut beliau
memang selalu diporong rapi tepat di atas batas telinga, dan poninya selalu
rata menutupi dahi yang berkilau. Sekarang beliau tampil mengenakan kemeja
putih, dasi biru, dan jas biru yang sepadan.
Sementara, itu, Pastur Doug terkenal dengan penampilanrrya yang asal jadi.'
Malcolm melihat bahwa di tengah kemelut warga yang kehilangan dua sahabat
terdekat mereka, Pastur Doug tetap saja mempertahankan gaya berpakaian
yang sama.
Rambut Pastur Doug terlihat menipis di bagian atas kepala, dengan lambang
yang memanjang tidak rata. Beliau mengenakan jas hujan berwarna hitam di
atas kemeja putih dan dasi hitam yang tersimpul kendur, Celana berbahan
polyester berwarna hitam yang beliau kenakan tampak terlalu ketat, dan
sepasang kaus kaki berwarna cokelat muda dipadanlkan dengan sepasang
sepatu tenis berwarna hitam bertali hitam juga.
Ketika Malcolm menjabat tangan Pastur Doug, jemarinya merasakan bekas luka
di pergelangan tangan beliau. Malcolm sudah lama ingin menanyakan perihal
luka tersebut. Namun, ia selalu mengurungkan niatnya.
Selama sepuluh tahun, Malcolm tidak pernah melihat kedua pastur tersebut
secara terpisah. Pastur Doug melayani umat gereja kecil di dekat Rute 7 di
www.ac-zzz.blogspot.com

Kota Winchester, dan sesekali beliau selalu berkeliling diLembah bersama


Pastur Braithwaite yang tak pernah berada jauh dari beliau.
"Aku mendapat kabar tentang Jack dan LaUrel dari A&P," kata Pastur
Braithwaite. "Kami sungguh menyesali kejadian ini, Malcolm. Kami ada di sini
untuk membantu."
Malcolm menganggukkan kepalanya dan dari sudut matanya ia bisa melihat
adiknya menghampiri pintu depan penginapan.
"Tadinya kupikir seseorang akan menunggu. kedaranganku di sini," lanjut
Malcolm,.mengangkat suaranya keras-keras,-"tapi aku sungguh berharap bahwa
orang yang menungguku-adalah pecundang."
"Malcolm!" Teriakan itu, datang dari balik pintu kawat, "Jangan membicarakan
adikmu seperti itu!" Samantha bergegas membuka pintu dan berlari
menghampiri kakaknya, menubruk dada Malcolm, membuat pria itu nyaris
terjatuh.
"Tenaaaang dong!' kala Malcolm. "Aku sudah tahu kau pasti ada di sekitar sini."
Ia meregangkan setiap otot di lengan dan kakinya unruk menahan berat badan
mereka berdua agar tidak terjatuh. "Memangnya sudah selama itukah kita tidak
berjumpa?"
Samantha melepaskan dirinya dari dekapan Malcolm dan melancarkan sebuah
pukulan ringan di dada kakaknya, "Sudah lama sekali, Bodoh."
"Benarkah? Sepertinya baru kemarin kau memanggilku dengan sebutan itu .. "
"Kau akan mendengar sebutan itu lebih banyak lagi sebelum malam ini
berakhir,"
"Oh, aku tidak sabar mendengarnya .... Omong-omong, mana kemenakanku?"
"Ada bersama keluarga Godfrey. Aku menitipkannya di sana sejak aku
menyampaikan kabar kematian Ayah dan lbu kepadanya. AkU tidak ingin Angela
sendirian di rumah."
"Katakan pada Angie bahwa paman kesukaannya ada di sini. itu pasti akan
membuatnya ceria lagi"
"Dia tahu-pamannya itu-mengajak dia makan es krim sore tadi." Samantha
tertawa bahkan sebelum ia menyelesaikan leluconnya.
"Ya sudah, sebaiknya kami tinggalkan kalian berdua unruk saling berbincang,'
sela Pastur Braithwaite, sambil membungkuk beliau meraih tas koper kulit
berwarna cokelat. "Lagipula, kami harus pulang. Pastur Doug akan menginap
bersama keluargaku untuk beberapa hari."
"Baik sekali hatimu, Pastur," puji Samantha.
Pastur Braithwaite melangkah menuruni anak tangga dan Pastur Doug mengikuti
dari belakang, lalu berhenti saat ia berhadapan dengan Malcolm. "Aku senang
melihat kalian berkumpul lagi. Dan, sekali lagi.aku turut berduka cita atas
kepergian orang tua kalian." Beliau meletakkan sebelah tangan di pundak
Malcolm dan menatapnya lekat-lekat.
"Terima kasih, Pastur.'
"]ika kalian perlu teman bicara, siapa saja dari kalian, jangan sungkan-sungkan
untuk menghubungi Pastur Braithwaite."
"Terima kasih," kata Samantha keras-keras agar Pastur Braithwaite ikut
mendengar.
www.ac-zzz.blogspot.com

Pastur Doug meuuruni anak tangga dengan langkah pelan, lebar, dan teratur,
Beliau berhenti begitu sampai di landasan terendah, lengannya yang panjang
dan kurus melambai ke arah Malcolm dan Samantha.Setelah itu, beliau
membungkukkan badan dan masuk ke dalam mobil milik Pastur Braithwaite.
Beberapa detik kemudian, mobil yang mereka tumpangi bergerak menelusuri
jalan kecil yang tadi Malcolm lewati, hingga akhirnya ditelan kegelapan malam.
"Aneh ya cara Pastur Doug membungkuk?" tanya Malcolm, melirik Samantha .
"Diamlah dan peluk aku lagi." Samantha menarik tubuh kakaknya lebih dekat,
mendekapnya erat dan menghirup sisa aroma air sungai yang masih melekat di
janggut kasar Malcolm."Aku tidak tahu yang mana yang lebih buruk
Mal,meninggalnya Ayah dan Ibu, atau bau badanmu yang sangat tidak sedap.
Kapan sih kau terakhir mandi?"
'Beberapa hari yang lalu, dan sebenarnya juga aku hanya siram-siram saja,
bukan pakai air lagi ... trapi pakai lumpur."
"Di Brazil?"
"Ya. Brazil."
"Aku tidak peduli seperti apa baumu, aku hanya senang kau suda di sini."
Samantha mengeratkan dekapannya, "Aku rindu padmu, Mal."
"Aku orang yang mudah dirindukan, Sammie."
Samantha mengangkat kepalanya dari pundak Malcolm. "Aku serius. Bagaimana
kita bisa mengantisipasi. tragedi ini? Aku rahu kematian bisa kapan saja
mengambil Ayah dari dalam kehidupan kita, sejak beliau didiagnosis mengidap
kanker, Tapi Ibu?" Ia mengubur wajahnya di dada Malcolm dan mulai terisak.
"Sudahlah, ayo kita masuk." Malcolm menjinjing ranselnya dan mengikuti
langkah Samantha ke dalam penginapan. Ia berhenti sebentar di serambi untuk
mengamati rumah yang sunyi.
"Ia sedang rnengunjungi Rosie dan Rick Schwartz, di Pegunungan Jackson, tapi
ia akan kembali. Ia juga menginap di sini."sam rnembersit hidungnya.
"Pasangan Schwartz masih hidup?" tanya Malcolm. "Ayolah, Mal, kau belum
pergi selama itu. Rick masih menjalankan kliniknya dan Rosie masih menjabat
sebagai walikota . . Kalau dihitung, sudah sepuluh tahun ia menjabat di posisi
itu,"
"Kurasa tidak banyak yang berubah di tempat ini, ya." Malcolm memberi
pernyataan, bukan bertanya,
"Ya," jawab Samantha. "Woodstock akan terus menjadi Woodstock dan keluarga
Cooper akan terus menjadi keluarga Cooper. Itu kata Ayah."
Malcolm menjatuhkan ranselnya di dasar tangga dan berjalan melalui koridor
menuju ruang dapur, Ia berhenti sebentar di tengab jalan untuk membenarkan
letak bingkai di dinding yang menyimpan sekeping liang logam kuno bernilai
satu sen koleksi orang tua mereka.
"Tempat ini punya bau yang berbeda."
"itu karena tidak ada yang memasak di sini," Samantha duduk di meja makan
yang panjang. Malcolm duduk di seberangnya. Dinding ruangan yang berwarna
putih seperti kulit telur diisi oleh foto-foto pahlawan perang dan presiden-
presiden yang pernah duduk di Gedung Putih.
www.ac-zzz.blogspot.com

Keramik mahal dipamerkan di balik dinding kaca sebuah lemari antik hasil
kerajinan tangan yang dibeli Jack di sebuah pelelangan di Kota Waynesboro
dalam tahun yang sama mereka sekeluarga pindah ke WoodstOck. Foto
kediaman thomas Jefferson, Monticello, yang telah digubah oleh seorang
arsitek tergantung di dinding lain tepat di antara foto Presiden Jefferson dan
Presiden George Washington.di belalcang Malcolm, sebuah lukisan
menggambarkan Jenderal Washington yang sedang berdoa di tengah tumpukkan
salju di Lembah Forge tergantung rapi. Lukisan itu merupakan salah saru
rekayasa seni yang paling disukai Jack.
"Kau ingat harumnya sarapan yang selalu disiapkan Ibu?" Samantha
menyandarkan kedua sikunya di atas meja. "Roti pangang ala perancis yang
beliau masak? Juga cara beliau mencelupkan roti panggang ala texas di sirup
manis yang beliau buat sendiri semalaman? Apalagi daging ham ala virginia.
Harumnya begitu menggoda sampai waktu makan malam."
"Ibu menang jago masak, ya." Malcolm meletakkan kedua lengannya ke
belakang kepala, mengaitkan kesepuluh jarinya tersimpul, menatap langit-
langit.
"Itulah kehebatan beliau," jawab Samantha. "Seandainya saja aku lebih sering
makan bersama mereka di sini beberapa tahun belakangan."
Keduanya duduk terdiam, menatapi gugusan foto keluarga dan barang antik
yang mengisi dinding ruang, Pada akhirnya, Samatha meletakkan kepalanya ke
atas kedua lengannya yang terlipat di atas meja. Ia menatap Malcolm dan
mengagumi sosoknya yang kasar. Bahkan setelah melalui perjalanan panjang,
dan wajah yang ditumbuhi janggut panjang dan berantakan, Malcolm tetap saja
terlihat tampan.
"Kapan upacara pemakaman akan dilangsungkan?" tanya
Malcolm.
"Minggu malam di gereja, Orang-orang akan melayat hari Sabtu."
"Pemakaman di hari Minggu?"
"Itu permintaan Ayah. Beliau sempat bilang pada anggota gereja dan membuat
mereka berjanji pada beliau untuk melakukannya di hari Minggu. "Kalau tidak
salah beliau juga melakukannya secara tertulis dalam surat kontrak yang beliau
tanda tangani saat mengurus pemakarnannya sendiri."
"Beliau sudah membayar biaya pemakaman dirinya sendiri sebelum..? Oh, itu
terdengar seperti ... seperti .... "
"Seperti kebiasaan Ayah? Yep."
"Dan orang-orang akan melayat ke gereja juga?"
"Bukan, mereka akan melayat ke Rumah Duka Gutherie di Kota Edinburgh."
"Ariek Gutherie masih hidup?"
"Malcolm!"
"Maaf Dik, kau tahu aku suka bercanda,'
Samantha menggerutu dan keduanya kembali terdiam.
"Dia sedang ada di rumah keluarga Guthrie sekarang, kalau saja kau
penasaran," kata Samantha beberapa menit kemudian.
"Dimana?"
"Di rumah keluarga Guthrie."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Siapa?"
"Nancy Reagan, siapa lagi?"
"Oh, baguslah. Ada urusan apa Nancy Reagan di sini?"
"Kau itu benar-benar bodoh. Kau pasti tahu siapa yang aku maksud."
Malcolm bersandar di kursinya dan menatap ke langit-langit.
"Rain."
"Dia menanyakanmu, asal kautahu."
"Dia juga masih hidup?"
"Malcolm. Berhentilah."
"Berhenti apa? Aku tidak tahu apa yang ingin kaudengar dariku, Sam."
"Kau tidak ingin tahu kabarnya?"
"Tidak juga."
"Bohong."
"Baiklah, apa kabarnya?"
"Sedih."
"Oke."
Samantha mengedipkan matanya. "Dan dia masih lajang."Malcolm segera
membenarkan posisi duduknya.
"Pernikahannya dengan Nathan sudah ditunda tiga kali. Yang pcrtama memang
dikarenakan sesuatu yang mendadak. Kerabat Rain di Kota Gaithersburg harus
melakukan operasi dan beliau buruh bantuan selama beberapa bulan, jadi Rain
pergi ke sana dan menjaga kerabatnya. Nathan mengatakan dia tidak
keberatan, tapi aku bisa lihat betapa hal Itu membuatnya kesal."
"Sesuatu yang pasti membuatmu kegirangan," Malcolm tersenyum.
Bibir Samantha juga menyunggingkan sebersit senyuman, tapi ia tidak
melanjutkan.
"Aku tidak percaya bisa berakhir begitu, kupikir pernikahannya sudah lama
berlangsung."
"Ya, itu karena kau bukanlah orang yang mudah untuk dilacak. Aku sudah
mencoba menghubungimu berkali-kali di nomor telepon yang Ibu berikan
kepadamu."
"Memang aku jarang mengaktifkan telepon itu, Kau beruntung Kamis kemarin
aku menjawab."
"Sedang ada di mana kau waktu itu?"
"Di atas perahu, di tengah perairan Amazon, di sebelah Utara amazon, sibuk
memotret dan menulis."
"Menulis?"
"Iya, menulis bukuku, Kau masih ingat kan dengan bukuku?"
"Itu 'kan dua tahun yang lalu, Mal. Kupikir sekarang kau sudah selesai dengan
buku itu."
"Kupikir juga begitu. Tapi, nyatanya, aku terjangkit penyakir inspirasi buntu."
"Itu masih lebih baik daripada terjangkit penyakit cacingan," Samantha
tersenyum.
"Aku sempat cacingan," wajah Malcolm berubah serius.
www.ac-zzz.blogspot.com

Samantha nyaris membenturkan kepalanya sendiri ke atas meja. Lalu,


keduanya tertawa bersama bak dua orang yang sedang berbagi lelucon kuno
yang hanya diketahui oleh mereka,
"Terus, kapan kita akan membicarakannya?" tanya Samantha saat gelegar tawa
mereka menyusut jadi tawa kecil.
"Nah, ini dia,"
"Kita tidak bisa terus-terusan menghindari topik ini."
"Sejujurnya, aku heran kau bisa tahan selama ini."
"Tidak mudah bagiku, Malcolm."
"Aku serius. Tadinya kupikir Nathan bersama cecunguknya akan menunggu
kedatanganku."
"Matt dan Nathan membuat kesepakatan. Kaupunya waktu beberapa hari, tapi
setelah pemakaman selesai, kita harus menghadapinya bersama,"
"Matt membuat perjanjian dengan Nathan agar tidak menggangguku? Pasti sulit
sekali membujuk Nathan untuk sepakat."
"Memang sulit, tapi setidaknya perjanjian itu sudah disepakati semua pihak.
Matt benar-benar berusaha sebisa mungkin untuk menolongmu."
"Lalu, apa syaratnya? Kau harus memegangi tanganku selarna tiga hari?"
'Bukan begitu. Aku hanya perlu kunci mobilmu."
"Apa?"
"Kunci mobilmu, Mal."
"Kau pasti bercanda:"
"Aku serius, Kau dilarang menyetir. Surat Izin MengemudimU juga ditahan."
"Apa?'
Ini prosedur standar, Apa kau tidak mengerti kenapa pihak kepolisian selalu
menahan SIM seorang berandal sepertimu yang selalu berencana untuk kabur?"
"Ayolah, Dik, Aku janji takkan macam-macam,"
"Maaf Mal. Pekerjaanku yang jadi taruhan di sini. Pekerjaanku"
Malcolm menarik serangkaian kunci dari saku celana pendek yang ia kenakan
lalu menggesernya ke arah Samantha,
"Maaf, ya," Samantha merengkuh rangkaian kunci di hadapannya.
"Aku mengerti. Maafkan aku juga karena kau diberi tanggung jawab untuk
mengawasiku."
"Jangan minta maaf soal itu." Samantha mengulurkan tangannya, meraih jemari
Malcolm.
"Kau melakukan hal yang benar."
"Begitu menurutmu."
"Ya. Sebenarnya kau tidak perlu pulang:"
"Ayah dan Ibn meninggal, bagaimana mungkin aku tidak pulang?" .
"Meski begitu, aku tetap bangga terhadapmu. Ayah dan Ibu juga pasti bangga
terhadapmu."
"Mari kita lihat apakah kau masih merasakan kebanggaan itu pada Minggu
malam."
"Mal, tolong jangan buat masalah."
"Aku bersumpah," kata Malcolm, membuat tanda silang di dadanya dengan
menggunakan jari telunjuk,
www.ac-zzz.blogspot.com

"Aku sayang padamu, Bodoh."

Samantha membimbing Malcolm ke lantai dua, ke dalam kamar tidur utama dan
menjabarkan semua yang diceritakan oleh A&P kepadanya tentang bagaimana
wanita itu menemukan Jack dan Laurel suatu pagi di hari Kamis dalam keadaan
sudah meninggal dan berpelukan. Samantha menjelaskan bahwa ibu mereka
sudah lama merasa tersiksa karena belum sempat mengabarkan kepada
Malcolm perihal kondisi ayah mereka yang sekarat karena kanker.
"Ketidaktahuanmu benar-benar menghancurkan hatinya,"
"Aku benar-benar sedih untuk Ibu, tapi aku dan Ayah sudah lama tidak pernah
berbicara lagi. Mungkin sudah sejak dua atau tiga tahun sebelum kepergianku.
Aku tidak yakin kalau aku akan cepat-cepat pulang begitu mendengar kabar
yang ingin disampuikan Ibu kepadaku."
"Beliau itu ayah kita, Mal. Ayahmu, darah dagingmu." Samantha membiarkan
kata-katanya barusan tenggelam dalam pikiran kakaknya. "Kau pasti akan
pulang untuk beliau."
"Mungkin." Malcolm mengangguk, meski ia sangsi.
Dengan hati-hati, Samantha menyampaikan penjelasan yang didapatnya dari
ahli koroner tentang kematian orang tua mereka dua malam lalu. Ia
mengingatkan Malcolm, bahwa keluarga mereka mengidap penyakit jantung
keturunan dan meskipun Laurel tidak pernah merasa dirinya terancam oleh
serangan jantung, ternyata rasa nyeri di dadanya merupakan sesuatu yang lebih
serius dari rasa ketidaknyamanan.
"Kautahu sendiri bagaimana sifat Ibu," kata Samantha, duduk di kaki ranjang,
"Beliau tidak pernah bisa berhenti beraktivitas. Kau ingat musim panas ketika
beliau mematahkan pergelangan kakinya di Danau Caroline, namun mengaku
kepada kita bahwa kakinya hanya terkilir? Bahkan dalam keadaan seperti itu,
beliau masih tetap berjalan-jalan sampai Ayah memaksa beliau pergi ke..."
"Ya, ya, dan Ayah sangat marah," sela Malcolm. "Oh betapa marahnya, beliau
saat itu. Lalu, Dokter memperlihatkan hasil X¬Ray Ibu. 'Nah, 'kan," Malcolm
meniru suara ayahnya yang rendah dan berwibawa, "Pergelangan kakimu patah,
tahu! Patah! Aku sudah bilang padamu bahwa pergelangan kakimu patah?'
"Bersopanlah sedikit," kata Samantha. meski ia juga tertawa mendengar
impersonasi Malcolm. terhadap mendiang ayah mereka. "Ibu selalu bisa
melawan apa saja."
"Kecuali serangan jantung," kata Malcolm.
"Kecuali serangan jantung,' Samantha setuju.
Mereka pindah dari kamar satu ke kamar yang lain. Malcolm memperhatikan
beberapa barang seni yang baru, juga tempat tidur beratap baru yang
diletakkan disalah satu kamar tamu di atas,
"Ini pasti ranjang antik bulan madu seseorang," Samantha mengernyitkan
dahinya, "tidak usah komentar."
Perhentian mereka terakhir adalah sebuah perpustakaan kecil, dan di sini
Samantha mulai menceritakan pengalaman hidupnya lama dua tahun terakhir.
Dia mendapatkan. kenaikan gaji saat satuan Polisi Kabupaten berusaha untuk
www.ac-zzz.blogspot.com

merekrutnya dari Satuan Polisi Kota. Kepolisian Kabupaten memang


menawarkan gaji yang lebih besar dari gajinya di Kepolisian Kota, aku
Samantha.tetapi bekerja di sekitar kabupaten berarti ia akan menghabiskan
bnnyak waktu di luar kora, jauh dari putrinya dan Domus Jefferson. Itu juga
berarti ia tidak bisa memenuhi panggilan orang tuanya kapan pun mereka
membutuhkan kehadirannya.
Malcolm bertanya perihal Will Armistead, kekasih masa SMA samantha dan
mantan suaminya selama enam tahun belakangan ini. Samantha menjelaskan
bahwa Will baru saja pindah dari Arlington ke Atlanta untuk bekerja di sebuah
firma humas.
"Apa kaurindu padanya?" tanya Malcolm.
"Kautahu kan rasa gatal yang ditimbulkan tanamnan poison Ivy jika kau
kebetulan terkena racunnya di antara dua jari tanganmu? Semakin digaruk,
gatalnya semakin jadi, Tapi, jika kau berhenti menggaruk, maka gatalnya akan
hilang perlahan-lahan. Setelah beberapa lama, kauingat rasa gatal itu, tapi
tetap saja kau merasa baikan."
"Aku tidak mengerti."
"Oh, diamlah. Aku tahu kau mengerti maksudku. Intinya,setelah enam tahun ...
rasanya seperti tiga minggu. Luka yang diakibatkan oleh racun itu sudah
hilang."
"Jadi kau benar-benar merindukannya?"
Yang aku tahu, Aku merindukannya," jawab Samantha, "tapi dia tahu Atlanta
tidak terlalu jauh. Mungkin tahun ini aku akan membawanya ke sana untuk
berkunjung." Samantha mengedikkan pundaknya, "Pelan-pelan, aku mulai
melupakan permasalahan yang kami miliki. Mungkin jika dia datang berkunjung
kemari, aku akan mentraktirnya di Bar Woody's's."
"Bagaimana dengan karir aktingmu? KaU sudah aktif lagi?"
"'Belum."
"Karena .... ?"
"Suatu hari, Mal."
"Kapan?"
"Suatu hari Entah kapan." Samantha menyandarkan kepalanya di atas tangan
kanannya. "Dengan situasi Ayah dan lbu belakangan ini ... lalu kejadian ini.. ..
Aku tidak punya banyak peluang.' Suaranya, perlahan-lahan mengecil. "Dan Will
benar¬benar senang menghancurkan mimpi-mimpiku."
"Setidaknya ia tidak menghancurkan bakatmu."
"Siapa yang tahu?"
"Sudahlah, lakukan saja. Sudah saatnya, Siapa tahu ada sesuatu yang menarik
di Kota Harrisonburg. Mereka selalu mengadakan pertunjukkan di JMU."
"Mungkin."
Malcolm mengedipkan matanya ke arah Samantha, "Terima kasih."
Saat suasana di antara mereka kembali sunyi, mereka mendengar suara pintu
utama penginapan terbuka lebar. "Halo?" sapa Samantha.
"lni aku," Matthew menjawab.
"Kami ada di atas," kata Samantha. "Jadilah anak manis," bisik samantha
kepada Malcolm.
www.ac-zzz.blogspot.com

Beberapa saat kemudian, Matthew muncul di ruangan yang sama. Meski dasi
merah yang ia kenakan tampak kendur, tetapi ia masih mengenakan jaket sport
berwarna merah yang menempel di tubuhnya seharian ini.
'Malcolm, kau sampai juga," katanya, mengulurkan tangan. Malcolm tidak
menjabat tangan Matthew, melainkan setelah membasahi bibirnya ia mengecup
punggung tangan kakaknya.
"Kenapa sih kau ini?" Matthew menggelengkan kepala dan memeperkan
punggung tangannya pada kaus yang dikenakan Malcolm.
"Sammie memintaku untuk jadi anak manis."
Samantha memutar matanya,
"Senang berjumpa denganmu," kata Matthew. 'Meski kau terlihat seperti
sampah."
"Oh, terima kasih. Sebenarnya, waktu di pesawat aku mengenakan seragam
anak perempuan Pramuka milikmu.tapi aaku bersalin setelah tiba di sini-"
"Sudah, sudah. Hentikan perseteruan ini."
"Sam benar," kara Matthew.
"Ya, Sam. memang benar," Malcolm mengulurkan tangannya sebagai tanda
perdamaian. Namun, ketika Matthew menjabatnya, Malcolm menarik tangan
kakaknya dan mengecupnya sekali lagi.
"Oh, dewasalah sedikit!" hardik Matthew; memeperkan punggung tangannya
sekali lagi di atas dada adik laki-lakinya, meski kali ini dengan sepenuh tenaga.
"Semuanya, ayo turun ke bawah," perintah Samantha, mengambil posisi sebagai
penengah, posisi yang cukup dikenalnya. Ia menggiring kedua kakaknya keluar
dari perpustakaan dan turun ke lantai dasar, "jangan lupa," ia mengingatkan
sambil mengikuti Malcolm dan Matthew'dari belakang, "aku punya senjata api."
Tiga bersaudara itu kemudian berkumpul di ruang tengah yang luas. Malcolm
berbaring telentang di salah satu sofa kulit, Matthew melepas jaket yang ia
kenakan dan duduk di kursi malas, sementara Samantha duduk di atas tungku
baru yang memagari perapian. Api yang berkobar panas malam itu kini hanya
tersisa percikannya saja, berdansa lepas diantara dua batang kayu yang
terkulai,
"Paman joe akan datang?" tanya Malcolm.
"Aku tidak yakin beliau sudah mendengar kabar kematian Ayah dan Ibu,"
"Beliau sempat menulis surat padaku waktu aku tinggal di Sete Lagoas,mungkin
sekitar tahun lalu-dan di surat itu beliau berkata bahwa beliau sudah tidak
mabuk-mabukkan lagi, sudah pindah ke St. Louis unruk suatu pekerjaan dan
bertemu dengan seorang wanita di sana."
"Itu benar,"kata Samantha. 'Beliau memang sudah membaik, Ayah bilang Paman
Joe sudah berhenti minum-minuman keras seJak tiga tahun lalu mungkin lebih."
"Itu kata beliau,' imbuh Matthew.
"Itu kata petugas pengawasnya," kata Samantha penuh keyakinan.
Matthew mengangguk menyampaikan permintaan maaf
yang setengah hati.
"Kuharap beliau bisa datang. Senang juga jika bisa bertemu lagi dengan beliau.
Mungkin beliau bisa berbagi cerita tentang apa saja yang menarik unruk
dilakukan di dalam penjara," Malcolm mengerutkan dahinya.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Topik selanjutnya ... ," Samancha mendesak,


"Hey, Matt, Sammie bilang aku dihukum selama beberapa hari," katra
Malcolm.tidak menghiraukan Samantha, memeluk bantal di sofa.
: Bisa dibilang begitu," balas Matt.
"Lalu apa? Apa yanga kan rerjadi Senin pagi?"
"Kita berunding dengan Nathan dan beberapa orang dari pemerintahan
kabupaten, lalu mereka akan menahanmu.'
"Setelah itu?"
"Setelah itu terserah Hakim Houston."
"Ayolah, Matthew kau benar-benar tidak tahu apa yang ada dalam benak
mereka?"
"Mereka berpikir bahwa kau akan dijatuhi hukuman dalam masa percobaan
karena terlibat tiga perkelahian dalam satu tahun.Terus kau juga
menghancurkan motor seseorang."
"Intinya?"
"Terus, kauserang orang yang sama di Bar Woody's's dan berlaku sangat, sangat
keterlaluan. Kau nyaris membunuhnya."
"Nyaris," Malcolm mengingatkan.
"Terserahlah, pokoknya kau nyaris membunuhnya. Lalu kau memukul Nathan
Crescimanno sampai parah."
"Dua kali," kata Malcolm, mengerutkan dahi.
"Benar,"
Ia berhak dipukul."
"Oh, aku tidak meragukan itu. Tapi jangan lupa bahwa kau¬kabur membawa
uang jaminanmu. Tunggu, tunggu ... kaukabur membawa uang jaminan Ayah,
jaminan yang Ayah bayar agar kau bisa jadi tahanan luar karena kau melakukan
hal-hal yang ... ceroboh," Matthew mengerutkan bibir sambil menggeleng.
"Dua kata, .Matthew, Bela Diri."
"Bela diri? Yang benar saja, Kalau kaupercaya itu, kenapa kau harus lari'?
Kenapa kau harus bersembunyi?"
Karena Brazil memiliki pemandnngan yang jauh lebih indah dari pada penjara,
pikir Malcolm. Dan di Brazil ia tidak perlu melihat Rain setiap saat. Malcolm
tersenyum ironis, memalingkan wajahnya.
"Bela -diri," caci Martbew, dengan jemarinya mengilustrasikan tanda kutip di
udara kosong. "Kau ketakutan orang yang kautendangi rusuknya akan menggigit
pergelangan kakimu? Dan kenapa kau mematahkan hidung Nathan? Karena dia
mencuri pacarmu?"
"Hentikan!" hardik Samantha.
Malcolm mengabaikan adiknya. "Mungkin orang Itu punya senjata."
"Dia tidak.."
"Bagaimana jika wanita-yang direbut hatinya adalah Monica, huh, Matt? Kau
akan menjabat tangan laki-laki yang merebut kekasihmu dan pergi begitu saja?"
"Monica itu istriku, Tolol. Perbedaannya besar sekali!" Matthew tidak jngat
terakhir dia berbicara sekeras ini, dan harus berusaha untuk menahan
amarahnya. Dia membenci betapa mudah Malcolm membuatnya naik pitam.
www.ac-zzz.blogspot.com

Dari posisinya di seberang ruangan, Samantha menjatuhkan kepalanya ke dalam


rengkuhan kedua tangan. Sementara perdebatan Matthew dan Malcolm bergulir
di sekitarnya, ia berharap kedua orang tuanya sudi hadir untuk terakhir kalinya
guna melerai mereka. Ia berharap akhir pekan ini akan berlangsung secepat
mungkin. Ia berdoa agar diberikan kekuatan. Ia menyesali keberadaan Rain di
Bar woody's's malam itu dan juga menyesali hahwa sifat pemarah ayahnya
diturunkan kepada Malcolm.
JUMAT malam di musim gugur di Kota W00dstock berarti sedang
berlangsungnya permainan bola kaki sekolah me nengah. Semangat yang
melanda kota itu memang tidak sebesar di Texas namun tetap saja terasa tulus
dan menyenangkan. Menang atau kalah, tidak ada bedanya: Woodstock
mencintai tim Falcon mereka, Hanya dengan menggunakan satu tangan, Anda
bisa menghitung jumlah orang yang tidak mengenal sekolah negeri tempat tim
Falcon dilatih atau anggota dari tim itu sendiri.
Permainan di jumat malam itu berakhir dengan kemenangan tim Rams dari
Kora Strasburg melewatkan sebuah gol, waktu yang mereka miliki hanya 4 detik
Tim Falcon dan teman-teman sekelas mereka merayakan dengan pesta pizza di
kantin sekolahan. Ayah¬ayah mereka merayakan dengan membeli bir seharga
satu dolar di Bar WQody's's di jalan Main Street.
Malcolm kebetulan sedang mengunjungi kedua orang tuanya di akhir pekan.
Meski ia tinggal di sebuah apartemen di Kota Front Royal yang berjarak tiga
puluh mil dari WOOdStOck, Malcolm tidak jarang bersantap di Domus Jefferson.
Di Front Royal, Malcolm bekerja paruh waktu untuk Virginia Park Service,
namun pemandangan di kota barunya tidak sebanding dengan pemandangan di
Woodstock. Oleh itu ia selalu kembali, bukan hanya karena ia rindu pada
masakan ibunya.
Rain sudah menjabat sebagai manajer di Demus Jejerson selama dua tahun.
Meski Rain membuat Malcolm patah hati tidak lama setelah ia putus kuliah dari
James Madison University, persahabatan mereka anehnya tetap langgeng.
Di waktu luangnya, Malcolm mencari kesempatan menulis untuk RoLling Stone,
National Geographic, Time; ia bahkan mengirimkan sejumlah penawaran
kepada majalah Redbook. Saat itu, ia sudah merasa sebagai seorang novelis,
meski ia baru menerbitkan tiga artikel.
Malcolm memarkirkan kendaraan VW-nya di antara sebuah mobil pick-up dan
sedan Honda Accord, Ia berada tiga blok jauhnya dani Bar W00dy's's, yang mana
mencakup seluruh jarak dari ujung bagian bersejarah kota ke ujung lainnya. Ia
masuk ke dalam bar pada pukul 10:35 malam dan mendapati Rain sedang
berbincang-bincang dengan dua orang teman wanitanya di sudut bar. Mata
Malcolm sudah terlatih untuk melihat di dalam gelap.
Walau Rain bukan seorang peminum-bahkan Malcolm tidak pernah melihat Rain
minum alkohol-ia merupakan seseorang yang kehadirannya sangar diperlukan di
sebuah pesta. Malcolm sudah menebak bahwa di jam-jam malam seperti ini,
Rain pasti sudah menyimpan setengah lusin kunci mobil di dalam tasnya. Rain
mengaku bahwa ia menyukai pesta yang asyik dan berkumpul bersama teman-
temannya, tetapi Malcolm tahu yang sebenarnya. Dalam perjalanan pulang dari
sebuah seminar di Charleston pada tahun 1975, mobil yang dikendarai ayah
www.ac-zzz.blogspot.com

Rain menabrak pohon. Di samping tubuh ayahnya ditemukan sebuah botol


vodka yang sudah hampir kosong.
Malcolm menangkap pandangan Rain dan tersenyum. Hanya menggnakan
bibirnya tanpa suara, Malcolm mengucapkan kata halo' dari seberang ruangan
dengan cara yang sangat menyolok, membuka bibirnya sepuluh kali lebih lebar
dari seharusnya. Rain membalas ucapannya dengan cara yang sama konyolnya,
Lalu, Malcolm memuji potongan rambur Rain dengan cara menciptakan gunting
dari dua jari tangannya dan pura-pura memotong poni rambutnya. Ia juga
menambahkan kedipan mata yang berlebihan.
Rain tersenyum lebar, memberi tanda ucapan terima kasih: melarikan
tangannya di atas dagu, membuka telapaknya ke arah Malcolm. Sebelum
Malcolm bisa membalas, pandangannya dihalangi oleh pelanggan-pelanggan
lain.
Malcolm memutari seisi bar untuk menyapa orang-orang yang dikenalnya. Ia
berjabat tangan dengan mereka, memeluk beberapa wanita yang sangat akrab
yang dikenalnya sejak SMA. dan tentunya saling bertepuk tangan dengan para
penggemar olahraga bola kaki yang semakin marak.
Ia mendengarkan perhitungan yang berbeda-beda dari setiap penonton tentang
penyerangan terakhir serta pertahanan tim Falcon yang penuh keberanian
seorang penggemar mengatakan. bahwa tendangan final sejauh tiga puluh dua
meter yang diluncurkan oleh tim lawan melayang jauh ke kanan. Penggemar
lainnya berpendapar bahwa bolanya melayang jauh ke kiri. "Siapa yang peduli?
Yang penting mereka tidak gol! KITA MENANG!" sahut penggemar lain, dan
ketiganya mengangkat gelas-gelas bir mereka di udara, sebelum memasuki
ronde minum berikutnya.
Malcolm membiarkan dirinya melebur dalam suara dan aroma ada di
sekelilingnya, membayangkan semua itu dituangkan dalam bentuk tulisan untuk
sebuah kolom di majalah bergengsi SpOrts Illustrated. "Penggemar TiJU
Olahraga Bola Kaki di Korta Kecil, menyukai ide tersebut. Ditulisnya judul
artikel yang ada dalam bayangannya ke atas serbet, yang kemudian ia jejalkan
ke dalam saku.
Mendekati waktu tengah malarn, Malcolm mengamati jarak yang semakin
menipis antara Rain dan seorang pria tidak dikenal, berkepala pitak dan
mengenakan jaket sport berbahan wol.
"Wol? Yang benar saja," Malcolm mengolok-olok dengan suara lumayan keras
hingga seisi' bar bisa mendengar jika kegaduhan di dalam ruangan itu tidak
terlalu menyolok.
Ia mengamati seisi bar dan mencari-cari sosok Nathan. Nathan telah resmi
menjadi kekasih Rain sejak setahun yang lalu. Dan, walaupun ia tidak pernah
mendiskusikannya bersama Rain, Malcolm selalu was-was bahwa suatu hari
mantan kekasihnya itu akan bertunangan ,dengan Nathan, Memikirkan
kemungkinan terjadinya hal tersebut membuat kepala Malcolm berdenyut
nyeri.
Di sisi lain, sepanjang tahun, Nathan selalu mengumbar¬umbar kepada siapa
saja yang mau mendengarkan tentang rencana hidupnya bersama Rain:
menikah, melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan secara berurutan,
www.ac-zzz.blogspot.com

mencalonkan diri sebagai Wakil Pemerintahan Daerah, melahirkan anak laki-


laki lagi, menjalankan masanya sebagai Wakil Pemerintahan Daerah selama dua
periode, melahirkan seorang anak perempuan lagi, mencalonkan diri sebagai
jaksa Agung, dan empat tahun kemudian ia akan mencalonkan diri sebagai
Gubernur Negara Bagian Virginia. Nathan selalu beranggapan bahwa ia
dilahirkan untuk posisi tersebut.
Malcolm setuju. Hanya Nathan yang punya ambisi sebesar itu.
Nathan adalah satu-satunya pria yang dikencani Rain selain Malcolm. Ketika
Rain dan Malcolm berkencan, Malcolm menolak untuk melamar kekasihnya
sampai ia sanggup membeli sebuah cincin, sebuah paket bulan madu, sebentuk
rumah, memiliki biaya perawatan anak, termasuk uang sekolah mereka, yang
rencana akan disekolahkan di sekolah-sekolah Ivy League. Rain lelah menunggu
satu hal. sementara Malcolm lelah menuggu hal lain. Meski itu adalah alasan
utama berakhirnya hubungan mereka, Malcolm belajar untuk
menghargai,bahkan mengagumi keputusan Rain untuk, tidak melepaskan
keperawanannya begitu saja, Mengetahui bahwa nathan adalah orang yang
pada akhirnya akan menodai kesucian Rain, Malcolm merasakan dirinya hancur.
.
Nathan adalah orang baik, Malcolm. mengingatkan dirinya sendiri, meski
ambisinya yang tidak terkendali itu membuat keluarga Cooper cemas akan
masa depan warga Virginia.
Malcolm menyingkirkan pikiran buruknya-ia bertanya¬tanya kenapa Nathan
membiarkan Rain bersosialisasi selama ini tanpa dirinya.
"Coop!" Lonnie Smallwood si Tukang Mabuk berteriak, menepuk punggung
Malcolm "keras-keras hingga Malcolm nyaris tersedak, 'Ke mana saja sih? Sudah
lama aku tidak melihatmu di sekirar sini."
"Aku sering kemari, tapi kau selalu mabuk."
"Jangan begitu," kata Lonnie dengan nada seperti orang yang sedang berkumur,
"Setiap Senin aku tidak pernah mabuk,"
"Nah, mungkin itu alasannya-aku kerja setiap Senin," "Yaaaaaaaa," Lonnie
terbata, "Memangnya kau diizinkan masuk ke tempat ini? Bukannya kau sedang
dalam masa percobaan?"
Malcolm tidak mendengarkan. Matanya terfokus pada kursi Rain di meja bar,
tetapi kursi itu sudah ditempati oleh orang lain berpakaian hitam dan topi
koboy yang besar. Teman-teman wanita Rain masih berkumpul di meja bar,
tapi semuanya terjebak dalam percakapan bersama orang dewasa yang
mengenakan kaus olahraga bola kaki berlambang Washington Redskins.
"Wol," kata Malcolm. Laki-laki yang mengenakan jaket sport dan juga
Rain,sudah menghilang dari bar. "Aku harus pergi, Lonnie," katanya cepat-cepat
berlari ke arah pintu keluar.
"Sampai nanti, Coop! Ayo kita berburu kapan-kapan!" Malcolm melangkah
keluar lewat pintu depan dan mencari¬cari sepanjang jalan Main Street. Dia
melangkah lagi ke arah utara dan mendengar suara Wol datang dari sebuah
gang kecil.
"Ayo, Sayang, aku dengar kamu masih semurni salju." Wol menarik blus yang
dikenakan Rain.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Lepaskan, lepaskan!" Rain menggeram, memukul laki-laki itu dengan kedua


tangannya.
Malcolm segera berlari menghampiri mereka dan melemparkan tubuhnya
seadiri ke atas laki-laki tersebut, menghantamn dada wol dengan sudut pundak
kanannya lalu melempar Wol terbang di udara seperti bola, kemudian jatuh di
atas tanah. Malcolm berdiri menjulang di sam ping tubuh Wol, mendadak
sebuah pukulan telak mendarat di wajah Wol. Buk! Suara benturan antara
kepalan tangan Malcolm dan tulang rahang laki-laki berkepala pitak tersebut
terdengar begitu keras hingga menimbulkan gema di tengah kepungan gedung
tua yang dibangun di zaman Perang Saudara.
"Bangun," tantang Malcolm.
"Pergi sana," jawab wol, mermbuang ludah penuh darah ke permukaan sepatu
tenis yang dikenakan Malcolm.
Malcolm menoleh kepada Rain. "Kau baik-baik saja?" Sebelum Rain sempat
memberi jawaban, Malcolm sudah memutar badannya dan menendang Wol di
perutnya dengan sekuat tenaga.
Wol mengerang kesakitan, berguling di tanah, memunggungi Malcolm.
Tanpa belas kasihan, Malcolm menapakkan kakinya tepat di antara dada dan
perut Wol
"Rain!" Suara seorang laki-laki memanggil dari kejauhan. Nathan.
"Nate!" Rain berlari ke arahnya dan Nathan segera merengkuhnya ke dalam
pelukan.
"Apa yang terjadi?" tanya Nathan, mengelus gerai rambutnya dan mendekapnya
erat.
"Orang ini ... brengsek ... ia memegang ... menyentuhku dan melucutkan blus
yang kukenakan ....
"Shhh, kau sudah aman sekarang. Masuklah ke dalam mobilku, aku parkir di
seberang jalanan, bisa lihat, kan? Pintunya tidak kukunci," Rain seolah tidak
ingin lepas dari Nathan, gengaman tangannya begitu kuat mencengkeram
lengan kekasihnya. "Tidak apa. Pergilah."
"Bukankah seharusnya kau mengabari kantor polisi?" Rain berbicara dengan
napas terengah.
"Msuklah ke dalam mobil Sekang juga." Melihat ekspresi di wajah Rain yang
sarat rasa takur, Nathan mengubah nada bicaranya jadi lembut. "Rain, kau
aman sekarang, Biarkan aku meluruskan hal ini,"
Rain segera membalikkan tubuhnya dan berlari pergi. Malcolm kembali
mencermati fisik Wol dan sekali lagi meluncurkan sebuah tendangan maut yang
mematahkan dua buah tulang rusuk lawannya,
"Ho! Cukup, Malcolm." Nathan menarik lengan Malcolm. "Cukup? Oh, kau juga
mau ikutan menghajarnya? Silakan."
Malcolm bergerak menjauh dan meganggukkan kepalanya ke arah Wol1,
memberi tanda isyarat kepada Nathan. "Giliranmu sekarang."
"Aku bukan mau menghajarnya. Aku ingin kau berhenti memukulinya. sudahlah,
kurasa ia telah menyadari kesalahannya." .
"Ya, aku sadar," susul wol. "Lagi pula cewek itu tidak pantas diperebutkan."
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm meluncurkan tendangan kedua, lebih bertenaga dari sebelumnya,


mengerang kesal saat ujung kakinya menghantam tubuh Wol. Saat wol melipat
kedua lengan untuk menutupi dadanya sendiri, Malcolm yang belum juga puas
menghajarnya segera beralih menendang wajah lawannya, Tendangau Malcolm
yang terakhir membuat kepala Wol berdarah dan tubuhnya lemas tak sadarkan
diri. Sebuah gigi terlempar keluar dari mulutnya yang menganga dan
menggelinding di atas jalan.
"Malcolm!" teriak Nathan, "Sudah cukup! Laki-laki ini ada benarnya!"
"Apa?" Malcolm melirik Nathan.
"Rain bukan wanita yang pantas kau bela sejauh ini." Mata Malcolm mendelik
marah.
"Kita sernua tahu Rain adalah wanita yang suka menggoda laki-laki."
"Apa katamu?Apa kau mabuk? Apa sih masalahmu?"
"Aku tidak punya masalah. Aku bahkan punya banyak 'kesempatan'. Dan Rain
sudah sering memberikan aku banyak kesempatan,tahu kan maksudku?"
"Apa?"
"Apa kau perlu kukirimkan surat memo? Semalam kami bertunangan. Karena itu
malam-malam sepiku sudah resmi berakhir."
Tanpa berpikir panjang, Malcolm melayangkan tinjunya ke wajah Jaksa
Penuntut Umum Kabupaten Lembah Shenandoah, mematahkah tulang
hidungnya. Darah yang berwarna merah gelap mengucur dari kedua lubang
hidung Nathan dan membasahi bibirnya. Wajahnya pun berubah semedit teks
bu nora
http://ebukita.wordpress.com.
Nathan Crescimanno tersenyum meski kesakitan. Malcolm meninjunya sekali
lagi,
"Kau milikku sekarang" kata Nathan, tersenyum lebar. Sambil melangkah pergi,
ia membuang ludah di pinggir jalan.
LEWAT tengah malam, Samantha terbangun dari tidurnya. Walau tidak
direncanakan, tetapi ia telah pindah dari posisinya di dekat tungku perapian ke
atas karpet yang terhampar di tengah ruang tamu dan tertidur lelap. Suara ban
mobil yang menggesek permukaan jalan dan diikuti oleh butiran kerikil yang
menggelinding membaugunkannya dari alam mimpi.
Samantha mengusap wajahnya, bangkit, dan berjalan ke beranda depan.
Dilihatnya Matthew sedang duduk di kursi goyang. " siapa yang mengendarai
mobil malam-malam begini?" tanya Samantha, masih setengah tertidur,
"Kakakmu."
"Apa?" Samantha tersentak, mendadak tidak merasakan kantuk yang tadi
merundunginya,
"Kakakmu. Dia sedang ingin menenangkan diri."
"Pakai mobil siapa?"
Marthew tidak bereaksi. Tanpa harus menebak lebih lama, Samantha sudah
tahu jawabannya, Mulutnya terbuka lebar.
Mobil sedan kepolisiannya telah raib dari pelataran parkir.
www.ac-zzz.blogspot.com

Rain menghabiskan malamnya di rumah. Ia menghubungi teman serta kerabat


keluarga Cooper untuk mengabarkan berita sedih yang menimpa Jack dan
Laurel semalam. Ia juga menyampaikan informasi terkini mengenai jadwal
pemakaman di akhir minggu.
Pada Sabtu sore nanti, anak-anak jack dan Laurel akan mengadakan acara
makan siang yang dihadiri oleh teman-teman dekar serta tamu-tamu langganan
Demus Jefferson. A&P yang mengawasi acara tersebut.
Sabtu malam, jenazah Jack dan Laurel akan dibaringkan di Rumah Duka Guthrie
mulai pukul enam sampai delapan malam.
Minggu pagi, A&P teah memanggil sekelompok penyanyi gereja untuk
meramaikan acara misa, di sebuah gereja di Pegunungan Jackson. Gereja
tersebut sudah berbaik hati memberikan jasa pelayanan bagi keluarga dan
kerabat Cooper, tentunya karena mereka dijanjikan sumbangan sebesar lima
ribu dolar oleh sumber yang tak dikenal. Tapi semua orang tahu penyumbang
tak dikenal itu adalah A&P yang juga mendanai makan siang besar di hari
Minggu sore bagi tamu-tamu yang datang dari luar kota untuk menghadiri
pemakaman Jack dan Laurel.
Keluarga Cooper memperkirakan jumlah pelayat yang datang tidak kurang dari
seratus Orang, bahkan mungkin lebih. di penghujung acara, prosesi pemakaman
akan dimulai dari gereja yang sama, dipimpin oleh Pastur Braithwaite, dan
berakhir di Kuburan Massanutten.
Rain berpikir bahwa jadwal pemakarnan Jack dan Laurel terdengar seperti
jadwal pertandingan oLahraga.
NATHAN menghubungi beberapa orang dari kantornya di Barisan Pengacara,
yang tidak lain adalah sederetan kantor kecil terletak di dekat gedung
pengadilan. ia berjalan mondar-mandir. Ia membaca berkas Malcolm dan
laporan dari Kesatuan Polisi untuk kesekian kalinya. Ia meghubungi seorang
sahabatnya dari
sekolah hukum, Ia mondar-mandir lagi. Menatapi dinding di seberang ruang
kerjanya, ia mengagumi foto diri Rain berukuran 28x43 cm yang tergantung di
bawah sederetan surat-surat diploma serta penghargaan yang terbingkai rapi,
Ia menghubungi rumah duka membangunkan Arie Curheria, dan menanyakan
apakah persiapannya berjalan baik untuk acara melayat dan pemakaman di hari
Minggu.
"Semuanya sudah siap, Tn. Crescimanno. Tolong jangan menelepon lagi; ini
sudah malam." Ia menghela napas. "Maafkan kelancangan saya. Bagaimana
kalau Anda menanyakan perihal ini lagi nanti di Minggu sore?Adilkan?"
"Adil," Nathan menjawab dengan kesal. ia memutuskan sambungan telepon
tanpa mengucapkan apa-apa.
RaiN mengenakan celana training kesukaannya dan baju training berlogo tim
basket Washington Bullets. Ia menyusun dafrar panjang, mengeceknya lagi,
menambahkan nama-nama baru dan men coret nama-nama lain. Perangkat
masak yang tergeletak bersih di dalam mesin pencuci piring yang dibelikan oleh
Nathan, dicucinya lagi dengan tangan. Ia tidak peduli apakah mesin cuci itu
masih baru (dibeli di Sears) dan ia juga tidak peduli bahwa
www.ac-zzz.blogspot.com

nathan sudah bersusah-payah membayar semua pengeluaran instalasi mesin


tersebut di dapurnya,
Saat ia sedang membasuh piring di wastafel, terdengar dering telepon. Suara
Nathan menyapanya dari seberang saluran, entah untuk yang keberapa kalinya
hari itu. ''Aku baik-baik saja, kok," kata Rain. "Tidak usah cemas, Nate. Sampai
besok, ya?"
RAin meraih sebentruk buku tahunan SMA Central angkatan 1974 dari bawah
tumpukan baju dingin di atas rak lemari bajunya. Halaman demi halaman
dipandanginya, menghitung jumlah teman sekolahnya-yang kini tidak lagi
tinggal di Lembah shenandoah. Padalembaran yang ditandai dengan lipatan di
sudut atas, ia menemukan halaman di mana terdapat foro dirinya dan Malcom
sedang berdiri saling merangkul di bawah pinata (wadah besar terbuat dari
kertas atau jerami berisi manisan yang biasanya digunakan sebagai pemeriah
acara berasal dari kebudayaan Aztec) berbentuk burung falkon, melambangkan
tim olahraga kebanggaan SMA Central.
Di foto itu, Malcolm mengenakan jas rubedo berwarna biru milik ayahnya. Rain
mengenakan gaun pesta berwama merah muda deugan ekspresi gelisah.
NATHAAN menghubungi seorang staf perbankan di nomor bebas biaya yang
menyediakan layanan 24 jam, Ia mengecek ulang jumlah tabungan dan saham
yang ia miliki. Ia menghubungi kakaknya di Sacramento, tetapi disambut oleh
mesin penjawab. ia menandai ulang sejumlah berkas di kantornya dan
menelaah dokumen-dokumen pengadilan yang akan di proses minggu depan. Ia
memandangi foto Rain berulang kali. ia berlutut di hadapan kursi seharga 400
dolar yang terbuat dari kulit dan setelah sepuluh tahun, berdoa untuk yang
pertama kalinya. Ia berdoa agar Tuhan mau mengetuk hati ayah yang tidak
pernah dikenalnya supaya bangga terhadapnya, Ia memohon agar satu-satunya
wanita yang mengerti dan mencintainya takkan hanyut dalam kehidupan eksoris
milik Malcolm Cooper.
RAIN juga berdoa untuk yang keempat kalinya hari itu dan terlelap di atas
ranjangnya seorang diri.

PUkul 01 :30 pagi di hari Sabtu,Matthew, Samantha, dan A&P berkumpul di


meja makan sambil memilah-milah tumpukkan surat serta dokumen milik
mendiang Jack dan Laurel. Di tengah kegiatan mereka itu, tiba-tiba mereka
mendengar kegaduhan dari arah pekarangan, diikuti silaunya lampu jauh
kendaraan yang menyinari serambi penginapan. Samantha buru-buru melangkah
ke pintu depan.
"Sebaiknya kau diam di sini saja," kata Matthew memperingati A&P, mengikuti
langkah adik perempuannya. "Kau tak ingin terlibat dalam apa yang terjadi di
luar sana."
"Kau tidak perlu menjelaskannya kepadaku. Aku dan Castro akan berjaga di
sini." Setelah tubuh Matthew menghilang dari pandangannya, A&P mengangkat
kuCing piaraannya ke atas meja, di samping kertas-kertas yang berserakan.
"Pendengaranmu masih berfugsi!"
Castro sang kucing, mengedipkan matanya dua kali.
www.ac-zzz.blogspot.com

Samantha berlari menuruni anak tangga di beranda penginapan, tepat pada


saat seorang petugas kepolisian membuka pintu belakang kendaraan patroli
miliknya.
Malcolm melangkah keluar, kedua tangannya terborgol, emosinya meluap-luap.
"Apa-apaan ini Sammie? Mereka memborgolku!"
"maaf Malcolm,"kata Keith,"ini perintah adikmu."
"Kau tidak perlu meminta maaf Keith," kata Samantha, "Malcolm, borgol yang
tersangkut di pergelangan tanganmu adalah hal yang tidak penting untuk
kaubicarakan sekarang. Apa sih yang merasukimu sampai kau berani-berani
membawa kabur kendaraan patroliku tanpa izin?"
Samantha meminta Keith untuk membuka ikatan borgol yang membelenggu
Malcolm.
"Aku adalah kerban kekerasan polisi, Sammie! Semua orang tahu aku orang yang
sensitif!"
"Diam"!lSamantha berteriak cukup keras hingga di dalam penginapan, Castro
melompat dari alas meja dan bersembunyi di bawah kursi yang diduduki A&P.
Samantha menoleh pada dua orang petugas kepolisian yang berdiri di dekat
Malcolm, "Apa yang terjadi? Di mana kalian menemukan nya?"
"Ia duduk di depan bioskop di jalan Main Street." "Itu saja yang dia lakukan?"
"Ya," Malcolm menjawab pertanyaan Samantha yang tidak ditujukan
kepadanya. "Aku sedang mengantre film The Princess Bride. Aku sedang ingin
menonton banyak film. Apa itu salah?"
"Yang salah adalah perbuatanmu mencuri kendaraan patroliku."
"Itu 'kan kesalahan teknis."
Samantha menatap Malcolm dengan mata terbelalak. Tanpa memalingkan
wajahnya dari Malcolm, ia berkata kepada dua petugas kepolisian yang
meningglkan perintah selanjutnya, "Maaf aku sudah merepotkan kalian, Hal ini
takkan terjadi lagi," katanya.
"]angan khawatir," Keith tersenyum dan melemparkan kunci mobil Yang ada
dalam genggamannya kepada Samantha.
"Kuhargai bantuan kalian, dan terima kasih karena telah mengembalikan
kendaraanku."
"Selamat malam Sam. Selamat malam, Malcolm." kata Barry, yang baru sadar
bahwa Matthew sedang berdiri di beranda, mengawasi sejak mereka tiba. "Oh,
hai, Matt."
"Hai," sapa Matthew.
'Kami turut berduka cita atas meninggalnya orang tua kalian."
"Terima kasih," kata Matthew. "Terima kasih juga karena telah mengantar
adikku pulang."
Kedua petugas tadi segera masuk ke mobil patroli mereka dan menderu pergi
dari penginapan Domas jefferson Sampai di Rute 11I mereka menertawai
kecerobohan Malcolm.
"Terima kasih, Dik, Tadinya aku khawatir kau akan marah padaku."
"Apa yang membuatmu berpikir aku tidak marah padamu?
Aku merasa sangat marah, rasanya aku ingin menendangmu kembali ke-Brazil."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Kau tahu tidak, Keith itu orang yang sangat pandai merayu. Kurasa ia naksir
padamu." Malcolm merendahkan suaranya untuk menimbulkan efek misterius.
"Aku sempat menguping di dalam perjalanan kemari."
Tawa Matthew segera berderai mendengar hal itu.
"Apa yang lucu, Matt?" Samantha menggertak kakak sulungnya, meski matanya
tetap terfokus pada Malcolm.
"Hey, semuanya," A&P memanggil mereka dari balik pintu kasa .. "Masuk dan
lihatlah apa yang kutemukan,"
"Kita selesaikan masalah ini nanti," Samantha menggeram, sementara Malcolm
menaiki anak tangga satu per satu dan mengikuti Matthew yang sudah
menghilang di balik pintu. Kesal, Samantha menghantam kepala Malcolm dari
belakang dengan tangan yang sedang menggenggam rangkaian kunci mobil.
KEEMPATNYA berkumpul di meja makan. Malcolm segera memeluk A&P dan
mengecupnya di pipi seraya berbisik, "Terima kasih, untuk segalanya." A&P
balas mengecup Malcolm
"Apa yang kau temukan, Anna Belle?" tanya Samantha, amarahnya belum juga
reda.
"Tadi WaktU aku selesai menyortir surat-surat di meja ini, aku kepikiran untuk
turun ke gudang dan mencari kardus-kardus lain yang menyimpan dokumen
pajak seperti yang kauminta, Matthew. Tapi, aku justru menemukan kardus
ini." la mengangkat sebentuk kardus dari lantai dan meletakkannya di atas
meja, Kardus tersebut memiliki label bertanda 'LC 1948-1955.' "lsi dalam kardus
ini adalah tumpukkan surat yang ditulis oleh ayah kalian untuk ibu kalian.
Setidaknya, hanya itu yang kulihat di sini." "Aku selalu berpikir bahwa kardus-
kardus di gudang hanya berisi dokumen-dokumen pajak atau sesuatu yang
berhubungan dengan itu," celetuk Samantha.
Matthew tidak tahu harus berpikir apa. "Sejujurnya, aku tidak pernah melihar
kardus-kardus seperti ini, Apa masih ada lagi yang serupa ini di dalam gudang?"
"Entahlah, Ketika aku melihat isi di dalam kardus ini, aku segera membawanya
kemari. Coba lihat di belakang gudang, sebelah lemari penyimpan makanan,
tepat di balik tembok. Labelnya terletak di punggung kardus, kalian tidak akan
menemukannya kalau tidak mencari dengan teliti."
Selama lima belas menit Samantha dan A&P membaca tumpukkan surat di
dalam kardus yang ditemukan A&P sementara kedua kakak beradik Matthew
dan Malcolm bolak-balik dari gudang ke ruang makan, menumpuk kardus demi
kardus yang mereka temukan.
Tidak lama kemudian A&P mengambil tas tangannya dan menggendong Castro.
ia juga mencium tiga bersaudara itu sebelum beranjak pergi. "Lihatlah apa isi
kardus-kardus itu," pesannya sembari menutup pintu belakang. "Kalian tidak
punya siapa-siapa lagi kecuali SatU sama lain." Sebenarnya, Anna Belle ingin
berpesan lebih banyak lagi, namun ia mengurungkan niatnya. Akhirnya, ia
berbincang dengan Castro selama perjalanan. kembali ke rumahnya sendiri.
Beberapa surat mereka baca dalam hati, tanpa mengeluarkan suara, dan satu
persatu mereka melipat kertas-kertas berisi tulisan tangan orang tua mereka
kembali ke dalam amplop layaknya ,memasukkan mayat ke daJam peti Surat
lainnya mereka baca bersama. Banyak dari surat-surat tersebut menceritakan
www.ac-zzz.blogspot.com

kegiatan yang dilakukan Jack dan Laurel ketika sedang bersama maupun
terpisah dari satu sama lain.
Sebagian besar perangko yang terekat di ujung kanan atas amplop memiliki cap
kantor pos asal Richmond, Carlorresville, Nor¬fQlk, New York, dan Memphis.
Ada juga surat-surar yang tidak pernah terkirim dan ketiga bersaudara
Matthew, Malcolm, dan Samantha membayangkan bahwa surat-surat itu
diselipkan di bawah bantal Laurel atau di tengah buku yang sedang ia baca.
Sejumlah surat berisi hal-hal yang sangat pribadi, yang menurut penilaian tiga
bersaudara keluarga Coopers tidak pantas mereka baca sepenuhnya, bila
menemukan surat-surat bernada sama, mereka segera meugembalikannya ke
atas tumpukkan surat lain yang telah mereka baca.
jack kerap menulis surat di atas kertas folio, kertas buku tulis bergaris, kertas
buku tulis dengan tulang spiral, serta kopsurar ho¬selcempatnya menginap,
Bahkan beberapa surat ditulisnya di atas
serbet. Matthew menemukan sepucuk surat yang dikeratkan pada selembar
uang, dan surat lain yang ditulis di balik selembar brosur berisi pengumuman
pertunjukkan seorang selebritas yang sedang melakukan promosi film Star Trek
di Washington D.C.
4 NovelMber 1979
Lourel
Hari Rabu ini baru saja dimulai.Aku sedang duduk di pelataran parkir dan
brosur ini adalah satu-satunya yang bisa kupakai untuk menulis surat
kepadamu.Tidak jauh dariku,joe sedang bergurau dengan beberapa wanita
diseberang jalan.
Berita yang ingin kusampaikan padamu malam ini adalah,kau siapa?AKU
BERTEMU DENGAN WILLIAM SHATNER!
Apakah kau dengar?AKU BERTEMU DENGAN WILLIAM SHATNER!
Aku begitu yakin saat pihak teater menjanjikan kehadiran beberapa aktor film
saat pertunjukkan dilm malam ini,bahwa mereka akan menghadirkan George
Takei atau bintang figuran lain yang tidak terkenal. Tapi saat aku dan joe
sedang duduk-duduk di lobi,William Shatner melenggang begitu saja dihadapan
kami.Wah!ternyata ia sebaik yang kubayangkan. Memang ada yang menganggap
bahwa dia itu penuh dnegan omong kosong dan mungkin memang begitu
adanya.Menurutku pribadi,ia memiliki karakter yang berbeda.Siapa sih yang
tidak punya karakter?
Sekarang aku menyesal karena tidak sempat meminta tanda tangannya.Aku
begitu gugup saat ia menjabat tanganku hingga satu-satunya yang terpikir
olehku adalah untuk mengatakan "Semoga anda panjang umur dan sejahtera".Ia
menatapku dan tersenyum.Dia bahkan tidak mengatakan bahwa aku adalah pria
uzur berusia 62 tahun terkonyol yang pernah ditemuinya,tapi aku yakin ia
berpikir seperti itu.Mungkin ia tidak tahu harus berkata apa padaku.Ah,siapa
yang peduli?AKU BERTEMU DENGAN WILLIAM SHATNER!
Oh ya,filmnya juga sangat memukau!Aku tidak sabar mengajak Matthew dan
MAlcolm untukk menontonnya saat malam pembukaan.Kau akan ikut bersama
kami kan?
www.ac-zzz.blogspot.com

Kau tahu tidak.Joe sangat senang bisa pergi malam ini.Ia ingin agar aku
menyampaikan kepadamu rasa terima kasihnya.Dan aku juga ingin berterima
kasih padamu karena pengertianmu yang luar biasa.Joe benar-benar
membutuhkan reaksi ini.
Saat kau membaca surat ini,aku pasti sudah menceritakan semua yang terjadi
malam ini secara langsung,bahkan berkali-kali,kau tahu lah bagaimana
sifatku.Masa bodoh ah.Aku mencintaimu.
mau dengar hal yang lebih mengejutkan lagi?Aku mencintaimu lebih daripada
Star trek
Jack (Kirk)
3 November 1948
LaureL.
Aku tidak punya waktu banyak.Saat ini waktu makan siang dan teman-temanku
hanya ingin membicarakan perihal pemilihan umum.Seseorang mengatakan
bahwa ada surat kabar yang mencetak kepala berita berjudul "Dewey
mengaalahkan Truman!"Aku ingin sekali mencari surat kabar itu sebagai
koleksi.
Aku jadi penasaran,apa yang aakan terjadi jika Partai REpublik membiarkan
MacArthur mencalonkan diri sebagai presiden.Aku pasti akan lebih bersemangat
mengikuti pemilihan umum.Tapi,aku tetap berpikir bahwa Dewey yang akan
menang.Tur kereta atau tur siulan atau tur apalah yang disebut-sebut oleh
Presiden Truman ternyata ampuh juga.
Jadi keputusanku adalah ini,kau siap?Kau Benar!dan sekarang kita semua harus
menanggung derita selama empat tahun di bawah kepemimpinan seorang
presiden dari partai demokratis.Kuharap kau senang Laurel Cooper.Kau
menang!
Biarlah.Aku masih mencintaimu.Meski kau seorang pengikut Partai Demokratis
atau Partai Republik atau bahkan Partai Dixie (Oh ya.Joe bilang padaku bahwa
ia akan memilih Strow Thurmond,meskipun ia orang satu-satunyaa yang
melakukan itu.kalau saja ia memilih Dewey,mungkin aku takkan mengenakan
baju berwarna hitam hari ini.)
N.B. Aku orang yang tepat janji lho.Terimalah selembar uang bernilai satu
dolar ini sebagai pembayaran kekalahanku dalam taruhan kita.Kurasa uang ini
takkan lari kemana-mana lagi.
22 ApriL 1970
"Untuk pengantin wanitaku yang terindah"
Perjalanan yang menyenangkan!aku menulis surat ini seolah sedang berada di
masa depan,puluhan tahun dari sekarang.saat aku sudah meninggal dan pergi
dari kehidupanmu,sehingga kau dapat menemukan surat ini dan mengingat
kembali waktu yang kita habiskan bersama minggu ini.Karena kau juga pasti
sudah tua dan lelah dan siap menemuiku lagi di surga,kau akan membutuhkan
surat-surat yang kukirim padamu untuk mengisi Lubang-Lubang dalam
ingatanmu tentang tahun-tahun yang kita lewati berdua.Mungkin saja setelah
aku meninggal kau jadi kehilangan akal sehat?gila?Apakah aku mengada-ada?
ya.kupikir juga begitu.
www.ac-zzz.blogspot.com

Aku bisa menghitung dengan satu tangan sejumlah kenangan tak terlupakan
yang kumiliki sampai aku diseret pergi dari kehidupan ini.Kalau memungkinkan
aku bahkan akan membawa kenagan satu ini sampai jauh ke dalam liang kubur.
Semalam kita mengunjungi Graceland!tapi kita tidak hanya berkunjung kan?
Semalam adalah kali kedua kita mengunjungi Memphis.Sudah berapa tahun kau
memohon-mohon padaku untuk datang berkunjung ke Memphis dan akhirnya
niat kita kesampaian juga untuk makan malam di jalan Beale.Beberapa bulan
lalu aku bahkan tidak bisa mimpi pergi ke Memphis.Tapi jika keberuntungan
berada tangan kita tidak mungkin menolaknya.
Tolong jelaskan padaku Laurel Cooper,bagaimana dan kapan kau berubah
menjadi aktris yang meyakinkan?sang raja Rock & Roll bahkan memujamu!Siapa
sangka semuannya berjalan begitu mulus?lebih mulus dari rencana kita ya.
Kuakui aku masih kecewa karena kita tidak diperbolehkan berfoto disana,tapi
aku mengerti alasan mereka.Apa jadinya jika orang-orang tahu bahwa kita
telah ingkar janji dan mengunjungi Graceland?bahwa kita sempat bertemu Elvis
dan Priscilla presley?Kau memang luar biasa.Oh ya elvis bahkan sempat berjanji
pada kita.Aku yakin hal itu bukan sesuatu yang lumrah.
Semua bermula di gerbang keamanan.Kau tampak begitu anggun.Kalau aku
tidak tahu kau sedang berpura-pura,aku pasti sudah menangis tak karuan!kau
menatap penjaga gerbang dengan penuh keyakinan dan memohon menemui
Elvis di kediamannya dengan alasan bahwa hidupmu hanya tinggal 36 jam.
"apa?"tanya si penjaga sambil tertawa.
Aku tidak tahu bagaimana kau bisa memasang ekspresi serius saat menjelaskan
bahwa kau mengidap penyakit paru-paru batu Asia.Apalagi saat kau berpura-
pura batuk, ya ampun,hebat sekali!Aku benar-benar berpikir bahwa di dalam
paru-parumu ada sejumlah gundu yang menyumbat.Aku bahkan tidak ingin tahu
kapan kau sempat menyempurnakan jenis batuk semacam itu.
Lalu sang penjaga menghubungi Priscilla.Seperti Mukjizat ya?Ketika Priscilla
meminta si penjaga untuk mengantar kita ke pintu masuk timur.aku nyaris
kencing di celana.Kau menjabat tangan si penjaga dan berterima kasih
padanya,kemudian mencium punggung tangannya seolah ia baru saja
memberikanmu hadiah terbesar dalam hidup.
Aku berani bertaruh satu dolar denganmu,sipenjaga pasti mencuci tangannya
dengan alkohol selama sejam karena takut tertular penyakitmu.
priscilla begitu murah hati,begitu cantik.ia juga tampak lebih lembut dari yang
kubayangkan. Benar-benar seorang wanita terhormat.
Tur yang ia berikan merupakan bonus malam itu,aku tidak pernah berpikir kita
bisa melihat isi rumah itu.Tadinya sih aku berpikir untuk melihat-lihat ke lantai
atas, tapi aku tidak yakin jantungku akan tahan menghadapi kegirangan macam
itu.
Setelah lima belas menit,mungkin lebih dari itu kita berdiri di pintu menunggu
si penjagaa datang untuk menjemput kita. Pada saat yang bersamaan,tiga buah
mobil menghampiri.Sudah jelas siapa yang ada di dalam salah satu mobil
tersebut.
Saat sang raja melangkah keluar dan mencium isterinya aku yakin nyaris melelh
terpesona.Priscilla memperkenalkan kita pada sang raja,menjelaskan alasan
www.ac-zzz.blogspot.com

kita disana dan bagaimana sekaratnya dirimu.Suara Elvis masih berdering,eh


bernyanyi di kepalaku.
"Kau datang jauh-jauh ke memphis untuk menemui kami beberapa saat
sebelum menemui penciptamu?
Seharusnya kau menerima penghargaan Oscar saat itu juga Laurel.
"Aku selalau berangan untuk bertemu denganmu tuan,serta,batuk-
batuk,pengantinmu wanitamu yang indah.
Seandainya Samantha bisa melihat ibunya berakting seperti ini!
"Semoga tuhan memberkatimu"Elvis memeluk dan mengecup pipimu.Aku lihat
kau nyaris pingsan.Aku jadi bertanya-tanya apakah yang akan terjadi jika aku
meninjunya di dagu karena telah bermesraan dengan isteriku?
Ketika si penjaga datang untuk mengantar kita keluar dari istana kediaman
sang Raja.Elvis meminta salah satu asistennya untuk melepaskan selempengan
plat mobil dari salah satu kendaraannya.Plat mobil itu dihadiahkan kepada
kita.Atas permintaan sang raja asisten yang samaa meraih sebentuk pena dari
sakunya agar sang raja dan isterinyaa bisa menandatangi bagian belakang dari
plat mobil tersebut.
Perjalanan yang luar biasa!
Aku tidak ingat benar apa yang terjadi har-hari berikutnya di Tennessee.Apa sih
yang perlu diingat dalam perjalanan itu.
kecuali lima belas menit yang kita habiskan di kediaman sang Raja dan
pengantin wanita terindahnya?
Aku tidak sabar ingin menceritakan ini semua pada anak-anak.Mungkin suatu
hari,saat kita berdua telah tiada.Mereka akan menemukan surat-surat ini dan
tiba-tiba menyadari kenapa ada selempeng plat mobil asal Tenessee tergantung
di dinding kamar tidur kita.

Salam sayang
Jack Cooper
Suami dari satu-satunya
Penderita penyakit paru-paru asia
yang hidup dan selamat
NB.mungkin saat kita sampai di rumah dan hadiah pemberian sang raja sudah
kita simpan baik-baik.Kita harus menulis surat dan meminta maaf atas
kelancangan kita berbohong pada mereka.Bagaimana menurutmu?

SEBELUM Samantha selesai membaca bagian N. B. dari surat Jack kepada


Laurel, Malcolm dan Matthew sudah mendorong kursi mereka menjauh dari
meja dan menghambur ke lantai atas sambil saling mendorong dan
menghalangi. Saat mereka mendekati pintu
kamar tidur utama, Matthew mengurangi kecepatan langkahnya dan
membiarkan Malcolm menyelinap di sampingnya hingga mendahuluinya. Lalu
dari belakang, ia mendorong Malcolm di atas ranjang dan buru-buru meraih
lempengan plat mobil asal Tennessee dari dinding.
"Wow!"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Pesan apa yang tertulis di situ?" tanya Malcolm, berguling ke sisi ranjang yang
lain, menyeimbangkan tubuhnya, dan merebut plat itu dari tangan kakaknya.
"Untuk Laurel dan Jack," Malcolm membaca pesan di balik plat tersebut.
"Nikmatilah hari-hari terakhir kalian. Elvis dan Priscilla, 1970."
"Ayah dan Ibu bilang ini hanya suvenir dari perjalanan mereka, bukan sesuatu
yang ditandatangani secara langsung oleh sang Raja. Aku tidak percaya kita
tidak pernah melihat ini!"
"Perjalanan yang luar brasa,"gumam Malcolm, menggeleng¬kan kepalanya,
"Perjalanan hebat."
KEDUA kakak beradik itu kembali ke ruang makan dan menemukan Samantha
sedang menangis.
"Hey, Dik, kau kenapa? Apa yang kautemukan?" tanya Matthew.
Ia mengangkat sebuah surat di udara."Ayah menanyakan pada Ibua pakah yang
akan terjadi pada penginapan ini saat beliau sudah tiada."
Matthew dan Malcolm kembali duduk dikursi masing-masing.
"Kapan surat itu ditulis?" tanya Matthew
Samantha menilik tanggal yang tertera di atas kertas. "Bulan juni tahun
kemarin."
"Apa Ayah memang sudah tahu beliau akan meninggal?" tanya Malcolm.
Samantha tidak rnenjawab.
"Aku dan Ayah sempat membicarakan hal ini waktu liburan dulu," kata
Matthew. "Beliau ,mengatakan bahwa Alex Palmer.."
"Siapa Alex Palmer?" Malcolm menginterupsi.
"Pengacara Ayah. Dia tinggal di Kota Front Royal. Ayah mengatakan padaku
bahwa Alex membantu beliau menguedit isi surat warisan beliau tahun lalu,
karena itu aku beranggapan bahwa mungkin penyakit beliau sudah tidak
tertolong lagi. Ayah dan Ibu memiliki sejumlah uang yang mereka simpan di
beberapa rekening tabungan. Tidak banyak, sih Kebanyakan dari uang itu
mereka habiskan untuk memelihara penginapan ini, Ayah punya polis asuransi
yang menjamin kesejahteraan Tbu jika tiba saatnya beliau pergi." Matthew
tampak ragu. "Yah bqgaimana pun masih banyak hal yang harus diurus. Aku
akan menghubungi ALex."
"Ayah pasti tidak berpikir mereka berdua akan meninggalkan kita pada waktu
yang bersamaan," kata Samantha.
Mendadak, ketiganya terdiam.
"Bagaimana dengan penginapan ini?" tanya Malcolm membuka pembicaraan.
"Seharusnya kita membagi semuanya sama rata, termasuk penginapan ini. Tapi
proses penjualannya akan makan waktu cukup lama, seperti biasanya.
Kecuali .... " Matthew menatap adik perempuannya. "Kecuali ada salah satu di
antara kita yang ingin terus mengelolanya. Ayah sangat jelas menginginkan
salah satu dari kita untuk meneruskan usaha ini."
Samantha dan Malcolm kontan menatap Matthew,
"Kau tahu aku tidak bisa tinggal di sini," Matthew menjawab tatapan adik-
adiknya. Aku tidak bisa meninggalkan Boston. Aku punya, klien dan saham di
sana. Kau juga tahu Monica takkan mau tinggal di kota kecil seperti
Woodstock."
www.ac-zzz.blogspot.com

Samantha dan Malcolm menganggukkan kepala mereka, "Kurasa aku bisa


meneruskan usaha ini," Samantha berusaha tersenyum.
"Kau kan seorang, polisi," kata Malcolm. "Hasratmu tidak mungkin tiba-tiba
berubah menginginkan mengelola sebuah penginapan."
Samantha tahu kakaknya benar.
"Bagaimana kalau kita teruskan saja?" tanya Malcolm. "Rain bisa mengelola
tempat ini."
"Mungkin hanya untuk sementara, Mal, tapi tidak lama dia juga akan pergi.
Nathan tidak akan tinggal di kota ini untuk waktru yang lama,' Samantha tiba-
tiba menyesal telah membawa-bawa nama Nathan dalam pembicaraan mereka.
"Maaf, ya." Ia mengelus lengan Malcolm.
Malcolm tersenyum,"Sudah, lupakan." Ia menggenggam tangan adik
perempuannya. "Ayo, kita lanjutkan membaca."

"Tidak mungkin!" Samantha berseru. "Aku menemukan sebuah surat yang ditulis
saat malam pernikahan mereka.
Tertanggal 16 Juni 1948." Ia membuka lipatan surat dan menggenggamnya
untuk ditelaah oleh kedua kakaknya.
"Tidak, tidak, tidak!" Malcolm berteriak, dengan bercanda menutupi kedua
telinganya. "Aku tidak mau mendengar cerita te tang malam pengantin mereka!
Singkirkan, singkirkan cepat!"
"Oh, diamlah. Di dalam surat ini tidak ada hal-hal yang mesum seperti dalam
pikiranmu. Ayah adalah seorang pria terhormat."
"Apa kauyakin kita diperbolehkan membaca surat-surat ini?"
Malcolm bertanya dengan nada yang serius, meski ia sudah membaca tujuh
atau delapan surat dari koleksi yang menumpuk di hadapannya.
"Ibu takkan menyimpan surat-surat ini jika beliau tidak ingin kita
membacanya," balas Samantha.
"Sam benar,' Matthew ikut berpendapat, "Mereka pasti tahu, suatu hari kita
akan menemukan surat-surat ini. Hanya saja, aku masih sulit percaya kalau
Ayah menulis semua ini."
"Aku sering sekali melihat beliau menulis," kata Samantha "tapi tadinya kukira
beliau sedang membereskan masalah pekerjaan. Kalau kutanya apa yang
sedang beliau kerjakan, beliau pasti menjawab bahwa beliau sedang menyusun
daftar keperluan penginapan,atau mencatat khotbah yang didengar beliau di
gereja, atau menulis buku hariannya. Aku tidak pernah menyangka beliau
senang menulis-surat untuk Ibu. Bahkan Ibu sendiri tidak pernah
menyinggungnya."
"Mungkin karena memang kita tidak seharusnya tahu." Malcolm mendadak
berhenti membaca,"Mungkin kita harus menunggu. Rasanya k0k Janggal, ya.
Pemakaman mereka saja belum dilaksanakan,"
"Terserah kalau kau ingin menunggu," kata Samantha. "Aku akan terus
membaca."

16 Juni 1948
Teruntuk Ny.Cooper
www.ac-zzz.blogspot.com

Percayakah kau bahwa akhirnya kita menikah juga?Kita sudah menikah!Betapa


indahnya hari ini.Sekarang pukul 11.50 malam dan di seberang ruangan kau
sedang terlelap dalam tidur. Apa kau tahu bahwa malaikat juga bisa
mendengkur?Aku baru tahu kalau ternyata mereka bisa mendengkur.Aku
mengetahui ini karena kau juga mendengkur,dan kau adalah malaikatku.
Aneh sekali.Aku tidak pernah menyangka kalau wanita juga bisa
mendengkur.Kau pasti membenciku karena berpikiran seperti ini,tapi apa yang
dapat kau lakukan sekarang?Kita sudah menikah dan kau harus menerima ku
apa adanya!
Aku sudah berjanji hari ini digereja dan aku akan berjanji lagi padamu malam
ini.Mulai sekarang,aku akan menulis surat padamu setiap minggu.Dimanapun
kita berada,entah di dua sisi benua yang luas ini atau di dalam ruang tamu yang
sempit,aku pasti akan menulis surat padamu.Tadinya kau ingin menyimpan
sebuah jurnal tapi aku tidak akan bisa konsisten menulisnya.Siapa juga yang
ingin membacanya?Surat adalah hal lain.Surat mampu bertahan di tengah
perputaran waktu.
Aku tidak mungkin mengatakan ini jika kau terbangun sekarang.Tapi berhubung
kau sedang tidur..aku akan mengatakan nya disini,terima kasih,terima kasih
karena telah menungguku.Terima kasih karena telah membuatku
menunggu.Malam ini seindah yang aku bayangkan selama ini.Bukan,malam ini
JAUH LEBIH BAIK dari yang aku bayangkan.MAlam ini merupakan sebuah berkah
mukjizat.
Aku akan membuat sebuah janji lagi.(Percaya tidak percaya aku belum pernah
berjanji sebanyak ini dalam satu hari) Laurel aku akan selalu
mendampingimu.Tak peduli apa pun yang terjadi,kita akan selalu
bersama.Tanpa rahasia.Tanpa kejutan dan aku akan selalu setia kepadamu
dalam segala hal.
Aku mencintaimu Ny.Jack Cooper.
jc
N.B. Maaf soal kelakuan saudaraku Joe.Kita akan balas dia di pernikahannya
nanti.
JC

SAMANTHA melipat surat itu-dan menyelipkannya kembali ke dalam amplop.


Malcolm dan Matthew saling memandang dari dua sisi meja makan.
"Sulit dipercaya," gumam Matthew.
"Sulit dipercaya," ulang Malcolm. Tampaknya hanya kalimat itu yang mampu
mereka utarakan.
Samantha mengambil sepucuk surat lain dari dalam kardus dan mulai
membacanya, Malcolm dan Matthew meneruskan bacaan surat yang ada dalam
genggaman masing-masing.
SELAMA satu jam, putra-putri Jade dan Laurel saling mengoper surat demi surat
di sekeliling meja makan. Samantha menangis berkali-kali, hampir setiap ia
membuka surat baru tetapi bahkan kedua kakaknya yang memiliki kulit tebal
serta kepala sekeras batu juga sempat menitikkan air mata sesekali.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Oke," kata Samantha memperingati. "Setelah ini kita masing-masing hanya


boleh membaca satu surat, karena kita harus segera tidur, Besok kita akan
melalui hari yang panjang dan surat-surat ini takkan pergi ke mana-mana;"
Ketiganya memasukkan tangan mereka ke dalam salah satu kardus yang dilapisi
debu dan meraih sebuah surat terakhir untuk malam itu.

27 November 1957
Teruntuk Laurel
Aku tidak tahu kenapa aku membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
mempelajari kata-kata yang sangat sederhana.
Maafkan aku.
Terkadang aku lupa betapa bahayanya temperamenku jika dibiarkan meledak-
ledak.Apakah dulu kau sempat membayangkan seorang gadis Kristen baik-baik
sepertimu bisa jatuh cinta kepada seorang penggemar tim bola kasti chicago
cubs dari utara sepertiku?
Aku ingin sekali melemparkan seribu alasan kepadamu demi membela harga
diriku,tapi alasan apa yangf kumiliki setelah membentak wanita yang aku
cintai?Itu bukan sebuah pertanyaan.Dan tidak cukup untuk menjelaskan
perbuatanku.
Kita berdua tahu bahwa saat ini keuangan kita sungguh pas-pasan.Setidaknya
dalam hal kita berdua mengerti.Sejujurnya hal tersebut mungkin takkan
berubah selama kau menjadi isteriku.
Aku minta maaf kau merasa tertipu.Ternyata suamimu bukanlah seperti yang
diharapkan kebanyakan wanita,seorang pria sukses didikan universitas-
universitas kenamaan atau seorang ahli waris yang memiliki kekayaan yang
melimpah. Kau berhak mendapatkan pria seperti itu.Kau berhak mendapatkan
seseorang yang lebih baik dari aku.Aku hanya berharap kau tidak perlu
bekerja.Setidaknya jangan sekarang.
Entah bagaimana caranya.Aku yakin kita akan berhasil mengatasi semua ini.Aku
sungguh meyakini hal itu.Apakah kau percaya padaku?
Ya intinya aku minta maaf.Aku minta maaf karena belum berhasil menjadi
seorang suami yang pernah kujanjikan untukmu.
Tolong jangan menyerah begitu saja padaku
Jack
Baru membaca dua paragraf pada surat yang sedang dibacanya,Matthew
menyikut Samantha dan berbisik,"Tukarkan suratmu denganku."
9 April 1975
Laurel
New York tampak jauh lebih hijau dari yang kubayangkan.Tentunya ada banyak
hal di kota ini yang tak terkesan untuk kuceritakan padamu.tapi satu hal yang
benar-benar membuatku terkejut adalah warna-warna hijau yang bertebaran di
mana-mana.Bahkan juga warna-warna putih di taman serta pot tanaman.Suatu
hari,mungkin kita bisa menikmati suasana ini bersama.
Aku menginap di sebuah motel yang terletak enam blok jauhnya dari rumah
bibimu-Beverly terlihat baik-baik saja.Aku melihatnya dan Beverly sedang
www.ac-zzz.blogspot.com

berjalan-jalan di Times Square sore ini.Aku ingin menghampiri dan


memeluknya,menguncangnya dan memeluknya lagi.Tapi kuurungkan
niatku.Tentu saja menurut Del aku harus menunggu setidaknya seminggu lagi.
Berikan Sammie beberapa waktu agar ia merindukan kampung halamannya.Sulit
sekali untuk menunggu karena kau merindukannya lebih dari dia
merindukanku.Atau mungkin aku salah?
(Aku lupa mengabarkan padamu,aku meninggalkan payungku dikereta.Aku
membeli payung lain di sini.Aku mengecek nanti saat aku kembali ke
Washington.D.C kalau-kalau ada yang menemukan dan menitipkannya ke
tempat barang hilang.Siapa tahu?payung itu kan kondisinya payah)
BEsok pagi-pagi sekali aku akan pergi ke teater dan mencari seszeorang
bernama EB Arthur.Tapi apa mungkin ibu orang itu menamakannya EB?nantilah
kutanyakan.
Bev menyampaikan padaku bahwa nama teaternya dalah "Curtains."Ironis ya?
teater itu memberikan pertunjukan yang dikategorikan sebagai pinggiran-
pinggiran-pinggiran Broadway.Kurasa itu artinya letak teater tersebut sangat
jauh dari Broadway hingga kita harus naik taksi untuk mencari pertunjukkan
yang sesungguhnya.
Bev sangat khawatir,tapi ia akan meleset dari rencana kita malam ini.ia akan
memberitahu sammie bahwa teater "Curtains" sedang menggelar audisi untuk
pemain baru.Jika si EB ini memiliki sedikit saja akal sehat,maka kita akan
berada dalam masalah besar.Tapi mengingat bahwa di kota ini apa saja bisa
dihalalkan,maka kurasa kita takkan mengalami banyak kesulitan.Aku yakin
bebrapa ratus dolar akan membuatnya melakukan apa yang kita
mau.Setidaknya,kuharap begitu.Hanya itu berita yang kumiliki sekarang
(Tambah sebuah payung baru)
BerdoaLah.
JC
"AyAH mengikutimu sampai New York?" kedua saudara Samantha berseru pada
saat yang bersamaan.
Samantha merasa lidahnya kelu, Tidak sanggup menjawab.
"Waduh, waduh, tiga kali waduh!" Malcolm menusukkan setiap kata lebih keras
dari sebelumnya. "Matt kau menemukan surat itu di kardus mana?"
"Tunggu, Malcolm," protes Samantha, "aku adak yakin apa¬kah aku ingin-"
"Oh, aku yakin kau pasti menginginkannya," kata Malcolm.
Ia segera mengacak-acak tumpukan surat itu dalam kardus yang ditunjukkan
Matthew sampai ia menemukan sepucuk surat tertanggal 16 April 1975, ditulis
dengan pensil di atas amplop kuning.
"Kalau begitu biar aku yang membacanya," kata Samantha, merebut surat itu
dari genggaman Malcolm dan membukanya perlahan-lahan.
16 April 1975
Teruntuk LC.
TErtanda:New york city.New York USA
Aku tidak tahu apakah aku menulisnya dengan benar.Tetapi siapa yang
peduli.Aku sadar kita sudah berbicara di telepon semalam,tetapi telepon jarak
jauh tidak bisa menandingi surat hari Rabu kan sayang?
www.ac-zzz.blogspot.com

Malam ini adalah saatnya SAmmie mendapatkan peran dengan empat baris
dialog.Aku yakin aku bisa menghafalkannya lebih cepat dari dia.Aku tertolong
Karena EB Arthur memberikan naskah pertunjukkannya padaku (seharga 35
dolar) Dan aku juga telah menonton proses latihannya sejak awal dari atas agar
sammie tidak bisa melihatku (tempat spesial ini kudapatkan setelah membayar
50 dolar).
Aku bertemu dengan Bev hari ini disebuah restoran dekat teater saat Samantha
sedang latihan.Katanya Samantha selalu memaksa Del untuk berlatih dialog
dengannya berulang kali.
Laurel,puteri kita benar-benar mempesona malam ini.Pertunjukkannya sendiri
sih tidak hebat-hebat amat,percayalah,tetapi sammie meberikan penmpilan
yang luar biasa.Ia naik panggung tepat setelah rehat kedua.Sebelum ia naik
panggung,jantungku berdetak sangat keras sampai aku merasa yakin orang-
orang juga ikut mendengarnya.Lalu,saat ia naik panggung..wah,jantungku
nyaris berhenti.Ia melangkah ke panggung seperti menguasai tempat ini.Inilah
adegan perdanya.
MELINDA:(diperankan oleh puteri kita)
"Aku datang untuk membersihkan karpet."
TN.BURNS:
"Karpet ini tidak perlu dibersihkan.Pergi sana."
MELINDA:
"Kalau begitu seseorang pasti merasa karpet ini perlu dibersihkan tuan.Aku
mendapat perintah untuk membersihkannya."
TN.BURNS:
"Mana coba aku lihat surat kerjamu."
MELINDA:
"Aku meninggalkannya di bawah.Biar aku ambilkan."
TN.BURNS"
"Aku tidak tahu siapa kau nona,Tapi karpetku tidak perlu dibersihkan.Jangan
sampai aku harus mengatakannya sekali lagi."
Lalu,sammie,maksudku melinda meraih sebentuk pistol mainan dari dalam tas
mainnanya dan menembak TN.BURNS di dada lima kali!!!!
MELINDA
"Sekarang karpet ini perlu dibersihkan."
Aku tidka tahu bagaimana mereka melakukannya LAurel,tapi saat pria itu
terjatuh.ia memegang dadanya sendiri dan..tiba-tiba saja darah mengucur
menembus jaket yang ia kenakan.Sluruh dadanya basah oleh cairan merah.Pada
saat ini seluruh penonton bersorak sorai.Mereka tertawa dan bertepuk tangan
dan tertawa lagi.
Jumlah penonton yang hadir sekitar tujuh puluh atau delapan puluh orang,tapi
mereka semua mengelu-elukan puteri kita seolah ia adalah Audrey
Hepburn.Melihat penampilannya malam ini..aku tidak sangsi akan
kemampuannya untuk menjadi aktris sehebat Audrey Hepburn.
Sejujurnya?aku masih marah dia kabur dari rumah.Aku kesal karena aku harus
meninggalkan pekerjaan dan mempertaruhkan jabatanku untuk tinggal di
sebuah motel yang penuh kecoa seharga $39/semalam.Aku sedih karena entah
www.ac-zzz.blogspot.com

berapa lama waktu harus berlalu sebelum ia sadar bahwa aku ada di tempat ini
bersamanya dan kalau kita beruntung..mungkin dalam waktu beberapa puluh
tahun,ia akan mengetahui kejadian sebenarnya.
Aku benar-benar sedih karena kau serta Matthew dan MAlcolm tidak ada disini
malam ini.AKu merasa sedih karena aku tahu ia akan memberontak saat aku
datang ke rumha Del dan Bev beberapa hari lagi untuk membawanya pulang.
Biar begitu menyaksikan pertunjukkan teater malam ini membuatku sadar akan
satu hal,ia mungkin takkan memenangkan piala oscar malam ini,atau piala
apala yang mereka berikan untuk pemain teater,tapi puteri kita adalah seorang
bintang. Aku sangat sangat mencintainya.
Terima kasih karena telah mendukung rencana kecilku.kebanyakan isteri pasti
keberatan (Maksudku tidak ada isteri yang mau menyetujui rencana kecilku!)
Hari ini Rabu.Sampai bertemu.
salam rindu
jack
N.B. Sebarkan beritanya: putri kita adalah bintang pingiran¬pingiran-pingiran
Broadway!
"BOLEH tidak aku mengutarakannya sekali lagi?" tanya Malcolm saat adiknya
sedang membersit hidung setelah menangis membaca surat ayahnya.
"Mengutarakan apa?" tanya Samantha dengan suara bingung,
"Waduh!" Malcolm berseru keras sekali di tengah malam yang .sunyi. 'Apa kau
menyadari itu .semua, Dik?"
"Tidak," kata Samantha pelan. "Aku bakkan tidak tahu harus berkata apa .... "
"Mari kita rangkum kejadian di dalam surat," usul Malcolm.
Matthew mengangkat jari telunjuknya di udara seolah hendak menekan tombol
pause pada sebuah alat perekam. "Biarkan aku yang menjelaskan," pintanya,
"Sam, Ayah mengikutimu sampai New York. Beliau merencanakan semua itu dan
ia tinggal di motel selama dua minggu. Bagaimana mungkin kau tidak tahu?"
"Bagaimana muugkin kau sendiri tidak mengetahuinya?" balas Samantha.
"Aku tidak tinggal di rumah saat itu, Aku sedang menyelesaikan tugas kuliahku
di Blacksburg." Matthew menoleh pada adik laki-lakinya. "Bagaimana
denganmu? Apa alasanmu?"
Malcolm mengedikkan bahunya. "Aku hanya ingat Sam kabur ke New York saar
berusia 17 tahun dan beberapa hari kemudian Ayah pergi ke acara konvensi
perawatan penginapan di Chicago. Aku ingat Ibu memintaku untuk bantu-bantu
di sekitar penginapan selama Ayah pergi. Beliau bahkan memberiku upah."
Matthew membuat ekspresi konyol di wajahnya. "Konvensi perawatan
penginapan? Kau itu benar-benar bodoh."
'Sudahlah," Samantha menghentikan perdebatan sebelum kedua kakaknya mulai
adu kepala. "Kalian tidak mengerti inti dari cerita ini. Ayah membayar orang
supaya aku bisa masuk ke dalam pertunjukan itu. Beliau seperti membeli aku.
Aku mendapatkan peran itu karena beliau membayar untuk itu."
"Ya, Sam," Malcolm berseloroh dengan nada yang lebih lembut dari biasanya.
"Beliau memang membayar semua itu, Lalu, beliau membiarkanmu tinggal di
New York dengan kerabat Ibu, seseorang yang bahkan kau sendiri tidak kenal
baik,ya ampun, bahkan Ibu sendiri tidak kenal baik dengan bibinya, Ayah
www.ac-zzz.blogspot.com

membiarkanmu berkeliaran di Broadway selama dua minggu sebelum beliau


muncul dan berlaku seolah ia tidak tahu apa-apa."
"Ya, tapi nyatanya ... beliau selalu mengawasiku."
"Benar, beliau selalu mengawasimu." Suara Malcolm terdengar pelan dan ia
mulai mengacak-acak tumpukkan surat lainnya. Samantha melipat surat yang
baru saja mereka baca, menyelipkannya ke dalam amplop, dan
memasukkannya ke dalam saku kemeja birunya, tepat di bawah lencana polisi
yang berwarna emas.

SABTU PAGI

Malcolm dan Matthew tertidur pulas sampai waktu mendekati pukul 9 pagi.
Satu-satunya bel yang membangunkan mereka adalah kebiasaan Samantha
menggelitik leher mereka saat masih terbuai dalam mimpi di ranjang masing-
musing.
"Pergi sana," Malcolm mengusir adiknya, mengubur kepalanya di bawah bantal,
"Masih terlalu pagi untuk bangun."
"Salah, sekarang justru sudah terlambat" Samantha menarik selimut yang
menyelubungi tubuh Malcolm dan secara refleks menutup hidung dan mulutnya.
"Kau harus mandi. Sekarang. Seluruh penginapan bau seperti monyet yang
sedang sakit."
"Ah, sementara kau menyinggung monyet sakit,apa Matt
sudah bangun?"
"Ia sedang mandi di kamar mandi bawah. Cepat mandi."'Malcolm terhuyung-
huyung meninggalkan ranjang tidurnya, melalui koridor mernuju kamar tidur
orang tuanya. Ia mengenakan celana pendek bermotif macan tutul yang sudah
sobek, Setelah berbasuh di bawah pancuran air hangat dan mencukur
janggutnya yang menghabiskan dua mata pisau milik ayahnya, Malcolm
mengenakan jubah mandi ayahnya yang berwarna biru tua dan melangkah ke
dapur.
"Bagaimana, penampilanku sudah, lebih baik?" tanya Malcolm.
"Jauh lebih baik. Terima kasih." Samantha membalik tiga adonan kue panekuk
ke atas piring dan salah satunya jatuh ke tangan Malcolm. "Maaf, aku bukan
wanita yang pandai menyajikan makanan."
"Semalam aku bermimpi kita semua sedang berenang di KOA. Tapi kolam
renangnya dikelilingi oleh pasir, seperti pantai buatan kurasa, dan kita
memarkirkan mobil kita tepat di pinggiran pasir." Malcolm menunjuk ke arah
Samantha. "Kau dan Monica, ditambah oleh seorang teman penulisku berikut
suaminya, kalian mengenakan baju renang ala tahun 1930 an,benar-benar
longgar dan kendor, Kalian terlihat konyol."
Samantha memutar matanya, tetapi memutuskan untuk tidak memberikan
kormentar,
Matthew bahkan tidak mengangkat wajahnya dari balik koran Waal Street
Journal yang sedang dibacanya, dan malah terus mengunyah sarapan telur
orak-arik yang disediakan Samantha.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Oh, Matt, aku baru teringat," kata Samantha, menjatuhkan sendok spatula ke
dalam bak cuci piring. "Monica menelepon tadi saatr kau sedang mandi,"
"Terima kasih," mata Matthew masih menganalisis laporan saham. "Sebentar
lagi aku akan menghubunginya." Ia berharap mendapatkan kabar baik yang
sudah lama ia nantikan.
"Kapan dia akan datang?" tanya Malcolm.
Samantha mengetuk kepala Malcolm dengan garpu dan
menggelengkan kepalanya.
"Monica takkan datang," kata Matthew santai.
"Dia takkan datang?"
"Itu maksudku saat aku mengatakan bahwa ia takkan datang."
"Maaf Bung, aku cuma tanya. Aku mengira ia akan datang ke pemakaman orang
tua kita, Lagipula, kita hanya akan melakukan ini sekali seumur hidup.
Benar,kan?"
"Diam sajalah," gerutu Matthew, bangkit dari kursinya dan meletakkan piring
serta gelas yang dipakainya ke dalam bak cuci piring. "Terima kasih atas
sarapannya, Sam. Aku harus pergi menemui Rain di gereja." Ia melangkah pergi
tanpa menoleh ke belakang.
Malcolm menjatuhkan pisau dan garpunya, mengangkat kedua tangannya di
udara. seolah menyerah, ia menatap Samantha dengan tidak bersalah. "Apa
yang aku lakukan hingga dia kesal? Apa karena aku menceritakan perihal baju
renang yang dikenakan istrinya? Sejujurnya, Monica tampak lebih menarik
daripada kau, Bagian belakang baju renangmu benar-benar kendor."
Samantha memunggungi Malcolm dan merendam kedua tangannya ke dalam air
sabun di bak cuci piring.
"Benar kok, Sammie, niatku hanya ingin ngobrol."
"Keadaan sudan banyak bagi Matthew belakangan ini."
"Kenapa begitu?" tanya Malcolm. Samantha melanjutkan mencuci piring.
"Apa karena masalah anak?" Malcolm menggelengkan kepalanya. "Ya, ampun,
sudah lima tahun belakangan ini kan dia tahu kalau mereka tidak bisa punya
anak? Kenapa juga masih terus mncoba? Apa mereka pikir kehadiran seorang
anak bisa menyelesaikan semua masalah yang dihadapi?"
"Bukan itu, Mal, sekarang ini mereka ingin mengadopsi anak. Dan, sayangnya,
proses mengadopsi anak itu tidak mudah. Selama dua tahun belakangan ini
mereka hampir saja mendapatkan anak untuk diadopsi, pokoknya tinggal
selangkah lagi, tapi karena satu dan lain hal, mereka gagal terus, Menurutku,
mempunyai anak akan menolong menyelesaikan beberapa masalah. Kehadiran
seorang anak akan membuat mereka lebih betah di rumah menhabiskan waktu
bersama. Setidaknya, itu yang terlintas di dalam benak mereka, dan hanya itu
yang penting bagiku." Samantha mengangkar botol sirop, mentega, dan kotak
jus dari atas meja.
"Benar juga."
"Jangan bilang pada siapa-siapa, ya. Tapi Matt mengatakan bahwa Monica
sudah meninggalkan kelab kebugaran tempat ia bekerja, la memulai usaha
sendiri sekarang sebagai pelatih pribadi. Eh, bukan,pelatih hidup, menurutnya.
Kurasa ia juga menyediakan jasa membantu orang yang ingin menguruskan
www.ac-zzz.blogspot.com

badan. Jadi begitulah, menurut Matt bisnisnya itu sangat sukses sehingga
membuat rumah tangga mereka sedikit terganggu. Mereka tidak pernah ada di
rumah pada waktu yang sama.'
"Dan karena itu dia tidak bisa menghadapi pemakaman mertuanya yang super
heboh karena dia harus mengawasi beberapa orng gemuk supaya tidak gagal
dalam diet mereka?"
"Mal-"
"Tunggu," Malcolm menyelak. "Dia melakukan hal yang salah. Kau juga tahu
itu,"
Samantha menghela napas. Ia berdiri di belakang Malcolm dan menarik ujung
rambutnya yang basah dan menjuntai sampai batas pundak. "Sudah waktunya
kau cukur rambut."
"Enak saja,"
"Malcolm Cooper, kau tidak bisa menghadiri pemakaman 0rang tuamu dengan
penampilan seperti orang hutan. Kan harus potong rambut.
"Lima sentimeter saja,"
"Sepuluh."
"Tujuh,"
"Ya sudah," Samantha setuju. "Tujuh sentimeter saja."
MALCOLM menghabiskan sarapannya dan berganti pakaian. Ia mengenakan salah
satu dari tiga pasang celana pendek usang yang dibawanya dari Brazil, berikut
sebuah kaus rancangan Milton Nascimento. Ia mengagumi rambut panjangnya
yang tebal untuk terakhir kalinya di cermin kamar mandi. Lalu, ia menemui
adiknya di beranda belakang rumah. "Apa ada daftar tunggunya untuk potOng
rambut?"
"Ayo, kita harus cepat-cepat menyelesaikan ini, Mal, A&P akan segera datang
untuk memulai makan siang. Tempar ini akan peuuh sesak dengan pengunjung."
"Omong-omong, bagaimana keadaan cuaca di sini? Kok terasa panas sekali ya,
untuk bulan April?"
"Musim dingin kemarin relatif sedang dan begitu juga dengan musim semi,
Hangat dan indah." Samantha memakaikan sebuah jas hujan berwarna kuning
dengan tema taman bermain Busch Garden. "Maaf, hanya ini yang bisa
kutemukan ... Ya, pokoknya, kau harus berterima kasih."
"Untuk jas hujan ini?"
"Untuk cuaca musim ini. Jika cuacanya baik berarti orang¬orang yang sedang
dalam perjalanan kemari akan tiba dengan selamat. Mereka datang dari
berbagai tempat, kau tahu itu." Samantha membuka sebuah tas besar berwarna
hitam dan memindahkan gunting serta jepitan milik ibunya. "Wow."
"Apa?" Malcolm menjulurkan kepalanya lewat bukaan jas hujan yang sempit
menggaruk telinganya meoggunakan ujung¬ujung plastik.
"Ibu tidak pernah membersihkan peralatan ini dengan baik. Rambut Ayah yang
beruban masih tersangkut di mana-mana. Meskipun Ayah tidak memiliki banyak
rambut di kepalanya." Samantha mengambil sebuah sisir kasar dari dalam tas
dan menggosoknya berkali-kali di atas sarung plastik. Beberapa helai rambut
putih berterbangan di udara dan berubah menjadi warna perak begitu disinari
matahari pagi. Ia memilih sebentuk sisir dari saku dalam tas, "Tundukkan
www.ac-zzz.blogspot.com

kepalamu," perintahnya kepada Malcolm disusul deogan gerakannya menyisir


rambut di belakang kepala kakaknya, "Rambutmu juga sudah ditumbuhi sedikit
uban. DUa tahun ini kau pasti stres, ya?"
"Aku tidak akan menggunakan kata 'stres' untuk menjelaskan pengalamanku dua
tahun belakangan ini, Uban-uban itu mungkin turunan dari Ibu."
Samantha terus menyisir rambut Malcolm hingga benar-benar lurus dan rata,
sebagian terlihat bagai helaian yang meluap turun dari dahinya. Malcolm
memiliki porsi tubuh yang lebih tinggi dari Samantha, perbedaan tinggi badan
mereka sekitar lima belas inci, sehingga bahkan dalam posisi duduk pun ia
masih lebih tinggi dari adiknya.
"Kami sempat kebingungan. Mal," ujar Samantha, membuka lembaran masa lalu
kehidupan orang tuanya saat Malcolm menghilang. "Ayah didera oleh sakit
kepala yang luar biasa. Kata Ibu beliau sering sekali berteriak di tengah malam
karena tidak bisa menahan rasa sakitnya." Samantha memotong beberapa senti
rambut kakaknya dan menyingkirkan bagian yang telah terpotong dari pundak
Malcolm ke atas lantai dengan menggunakan tepi sisir. "Aku tahu bahwa hidup
beliau takkan bertahan lama. Enam bulan yang lalu, dokter yang merawat
beliau di UVA mengatakan bahwa beliau hanya bisa bertahan selama tiga bulan.
Setiap hari rasanya seperri bonus. Aku tahu hal lni mungkin terdengar aneh
bagimu. Hubunganmu dengan Ayah selalu saja canggung, apa pun nya. Semua
orang tahu kau lebih condog terhadap Ibu. Lagipula, sudah lama kau pergi dari
sini," Samantha mengambil langkah mundur sedikit untuk mengamati sudut
leher Malcolm,
"Kurasa, bagiku semua ini masih seperti mimpi. Aku melihat ke pekarangan ini
dan aku lupa bahwa aku sudah tidak berada di Amerika Selatan. Aku sudah
pulang. Beberapa hari yang lalu, akU masih mengapung di atas Sungai Amazon,
seorang diri, mengambil fOto, menulis di atas buku catatanku. Aku juga rindu
tempat ini, dan kalau boleh jujur aku lebih sering merindukanmu. Tapi,
setidaknya, di sana aku merasa tenang. Aku berada di suatu tempat di mana
orang-orang tidak menggosipkan tetangga mereka atau melacak gerak-gerik
satu sama lain. Sepertinya tempat itu adalah dunia lain yang memiliki
aturannya sendiri. Entahlah, pokoknya keren."
"Keren?" Samantha menarik rambut poni Malcolm dengan sisir, lalu memoteng
sebanyak dua senti. "Itu ungkapan terbaik yang bisa kau katakan sebagai
seorang penulis?"
"Kau harus pergi ke Brazil suatu hari. Kau harus bertemu dengan orang-orang di
sana. Warga asli Brazil sangat rendah hati, tulus. Mereka hidup dari hari ke hari
tanpa kerumitan yang kita hadapi di sini."
"Suatu hari, mungkin aku bisa pergi ke sana. Kenapa tidak?Apa ada restoran
McDonald's di sana?"
Malcolm segera membayangkan gadis Brazil cantik yang ia temui, lalu
tersenym. "Ya, Dik." Senyumnya semakin melebar,"Di sana ada restoran
MacDonald's."
Samantha mulai meratakan rambut liar di atas telinga Malcolm. Pria itu
menyaksikan gumpalan rambut jatuh ke atas jas hujan yang sedang ia kenakan.
Gumpalan rambut itu tak lama ditepis angin hingga jatuh ke atas lantai.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Ayah dan Ibu sudah meninggal," kata Malcolm Ia terdiam sesaat seolah
menunggu kata-kata itu hilang dari dalam pikirannya dan digantikan oleh
kalimat lain yang lebih masuk akal. 'Aku akan segera bertemu lagi dengan
teman lamaku Nathan, serta segerombolan pasukannya yang gila. Dan aku juga
akan segera masuk penjara. Untuk berapa lama? Enam bulan? Setahun? Atau
lebih dari itu?" Ia ingin tersenyum lagi. namun tidak sanggup. "Dan aku juga
akan berada satu ruangan dengan Rain."
"Semua ini terasa begitu berat dan tiba-tiba, seolah kita terperangkap dalam
sebuah sinetron."
Malcolm menghitung tahun-tahun yang telah lewat, seolah tidak mengindahkan
perkataan Samantha. "Terakhir kau, aku dan Matt berada di tempat yang sama
adalah,kapan?tahun 198;)?"
"Sepertinya begitu,Pada saat ulang tahun pernikahan Ayah dan lbu, bukan?"
Samantha memandangi sebuah cermin kecil di dalam tas yang tergeletak di
samping kakinya sambil terus memotong rambur Malcolm. "Itru akhir pekan
yang menyenang¬kan."
"Ya, saat itu kau ketahuan sering curang dalam permainan , scrabble."
"Aku tidak main curang!" Samantha menyentil telinga kanan Malcolm dengan
sisir.
"Aduh! Kau tidak Ingat pidato Ayah? Aku meyakinkan beliau bahwa kau
merryimpan huruf-huruf lain di pangkuanmu dan beliau menyatakan
kekecewaannya padamu. Beliau berkata .. "keluarga Cooper tidak boleh main
curang. Edit teks bu nora
http://ebukita.wordpress.comkan Matt tertawa mendengarnya. ia tahu aku
sudah berhati-hati melempar sejumlah kubus huruf ke aras pangkuanmu di
bawah meja. Ketika kau bangkit berdiri unruk menjawab telepon, lima belas
huruf segera berjatuhan ke lantai." Malcolm 'tertawa. "ltu adalah masa-masa
indah."
"Indah bagimu," Samantha dengan gesit mempercepat gerakan mengguntingnya.
"Aku hanya akan meratakan rambut belakangmu yang tumbuh liar seperti
sarang burung." Potongannya merambah dari belakang ke semua sisi kepala
Malcolm sebelum Malcolm mampu protes, potongan rambut barunya tampak
seperti seorang perwira angkatan daraat.

Ketika Samantha menyapu sisa-sisa rambut Malcolm yang berserakan di lantai,


pria itu bergulat untuk melepaskan jas hujan yang melekat di tubuhnya,
menggaruk telinganya lagi sembari menarik jas tersebut lewat kepalanya, Ia
melepas kaus yang ia kenakan dan mengibasnya berkali-kali agar helaian
rambut yang menempel bisa segera terhempas. Malcolm melarikan jemarinya
ke rambut-rambut yang tumbuh di atas dadanya dan menemukan beberapa
helai uban tumbuh di sana. Dia bediri menghampiri keran air yang sedang
menyirami tanaman di pekarangan, membungkuk dan memhiarkan air dingin
mengguyur kepalanya. Dengan gusar Malcolm mengacak-acak rambut
pendeknya sambil mengoceh panjang lebar tentang kepercayaan antar saudara.
"Aku takkan memaafkanmu semudah itu," gerutunya pada Samatha. "Dua tahun
kuhabiskan menunggu agar rambutku bisa tumbuh panjang."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Aku menyesal tidak sempat melihat rambut panjangmu," suara yang familiar
tiba-tiba mendekatinya dari belakang.
Malcolm menjauh dari semprotan air dan berdiri tegak. Rain.
"Sam yang memberitahuku bahwa rambutmu sudah panjang. Seandainya saja
aku sempat melihatnya." Rain melempar senyuman yang membuat matanya
menari dan dahinya mengerut; seuyum yang menurut Malcolm diimpikan
pelukis besar, Van Gogh, tapi yang tidak pernah bisa dilukis karena ia tidak
mampu melukis wajah secantik Rain.
Selama dua tahun belakangan ini, Malcolm sudah membayangkan ratusan kali di
kepalanya tentang pertemuannya kembali dengan Rain. Apakah yang akan
dikatakan Rain? Apakah ia akan mengenakan kalung yang diberikan Malcolm
saat pesta dansa mereka? Kalung yang membuar Nathan cemburu ketika Rain
mengenakannya? Akankah Rain berbicara pada Malcolm?
Malcolm juga sering bertanya-tanya apakah yang akan dia katakan kepada Rain
jika mereka bertemu kembali setelah dua rahun terpisah. Dua tahun lalu, sejak
ia ditolak mentah-mentah setelah pertengkaran hebat di Bar Woody's, Malcolm
tidak pernah melihat ke dalam mara Rain.
Meski tidak disengaja Malcolm mengamati Rain dari ujung kepala hingga ujung
kaki layaknya sebuah karya seni. Rambut Rain masih terlihat begitu hidup
seperti yang diingatnya.Walau Malcolm jarang melihat Rain mengacak
rambutnya sendiri, rambutyang benwarna cokelat muda itu selalu saja tampak
seolah setiap helainya telah ditempatkan di posisinya masing-masing. Mau
diapakan saja,berantakan, basah, diikat kuncir kuda, dikonde, atau menempel
di dahinya setelah melakukan kegiatan olahraga berkeringat,rambur Rain selalu
tampak natural.
"Malcolm?''
Pria itu seolah tersesat di dalam tatapan Rain. Bola mata Rain yang berwarna
hijau tua tampak sangat menonjol; warna yang sesuai dengan pipi
kemerahannya. Selama dua tahun ini, Malcolm berusaha melarikan diri dari
tatapan mata Rain, tetapi ia baru sadar sekarang bahwa selama di Amerika
Selatan, ia justru dikelilingi oleh bayang-bayang warna mata Rain.
"Mal?''
Malcolm buru-buru melepas tatapannya dan menggelengkan kepalanya,"Ya,
rambut panjangku memang cukup keren," Dasar tolol, kutuknya pada diri
sendiri, tetapi takut kalau-kalau Rain mendengar pikirannya barusan,
"Seperti yang kukatakan tadi," senyum Rain semakin mengembang, "aku
menyesal tidak sempat melihatnya,"
Malcolm membungkuk lagi mematikan keran air, mengambil selembar handuk
dan mengeringkan kepala serta mengelap tetesan air yang membasahi pundak
dan lengannya.la mengambil kaus yang dilemparnya, ke lantai dan
mengenakannya di kepala.
"Jangan menyesal," kata Malcolm akhirnya bisa bernapas seperti biasa setelah
beberapa menit merasakan dadanya sesak menyusul kehadiran Rain di
dekatnya. "Dengan rambut seperti itu aku terlihat seperti orang hutan."
Senyumdi wajah Rain mendadak hilang, berganti dengan ekspresi sedih. "Aku
turut berduka cita atas meninggalnya orang tuamu."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Terima kasih."
"Boleh aku memelukmu?"
"Apa Nathan tidak keberatan?" Dasar tolol, katanya lagi pada diri sendiri. Tapi
sebelum ia bisa memikirkan hal lain, Rain segera menghampirinya dengan
kedua lengan terencang dan air mata yang membasahi mata. Malcolm tridak
pernah mengatakan kepada siapa pun bahwa ia mencintai cara air mata Rain
membasahi bulu matanya yang lebat, Setelah beberapa detik, air mata itu
menetes ke pipinya dan berlomba menggapai dagunya.
Keduanya berpelukan dan wangi parfum yang dikenakan Rain membuat bulu
kuduk Malcolm berdiri.
"Aku turut berduka cita atas meninggalnya 0rang tuamu." Kali ini Rain
membisikkan kalimat itu di telinga Malcolm.
"Terima kasih," Malcolm balas berbisik dan menjatuhkan lengannya dari tubuh
Rain. Tidak lama, Rain pun melakukan hal yang sama.
"Aku senang kau ada di sini," Rain menarik sebentuk sapu tangan dari saku
depan celana denimnya. Dengan sapu tangan itu, ia menghapus air matanya
sendiri yang membasahi pipi dan dagunya. "Aku sudah siap. Aku belajar dari
pengalaman. Hari Kamis kemarin, aku menghapus air mata yang membanjiri
mata dan hidungku menggunakan lengan kerneja yang kukenakan,aku tidak
sabar melihat tagihan dry cleaning ku nanti." Ia setengah tertawa.
"Mau masuk?" Malcolm menunjuk dengan anggukan kepala ke arah beranda.
"Tidak. Orang-orang sudah mulai berdatangan untuk acara makan siang dan aku
ingin sendiri sebentar,"
"Satu pertanyaan saja?" Malcolm terkejut berapa mudahnya ia jatuh ke dalam
rutinitas mereka yang dulu.
"Satu pertanyaan." Rain juga tampak merindukan kebiasaan mereka.
"Oke," jawab Malcolm. "Mari kita duduk di ayunan."
Rain mengikuti langkah Malcolm melintasi halaman belakang menuju sebuah
ayunan untuk dua orang yang bergantung di dahan pohon maple,
"Samantha dan aku melihat kedua orangtuamu duduk di sini kurang dari
serninggu yang lalu. Kalau, tidak salah, Minggu malam. Ayabmu sedang berada
dalam kondisi yang baik. Setelah makan malam Laurel mengajak beliau duduk
di sini. Mereka duduk selama sejam, mungkin lebih."
"Ayah dan Ibu sangat menyukai ayunan ini. Mereka bahkan membawanya jauh-
jauh dari Chaelottesville." Malcolm mendorong ayunan yang mereka duduki,
hingga mereka mulai mengayun pelan.
"Benarkah begitu? Aku tidak pernah tahu."
"Hadiah dari Paman Joe. Kalau tidak salah, beliau yang membuatnya sendiri."
"Serius?"
Malcolm mengangguk.
Aku yakin ibumu berpikir bahwa suatu hari beliau akan duduk di sini sendirian.
Beliau pasti tidak pernah membayangkan kejadiannya akan seperti ini."
"Siapa yang bisa membayangkan kalau semuanya akan berakhir seperti ini?"
Rain mengangguk "Aku ingin berterima kasih padamu." "Untuk apa?" Malcolm
mendorong kakinya sekali lagi, dan keduanya mulai bersandar di atas ayunan.
"Untuk apa yang kaulakukan malam itu. Menyelamatkanku."
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm menatap Rain. "Kau tidak perlu berterima kasih padaku untuk itu,
Rain. Siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama."
"Mungkin saja. Tapi harga yang harus kaubayar sangat mahal. Tidak banyak
orang yang berani melakukan itu."
"Kau benar, Orang lain mungkin tidak akan sebodoh aku hingga berlaku
kelewatan."
"Kau benar-benar menghabisi pria itu." Malcolm.mengangkat bahunya."Sudah
sepantasnya begitu."
"Tapi, apa kau juga harus memukuli kekasihku?" Rain tersenyum dan menyikut
pinggang Malcolm .
"juga sudah sepantasnya."
Rain menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau mendengar alasanmu.
Kecemburuan bukanlah sesuatu yang bisa kauatasi dengan baik."
Mereka berayun dan mendengarkan gesekan tali tambang yang beradu dengan
dahan pohon di atas kepala mereka. Dua ekor tupai saling berkejaran menuruni
batang pohon, lalu berlarian lagi di atas rumput halaman. Udara bulan April
membawa harum musim panas yang akan segera tiba.,
"Kau tahu, ia mencintaiku."
Malcolm mengamati rerumputan di bawah kakinya,
"Aku bisa melihat sisi Nathan yang tidak dilihat oleh orang lain. la memang
ambisius, Dan aku tahu banyak orang merasa risih karenanya. la juga punya
kebiasaan mencampuri urusan orang lain, aku tahu itu,tapi ia tulus dan
terikat."
"Terikat pada apa?"
"Terikat padaku, Pada sebuah keluarga. Pada kehidupan yang baik." Rain
menatap ke seberang pekarangan yang rumputnya terpangkas rapi melihat
sosok pasangan yang sedang berbincang¬bincang di atas anak tangga."Nathan
punya banyak impian dan sebuah rencana pasti. Aku mengagumi tekadnya. Aku
senang menjadi bagian dari impian-impian itu. Kurasa, bahkan implannya kini
telah menjadi impianku juga."
"Bagaimana dengan impianmu sendiri?' tanya Malcolm.
"Berikan aku sebuah rumah penuh dengan anak yang memanggilku Ibu, seorang
laki-laki yang mencintaiku dan menuliskanku satu atau dua puisi sesekali, atau
mungkin yang bisa membuatkanku sebuah ayunan seperti ini,dan impianku akan
menjadi kenyataan."
"Nathan menulis puisi untukmu?"
"Ia berusaha." Rain tersenyum. "Setidaknya, ia berusaha."
Rain menolehkan kepalanya untuk melihat profil Malcolm yang tampan dari
samping, "Boleh aku menanyakanrnu sesuatu?" tanya Rain.
"Hanya satu pertanyaan?"
"Sebenarnya, ada dua,"
"Silakan saja."
"Kenapa kau pergi?"
Sekali lagi Malcolm mendorong kakinya di atas tanah dan membuat mereka
terayun lebih tinggi. Dahan pohon yang menahan berat badan mereka tampak
sedikit rnelekuk,
www.ac-zzz.blogspot.com

"Pilihan."
"Pilihan?"
"Kita semua harus menentukan pilihan.Aku telah menentukan pilihanku.Aku
memilih kebebasan dan Brazil daripada menghabiskan waktu berbulan-bulan
atau bahkan bertahun-tahun dalam penjara.Dan aku memilih untuk tidak
menyaksikan pernikahanmu dnegan Nathan."
"Tahunan di penjara?"Rain tidak mengindahkan kalimat terakhir Malcolm.
"Dengan catatanku di kepolisian?pasti.:Malcolm bersandar di punggung
ayunan."Aku kelewatan.Aku nyaris membunuh laki-laki yang hendak
memperkosamu."
"Ya,tapi kau tidak membunuhnya."
"Aku meninju jaksa penuntut umum."
"Dua kali."
Malcolm tersenyum."Tunaganmu membangun kasus yang sangat menarik."
"Nathan berjanji kau akan dipelakukan dengan adil."
Malcolm menengadahkan wajahnya,menatapi ranting-ranting di atas
mereka."apakah dia pernah mengatakan padamu bahwa kau pantas dibela?"
"APa?"
Malcolm merendahkan kakinya dan lama-kelamaan ayunan itu bergerak
semakin pelan."katamu kau punya dua pertanyaan."
Rain melompat ke atas rumput dan menatap wajah Malcolm.
"Kenapa kau tidak pernah menjawab suratku?"
Pertanyaan itu tidak mengagetkan Malccolm.Ia tahu isi surat itu.Ia selalu
menduga bahwa Rain menuliskan tentang kabar pernikahannya dengan Nathan
dan oleh karena itu ingin mengucapkan selamat tinggal pada Malcolm.Malcolm
membawa surat itu ke mana-mana,tapi tidak pernah ia buka.
"Aku menunggu balsanmu."Rain mempelajari ekspresi Malcolm,lalu
menggelengkan kepalanya."Ibumu mengirimkan sebuah paket setelah kau pergi
ke Brazil.Beliau mengirim sebuah telepon satelit,aku bahkan pergi ke fairfax
bersama beliau untuk membeli telepon itu. Sebelum beliau menutup kardus
yang akan dikirim,aku menyelipkan sepucuk surat untukmu."
"Aku tidak pernah menerimanya.Aku tidak heran,Disana orang-orang membuka
barang kiriman dari luar,terutama paket-paket besar.Mereka mencari oleh-oleh
yang bisa mereka makan atau gunakan,permen,perangko,sepatu nike.Seseorang
pasti sudah mengambil suratmu sebelum aku menerima paket itu."
"Mereka mengambil suratku,dan bukannya telepon satelite yang jelas berharga
mahal?"
"Itu sudah biasa."Malcolm tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya,bahwa ia
selalu merasa takut untuk membaca surat Rain.Bahkan melihat amplopnya saja
ia merasa seolah dadanya teriris. Ia membayangkan isi surat itu mengabarkan
bahwa Rain dan Nathan sudah menikah,dan ia tahu bahwa melihat tulisan
tangan Rain yang melingkar-lingkar akan membuatnya susah tidur selama
berbulan-bulan.
"Sayang."Rain tersenyum,tapi kali ini senyumnya tidak selebar senyum
sebelumnya waktu pertama kali melihat Malcolm."Seandainya saja kau
menerima surat itu."Ia membenarkan blusnya agar terlihat rapi."Sebaiknya aku
www.ac-zzz.blogspot.com

masuk ke dalam.Samantha dan A&P mungkin membutuhkan bantuanku


mempersiapkan makan siang."Ia memutar badannya dan melangkah menuju ke
penginapan.
"Rain?"panggil Malcolm.
"Ya?"
"Mengapa kau dan Nathan belum menikah?"
Rain menghela napas."Waktunya belum tepast."Ia berbalik dan melanjutkan
langkahnya.
"Rain?" panggil Malcolm lagi.
"Ya?"
Malcolm menatap Rain lama-lama."Tidak ada apa-apa."
Rain melambai dan berjalan meninggalkannya.
Malcolm duduk di atas ayunan,menghirup udara di sekitarnya bahkan ditempat
terbukaa seperti ini,dikepung oleh harum parfum yang dikenakan yang
dikenakan Rain.
Dasar tolol,ia mengutuk diri sendiri.
Acara makan siang yang diatur A&P dengan cepat berubah menjadi ajang reuni
antar pelanggan penginapan Domus Jefferson,baik itu yang sudah jadi
pelanggan tetap maupun yang hanya pernah menginap satu atau dua kali.Lebih
dari dua puluh orang tamu menghadiri acara tersebut,kebanyakan dari mereka
sudah mengenal satu sama lain karena pernah tidak sengaja bertemu saat
menginap di Domus Jefferson pada waktu bersamaan.Jika ada yang belum
saling kenal,maka Rain dan Samantha akan memperkenalkan mereka.Terlepas
dari tingkat keakraban para tamu dnegan dengan mendiang suami isteri Jack
dan Laurel,semuanya merasa berutang budi dan oleh karena itu wajib
menghormati anggota keluarga yang ditinggalkan.
Sementara gerombolan pengunjung menikmati sajian makan siang yang berupa
roti hangat dan irisan daging ham khas Virginia,serta salad kentang buatan
Rain, A&P tak henti-hentinya mengulang kenangan yang ia miliki bersama Jack
dan Laurel di penginapan itu.Beberapa cerita mengundang tawa,sementara
cerita lainnya membuat ruangan tempat mereka berkumpul jadi
sunyi senyap, diisi sesekali oleh suara isak tangis dan helaian tisu yang ditarik
dari wadahnya,
Pada kesempatan ini pula Samantha memperkenalkan putrinya yang berusia
sepuluh tahun, Angela, kepada para tamu.
"Halo, semuanya," sapa Angela.
"Angela pintar seperti ayahnya dan cantik seperti ibunya," Samantha
mengumumkan, diiringi oleh senyuman bangga.
A&P memperkenalkan pasangan Joy dan Moody Faulkner di kesempatan yang
sama, Joy dan Moody pernah menginap di Domus Jefferson selama dua malam
saat musim semi tahun 1982. Karena mereka sangat menikmati layanan yang
diberikan oleh penginapan itu. Moody mengundurkan diri dari posisinya sebagai
rekanan di sebuah firma hukum bergengsi di Washington. Setelah itu, pasangan
tersebut membeli sebuah penginapan yang kemudian mereka kelola sendiri di
Lembah Canaan yang indah di negara bagian Virginia Barat.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Jack dan Laurel sangat bermurah hati kepada kami," Joy menjelaskan kepada
tamu-tamu lain. "Kami menelepon mereka suatu hari untuk mengabarkan
bahwa kami sedang dalam proses membeli sebuah penginapan yang terletak
tidak jauh dari Tim¬berline Resort. Sebenarnya, kami hanya ingin tahu lebih
banyak tentang harga, promosi, hal-hal. seperti itu lah. Tapi, mereka justru
menugaskan Rain untuk mengurus Demus Jefferson. Benar 'kan, Rain?"
"Benar," Rain mengangguk dari ambang pintu dapur .. "Sementara Rain
bertanggung jawab di sini, Jack dan Laurel datng menghampiri kami. Mereka
datang tepat saat kami baru saja selesai mengurus proses pembelian
penginapan itu, benar 'kan, Sayang?' Joy menoleh ke arah Moody dan menepuk
lutut suaminya dengan penuh kelembutan. Moody meneguk cairan soda 7-Up
dari dalam kaleng dan mengangguk. "Jack dan Laurel tinggal di penginapan
kami selama dua-tiga hari dan mengajarkan kami semua yang perlu kami
ketahui tentang teknik mengelola sebuah penginapan. Kurasa, sepuluh tahun
pun takkan cukup bagi kami untuk mempelajari semua itu dari buku petunjuk
dan majalah yang membahas teknik-teknik yang diajarkan Jack dan Laurel
kepada kami. Bahkan nama penginapan kami; Harmony woods, merupakan usul
Laurel. Nama yang sempurna. Kau ingat itu 'kan, Sayang?" Joy menepuk lutut
suaminya sekalilagi. "Tuhan benar-benar menciptakan karakter yang luar biasa
dalam diri pasangan Cooper. Benar-benar luar biasa. Mana ada pasangan lain
yang mau membantu sejauh itu untuk orang asing?"
"Mungkin tidak ada orang seperti mereka," sahut Rain. "Tapi kalian bukan orang
asing. Kalau kalian sudah menginap sehari saja di Domus Jefferson maka kalian
secara otomatis sudah jadi bagian keluarga Cooper." Rain mengangkat gelasnya
ke udara untuk menyulang mendiang Jack dan Laurel.
"Setuju," seisi ruangan itu bergumam sambil mengangkat gelas mereka tinggi-
tinggi ke udara, Sedangkan A&P mengangkat senter Maglite-nya tinggi-tinggi.
Matthew menyambut pasangan Morgan, yang berasal dari Liberia dan tinggal di
Kora Reston, Virginia. Mereka adalah pelanggan tetap di Domus Jefferson yang
berkunjung setiap tahun di hari Valentine. Pada kesempatan yang sama,
mereka memperkenalkan Matthew kepada tiga putra-putri mereka, Tim, Lisa,
dan Kimberly.
"Sepertinya kita sudah menaikkan populasi minoritas di woodtock sebanyak
seratus persen," canda salah seorang tamu.
"Mungkin kami harus pindah dan menjadi penduduk di kota ini," Nyonya Morgan
balas menggoda."Sedikit keanekaragaman akan mengguncang penduduk di sini."
Matthew menimpali bahwa salah satu kekuatan magis penginapan yang dimiliki
oleh orang tuanya adalah menarik para tamu dari berbagai latar belakang yang
berbeda, Dan pada akhirnya, mereka semua menjadi keluarga instan.
"Nyonya Morgan mengangguk setuju. "Karena itulah kami berlangganan di sini.
Bertemu dengan Jack dan Laurel sekali setahun sudah cukup membuat kami
merasa seperti bagian dari keluarga mereka, meski kami tidak ada hubungan
darah dengan Jack dan Laurel."
"Keluarga Instan," A&P berkata, "Kau benar sekali." Samantha melangkah ke
tengah ruangan dari posisinya yang cukup jauh di sudut, ia mengambil tempat
www.ac-zzz.blogspot.com

di samping Kristen Rirch yang duduk di dekat perapian, "Layne ada di mana?"
bisiknya.
"Dia tidak bisa datang. Sibuk kerja."
"Kalian baik-baik saja?"
"Ya. Layne dapat promosi di pekerjaannya beberapa bulan yang lalu dan sejak
itu ia tidak pernah libur, Tapi kami baik-baik saja, malah lebih baik dari yang
kuharapkan selama ini."
"Aku senang mendengarnya, Bagaimana kabar Kay?"
"Dia sedang kuliah di Universitas Brown, baru mulai bulan September kemarin.
Dari nada suaranya yang kudengar setiap maiam lewat telepon, sepertinya dia
rindu sekali pada kami dan ingin pulang. Tapi, aku yakin, dia siap untuk maju
dan tumbuh menjadi wanita dewasa, Sekarang, rumah kami kosong."
"Apa kau juga terjangkit sindrom kesepian?"
"Ha! Kalau ini adalah sebuah penyakit, maka aku senamg berada dalam kondisi
ini. Aku dan Layne bisa tidur sampai pukul sembilan pagi, sesekali bahkan kami
mondar-mandir di dalam rumah hanya mengenakan piyama saja." Kedua wanita
itu terkekeh geli.
"Kris, apa kau keberatan jika aku membagi kisah hidupmu dengan tamu-tamu di
sini?'
"Tentu saja tidak, Aku justru merasa bangga."
Samantha segera bangkit berdiri di atas tungku bat. "Kawan semuanya, apa
kalian mengenal Kristen?" Beberapa kepala mengangguk sejumlah lainnya
menatap penasaran. Samantha meletakkan tangannya di atas pundak Kristen.
Kristen adalah teman baik keluarga kami. Dia tinggal di Roanoke."
"Halo semuanya," sapa Kristen malu-malu.
"Sekitar, berapa, sepuluh tahun yang lalu ya?"-Kristen mengangguk dan
Samantha lanjut bercerita-"Kristen dan suaminya, Layne, mampir ke WoodstOck
bersama putra mereka, Cameron, dan putri mereka, Kay. Cameron sedang
melakukan perawatan untuk menyembuhkan penyakit kanker otak yang
dideritanya, dan situasinya pada tahap itu benar-benar terlihat tidak
menguntungkan." Kristen melingkarkan sebelah lengannya mengelilingi lutut
Samantha lalu menyandarkan kepalanya di paha Samantha, "Cameron adalah
seorang siswa SMP yang sangat, sangat pintar. Ia bahkan diberi penghargaan
sebagai ilmuwan Nasional."
"Selamat ya," ujar seseorang dari tengah kerumunan para tamu, Yang kebetulan
tahu benar betapa bergengsinya penghargaan tersebut.
Kristen mengucapkan terima kasih lewat gerak bibirrrya, sementara matanya
mulai basah oleh air mata.
"Jika kalian mencari istilah ahli sejarah di dalam kamus, kalian akan melihat
foto Cameron yang mengenakan kemeja dan dasi. Ia sangat mencintai era
Perang Saudara, Ia amat mengagumi jenderal Stonewall Jackson dan tahu
segalanya tentang beliau."
"Belnar sekali," gumam Kristen, menganggukkan kepalanya membayangkan
masa-masa lampau bersama putranya, seperti yang sering ia lakukan sehari-
hari.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Setiap kali mereka harus berkunjung ke Washington, D.C. untuk memberikan


perawatan kepada Cameron, mereka selalu belok pada Rute 81 dan mampir di
penginapan ini, Cameron dan Ayah berbincang selama berjam-jam tentang
sejarah lembah dan kota ini, serta sejarah kota-kota kecil yang digambarkan di
peta hanya dengan sebuah titik. Cameron juga sering memanggilAyah dengan
sebutan kakek. Kurasa, Ayah menyukai panggilan itu. Mereka punya satu ikatan
pribadi berdua .... "
"Setelah perawatan Cameron yang terakhir, rumah sakit tempat ia dirawat
memberikan-dua pilihan kepada Kristen dan suaminya. Putra mereka bisa terus
dirawat di rumah sakit, tetapi tanpa barapan untuk keluar, atau membawa
putra mereka pulang dan membiarkannya meninggal dengan tenang." Pada titik
ini, bahkan sejumlah anak yang sibuk bermain kontan berhenti untuk
mendengarkan lebih lanjut..Hanya Malcolm yang tiba-tiba menghilang dari
dalam ruangan itu. A&P mengamati sekeliling¬nya dan terkejut melihar
padatnya ruangan.
"Cameron membuat pilihannya sendiri;" lanjut Samantha.
"Tanpa sepengetahuan orang tuanya, ia menghubungi Ayah dan bertanya
apakah ia boleh tinggal di sini selama beberapa hari. Dokter yang merawatnya
mengatakan bahwa ia hanya akan bertahan hidup selama beberapa minggu,
paling lama sebulan, tapi Cameron lebih tahu. Iya 'kan, Kris?"
"Memang benar. Dan kalau kuingat-ingat, aku pasti sudah memarahinya kalau
tahu apa yang ia lakukan.' Ruangan yang dipenuhi dengan ketegangan tiba-tiba
menghaturkan tawa singkat. Kristen menyeka air matanya.
"Beberapa dari kalian mungkin sudah mendengar cerita ini, dan bagi kalian yang
belum pernah ... pasti terkejut jika kalian tahu bahwa kedua orang tuaku
membuka tiga kamar dari tujuh kamar yang ada di penginapan ini untuk
keluarga Birch selama mereka membutuhkannya, Hari pertama mereka
menginap, Ayah mengajak Cameron dan Layne mengelilingi Rute 11 untuk
melihat-lihat semua lokasi bersejarah, Cameron ingin pergi ke Manassas untuk
melihat medan perang di Bull Run, tetapi sayang kondisinya terlalu lemab
untuk bepergian ke sana." Samantha sempat berhenti di tengah-tengah
kisahnya, ragu. "Cameron sangat lemah sepertinya, setiap jam tenaganya
semakin berkurang. Pada hari ketiga atau keempat, Cameron sudah tidak
sanggup bangun dari tempat ridurnya. Ayah dan ibunya .... "
Samantha tersedak oleh air mata yang mulai memenuhi tenggoroknya. Ketika ia
bersiap untuk melanjutkan ceritanya, mendadak Malcolm muncul di ambang
pintu, Dengan hati-hati, ia melangkah di antara barisan tamu yang duduk di
kursi lipat atau pun di atas lantai. Malcolm menyerahkan sebentuk kop surat
Demus jeferson kepada adiknya dan mengambil tempat duduk di sisi Kristen.
Samantha membaca satu,dua paragraf yang tertera di atas kop surat, lalu
membungkuk dan berbisik di telinga Kristen. Beberapa saat kemudian, Kristen
mengambil alih kop surat tersebut dan bangkit berdiri. Samantha kembali
duduk dan bergeser lebih dekat dengan Malcolm. Malcolm merangkulnya dan
dengan penuh kasih sayang menarik kepala diknya agar bersandar di
pundaknya.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Saya tahu sore ini penuh dengan cerita-cerita kenangan," Kristen meuarik
napas dalam-dalam, lalu menghembuskan kata-kata berikutnya. "SaYa harap
kalian juga akan mendengarkan cerita saya."
"
11 Februari 1979
Aku menulis uart ini di hari minggu,lain dari biasanya.Rasanya kadang-kadang
kita boleh membuat pengecualian.Kalau ada seseorang yang berhak mendapat
pengecualian.kalau ada seseorang yang berhak mendapat pengecualian.orang
itu adalah Camaeron.
Seminggu ini adalah waktu yang sangat membuatku bahagia.Memang situasinya
sangat menyayat hati,tetapi aku senang kita mendapat kesempatan untuk
melakukannya.Aku senang karena Cameron meminta untuk tinggal bersama kita
disini.Eh bukan senang melainkan bangga
saat kau sedang keluar jalan-jalan dengan Sammie sore tadi aku menelepon
Pastur Braithwaite dan meminta beliau untuk datang mengunjungi Cameron
dan orang tuanya. Aku tidak ikut menemani mereka di kamar.tapi ketika beliau
turun dan ke lantai bawah..beliau menangis.Beliau memandangku untuk waktu
yang lamaa seolah ia tidak tahu harus berkata apa.Lalu beliau mengatakan
bahwa ia tidak pernah bertemu sosok manusia yang begitu siap menemui sang
pencipta seperti Cameron.Beliau bahkan berharap suatu hari beliau juga bisa
siap seperti Cameron.
KAu tahu kebanyakan orang dalam kondisi Cameron akan menyalahkan tuhan
atas derita yang mereka alami.Kurasa kalau aku berada dalam posisi itu aku
akan menyalahkan tuhan.
Aku pasti sudah menceritakan semua ini kepdamu secara langsung kalau aku
sanggup melakukannya tanpa menitikkan air mata.Kau tahu sendiri bagaimana
perasaanku jika tertangkap basah menangis dihadapan orang banyak.Seusai
makan malam,saat kau sedang mencuci piring.Layne turun ke bawah dan
menyampaikan bahwa Cameron hendak bertemu denganku.Jadi aku
menghampiri kamarnya dan duduk disudut ranjangnya.Orang tua Cameron
pamit sebentar dari kamar dan meninggalkan kami berdua,meski seharusnya
mereka tidak perlu melakukan itu.
Cameron berterima kasih padaku untuk waktu yang telah ia lewatkan bersama
kita dan untuk hal-hal lainnya.Ia juga berpesan agar aku memberikan ciuman
hanggat kepadamu nanti (oh ya senyumnya mengembang sangat lebar saat ia
mengatakan itu).Kemudian Cameron menggenggam tanganku dengan sisa
tenaga.
yang ia miliki.Lalu meteakkan sekeping kuno dari tahun 1965 di atas telapak
tanganku.Ia bilang "Kau boleh memiliki koin ini."Koin itu adalah benda
keberuntungan yang selalu dibawanya kemana-mana sejak ia didiagnosis
mengidap kanker otak setahun yang lalu.Ia membelinya di sebuah toko Roanake
sehari sebelum keluarganya membawa dia ke washington DC untuk menjalani
tes kesehatan yang pertama.
Cameron lalu meletakkan di atas tanganku dan berkata "Tuan Cooper kadang-
kadang benda keberuntungan tidak ada gunannya."ia tersenyum "Setidaknya
begitulah menurutku."
www.ac-zzz.blogspot.com

Aku tertawa dan mengecup bocah itu dipipi.Kami berdua menangis,sampai-


sampai aku ngeri tubuhnya tidak sanggup mengantisipasi emosi yang
berlebihan.Akhirnya aku menenangkan diri dan menghapus air mata yang
membasahi pipi dan matanya.Aku memeluknya untuk yang terakhir kali dan
kukatakan padanya bahwa ia harus menghabiskan waktu bersama
keluarganya.Aku beranjak dari tempat tidur dan bergegas untuk keluar.Namun
ketika aku menoleh untuk memandanginya,wajah Cameron sedang menoleh ke
arah lain.menatapi sebuah lampu di atas meja tidur.
Laurel aku juga tidak akan mempercayai apa yang akan kuceritakan kepadamu
sekarang jika aku tidak mendengarnya sendiri.Tapi apa yang kudengar begitu
nyata.
Cameron membuka matanya.Kedua bola matanya tampak jernih dan jauh lebih
bersemangat dari hari-hari sebelumnya.Dengan suara serak ia berkata
"Stonewell?'
SepuLuh menit kemudian Kris,layne dan kay kecil turun ke bawah.Lyne
memintaku mulai menelepon orang-orang.Cameron sudha meninggal.
Aku tahu bahwa kematian bukanlah sesuatu yang membahagiakan,tapi selagi
aku menuliskan surat ini untukmu..aku tidak bisa menyangkal.Kedamaian yang
menyelimuti hatiku.Aku bahagia mengetahui sekarang Cameron sudah terbebas
dari penderitaannya.Dan walau keluarganya merasakan kekosongan dalam
hidup mereka tanpa kehadiran Cameron,aku yakin mereka tahu bahwa
Cameron kini berada di tempat yang lebih baik.
Aku membayangkan bocah itu sudah melangkah melewati gerbang masuk
menelusuri medan perang Bull run yang berkabut di Manassas.Tapi ia tidak
sendirian, Stonewall Jakson ada bersamanya.
Sekarang aku tahu kenapa tuhan melibatkan dirinya di hari minggu.dihari itu.ia
menyambut orang-orang favoritnya.
Jack

Kristen melangkah turun dari atas tungku batu dan segera dikerumuni oleh
tamu lainnya. Satu per satu mereka memeluknya, bahkan yang sebelumnya
tidak pernah ia kenal. Ia menyapa satu per satu kawan barunya dengan rasa
haru. "Terima kasih .... Terima kasih banyak. Semua ini bukan berkat'Cameron,
tapi berkat keluarga Cooper..Senang bertemu dengan Anda ....seandainya saja
Layne ada di sini .... Anda baik sekali, terima kasih."
Pada akhirnya, para tamu pun berpencar ke berbagai ruangan dalm penginapan
dan melanjutkan obrolan mereka. masing-masing. Dua pasangan berbincang
dan bergiliran duduk di ayunan di halaman belakang.
Setelah berberes, A&P mohon diri kepada keluarga Cooper. "Aku dan Castro
ingip jalan-jalan sebentar, Ialu beristirahar sebelum acara berikutnya dimulai.
Kalau ada waktu, aku juga ingin membeli beberapa buah senter," Ia
menghentikan langkahnya di pintu. "Sampai bertemu beberapa jam lagi, ya."
"Aku sayang padamu, Anna Belle," kata Samantha. A&P
meniupkan sebuah ciuman jauh kepada Samantha dan pergi dari penginapan
itu.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Dia adalah wanita yang baik hati," kata Malcolm. "Wanita paling baik yang
kutahu," jawab adiknya,
Ruang tamu yang sebelumnya penuh sesak dengan pelayat kini terlihat lengang.
Matthew, Samantha, Malcolm dan Rain berkumpul di sana. Malcolm, dan Rain
bermain catur Cina di atas meja.
"Mungkin kita harus membicarakan perihal surat-surat itu," kata Matthew.
"Aku setuju," sahut Samantha, mendului Malcolm. "Mal?"
"Boleh, tadinya memang aku berencana unruk membaca surat-surat itu lagi
setelah tamu-tamu pulang."
Samantha menangkap ekspresi Rain yang kebingungan. "Semalam kami
menemukan setumpuk surat. Entah berapa jumlahnyaa mungkin ratusan..."
"Ribuan,'" celetuk Malcolm. "Ha, sekarang aku jadi Raja," kata Malcolm, yang
ditujukan kepada Rain, sambil menggeser biji caturnya berwarna merah ke
dalam petak merah di sudutr papan catur bagian lawan.
"Malcolm benar," tambah Matthew. "Mungkin ada beberapa ribu surat yang kami
temukan, Ternyata Ayah menulis surat untuk Ibu setiap hari Rabu."
"Setiap han Rabu?" Rain hampir tidak percaya.
Matthew mengangguk."Rasanya seperti menemukan harta karun. Memang tidak
semua isi surat-surat itu menarik, dan beberapa juga sangat pendek, hanya
satu atau dua baris tulisan. Tapi sejauh yang kami tahu, Ayah menulis surat
untuk Ibu setiap minggu."
"Wow." Rain merasakan kehangatan timbul dari dalam
dadanya dan menjalar ke tenggoroknya.
"Ya, aku jadi raja lagi," kata Malcolm, sekali lagi menggeser biji caturnya ke
atas petak merah di sudut papan.
"Curang," bisik Rain.
"Setelah kita selesai membaca surat-surat itu, mungkin kita bisa
mengumpulkannya dalam satu buku," usul Matthew, "Aku punya teman di
percetakkan yang mungkin punya beberapa ide lain. Bagaimana kalau kita
gabungkan semuanya dalam satu jilid dan difotokopi agar kita semua bisa
menyimpannya?"
"Aku suka ide itu, Matt," kata Samantha.
"Kedengarannya bagus," kata Malcolm, melempari biji catur hitam milik Rain
sebanyak dua kali dan menghabiskan sisa biji catur Rain dari atas papan. "Aku
yakin, kau bisa mengirimkan jilid itu kepadaku di penjara,"
Rain melempar sebentuk biji catur ke arah Malcolm. "Menurutku itu ide yang
hebat, Matthew. Aku yakin orang tua kalian pasti menginginkan hal yang sama."
Ia bangkit dari Iantai dan meregangkan 0tOt-OtOt tubuhnya. "Yang menang
dapar giliran membereskan, ya," katanya kepada Malcolm. 'Akuharus pulang.
Nathan dan aku juga ingin jalan-jalan sebentar sebelum pergi ke Rumah Duka
Guthrie untuk acara selanjutnya. Kau mau aku yang membawa Alkitab, Sam?
Supaya kau tidak perlu repor nantinya? Aku pasti sampai di sana lebih, dulu."
"Boleh juga," jawab Samantha. "Kalau tidak ada di atas meja tidur Ayah."
Rain segera menaiki tangga. "Alkitab? tanya Malcolm.
"Menurut Rain tidak ada salahnya jika kita meletakkan Alkitab di atas meja saat
acara melayat jenazah berlangsung. Itu kalau kalian mengizinkan."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Tentu saja," kata Matthew.


Diatas, Rain mengangkat Alkitab milik Jack dari atas meja dan melihat ada
sebuah amplop yang terselip di balik sampul. Ia menarik amplop itu dan
membaca tulisan tangan berantakan di bagian depan. Kalimat itu ditulis secara
vertikal, dari atas ke bawah.
HAnya untuk Rain,temanku yang tersayang,tolong jaga ini dan berikan kepada
pengacaraku Alex Palmer.Kau adalah permata hati.Aku akan merindukanmu.
Jack
(Tolong jaga MAlcolm untukku)
"WAH," Rain menarik napas. Terburu-burU, ia menyelipkan amplop itu kembali
di balik sampul dan turun ke bawah.
"Aku pergi dulu, ya," katanya berpamitan.
"Terima kasih ya, Rain,acara makan siang tadi takkan mungkin berjalan lancar
tanpa bantuanmu." Samantha dan Rain berpelukan.
Rain melemparkan sebuah kecupan di udara, "Sampai ketemu nanti."
Samantha menekaan jarinya di pundak Malcolm. "Sana, antar dia sampai
depan."
Malcolm memberikan gerakan salut kepada adiknya dan mengikuti Rain sampai
ke pelataran parkin
"Terima kasih," kata Rain saat Malcolm membukakan pintu mobil untuknya. Dari
dalam mobil, Rain menyalakan mesin dan menurunkan kaca jendelanya, Ia
menatapi kedua mata Malcolm dan menemukan sosok Jack di sana.
"Aku lupa tanya padamu," kata Rain, "apa kau sudah menyelesaikan bukumu?"
"Buku apa?'
"Jangan pura-pura lupa. Novelmu. Karya besarmu." "Belum."
"Ada kemajuan, Hemingway?'
"Oh, bagus. Sekarang kau membandingkan aku dengan orang yang mati bunuh
diri, Terima kasih banyak."
"Aku membandingkan bakatnya, bukan hidup matinya.
Dasar pintar,sok."
"Pintar,sok?"
'Sok pintar, kau tahu lah maksudku." Gigi Rain tampak bersinar saat ia
tersenyum.
"Rain, kau memang orang yang penuh pujian, tapi membandingkan aku dengan
pengarang terkenal seperti Ernest Hemingway,sungguh tidak adil bagi beliau.
Dia itu kan seorang sesepuh dalam dunia sastra."
Rain memiringkan kepalanya ke satu sisi dan membiarkan rambutnya jatuh,
terurai dari belakang telinga. "Apa kau akan mengizinkan aku membaca apa
yang sudah kau tulis sejauh ini?"
"Mungkin saja, kalau kau datang mengunjungiku di penjara.'
"Malcolm!"
"oh, maaf,aku bercanda. Kau tidak perlu mengunjungiku."
"Kau takkan pernah berubah." Rain mencuri pandang ke arah jam tangannya,
tapi senyuman yang tergores di wajahnya merupakan sebuah undangan bagi
Malcolm untuk melanjutkan perbicangaan mereka.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Ceritanya klasik kok," kata Malcolm, menawarkan sinopsis novel yang sedang
ditulisnya, "Seorang pria bertemu dengan seorang wanita, jatuh cinta sejak
kecil, mengejarnya selama bertahun-tahun."
"Bertahun-tahun?" Rain mengangkat kedua alisnya,
"Bahkan selama puluhan tahun. Pria itu mengejarnya sampai Brazil, di mana si
wanita sedang melakukan kegiatan sukarela bersama.sebuah
gereja,membangun rumah, mengajarkan bahasa Inggris kepada orang awam,
dan berbagi ilmu bermain Pac-Man yang tidak tertandingi oleh siapa pun."
"Yang terakhir itu bobong, 'kan?"
"Kalau tidak percaya, nanti beli saja bukunya." Malcolm mengedipkan sebelah
matanya,
"Apa si pria tampan akhirnya mendapatkan si wanita?" Malcolm menunjuk Rain
dengan kedua jari telunjuknya.
"Siapa bilang pria itu tampan?"
Rain tersipu, meski hanya sebentar, Tidak seorang Pun, kecuali Malcolm, bisa
mendeteksi reaksi Rain barusan, Rain mengenakan sabuk pengamannya dan
berpura-pura membetulkan letak cermin mobilnya. "Pokoknya, pastikan
keduanya berakhir bahagia apapun yang terjadi."
"Aku ini bukan orang yang suka cerira berakhir dengan keba¬hagiaan. Kau rahu
itu.'
"Mungkin seharusnya kau mengubah pikiranmu."
"Dan mungkin suatu hari aku juga bisa mendapatkan akhir yang bahagia."
Malcolm mengedikkan pundaknya.
Rain mengulurkan tangannya keluar jendela dan meraih tangan Malcolm. "Akhir
yang edit teks bu nora
http://ebukita.wordpress.comagia bisa datang dalam bentuk apa saja.ingat
itu." Rain menaikkan jendela mobilnya dan melambai pada Malcolm. .
Malcolm memandangi mobilnya yang pergi meninggalkan pelataran parkir dan
berbelok ke Rute 11.
Rain memandangi Malcolm dari cermin di sisi mobil.
"TERUS?" Samantha bertanya kerika Malcolm masuk ke ruang tamu,
"Terus apa? Ayo. kita lanjutkan membaca."
Masing-masing dari ketiga bersaudara itu kembali mengelilingi meja makan
yang dipenuhi tumpukan surat.
30 Maret 1988
Laurel
aku punya perasaan yang tidak enak.ini mungkin surat terakhir yang ku tulis
untukmu.Aku merasa seolah sudah melewati batas kadar luasaku.seperti susu
yang disimpan kelamaan di kulkas.Bagaimana kau suka dengan analogiku
barusan?sekarang kau tahu apa yang harus kau tulis di batu nisanku nanti.
aku jadi sering bertanya-tanya apa lagi yang ahrus kulakuakn di dunia?berapa
lama sampai aku akan bertemu lagi denganmu di alam baka?sepuluh dua puluh
tahun?ibumu meninggal di usia 101.Aku tidak peduli indahnya surga.aku takkan
rela menunggumu selam tiga puluh tahun.mungkin untuk menyesali
kematianku.kau harus mulai merokok (tapi tolong jangan di dalam penginapan)
pertanyaan lain yang ada di benakku:
www.ac-zzz.blogspot.com

kapan aku akan diadili?saat sang pencipta turun lagi ke bumi?apa yang akan
kulakukan jika itu terjadi?
Bagaimana aku bisa menemukan orang tuaku?
Apakah aku akan bertemu dengan seseorang setelah aku pergi?seseorang yang
lebih baik hati?lebih tampan?lebih sabar?lebih pandai mencium?
dimana aku harus menunggumu?
Laurel.berapa lama lagi aku harus menunggumu?
selamanya
suamimu
N.B apakah ada tempat VIP di surga?tempat dimana aku bisa bertemu dengan
mendiang pemain tim Chicago cub yang bernama Gobby Hartnett?atau lebih
daripada itu dimana aku bisa bertemu dengan Thomas Jepperson?
NNB Aku serius nih.berapa lama aku harus menunggumu di alam baka?
4 JuLi 1956
Laurel
mungkin ini akibat meninton pertunjukan kembang api.Aku terbangun di tengah
malam dan menulis surat ini di meja dapur.Sudah lama sekali aku tidak
dihantui mimpi seburuk ini.
Tadi aku bermimpi Joe mati di dalam lubang persembunyian.Ia sedang
membaca salah satu suratku dan tertunduk didampingi oelh sebuah
pistol.Seorang prajurit jepang melompat ke dalam lubang tersebut dan mulai
berteriak-teriak sepertinya dalam bahasa perancis.
kejadian itu tampak nyata sekali.Seperti biasanya dan aku tidak mampu
menolong Joe karena aku sendiri tidak memegang senjata.Aku menyaksikan
semuanya dari lubang persembunyianku.tepat di samping lubang
persembunyian Joe.si pembunuh kemudian membersihkan noda darah di
pisaunya menggunakan celana Joe,ia melambai padaku lalu pergi begitu saja.
setidaknya mimpi itu tidak menghantuiku setiap malam atau setiap
minggu.Tidak seperti dulu.Tpai tetap saja saat mimpi itu datang aku merasa
terperangkap.Meskipun itu hanya mimpi.
aku yakin ini oleh letusan petasan yang kulihat.
Aku akan menelepon Joe besok.
salam sayang
Jack
15 Februari 1956
ini adalah pembicaraan yang seharusnya kita lakukan secara langsung,tetapi
sayangnya tidak mudah untuk melakukan itu.Beberapa hal lebih gampang
diungkapakan di atas kertas.
Aku menikmati waktu bersama kita semalam.makan malam,musik.kau juga
menyukai bunga mawar merah kan?
akau akui,aku berharap semuanya tidak berakhir seperti itu semalam.tiga bulan
sudah berlalu sejak Malcolm lahir dan kau masih saja berlaku aneh
terhadapku.Aku rindu padamu.aku rindu akan hubungan intim kita yang
semakin hari semakin membaik!(tersenyumlah)
www.ac-zzz.blogspot.com

AKu akan siap jika kau sudah siap.Tidak perlu terburu-buru karena aku tahu
bahwa proses melahirkan seorang anak merupakan hal yang cukup berat bagi
tubuh dan keseimbangan emosimu.Tapi kuharap kau akan merasa lebih baik
dalam waktu dekat ini sehingga kita bisa menikmati malam romantis berdua.
Mungkin kita bisa liburan di akhir pekan?Kalau itu yang kau inginkan,kau cukup
bilang padaku dan aku akan atur semuanya.Termasuk menemukan orang yang
bisa menjaga anak-anak kita selagi kita pergi.
salam sayang
Jack
16 JuLI 1980
Laurel
Minggu ini cukup membosankan.Aku bukannya mengeluh karena suratku minggu
lalau sama tebalnya dengan buku bacaan.Mungkin bukan bacaan yang
menarik,tapi setidaknya tetap sebuah bacaan.
Malcolm dan Sammie pergi makan malam semalam,hanya berdua saja.Kapan
terakhir mereka melakukan itu?Aku berani bertaruh kepada Malcolm sedang
butuh teman bicara tentang cinta. Entah kenapa,anak itu tidak pernah mau
berbicara dneganku mengenai hal tersebut.Seandainya saja ia mau terbuka
padaku.
Omong-omong tentang taruhan, apa kita akan bertaruh lagi menyangkut pemilu
tahun ini?Reagan tampak cukup kuat untuk memenangkan persaingan
ini.Kulihat Bush tidak punya karakter yang tepat untuk jadi seorang
presiden.Lagipula,kurasa ia terlalu lemah menangani masalah aborsi dan partai
sayap kanan tidka mungkin mendukung kelemahannya itu.Reagan akan
membuat Bush hancur lebur sebelum persaingan ini selesai.Dan sulit bagaiku
untuk membayangkan bahwa presidenmu,Jimmy carter,akan mengubah hal
tersebut.Ia pasti akan kembali bercocok tanam kacang-kacangan musimm panas
depan.lihat saja
Kalau kau mau,aku takkan bertaruh apa-apa denganmu untuk sekarang ini.Tapi
nanti menjelang pemilu,kita harus bertaruh lagi seperti biasa $1
Salam sayang
Jack
18 Desember 1985
LC
Seminggu lagi natal akan tiba.masih banyak yang harus di kerjakan.Aku senang
sekali jika natal jatuh pada hari rabu.seperti tahun ini.itu berarti minggu depan
kau akan mendapatkan surat yang sangt panjang dariku.
nah karena aku sudah sangat mengantuk,surat yang kutulis malam ini lumayan
pendek.Aku benar-benar lelah
Aku sangat mencintaimu
Jack

16 juni 1971
LAurel tersayang
Selamat hari ulang tahun pernikahan kita !aku sangat menyukai tahun-tahun
saat hari pernikahan kita jatuh pada hari Rabu.Berarti kau akan mendapatkan
www.ac-zzz.blogspot.com

lebih dari kartu ucapan seharga 99 sen yang ku beli di apotek.(Ya ya kau
selalau bilang bahwa kau menyukai apa saja pemberianku,tapi wajahmu selalu
berubah saat Rabu sudah mendekat).
Sudah beberapa lama ini aku menyusn daftar berikut.Hari ini sepertinya saat
yang tepat bagiku untuk emnambahkan beberapa hal.
Hal-hall yang aku suka darimu
1.rambutmu.rambutmu terlihat sama seperti saat kita baru menikah.Bagaimana
mungkin?sementara aku sudah memerangi uban sejak aku di sekolah menengah.
2. tawamu.tawa yang keras,bukan tawa kecil yang sopan yang selalu memenuhi
penginapan dan menarik para tamu dari kamar mereka masing-masing karena
takut kelewatan sesuatu yang seru.Kalau saja mereka tahu apa yang mereka
lewatkan.
3.sikap adilmu
4.kesabaranmu
5.caramu melepaskan selimut di malam hari ketika kau berbalik bdan di tempat
tidur agar kau tidak menarik selimut itu dari tubuhku.aku bahkan tidak bisa
merasakan saat kau memegang selimut itu lagi.dalam posisis barumu,dan
menariknya sedikit.aku suka tarikan-tarikan kecil itu.
imajinasimu
7. kebesaran hatimu untuk ememaafkan kesalahan siapa saja.
8. Kecintaanmu pada tuhan.
9.caramu menyetir mobil seolah kau harus pergi ke suatu tempat secepat
mungkin.
10.penampilanmu saat disinari oleh matahari sore,di tengah-tengah kegiatan
bercocok tanam
11.caramu mencintai anak-anak kita
12.roti panggang ala perancis yang kau buat
13.caramu mendengarkanku saat aku membicarakan hal yang tidak jelas di atas
tempat tidur,bahkan saat kau sudh mengantuk sekalipun.
14.suara dengkuranmu
15.kakimu
16.politikmu.kita mungkin tidak selalu setuju,tetapi aku senang bahwa kau
peduli terhadap pemerintahan negeri ini lebih daripada kebanyakan orang.
17.caramu menemukan dan mempertahankan sahabat-sahabatmu.itu adalah
suatu berkah
18.pidato-pidatomu di pertemuan orang tua murid dan guru
19.matamu sebelum aku maju untuk menciummu,tepat sebelum mereka
terpejam.
20.kau
Aku mencintaimu
Jack

1 November 1956
LAurel
www.ac-zzz.blogspot.com

Ini mungkin surat terakhir yang kutulis untukmu.Entah kenapa aku masih saja
menuliskan surat ini untukmu.Mungkin karena aku sudah terlanjur berjanji.
Kuharap kau menyimpan surat pertama yang kutulis untukmu.Temukanlah surat
itu.Bacalah surat itu.
Aku baru sadar bahwa hari ini bukan hari Rabu.Mungkin ini sudah seharusnya.
Hari ini.Malcolm genap berusia sat tahun.
Hujan turun deras sore ini,hampir lima sentimeter dalam waktu dua jam.
Malcolm sudah mulai belajar jalan semalam.Apakah itu yang mndorongmu
untuk bicara padaku?Rasa bersalahmu saat melihatku bangga terhadap
keberhasilan anak kita?
Aku hanya menuliskan hal-hal ini agar suatu hari saat kau membaca surat
ini,bertahun-tahun dari sekarang, kau akan sadar bahwa hari ini semuanya
begitu jelas.
Apa yang seharusnya aku lakukan saat kurasakan hidupku direbut dari dalam
dadaku,meski anehnya aku masih tetap bernapas.
Apakah aku orang terakhir yang kau beritahu?
Apa yang kau harap aku katakan?apa yang kau ingin aku katakan?Bagaiaman
bisa kau hidup dengan rahasia ini?Bagaimana kau hidup dengan ku?
Aku tidak tahu kemana aku akan pergi beberapa hari ke depan.Kalau dan jika
aku siap untuk bicara,aku akan bilang padamu.
Jangan cari aku.Setidaknya kau bisa memberiku sedikit waktu.
Jack Cooper

Sunyi senyap.
Matthew dan Samantha saling bertukar pandang. Malcolm menggenggam surat
itu di tangannya dan berusaha untuk tidak mengutuk, teriak, dan membalikkan
meja makan. Yang paling penting, ia berusaha untuk tidak menangis. Perlahan-
lahan, ia meletakkan surat dalam genggamannya ke atas tumpukan surat di
dekatnya dan dengan sopan mohon dia ke kamar kecil.
"Apa yang terjadi?" tanya Samantha ..
"Aku tidak tahu sama sekali,"
"Matt, kau kan anak paling tua, apa yang terjadi saat itu?"
"Tahun 1956 usiaku baru 5 tahun. Aku bahkan tidak ingat di mana kita tinggal."
Samantha bersandar di kursinya dan menjulurkan lehernya untuk melihat
apakah pintu kamar mandi terbuka. "Apakah Ibu selingkuh? Apakah ini yang
membuat Ayah begitu marah?" Tapi sebelum mendapat jawaban, Samantha
mulai mengaduk tumpukan surat di dekatnya. 'November 1956. November
1956,"
gumamnya."
"Sam," kata Matthew, "mungkin sebaiknya kita tidak."
"Tidak apa?" tanya Malcolm, kembali memasuki ruangan. Wajahnya sudah
dicuci. Beberapa tetes air melekat di dahinya.
"Malcolm," Matthew menarik napas dan meletakkan kedua tangannya di atas
meja, "jangan sampai kita menarik kesimpulan yang terburu-buru."
"Ibu selingkuh."
"Kita tidak tahu itu. Kita harus tenang-"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Ibu selingkuh, Matt. Coba kau baca suratnya sekali lagi."


"Kita tidak tahu apa yang dilakukan Ibu, Mal, kita.."
"Beliau selingkuh!"
"Mal.."
"Beliau selingkuh terhadap Ayah!" teriak Malcolm. "Dan Ayah tidak
meninggalkannyal" Malcolm menarik napas panjang dan gemetar, "Ayah tetap
mendampinginya. Aku tidak per.."
"Malcolm.." Samantha bangkir berdiri dan mengelus lengan Malcolm.
"..Aku tidak percaya."
"Mal, ayo kita teruskan membaca. Pasti masih ada surat-surar lain,yang bisa
menjelaskan kejadian saat itu. Apa pun yang terjadi, nytanya semua bisa
diluruskan kembali. Dimaafkan." Samantha menatap Malcolm lekat-lekat.
"Benar kean? Ayo, kita harus terus membaca."
Matthew memperhatikan situasi di sekelilingnya seolah ini mimpi terakhir
sebelum matahari terbit dan membangunkan tamu-tamu penginapan yang
sedang bermimpi. Ia bermimpi kursi koseng di sisinya diisi oleh Monica.
Malcolm kembali duduk dan mendorong tumpukan surat di dekatnya ke tengah
meja. Ia menidurkn kepalanya ke atas meja dan menyerah pada rasa sakit
kepala yang menyerang. Ia benci pada ibunya.
Samantha menarik sepucuk surat lain dari sebuah amplop tertanda
LaIBERTYVILLE, ILLUNOIS, 11/08/1956.

7 November 1956
Laurel
Aku berada di Chicago.Aku naik kereta ke rumah ibuku.Aku berjalan melewati
Wrigley Field kemarin,tetapi lapangan itu tampak gelap dan kososng.Seperti
aku.
Ibu dan aku berbincang sampai larut malam semalam.Beliau marah aku pulang
kepadanya,tetapi setidaknya beliau senang aku tidak pergi ke tempat
lain.Menurut beliau,seharusnya aku tetap berada bersamamu,berdebat dan
menuntut jawaban atas semua pertanyaanku.Beliau juga menyarankan agar aku
mendengar lebih seksama penjelasanmu.Tapi beliau memang begitu karena
ayah bukan seorang pendengar yang baik.
Ada suara dikepalaku (atau mungkin di dadaku) yang mengatakan bahwa ada
sesuatu yang hilang antara kita satu atau dua tahun belakangan ini.Mungkin aku
juga kurang saksama mendengarkan suara itu.
Kau menangis saat Malcolm lahir.Apa kau ingat kerasnya tangisanmu waktu itu?
para suster yang merawatmu sangat khawatir samapai mau membiusmu.Aku
meyakinkan mereka bahwa tidak lama kau akan tenang sendiri.
KAmi semua berpikir kau mengalami depresi,sesuatu yang terkadang dialami
wanita setelah melahirkan.Tangisanmu yang tak berhenti.Emosimu yang tak
karuan.Kau bukan Laurel yang kukenal lagi sejak kita mengetahui bahwa kau
hamil untuk kedua kalinya.
Setidaknya ,sekarang aku tahu alasannya.Depresi dan rasa bersalah tampaks
eperti hal yang sama.
Apa kau sedih karena kau tahu kenyataan yang sebenarnya?
www.ac-zzz.blogspot.com

Apakah Ally tahu?Apakah orang tuamu tahu?Apakah pastur-pastur di gereja kita


selama ini juga tahu?
Apakah ada orang lain yang tahu?
Dan satu pertanyaan yang seharusnya kutanyaakan padamu sebelum
menghancurkan foto itu dan pergi dari hadapanmu adalah...
Apakah kau tahu siapa ayah Malcolm sebenarnya?
Jack

"Ibu selingkuh," Malcolm mengulang perkataannya dengan pelan. Matthew dan


Samantha saling bertatapan, tumpukan surat yang mereka temukan
menggunung di atas meja, Samantha mulai menangis.
"Malcolm," ujar Matthew, menunggu sampai adik laki-lakinya itu membalas
tatapannya sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Hal ini tidak mengubah apa pun di antara kita."
"Apa katamu?"
"Hal ini tidak mengubah apa pun di antara kita. Yang lebih penting lagi, hal ini
tidak mengubah identitasmu."
"Kau mengatakan bahwa hal ini tidak mengubah diriku? Tidak mengubah siapa
aku sebenarnya."
"kau adalah anggota keluarga Cooper. Ayah mencintaimu. Beliau dan Ibu sudah
menyelesaikan masalah lni sejak lama."
"Tapi kau tetap bersikeras bahwa hal lni tidak mengubah keadaan? Mengetahui
bahwa ibu kita selingkuh terhadap ayah sama sekali tidak mengganggumu?"
Suara Malcolm terdengar semakin keras. "Mengetahui bahwa aku adalah anak
haram?"
"Kurasa yang hendak dikatakan Matthew kepadamu adalah ... kau tetap saudara
kami," Samantha menambahkan. "Kami tetap mencintaima. Ayah dan Ibu
mencintaimu. Kautahu itu."
"Selama ini," Malcolm bangkit berdiri, "selama ini aku mencintai Ibu dan
berkelahi terus dengan Ayah,menuduh beliau terlalu keras, terlalu banyak
menuntut, dan terlalu sibuk melindungi nama baik keluarga,sementara beliau
tahu bahwa aku bukan keturunannya."
"Kau benar, Mal," kata Samantha dengan nada tajam. 'ayah tahu bahwa kau
bukan anak kandungnya, tapi tetap saja beliau mencintai dan
membesarkanmu.Kau sendiri yang bilang, beliau tidak pernah pergi dari sisi
Ibu."
Dengan kedua tangannya, Malcolm mengacak tumpukan surat di atas meja
hingga satu per satu mereka beterbangan ke berbagai sudut ruangan."Beliau
bukan. ayahku!"
Malcolm melangkah ke pintu depan. "Dan Ibu adalah seorang pendusta,"
katanya sembari menjejakkan kaki keluar dari penginapan itu.
"Kauhendak pergi ke mana? Malcolm?" panggil Samantha, mendadak merasakan
perutnya mulas.
"Biarkan dia pergi," Matthew mencegah adiknya yang hendak mengejar
Malcolm. Kemudian, ia berlutut dan mengumpulkan surar-surat yang
berserakan di atas lantai.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Biarkan dia pergi,"


Lima menit kemudian, dua orang turis yang sedang berkendara di Rute 11
memberikan tumpangan kepada Malcolm ke Bar Woody's.
Matthew dan Samantha merapikan surat-surat yang bertebaran di mana-mana.
Tumpukkan surat itu pun berpindah dari meja makan ke lemari pajangan, lalu
ke pinggir jendela dan ke atas kursi-kursi yang mengelilingi meja makan.
Keduanya tidak banyak berbicara. Dan, meski Samantha belum membaca
surat¬surat yang tertulis dari tahun 1956 dan 1957, ia dengan hati-hati menjaga
mereka agar tidak berceceran.
"Lihat ini, Sammie," kata Matthew..mengencerkan suasana.
"Puisi." Ia menyerahkan empat pucuk surat kepada adiknya. 'Ingat tidak? Natal
tabun 1958. Ibu menaruh empat fotokopi puisi ini di buku kenangan kita."
24 Desember 1958
Sammie dan jaket warna-warni
Teruntuk putriku SAMANTHA
di hari naatal kita yang pertama 1958
Ayah ingin membelikan sebuah jaket untukmu
Tapi tidak ada bahan yang cukup indah
Untuk menyulam jaket yang pantas bagimu
dan ayah juga tak memiliki banyak uang untuk membeli bahan itu.
Ayah ingin membelikan sebuah jaket untukmu
Tapi tidak cukup warna di dunia ini
yang mampu menandingi semangat hidupmu
Bahkan pelangi pun kalah cemerlang.
Ayah akan membelikan sebuah jaket untukmu di surga.

24 Desember 1958
Musim kelima
Teruntuk isteriku LAurel di hari natal yang kesepuluh 1958
Musim semi membawa kehidupan baru
keceriaan dan penghijauan
Di musim panas datang matahari kehangatan dan kedamaian yang menyinari
seluruh permukaan bumi.
Musim gugur membawa warna-warna yang indah
perlahan menghiasi dunia dengan kelembutan
Musim dingin memeberikan kekuatan
Keindahan seperti salju
Lalu ada satu musim lagi...
kau adalah semua yang ditawarkan alam kepadaku
suatu berkah hadiah dari sang pencipta
kau adalah musim kelima

Desember 24 1958
Sebuah jawaban
Teruntuk puteraku Matthew
di hari natal kita yang ke delapan.1958
www.ac-zzz.blogspot.com

"Apakah cita-citamu nanti kalau sudah dewasa?"


Dari balik senyumannya yang bercahaya.urutannya mungkin berubah-ubah.
Namun,jawabannya selalu sama.
"Seorang dokter,seorang polisi,seorang pemain base ball,seorang pembawa
acara tv dan seorang laki-laki sejati. Bisahkah aku menjadi semua itu?"
Dari balik senyum ayah yang penuh kerutan,kata-katanya terkadang berubah.
Namun jawabannya selalu sama.
"Kau pasti bisa."
Desember 24 1958
Mimpi
Teruntuk Puteraku Malcolm
di hari natal ke empat kita.1958
setiap malam di dalam sebuah mimpi
seorang tua yang bijaksana berbisik di telinga ayah
"Mereka yang sempurna akan cepat dipanggil pulang."
Setiap subuh menyambut pagi
Ayah membuka mata yang telah mengantuk
Yang kemudian membawa ayah pada sebuah ranjang mungil
Ada seorang bocah laki-laki di sana
Dia adalah puteraku
Meski ayah hanya merawat bocah itu.Ayah selalau berdoa agar tuhan
membiarkannya tumbuh dewasa bersama kami.

Dering bel di pintu penginapan mengejutkan kedua kakak¬beradik itu,


"Jam berapa ini?" tanya Samantha.
"Setengah lima." Matthew menilik jam tangan Rolex yang tersangkut di
pergelangannya. "Kaumau aku yang membuka pintu?"
"Ya. Terima kasih."
Bel itu berdering sekali lagi. "Tunggu sebentar," sahut Matthew sambil berjalan
ke pintu. "Sebentar, Apa orang tidak tahu . kalau di penginapan mereka bisa
langsung masuk?" Ia membuka pintu dan tersenyum. Allyson Husson.
"Masih ada kamar kosong di penginapan ini?"
"Bi Ally. Kau sampai juga."
"Tentu saja, Anak Muda. Sekarang pestanya boleh dimulai."
"Bibi belum berubah sedikit pun." Matthew memandangi sepatu bot yang
dikenakan bibinya-berwarna merah dan terbuat dari kulit. Ia juga memandangi
topi yang bertengger di kepala bibinya,bertepi lebar dan berwarna merah
jambu, diselubungi oleh renda-renda dengan sebentuk pita putih yang dihiasi
oleh serpihan permata palsu teronggok di pucuk.
Matthew ingin mengatakan bahwa hiasan tersebut lebih cocok diletakkan di
kerudung, tetapi karena ia tahu Malcolm akan melantunkan lelucon yang sama
nanti, maka Matthew mengurungkan niatnya.
Matthew mengagumi rambut perak Allyson yang diam-diam mencuat dari bawah
topi besarnya, serta penampilan beliau yang mengenakan sepasang celana
jeans berwarna putih, kemeja denim ala Caesar's Palace, dan sebentuk jaket
www.ac-zzz.blogspot.com

berbulu palsu yang dikepitnya di bawah lengan. Allyson adalah adik perempuan
Laurel yang berusia 61 tahun.
'llyson Husson dibesarkan bersama Laurel di Hampton Roads, Virginia, hanya
beberapa mil jaraknya dari tepi pantai. Kedua orang tua mereka tak pernah
mengakui hal ini, tetapi Allyson adalah putri yang dikandung secara tidak
sengaja. Kedua orang tua mereka bercerai saat Allyson dan Laurel masih
sekolah, Laurel duduk di bangku SMA,sementara Allyson duduk di bangku SD
kelas dua. Setelah perceraian itu ibu mereka menderita depresi yang cukup
parah. Beliau menganjurkan kepada kedua putrinya untuk selalu menjaga
kondisi tubuh, jangan pernah gemuk,mengunakan riasan wajah, belajar untuk
masak, dan belajar unrtuk mengenali tempat mereka di dunia. Beberapa tahun
setelah perceraian orang tuanya, Allyson memutuskan bahwa tempatnya di
dunia adalah di luar Virginia. 1a memohon kepada Laurel dan ibunya agar
mengizinkannya tinggal bersama sang ayah. Namun keduanya tidak pernah
membiarkan Allyson tinggal di apartemen sang ayah di Williamsburg. Padahal
jarak antara kedua kota itu hanya 72 kilometer.
Laurel ridak pernah menginap di apartemen ayahnya, dan satu-satunya alasan
ia pergi mengunjungi sang ayah adalah untuk menemani Allyson, "Rumahku
adalah di mana ibuku berada," katanya pada sang ayah.
Setelah lulus SMA, meski ia berhasrat untuk meninggalkan Virginia dan
menimba ilmu di tempat lain, Laurel memutuskan untuk tetap tinggal bersama
keluarganya dan bekerja membantu menutupi biaya sehari-hari mereka
bertiga.
Ia bekerja di sebuah toko PX di dalam markas tentara yang letaknya tidak jauh
dari rumah mereka.
Saat Laurel tidak bekerja, ia mulai membaca Alkitab dan sering menceritakan
isinya kepada sang ibu, Laurel membiasakan diri untuk membaca isi Alkitab
kepada ibunya, dan tidak lama keduanya menemukan iman mereka yang
sebelumnya tidak pernah ada di dalam rumah itu.
Allyson, di lain pihak, memiliki misi lain. Setiap malam, sebelum tidur, Allyson
menghibur ibunya dengan cara menari-nari dan meafalkan dialog pertunjukan
yang panjang lebar. Suatu kali Laurel pernah mengatakan kepada adiknya,
bahwa setiap lelucon yang ia utarakan akan menambahkan umur panjang
kepada hidup ibu mereka, Benar saja, ibu mereka meninggal di usia 101 tahun,
22 tabun setelah kepergian mantan suaminya yang pemabuk.
Allyson mengasah kemampuannya sebagai seorang penghibur di tepi jalan dekat
rumahnya. Tanpa sepengetahuan ibu dan kakaknya, selama berbulan-bulan
Allyson menghabiskan waktunya di SOre hari bersenda gurau dengan para
prajurit tentara yan keluar-masuk dari markas dekat rumah mereka.
Diusianya yang ke-15, Allyson mulai menggelar pertunjukan di kelab-kelab lokal
di akhir pekan. Ia menjadi seorang komedian termuda di sepanjang pantai
timur negeri. Mungkin mereka hanya mengada-ada, tapi Allyson tidak menolak
pujian itu. Setelah putus sekolah di tahun 1944, ia mengambil keputusan yang
mengecewakan Laurel dan menghantui dirinya sendiri seumur hidup,Allyson
pergi ke pesisir pantai barat negeri demi mendongkrak kariernya sebagai
seorang penghibur.
www.ac-zzz.blogspot.com

Dalam waktu singkat, Allyson sudah berada di Eropa menyanyi di hadapan


prajurit-prajurir Amerika yang sedang bertugas di sana. Pada tanggal 7 Mei
1945, Allyson sedang manggung di London, menyanyikan tembang mlilik Doris
Day yang berjuduL 'Mimpiku Semakin Indah Setiap Saat" ketika seorang jurnalis
sebangsanya menghambur ke dalam kelab, naik ke atas panggung dan
mengumumkan bahwa pasukan Jerman sudah menyerah. Lalu, ia mencium
Allyson di bibir secara spontan. Enam minggu kemudian, mereka menikah.
Pada tahun 1949,status Allyson kembali lajang.la menikahi seorang bintang film
kelas menengah di tahun 1952, lalu cerai lagi di tahun 1954. Pada tahun 1958,
ia menikahi seorang penyanyi kelab, bercerai lagi di tahun 1963. Pernikahan
terakhirnya berlangsung di tahun 1969,dengan seorang kontraktor bangunan
yang disewa untuk membangun sebuah kasino. Sang kontraktor ini merupakan
cinta sejatinya, Namun, pernikahan tersebut juga berakhir di tahun 1979 di Las
Vegas. saat sebuah bola penghancur gedung tidak sengaja menghantam bus
yang didiami oleh suaminya.
Tahn itu, Allyson mulai mencari Tuhan.
Matthew tidak punya pilihan lain kecuali tersenyum. "Wow, kau terlihat. ..
cantik sekali." Ia memerhatikan jaket berbulu yang dikepit Allyson.
"Jangan khawatir," kata Allyson. "Ini jaket palsu."
"Kalau begitu, silakan masuk." Matthew segera menngangkat koper bibinya,
hendak membawanya masuk,
"Turunkan koper itu," perintah Allyson. Matthew segera menurunkannya. "Peluk
dulu bibimu." Matthew mengikuti kemauan bibinya."Kau memang putra Jack
Cooper,tidak salah lagi. Dia juga tidak pernah mau memelukku,"
"Maaf," kata Matthew, meski pikirannya masih tertambat pada Malcolm.
"Sekarang lepaskan aku, kau 'kan sudah menikah ... dan bawa koper itu masuk,'
Sebelum Matthew sempat membawa koper Allyson masuk ke dalam rumah,
bibinya sudah menghambur ke tengah koridor.
"Samantha, Malcolm ... aku sudah datang."
"Di ruang makan, Bi," panggil Samantha,
"nah, ini dia aktris kecilku," kata Allyson saat memasuki ruang makan, "Peluk
aku,"
Samantha bangkit berdiri dan mengikuti perintah bibinya.
"Aku sungguh sedih untuk kalian semua."
"Bi Ally. kami baik-baik saja kok."
"um," Allyson mengangkat sepasang alisnya yang tipis "menurutku kalian tidak
baik-baik saja. Tidak ada seorang pun di dunia yang merasa baik-baik saja
setelah dltinggalkan oleh orang tua mereka. Kalian jelas terluka. Tapi aku di
sini untuk membantu kalian." ia memeluk Samantha lebib erat.
"Kau adalah yang terbaik..Bi. Aku juga sedih karena kau kehilangan seorang
kakak yang luar biasa."
"Itu benar, Tapi aku akan bertemu lagi dengannya. Sudah lima tahun aku tidak
datang kemari dan di usiaku sekarang ini, kesempatanku untuk bertemu lagi
dengannya jauh lebih besar dibandingkan saat kami terpisahkan oleh gunung
tinggi."
www.ac-zzz.blogspot.com

Samantha tersenyum, meski air matanya kembali menggenang. "Aku benar-


benar merindukanmu." la mengangkat sebelah tangan untuk menghapus air
matanya.
"Hapuskan saja air matamu di kemejaku, Itu aku mengenakan kemeja ini. Kau
pernah makan buffet di Caesar's Palace? Nah aku biasa mengelap mulutku
dengan kemejaku.
Samantha terkekeh dan mengaangkat setumpuk surat dari atas salah satu kursi
yang mengeliling] meja makan. Allyson duduk di atas kursi tersebut dan
melepaskan topinya, menggantungnya di pUnggung kursi di sampingnya,
"Bagaimana selanjurtnya?"
"Apanya yang bagaimana?" tanya Samantha.
"Jadwal acara, Sayang. Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Ah, itu. Kita akan segera berangkat ke Rumah Duka Guthrie, dan harus sudah
tiba di Edinburg pukul enam sore. Tapi perjalanannya hanya akan makan waktu
beberapa menit. Besok akan diadakan konser di gereja, lalu sebuab acara
makan siang, dan pemakamannya akan diselenggarakan di gereja pada malam
hari."
"Aku meninggalkan kopermu di kamar utama, tidak apa kan?' Matthew
memasuki rung makan dan mengambil tempat duduknya di meja, Allyson
tampak kebingungan. "Bibi tidak memesan kamar di penginapan lain, 'kan?"
"Tidak sih," jawab Allyson. "Tadinya kupikir kau akan membiarkanku menginap
di kamar lain."
"Kamar utama itu adalah kamar terbagus di penginapan ini, Ally. Ayah dan Ibu
pasti ingin agar Bibi menginap di situ."
Allyson merendahkan suaranya, "Kalau begitu, terima kasih. Terima kasih
banyak, Matt," Ia menghapus air mata yang membasahi pipinya dan mengambil
sepucuk surat dari salah satu tumpukan di atas meja. "Apa semua ini?"
Matthew menatap Samantha, Samantha mengangguk, "Apa Bibi tahu kalau Ayah
sering menulis surar cinta untuk Ibu?" Mattew meregangkan kedua lengannya
untuk menunjukkan jumlah surat yang terkumpul.
"Oh, maksudmu Surat Hari Rabu?"
"Bibi tahu soal itu?"
"Aku bukan hanya saudara ibumu, aku juga sahabat beliau, tentu saja aku tahu.
Laurel pernah meneleponku saat bulan madunya dan membacakan surat
pertama yang diulis ayah kalian. seandainya aja suami pertamaku seperti Jack.
seseerang yang menumpahkan isi hatinya tanpa perlu diminta? jarang lho." Ia
menatapi nama Laurel yang tertera di atas amplop berwarna hijau muda.
"Memang aku harus mencoba beberapa kali sampai aku berhasil menemukan
cinta sejatiku, dan sekarang aku akan membawa namanya sampai di liang kubur
nanti." Ia beralih memandangi cincin kawin yang tersangkut di jari manisnya.
Cincin berlian pertama yang pernah ia miliki.
"Ibu kalian tidak membacakan semua surat yang ditulis oleh ayah kalian
kepadaku,karena surat-surat itu bersifat pribadi. Tapi, sesekali Laurel pasti
meneleponku untuk membacakan sesuatu yang dianggapnya menyentuh atau
menarik. Dia sangat mencintai surat-surat ini, dan bangga karena ayah kalian
yang menulisnya. Aku selalu membayangkan bahwa ada sebuah harta karun di
www.ac-zzz.blogspot.com

dalam surat-surat ini, beberapa rahasia dan petualangan yang tidak kalian
ketahui. Bahkan mungkin beberapa gosip seru."
Allyson meraih sebuah amplop yang tergeletak di dekatnya dan mengambil
sepucuk surat dari dalamnya, Surat itu ditulis di atas kop surat penerbangan
Trans-World. "23 Juli 1969," ia membaca keras-keras. "Hai Laurel, apa kau
percaya bahwa ada seseorang yang benjalan di atas bulan minggu ini? Ajaib
sekali! Akankah anak-anak kita melihat seseorang hidup di atas sana suatu hari
nanti? Mungkin saja, Kalau kita bisa membawa Neil Armstrong sampai bulan,
bayangkan apa lagi yang bisa kita lakukau?" AJlyson dengan cepat membaca sisa
surat tersebut dalam hati dan menyelipkannya kembali ke dalam amplop.
"Mereka berdua memiliki hidup yang luar biasa," gumam Allyson. "Kertas-kertas
ini," ia mengetukkan jari telunjuknya ke atas sepucuk surat sembari berbicara,
"menyelamatkan pernikahan orang tua kalian lebih dari sekali."
Allyson melemparkan sebuah tatapan kepada Samantha, lalu melirik ke arah
Matthew. Mata Matthew yang berwarna kehijauan menatapnya lekat-lekat.
Allyson kembali menatap Samantha.
"Aku penasaran apakah surat-surat macam ini bisa menyelamatkan
pernikahanku yang pertama. Apakah aku pernah bercerita kepada kalian
mengenai suami pertamaku, Darwin?" Allyson tidak menunggu jawaban dari
kedua kemenakannya, "Sebenarnya dia itu orang baik, tapi entah kenapa dia
berhenti mencintaiku. Aku sendiri tidak tahu alasannya apa. Aku selalu berpikir
bahwa mungkin aku tidak cukup pintar untuknya. Tapiku akui, aku tidak pernah
menyesali waktu yang kuhabiskan bersamanya. Tidak sekalipun. Aku belajar
banyak dari Darwin. Dia itu seorang penulis, kalian tahu Dia pernah bekerja di
New York Times, bahkan beberapa tulisannya pernah mendapatkan
penghargaan. Kami bertemu di luar negeri waktu Perang Dunia II berakhir, Aku
belajar mengenai perang itu darinya, kenapa saat itu Amerika terjun
ke medan perang. Aku belajar tentang sastra dan tempat-tempat di dunia yaog
tadinya tidak pernah kuketahui. Sebelum aku mengenal Darwin, aku tidak tahu
perbedaan antara Wiliam Shakespeare dan Charles Schulz. Aku memang sempat
menimba ilmu di sekolah menengah,karena ibu kalian memaksa,tapi aku tidak
pernah benar-benar belajar." Pandangan Allyson melayang pada tumpukan
surat-surat yang berwarna putih dan beberapa lainnya yang sudah menguning
termakan waktu.
"Aku pernah bertemu sekall dengan Charles Schulz,apa aku pernah cerita
kepada kalian? Ibu kalian juga pernah bertemu dengan beliau. Charles ikut
terjun ke medan perang, meski pada saat itu tampaknya semua pemuda terjun
ke medan perang. Kecuali ayah kalian. Kurasa, Jack memerangi hal yang
berbeda. Saat itu, aku dan Darwin tinggal di New York. Kalau tidak salah,
sekitar tahun 1948 atau 1949, aku baru saja bercerai,sementara orang tua
kalian baru saja menikah. LAurel sangat menyayangkan hal itu, merasa janggal
karena disaat mereka menikah aku malah mengurus perceraianku.
"Darwin sedang menulis artikel untuk koran New york times tentang seseorang
yang kartunis yang sedang naik daun, dan ia mendengar kabar tentang seorang
kartunis di Mennesota yang bekerja pada sebuah surat kabar di St.Paul.Kartunis
ini menulis sebuah komik mingguan berjudul lil'folks (orang-orang kecil).Salah
www.ac-zzz.blogspot.com

satu karakter dalam komik itu adalah seekor anjing dan seorang bocah laki-laki
bernama Charlie Brown. Kalian pasti mengenalnya kan.Apakah kalian tahu."Ia
menoleh kepada Matthew,:bahwa kartunis itu, yang bernama schulz,
menyimpan setiap komik yang diterbitkan pada tanggal enam juni?ia memberi
edisi itu perlakuan khusus.Ia menyimpan untuk mengenang teman-temannya
saat perang."
"Normadia."Kata Matthew
"Benar, matthew."Allyson mengganguk."Normadia.Kau tahu bahwa ayah kalian
menyesal tidak berada disana hari itu?selalau menyesalinya."
"Karena beliau tidak ada di Normadia?"tanya Samantha.
"jack ditugaskan untuk bekerja di sebuah galangan kapal.kurasa mereka
menyebut tempat itu sekarang sebagai Markas Angkatan laut Norfolk.Ayah
kalian punya keahlian khusus dalam keterampilan tangan.Ia berpikir layaknya
seorang ahli teknik,ia bisa melihat hal-hal yang tidak dilihat orang tentang cara
kerja atau rancangan apa saja. Setelah perang usai ayah kalian benar-benar
merasa bersalah, Hal itu menghantuinya, sampai-sampai ibu kalian jadi
khawatir,
"Yang harus kalian ketahUi adalah bahwa banyak dari teman ayah kalian yang
meninggal pada perang tersebut, di pantai normandia." Pandangan Allyson
mendadak hilang di antara tumpukan surat dihadapaanya. "Aku tahu bahwa
paman kalian, Joe, sempat menyaksikan peperangan itu. Tapi dia tidak berada
di sana untuk waktu yang lama, Ia kembali ke Amerika dalam k0ndisi mabuk,
dan sejak saat itu ia terus mabuk-mabukkan." AllYSOn melempar pandangannya
pada Matthew,Jack selalu menyangka bahwa orang-orang menghakiminya
secara tidak langsung karena tidak terjun ke medan perang seperti pemuda-
pemuda lain. Ia tidak pernah mengerti bahwa hasil jerih payahnya di galangan
kapal itu tidak kalah pentingnya dengan tugas mengusung senjata di medan
perang. Ia, bahkan menyusun beherapa kapal yang membawa pemuda-pemuda
itu ke pantai Normandia. Aku ingat Laurel meneleponku tidak lama setelah
mereka menikah. Kalau tidak salah tahun 1943. Ayah kalian dihantui mimpi
buruk meski ia tidak pernah meninggalkan tanah kelahirannya, dan tidak
pernah melihat 0rang terbunhu saat menjalankan tugas mengabdi kepada
negara. Satu-satunya-yang la lihat hanyalah cuplikan berita di televisi. stelah
perang selesai, Jack menonton cuplikan-cuplikan yang sama berulang
kali.Sejumlah temannya yang kembali dan perangd alam keadaan hidup
tiba¬tiba saja memiliki kepribadian berbeda, Mereka pergi ke medan perang
dengan wajah berusia 19 tahun, tapi kembali ke tanah air seolah berusia 40
tahun.Jack-tidak tahu haruS bersikap bagaimana di tengah mereka, Meski
begitu, ia tetap berhubungan dengan beberapa temannya itu, AkU ingat orang
tua kalian sempat mengundang salah satu temannya yang kehilangan lengan
pada acara makan malam Thanksgiving. Kalau tidak salah, waktu itu kau masih
bayi, Matthew.
"Beberapa orang setidaknya, beberapa sepupu ayah kalian di Chicago, berpikir
bahwa ayah kalian sangat. .. beruntung. jack sempat main baseball di sekolah
menengah. Kalian pasti tahu itu-Jack sangat gemar bermain baseball. Saat Jack
di SMA, tim baseball sekolahnya memenangkan kejuaraan negara bagian,
www.ac-zzz.blogspot.com

Mungkin itu terjadi sekitar tahun 1936 atau 1937, atau bahkan 1938, Aku ingat
Laurel mengatakan bahwa Jack adalah seorang penangkap bola yang sanggup
memukul dengan tangan kiri mau¬pun kanan.
"Apa kalian tahu bahwa Jack menyimpan foto tim sekolahnya? Aku yakin foto
itu ada di kamarnya sekarang. Kara Laurel, ayah kalian menulis nama teman-
teman satu timnya di balik foto tersebut, termasuk tanggal kematian mereka,
"Tentu saja, orang mengatakan Jack Cooper adalah pemuda beruntung, anak
emas, .karena ia tidak pernah terbang dengan parasut atau berlarian membawa
senjata di pesisir pantai, dan juga tidak pernah melangkahkan kaki ke tengah
mayat-mayat kawan seperjuangannya. Saat pemuda-pemuda itu berkumpul dan
membicarakan perihal perang,baik itu di Korea, Vietnam, atau di mana saja
mereka selalu mengucilkan ayab kalian karena ia tidak pernah terjun ke medan
perang.
"Ayah kalian tidak pernah berperang bukan karena dia takut atau enggan terjun
ke medan perang, tapi karena ia memiliki tangan yang terampil dan mata yang
berkemampuan untuk menganalisis suatu rancangan. Namun, la juga terkena
imbas perang. Ia melalui hal-hal yang mengerikan seumur hidupnya layaknya
pemuda-pemuda lain yang terjun ke medan perang." suara Allyson mulai
bergetar. "Dia benar-benar tersiksa,' Allyson mengusap air mata yang
menggenang di pelupuk matanya.
Samantha dan Matthew bangkit dari kursi mereka dan mendekatkan diri di sisi
Allyson. Mereka berlutut di samping Allyson dan merangkul bibi mereka dari
dua sisi. Allyson meletakkan tangannya di atas pipi Matthew dan mengecup
dahi kemenakannya. Matthew memeluk Allyson sekali lagi, sebelum ia
menghilang ke lantai atas.
Samantha dan Allyson masih berpelukan sampai Matthew
kembali ke ruang makan membawa sebentuk foto hitam putih menggambarkan
delapan belas pemain baseball yang mengenakan kaus berlogo "C" di bagian
dada serta topi berlogo sama. Mereka berkumpul mengelilingi sebuah piala
perak berukuran tiga puluh
sentimetrer, berbentuk seorang pemain yang sedang mengayunkan sebuah
pukulan kasti ke belakang pundak.
Matthew dan Samantha melihat Jack di antara kerumunan pemain lainnya,
berjongkok di barisan paling bawah, tepat di tengah, dengan kedua Tangan
menunjuk ke arah kamera.
Matthew membalik foto itu dan menemukan delapan belas nama. Di samping
sembilan nama, tanggal 6 ]uni 1944 terukir rapi dengan goresan tinta hitam.
Tiga pemain lain meninggal sebelum tahun 1945 berakhir. Dua pemain
meninggal di akhir tahun 1960-an dan dua lagi di tengah tahun 1970an. Hanya
Jack dan saudara kembarnya, Joe, seorang pelempar bola terkenal di grup
tersebut, yang tidak memiliki tanggal kematian terukir di samping nama
mereka.
Matthew meraih sebentuk bolpen dari saku kemejanya, dan mengeluskan
tangannya ke halaman belakang foto. Lalu, di samping nama ayahnya, ia
menulis dengan goresan rapi dan jelas: 13 April 1988.
www.ac-zzz.blogspot.com

samantha. Matthew, dan AlIyson nyaris saja lupa waktu jika bukan karena
telepon yang mendadak berdering. Rain.
"Sam. apa semuanya baik-baik. saja? Sekarang sudah hampir pukul enam dan
para tamu gelisah."
"Semuanya baik-baik saja," kata Samantha. "Kami lupa waktu. Bibi Ally sudah
sampai di sini."
"Bagus kalau begitu, Apa aku bisa memastikan kepada para tamu bahwa kau
akan segera berangkat?"
"Ya. Kami berangkat sekarang. Sampai jumpa." Samantha dan Allysoon berganti
pakaian, Samantha memilih rok abu-abu yang terbuat dari wol dan atasan
hitam rajutan. Allyson tidak mengindahkan gaun yang masih tersimpan di dalam
koper, dan justru mengunakan salah satu gaun milik Laurel yang tergantung di
lemari baju di kamar mama. Matthew mengenakan jas hitam favoritnya yang
bermerk Armani pemberian Monica di hari Natal beberapa tahun lalu.
"Biarkan aku yang menyetir," kata Samantha saat mereka menuruni anak tangga
di beranda sambil menunjuk ke arah mobil patrolinya. Begitu mereka sudah
berada di dalam mobil, tiba-tiba Matthew dan Samantha berteriak; "Malcolm!"
"Dimana anak itu?"tanya allyson.
Samantha mengerutkan dahinya. "Pertanyaan yang jitu."
"Apa kita harus mencarinya di Bar Woody's?" usul Matthew dari kursi belakang.
"Jawaban yang jitu." Samantha mengendarai mobilnya menjauh dari
penginapan dan memasuki Rute 11, menuju alun-alun Kota woodstoock
berlawanan arah dengan Rumah Duka Guthrie di kota sebelah Edinburg.
Ia menyalakan lampu dan sirene mobilnya.
"ADA yang melihat kakakku di sini?" Samantha menaikkan suaranya menembus
kerumunan pengunjung bar di hari Sabtu rnalam. "Malcolm Cooper?"
Laure Loveless, salah satu bartender yang sedang bertugas malam itu,
menyeruak di antara kerumunan pengunjung dan menghampiri Samantha.
"Halo, Sam." Suaranya yang besar tidak sepadan dengan tubuh mungilnya,
wajah imut, dan senyumnya yang manis.
"Hey, Double 1. Kau melihat Mal di sini?"
"Sejam yang lalu dia datang kemari, tapi tidak tinggal lama."
"Apa dia mabuk?"
"Tidak, dan sejujurnya, kurasa dia bahkan tidak minum alkohol sama sekali.
Alice menyajikannya minuman bersoda. Malcolm berkata ia ingin menjernihkan
pikirannya, Dia terlihat cukup aneh, Sam berbicara panjang lebar tentang
kehilangan arah dan bergumam tentang ibumu. Tapi, seperti yang kukatakan
tadi, dia tidak tinggal lama di sini paling hanya setengah jam."
"Terima kasih, ya." Samantha menepuk lengan Laurie dan memutar badannya,
bersiap pergi.
"Tunggu" kata Laurie. "Ia bertanya apakah aku tahu edit teks bu nora
http://ebukita.wordpress.comwa dia bukan saudara kandungmu,"
"Apa kau tahu?" Samantha berbalik menatap Laurie.
"Tentu saja, aku tahu. Sekarang, semua orang tahu. Semua orang yang tinggal
di Lembah ini pasti sudah tahu." Laurie menurunkan volume suaranya hingga
Samantha harus bersandar pada gerak bibir bartender itu. "Kami semua turut
www.ac-zzz.blogspot.com

berduka cita atas meninggalnya orang tua kalian. Mereka benar-benar orang
baik,"
Samantha rnenarik napas dan membalas perkataan Laurie dengan senyum
penuh terima kasih. Kemudian, ia melangkah keluar dari Bar Woody's.
"Bagaimana?" tanya Matthew, begitu Samantha masuk ke dalam mobil lalu
mengenakan sabuk pengaman.
'Malcolm tadi ada di sini. Sekarang dia tidak ada di sini, Dan aku merasa jengkel
padanya."
Allyson menepuk papan dashboard di hadapannya dengan penuh canda. "Ini
baru namanya petua..'
"Petugas Cooper..di mana lokasimu sekarang?" Radio polisi di dalam mobil
menyela perkataan Allyson.
"Di jalan Main, Bar Woody's. Ada apa, Barry?"
"Aku melihat sesuatu yang kurasa ingin kauketahui.' "Apa ada hubungannya
dengan kakakku si Buronan?" "Ya, Dan Menara Woodstock"
samantha mengerang kesal. "Kita memang bodoh," ia menolehkan kepala ke
belakang dan menatap Matthew. "Seharusnya kita ke sana dulu."ia menekan
tombol pada radio walkie-talkie di hadapannya. "Apa Crescimanno ada di situ?"
"Tidak. Dan aku tidak memanggilnya, tapi kautahu sendiri di kota ini ... kabar
cepat tersebar,"
"Aku akan segera ke sana." sekali lagi, Samantha menyalakan lampu mobil dan
sirene polisinya.
"Ternyata tadi aku terlalu cepat mengambil kesimpulan," Allyson menepuk
papan dashboard sekali lagi. "Ini baru petualangan."
Samantha meningkatkan kecepatan mobilnya melalui Jalan Main kemudian
jalan berliku menuju Menara Woodstock.
"Dik, kurasa kau mengendarai mobil ini terlalu cepat di atas bebatuan.."
"Matthew,diamlah!"
"Oke."
Samantha berhenti di belakang mobil patroli lain dan mengiringi Matthew dan
Allyson menelusuri jalan sepetak menuju Menara woodstock. Petugas Keith dan
Barru berdiri sambil berbisik di tengah kabut yang menyelimuti dasar menara.
"Maaf aku telat," kara Samantha. "Bagaimana kalian menemukannya?"
"Ada turis yang menelepon saluran darurat 911. Mereka mengatakan bahwa ada
seorang pria di atas menara yang sedang beryanyi-nyanyi dan berlaku aneh.
Mereka khawatir,"
"Malcolm," panggil Samantha. "Kau sudah selesai di sini?"
"Hampir," teriak Malcolm.
"Apa yang kaulakukan di sini?' tanya Samantha. "Berpikir,"
"Tentang apa?"
"Entahlah. '
Allyson melangkah maju mendekati menara dan menyentuh lengan Samanrha.
"Biarkan aku mencoba. Hai, Mal," ia berteriak keras-keras.
"Allyson?" jawab Malcolm, mencondongkan tubuhnya ke pinggir pagar pelindung
dan menatap ke bawah. "Apa itu kau?" Tangan Malcolm terasa basah memegang
selongsong besi pagar.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Ya, ini aku. Ayo, turun."


Malcolm membuang wajahnya. "Apa kau juga tahu?" tanya Malcolm, matanya
menatap ke arah cakrawala.
"Aku tahu apa?" tanya Allyson.
Malcolm balas berteriak, "Apa kau tahu? Apa kau tahu bahwa kakakmu
selingkuh?"
"Malcolm! Turunlah. Temui aku,"
"Lalu kau akan menceritakan semuanya? siapa aku. sebenarnya?"
"Kita harus bicara,"
Malcolm diam sebentar sebelum akhirnya melangkah menuruni tga lantai
menara lewat rangga besi.
"Apa dia sedang mabuk?" Allyson berbisik di telinga Samantha.
"Tidak. Hatinya sedang hancur,"
"Ingatlah untuk berlaku lembut dengannya, Sammie. Kau juga," Allyson
menoleh kepada Matthew yang sedang berdiri dj belakang mereka. "Bayangkan,
untuk kali ini saja, jika kalian ada di posisinya." Kedua kakak-beradik itu
menganggukkan kepala mereka setengah hati di hadapan Allyson.
Malcolm menapakkan kaki di tangga terakhir, lalu melangkah melewati dua
petugas polisi yang berjaga. "Fred. Barney," sapa Malcolm dengan sopan seraya
menganggukkan kepalanya.
Allyson menemui Malcolm dan merengkuhnya dalam pelukan. "akuu
merindukanmu."
Sebelum Malcolm bisa membalas sapaan bibinya, dadanya segera terguncang
dan kedua tangannya mencengkeram bagian belakang gaun yang dikenakan
Allyson, yang di pinjam dari lemari Laurel. Malcolm mengenali gaun itu dan
harum tubuh ibunya yang masih melekat. Ia menangis.
"Sudahlah, tidak apa. Shhh. Semua baik-baik saja."
Malcolm mengangkat wajahnya dari pundak Allyson dan seolah melihat wajah
ibunya, "Apakah kautahu?"
Allyson menangkap tatapan Samantha dan Matthew yang sedang berdiri di sisi
mobil patroli. "Ya," ia mengecup dahi Malcolm."Aku tahu."

samantha parkir di barisan depan di pelataran parkir Rumah Duka Guchtie yang
ditandai oleh sebuah lempengan besi bertuliskan Hanya untuk Keluarga
Mendiang. Ia mengangkat satu jari ke udara dan menatap Malcolm dari cermin
di samping kendaraan. "Jangan, Malcolm. Aku tidak mau mendengar kau
membuat lelucon lagi."
Keempatnya kemudian segera turun dari mobil patroli.
"Aku tidak percaya kau membiarkan aku datang kemari hanya mengenakan
celana pendek dan kaus."
"Maaf Malcolm," kara Samantha. "Kita sudah setengah jam telat karena harus
mencarimu keliling kota." Ia menarik ujung kaus yang dikenakan Malcolm.
"Jangan khawatir," bisiknya. "Orang¬orang pasti mengerti."
Arik Guthrie, yang sedari tadi berdiri di luar unruk menyambut anggota
keluarga Cooper, melihat tiga bersaudara itu bersama bibinya berdiri di atas
trotoar, Ia segera menjuLurkan kepalanya ke dalam untuk sesaat, mungkin
www.ac-zzz.blogspot.com

untruk mengumumkan kedatangan mereka, lalu melambaikan tangannya


kepada Samantha, Malcolm, Matthew, dan Allyson, memberi tanda agar
mengambil jalur bebatuan yang akan membawa mereka melalui pintu masuk
pribadi di depan gereja kecil. "Lewat pintu sini, ya. Kami senang sekali
akhirnya kalian sampai."
Allyson berjalan dengan sebelah lengan memeluk pinggang Malcolm. Ia
memberi tanda pada Malcolm agar berjalan lebih pelan. "Kalian berdua silakan
jalan di depan. Kami akan menyusul."
Samantha menggenggam tangan Matthew dan melangkah melewati pintu yang
dibukakan oleh Arik Guthrie dengau penuh wibawa. Arik mengikuti, keduanya
dan menutup pintu saat dilihatnya Allyson dan Malcolm berhenti di ujung jalur
bebatuan.
"Malcolm," kata Allyson, menarik daun telinga MaJcolm perlahan. "Acara
berkabung ini bukanlah hal mudah bagi siapa pun, terurama bagimu. Aku tahu
itu. Kakak dan adikmu juga tahu itu, Tapi, Malcolm," ia mengangkat dagu
kemenakannya sehingga tatapan mereka bertemu, "ini bukan sesuatu yang bisa
kaulewatkan, Kita harus melakukan ini, kita harus tetap bersama, dan
mendorongmu agar tetap tabah." Allyson melihat air mata memenuhi sudut
mata malcolm. "Aku berjanji, sesampainya kita di penginapan aku akan
menceritakan semuanya."
Malcolm menurunkan tatapannya dan menatap kedua kakinya sendiri."Aku
bahkan tidak tahu siapa diriku."
Allyson melihat bahwa laki-laki berusia 32 tahun yang berdiri di hadapannya,
yang dulu penuh semangar dan kebanggaan, kini tak ubahnya seorang bocah
berusia 12 tahun.
"Apa katamu, Sayang?"
"Aku tidak tahu siapa diriku." Malcolm menggelengkan kepalanya, "Bagaimana
itu bisa terjadi?" tanyanya, mengusap hidung basahnya dengan ujung kaus yang
ia kenakan. "Bagaimana mungkin seseorang bisa mendapati dirinya kebingungan
seperti ini hanya dalam waktu beberapa jam?"
Allyson menimbang-nimbang jawaban apa yang harus ia berikan kepada
kemenakannya.
"Ayahku masih hidup." Malcolm mengeratkan kepalan tangannya ke dalam saku
celana. "Beliau masih hidup, di suatu tempat. Beliau tidak ada di dalam sana."
Malcolm menoleh ke arah rumah duka.
"Kau salah," jawab Allyson penuh empati."Ayahmu ada di dalam sana, terbaring
di samping ibumu." Ia memeluk Malcolm lagi dengan sepenuh hati. "Tidak ada
yang berubah, Sayang. Jack Cooper tetap ayahmu, dan kakakku adalah Ibumu.
Mereka mencintaimu dalam segala hal, tapi pikiranmu membutakanmu akan
semua itu,"
"Kalau begitu katakan kepadaku. Kenapa? Kenapa Ayah tidak meninggalkan ibu?
Semua surat-surat itu ... beliau terus menulisnya seolah tak ada yang terjadi."
"Tidak seperti itu. Memang ada sesuatu yang terjadi, jangan mengambil
kesimpulan terlalu cepat. Ayahmu menderita. Ibumu juga menderita. Bahkan
lebih dari yang kaubayangkan."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Itu bukan jawaban!" suara Malcolm, meninggi dan pecah. "Nanti akan
kuceritakan."
"Malam ini juga?"
"Malam ini juga."
Allyson memeluk Malcolm unruk terakhir kalinya. "Sekarang, mari kita masuk.
Masukkan ujung kausmu ke dalam celana. Ini adalah pelayatan bukan Karnaval
Brazil."
Walau kepalanya berdenyut seolah mau pecah dan perutnya melilit karena
kalut, Malcolm menemukan secercah energi untuk tersenYum .
SAtu demi satu, para tamu maju ke depan untuk menghaturkan rasa hormat
kepada mendiang Jack dan Laurel. Mereka datang dari berbagai tempat di
Selatan, Harrisonburg, Staunton. dan kota-kota kecil. lainnya yang terletak di
sepanjang Rute 11: New Market, Pegunungan
jackson.Edinburg.Woodstock.Tom'sbrook, dan Strasburg. Beberapa berkendara
dari Timur, berbondong¬boundong dalam sejumlah kendaraan dari Washington,
D.C., Arlington, dan Rosslyn, semuanya hampir 160 kilometer jauhnya dari
edinburg, dikelilingi oleh sabuk ibu kota negeri.
Para pelayat berhenti untuk melihat peti kayu yang sama, terbaring
berdampinga, dihiasi dengan kain sutra rajutan tangan berwarna putih krem. di
dalamnya, Jack mengenakan jas PUtih dan wajahnya tampak bugar seolah ia
tidak pernah mengenal rasa sakit. Laurel, di lain pihak, mengenakan gaun putih
dan riasan wajah yang tidak menyolok. Tangan kiri mereka bersilang di atas
tangan kanan mereka, bertumpu di atas perut. Cincin kawin mereka bersinar
terang diterpa cahaya lampu.
Peti mereka diletakkan di kedua sisi mimbar gereja kecil berwarna cokelat
yang dibangun oleh keluarga guthrie di akhir tahun 1970an.
Pastur Doug berdiri seperti penjaga di sudut mimbar dengan kedua lengan di
sisi. Beberapa kali ia melihat dan memeluk tamu¬ramu yang tampak emosional
dan bersahabat.
Di samping kanan mimbar dan di sebelah kanan peti Jack,Matthew, Allyson,
Samantha, serta Angela, Malcolm dan, karena diminta Samantha, Rain berdiri
berdampingan.
Pastur Braithwaite dari gereja di Pegunungan Jackson juga datang. Beliau
berdiri di pintu depan di samping keluarga Guthrie, tersenyum pada wajah-
wajah yang familiar dan asing dan berterima kasih kepada semuanya karena
telah datang.
Nathan mengamati acara tersebut dari sudut ruangan tepat di belakang meja
penerima tamu.
Di tengah prosesi acara, saat pengunjung perlahan-lahan berbaris untuk
memberi hormat pada Jack dan Laurel, Rain mencondongkan tubuhnya ke arah
Malcolm dan meletakkan tanganya di punggung pria itu. "Celana pendek?"
"jangan tanya."
"Aku takkan bertanya," Rain tersenyum, karena ia tahu Samantha akan
menceritakan semuanya nanti.
"Terima kasih."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Aku benar-benar senang kau ada di sini," Kali ini ia berbisik di telinga Malcom
dari jarak yang sangat dekat hingga Malcolm bisa merasakan hembusan napas
Rain di belakang lehernya. Udara yang keluar dari mulut Rain membuat bulu
kuduknya berdiri.
Malcolm ingin sekali menarik tangan Rain dan menggiringnya ke pelataran
parkir untuk menceritakan apa yang baru saja diketahuinya, bahwa ia bukanlah
anak kandung Jack Cooper Tapi, ia hanya berkata, "Terima kasih."
"Jangan berterima kasih padaku, pokoknya tetaplah jaga perilakumu.'
"Aku tidak bisa merasakan apa-apa, jadi tidak mungkin berlaku yang tidak-
tidak."
Selusin tamu lain berhenti untuk bersalaman termasuk Marla Lewia, direktur
museum Woodstock. Ia memeluk Malcolm dan bertanya tentng novel yang
ditulisnya. ia juga membuat Malcolm berjanji Untuk mengunjunginya sebelum
pergi meninggalkan kota.
Di sisi lain, Matthew sudah menyempurnakan jawabannya apabila orang-orang
bertanya keberadaan Monica. "Dia ada di Newark. Dia ingin sekali berada di
sini, tapi saat ini adalah kemungkinan kami untuk mengadopsi anak. Ayah dan
Ibu pasti bisa mengerti.' Ia bertanya-tanya apakah perkataannya Itu benar, tapi
dilihatnya para tamu juga mengerti alasannya, "Akan kusampaikan salam
"belasungkawa kalianr kepada Monica," ujarnya datar kepada para tamu.
Malcolm memerhatikan wajah-wajah yang mengelilinginya seolah hendak
mencari suatu pertanda atau petunjuk yang bisa membenarkan dugaannya,
bahwa semua orang tahu perihal rahasia hidupnya, Tapi wajah-wajah itu sangat
polos tidak menyimpan sedikit pun jejak rahasia yang diincarnya, Malcolm
akhirnya memutuskan bahwa para pelayat yang berhamburan menyampaikan
rasa belangsukawa. mereka tidak mengenal baik kedua orang tuanya, atau
mereka sangat pintar menyembunyikan apa yang mereka ketahui.
Aneh, pikir Malcolm. Tidak seorang pun dalam kerumunan para tamu yang
menunjukkan rasa simpati terhadap derita yang sedang ditanggungnya saat ini.
Mereka hanya melihat tiga keturunan Jack dan Laurel yang sedang berkabung
tanpa memerhatikan bahwa luka Yang tergores di dadanya lebih dalam dan
menyakitkan dari pada luka di dada Matt maupun Samantha. Meski begitu, ia
tetap menyalami setiap pelayat dan memandangi mereka lebih lama dari
seharusnya. Ia bahkan memerhatikan dengan saksama sekian banyak individu
yang selama ini tidak pernah dikenalnya.
Ia berharap satu di antara mereka mengetahui kebenaran mengenai dirinya.
Ia bertanya-tanya, siapa di antara mereka yang akan membuka tabir hidupnya.
Ia juga penasaran, siapa di antara mereka yang telah berbohong telak
kepadanya selama ini, berpura-pura lugu dan tidak mengerti.
Ia ingin tahU, apakah ayah kandungnya akan datang ke acara pelayatan Jack
dan Laurel, kemudian menyelipkan secarik kertas berisi nomor telepon hotel
tempat lelaki itu menginap ke dalam tangannya saat mereka bersalaman.
Seiring dengan bergulirnya detik demi detik malam itu, Malcolm ingin
menertawai dirinya sendiri karena telah bersusah payah menampakkan rasa
sedih yang berlebihan,bahkan melebihi kesedihannya setelah ditinggalkan oleh
Jack dan Laurel. Sementara Rain, satu-satunya orang yang mengenal dirinya
www.ac-zzz.blogspot.com

dengan baik, berdiri di sampingnya tanpa sekalipun menunjukkan rasa simpati


terhadap luka yang' menganga di dadanya. Sesekali, Rain memerhatikan gerak-
gerik Malcolm saat memerangi emosinya sendiri, dan pada saat itu, ia pun
melarikan jemarinya ke atas jemari Malcolm, yang terasa seperti sengatan
listrik pada kulit Malcolm.
Setiap beberapa jam, Malcolm melirik ke arah jam dinding yang bertengger di
dinding, meughitung menit. "Berapa lama kita harus tinggal di sini?" ia bertanya
pada Samantha saat barisan pelayat mulai sepi.
"Selama yang diperlukan, Mal,sampai setiap orang sudah mendapatkan
kesempatan untuk menyapa kta dan menghaturkan rasa hormat mereka pada
Ayah dan Ibu."
Malcolm mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi, mengharapkan jawaban yang
lebih pasti.
"Mungkin sejam lagi."
"Nah, itu lebih baik." Ia berbalik untuk berbisik ke telinga Rain, lalu kembali
menatap adiknya. "Aku pergi sebentar Ya."
"Mal?" protes Samantha.
"Tenang aku hanya ingin ke kamar mandi. Kau sendiri yang dulu menjulukiku Si
Kandung Kemih,ingat tidak?'
Dalam perjalanannya menuju lobi, Malcolm berpapasan dengan Nathan yang
sedang berbincang bersama Gail Andrus, Bendahara Kabupaten Shenandoah.
Tanpa menghentikan langkahnya, Malcolm berkata dengan lantang, "Rain sudah
jadi milikmu lagi sekarang."
Gail tersenyum jenaka.
Nathan bungkam seribu bahasa.
Malcolm berdiri di salah satu wadah urin sambil menatapi langit-langit ketika
Pastur Doug masuk ke dalam kamar mandi dan berdiri di sampingnya untuk
menggunakan wadah yang lain.
"Oh, hey;"
"Halo, Malcolm."
"Tempat ini terlihat seperti perkumpulan pastur, ya."
Pastur Doug tersenyum. "Kau memiliki selera humor yang sama dengan
ayahmu."
Malcolm memandangi dinding di hadapannya. "Apa Anda
sering datang kemari?"
"Lebih dari yang kuinginkan," angguk Pastur Doug. "Kurasa aku sudah semakin
uzur.'
"Aku juga." Malcolm berbalik untuk mencuci tangannya di wastafel.
"Bagaimana keadaanmu?"tanya Pastur Doug, menekan tungkai pada wadah
sabun cair dan menggosok tangannya sampai busa putih menyelimuti kedua
tangannya.
"Setidaknya aku masih ada disini," jawab Malcolm. "Itu pasti berarti aku baik-
baik saja."
"Menurutku juga begitu."
"Anda kenal baik dengan kedua orang tuaku, kan?" Malcolm menempatkan
kedua tangannya di bawah mesin pengering yang mengembuskan udara panas.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Aku lebih mengenal ayahmu daripada ibumu. Kenapa?" "Aku hanya penasaran,
karena di tempat ini banyak sekali orang yang datang dari berbagai pelosok,
yang tidak pernah kulihat sebelumnya."
"Lalu?"
"Entahlah, aku Cuma ingin tahu, berapa banyak dari mereka yang benar-benar
mengenal kedua orang tuaku terutama ibuku dan berapa banyak yang datang
hanya karena mereka merasa ini adalah suatu kewajiban bersama,"
"Apa menurutmu itu nya aku ada di sini?"
"Bukan Anda, tentunya Yang lain."
"Kau mungkin heran." Kini giliran Pastur Doug yang mengeringkan
tangannya."Jack dan Laurel sangat dihargai dan disukai di berbagai lingkungan."
"Aku tahu itu, Tapi itu tidak berarti semua orang mengenal mereka dengan
baik, 'kan?"
"Kau kan tahu bagaimana orang tuamU selalu menyimpan perihal rumah tangga
mereka untuk diri mereka sendiri?"
Malcolm serus memancing, "Berapa banyak yang Anda ketahui tentangg masa
lalu mereka?" .
"Ya, aku selalu beranggapan bahwa kedua orang tuamu bukan manusia
sempurna tidak ada dari kita semua yang sempurna," Pastur Doug tersenyum,
"tapi setidaknya mereka berusaha, Mereka adalah orang baik-baik. Mereka
selalu membantu orang lain dan selalu bisa memaafkan kesalahan siapa pun,
Bersama guru spiritualku, Pastur Braithwaite, ayahmu mencarikan pekerjaan
pertamaku sebagai pengkhotbah di Winchester, Tanpa ayahmu, aku takkan
pernah mengetahui keindahan Lembah ini dan 0rang¬Orang yang tinggal di
sekitarnya."
Malcolm menganggukkan kepalanya.
Sejujurnya, aku sudah lama tidak berjumpa dengan ayahmu, Tapi aku berani
bersaksi bahwa beliau sudah berjasa banyak di kabupaten ini. Begitu juga
dengan ibumu."
"Benar, Beliau memang sudah berjasa banyak bagi.." Tlba-tiba, pintu kamar
mandi terbuka dan Nathan Crescimanno melangkah masuk.
"Halo semua," sapa Malcolm melihat keduanya,
"Pastur Doug, apa Anda sudah sempat bertemu dengan Jaksa Penuntut dan
calon Gubernur Negara Bagian Virginia?" tanya Malcolm, sengaja ingin menyulut
kekesalan Nathan.
"Daerah Istimewa Virginia," koreksi Nathan,Malcolm tersenyum.
"Kami sempat bertukar sapa di luar," jawab Doug. "Senang berjumpa dengan
Anda lagi, Tuan crescimanno."
Ketiga pria itu berdiri di ambang pintu.
"Wah, situasinya kok jadi aneh ya," kata Malcolm.
"Aku tidak memerhatikan," gerutu Nathan segera melangkah masuk ke salah
satu bilik di kamar mandi dan menutup pintunya rapat-rapat.
Pastur Doug dan Malcolm beriringan kembali ke Lobi. Keduanya berhenti di
sebuah meja yang memajang empat bigkai foto pasangan Jack dan Laurel serta
pernak-pernik mereka, termasuk Alkitab m ilik Jack.
www.ac-zzz.blogspot.com

Setelah memerhatikan meja tu selama beberapa saat, Pastur Doug mulai


angkat suara, "Aku sudah menduga bahwa kau dan Nathan sempat berselisih
pendapat," katanya. Ia mengambil sebingkai foto Jack dan Laurel saat mereka
sedang berdiri di beranda Monticello dan berpura-pura terus mengamati foto
tersebut. "Tapi sebagai orang ketiga, bolehkah aku bertanya kenapa kau harus
mempersulit keadaan?"
"Maksud Anda?"
"Kenapa kausenang membuatnya kesal?"
"Nathan adalah target yang menyenangkan."
"Mungkin saja," kata Pastur Doug, "tapi saat ini, bukankah dia yang berkuasa?"
Malcolm terkejut mendengar perkataan. Pastur Doug. "Maafkan aku jika sudah
lancang."
"Tidak apa," kata Malcolm."Maksud Anda baik."
"Tentu saja." Pastur Doug tertegun sesaat, "Malcolm, tidak ada orang yang
sempurna di dunia ini."
"aku tahu itu,"
Pastur Doug meletakkan sebelah tangan di atas pundak Malcolm. "Aku sangat
mengagumi keluargamu dan juga dirimu. Kami senang melihatmu di sini. Kurasa
kedua saudaramu membutuhkanmu sekarang,"
Malcolm tahu bahwa perkataan Pastur Doug benar. "Jika kau sudah siap, temui
aku."
Makolm menepuk pundak Pastur Doug. "Pasti."

kerumunan pelayat yang datang malam itu berangsur¬angsur menipis saat jam
menunjukkan pukul sepuluh, dan pada pukul 10:20 hanya ada segelintir saja
yang masih bernaung di sana. A&P dan Bibi Allyson menemui Tuan dan Nyonya
Gutherie di kantor mereka yang terletak tidak jauh dari ruang melayat. A&P
dan Allyson harus mengatur keperluan logistik demi memindahkan tubuh Jack
dan Laurel untuk pemakaman digereja malam berikutnya.
Angela mencium ibu dan kedua pamannya sebelum pergi
bermalam di kediaman keluarga Godfrey.
Rain dan Nathan duduk berdampingan di sofa, di sudut ruangan yang sama
tempat anggota keluarga Cooper bersalaman dengan tamu-tamu yang hendak
pamit.
Matthew menutup dan mengunci masing-masing peti dengan sangat hati-hati.
Kemudian, ia mengambil sebuah sapu tangan dan mengelap permukaan peti
hingga semua sidik jari yang tertinggal habis terhapus.
Malcolm dan Samantha berdiri bergandengan di balik altar tepat di bawah
lukisan Yesus Kristus yang tergantung tinggi di atas kedua peti. Samantha
menyandarkan kepalanya ke bahu kakaknya.
Melalui bukaan pintu di belakang ruangan, Pastur Doug terlihat sedang berdiri
di Lobi, memandangi pernak-pernik keluarga Cooper dan membaiik-balik
halaman Perjanjian Baru pada Alkitab milik jack,
www.ac-zzz.blogspot.com

"Siap untuk pergi?" tanya Matthew, menyembulkan kepalanya di antara wajah


Malcolm dan Samantha.
"Sudah sejak dua jam yang lalu," jawab Malcolm.
"AkU Juga,"aku samantha. 'Ayo kita pergi dari sini,"
Ketiganya segera pamitan dan berterima kasih kepada Rain, Nathan, dan kedua
Pastur Doug serta Braithwaite.
"Semoga berhasil, ya," kata Rain seraya memeluk setiap anggota keluarga
Cooper di ambang pintu.
"Kok semoga berhasil?" tanya Nathan saat pintu tertutup kembali dan anggota
keluarga Cooper berjalan pergi menuju kendaraan patroli milik Samantha,
"Karena ini akan jadi malam yang sulit dilalui bagi mereka.Mereka benar-benar
membutuhkan kehadiran satu sama lain, dan aku senang mereka ada di sini
bersama."
Nathan menatap ketiga saudara Cooper dari balik jendela. "Kau baik-baik saja?"
tanya Rain.
"Ya." Nathan menggerakkan kakinya dengan resah, "Hanya saja, aku merasa
sangat egois karena menginginkan pekan ini cepat berakhir supaya kita bisa
kembali pada kehidupan kira sehari-hari. Sepertihya aku sudah gila, ya?"
"Kau tidak egois, Nate. Kau juga berada di posisi yang sulit, aku tahu itu. Tapi
sejauh ini, kau melakukan semuanya dengan sempurna."
"Menurutmu begitu?"
"Ya."
"Aku tidak sabar mendengar kalimat yang sama keluar dari bibirmu nanti
setelah kita bercinta,"Nathan mengecup mesra kekasihnya.
"Bersabarlah, Tuan Crescimanno. Lebib baik kita pikirkan bagaimana caranya
melewati akhir pekan ini." Rain meregangkan Lengannya dan memeluk Nathan.
Nathan membalas pelukan Rain dan perlahan-lahan mengerakkan tangannya
dari pinggang kekasihnya yang ramping ke atas pinggul. "Ka tahu betapa aku
mencintaimu, kan?"
"Aku, tahu."
"Aku hanya ingin hidup bersamamu. Aku ingin kita segera menyongsong masa
depan, memiliki anak, dan membangun sebuah keluarga bersama, Aku ingin kau
merasa nyaman bersamaku, dan kita bisa mencapai kesuksesan bersama."
"Aku tahu, Nate, Aku juga memginginkan semua itu." "Kau yakin?"
"Aku yakin."
"Jadi aku tidak perlu khawarir?"
"Kau tidak perlu khawatir,"
"Kau benar-benar yakin semuanya baik-baik saja?"
"Sangat yakin," Namun, di luar jendela, terbiaskan oleh cahaya jingga lampu
jalanan yang memantul di atas pelataran parkir; Rain melihat Cooper
bersaudara berdiri membentuk lingkaran sambil membicarakan serangkaian
keputusan yang harus mereka ambil bersama, Rain hampir berharap, ia berada
di tengah-tengah mereka, walau hanya untuk semalam.
Pada akhirrrya, Samantha dan Matthew setuju dengan usul Malcolm untuk
berhenti di kota kecil bernama Tom's Brook. Penggemar milk'shake, ketiganya
sempat memutuskan bertandang ke Apotek Walton dan Smoot di jalan Main,
www.ac-zzz.blogspot.com

namun karena sudah terlalu malam, mereka beralih ke Iokasi pemberhentian


truk di samping Rute 81.
"Hey!" panggil Matthew pada kedua adiknya dari kursi belakang. "Mau membaca
beberapa surat?" Ia menunjukkan setumpuk surat dan melambaikannya ke
hadapan Samantha dan Malcolm.
"Hey!" Suara nyaring Samantha menggema ke seisi mobil. "Bakankah surat-surat
itu seharusnya berada di penginapan?"
Matthew mengangkat bahunya. "Kupikir, kita ada waktu luang untuk membaca."
"Lalu, kenapa sekarang kau justru terdengar merasa bersalah karena sudah
membawa surat-surat itu keluar dari penginapan?" Matthew mengangkat
bahunya sekali lagi.
"Kau adalah kakak yang memiliki pengaruh buruk," ledek Samantha.
"Kalau begitu kita tidak akan membacanya?" tanya Matthew.
"Salah. Kita akan membacanya," jawab Malcolm mewakili suara hati ketiganya.

22 Februari 1961
LaureL tersayang
Aku yakin kau bosan mendengarkan ucapanku ini,tapiakhir pekan lalu adalah
sesuatu yang benar-benar kita butuhkan untuk menghabiskan waktu
bersama.Seandainya saja kita tidak pergi.maka kita tidak akan pernah
mengunjungi Natural bridge, padahal kita tinggal di Virginia!memalukan
sekali.Yuk kita pergilagi ke sana minggu depan.Apa menurutmu Amanda sudi
menjaga anak-anak kita lagi dalam waktu dekat ini?(aku hanya setengah
bercanda loh)
Omong-omong tentang Natural Bridge,dan aku menuliskan ini karena aku yakin
suatu hari anak-anak kita akan membaca surat ini,melepas celana renangku di
pemandian air panas dan mengunci dirimu di dalam mobil adalah sebuah
tidnakan lancang.Apa kau lihat wajah penjaga taman?aku bisa saja ditilang!
Toling dicatat,ini adalah suatu perjuangan yang takkan membuatku kalah.Aku
akan terus menunggu.KAu takkan tahu tempat dan waktunya.Tapi yakinlah
dirimu laurel cooper bahwa sebelum kita meninggalkan dunia ini.Kau juga akan
menelusuri hutan liar
Jack si penari bugil
1 MAret 1961
Nyonya cooper
Aku selalu merasa janggal menulis surat untukmu saat kau duduk tepat
diseberang ruangan dan tidak jauh dariku.Saat ini kau sedanq membaca buku
yang diberikan Matthew untuk hari ulang tahunmu.Sulit dipercaya bahwa anak
kita yang baru berusia sepuluh tahun menghadiahkan orang tuanya dengan buku
panduan investasi.Matthew selalu saja membuatku terpana.Kalau ia tidak jadi
bintang olahraga nantinya,aku yakin ia akan jadi seorang ahli keuangan
sebelum usianya mencapai tiga puluh tahun.Bahkan mungkin, sebelum ia
berusia dua puluh tahun.
Aku tertawa dalam hati karena barusan kau bertanya apa yang sedang aku
lakukan.Saat ku jawab bahwa aku sedang menulis sebuah lagu, kau memutar
matamu dan melemparkan senyuman yang selalu membuatku tergila-gila
www.ac-zzz.blogspot.com

padamu.Coba tebak aku MEMANG sedang menulis lagu.Mungkin suatu hari aku
akan akan mengirimkan lagu ini kepada pacarmu,tuan Presley.
Aku punya irama ini dikepalaku,tapi aku tidak mengerti tangga nada sama
sekali.Karena itu kau harus mempercayaiku bahwa lagu yang kutulis ini
memang indah.kurasa ini lagu ballad.
Mintalah kepada tuhan
---------------------
Jak Cooper
1961
Terkadang berbuat yang terbaik saja belum cukup
Terkadang aku butuh sesuat yang lebih
Karena itu bapakku telah meminta kepada tuhan
Saat hujan turun di dalam kepalaku
Dan percikan airnya membasahi mataku.
Aku berpikir tentang cinta yang ia bagi kepadaku.
Di atas saliub, dibukit Calvalary.
*REFF*
Aku harus belajar untuk meminta dari tuhan
dalam segala hal yang kulakukan
Ya, aku akan belajar untuk meminta dari tuhan
dan semua impianku akan jadi kenyataan...
Ya, aku tahu lagu ini aneh.lagu ini butuh satu bait lagi, dan menurut sammie
bahkan membutuhkan satu bait ekstra.Mungkin suatu hari nanti ya.Mungkin
nanti aku akan menyanyikan untukmu.Iramanya benar-benar membuat lagi ini
menjadi hidup!(Tapi jangan ditunggu karena tim baseball chicagho cubs punya
kesempatan lebih besar memenangkan piala dunia sebelum aku mati).
Sejujurnya,aku telah menulis lagu di dalam kepalaku untuk waktu yang cukup
lama. Suatu hari mungkin aku akan menyelesaikannya,tapi aku benar-benar
senang pada bagian pertamanya dan aku ingin berbagi denganmu. Sudah dua
minggu ini aku menggumamkan lagu ini.
Ide ini datang kepadaku setelah aku menceritakan tentang MAlcolm.Aku
terbaring di atas ranjang sempit di lantai dua gedung kampus.Aku menangis
terus tanpa henti,kau tahu itu dan kata-kata yang kutuangkan dalam lagu terus
terngiang di telingaku.Kurasa seperti serangkaian doa.Sejak itu aku selalu
berusaha untuk menuliss ulang kata-katanya.Aku selalu ingin memasukkan kata-
kata itu ke dalam surat,tapi entah kenapa aku selalau lupa.Tapi hari ini aku
ingat.
Menurutku, aku sudah lebih bisa meminta kepada tuhan sekarang.Aku belajar
darimu,bersama dengan 3.572.988 hal lain yang kupelajari darimu
salam sayang
Jack Lennon

saat Matthew sudah membacakan semua surat yang dibawanya dari


penginapan, ketiganya mengisi waktu dalam mobil dengan obrolan kecil.
Mereka tidak terburu-buru.
www.ac-zzz.blogspot.com

Samantha dan Matthew tidak bisa memikirkan hal lain kecuali perselingkuhan
ibu mereka, Malcolm tidak bisa memikirkan hal lain kecuali membaca lebih
banyak surat Jack untuk mengetahui siapa ayah kandungnya.
"SiaPA nama pacar pertamamu, Sam? Pemuda yang sangat aneh, berbulu lebat,
memiliki masalah bau badan, dan bercita-cita menulis novel fantasi itu."
"Robert Smith. Sekarang ia sudah jadi pengarang terkenal."
"hebat juga."
"Dan dia tidak berbulu Lebat."
"Sejak kapan batas kecepatan mobil ditingkatkan di sini?"
"Tidak pernah. Sejak kapaa kau jadi orang yang menyebalkan?"
"Buka jendela mobilmu."
"Kenapa?"
"Percayalah padaku," jawab Malcolm.
"ApAKAh orang kepercayaan Ayah akan datang ke pemakaman?" tanya
Samantha.
"Siapa orang kepercayaan Ayah?" tanya Matthew.
"Pengacara ItU."
"Alex Palmer."
"Iya, dia."
"Dia pasti datang ke pemakaman. Kita harus menandatangani beberapa surat,
entah sebelum atau sesudah prosesi pemakaman,aku tidak yakin."
"APA yang terjadi pada tempat jual-beli mobil Chevy yang dulu ada di sudut
jalan itu?"
"Kebakaran setahun yang lain. Sekarang mereka membangun tempat baru di
Strasburg."
"APA si Kurus Gila itu masih menjalankan toko kelontong dan tempat penjualan
umpan di New Marker?"
"Namanya Gordon Craw."
"aaaah benar, Kita selalu menjulukinya si GOrdo." "Gordo sudah meninggal."
"Oh."
"Ya."
"Aku suka padanya."
"kita semua suka padanya."
"AKU yakin kalian tidak peduli, tapi kok rasanya kira melaju terlalu cepat. Apa
mungkin karena aku duduk di kursi belakang."
"Diamlah."
"Aku hanya memberikan informasi saja."
"MALCOLM?"
"Ya?"
"Jangan terlalu dipaksa." Samantha melarikan tangannya ke belakang leher
Malcolm dan dengan lembut mengelus tengkuknya.
"Memaksa apa?"
"Mencari jawaban." Ia memalingkan wajahnya dan menatap Malcolm lekat-
lekat. "Semua orang sedang berduka, tidak kamu saja,"
Malcolm menatap keluar jendela.
"Jangan dipaksa, Kak, jawaban itu akan datang dengan sendirinya."
www.ac-zzz.blogspot.com

"WOW. lihat." Samantha menunjuk ke jendela di samping Malcolm. "Aku


bersumpah, seminggu yang lalu, ada restoran cina di sana. Sekarang, semua
plangnya sudah diturunkan. Bahkan tidak langgeng sampai tiga bulan. Gedung
itu memang sial, semua restoran yang buka di situ selalu tutup."
"Kau benar, Dulu ada restoran, mexico yang menyajikan makanan lezat di sana,
Guadala-apa gitu, Ayah dan Ibu mengajakku ke sana sendirian suatu kali untuk
ulang tahunku, tidak lama setelah kita pindah kemari. Seminggu penuh aku
jadibuang angin terus."
"Kau selalu buang angin sejak itu."
"KAu tahu tidak, Dik, kalau kau terrarik dengan kecepatan ini kita bisa sampal
ke Washington D,C. dalam waktu 20 menit, Apa kaumau.."
"Apa kau ingin jalan kaki saja, Matt?"
"SAMMIE, kau ingat tidak tahun pesta perpisahan saat kau memasak makan
malam untuk Rain dan aku, kau berdandan seolah-oiah sedang bermain jadi
tuan rumah yang kaya raya? Aku mungkin tidak pernah mengatakan ini
kepadamu, tapi saar kau menyajikan salad dan ikan trout yang ternyata enak
sekali ... itu adalah kali pertama kami berciuman."
"Kau dan Sam berciuman? 00000h.."
"Dasar gila."jawab Malcolm. Derai tawa menyelimuti perutnya yang sedikit
keram dan sarat akan keraguan.
"Mal, ciuman pertamamu dengan Rain bukan di pesta perpisahan. Kau
menciumnya untuk pertama kali di jalan setapak menuju gereja diSungai
Shenandoah. Aku lihat sendiri, kok,"
"Kurasa dia benar, Mal," Matthew setuju.
"Apa kalian pikir, aku tidak tahu kapan dan di mana aku berciuman Untuk
pertama kalinya?"
"Ciuman pertama dengan gadis mana saja?" tanya Matthew.
"Atau ciuman pertama dengan Rain?"
"Ciuman pertama."
"Ciuman pertama, Pantat!"
"Tidak, terima kasih," canda Malcolm. "Aku tidak punya waktu untuk mencium
bokongmu."
Matthew terpingkal. Ia bertanya-tanya kapan terakhir kali ia dan Malcolm bisa
bersenda gurau seperri sekarang.
Malcolm berpikir betapa anehnya bahwa ia bisa mengingat gadis pertama yang
diciumnya saat masa remaja dulu, tapi bahwa sekarang ia bahkan tidak
mengenal nama ayah kandungnya Sendiri.
"SEKARANG kalian diam saja, biar aku yang memesan.
"Apa yang ingin kalian pesan?" suara kasar seorang pelayan wanita menyalak
dari dalam kotak Speaker yang digunakan oleh pelanggan yang memesan di
Drive Thru. .
Samantha tidak menanyakan apa yang diinginkan oleh kedua kakaknya sebelum
berkata, "Tiga gelas milkshake cokelat Snickers." Ia menoleh pada Malcolm di
sampingnya, "Malam ini kita akan melakukan semuanya bersama-sama."
Malcolm pikir keputusan Samantha sedikit berlebihan, tapi di lain pihak, niat
adiknya itu membuatnya merasa nyaman.
www.ac-zzz.blogspot.com

Samantha melanjutkan, "Sekarang, mari kita cari jawaban dari pertanyaan


kita,"
Malcolm mengacak rambut Samantha."Aku sayang padamu, Dik."
"Jangan sentuh rambutku." Kali ini, mereka semua tertawa.
"MINGGIR di sini," Malcolm berkata saat mereka mendekati putaran menuju
Domus Jefferson.
"Apa kau tidak bisa tahan sebentar? Tiga puluh detik lagi kita akan sampai di
rumah."
"Minggir!" pinta, Malcolm. Samantha mengikuti kemauan Malcolm dan sebelum
kendaraan patroli itu berhenti, Malcolm mendorong pintunya hingga terbuka
dan muntah ke bahu jalan.
"Kau tidak apa-apa?"
"Milkshake ... ,," gumam MalCOlm sebelum muntah dua kali lagi."Perut
kosong ... tegang ... campuran yang buruk."
Samantha menyodorkan serbet tisu miliknya.
"Maaf, ya."
"Tidak perlu minta maaf." Samantha tahu benar perasaan kakaknya sekarang,
Dia sendiri sudah semalaman ini bergulat dengan emosioya. "Tutup pintunya.
Ayo kita pulang."
Samantha memutar di Rute 11 dan berkendara menuju penginapan. Di tengah
sinar lampu mobil patroli yang dikendarainya, mereka melihat seorang pria
sedang duduk di anak tangga beranda, mengenakan sepasang celana panjang
bernuansa gelap dan sebuah baju dingin berwarna biru.
"Beliau datang juga," kata Samantha.
"Siapa?" Kedua mata Malcolm terpejam dan kepalanya bersandar di jendela.
"Paman Joe."

samantha, Matthew, dan Malcolm masing-masing merasa janggal bertemu


dengan paman mereka di beranda penginapan. Meski hal ini tidak mereka
ungkapkan secara terang¬terangan, namun tidak satu pun dari ketiga
bersaudara itu yang Ingat terakhir kali mereka melihat Paman Joe mengenakan
celana panjang longgar dan baju dingin. Menurut Samantha, baju dingin yang
dikenakan pamannya terlalu besar untuk ukuran tubuhnya yang sedang.'
Matthew memandangi sederetan nomor yang tertanam di belakang tangan Joe
dalam bentuk tato permanen. Malcolm justru mengagumi tato tersebut,
Walau Jack dan Joe adalah saudara kembar, Joe tampak memiliki porsi tubuh
yang lebih ramping dibandingkan Jack. Berat badan Joe sepertinya 20 kilogram
lebih ringan daripada berat badan saudara kembarnya, dan Samantha berani
bertaruh bahwa ototnya lebih besar dibandingkan dengan pamannya itu.
Matthew memperhatikan bahwa Paman Joe memiliki bentuk dan warna mata
yang identik dengan mata Jack hingga keduanya bisa saja ditukar tanpa ada
seorang pun yang mengetahui.
Matthew jadi merinding memikirkan itu. Ketiga bersaudara tersebut melihat
bahwa rambut Joe tidak seputih milik Jack, meski Joe tidak memiliki rambut
sebanyak saudara kembarnya. Baik wajah Joe maupun Jack semasa masih hidup
sama-sama terlihat tua dan lelah; namuni penyakit yang mendera Joe tampak
www.ac-zzz.blogspot.com

lebih berbahaya dari kanker yang merenggut hidup Jack. Joe adalah seOrang
pemabuk yang kini harus membayar setiap tetes minuman yang pernah
diteguknya deogan harga tak terhingga.
Joe menjelaskan dengan suara gugup ia mendengar kabar kematian saudara
kembar dan iparnya dari seorang petugas pembebasan bersyarat yang
meninggalkan tiga pesan di mesin penjawab telepon rumahnya. Menurut
penjelasan Joe, saat itu ia sedang membantu seorang teman lama pindah ke
sebuah apartemen kecil Setelah menghabiskan masa hukuman di Penjara
Negara Bagian missouri serta dua minggu di sebuah rumah koreksi di pinggiran
St. Louis.
"Kami rnenyesal karena kau tidak mendengar kabar itu langsung dari kami,"
kata Matthew tulus.
"Kau tidak perlu menyesal. Sudah lama sekali aku tidak menjadi bagian dari
keluarga ini."
"Kau adalah anggota keluarga Cooper,"kata Samantha, membuka pintu depan
dan membiarkan tiga laki-Iaki itu masuk mendahuluinya.
"Terima kasih," kata Joe, menatap kakinya sendiri saat ia melangkah melewati
Samantha.
"Paman,"samantha menarik tangan joe dengan lembut,
"Tidak peduli sudah berapa lama kau tidak ada di tengah-tengah kami, kau
akan selalu menjadi bagian dari keluarga ini. Kautahu itu, kan?"
"Terima kasih, Samantha." Joe berhenti dan menatap ke dalam mata
kemenakannya seolah ingin mengatakan lebih dari itu. "Terima kasih,"
"Apa kau sudah makan?"
Joe menggeleng.
"Masuklah. Ada cukup banyak makanan di dalam untuk
seisi Lembah ini,"
"Terima kasih." joe mengikuti Samantha ke dalam dapur tempat ia memaksa
untuk menyiapkan makananannya sendiri.
Samantha menghampiri Matthew di meja makan. "Mana Mal?" tanyanya.
"Sedang ganti baju." Matthew menilik ke dalam dapur, "Aku masih tidak percaya
akhirnya Paman Joe datang juga," bisiknya.
"Aku juga tidak percaya," jawab Samantha, "tapi setidaknya dia datang." Ia
menjulurkan kepalanya ke dalam dapur, Joe sedang mengambil beberapa iris
daging ayam kalkun dan meletakkannya ke atas piring.
"Kau tidak harus makan di sana sendirian, Paman," kata Samantha.
"Tidak apa, lagipula meja kalian sedang dipakai. Aku tidak keberatan makan di
sini."
"Kalau begitu, setelah kau selesai makan, bergabunglah bersama kami."
Samantha duduk di meja makan dan melempar senyum pada Matthew.
Matthew memutar matanya.
di atas, Malcolm menggosok giginya dan mengenakan kaus sepak bola berwarna
kuning menyala yang dibelinya di Brazil. Saat menuruni tangga, ia
memperhatikan foto-foto yang terpajang di dinding sebelah kamarnya, reuni
keluarga; wajah lusinan tamu penginapan; Jack dan Laurel di sebuah dermaga
menerawang ke Pantal Virginia. Kakeknya-ayah Jack-sedang berpose di
www.ac-zzz.blogspot.com

lapangan bola kaki sambil memeluk bola kaki dan berlutut di satu kaki. Beliau
mengenakan helm yang terbuat dari kulit. Foto lain memperlihatkan Jack dan
Joe yang duduk di belakang truk karatan sedang berpose di depan kamera.
"Kausmu bagus juga,' Pele," kata Samantha menyambut kedatangan Malcolm di
antara mereka, "Apa kau tahu Pele itu siapa?"
"biar begini, aku juga banyak membaca."
"Membaca apa?'
"buku"
"Buku tentang sepak bola?"
"Kenapa tidak?"
"Apa judul buku terakhir yang kaubaca?' Malcolm mengambil tempat duduknya
di meja makan. "Tommyknockers."
"Tommyknockers?"
"Aku Juga suka buku-buku karangan Stephen King. Angela yang membuarku
tertarik membaca buku-buku tersebut,"
"Apa? Kau membiarkan Angela membaca buku horor? apa-apaan itu?"
"Yang penting dia suka membaca. Itu sudah cukup bagiku.."
"Tapi.."
"Dan dia juga senang membaca buku-buku karangan Tom Clancy. Kemampuan,
membacanya selalu melebihi anak-anak lain. Kenapa kau tidak selesaikan dulu
buku yang kautulis dan berikan bahan bacaan yang lebih' baik pada
keponakanmu?"
"Ah, halo?" Matthew berbisik sedikit keras; meski ia berharap pamannya tidak
mendengar pembicaraan mereka. "Bisakah kita tunda acara pembedahan buku
ini? Apa yang akan kita lakukan dengan Joe?"
''Apa maksudmu?" Samantha balik berbisik pada Matthew dengan nada dramatis.
"Apa dia akan tinggal di sini?"
"Tentu saja, kan masih ada kamar kosong."
"Apa kita tahu dia habis dari mana saja?" Matthew menilik ke dalam dapur, lalu
berbalik menatap adik perempuannya. "Apa kita tahu bagaimana ia bisa sampai
di sini?" .
"Mungkin naik pesawat ulang-alik, Matt Atau bus penjara, Tenanglah. Dia itu
bukan penjahat. Apa sih masalahmu?" Sementara itu, Malcolm tidak mendengar
apa pun yan.g dikatakan kedua saudaranya. Ia sibuk membuka-buka amplop
surat.
"Apa menurutmu dia tidak terlalu memaksa berada di sini? Apa kau tidak
merasakan betapa aneh tingkahnya di depan kita? "Sejak kapan kan jadi orang
yang suka menghakimi, Matt? Sudah jelas Paman Joe itu sedang berkabung,
bahkan mungkin mengalami shock. Ia baru saja kehilangan saudara kembarnya."
"Aku tahu itu, Sammie .. Tapi aku merasa ada yang tidak beres, Beda. Apa pun
itu."
"Mungkin ini yang terjadi jika ia tidak lagi minum minuman keras,"
"Terserah kau lah, akU.."
"Hey, Paman?" panggil Samantha, mengangkat kepalanya agar bisa dilihat oleb
Joe dari dapur. "Matt ingin tahu sudah berapa lama kau tidak mabuk dan
www.ac-zzz.blogspot.com

bagaimana kau bisa sampai di sini. Karena dia tidak melihat ada mobil lain di
parkiran depan."
Matthew menjatuhkan kepalanya ke atas meja dan mengetukkan dahinya tiga
kali.
Joe menghampiri mereka dan berdiri di ambang pintu, mengisap mulutnya
dengan serbet kertas dan menggenggam segelas air putih. "Aku berhenti minum
sejak tanggal lima januari tiga tahun yang Ialu. Dari Bandara Nasional
Washington aku menumpang bus Greyhound sampai terminal di Harrisonburg.
Dari sana aku naik taksi kemari."
"tiga tahun? Selamat ya, Joe."
"Terima kasih, Aku merasa lebih baik sekarang, Sehat. Aku masih menyesuaikan
diri,"
"Menyesuaikan diri dengan apa?" tanya Mtthew.
"Pada kehidupan di luar penjara, Kehidupan yang tidak dinodai oleh alkohol."
"Menurut kami kau tampak luar biasa, Paman. Kami sungguh bangga padamu,"
Samantha tersenyum. "Tapi kenapa kau harus naik taksi dari Harrisonburg?
Seharusnya kau menelepon kami, kamil bisa menjemputmu."
"Tadinya kupikir lebih baik aku naik taksi, karena aku tahu kalian pasti repot
mengurusi pemakaman."
"Kapan kau tiba di sini?"
"Sekitar satu jam yang lalu, muugkin satu jam setengah."
"Kalau begitu tidak lama setelah acara pelayatan dimulai. Pemakamannya
besok, tapi kami akan pastikan kau mendapat waktu khusus sebelum acara
dimulai besok. Ayah dan Ibu terlihat begitu damai."
"Kuhargai itu. Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan pada mendiang Jack
dan Laurel."
"Tidak masalah. Kami juga ingin agar kaududuk bersama kami di pemakaman
besok," Samantha menendang tulang kering Matthew di bawah meja,
"Ya!" Matthew angkat suara. "Kami Ingin agar kau pergi ke pemakaman bersama
kami."
"Kita akan naik limosin milik keluarga Gutherie," tambah Samantha. "Apa kau
ingat pada keluarga Gutherie?"
"Tentu saja," Joe meneguk air putih dalam gelas yang digenggamnya. "Permisi,
ya." ia melangkah masuk kembali ke dapur.
"Tolonglah, Matt, jangan dingin begitu padanya." Samantha mengalihkan
pandangannya pada Malcolm. "Kau juga bisa mengajaknya bicara, 'kan?'
Malcolm terus membaca lembaran surat yang dipegangnya.
"Kurasa, ia punya masalah yang lebih mendesak daripada Joe," kata Matthew.
Malcolm tidak mengindahkan Samantha maupun Matthew. Samantha dan
Matthew mulai mengacak tumpukan surat di hadapan mereka, mencoba
mengingat-ingat bahwa ada suatu alasan kenapa mereka menumpuknya dalam
urutan kronologis.
"Kulihat kalian telah menemukan surat-surat ayah kalian," kata Joe, memasuki
ruangan itu lagi beberapa menit kemudian. "Sudah berapa banyak yang kalian
baca?"
"Kautahu tenang surat-surat ini?" tanya Matthew.
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm secara. refleks mengangkat wajahnya,menatap Joe.


"Tentu,kata joe, mengambil tempat di kepala meja, "Aku tahu semuanya."

Selama satu jam Joe bercerita panjang lebar mengenai masa lalunya kepada
tiga kemenakannya. Dengan bercerlta,ia merasa lebih nyaman berada di tengah
mereka. Sesekali ia berhenti untuk mengendalikan luapan emosinya sendiri,
tapi sebelum Samantha dan Matthew sempat membaca surat-surat yang ada di
hadapan mereka, Joe sudah meluncurkan cerita lain tentang petualangan-
petualangannya bersama Jack.
Malcolm hanya mendengarkan sedikit saja cerita Joe. karena ia terus membaca
surat demi surat, mencari informasi lengkap tentang perselingkuhan ibunya dan
situasi yang membuat Jack memaafkan perbuatan istrinya. Setelah Laurel
mengakui kesalahannya dan Jack tiba-tiba pergi ke Chicago, Malcolm yakin
bahwa surat-surat yang ditulis Jack berubah hambar dan memiliki kode-kode
tertentu. Jika Malcolm berada dalam posisi ayahnya, ia mungkin takkan
melakukan hal yang sama, tapi ia menduga Jack berusaha melindungi
kehormatan ibunya. Ia berharap Jack Juga berusaha melindungi kehormatan
dirinya sendiri.
Surat-surat yang di tulis setelah pengakuan Laurel tampak datar dan dipenuhi
oleh Fakta, Beberapa surat bahkan hanya memuat menu makanan yang
disantap Jack selama seminggu. Menurut Malcolm, Jack menulis surat-surat itu
karena la merasa bertanggung jawab untuk melakukannya, karena ia sudah
terlanjur berjanji.
"Jack menepati janjinya," gumamnya keras setelah membaca surat yang di tulis
di sebuah kartu indeks yang dilipat dua dan dimasukkan ke amplop yang biasa
digunakan oleh petugas bank untuk menyimpan uang tunai milik pelanggan.
Dalam surat-surat itu, Malcolm tidak menemukan apa-apa yang bisa
membantunya menemukan ayah kandungnya.
"Sebaiknya aku tidur dulu," kata Joe setelah menceritakan pengalamannya
bermain bola kasti untuk yang ketiga kali. "Apa ada kamar untukku?"
"Tidak perlu ditanya lagi, tentu saja," jawab Samantha.Ada banyak kamar
kosong. Salah satu kamar di atas juga kosong. Tepat di pucuk tangga,. di
sebelah kamar mama. Aku ingin menempatkanmu di kamar tidur Ayah dan Ibu,
tapi Allyson sudah mengambilnya, Tidak apa, 'kan?"
"Allyson juga ada di sini?"
"Sekarang ia sedang keluar, tapi sebentar lagi ia pasti sampai. Kurasa, saat ini
ia sedang bersama A&P. Mungkin mereka berhenti di rumah A&P sebentar,
Kautahu sendiri betapa akrabnya mereka. Ibu melakukan hal yang baik
mengenalkan mereka sebagai sahabat pena,"
Joe mengangguk. "Kalau begitu, mungkin aku bisa bertemu dengannya besok
pagi. Sampai besok, ya."
"Di lemari koridor ada handuk-banduk yang bisa, kaugunakan. Apa ada hal lain
yang kau perlukan?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Tidak, terima kasihh." Joe menganggukkan kepalanya pada Samantha,


Matthew. dan Malcolm sebelum melangkah ke pintu depan untuk mengambil
tas kopernya dari beranda,
"Biarkan aku membantumu." Matthew mengikuti langkah Joe dan menahan
pintu agar tetap terbuka saat J0e membungkuk dan mengangkat kopernya yang
berat, "Joe, aku minta maaf jika aku tampak dingin terhadapmu." .
"Kau tidak perlu minta maaf, Aku tidak berhak mendapat perlakuan yang lebih
baik."
'Kau salah, Kau telah berubah dari sebelumnya. Kurasa aku hanya terkejut,"
Joe tersenyum. "Aku sendiri terkejut, Matthew Seharusnya aku yang meninggal,
bukan ayahmu."
Matthew melangkah ke beranda, menutup pintu di belakangnya. "Kenapa
begitu?'
Joe meletakkan kopernya kembali ke tanah dan bersandar pada pagar beranda.
Matthew mendekatinya.
"Kautahu aku masuk penjara untuk yang terakhir kali?"
"Karena menyetir dalam keadaan mabuk?"
"Lebih buruk dan itu." Joe memalingkan wajahnya. "Terakhir aku menenggak
minuman beralkohol tanggal 5 Januari, tiga tahun yang lalu aku masuk penjara
selama dua tahun."
"Karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk?" Suaraa Matthew meninggi.
"Lebih dari itu. Aku menabrak seorang gadis malam itu." Napas Joe menjadi
berat, "Aku nyaris membunuhnya,"
"tapi gadis itu kan selamat?"
"Ia selamat karena Tuhan menyelamatkannya,"
"Kalau begitu dia tidak apa-apa, 'kan?"
Joe mendengarkan deru mobil yang berlalu di belakangnya, di atas jalan yang
melintas di depan penginapan. "Tuhan juga menyelamatkanku, Tuhan berkata
pada gadis itu untuk engunjungiku, dan setiap bulan gadis itu selaIu datang
menemuiku. Ia juga menulis surat kepadaku hampir setiap minggu. Ia bahkan
menggambar untukku."
"Gadis itu sudah memaafkanmu?"
''ya.''
'itu luar biasa joe. Sungguh."
Matthew mengusap sebentuk paku yang tertancap pada pagar. "Seandaioya saja
kami tahu penderitaanmu."
"Aku memilih untuk tidak memberi tahu orang banyak mengenai semua ini.
Ayahmu tahu, dan mungkin ibumu juga tahu. tapi aku ingin meninggalkan
penjara dan diuji sekali lagi sebelum seluruh dunia mengantisipasi
kegagalanku."
"Sepertinya kau sudah berhasil. Setidaknya, sekarang kau sampai di sini."
Matthew meletakkan sebelah tangan di atas pundak Joe.
"Kurasa kaubenar, Matthew." Joe mengangkat wajahnya.
"Aku memang telah melewati ujian terberatku karena gadis itu mau
memaafkanku,"
www.ac-zzz.blogspot.com

Kedua pria itu berdiri terdiam selama beberapa menit sambil menerawang jauh
ke arah pelataran parkir dan Rute 11.
"Joe?"
"Ya?"
"Apa yang kauketahui tentang ibuku?"
Joe tertegun sesaat dan menatap kegelapan malam.
"Tentu saja aku mengenal ibumu dengan cukup baik'" Ia tertegun lagi. "Dia
adalah orang yang baik hati."
Matthew mempelajari gerak-gerik Joe sebelum bertanya lagi.
"Apa kautahu tentang perselingkuhan ibuku?"
Sebelum Joe bisa menjawab, kendaraan milik A&P menderu mendekati
pelataran parkir dan kedua laki-laki itu dibanjiri oleh cahaya terang yang
berasal dari lampu mobil. Allyson berterima kasih sebanyak dua kali kepada
A&P karena telah menganramya pulang dan melambaikan tangannya saat
kendaraan itu menjauh dari penginapan.
"Apa itu Joseph Cooper?" Allyson menaiki anak tangga beranda perlahan-lahan.
"Satu-satunya," jawab Marthew.
"Halo, Allyson," kata Joe.
Sebelum menjawab, Allyson menapakkan kakinya di atas anak tangga teratas
dan merengkuh pria bertubuh kurus itu dalam pelukan erat. "Saudaramu
sungguh bangga terhadapmu."
Unruk perrama kaJinya rnalam itu, Joe rnenicikkan air mara.
"Terima kasih," isak Joe.
"Kau sudah menunjukkan banyak kemajuan." "Terima kasih."
"Aku rindu padamu,"
"Aku juga rindu padamu,"
Allyson mendekatkan mulutnya di telinga kanan Joe. "Aku sangat bangga
padamu, karena telah datang kemari, untuk segala-galanya," Ia melepaskan
pelukannya dan menatap Joe dari kepala sampai kaki."Tidakkah pamanmu
terlihat segar, Matthew?"
"Tentu saja."
Allyson menatap Joe lekat-lekat. Kedua matanya. basah, merah dan lelah. "Kau
kelihatan lelah. Kita lanjutkan pembicaraan ini besok saja ya. Kau menginap di
sini, kan?'
MATTHEW membawa koper joe ke atas, mengucapkan selamar malam dan
memeluk pamannya untuk pertama kali semasa usia dewasanya. Saat ia turun
ke ruang makan, Allyson sudah bergabung dengan Samantha dan Malcolm di
meja.
Samantha memainkan piringan hitam milik ayahnya, sebuah lagu berjudul Kind
of BLue karya Miles Davis yang merupakan kesukaan Jack. Saat bait-bait lagu
mengisi lantai pertama penginapan" Allyson memberikan sepucuk surat kepada
Malcolm.
"Baca ini," katanya.
29 May 1957
LAurel
www.ac-zzz.blogspot.com

Aku harus pergi ke stasiun kereta hari ini untuk menjemput Scott keebler dari
Richmond (ia bekerja di universitas Richmond,kau pernah bertemu dengannya
tahun lalu).
Aku tidak bisa pergi ke sana tanpa teringat pada hari aku menghadiri sebuah
reuni di chicago.
Aku melihatmu di atas peron.Aku melihatmu tersenyum dan melambai di
samping matthew.Matthew juga melambai,tapi ia tidak tersenyum.Aku
melihatnya memandangimu tepat saat peron itu berangsur-angsur sirna dari
pandanganku.Aku tidak bisa mendengar apa yang ia katakan,tapi aku berpikir ia
sedang bertanya padamu,kenapa aku pergi tanpa mengajaknya dan kapan aku
akan kembali.
Padahal aku hanya pergi selama empat hari.Kenapa acara reuni itu sangat
penting bagiku?Kenapa aku meninggalkanmu sendirian?kenapa aku begitu kukuh
menghadiri acara yang akan mempertemukanku dengan segerombolan laki-laki
yang menjadi teman bermain baseball dulu?padahal saat kami muda,perhatian
kami tercurah pada permainan dan para gadis?
KENAPA AKU MENINGGALKANMU SENDIRIAN?
Aku hanya mengingat satu pelajaran dari sekolah minggu dulu mengenai
pilihan.Apa aku pernah menceritakan kisah kereta kepadamu?
Sejujurnya,aku tidak suka sekolah minggu.Kursinya keras dan pantatku
kurus.Ruangannya selalu panas,tetapi kami tidak diizinkan membuka
jendela.Mereka bilang iblis dapat mendengar kami jika jendela dibuka.Kurasa
mereka tidak mengizinkan kami untuk membuka jendela karena ada terlalu
banyak polisi asap di luar.
Karena aku tidak suka sekolah minggu.Setidaknya pada saat itu kelas yang
kuhadiri sarat akan orang tua yang menguliahiku tentang hal-hal yang bahkan
belum kumengerti.Tapi pada suatu hari di hari minggu,guru kami yang bernama
Robert snow,seorang guru yang gemar melucu dan sangat pintar mengajari
kami tentang pilihan.
Setelah dipikir-pikir,Robert snow adalah satu-satunya alasan aku mengikuti
sekolah minggu dulu.
Beliau menjelaskan kepada kami mengenai sebuah kereta yang melintasi benua
amerika di utara ke barat yang melewati oklahoma city.Kereta itu seharusnya
mengantar barang,aku lupa barang apa,ke san diego.NAmun,karena ada
sebagaian kecil dari rel kereta yang luput dipindahkan,kereta itu justru
berakhir di oregon.
Satu pilihan kecil, kata Robert snow, bisa membawa kita pada haluan yang
sangat jauh dari keinginan kita.Aku tidak tahu kenapa aku mengingat cerita
itu.Mungkin tidak ada kebenaran di sana.Kurasa aku hanya kangen pada Robert
snow dan sekolah minggu juga.sedikit.
Hari ini aku berpikir tentang kehidupan kita dan hari dimana aku
meninggalkanmu seorang diri.Apa sih yang begitu penting dari hari itu?aku
pergi ke chicago untuk berjumpa dengan teman-teman sekolahku dulu dan
sejumlah prajurit yang berhasil kembali dari perang dalam keadaan hidup.Kau
tinggal di rumah bersama Matthew.Kau bekerja.Aku pergi ke sebuah acara
reuni.
www.ac-zzz.blogspot.com

Satu hari.Satu pilihan.Sesuatu yang sangat kecil,tapi lihat lah bagaimana hari
itu telah mengubah kehidupan kita.
Aku menyesal karena telah meninggalkanmu.Aku egois.Aku menyesal kau
tinggal dirumah seorang diri.Aku menyesal aku tidak ada di sana
bersamamu.Aku menyesali semua penderitaan yang kita lalui.
Setidaknya saat pilihanku membuat kita harus menderita,pilihanmu
memmbawa berkah: Malcolm.
Kurasa jika nanti ada tamu yang perlu dijemput di stasiu kereta,aku akan
mengirim orang lain.
Akumencintaimu Laurel.Sungguh
JAck

Perlahan-lahan, Malcolm melipat SUrat itu mengikuti bekas garis yang ada
sebelum memasukkannya kembali-ke dalam amplop. Ia menatap wajah adik
ibunya. Meski tubuh Allyson lebih pendek, bulat dengan kulit lebih putih dari
Laurel, namun mata, hidung dan mulutrrya sangat mirip dengan milik mendiang
kakaknya.
Allyson bangkit dari kursinya dan mengitari meja, Ia meremas pundak
Samantha, lalu berhenti di belakang kursi kosong di samping Malcolm. Ia
mengecup kepala Malcolm dan mengambll tempat di sisinya.
"Allyson?" kata Malcolm.
Kedua mata Allyson menjawab, Ya, Sayang?namun, bibirnya tidak berucap apa-
apa.
Malcolm menarik napas panjang dan menghelanya keras¬keras. Ia menggeser
kursinya sedikit menjauh dari meja. Ia men¬gosok matanya. Ia melipat tangan
dan menggaruk otot tangannya di bawah lengan kaus yang ia kenakan.
Allyson menanyakan apa yang ada di benak ketiga kemenakannya, "Apa yang
terjadi saat Jack ada di Chicago!"
Samantha mengangguk. Ia bangkit dari kursi dan pindah ke kursi lain di dekat
Matthew. Keempatnya duduk berseberangan di meja itu. Matthew
menggenggam tangan adik perempuannya.
Malcolm menatap Allyson, "Ya."
"KAlian harus tahu bahwa pembicaraan kita sekarang bukanlah sesuatu yang
bisa direncanakan." Allyson merasa ragu. "Mungkin orang tua kalian punya
rencana untuk menceritakan semua ini entah kapan,semasa hidup mereka.
Setahuku, mereka sering membicarakannya, terurama,sejak ayah kalian jatuh
sakit. Kuakui, aku selalu bertanya-tanya kapan mereka akan bercerita kepada
kalian tentang apa yang terjadi. Seringkali aku membayangkan bagaimana
reaksi kalian nanti, Tapi dalam pikiranku, aku tidak pernah membayangkan
akan menjadi orang yang harus menceritakan kebenarannya kepada kalian. Aku
selalu mengira bahwa orang tua kalian, yang akan duduk di sini dan berbicara
kepada kalian." jemarinya, Allyson berrnain-main dengan setummuk surat,
"Ternyata, hal ini lebih sulit dari bayanganku." Ia mengetulkan jemarinya ke
sudut amplop, menebar amplop-amplop tersebut hingga membentuk lingkaran,
lalu menumpuknya lagi seperti kartu remi. "Aku tidak pernah mempersiapkan
www.ac-zzz.blogspot.com

diri untuk melakukan ini. Tapi hidup ini memang jarang mempersiapkan kita
untuk banyak hal, ya Ayah dan ibumu tidak mencoba untuk
punya anak saat kau dikandung, Malcolm. Bahkan mereka sangat hati-hati
merngenai hal tersebut. Mereka ingin menunggu setahun lagi sebelum punya
anak kedua. Meski begitu,ayahmu tetap senang saat Laurel mengatakan
padanya bahwa ia mengandung." Allyson mengangkat sudut bibirnya. "jack pikir
kau adalah anak yang tidak disengaja." Ia menatap Samantha. "ibumu
mencintaimu, Sammie, dan kau juga, Matt." Allyson kembali menatap Malcolm.
"Kalian semua sungguh dicintai. Lebih dari segalanya, ayah kalian menginginkan
agar kalian sukses. ia sangat bangga terhadap kalian semua ..."
"Ada satu alasan kenapa kalian mengabaikan kebenaran tentang hidup orang
tua kalian. Kalian harus tahu itu, Terurama kau, Malcolm. Kau harus tahu
bahwa semua ini tidak penting apabila dibandingkan dengan cinta Jack dan
Laurel terhadapmu, karena mereka mencintaimu sama besarnya dengan cinta
mereka terhadap Matt dan Sammie. Tidak, ada perbedaan pada cara mereka
menyayangimu, tidak ada.."
"Ally." Malcolm meletakkan tangannya di lengan Allyson.
"Ayah kalian tidak perlu menghadiri acara reuni di Chicago. Bahkan, ia menolak
untuk pergi. Tapi ibu kalian memaksa, karena ia pikir jack akan menyesalinya
di kemudian hari apabila ia tidak pergi ke sana. Akhir pekan itu adalah, kali
pertama Jack melihat teman-teman sekolahnya sejak masa SMA. itu adalah kali
pertama ia mengetahui siapa yang masih hidup. Ia sedih sekali mendapati
sekian banyak temannya meninggal di medan perang. Hal itu mengingatkannya
pada satu kegagalan dalam hidupnya .... "
Allyson menatap Matthew. "Kau dititipkan pada seorang wanita malam itu. Kau
ingat pada Nyonya Hatch?"
'Ya." Matthew tersenyum. "Ibu selalu bercerita ten tang Nyonya Hatch."
"Nyonya Hatch menjagamu dua hari dalam seminggu, atau muagkin tiga,aku
tidak ingat. Ia tinggal di dekat Jalan Old Lynchburg dibagian utara kota
Woodstock, dan selalu menjagamu saat ibumu bekerja di apotek rumah sakit.
Nyonya Hatch memiliki seekor anjing kecil, kalau tidak salah anjing jenis
terrier. Aku luPa nama anjing itu, tetapi aku ingat ia selalu menyalak pada
sesiap orang yang ada di sekitarnya. Aku ragu apa kau bisa mengingat semua
ini, tapi Nyonya Hatch sangat baik terhadap ibumu. Seorang sahabat, Nyonya
Hatch dan Laurel terus berkomunikasi setelah Malcolm lahir dan ibumu
berhenti bekerja, Nyonya Hatch adalah seorang wanita yang baik hati.
"Sore itu, pada hari yang sama kau dan ibumu mengantar Jack ke stasiun
kereta, Laurel menitipkanmu pada keluarga Hatch dan berangkat kerja. Ia
harus bekerja selama enam belas jam, dengan waktu istirahat tidak Iebih dari
sejam. Ia melakukannya karena bayarannya cukup besar dan orang tuamu
sedang berusaha untuk mengumpulkan uang untuk mendirikan penginapan ini,
"Terkadang Laurel menghabiskan waktu istirahatnya di rumah sakit, dan
terkadang ia pulang kerumah untuk makan demi mengirit pengeluaran. Malam
itu, ia pulaag dan makan spaghetti di rumah,sisa dari yang dibuatnya pagi itu
untuk ayahmu, agar Jack tidak kelaparan selama perjalanan ke Chicago. Laurel
tidak berlama-lama di rumah, ia masuk dan makan secepat mungkin. Kalian
www.ac-zzz.blogspot.com

tahu sendiri, ibu kalian bukan orang yang bisa bertele-tele dalam hal apa
pun." ,
Ruangan itu sunyi, tidak ada komentar beterbangan atau pun canda-tawa
terselip keluar dari bibir anak-anak keluarga Cooper.
"Saat Laurel selesai menyantap makan malamnya," Allyson melanjutkan, "ia
berbaring di atas sofa untuk memejamkan mata sebentar, Laurel dan
Jack,tentunya kau juga, Matthew,tinggal dekat sekali dengan rumah sakir
tempat Laurel bekerja, Paling hanya empat atau lima blok jauhnya dari rumah
kalian. Tapi kalian juga tinggal tidak jauh dari rumah pengungsian yang
didirikan pemerintah untuk para gdandangan. Hal ini selalu membuat Jack
waswas, dan Laurel mengatakan bahwa jack terlalu berlebihan. Para
gelandangan itu selalu berbaik hati pada Laurel dan sesekali Laurel
membawakan mereka roti buatannya sendiri yang terkenal enaknya.
"Malam itu, Laurel tertidur di atas sofa ... di ruang utama apartemen kecil
tersebut. Laurel menggunakan jaketnya sebagai selimut, Kalian tahu kan bahwa
ibu kalian bukan seorang apoteker? Tentu kalian tahu. Tapi apa kalian tahu
bahwa Laurel selalu memaksa agar semua orang, bahkan para asisten dan kasir
mengenakan jaket putih panjang? Katanya agar mereka tampak bersih, murni."
Allyson memandang Malcolm dan menggelengkan kepalanya, pundaknya mulai
bergoyang, "Beberapa menit setelah ia jatuh tertidur," napas Allyson memburu,
"Tidak ada yang tahu betapa lama ia tertidur ... tapi, ia terbangun mendapati
ada seorang laki¬laki di atasnya. Mata laki-laki itu merah dan tampak seolah
sedang kerasukan. Laki-laki itu menindih Laurel, mengoyak pakaiannya,
menyentuhnya." Allyson menatap Samantha, yang balas menatapnya dengan
mulut ternganga dan mata basah oleh air mata. "Laki-laki itu memaksakan
kehendaknya pada ibu kalian," kata Allyson lirih.
"tidak mungkin," bisik Malcolm.
"Ya. Ibu kalian diperkosa."
Diperkosa,pikir Malcolm. Ia membayangkan ibunya bergulat di apartemen kecil
dan remang-remang.Pergulatan yang mengguncang seisi apartemen sebelum si
pemerkosa mencapai kepuasan bengis.
Malcolm bangkit dari kursinya dan berlari ke kamar mandi, ia memuntahakan isi
perutnya.
MAtthew mendekatkan dirinya kepada Samantha dan memeluk adik
perempuannya. Samantha terisak dan tubuhnya gemetar seolah dia merasakan
pendertitaan ibunya. Ia berusaha untuk mengeluarkan pertanyaan,atau
mengatakan sesuatu, tapi kata-katanya tenggelam dalam luapan air mata dan
kesedihan. Samantha tidak pernah menangis sesedih ini, dengan isakan yang
mencengkram perutnya membuat kepalanya sakit, bahkan saat ia mendengar
kabar kematian orang tuanya sekalipun.
Allyson juga menangis,namun diam-diam. Ia menangisi Malcolm.Beberapa
menit kemudian, mereka mendengar suara kakus yang disiram,lalu pintu kamar
mandi yang ditutup kembali.
"Biarkan aku yang bicara padanya," Matthew menawarkan diri.
www.ac-zzz.blogspot.com

"jangan," Allyson bangkit berrdiri "Biarkan aku yang melakukannya." Ia


menlnggalkan ruangan itu dan menemukan Malcolm, sedang duduk di ayunan di
pekarangan belakang penginapan.
"AKU tidak percaya," Matthew berkata pada adiknya. "Aku ... tidak percaya. Ibu
diperkosa dan kita tidak pernah tahu. Aku tidak percaya." Ia beranjak ke dapur
dan mengambil segelas air. Saat ia kembali, Samantha sudah membuka amplop-
amplop surat lainnya."Sebaiknya kita menunggu."
"Menunggu apa?"
"Malcolm dan Allyson."
"lbu diperkosa. Siapa yang memperkosa beliau? Kenapa beliau diperkosa?apa
kita harus percaya bahwa ibu mengandung anak haram? Apa kita harus percaya
bahwa Malcolm adalah anak haram?'
"Lebih baik kita menunggu sampai mereka kembali untuk menemukan jawaban
itu." Matthew kembali memasuki dapur, tapi kali ini ia mengisi dua gelas kecil
dengan susu.
Samantha mengikuti langkah kakaknya, memandangi Matthew dari ambang
pintu. "Bagaimana mungkin kau tidak pernah tahu?"
"Tentang kejadian itu?"
"ya."
"Aku masih kecil, Sam. Aku bahkan tidak ingat apartemen tempat kami tinggal
saat itu. Aku bahkan tidak begitu ingat rupa Nyonya Hatch,"
"Tapi Ibu kan diperkosa. Diperkosa! Pasti ada penangkapan oleh polisi, deposisi,
sidang di pengadilan. Kau tidak pernah menyimak semua itu? Rasanya..."
"Rasanya apa, Samantha? Kau pikir aku tahu semua ini dan sengaja
menyembunyikannya? Bahkan Ayah tidak tahu sampai Malcolm berusia satu
tahun, kan?"
Samantha bersandar pada tiang pintu. "Kenapa Ibu tidak mau menceritakan
kejadiannya pada Ayah? Kenapa beliau harus memaksa melalui penderitaan itu
sendirian? Bagaimana mungkin ada orang yang bisa menyembunyikan hal
sebesar itu dari keluarganya?"
"Ayah juga pasti sedang kalut dengan masalahnya sendiri. Ibu mungkin berpikir
bahwa beliau hanya berusaha untuk melindungi Ayah."
"Jadi beliau menanggung derita ini seorang diri?"
"Kurasa beliau meanggungnya bersama Allyson." "Kau benar,"
Dua puhuh menit kemudian, Malcolm dan Allyson masuk ke ruang makan lewat
pintu dapur dan mengambil tempat duduk masing-masing di sekitar meja
makan, Samantha sedang menelepon di dapur, Matthew sedang di kamar
mandi, Malcolm menatap kosong saat Allyson mencari-cari surat untuk
dibacanya sampai ia menemukan sepucuk surat tertanggal Maret 1959.
"Pas sekali," kata Allyson. Malcolm mengangguk. "Apa kita harus menunggu
sampai yang lain kembali?" Malcolm mengangguk lagi.
Saat Samantha dan Matthew kembali berkumpul di meja makan, Allyson
bertanya, "Bolehkah aku membacanya?"
Malcom mengangguk sekali lagi.
4 Maret 1959
Laurel sayang
www.ac-zzz.blogspot.com

Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan ini padamu. Tapi aku minta maaf
karena pergi dari rumah sore ini. Kapan sih aku akan belajar untuk
mendengarkan nasihatmu?
Ruang pengadilan nyaris kosong saat aku tiba.Paling hanya ada tiga orang dari
penjara,termasuk penjaga Bradenburg,penasihat kota dan panel pembela.
Pengacara yang ditunjuk oleh pengadilan untuknya juga ada disan. Pengacara
itu tersenyum padaku,senyumnya yang mungkin jika aku cukup peduli bisa
membuatku berjabat tangan degannya. Tapi aku tidak melakukan itu.
Aku jadi saksi pertama.Aku tidak menyukai itu, tapi toh tidak ada bedanya.Aku
menyampaikan kata demi kata semua yang kukatakan padamu selama tiga
tahun terakhir.Bhawa tiga tahun bukan waktu yang cukup. Bagaimana kita tahu
bahwa ia takkan menggangu kita lagi.BAhwa ia takkan mabuk lagi.Bahwa ia
sudah berubah sejak ia masuk penjara?
Saksi lainnya menyampaikan niatnya untuk bertobat.tentang perjuangannyaa
menjadi orang baik-baik,tetapi aku tidak ingin mempercayainya.Aku tidak ingin
memaafkannya.
Aku ingin agar ia mabuk-mabukkan malam ini juga,agar ia bisa berbuat
kesalahan, pergi dari negara bagian ini dan ditahan di tempat yang jauh dari
kita atas perbuatannya yang melanggar hukum.Aku tidak ingin i amelukai orang
lain,aku hanya ingin agar ia melukai dirinya sendiri.
Aku ingin agar ia msuk penjara selama mungkin,sehingga ia tidak punya
kesemptan untuk melihat dunia luar sampai kau dan aku meninggal.
Pengacarnya bilang padaku bahwa ia berhak di beri kesempatan untuk berubah.
Pengacara itu ngoceh panjang lebar tentang kunjungan-kunjungannya serta
jurnal yang ditulis 'si tahanan' semasa dalam penjara. Kata si pengacara 'si
tahanan' sudah mulai menghafal isi alkitab, bahwa 'si tahanan' berhak
mendapat kesempatan untuk menemukan tuhan. Untuk menolon gorang lain ,
untuk menjadi manusia yang utuh lagi.
Seandainya saja aku tidak menjadi saksi pertama.
Aku tidak bisa berbicara padamu atau terhadap tuhan mengenai apa yang
kulihat. Ia belum banyak berubah, tapi ia sedang dalam proses 'perubahan'.Saat
penuntut menanyakan apakah menurutnya ia berhak mendapatkan
kebebebasan,ia menjawab bahwa ia tahu, ia bukan manusia sempurna,bahwa
ia takkan bisa menjad manusia sempurna dan bahwa ia yakin akan berbuat
kesalahan seumur hidupnya.Ia juga mengatakan bahwa ia menerima dengan
lapang dada apa pun keputusan pengadilan.Ia bahkan menangis saat ia
mengatakan bahwa baik di dalam penjara maupun di dunia luar, ia akan
menghabiskan seumur hidupnya membayar kesalahan yang dilakukannya saat
mabuk-mabukkan.
kemudian,ia mengatakan hal lain yang membuatku terkejut.Katanya ia tidak
akan lagi membuat kesalahan yang menyakiti orang lain.Perkataan itu sungguh
luar biasa. Setidaknya,aku merasa ia tulus mengatakannya.
Laurel demi dirimu aku ingin membencinya.Entah kenapa kurasa jika
membencinya maka itu adalah sesuatu yang lumrah dan bisa dimengerti.Aku
ingin melihatnya menderita,tersungkur di atas tanah,menangis dan berteriak
www.ac-zzz.blogspot.com

minta ampun.Aku tidak ingin seseorang menyelamatkannya.Aku ingin ia


selamanya tersungkur di sana.
Namun, didalam ruang pengadilan itu, yang kulihat adalah sepasang mata yang
tidak dipengaruhi alkohol dan benar-benar bersih.Saat pengadilan memutuskan
untuk membebaskannya secara bersyarat, yang kurasakan adalah belas kasihan
dan penyesalan, setidaknya ia mencoba untuk menjadi lebih baik.Kau juga
mencoba.Sementara aku tidak.
Semoga tuhan memaafkanku
Jack

"Aku malu sekali, Malcolm. Aku memohon kepada ibumu agar menggugurkan
kandungannya. Menggngurkanmu." Allyson memutar kursinya menghadap
Malcolm dan meletakkan kedua tangannya di atas lutut Malcolm. "Aku
mengatakan pada Laurel bahwa mengandungmu adalah satu kesalahan dan
bahwa semua orang akan mengerti apabila ia menggugurkanmu."
"Ally-"
"Tldak, Sam. Ia butuh mendengar semua ini.' Allyson menatap ke dalam mata
Malcolm yang tampak lelah. "Tidak ada seorang pun yang akan menghakimi
ibumu apabila dia menggugurkan kandungannya. Kehamilan itu bukanlah
pilihannya dan kebanyakan pastur akan mendukungnya apabila ia ingin
menggugurkan kandungannya."
"Bagaimana dengan Ayah?" tanya Matthew "Bagaimana mungkin lbu bisa
mengelabui Ayah? Bukankah Ibu mengkhianati Ayab karena tidak mengatakan
yang sebenarnya?"
Malcolm memperhatikan wajah Matthew saat kakaknya itu angkat suara.
"IbumU ketakutan; Ia pikir kebenaran itu akan menghantui ayah kalian dengan
amarah dan rasa bersalah yang takkan ada habisnya," kata Allyson.
"Tapi bukankah pada akhirnya Ayah juga merasakan semua itu?" tanya Matthew.
"Baca saja surat-suratnya,beliau merasa begitu berat hati, begitu tidak
bernyawa,"
"Memang, tapi ibu kalian tetap kukuh pada keputusannya untuk melahirkan bayi
itu. Ia tidak pernah benar-benar serius ingin menggugurkan kandungannya."
Allyson menatap Malcolm. "Ia percaya bahwa kau adalah hadiah dari Tuhan,"
kata Allyson. "Bahwa Tuhan telah mengirimu ke bumi, Malcolm. Kau adalah
sebuah kehidupan baru. Kau dalah nyawa yang sudah bernaung di dalam perut
ibumu. Laurel takkan mengakhiri semua itu. Dia takkan meng.."
" ... pokoknya takkan mau mengakhiri kehamilannya. Tak percaya bahwa
pilihan itu tidak ada di tangannya. Sekali benih itu tertanam, kau sudah
menjadi seorang manusia, Titik."
Di seberang ruangan,Samantha menatap bayangannya sendiri di kaca lemari
pajangan. Ia membayangkan ayahnya yang sedang memarahi mantan suaminya,
Will, di dalam ruang tamu apartemenya dulu. Ia bisa mendengar suara ayahnya
menggelegar saat membahas perselingkuhan Will. Salah Satu dari
perselingkuhan itu pada akhirnya mengakhiri pernikahan mereka.
www.ac-zzz.blogspot.com

Samantha bangkit dari duduknya. "Kalian tahu tidak? Jika Ayah tahu apa yang
terjadi, beliau mungkin akan membunuh laki-laki itu" la memutari meja makan
dan berdiri di belakang Malcolm. Ia meletakkan kedua tangannya di atas
pundak Malcolm dan dengan lembut mengelus leher kakaknya. "ayah pasti akan
membunuh laki-laki itu. Lalu, beliau akan masuk penjara karenanya. Dan
Ibu...Ibu bisa kehilangan bayinya.. Beliau bisa kehilangan dirimu.!
"Kau benar, Sam." Allyson terus memandangi Malcolm.
"Laurel tahu sifat ayahmu. Kalian semua tahu sifat Jack. ia selalu melindungi
keluarganya bahkan terhadapku juga begitu. Jika laurel ingin mempertahankan
kandungannya, maka ia harus memaafkan laki-laki yang merenggut
kehormatannya. Dan jika ibu kalian sanggup, maka ayah kalian juga sanggup.
Saat Laurel mengatakan yang sebenarnya pada Jack, Malcolm sudah menjadi
bagian keluarga Cooper. Percayalah padaku,terutama kau Malcolm-ibu kalian
berusaha berkali-kali uutuk menceritakan yang sebenarnya pada Jack sebelum
itu. Ia bergulat dengan batinnya sendiri. Ia ingin jujur pada ayah kalian
sebelum akhirnya ia bercerita pada Jack malam itu. Laurel selalu berdiskusi
denganku tentang hal ini. Dan memang, ia menceritakan semuanya di hari kau
mulai berjalan, MalcoLm-seperti yang ditulisnya dalam . surat. Sebelumnya,
Laurel menuggu sebuah tanda, atau sinyal dari Tuhan, untuk waktu yang tepat.
Langkah pertamamu adalah tanda yang telah ia tunggu-tunggu untuk
menumpahkan semua yang memberatkan dadanya. Sama seperti dirimu
sekarang, ia juga menjajaki sesuatu yang tidak ia ketahui bagaimana akhirnya."
Allyson memandang Malcolm lekat-lekat, "Sudah waktunya Jack tahu kebenaran
itu,"
"Jack Cooper adalah ayahmu," kata Samantha, melingkarkan lengannya
disekeliling leher Malcolm. "Sama seperti beliau adalah ayahku dan Matt. Beliau
bekerja seumur hidupnya untukmu; beliau juga berkorban untukmu. Beliau ada
dalam aliran darahmu."
"Malcolm?" Allyson menggenggam kedua tangan keponakanya."Kau baik-baik
saja?"
Malcolm, tidak sekalipun melepaskan tatapannya dari Matthw. Dalam
pikirannya, ia kembali ke masa Ialu kerika Jack dan MattheW sering pergi
kemping dan berjalan-jalan berdua ke Charlottesville, dan betapa Jack memuja
Matthew.
"Mal,.kau baik-baik saja?" tanya Matthew.
"Kau tahu,"
"Tentang hal ini?" Matthew tidak memercayai tuduhan adik laki-lakinya.
"Tentang semuanya."
"Malcolm, kau salah sangka. Aku tidak.."
"Kau tahu!"Malcolm segera bangkit, menendang kursinya hingga jatuh dan
mendorong Samantha serta Allyson agar menjauh darinya.ia mengitari meja
makan untuk menghampiri kakaknya, "Bangun pembohong!"
"Malcolm tenang dulu.."
"Kau tahu alku tidak sama dengan kalian!" Malcolm menarik kerah kemeja yang
dikenakan Matthew dan mengguncangnya. "Kau tahu Ibu diperkosa!Kau tahu
aku berbeda dengan kalian!"
www.ac-zzz.blogspot.com

Allyson dan Samantha buru-buru menghampiri Malcolm. "Tidak, Sayang," kata


Allyson. "Matthew tidak tahu apa-apa. Aku tahu. Ibumu tahu. Polisi tahu. Hanya
itu."
"Tidak" Malcolm mendorong Matthew sekeras mungkin melepas cengkeraman
tangannya pada kemeja Matthew dan membuar kakaknya terjatuh ke lantai.
"Kau adalah yang tetua dari kita bertiga. Kau dan Ayah selalu melakukan
semuanya bersama, kalian berolahraga bersama dan beliau selalu mengajakmu
pergi jalan-jalan karena kau tahu kebenarannya!"
"Aku.."
"Kausengaja menyembunyikan ini darikU karna kau. merasa spesial!" teriakan
Malcolm menggema ke seisi penginapan.
"Malcolm-"
Malcolm melarikan lengannya ke atas meja dalam gerakan setengah lingkaran,
melempar tumpukan surat ke udara hingga berserakan ke mana-mana.
"Tolonglah, Malcolm." Matthew bangkit berdiri dan meregangkan kedua
lengannya lebar-lebar, "Aku tahu saat kautahu, kau harus percaya itu."
Malcolm memukul kedua pergelangan tangan Matthew dengan kepalan
tangannya. Nyaris semenit berlalu sebelum Malcolm menarik napas dan
menatap kakaknya dengan pandangan penuh amarah."Kau berbohong."
"Tidak."
"Kau berbohong padaku."
Malcolm membalikkan tubuhnya, pergi meninggalkan ruagan ketika dilihatnya
Joe sedang berdiri di ambang pintu.
"Kalian semua berbohong," katanya, beranjak meninggalkan ruangan dan
melewati Joe begitcu saja.
Beberapa saat kemudian, mereka mendengar deru truk Chevy milik Jack. Roda
kendaraan mulai menggelinding menuju Rute 11 dan derunya hilang ditelan
malam.
Samantha dan Allyson saling berpelukan. Samantha mengusap air matanya di
atas bahu Allyson.
Joe terdiam sesaat, lalu diam-diam pergi meninggalkan ruang makan dan
kembali ke kamarnya,
Matthew, dengan tangan gemetar, berlutut dan memunguti surat-surat yang
berserakan di bawah meja dan kursi.

Malcolm berkendara melewati Bar Woody's di Jalan Main. Ia melewati museum


teater, bank, tugu ,Ben Franklin dan tugu-tugu Lain di Kota woodstock yang
sehari sebelumnya menyambut kedatangannya.
Di perempatan terakhir yang berada di dalam batas kota Woodstock, ia
berputar dan berkendara ke arah Selatan, Ia berhenti sebentar di depan rumah
Rain. Tirai jendela rumah itu tergerai, dan ia membayangkan Rain yang
terlelap, sendirian, damai, tanpa ada rasa takut menggerogotinya. Ia
membayangkan Rain tertidur di atas sofa, dengan buku tertelungkup di atas
dadanya, Lalu, Malcolm membayangkan ibunya.Tiba-tiba,ia memikirkan
kemungkinan untuk berpamitan pada Rain.
www.ac-zzz.blogspot.com

Dua puluh lima menit kemudian, Malcolm berkendara menjauh dari kediaman
Rain. Dari cermin mobilnya, ia menatap jendela rumah Rain. Jendela-jendela
itu masih gelap.
Malcolm berhenti di sebuah pom bensin disudut antara Rute 31 dan jalan
Reservoir. Ia memenuhi tangki bensin mobil dan berkendara kembali melalui
tengah kota menuju Menara Woodstock.Ia menepi di jalanan berbatu,lalu
mengambil senter Maglite dari laci dasbor dan sehelai selimut berbahan wol
dari sebuah kotak kayu yang dijejalkan ke belakang kursi penumpang.
Malcolm menapaki jalan kecil menuju menara,suara kakinya yang bergesekan
dengan tanah basah mengisi rongga telinganya.Ia memanjat tangga menara dan
duduk dalam kegelapan.Ia mencabik-cabik lapisan cat kering di pinggir
jeruji,membuang serpihannya ke udara dan mengarahkan sinar senter pada
jatuhnya serpihan yang terlihat bak salju.Sesaat kemudian ia berbaring di atas
punggungnya dan memandangi langit kelam yang penuh bintang hingga air
matanya membuat cahaya-cahaya kecil itu terbias jadi satu.
Serangkaian acara ulang tahun terlintas di kepalanya,tahun demi tahun sampai
yang diingatnya hanyalah pengalamannya makan kue di atas meja piknik anak-
anak yang terbuat dari plastik di halaman belakang rumahnya,sementara
Matthew berlarian bersama anak-anak tetangga.
Jack mengawasi mereka dari beranda.
Ibunya berdansa.
"Malcolm?bangun,Malcolm."
Seseorang mengguncang pundaknya.
"Rain?"
"Hai,duduklah."Malcolm menuruti permintaan Rain dan wanita itu duduk
disisinya,bergeser mendekat hingga kaki mereka bersentuhan.Rain menarik
selimut yang dibawa Malcolm untuk menutupi tubuh mereka berdua.
"Bagaimana kau tahu aku ada disini?"
"Samantha."
"Bagaimana dia tahu aku ada disini?"
"Dia adikmu."
Malcolm Mengganguk."Dia meneleponmu?"
"Dia menunggu, kurasa mereka semua menunggu,sampai kau kembali.Saat kau
tidak kembali,dia meneleponku.Menurutnya hanya aku yang bisa menemuimu
sekarang."
Malcolm mengambil senter yang tergeletak disampingnya dan menyaksikan
serpihan cat kering berjatuhan di atanh."Kenapa kau ada di sini?"tanya
Malcolm.
"apa itu sebuah pertanyaan?"
Malcolm mengganguk.
"aku datang untuk menyelamatkanmu."
"Dari apa?"
"Dari dirimu sendiri."
"Kenapa begitu?"
"Kau adalah pria yang emosional."Rain menyikutnya."aku tidak ingin kau
melakukan sesuatu yang gila."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Seperti apa?bunuh diri dari atas menara pengawas?dengan ketinggian macam


ini,aku beruntung jika bisa mematahkan kaki."
Rain terseayum. "Bukan, aku tidak pernah membayangkan mu sebagai orang
yang suka terjun untuk bunuh diri.Aku selalu membayangkan kau akan mati
dengan cara lain."Ia menatap Malcolm dan tertegun sesaat."Mungkin di atas
perahu yang kebakaran."
"Perahu kebakaran?"
Rain tertawa. "Hanya itu yang terpikir olehku sekarang,"
Malcolm bersungut penuh canda. Lalu, ia meniup setumpuk serpihan cat kering
yang teronggok di atas, telapak tangannya.
"Kata Samantha ada sesuatu yang ingin kau sampaikan padaku."
Malcolm mengelupas cat kering di pinggiran jeruji Tanpa memandang Wajah
Rain. "Dia tidak mengatakannya padamu."
"apa itu sebuah pertanyaan?"
"Dia tidak mengatakannya padamu?"
"tidak."
Malcolm menceritakan semuanya dengan nada tenang yang menandakan bahwa
akhir cerita itu sendiri tidak penting baginya, Ia mengulang perkataan Allyson
sebagaimana diceritakan kepadanya.tetapi saat Rain berusaha untuk
membayangkan kejadian yang sedang dibicarakan Malcolm, yang didapatnya
justru hanya campuran kalimat yang dinodai oleh kepedihan.
"Kupikir Ibu selingkuh, .. Jack tidak pernah meninggalkannya ... .Surat-surat ...
Sofa...Ibu diperkosa ... Ayah tetap mendampinginya ... Rasa bersalah .... Aku
tidak ingin tahu siapa yang ...
Aku membentak Matthew...Ibu sendirian.... Ibu menderita sendirian... Ayah
tetap tinggal... Memaafkan ... Ibu adalah seorang pemberani ... Keputusan ...
Korban .... "
Rain mermeluk Malcolm. Ia menangis di atas dada Malcolm, meninggalkan noda
air mata berbentuk lingkaran abu-abu di atas selimut, "Aku turut menyesal,"
bisik Rain. "Aku sangat menyesal."
WAKTU berlalu dan matahari mulai terbit di atas Lembah.
"Apa kau ingat Hari Bolos Bersama?" tanya Rain tiba-tiba.
"Tentu saja,seharusnya kan aku tidak.ikut."
"Tapi aku berhasil membujukmu."
"Ya, kau berhasil." Rain tersenyum mendengar respon Malcolm.
"Berapa anak yang ikut bolos hari itu? Selusin? Kita bersama¬sama mendaki
Bebatuan Humpback untuk melihat matahari terbit."
"Kau menggendong Marge Graves saat kita menuruni jalan setapak karena
pergelangan kakinya bengkak, kauingat itu? Berapa jauh kau
menggendongnya,tiga kilometer?"
"Tidak sejauh itu,"
"Setidaknya sejauh itu."
"Mungkin.'
"Kau tahu apa yang lucu dari kejadian tersebut? Marge bilang padaku bahwa ia
tadinya berpikir bahwa selama setahun penuh aku membencinya."
"Kenapa?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Karena kau menggendongnya, merawatnya."


"Ah, itu pemikiran bodoh,"
"Marge adalab anak manis, pintar lagi. Tapi aku tidak berbicara padanya
setelah itu .... " Rain meniup kedua tangannya. Ia menerawang kedalam
bayang-bayang pepohonan dalam hutan lebat di hadapan mereka. "Kau harus
tahu," ujarnya pelan. Ia tidak perlu melihat Malcolm menggeleng. "Ya, kau
harus tahu. Mungkin laki-laki itu tinggal di kota ini.Mungkin laki-laki itu
mengenal 0rang tuamu,"
"Kenapa ia harus tinggal di kota ini?Tidak. Dia hanya seorang pemabuk, seorang
gelandangan. Mungkin sekarang ia sudah mati. terlantar, Mudah-mudahan saja."
Rain menggosok kedua tangannya untuk mengusir dingin. "Kenapa udara selalu
menjadi lebih dingin saat matahari terbit?"
Malcolm tidak menjawab.
"Mungkin Nathan bisa membantumu,Atau adikmu. Sam mungkin bisa
melacaknya dari catatan polisi yang ada. Cari tahu apa yang terJadi pada laki-
laki itu."
"Tidak."
mereka terdiam lagi, diselimuti oleh cahaya mentari pagi yang menembus
kumpulan kabut di bawah mereka dan memandikan pepohonan hingga terlihat
begitu indah.
"Kau Ingat kencan pertama kita?" tanya Rain, meski ia tahu jawaban malcolm'.
"Tentu."
"Nonton di bioskop, lalu piknik di atas menara. Pahlawanku."
Seperti film, adegan Itu terulang di kepalanya.
"Kau membawa sebuah lentera kemari, yang menurutku amat berbahaya
Kauingat?"
Malcolm mengangguk'
"Kau Juga membawa selimut,"
Malcolm tersenyum.
"Kau begitu baik terhadapku."
Malcolm menatap Rain dalam-dalam untuk pertama kalinya malam itu. Ia
mencondongkan wajahnya lebih dekat kepada Rain.
Rain buru-buru melepaskan selimut yang menyelubunginya dan bangkit berdiri,
meregangkan kedua lengannya untuk menyambut udara pagi yang segar.
Tubuhnya gemetar."Sebaiknya kita pergi dari sini," Dengan hati-hati, Rain mulai
menuruni tangga menara.
Malcolm melipat selimut yang dibawanya, menyimpan senternya ke dalam
saku, dan mengikuti langkah Rain menuruni menara. Mereka menelusuri jalan
setapak kembali ke mobil masing-masing.
"Setidaknya pikirkanlah," kata Rain sembari membuka pintu mobilnya sendiri.
"Apa?'
"Mungkin laki-laki itu sudah berubah, seperti yang dikatakan ayahmu." Rain
menundukkan kepalanya sedikit. "Semua . orang bisa berubah.mal."
"Tidak semua orang."
Rain duduk di balik kemudi dan memasukkan kunci mobil ke dalam mesin. "Apa
aku akan melihatmu di misa gereja pagi ini?" ia bertanya seraya tersenyum.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Sepertinya aku tidak akan datang," jawab Malcolm, melempar selimut ke


belakang truk.
"Aku mengerti," kata Rain mengalah. "Tapi kau akan datang ke acara
pemakaman malam ini.'
"Itu suatu pertanyaan?"
"Tidak juga." Rain melangkah keluar dari mobil dan memeluk Malcolm. "Kau
akan baik-baik saja, Mal."
Malcolm menarik napas panjang. "Kau pikir begitu?" Harum tubuhnya membuat
Malcolm luluh, bahkan setelah mereka menghabiskan waktu semalaman di atas
menara.
"Aku yakin,"
"Mungkjn, tapi tanpamu semuanya jadi terasa lebih sulit,"
"Kau masih memiliki aku."
"Tidak, Nathan yang memilikimu."
Rain menjatuhkan lengannya dari tubuh Malcolm. "Aku sudah berjanJi Malcolm.
Aku sudah berjanji padanya,"
"AKU tahu." MalClm membuka pintu truknya dan duduk di balik kemud;i. "Aku
tahu."
"Tapi, suka atau tidak," Rain mengedipkan matanya, "kau masih memilikiku
dalam segala hal yang paling kau butuhkan,"
"'Aku tahu." Malcolm menutup pintu truknya. ia melempar sebuah senyuman
palsu, melambaikan tangannya, dan memutar kunci mobilnya. Ia mengagumi
dan membeoci kode etik Rain.

Edit teks bu nora


http://ebukita.wordpress.com 30
Minggu Pagi

Samantha dan Matthew sedang menyantap sarapan ketika Malcolm tiba kembali
di Domus Jefferson.
"Selamat datang," sapa Samantha begitu kakaknya melangkah masuk ke dalam
penginapan.
"Terima kasih."
"Sudah merasa baikan?" tanya Matthew
"Sedikit."
"Kau lapar?"
"Keroncongan. Rasanya seperti aku sudah berhari-hari tidak makan."
"Memang kau belum makan selama dua hari," kata adiknya, menggiring Malcolm
pada sebuah kursi, Samantha meletakkan piring di hadapan Malcolm dan
menuangkan jus jeruk ke dalam gelas kosong. "Kurasa kau tidak ingin mengikuti
misa pagi ini."
"Tidak, aku benar-benar.."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Jangan khawatir. Kami juga berpikir kau takkan ingin datang, Kami akan
bilang; pada orang-orang bahwa kau butuh istirahat,mungkin karena mabuk
pesawat atau hal lain yang masuk akal."
"Sebenarnya, kauperlu tidur," tambah Matthew. "Aku sendiri ingin tidur siang
nanti sebelum acara pemakaman. Mungkin dua jam saja."
Samantha meletakkan telur orak-arik ke atas irisan daging ham ala virginia di
piring makan Malcolm.
"HeY,soal semalam ... aku minta maaf Aku tidak tahu harus bilang apa lagi."
"Permintaan maaf saja sudah lebih dari cukup,"
Samantha membungkuk dan mengecup pipi Malcolm. "Tidak usah dipikirkan.
Kau melakukan apa yang pasti akan kami lakukan jika kami ada di posisimu,
jika siapa pun ada di posisimu."
Malcolm menatap ragu ke seberang meja, ke dalam mata kakaknya.
'Matthew tersenyum. "Dengarkan adikmu," katanya sembari bangkit dari kursi
dan mendorong kursinya kembali ke dekat meja makan. "Jangan khawatir."
"Semalam aku.."
"Kau harus mengeluarkan uneg-unegmu, meledak, meringankan bebanmu. Kami
tahu itu akan terjadi kok, Lepaskanlah semuanya" Matthew menarik jaket dari
belakang kursi. "Aku akan menggosok gigi dulu. Lima menit lagi sudah siap, ya
Sam?"
"Lima menit," matthew berlari kecil menaiki tangga sementara Samantha
mengambil botol kecil berisi pil dari dalam kabinet dapur."Nih!" Ia meletakkan
dua butir pil di samping piring makan Malcolm. "Minumlah pil-pil ini Jika kau
sudah selesai makan."
"Ini obat apa?"
"Obat tidur,"
"Milik lbu?"
"Milik Ayah.beliau membutuhkannya sesekali.Terutama
menjelang kematiannya."
"Terima kasih."
Samantha mencium pipi Malcolm sekali lagi dan meletakkan botol pil itu ke
dalam tasnya. "Tidurlah, Ally sudah pergi ke gereja bersama A&P. Joe juga
menelepon Pastur Braithwaite untuk minta tumpangan ke Gunung Jackson.
Tempat ini sepi. Tidurlah selamna kau mau dan kita akan berbincang lagi nanti
sore sebelum pemakaman."
"Terima kasih, Sam,"
"Kau janji akan tidur?"
"janji."
"Dan Mal ... jangan membaca surat-surat Tidurlah."
"Mana aku punya tenaga untuk membaca surat?" Malcolm melemparkan senyum
simpul dan menuang beberapa tetes saus tabasco di atas telur orak-ariknya.
Beberapa menit kemudian, Matthew dan Samantha meneriakkan kata-kata
pamit dari pintu depan penginapan sebelum berkendara pergi untuk menghadiri
misa gereja dan acara makan siang.
TIGA menit setelah itu,sebuah mobil menepi di pelataran parkir penginapan.
Malcolm mendengar suara langkah kaki menapak di atas bebatuan sebelum tiba
www.ac-zzz.blogspot.com

dipintu samping penginapan. Langkah kaki yang sama menaiki empat anak
tangga menuju pintu dapur.
"Masuklah." kata Malcolm menyambut tiga ketukan pada pintu. Pintu tersebut
terbuka.
"Hai, Malcolm."
"Nathan."
"Kau tidak datang ke gereja," kata Nathan. "Sepertinya kau juga sama." sahut
Malcolm.
Nathan tidak mengindahkan perkataan Malcolm dan segera menjatuhkan
sebentuk tas kecil ke atas meja tidak jauh dari piring makan Malcolm, sebelum
ia mengambil tempat di meja yang sama,"Kau akan membuat perutmu busuk
mengonsumsi ini," kritik Nathan, membaca label di belakang botol tabasco.
"Kalau itu yang akan membunuhku, aku pasti dalam keadaan sehat walafiat
sekarang." Malcolm merampas botol itu dari tangan Nathan dan menuangkan
porsi yang lebih besar ke atas sisa makanannya,
"Kudengar, kau sempat melihat-lihat tempat bersejarah di sekitar sini untuk
mengenang masa lalu."Nathan menuang segelas Jus untuk dirinya sendiri.
"Apa maksudmu?"
"Menara WoOdstock."
Malcolm mengunyah sepotong daging ham.
"Itu tidak ada da1am perjanjian kita saat aku memberikanmu kebebasan untuk
bepergiaa di dalam kota."
"Menara itu kan tidak jauh dari sini,"
"Tetap saja, kau tidak berlaku sesuai dengan perjanjian kita.Perjanjiannya
adalah kau harus selalu berada di dekat Sam dan Matt. Berdiam diri di
penginapan kecuali ada acara keluarga yang mendesak."
"Termasuk menjauhi pacarmu, kau lupa bagian itu." "Tunangan. Dan aku tidak
Iupa, aku baru saja hendak mengingatkanmu akan hal tersebut."
"Tunangan? Kudengar status kalian berubah terus. Dan sekarang kalian belum
resmi bertunangan lagi."
"Itu informasi yang salah, Malcolm Ceoper,buronan, pelarian,
kriminal,Bagaimanapun, itu bukan urusanmu."
"Tentu saja itu urusanku, karena malam itu kau telah berbohong padaku,"
"Apa iya?" Nathan memutar borol garam di atas meja.
"Kau tidak bertunangan dengan Rain, karena Rain belum mengiyakan
lamaranmu."
Nathan memutar botol garam itu lagi, "Kau tahu, aku mencintainya."
"Ya, kau benar-benar menunjukkan cintamu."Malcolm memutar matanya.
"Kau dan aku tidak jauh berbeda Malcolm, Kita berdua adalah laki-lakl kuat,
suka bersaing, dan sangat berbakat dalam hal mengecewakan orang tua kita,
Hidup kita berbeda, rencana kira berbeda tapi karakter kita sama,apa kau
setuju?" Ia memutar botol garam dengan kasar. "Aku tidak memaksamu
memukuli laki-laki itu sampai berlumuran darah, dan aku tidak memaksamu
untuk meninjuku.'
"Dua kali."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Benar," geram Nathan. "Aku juga tidak memaksamu untuk mengambil tiket
pesawat itu."
Malcolm melumuri sisa daging hamnya dengan tabasco sampai botol itu kosong,
lalu melempar betolnya ke dalam tong sampah di seberang ruangan.
"Aku tidak ada alasan untuk tinggal di kota ini," "Benar Bahkan sekarang pUn
halnya sama."
Malcolm mengunyah sepotOng daging ham lagi. "Sedang apa kau disini?"
"Uonrk rnembuat perjanjian."
"Aku tidak tertarik, Bukankah seharusnya kita berbicara hari Senin? Aku ingin
Matt dan Sammie di sampingku. itu perjanjian kita."
"Baik sekali kaU mengingat mereka.tapi kita tidak butuh kehadiran mereka
untuk melakukan ini." Nathan menggeser tas berbahan kain nilon lebih dekat ke
samping Malcolm.
Malcolm memandang tas itu.
"Silakan Lihat saja apa isinya."
"Aku sudah bisa membayangkan isinya."
"Aku hanya mendapatkan dua tahun kedamaian dari tiket pesawat yang kau
ambil."
"Kalau kau punya keluhan laporkan saja pada orang tuaku."
"Aku tidak mengeluh. Percaya atau tidak, aku suka kedua orang tuamu. Mereka
orang baik-baik." Nathan. mengulurkan tangannya dan membuka ritsleting tas,
Ia mengeluarkan tumpukan uang dua puluh dolaran ke atas meja, "Berapa lama
yang akan kauberikan padaku untuk dua puluh lima ribu dolar?"
"Dua puluh lima ribu dolar?"
"Dua puluh lima ribu dolar,"
"Kaurela membayarku sebesar ini hanya untuk pergi dari kehidupanmu?" Nathan
pernah membuat Malcolm terkejut sebelumnya, tapi jumlah uang yang
dikeluarkan Nathan saat ini membuat kepalanya mabuk.
Nathan tersenyum bangga sambil mengacak tumpukan uang dihadapannya.
"Apa yang kauingin aku lakukan? Aku pergi ke Brazil atau ke mana pun aku mau,
dan berjanji takkan mengganggu kehidupanmu?"
"Setidaknya se1ama lima tahun. Pada saat itu, aku dan Rain pasti sudah
memiliki satu atau dua anak dan mungkin aku sudah berada di Richmond
bekerja sebagai Senator Negara Bagian, atau setidaknya seorang delegasi.
Setelah itu, terserah apa yang ingin kau lakukan. Aku takkan mengkhawatirkan
dirimu lagi."
Malcolm membayangkan dirinya kembali ke tengah hutan Amazon, membawa
berkardus-kardus buku untuk anak-anak di sana, bahkan obat-obatan dan
penyaring air. Ia membayangkan sampul buku yang belum selesai ditulisnya. l
"Jadi aku boleh menyimpan uang ini, kabur, dan hidup tanpa berada di bawah
pengawasanmu." Ia memiringkan kepalanya. "Atau aku bisa menceritakan
persekongkolan kita selama ini serta penyuapan yang terjadi kepada atasanmu,
adikku, penata rambut ibuku dan biarkan Rain memutuskan siapa yang lebih
dulu keluar dari penjara di antara kita berdua.'
"Itu takkan terjadi."
"Kenapa?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Karena kau tidak akan sanggup membuatnya menderita seperti itu."


"Akan kupikirkan lagi," kata Malcolm, meski Ia tahu Nathan benar.
"Berpikirlah secepat mungkin, pemakaman akan diadakan malam ini,"
"Aku tahu kapan pemakaman akan dilangsungkan."
Nathan mulai mengepak lembaran uang kontan yang meumpuk di atas meja
kembaii ke dalam tas.
"Tinggal kan saja."
"Tinggalkan saja?"
"Mungkin dengan adanya uang ini di atas meja, aku bisa mengambil keputusan
lebih cepat,"Malcolm beralasan.
"Baiklah. Tapi jika kau tidak mengendarai mobil sewaan itu kembali ke bandara
begitu acara pemakaman selesai, aku akan melemparmu ke dalam penjara
selama sebulan sambil memikirkan tuduhan apa saja yang bisa kujatuhkau
kepadamu." Nathan tersenyum dingin. "Melanggar masa percobaan. Melaaggar
masa jaminan. Biaya kerusakan yang belum terbayar; Tuntutan penganiayaan
yang belum terproses." Dengan setiap tuntutan, Nathan mennggeser setumpuk
uang kontan lebih dekat kepada Malcolm.
"Selamat tinggal" Nathan," kata Malcolm, mengulurkan tangannya.
Nathan menjabat tangan Malcolm. "Selamar Hari Sabar."
MAlCOLM menelan dua butir pil tidur yang ditinggalkan Samantha dan
memasukkan piring kotornya kedalam mesin pencuci piring. Ia melangkah
melalui ruang makan dan melihat bahwa surat-surat Orang tuanya sudah
disusun kembali dalam tumpukan rapi. Tulisan tangan Samantha tertera di atas
lembaran
post-it yang tercantum di atas setiap tumpukkan surat untuk menandakan
urutan tahun.Proyek itu terlihat sudah hampir selesai. Lembaran surat dan
amplop yang belum ditentukan alokasi tumpukkannya tergeletak di lantai,
bersandar pada tembok,
Malcolm bertanya-tanya apakah ada salah satu surat yang menyimpan nama
orang yang menyerang ibunya. Tanpa memperhatikan catatan bulan atau
tahun, ia mengambil sejumlah amplop dan naik ke lantai atas. Ia memandangi
kamar ridur orang tuanya beberapa saat sebelum masuk ke kamarnya sendiri,
berbaring di atas ranjang.
Ia lanjut membaca sampai pil-pil tidur yang ditenggaknya mulai bekerja.
21 oktober 1987
Laurel
Beberapa hari yang lalu aku mendengar sebuah lagu di radio yang
mengingatkanku padamu.Sebenarnya lagu itu mengingatkanku pada kita dan
arti kehidupan kita berdua.
Aku behitu menyukai lagu tersebut sampai membujuk rain agar menuliskan
liriknya untukku (Sebagai gantinya aku berjanji bahwa ia bisa mengambil satu
hari libur ekstra bulan depan)
Lagu ini bergaya campuran antara musik rakyat dan musik country.tapi nadanya
benar-benar pelan dan enak didengar.PEnyanyinya adalah seorang pemdua
bernama Jason Steadman.Kalau tidak salah dia juga yang menggubah lagu ini.
Nothing exciting
www.ac-zzz.blogspot.com

================
Oleh Jason Steadman
We wrote it down on a paper
a map to the treasure
hit down by the shore
we crossed our step as we wandered
we kicked in the water
you incited a war
i wote yor name in the sand
'crooked heart dotted i'
i wrote my name in your hand while staring up at the sky
we gathered shells under seaweed til quater past nine
we built a fire with driftwood
drank tonics with limes
nothing exciting,except that i was with you
we took a stroll on the boardwalk
ate raspberry snow cones
i chocked on the ice
i threw baseballs at milk jugs
i couldn't
quite hit them
we left with no prize
i didn't notice that mustard was aweared on my chin
you tried to swallow you laughter
couldn't hold it qute in
You held my arm on the coaster
wouldn't open your eyes
we headed home with the top down clouds rolling by
nothing exciting,except that i was with you
i'd seen old yeller before
but this time cried when he died
i never took time before
to watch cloud in the sky
i didn't realize that mothers
gave helpful advice
i hadn't notice some people
are hurting inside
my life is turning my world is changing with you
i bought a yellow tobaggan
you lost your wool wittens
i started curse
i sang a verse 'white christmas'
but forgot
the chorus
you wade up some word
you double-dipped in my chocolate
www.ac-zzz.blogspot.com

when i looked away


you look so cute when you're guilty
i didn't know what to say
i nearly making angels
but thawed by the fire
we ent to bed at eight-thirty
though we wern't that tired
nothing exciting,except that i was with you
i'd seen old yeller before
but this time cried when he died
i never took time before
to watch cloud in the sky
i didn't realize that mothers
gave helpful advice
i hadn't notice that lately
there are stars in my eyes
life is exciting each moment i spend with you.
10 Juli 1968
Laurel
Aku tidak akan menjabarkan bagaimana rupa tempat ini.KAu harus
mengaguminya dengan mata kepalamu sendiri. Tempat ini layaknya surga.
Aku meniginap di salah satukamar tamu penginapan atas permintaan tuan dan
nyonya condie.Menurut mereka, aku harus mencoba menghabiskan waktu di
penginapan saat malam hari.Kurasa aku benar-benar betah disini.Suasananya
sangat tenag Laurel dan memberiakan perasaan damai didada yang tidak ingin
kulewatkan.Aku berharap saat aku menyingkap tirai kamar tidurku besok pagi
aku akan melihat kabut beranjak di padang rumput di bawah penginapan dan
hantu-hantu prajurit perang menyelinap diam-diam diantaranya. Aku merasa
seolah-olah aku akan tidur di dalam buku sejarah malam ini.
Aku menghabiskan waktu di sebuah rumah makan di tengah kota malam
ini.Kalau tidak salah di jalan Main.Dikota ini hanya ada satu jalan utama dan
jalan ini melintas sepanjang pusat kota.Jalan ini juga kerap disebut Rute 11
atau old valley pike memanjang sepanjang sejauh berpuluh-puluh kilometer
dari utara ke selatan, menjadi penghubung antar kota-kota kecil disekitar
Woodstock.Kurasa Woodstock adalah pusatnya.
Tempat ini memiliki sejarah yang luar biasa.Aku belajar dari seorang wanita di
rumah makan ini, yang bernama Tiffanee (apa aku
benarmengejanya?),mengenai seorang pria bernama John Peter Muhlenberg
(apa aku benar mengejanya?) dan yang biasa di panggil pastur pejuang, nah itu
baru nama panggilan yang bagus.
John datang ke Woodstock di akhir tahun 1700 an untuk menjadi pastur di
kongregasi se kabupaten.Pada tahun 1776 mana,seperti kau tahu, adalah tahun
kesukaan ku,beliau memberikan khotbah yang mengajak para sukarelawan
untuk bergabung dengan tentara kontinental. Di akhir khotbahnyaa,beliau
merobek jubah gerejanya untuk menampangkan seragam prajurit di bawahnya.
www.ac-zzz.blogspot.com

Beliau berteriak "Ada waktu untuk berdoa dan ada waktu untuk berjuang."Wah
betapa hebatnya orng itu.
Kota ini pernah menampung jenderal serta prajurit-prajurit dari dua belah
kubu yang bertempur di perang saudara. Dan tebak siapa yang merancang
gedung pengadilan kota?jefferson.Bebatuan yang digunakan untuk membanngun
gedung itu adalah batu terindah yang pernah ku lihat.
Sayang,tempat ini benar-benar terasa seperti rumah bagiku.Penginapan ini
butuh beberapa perbaikan di sejumlah bagian,tapi tidak ada yang tidak bisa
dilakukan oleh suamimu sendiri (tentunya dengan bantuan MAlcolm dan
Matthew).Aku memmbayangkan untuk menaruh pajangan baru di
dinding,perabotan baru di kamar-kamar penginapan dan kasur-kasur baru di
rumah pondokku.KAsur-kasur yang ada sekarang terlihat kusam seolah
kebanyakan diinjak dan dikencingi anak-anak.
Kedengarannya konyol memang,tetapi aku tidak sabar sampai kau bisa melihat
kotak surat disini.Kotak surat itu adalah hal pertama yang
kuperhatikan.Warnanya merah seperti warna karatan.dengan patung kecil
seekor merpati putih yang sedang membawa amplop surat di paruhnya.Kotak
surat ini akan menyimpan surat-surat hari rabu kita dengan bangga dan
memohon agar kau membacanya keras-keras.Benar kan?sudah kubilang aku
terdengar konyol.
Kita tidak perlu mengambil keputusan dalam waktu seminggu ini,tapi kita juga
tidak bisa menunggu terlalulama.Keluarga Condie ingin segera mengesahkan
penjualan penginapan ini agar dalam waktu sebulan mereka bisa pindah Ke
Boulder.
Aku akan merasa tenag jika nanti meninggal di dalam rumah ini. Tempatnya
tampak seolah begitu dekat dengan tuhan.
Sampai jumpa beberapa hari lagi.
Jack
26 Agustus 1981
LAurel
Saat ini pukul 3 sore di hari Rabu.Maukah kau mendengar cerita perihal mimpi
aneh yang mendatangiku semalam?
Kita sedang berlibur,entah di Utah,Idaho atauMontana dan kita tinggal si
sebuah penginapan yang bersebelahan dengan toko serba ada model zaman
dahulu.Dari luar toko itu tampak antik.
Kita masuk ke dalam toko itu dan si empunya toko terlihat seperti orang paling
menyeramkan yang pernah kulihat.Lalu semua yang ingin kita beli tidak dijual
disana atau tidak baik untuk kita.
Saat kau ingin membeli telur.Siempunya mengeluarkan suara 'bleh' yang aneh
dan berpura-pura meludah.Saat kau ingin membeli kopi,hanya untuk
mengetesnya (karena sebenarnya kau tidak pernah minum kopi).Ia berkata."Itu
minuman jahanam!"
satu-satunya yang kita lihat berada di dalam lemari es adalah susu, seoalh
hanya itu yang dijual disana.
Aku setengah berharap meonster-monster kecil akan berhamburan dari
belakang meja kasir dan memakan kita hidup-hidup.Oh seraaammmmmm.
www.ac-zzz.blogspot.com

Tapi dalam dunia mimpi,kejadian itu bisa saja berubah lebih buruk ya?
Jack

sekitar 150 orang datang menghadiri acara penghormatan dan makan siang di
Pegunungan Jackson. Banyak dari tamu da¬tang berkunjung, hingga pada pukul
2 siang mereka baru kemba1i' ke Demus Jefferson.
A&P ikut berberes' hingga pukul 3 sore, Ialu kembali ke rumahnya unruk
mengajak Castro jalan-jalan dan mengisi seratus senter Maglite dengan batere,
Rain menawarkan membantuya dan mengikuti A&P sampai ke rumah.
Nathan berkurar dengan pekerjaannya eli kantor,
Pastur Braithwaite membaca PUIang catatannya untuk ' acara pemakaman
berkali-kali dan melatih pidatonya keras-keras; sebanyak dua kali.
Pastur Doug duduk di barisan pertama di dalam' gereja sambil mendengarkan,
mengagumi, dan berdoa.
Joe berjalan-jalan di sekirar Pegunungan jackson. Ia duduk di sebuah taman. Ia
membaca koran Washington POSe edisi bart Minggu dan mencari lowongan
kerja.
Samatha pergi melihat keadaan Angela di kediaman keluarga GodHey dan
kembali ke penginapan untuk mencuci baju dan tidur siang.
Domus jefferson tampak sunyi saat Matthew dan Allyson melangkah masuk
melalui pintu depan. Mereka menaiki tangga ke lantai atas dan menemukan
Malcolm tertidur di tengah ranjang.Allyson menutup pintu kamar Malcolm.
"Tidak perlu membangunkannya sekarang, Masih ada cukup waktu."
Matthew memeluk Allyson dan berterima kasih padanya karena sudah jauh-jauh
datang. Lalu ia Iekas beranjak ke dalam kamar untuk tidur siang.
Di dalam penginapan yang sepi, Allyson membaca dan mengatur tumpukkan
surat-surat sarnpai pukul 5 sore, Ketukan di pintu depan membuyarkan
kousentrasinya saat sedang membaca salah, SatU surat yang ditulis, tangan
oleh Jack dari Makam ArlingtOn.
Allyson mendorong pintu kasa hingga terbuka lebar. "Monica!"
"Hai Allyson."
"Kupikir kau tridak bisa datang,"
"Tadinya kupikir juga begitu."
"Kau berkendara kemari?" tanya Allyson.
"Ya. Tidak terlalu jauh juga, hanya enam sampai tujuh jam perjalanan. Aku
juga menikmati waktu itu untuk berpikir,"
"Terpujilah hatimu.Masuklah." A11ysOn memmpersilakan Monica masuk
kedalam penginapan dan memeluknya erat-erat, "Aku sungguh bahagia kau ada
di sini." Ia melepaskan pelukannya meski kedua tangannya tetap
mencengkeram lengan Monica. "Kau tampak luar biasa, Benar-benar luar biasa."
Monica mengenakan sepasangg celana denim mahal, sebuah baju berkerah
tinggi berwarna putih, dan baju dingin berwarna merah, Rambutnya yang
berwarna pirang tergerai sebatas bahu; matanya yang berwarna biru tampak
Lelah tapi tetap bersinar, Ia menjinjing sebentuk amplop besar di kepitan
lengannya.
"Kau juga tampak luar biasa. Sudah lama sekali aku tidak melihatmu, ya?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Sudah cukup lama Sayang. Terlalu lama."


"Samantha meneleponku semalaman." Monica memandangi sepatu Adidasnya
yang baru dibeli dan berwarna biru tua. "Aku turut berduka cita Allyson, atas
meninggal nya Jack dan kakakmu."
"Mereka juga keluargamu. Tidak peduli kau sering, bertemu dengan mereka
atau tidak, kau tetap bagian dari keluarga ini,"Allyson meraih tangan Monica
dan menggiringnya melalui serambi penginapan menuju ke ruang makan.
Monica mengamati seisi ruangan dan tumpukan sejarah keluarga Cooper di atas
meja makan, "Matt ada di mana?"
Allyson menggerakkan kepalanya ke arah lantai atas. Monica menapakkan
kakinya ke atas anak tangga dan menjulurkan kepalanya ke dalam setiap kamar
sebelum membuka pintu tempat Matthew menginap dan masuk ke kamarnya.
Enam menit kemudian, Matthew menarik pintu yang'sama hingga terbuka
lebar,"Aku akan jadi seorang ayah!" la berlarian ke bawah, berteriak,
"Yeaaaaaaaaa!" Ia masuk ke dalam serambi penginapan mengenakan kaus kaki
hitam dan harus mundur sebentar untuk melihat Allyson yang sedang duduk di
meja makan.
Ia mengangkat selembar foto yang menunjukkan wajah seorang bayi berkulit
hitam botak, cantik dan bermata besar."Ini putera ku."
"Matthew, Matthew!"Allyson bangkit dari kursinya dan merebut foto itu dari
tangan Matthew. Ia menatap foto itu sekali lagi dan merangkul
keponakannya."Kau akan menjadi seorang ayah.Aku tahu hal ini pasti akan
terjadi."
Monica memandangi keduanya dari pucuk tangga."DAn kau akan menjadi nenek
yang luar biasa,untuk kedua kalinya."
"Ada apa sih?"Malcolm berteriak dari atas ranjangnya.
"Turunlah,paman Malcolm!"
Malcolm melangkah keluar dari kamarnya, menggosok matanya dan melihat
Monica.Ia menggosok matanya sekali lagi.
"Ini aku,"Kata Monica tersenyum.
"Kau ada di sini."
"Ya, sepertinya semua orang sudah melihat itu."
"Malcolm, lihat!"Matthew berdiri di serambi penginapan dan mengangkat foto
bayi kecil tadi di atas kepalanya."Perkenalkan putera baruku."
"Kalau begitu urusanmu di Newark berjalan lancar ya?"Malcolm menatap
Monica.
"Ya.Akhirnya bayi itu jadi milik kami.KAmi akan menjemputnya dalam waktu
dua minggu."
"Siapa namanya?"tanya MAlcolm.
"Pertanyaan yang bagus."Matthew menatap isterinya."Mon?"
"Aku suka nama Jack."jawab Monica sambil tersenyum.
"Aku juga suka nama itu."Matthew memandangi mata si bayi yang besar.
"Itu bagus sekali," Malcolm melihgkarkan lengannya di sekitar tubuh Monica dan
memeluk saudari Iparnya untuk yang pertama kali dalam waktu bertahun-
tahun.
"Sam bilang padaku-" Monica berbisik,
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm mengangkat jarinya di udara. "Tidak sekarang. Sekarang ini adalah


saat kebahagiaanmu. Turunlah dan kendalikan suamimu." .
Monica rnengikuti saran Malcolm, sementara Malcolm mandi dan bercukur
untuk menghadiri pemakaman ibunya dan Jack Cooper.

matthew dan Monica mengendarai limosin yang berada di urutan paling depan
dalam iring-iringan menuju acara pemakaman di gereja. Malcolm dan Samantha
berkendara bersarna Allyson, Angela, dan Paman Joe ,di dalam limosin kedua
yang juga berwarna hitam. Kedua limosin yang mereka tumpngi melewati
Taman WoodstOck, kuburan tempat Jack dan Laruel akan dimakamkan malam
itu juga, lalu memotong jalan di Rute 11 antara penginapan dan Pegunungan
Jackson.
Pastur Braithwaite menyapa keluarga Cooper di muka gereja.Tim penyambut
keluarga yang berkabung, termasuk keluarga Gutherie dan dua karyawan yang
bekerja di rumah duka. "Selamat datang," sapa. mereka, menyalami tangan
masing-mastng anggota keluarga Cooper, "Selamat datang."
Kelompok paduan suara gereja menyanyikan lagu, Amazing Grace", yang juga
merupakan lagu kesukaan Jack, sementara Allyson mengucapkan doa dalam
hati untuk mendiang Jack dan Laurel.Dari mimbar gereja, Pastur Braithwaite
menyaPa para kogregasi, berterima kasih kepada mereka yang telah jauh-jauh
datang untuk mendukung keluarga Cooper, dan memberkati mereka karena niat
yang tulus. 'Di belakang Pastur Braithwaite, gambaran Yesus Sang Penyelamat
menatap darii atas dengan tangan terentang lebar terlukis edi jendela yang
sangat indah. Rangkaian bunga dan ranting memenuhi seperempat muka
gereja. Jack dan Laarel beristirahat di dalam peti masing-masing di kedua sisi
mimbar.
Sang pastur memandangi seluruh keluarga yang hadir, yang mengambil tempat
di barisan utama, sementara Rain dan Nathan,duduk di barisan berikutnya, Ia
memandangi kumpulan wajah yang memenuhi gereja, ada yang dikenalnya,
namun sebagian besar asing' baginya. Ia melihat Maria Lewia, keluarga
Rovnyak, dan pengacara Jack, Alex Palmer, yang di temuinya malam
sebelumnya, Dengan sebuah anggukan kepala, Pastur Braithwaite menyapa
para walikota dari kota-kota terangga yang juga hadir di gereja bersama
pasangan mereka dan duduk berkumpul di beberapa baris darii depan . .Ia
setengah melambai kepada A&P yang duduk di posisi langganannya, di belakang
gereja, Ia mendapati sejumlah anak yang mulai bosan dan tersenyum pada
orang tua mereka seolah hendak mengatakan. Tidak apa, mereka adalah anak-
apak Tuhan, maka ini adalah rumah mereka juga.
Ia memandangi teman lama dan muridnya, Pastur Doug, yang duduk disudut
belakang gereja seraya memeluk Alkitab dan mendengarkan dengan saksama.
Lalu, Pastur Braithwaite mengedipkan mata pada istri dan ibu mertuanya yang
duduk di barisan depan di samping keluarga Cooper.
Gereja yang sempit memanjang tampak penuh. Ia memulai pemakaman itu.
"Teman-teman, malam ini kita berkumpul untuk berkabung,' tetapi juga untuk
merayakan hidup kedua pelayan Tuhan di hadapan kita.'
Seseorang meneriakkan kata. "haleluya" dari barisan belakang.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Kita tidak akan bersedih, trapi bergembira, Kita takkan menangis, tap.i
tertawa. Kita tidak menghakimi, tapi memaafkan; dan kita akan menghitung
hari sampai kita berjumpa lagi dengan mereka di Hari Kebangkitan," Pastur
Braithwaite melanjutkan dengan mernbaca beberapa ayat dari Perjanjian Baru
sebelum mempersilakan Matthew untuk naik keatas mirnbar dan membacakan
kata-kata pujian, "Saya tidak sempat menuliS apa-apa,"matthew memulai
karena saya tahu betapa sulitnya bagi saya untuk mempersiapkan pidato
tertulis hari ini. Saya tidak pandai berkata-kata, seperti yang kalian ketahui,
itu adalah kemahiran Malcolm."
Aliyson mengelus permukaan tangan Malcolm.
"Sekaraag kami sudah mempelajari bahwa menulis adalah kemahiran Ayah
juga," lanjut Matthew.
Matthew memandangi isrrinya. Monica mengusap air mata yang membasahi pipi
dan mengedipkan kedua matanya, "Usia saya baru tujuh belas tahun saat
keluarga saya pindah ke Lembah ini. Ayah ingin agar saya melamar menjadi
siswa SMA di sini dan menjadi bagian dari kelompok Woodstock Falcon. Beliau
ingin agar saya bisa berrnain bola kaki setahun lagi." la memandangi peti Jack.
"Tapi saya ingin keluar dari rumah. Saya tidak pernah khawatir meninggalkan
rumah kami di Charlottesville karena saya pikir saya sudah dewasa. Saya siap
untuk tantangan yang lebih besar, Tapi melihat kalian di sini dan setelah
bercengkerama dengan kalian minggu ini saya tahu bahwa seumur hidup saya
akan menyesali kesempatan yang saya lewatkan untuk menjadi anggota tim
Falcon."
"Hidup Falcon!" teriak seseorang dari sisi kiri gereja. Yang lain tertawa.
"Benar Hidup Falcon." Matthew menarik sepucuk sapu tangan dari sakunya,
"Jack dan Laurel Cooper bukanlah pasangan yang sempurna. Ayah cepat marah,
seperti yang kalian ketahui. Dan Ibu .... Nah, mungkin Ibu adalah orang yang
sermpurna,"
"Amin," sahut suara lain.
Matthew lalu menceritakan beberapa kisah, dan sebagian diambilnYa dari
surat-surat yang sudah dibacanya selama berjam¬jam, Ia menceritakan kisah di
mana ibunya mengambil pakaian Jack dari danau, Para pengunjung terpana,
lalu tergelak. Ia membuat tamu-tamu yang datang untuk berkabung tertawa di
ujung kursi mereka saat ia menyampaikan pengalaman orang tuanya ketika
berkunjung ke graceland dan berpura-pura bahwa Laurel sekarat.
Ia mengambil sepucuk surat dari saku jaketnya dan membacakan bait lagu yang
ditulis ayahnya di tahun 1961. "Saat hujan turun dl dalam kepalaku, dan
percikan airnya membasahi mataku, aku berpikir tentang cinta yang Ia bagi
kepadaku, di atas salib, di bukit Calvary;" Matthew tidak berencana untuk
melakukan apa yang kemudian ia Iakukan, tapi ia mendengar nada itu keluar
mengiringi lirik yang sedang dibacanya, hingga ia terdengar menyanyikan bait
reff dari agu karangan ayahnya. "Aku harus belajar unruk meminta dari Tuhan,
dalam segala hal yang kulakukan. Ya, aku akan belajar unruk meminta dari
Tuhan, dan semua impianku akan jadi kenyaraan." Riuh-rendah tepuk tangan
menyambut nada terakhirnya.
www.ac-zzz.blogspot.com

"Ayah dan Ibu belajar untuk meminta dari Tuhan. Mereka sering meminta
karena dalam hidup memang sudah selayaknya begitu. Terkadang doa mereka
dijawab dengan kesunyian, tapi itu karena mereka sudah tahu jalan mana yang
harus mereka ambil saat mereka menyampaikan doa tersebut. Di saat lain,
mereka dibimbing pada keputusan-keputusan yang sebelunnya bahkan tidak
pernah terpikirkan. Keputusan-keputusan itulah yang menjadi berkah dalam
hidup mereka. Keputusan yang mudah dlambil hanya akan membawa kepuasan
sesaat kan?" Ia menatap Mal¬colm. "Keputusan yang sulit diambil membawa
kebahagiaan yang tak ada habisnya. Keputusan macam itulah yang membawa
kebesaran Tuhan, kebesaran kalian semua, kebesaran saya. Keputusan yang
sulit membawa kehidupan baru," Matthew dan adik laki¬lakinya secara
bersamaan membersit hidung mereka.
"Sekarang saya tidak perlu khawatir akan sakit kepala yang mendera Ayah dan
membuat beliau sulit tidur, Atau apakah Ibu mendapat cukup waktu istirahat.
Saya tidak perlu bertanya-tanya di mana 0rang tua saya hari ini; karena saya
tahu mereka ada bersamaNya." Ia menunjuk ke.arah gambaran Yews di
belakangnya. "Saya sangat yakin akan hal itu." Ia menatap Istrinya. "Terima
kasih. Terima kasih atas kedatangan kalian .... Amin,"
"Amin."
Pastur Braithwaite kembali berdiri di atas podium. "Atas perminnaan keluarga,
kami ingin mempersilakan siapa saja yang hendak menyampaikan pesan mereka
di atas mimbar, Kami memanggil Anda untuk naik kemari."
Beberapa tamu mulai berbicara termasuk seorang penjaja keliling dari
Philadelphia yang sempat menjual sebuah iklan brosur pada Jack dan Laurel
Cooper, "Saya tidak pernah bertemu muka dengan mereka," akunya. "Tapi saya
tetap datang."
Penata rambut Laurel, Nancy Nightbell, juga berbicara. Begitu pula Angela dan
A&P. A&P menangis sejadi-jadinya, Dengan tubuh gemetar dan napas
memburu, ia menceritakan kebaikan keluarga Cooper padanya selama
bertahun-tahun. "Saya takkan mungkin ada di sini tanpa mereka," Tidak ada
seorang pun yang Hadir malam itu yang meragukan ucapan A&P.
Samantha berbicara sebentar, berterima kasih kepada semua orang yang telah
membantu selama jack sakit-sakitan.ia berterima kasih kepada Kepala Polisi
Romenesko, yang berdiri kaku di balik dinding. Ia memandangi Nathan. "Terima
kasih, Nathan Crescimanno, untuk dukunganmu minggu ini,"
Malcolm bergeser di atas kursinya, tahu benar apa maksud Samantha.
Paseur Doug juga berbicara, Ia memperkenalkan dirinya pada para tamu dan
memuji hidup jack dan Laurel. Ia berusaha untuk tenang saat menghaturkan
rasa terima kasihnya terhadap jack karena telah mengirimkan surat-surat
lamaran dan menelepon banyak orang demi mencarikannya peketjaan. Ia
memuja ikatan pernikahan Jack dan Laurel yang sangat kuat dan cinta mereka
yang langgeng. Terakhir, ia menatap ke arah Pastur Braithwaite,menyebutnya
sebagai "saudara" dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarinya
banyak hal.
Setelah Pasrur Doug selesai berbicara.timbul keheningan dan tidak ada orang
lain yang menawarkan diri untuk naik ke mimbar, Akhinya, Pastur Braithwaite
www.ac-zzz.blogspot.com

berdiri. "Kita sudah diberkati malam ini, teman-teman. Kalau tidak ada lagi
yang ingin berbicara, maka saya akan.."
"Pastur?" Joe berdiri. "Apa saya boleh berbicara?'
Joe mengambil gilirannya di atas mimbar dan berdiri menghadap ke seluruh
kongregasi.
"Nama saya Joe Cooper. Saya adalah saudara kembar Jack" Para tamu
mendesah dan mengenali kemiripan Joe dan Jack. "Selama bertahun-tahun,
saya sering sekali keluar-masuk kota ini.Beberapa dari kalian mengenal saya,
sementara lainnya mungkin tidak. Bagi kalian yang tidak mengenal saya, kalian
beruntung" Ia mencengkeram kedua sisi mimbar hingga buku-buku jarinya
memutih,
"Saya telah membuat banyak kesalahan," lanjut joe. "Saya tidak sebaik Jack
atau pun kedua putranya. Tentunya, saya tidak sebaik Laurel maupun
Samantha atau kalian." Air mata berkumpul di pelupuk mata joe dan turun
membasahi pipinya.
'Maafkan saya ... maafkan saya untuk segalanya ... karena telah mengabaikan
kalian semua. Saya minta maaf untuk semua kesalahan yang saya perbuat." Ia
mulai terisak. "Saya minta maaf karena
telah membuat kalian malu, karena telah melukai keluarga kita. Saya sudah
membuang begitu banyak. .. waktu." Ia tersungkur di atas kedua Iututnya dan
membenamkan wajahnya ke dalam kedua tangan.
Pastur Braithwaite mendekat dan berlutus dl samping Joe. Ia merangkul J0e.
"Tuhan mencintaimu, J0e. Yakinlah. Ia mencintaimu. Ja memaafkanmu."
Perut Malcolm keram dan sekali lagi,ia merasa ada gumpalan dalam dadanya
yang kini bergerak ke tenggoroknya.
Joe kembali ke tempat duduknya dan Angela merangkulnya Pnuh kasih sayang.
"Itulah semangat keluarga Cooper," Pastur Braithwaite menunjukkan. "Cinta
yang mereka miliki tak bersyarat. Saya sendiri sudah merasakannya. Saya juga
sudah merasakan pertobatan mereka." Ia berjalan menghampiri Sang Pianis
gereja dan membisikkan sesuatu di telinganya. Pianis tersebut balas
mengangguk.
"Saya rasa, saatnya tepat bagi kita untuk menutup acara ini dengan
menyanyikan sekali lagi lagu amazing Grace."

setelah mengucapkan doa syukur, yang datang dari isteri Matthew, Monica,
kerumunan pengunJung berpencar di pelataran parkir yang gelap dan satu demi
satu mereka mulai berkendara menuju Taman woodstock.
Saat para pengunjung mendekati lokasi makam, anggOta paduan suara mulai
memmbagikan lebih dari seratus- buah senter Maglire. Setiap orang
mengarahkan cahaya senter mereka pada peri-peri yang diusung dari mobil
jenazah ke atas bukit kecil tempat peri-peri itu diletakkan di atas penyanggah
berwarna hijau sebelum nanti diturunkan ke dalam lubang sedalam dua meter,
www.ac-zzz.blogspot.com

Cahaya-cahaya yang bersatu menciptakan luapan sinar yang tidak lazim dilihat
para pengunjung.
Pastur Doug menyampaikan doa terakhir, sebelum meminta para tamu untuk
mengarahkan senter mereka ke langit kelam, setiap cahaya senter bertemu
dengan lainnya dan menciptakan cahaya putih bersih yang bersinar menuju
surga.
Masing-masing angota- keluarga meletakkan setangkai bunga mawar putih di
atas peti Laurel. Matthew meletakkan pin kampanye Ronal Reagan dari tahun
1984 di atas peti Jack. Semua orang berpelukan, saling mencium pipi, berjanji
untuk terus berkomumikasi; dan para tamu pun pergi secepat mereka datang,
letih karena telah menghabiskan akhir pekan mereka berkabung.
Tiba-tiba semua orang baru menyadari kepergian Jack dan LaUrel.
Keluarga dan teman-teman dekat berdiri di setiap sisi makam sambil berbiSik
ketikabayangan seseorang bergulir melewati batu¬baru nisan disekitar dan
menghampiri mereka,
Sosok itu berhenti di salah satu nisan tetangga. "Maaf," kata laki-laki itu ..
Kedua tangannya dibenamkan di dalam sakku depan celananya yang gelap. Ia
mengenakaa jaket berbahan woL.
Nathan membutuhkan waktu cukup lama untuk mengenali SOSok tersebut,
tetapi Rain dengan cepat mengenalinya.
Laki-laki itu menghampiri pastur Braithwaite dan mengulurkan tangannya. "Misa
yang mengharukan, Pastur, Bagus sekali.
"Tuan," Nathan menyela. "Saya rasa kehadiran, Anda di sini sungguh tidak
pantas ka.."
Laki-laki itu mengalihkan perhatiannya pada Malcolm, bibirnyla tersungging dan
membentuk sebuah senyuman kecil,"Hai,malcolm."
""WOl,"Malcolm menggumam pada dirinya sendiri, mengenali laki-laki itu.
"Tuan, ini benar-benar.."
"Tuan?Tuan adalah panggilan yang terlalu formal untuk sepasang teman lama
seperti kita," kata laki-laki itu.
"Apa yang dia lakukan di sini?" Rain bertanya pada Nathan. "aku sempat
menuntut ilmu di sekolah hukum bersarna Tuan Nathan Crescimanno." Wol
menatap Rain. "aku berasal dari Winchester. Aku punya praktik hukum di
Leesburg."
"Nathan?" Rain menarik tangan kekasihnya. "Kau kenal dengan dia?"
Nathan menggores sebuah senyum terpaksa dan berbisik lemah, "Kurasa, ia
sedang mabuk,"
Wol berbicara saat mendekati peti Jack, "Aku tidak begitu mengenal Jack dan
Laurel Cooper, kecuali dari reputasi mereka. Tapi kudengar belakangan ini Jack
sempat sakit-sakitan." Ia mengelus permukaan peti. "Banyak gosip yang
betebaran di Lembah ini."ia beralih ke peti Laurel. "jika mereka memang orang
baik seperti yang kalian katakan, maka aku suka pada mereka."
Nathan menjauhkan dirinya dari Rain, "Ini bukan waktu yang tepat, Mull. lni
bukan tempat.."
"Menjauhlah, Nathan," kata Malcolm. "Biarkan orang in! bicara atau kan boleh
pergi."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Jangan lakukan ini, Nathan, jangan berlaku sebagai seerang Penuntut umum
terhadapku, Aku sudah menunggu selama acara misa pemakaman untuk melihat
apakah kau akan bangkit berdiri dan berbicara di atas mimbar, Aku sudah
menunggu lama agar kau bisa merasakan apa yang kurasakan selama dua tahun
Ini."'ia menatap Rain. "Aku sudah merasakan malu dan penyesalan yang tak ada
habisnya. Aku ingin sekali kembali ke kota ini lusinan kali, tapi tak pernah
berani.'
"Ini konyol," kata Nathan. "Laki-laki ini.."
"Laki-laki ini apa?" sela Mull. "Laki-laki ini ingin menceritakan seSuatu? Kau
benar," Ia berbisik di telinga Nathan. "Semua ini akan terjadi sekarang, Malam
Ini kita berdua akan melepaskan beban yang mendersa kita. Kau atau aku yang
akan bebas?"
Mull mengenali rasa takut dan keputusasaan yang memenuhi pandangan
Nathan. "'Kau atau aku?"ulangnya.
"Malcolm, Matthew, kalian semua, orang ini jelas-jelas mabuk. Dia tidak tahu
apa yang ia katakan.."
"Tidak," Mull menatap Rain dan suaranya berangsur lembut. "Aku tahu apa yang
kukatakan." Rasa bersalah yang menghantuinya selama berminggu-minggu dan
berbulan-bulan membuatnya berani untukangkat suara. "aku menyerang wanita
ini dua tahun yang lalu."
Mull mengambil langkah untuk mendekati Rain. Rain menjauh darinya, "Semua
itu seharusnya tak lebih dari sebuah permainan. Permainan iseng. Nathan
memintaku untuk menggodamu,untuk menjadi orang brengsek."
Nathan menjatuhkan diri ke atas salah satu kursi lipat.
"Aku memandangimu di bar semalaman dan aku menggodamu. Seharusnya hal
itu tidak lebih dari taruhan dua orang iseng, dua orang bOdoh dan tidak tahu
diri." Suaranya pecah. Ia menghela napas panjang dan menatap Malcolm. "Lalu,
aku menantimu. Aku menunggu semalaman agar kau datang. Hari itu hari ]
Umat. Malam pertandingan bola kaki. Kau datang tepat pada waaktunya. Kami
tahu, kau akan mengikuti Rain ke luar bar, tapi kami tidak menyangka bahwa
kau akan bereaksi segila itu." Kedua
matanya menyampaikan permohonan maaf terhadap Malcolm. "Kami
memancingmu,"
Kedua kaki Malcolm kontan tegang
"Dan kau terpancing."
"Apa yang sedang dia katakan, Nathan?" tuntut Rain. "Nathan?"
"Nathan memintaku untuk bersenang-senang sedikit tapi aku kelewatan. Sudah
jelaskan?" Mull kembali mendekati peti Jack dan Laurel. "Niatku hanya ingin
iseng, berpura-pura agar terlihat seperti orang yang memang brengsek"
Suaranya pecah lagi, "Asal kaliantahu, aku takkan pernah .... "
"Nathan?" tanya Rain dengan nada pelan. "Apa semua ini benar?"
Tidak ada Orang selain adiknya yang pernah melihat Nathan menangis.
Sekarang ia mengubur wajahnya ke dalam kedua tangan dan menangis sejadi-
jadinya,
www.ac-zzz.blogspot.com

"Nathan? Apa kau membayarnya untuk menggodaku? Apa kau menjebak aku dan
Malcolm? Apa kau yang melukaiku? Melukai Malcolm?" Dengan keluarnya setiap
pertanyaan, suara Rain' meninggi.
Masih dalam posisi duduk, Nathan menatap tanah di bawah kakinya dan
mengusap hidungnya dengan sapu tangan."Aku ingin tahu," katanya dengan
nada lirih hingga sulit didengar oleh orang-orang di sekelilingnya.
"Apa?"
"Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Malcolm."
Rain berjongkok di samping Nathan, "Kenapa?" ia bertanya lirih. "Kenapakau
begitu ingin tahu?"
Anggota keluarga lain, A&P dan kedua Pastur Doug serta Pastur Braithwaite
mohon diri kepada Malcolm dan berjalan ke mobil mereka masing-masing,
Sesekali mereka menoleh ke belakang,penasaran apa yang sedang terJadi.
Malcolm berdiri disampjng peti ibunya,
Mull memohon maaf sekali lagi, Rain dan Malcolm menganggukkan kepala
mereka."Mull berjalan kembali melalui barisan nisan di makam 'dan kembali ke
mobilnya yang terparkir di sisi lain taman.
Rain duduk di sisi Nathan. "Kenapa?"
"Karena aku tidak ingin hidup dibayang-bayangi olehnya."
"Kau tidak percaya padaku?"
"Aku percaya padamu." Akhirnya, ia menatap Rain. "Aku selalu
mempercayaimu."
"Lalu apa yang kaupikir akan terjadi?'
"Entahlah," jawab Nathan, kepalanya masih tertunduk. Malcolm bergerak
mendekati mereka, tapi Rain melambaikan tangannya dan mengisyaratkan agar
ia tidak rmelakukannya. Malcolm berjaga di sekitar makam 0rang tuanya.
"Apa .kau berharap Malcolm akan membiarkan laki-laki itu ... ? Apa kau pikir
Malcolm merasa semua itu lucu atau cerdik?"
"Tidak."
"malcolm mencintaiku,tentu saja,dan ia membelaku.Laki-laki manapun
memebelaku."
"Aku tahu."
Rain memutar dagu Nathan dan memandangi kedua matanya yang basah."Kau
mengusir Malcolm."
"Ya."
"Kau berbohong padaku."
Nathan mengangguk.
"Kau berbohong padaku," ujar Rain pelan seraya memalingkan wajahnya,
Nathan pulang sendirian.
KEDUA limosin yang ditumpangi keluarga cooper kembali ke penginapan dan,
atas permintaan Alex Palmer, semua anggota keluarga Cooper beserta teman
dekat mereka berkumpul di ruang tamu Domas Jefferson.
"Saya tahu kalian sudah melalui masa yang sulit,' Tuan Palmer mulai berbicara
saat keluarga Cooper mengambil tempat duduk di atas sofa dan kursi. ia
menarik sebentuk kursi dari ruang makan dan duduk di ambang pintu.
www.ac-zzz.blogspot.com

Malcolm duduk di dekat perapian, menyaksikan adegan itu berlangsung," meski


di kepalanya ia terus membayangkan reaksi pamannya di atas mimbar,
Rain duduk di sisi Malcolm, matanya merah. Ia meremas sehelai sapu tangan.
A&P dan Allyson duduk di satu sofa.
Pastur Braithwaite berdiri di sudut ruangan, bersandar dalam posisi aneh pada
dinding. Pastur Doug berdiri disampingnya.
"Ini adalah akhir pekan yang sulit," lanjut Tuan Palmer, Kepala-kepala di
sekitarnya mengangguk setuju, "Saya Sungguh merasa bersyukur karena telah
mengenal keluarga kalian, Orang tua kalian sungguh luar biasa. Jack Cooper
adalah orang yang jujUr dan setia. Saya sangat mengagumi beliau. Dan ibu
kalian memiliki jiwa yang tegar dan unik, Sebuah contoh bagi kita semua.
Wanita yang penuh keajaiban. Kalian semua tahu itu."
ia menarik sebentuk map dari dalam tas kerjanya. "Saya berharap kita bisa
melakukan ini di waktu lain, tapi ini adalah kehendak ayah kalian. Bahkan,
beliau memaksa, Beliau pasti punya alasan sendiri," Tuan Palmer mengangkat
map itu,"Semuanya ada di sini."
Rain menarik napas panjang dan mengunci jemarinya dengan jemari Malcolm. .
"Sekarang kalian tahu bahwa ayah kalian adalah seseorang yang gemar menulis
surat dan orang yang sangat mahir dalam hal itu." TUan Palmer meraih ke
dalam map yang digenggamnya dan menarik sebuah amplop."Jack memberi
instruksi agar kita semua membacanya malam ini." Amplop itu sudah terbuka,
Ia mengeluarkan beberapa carik kertas-dari dalamnya.
Monica, pindah ke atas sofa tempat Matthew duduk berdampingah dengan
Samantha dan menyempilkan dirinya di samping suaminya. Angela duduk di
kaki ibunya.
Allyson bergeser lebih dekat dengan A&P dan memberi tanda pada joe agar
bergabung dengannya. Joe duduk di samping Allyson. Allyson menggenggam
kedua tangan Joe.
Pastur Braithwaite dan Pastur Doug mengawasi dengan saksama.
"Apa ada di antara kalian yang ingin membacakan surat terakhir dari ayah
kalian untuk ibu kalian?"
"Ya, kata samantha, mengulurkan tangannya. "Biarkan aku yang membacanya."
Tuan Palmer menyerahkan surat itu kepada Samantha.

13 April 1988
Laurel tersayang
Kau tidak pernah berhenti mengejutkanku.Malam ini kau membuatku bertanya-
tanya lagi.
Disini aku duduk sendiri,meski kau masih berada disisiku,terbaring damai di
atas ranjang yang kita bagi selama hampir empat puluh tahun.Aku tidak bisa
hidup tanpamu.
Bukankah kau yang seharusnya menulis suratterakhir untukku?Setelah aku
meninggal dalam tidur,seharusnya kau bangun dan menemukanku dalam
keadaan mati.Lalu kau akan menulis surat terakhir dan menyimpannya sampai
kau tidak tahan berada jauh-jauh dariku dan menemaniku lagi di atas langit.
Tapi sekarang justru aku yang ditinggal sendiri.
www.ac-zzz.blogspot.com

Sebentar lagi hidup kita akan jadi sejarah bagi ketiga putra-putri kita.Sebuah
buku yang terbuka,secara harfiah.Sudah lama aku mengira bahwa dari ketiga
putra-putri kita,Malcolm lah yang paling menghargai surat-surat ini.Dia adalah
si ahli kata-kata.MAtthew akan berpikir bahwa surat-surat ini bersifat
misterius. dan Samantha akan merengkuhnya sekuat tenaga hingga perlu
sekitar sepuluh pria untuk memisahkannya dari surat-surat ini.Ia bahkan
mungkin takkan bisa tidur selama berminggu-minggu.Kuharap ketiganya bisa
belajar dari surat-surat ini.
Laurel,pernikahan kita memang tidak sempurna.Kita telahmelalui banyak
cobaan.Kita telah diuji dengan hal-hal yang lebih berat dari yang pernah kita
bayangkan saat kita setuju untuk mengharungi bahtera ini.Tapi perjalanan ini
sungguh mulia.Aku telah diangkat olehmu.Dan kau telah melakukan lebih dari
itu.KAu telah menempati semua janjimu. Terima kasih karena telah
mempercayai rencana besar Tuhan sebelum aku siap menerimanya.
Aku telah menulis banyak surat dan kata-kata pada hari Rabu.Tetap saja masih
banyak yang ingin kusampaikan padamu.NAmun sebentar lagi aku akan bertemu
denganmu.Sebelumm itu, aku harus menunggu anak-anak.
Aku menyesal karena kau bekerja terlalu keras,hingga jarang menghabiskan
waktu bersama mereka.Aku menyesal karena selalu harus membaca semua
artikel koran dan tidur lebih lama di pagi saat kita seharusnya pergi
memancing. Aku menyesal karena mereka telahh mendengar bentakkanku.Aku
sangat malu karena pernah membentak mereka.Atau siapa pun juga.
Kuharap mereka akan memaafkanku karena gagal menjadi ayah yang dijanjikan
terhadap mereka.
Semoga tuhan juga akan memaafkan kekuranganku.Semoga mereka memaafkan
satu sama lain.
Semoga ratusan tahun akan berlalu sebelum mereka kembali kepada kita di
atas sana.
Jack
Samantha menghapus jejak air mata yang membasahi kantong matanya dengan
kedua jari tengahnya. Matthew merangkul pundak adik perempuannya dan
membisikkan sesuatu di telinga Samantha.Samantha tersenyum.
"Masih ada tiga surat disini,satu untuk setiap anak."Kata Tuan Palmer.
"Kurasa aku takkan sanggup membaca surat lain" kata Samantha.
Matthew memandangi adik laki-lakinya di dekat perapian,
Malcolm menggeleng.
"Kalau begitu biarkan aku yang membacanya." Matthew mengambil surat-surat
itu dan mulai membaca.
Untuk Matthew
Putra sulungku
Ada alasan kenapa kau menjadi putra sulungku nak,Pikiran dan semangatmu
membawa inspirasi bagi banyak orang. Apa kau sadar akan hal itu?Apa kau tahu
betapa aku menghargaimu dan terpana oleh talenta yang kau miliki?kau
adalkah seorang pria berbakat yang memutuskan untuk menggandakan
bakatmu.KAu telah membuatnya bangga.Kau telah membuatku bangga.Aku
www.ac-zzz.blogspot.com

tidak sabar sampai kau menjadi seorang ayah.kau akan melakukannya dengan
luar biasa.
Matthew,cintailah isterimu.Cintailah dia seolah hanya dialah yang kau miliki di
dunia ini.Dari suatu hari,kau akan sadar bahwa hanya dia yang kau miliki di
dunia ini.
aku menyayangimu
Ayah
Teruntuk Samantha
Bintang Broadwayku
Di hari yang panjang,saat aku lelah menghadapi kebosanan di universitas dan
orang-orang yang malas bekerja,aku mengingatmu.Aku berkendara pulang di
hari seperti itu,menantikan adegan apa yang telah kau siapkan untukku,peran
apa yang kau ingin aku mainkan.Peran apa pun akan ku lakukan,asal aku bisa
berada dalam satu pertunjukkan bersamamu.
Kembalilah ke atas panggung.Sudah saatnya.Temukan cahayamu.
Aku sudah lusinan kali berkata kepadamu, dan sekarang dalam keadaan mati
pun aku akan mengatakannya sekali lagi,Sammie biarkan cucuku yang cantik
mengenal ayahnya.Dia mungkin bukan ayah yang sempurna,tetapi ia tetap
ayahnya.
Kau selalu bersinar Sammie.Aku akan berbagi panggung denganmu,kapan pun
kau mau
Aku menyayangimu
Ayah
Teruntuk Malcolm
Penulisku,putraku
Aku selalu bertanya-tanya semarah apakah dirimu hari ini.Aku sering menangis
di malam hari dan memimpikanmu.Aku memimpikan amarahmu.Aku berdoa
semoga aku salah.Tapi aku akan mengerti jika aku benar.
Kukatakan padamu nak,bahwa penemuanmu bukanlah tentang siapa
ayahmu.Hal itu belum berubah.Sejak pertama kali aku memelukmu dalam
pangkuanku setelah pengakuan ibumu,di hari aku kembali dari kediaman
nenekmu di Chicago,sejak saat itu, aku selalu melihat putraku. Aku melihat
seorang anak laki-laki milikku dan yang menjadi bagian dari diriku seperti
halnya Matthew. Aku melihat sebuah berkah dari tuhan yang diberikan
kepadaku.Tidak ada satu alasan kenapa kau perlu tahu tentang malam ketika
hidup ibumu berubah.
Apa yang nayata kemarin tetap nyata hari ini. Akulah ayahmu,, ibumu bisa
memaafkan. Aku memaafkan.Tuhanmu memaafkan.Begitu juga seharusnya
dirimu.
Malcolm,jika kau belum menyelesaikan bukumu selesaikanlah.Tolong.lalu
tulislah buku-buku lain.Kau harus tahu bahwa aku berharap akan berjumpa lagi
denganmu.Ibumu dan aku tidak sabar untuk melihat anak-anakmu.Menurut
kami,anak-anak itu akan mirip dengan Rain.Kau tidak salah baca.Nak kami
selalu tahu apa yang kalian berdua belum bisa lihat.Kalian ditakdirkan untuk
bersama.
Aku menyanyangimu
www.ac-zzz.blogspot.com

Ayahmu.
Ruangan itu berubah sunyi. Malcolm mengubUr kepalanya kedalam rengkuhan
tangannya dan menangis. Rain mengelus punggung Malcolm dengan sebelah
tangan dan menghapus air matanya sendiri dengan tangan lain.
Hanya mata Pastur Doug yang kering, "Boleh aku berbicara?" ia bertanya,
menatap ke seberang ruangan, ke arah Tuan Palmer.
"Tentu saja."
"Kalian mungkin SUdah mengetahui ini, tapi aku takkan mlungkin berada disini
tanpa bantuan ayah kalian." Irama kalimat yang keluar dari mulutnya berubah
cepat. "Ayah kalian yang mencarikan pekerjaan untukku, bersama dengan
saudaraku di sana." ia menatap Pastur Braithwaite, "Ada sebuah perseteruan di
Winchester saat aku tiba di sana. Katanya ada banyak orang yang meragukanku.
Lagipula, aku ini adalah mantan narapidana dan banyak yang bertanya-tanya;
apakah aku sudah benar-benar tobat."
Pastur Braithwaite meletakkan sebelah lengan di sekeliling pundak Pastur Doug
dan meremasnya untuk memberi dorongan moral.
"Tapi kau tahu yang sebenarnya saat itu, kan?" Tanya Pastur Doug.
pastur Braithwaite mengangguk,
"AkU bertemu dengan seseorang dalam penjara, orang yang sangat baik, Aku
menghabiskan waktu berjam-jam bersamanya. la membantuku bertemu dengan
Sang Penyelamat saat yang kulihat adalah kekotoran dan keputusasaan, Orang
ini, saudaraku, membawaku kemari," Untuk pertama kalinya selama akhir
pekan itu Pastur Doug menangis.
"Beberapa tahun lalu, aku tinggal di charlottesville, Aku bekerja sebagai
seorang mekanik. Tapi bukannya bekerja, aku lebih banyak menghabiskan
waktuku menggunakan obat-obat terlarang dan minum-miauman beralkohol.
Aku bahkan berusaha menjadi bandar obat-obatan terlarang, tapi aku tidak
cukup lihai untuk itu. bayangkan saja.
"Pada satu titik, aku sempat menjadi gelandangan. Ketika aku dipecat dati
bengkel, aku juga kehilangan apartemenku, Aku menghabiskan waktu teler dan
berada dalam pengaruh obat-obatan. Jarang sekali pikiranku ini lurus, bahkan
terkadang aku tidak bisa berpikir sama sekali. Percaya atau tidak, dulu aku
sempat tinggal di dekat rumah sakit karena akul ingin bahwa jika suatu hari aku
terkapar atau mati di tengah jalan, aku tidak ingin siapa pun harus
menggotongku jauh-jauh ke rumah sakit,"
Malcolm meagangkat wajahnya.
Pastur Doug memainkan jam tangannya dan melanjutkan perkataannya.
"Suatu malam, aku melihat seorang wanita cantik mengenakan pakaian putih-
putih sedang berjalan pulang Dari kejauhan, ia tampak bagai malaikat.
"Aku melihatnya masuk ke dalam sebuah apartemen. Aku berdiri di luar selama
beberapa menit, Aku tidak Ingat berapa lama, karena aku sedang teler Entah
bagaimana, aku pasti telah mencongkel pintu depan apartemen itu,agar bisa
masuk.
"Dia tertidur dia atas sofa." Pastur Doug menggeleng dan sebuah isak tangis
meluap dari dadanya. ia terdiam sesaat untuk mengambil napas. "Aku bahkan
www.ac-zzz.blogspot.com

tidak melihat seorang wanita di sana. Aka tidak tahu apa yang aku lihat di
sana."
Pastur Braithwaite mengeratkan rangkulanya.
"Saat semuanya berakhir," lanjut Pastur Doug, "saat semua suara-suara berhenti
mengisi kepalaku, ia sudah tersungkur dalam posisi meringkuk di atas lanrtai,
Sedangkan aku berdiri di dekat pintu, menatapi langit-langit."
Pastur Braithwaite menopang saudaranya agar terus berdiri. "AkU melangkah
pergi dan terhuyung-huyung masuk ke dalam rumah pengungsian . .ltu adalah,
malam terakhir yang kuhabiskan disana. Besok paginya, aku masuk ke dalam
penjara."
Malcolm berdiri. "Ternyata kau?"
"ya."
"kau yang melakukan semua ini?"
"ya."
"Kau adalah ayahku?" "Kedua tangan Malcolm terasa kram dan urat nadi di
lehernya ikut menegang.
"Bukan, malcolm. ]ack adalah ayahmu."
Pastur Doug berdiri seorang diri saat yang lain, termasuk Pastur Braithwaite,
berkumpul dan memeluk Malcolm dalam luapan air mata hangat.
Air mata Malcolm membuat tubuhnya gemetar,
Paman Joe merengkuh nya dalam pelukan.
Malc0lm berbisik, "Maafkan aku."
Rain bergabung dengan keduanya dan mereka berdiri di tengah kerunmunan
orang yang saling berpelukan, lengan mereka terpaku di bahu satu sama lain.
"Maafkan aku," kata Pastur Doug. "Lebih dari sekadar kata¬kata, aku sungguh-
Sungguh menyesal. Mengakui semua ini kepadamu Malcolm, adalah suatu
perhentian dalam perjalananku ke sUrga yang tidak bisa kulewatkan. Tanpa
maafmu, hidupku takkan pernah lengkap,"
Mereka semua menangis.

EPILOG

24 Agustus 2007
mulut Noah setengah ternganga. Ia menatap ayahnya. Malcolm terus
melemparkan serpihan cat kering ke udara lembap dan rnenyinari serpihan itu
dengan cahaya senter Maglite. Mereka duduk berdampingan di atas Menara
woodstock.
"Jadi Kakek Jack bukan benar-benar kakekku?"
"Tentu saja beliau adalah kakekmu."
"Lalu bagaimana dengan Pastur Doug?"
"Beliau adalah ayah biologisku."
Noah mengambil segenggam batang pretzel dari kantong besar dan meletakkan
tiga batang dalam mulutnya. "Aku bingung,"
"Kami tahu kau pasti bingung."
www.ac-zzz.blogspot.com

"Luar biasa!" SUara Noah yang lantang memecahkan udara malam. "Dan semua
orang tahu tentang ini? Semua orang dalam keluarga kita?"
"Kau mendengarkan ceritanya tidak sih?" Malcolm tergelak.
"Tentu saja semua orang tahu. Semua orang ,yang perlu tahu, tahu."
"sulit dipercaya. Ayah menceritakannya seolah ini adalah kabar lama,seolah
Ayah membacanya di situs internet dan menyampaikannya pada orang lain.
'Hey tahu tidak? Kakekmu bukan benar-benar kakekmu, sebenarnya kakekmu
adalah seorang pastur yang ... ."Noah tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya,
"Aku tahu ini sulit untuk diterima, Nak, tapi inilah sejarah hidupmu. Sudah
saatnya kau tahu. Tidak ada yang berubah. fakta adalah fakta. Kau tetap
anggota keluarga Cooper."
Mereka duduk menatap serpihan cat kering yang berjatuhan ke tanah.
"Kenapa Ayah baru menceritakannya sekarang?"
"Karena kau sudah, dewasa, Kau sudah tumbuh besar dan menjalankan hidupmu
ke tahap berikutnya. Kau adalah seorang anak kuliahan.'
"Tidak sampai hari Senin."
"Sudah cukup dekat." Malcolm tersenyum dan melemparkan sebatang pretzel ke
arah putranya.
"Dan kalian semua memaafkannya," Noah menatap ayahnya,"seolah tidak
pernah terjadi apa-apa."
"Kami memaafkannya, karena Tuhan memaafkannya, Kita tidak bisa memilih
jalan lain."
"LUar biasa."
"Dengar noah kami memaafkannya bukan seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
Kami memaafkan, tapi melupakan tidak semudah itu. Kautahu bahwa
keluargamu tidak sempurna." Malcolm menatap putranya lekat-lekat. "Hal ini
tidak mudah, Noah. Kami semua menderita untuk waktu yang lama."
"Semua orang tampak baik-baik saja sekarng."
noah memandangi ayahnya dan untuk pertama kali Malcolm melihat wajah
seorang lelaki dewasa pada diri putranya.
"Bagaimana dengan Ayah sendiri!" tanya Noah.
"Ibumu membuatku pergi menemui seOrang ahli terapi yang juga merupakan
sahabatnya di Harrisonburg. Aku menemui ahli terapis itu selama enam bulan
sekadar untuk memproses semua yang terjadi." "
"Apa terapi itu menolong Ayah?" Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya, Noah
menjawab pertanyaannya sendiri, "Kurasa begitu, karena Ayah masih ada di
sekitar sini." ,
"Suka tidak suka, aku tetap di sini."
Noah meneguk air minum dari dalam botol.
"Nak, ini adalah sejarah. Sejarah keluarga kita. Beberapa bagian dari sejarah
ini menyakitkan, dan bagian lain sangat indah. Tapi inilah diri kita yang
sebenarnya,"
Noah terdiam sebentar dan bertanya, "apa aku boleh menemuinya?'
"Tidak dalam waktu dekat. Beliau meninggal empat atau lima tahun yang lalu,"
"Apa Ayah pernah menemuinya lagi sejak malam itu?" "Tentu saja. Ibumu dan
Ayah selalu makan siang bersamanya dan Pastur Braithwaite sekali atau dua
www.ac-zzz.blogspot.com

kali setahun selama beberapa tahun. Sebagai bagian dari proses penyembuhan
kata ibumu."
"Memang terdengar seperti ide Ibu,"
"Pastur Doug hidup dengan baik."
"Meninggal sebagai pastur juga?"
"Meninggal sebagai pastur, pelayan Tuhan."
"Lu-ar-bi-a-sa."
Malcolm meletakkan tangan kirinya diatas pundak putranya, "Doug White
membawa banyak orang ke jalan Tuhan. Kongregasinya menjadi tempat
perlindungan bagi mereka yang butuh kesempatan kedua dalam hidup, Ia
mengikuti contoh Pastur Braithwaite dan menjalankan tugasnya di rumah
pengungsian serta penjara.Pastur Doug mendedikasikan seluruh hidupnya
kepada Tuhan.",
Noah kembali mencabik lapisan cat kering pada jeruji menara. ia meminjam
senter ayahnya.
"Bagaimana dengan Nathan?" tanya Noah, menyaksikan dua serpihan cat
berlomba jatuh ke tanah. "Apa yang terjadi padanya?"
"Dia masuk penjara, tapi hanya sebentar, Pengadilan mengampuninya. Kami
semua mengampuninya,"
"Di mana Nathan sekarang?"
"Ia pergi ke Richmond, seperti yang ia inginkan. Tapi ia tidak pernah
mencalonkan diri sebagai pejabat. Ia memdapat izin untuk praktik hukum
dengan syarat ia bekerja sebagai pembela umum."
"Apa. ia pernah menikah?"
"Setahu Ayah tidak,"
Noah mengunyah segemggam barangpre4:Zei. "Bagaimana dengan Ayah?
Bagaimana ayah bisa menghindari
hukuman?'
"Aku tidak menghindari hukuman, Aku dihukum melakukan kegiatan sosial
selama seratus jam lebih, mendapat masa per'cobaan selama tiga tahun, dan
sebuah denda dari pengadilan karena telah melanggar masa jaminanku yang
pertama kali, Selain itu, seseorang harus mengambil alih usaha penginapan.
Hakimnya mengerti semua itu." Malcolm rmelempar sebatang pretzel ke dalam
mulutnya. "Harga kecil yang harus kubayar untuk membela wanita yang
kucintai,"
"Dan uangnya?" tanya Noah. "Duit puluh lima ribu dolar?"
"Ah, ya, uang itu. Mull meninggalkan makam malam itu dan menyerahkan
dirinya ke polisi keesokan paginya karena telah menjadi bagian dari rencana
Nathan dan berbohong selama bertahun-tahun," Malcolm membenarkan kaca
matanya. "Kami gunakan uang itu untuk menebusnya keluar dari peajara sore
itu juga. Seperti yang kukatakan, kita harus saling mengampuni. Dan ketika ia
membayar kami, uang itu karmi berikan lagi ke orang lain."
"Siapa?"
"Kepada siapa, maksudmu?"
"Terserahlah, Yah. Siapa yang menerima uang itu?"
www.ac-zzz.blogspot.com

"Kepada Penampungan Anak-anak Alan & Anna Belle Prestwich di Washington,


D.C."
"A&P?"
Malcolm tersenyum Lebar.
"Bagus sekali.'
Noah dan Malcolm tidak beranjak dari atas beranda. Langit malam terlihat
semakin gelap dan bintang-bintang mulai bermunculan.
"Bagaimana dengan surat yang lain?"
"Surat yang mana?" Malcolm menolehkan kepalanya ke arah Noah.
"Yang ditulis Ibu. Yang ditulis Ibu saat Ayab ada di Brazil. Yang Ayah bilang
tidak pernah Ayah dapatkan."
"Ahh.kukira kau sudah lupa soal itu. Anakku memang seorang genius."
"Ayah berbohongkan pada Ibu dan mengatakan bahwa Ayah tidak pernah
menerima surat tersebut?"
"Mungkin."
"Ayah pasti berbohong!" Noah meninju lengan ayahnya. "Apa Ayah sempat
membacanya?"
"Mungkin."
"Apa isi surat itu ?"
"Maaf Genius, kau harus tanya pada ibumu soal itu." Malcolm memindahkan
setumpuk serpihan cat kering ke atas tangan putranya.
Noah meniup tumpukan itu dan membuat serpihan-serpihan tersebut
beterbangan di udara.
Kedua mata Malcolm mengikuti salah satu serpihan yang melayang-layang di
udara menuju ke tanah.
ia tidak melihat serpihan itu di permukaan tanah.

tamat

Anda mungkin juga menyukai