Anda di halaman 1dari 155

Boneka Pos

By Loux Dynazenon

i
SINOPSIS

Bercerita tentang seorang gadis bernama Ambriel yang dulunya merupakan


senjata di medan perang dan kini ia telah meninggalkan medan perangnya
dan sekarang bekerja di kantor pos, ia menjadi seorang ‘boneka’ yang
merubah perasaan menjadi kata-kata. Memulai perjalanan baru dan melihat
banyak kenangan dari perasaan orang lain, serta tujuannya yang mencari arti
dari kata yang pernah ia dengar saat peperangan dulu.

Ambriel memiliki alasan tersendiri mengapa dirinya bekerja di kantor pos.


Sebab Ambriel juga harus mencari informasi keberadaan Komandannya yang
telah lama menghilang. Jadi, tidak heran mengapa ia memilih menjadi
Boneka Pos sembari mencari informasi tentang keberadaan Komandannya.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur selalu kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan novel yang
berjudul ‘Boneka Pos’. Novel ini berkisah tentang seorang gadis yang menjadi
seseorang yang mengubah perasaan menjadi kata-kata. Sambil melakukan
pekerjaAnnya dia pun mencari keberadaan ‘komandannya’, yang telah lama
hilang.

Di dalam menulis novel ini, kami sadar bahwa kami tidak akan bisa
menyelesaikannya tanpa ada bantuan dari berbagai pihak. Mereka telah
menyumbangkan energi dan pikirannya di dalam penyusunan novel sehingga
memiliki alur seperti sekarang ini.

Sebagai menusia kami sadar bahwa novel yang kami buat masih belum
pantas jika disebut sebagai sebuah karya yang sempurna. Kami sadar tulisan
kami masih banyak memiliki kesalahan, baik dari tata bahasa maupun teknik
penulisan itu sendiri. Maka kami meminta adanya masukan yang
membangun agar kami semakin termovitasi untuk menjadi lebih baik dan
lebih memperbaiki kualitas novel kami selanjutnya.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

SINOPSIS ...................................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iv

PROLOG : BONEKA KENANGAN...................................................................................1

BAB I : SEORANG NOVELIS DAN SEBUAH BONEKA ................................................... 2

BAB II : SEORANG GADIS DAN BONEKA POS ...........................................................25

BAB III : SANG KOMANDAN DAN BONEKA PEMBUNUH ......................................... 59

AKHIR KATA ............................................................................................................. 151

iv
Prolog : Boneka Kenangan
Beberapa waktu telah berlalu semenjak istilah Boneka Pos dibicarakan oleh
banyak orang.

Boneka Pos pertama kali diciptakan oleh Dr. Nikidi, ia adalah seorang yang
berpengaruh dalam dunia Automaton. Hal ini berawal dari istrinya Nearl,
yang merupakan seorang penulis novel yang mengeluh penglihatannya
mulai kabur.

Nearl, mencurahkan semua kehidupannya demi menyampaikan kata-


katanya sambil menulis sebuah novel, dengan penglihatannya yang
semakin memburuk membuatnya terguncang. Hal ini berubah dari sekedar
penglihatan yang kabur menjadi kebutaan, dan nampaknya itu berefek
kepada kesehatannya.

Dr. Nikidi tentunya tidak tahan melihat kondisi istrinya tersebut dan dia pun
mulai merancang yang namanya ‘Boneka Pos’. Pada saat itu ciptaannya
hanya untuk istrinya semata, namun rancangannya itu tersebar luas dan
segera melayani berbagai orang. Sekarang Boneka Pos telah dikenal oleh
banyak orang, bahkan telah tersedia untuk disewa dengan harga yang
terjangkau.

1
Bab I : Seorang Novelis dan sebuah
Boneka Pos
Roswell adalah sebuah kota hijau, yang dinaungi oleh keindahan alamnya.
Roswell memamerkan keindahannya diantara kaki gunung yang tinggi.
Diantara semua itu, Roswell dikenal sebagai tempat liburan pada saat
musim panas, Roswell adalah kota villa dan pondok yang jauh dari rumah.

Villa dan pondok penginapan tersebar disepanjang kota dan membentuk


barisan atap kayu yang beraneka ragam, dari ukuran yang terkecil ke yang
terbesar. Harga tanah di Roswell tidaklah murah. Memiliki rumah di roswell
adalah bukti kemakmuran yang cukup.

Di pusat kota, banyak sekali toko yang menyusuri satu jalan utama yang
melayani turis tanpa henti. Selama liburan, koridor ini pasti penuh dengan
pembeli, dan orang-orang menciptakan keramaian yang sesuai dengan
kehidupan kota, masing-masing menenunkan kebahagiaan ke dalam irama
jalanan kota itu.

Dengan keragaman itu, tidak ada yang menjelek-jelekan tempat tersebut


meski tempat tersebut merupakan pedesaan pinggiran yang sepi. Dan
diantara keragaman tersebut juga, kebanyakan orang biasanya
membangun villa di kota itu demi kenyamanan, dan siapa pun yang
membangunnya di tempat lain akan dianggap aneh.

Saat ini adalah musim gugur, awan yang berada di langit tampak tinggi.
Jauh dari kaki gunung, yang terletak di dekat danau yang tidak begitu
dikenal sebagai tempat wisata, ada satu rumah. Rumah bergaya tradisional
dengan ciri-ciri yang luar biasa, seolah-olah mengungkapkannya bahwa
pemilik nya memiliki banyak keuntungan.

Tapi dilihat dari aspek lain, rumah itu seolah-olah juga milik seseorang yang
tidak begitu peduli dengan rumahnya, rumahnya dalam kondisi yang buruk,

2
dan dengan kesan ditinggalkan. Di luar gerbang berbentuk lengkung yang
berwarna cat putih bersih, sebuah taman yang dipenuhi rumput liar dan
bunga tanpa nama bisa ditemukan, begitu juga dengan dinding bata merah
rusak yang sepertinya tidak akan diperbaiki. Ubin atap retak di sana-sini,
tampaknya dulu sejajar dan rapi di masa lalu namun sekarang telah rusak
dan terkupas secara buruk.

Di sebelah pintu masuk rumah itu ada ayunan yang terlilit oleh tumbuhan,
dan nampaknya tidak lagi bisa bergerak. Itu merupakan tanda bahwa dulu
ada anak-anak yang tinggal disini, begitu pula isyarat bahwa anak tersebut
tidak lagi ada disini.

Pemilik rumah ini adalah seorang pria paruh baya yang bernama Oscar. Ia
telah mempertahankan karirnya di industri penulisan sebagai dramawan
(pengarang drama). Dia adalah seorang pria berambut merah yang
memiliki kebiasaan memakai kacamata berlensa tinggi yang memiliki frame
berwarna hitam. Dia berwajah kecil dan badannya sedikit membungkuk ke
depan, yang membuatnya terlihat lebih muda dari seharusnya dan selalu
mengenakan sweater, karena dia sensitif terhadap pilek. Orang yang benar-
benar normal yang tidak menggambarkan bahwa dia bisa menjadi
protagonis dalam suatu cerita atau semacamnya.

Rumah ini bukan hanya milik Oscar semata, rumah ini dibuat dengan
keinginan tulusnya untuk menghabiskan hidupnya bersama istrinya beserta
anak perempuannya yang masih muda. Rumah tersebut memiliki ruangan
yang cukup untuk ditempati mereka bertiga. namun saat ini hanya ada
Oscar disana, istri dan anaknya telah lama meninggal dunia.

Penyebab kematian istri Oscar adalah semacam penyakit. Nama


penyakitnya adalah pembekuan pembuluh darah. Apalagi, itu turun temurun,
dan istrinya mewarisinya dari ayahnya. dia telah menjadi yatim piatu karena
tingginya angka kematian di keluarganya, Oscar mendapati kebenaran yang
mengerikan mengenai istrinya, yang selama ini kesepian dari banyaknya
kehilangan kerabatnya.

“Dia takut, jika Anda tahu, Anda mungkin tidak akan menikahi wanita yang
sakit, jadi dia merahasiakannya.”

3
Orang yang telah memberitahunya adalah sahabat terbaik istrinya. Pada
saat pemakamannya,ia menerima semacam pesan itu darinya, satu
pertanyaan terus bergema di kepala Oscar.

"Mengapa? Mengapa? Mengapa?"

Jika dia telah memberitahunya sebelumnya, berapa pun harganya,


bersama-sama, mereka bisa mencari obat. Mereka bisa menghabiskan
sejumlah uang ekstra yang mereka dapatkan dengan menumpuk tabungan
mereka, terlepas dari pengeluarannya.

Terlihat jelas bahwa istri Oscar tidak menikahi dia demi mengincar
kekayaannya. Dia pertama kali bertemu dengannya sebelum menjadi
dramawan, dan pertemuan mereka berlangsung di perpustakaan yang
sering dia kunjungi, sementara orang yang pertama kali melihatnya adalah
mantan pustakawan – yang tidak lain merupakan Oscar sendiri.

Kupikir dia... orang yang cantik. Sudut buku baru yang dia baca selalu
menarik. Selagi aku jatuh cinta dengan buku-buku itu, aku juga jatuh cinta
padanya.

"Kenapa?" Diulang beberapa ratus juta kali. Ada lagi yang hilang dari
pikirannya.

Teman terbaik istrinya adalah orang yang baik hati, dan saat dia kehilangan
hatinya dengan kematian istrinya, dia dengan penuh semangat merawatnya
dan anak perempuannya yang kecil. Dia akan menyiapkan makanan panas
untuk Oscar, yang akan lupa makan sepanjang hari jika dibiarkan sendiri,
dan mengepang rambut gadis kecil yang menangis dan meratapi tidak
adanya ibu yang biasa melakukannya.

Mungkin ada sedikit cinta sepihak yang terlibat. Suatu ketika, saat berada di
tempat tidur dengan demam tinggi, orang yang telah berulang kali
mengantarkan putrinya ke rumah sakit adalah dia. Orang yang pertama kali
mengetahui bahwa gadis itu memiliki penyakit yang sama dengan ibunya
bukanlah ayahnya, tapi teman terbaik ibunya.

4
Apa yang telah terjadi, kemudian berkembang dengan perlahan, tapi di
mata Oscar, itu tidak mungkin lebih. Mereka hanya mengandalkan dokter
terkenal dan tak tertandingi, tidak seperti saat istrinya mengalami kesulitan
yang sama. Dari satu rumah sakit besar ke rumah sakit yang lain, mereka
menundukkan kepala ke banyak orang, meminta bantuan dan
mengumpulkan informasi untuk menguji obat baru.

Obat-obatan dan efek sampingnya adalah dua sisi dari mata uang yang
sama. Putrinya akan menangis setiap kali dia mengambilnya. Karena dia
tidak dapat melepaskan pandangannya dari penderitaan orang yang
dicintainya, hari-hari keperawatannya menggerogoti hatinya yang mulai
terkorosi lebih jauh lagi.

Apa pun jenis pengobatan baru yang mereka coba, situasi putrinya tidak
menjadi lebih baik. Pada akhirnya, dari sumber daya, petugas medis
menyerah dan menyatakan bahwa dia tidak dapat disembuhkan.

"Aku ingin tahu apakah istriku merasa sedih setelah diberi isyarat ke dunia
bawah ..." dia bertanya-tanya tentang hal itu dan hal-hal bodoh yang serupa
berulang-ulang akhirnya. "Tolong jangan bawa dia bersamamu." Dia berdoa
di depan kuburannya, tapi orang mati tidak punya mulut untuk
membalasnya.

Oscar kelelahan secara mental, tapi yang pertama kali patah semangat
adalah teman terbaik istrinya, yang telah mengikuti mereka melalui banyak
rumah sakit sampai sekarang. Ia dari waktu ke waktu semakin jarang
mengunjungi rumah sakit dengannya, sampai pada akhirnya Oscar dan
putrinya benar-benar sendirian.

Berkat rutinitas harian berisi banyak resep, pipi putrinya, yang sebelumnya
menyerupai kelopak mawar di atas susu putih, telah menjadi kuning dan
sangat mengerikan. Rambutnya yang dulu berbau harum dan terlihat seperti
madu dengan cepat merontok.

Dia tidak tahan melihatnya. Itu benar-benar sosok yang tidak bisa dia tahan
menatapnya.

5
Akhirnya, Oscar bertengkar dengan salah satu dokter, sehingga putrinya
harus tidak mengambil apa-apa selain obat penghilang rasa sakit. Dia tidak
berharap selama sisa hidupnya yang singkat untuk bahagia dengan
penderitaan.

Sejak saat itu, hanya sedikit kedamaian. Hari yang santai melihat senyum
putrinya untuk pertama kalinya dalam beberapa saat. Sisa-sisa hari
keberuntungan mereka berlanjut setelah itu.

Cuaca indah pada hari dia meninggal, musim gugur yang membawa warna
dari segala sesuatu di sekitarnya. Langit terang benderang. Pohon berwarna
merah dan kuning bisa dilihat dari jendela rumah sakit.

Di rumah sakit, ada air mancur yang tampak seperti oasis, dan di permukaan
airnya, daun-daun yang jatuh dari sekitarnya perlahan melayang. Saat jatuh,
mereka hanyut dan mengambang di atas air, berkumpul seolah-olah ditarik
oleh magnet. Putrinya mengatakan itu 'cantik'.

"Kuning daun yang bercampur dengan biru airnya sangat cantik. Hei, bisakah
aku berjalan di atas mereka tanpa jatuh? "

Ide kekanak-kanakan. Sudah jelas bahwa daunnya akan segera hilang


karena gravitasi dan berat badannya dan tenggelam. Meski begitu, Oscar
tidak membantahnya.

"Jika kamu memiliki payung, kamu bisa menggunakan angin dan


kemungkinan kamu akan benar benar bisa melayang diatasnya" Dia dengan
bercanda menjawab, ingin memanjakan anak yang tidak bisa diselamatkan,
meski hanya sedikit.

Mendengar itu, putrinya sempat tertawa terbahak-bahak.

"Suatu hari aku akan menari untukmu. Di danau, di rumah kita. Saat daun
melayang melintasi air di musim gugur.."

Suatu hari nanti.

6
Suatu hari nanti, dia akan menunjukkan kepadanya.

Setelah itu, putrinya, setelah terbatuk batuk, tiba-tiba ia meninggal.

Saat dia memeluk tubuhnya yang tak bernyawa, dia menyadari betapa
ringannya tubuhnya itu. Bahkan untuk mayat yang tidak lagi memiliki jiwa, itu
pun terlalu ringan. Seandainya apakah ia benar benar hidup? atau selama ini
semua itu hanyalah sebuah mimpi?, Oscar bertanya pada dirinya sendiri
saat dia meneteskan air mata.

Dia telah menguburkan putrinya di pemakaman yang sama dengan istrinya,


kembali ke tempat mereka bertiga tinggal bersama dan melanjutkan
hidupnya dengan tenang.

Oscar memiliki kekuatan ekonomi yang cukup untuk hidup tanpa apapun
yang memengaruhinya, karena naskah yang dia tulis digunakan di mana-
mana, sehingga akumulasi tabungan dari pembayarannya membuat dia
tidak mungkin mati karena kelaparan.

Setelah bertahun-tahun berkabung untuk putrinya dan istrinya, dia didekati


oleh seorang rekan pekerjaan lamanya, yang telah bertanya kepadanya
apakah dia bisa menulis naskah lagi. Bagi Oscar, yang hanya memajang
namanya di industri ini, permintaan dari kelompok teater yang dikagumi oleh
semua orang merupakan sebuah kehormatan.

Hari malas, tidak bermoral, sedih. Manusia adalah makhluk yang mudah
lelah menjadi sedih atau bahagia, dan tidak bisa terus baik selamanya. Itulah
sifat mereka.

Oscar telah menerima tawaran tersebut dengan umpan balik langsung,


memutuskan untuk terus memegang pena sekali lagi.

Namun, sejak saat itulah masalahnya dimulai.

Demi melarikan diri dari kenyataan yang amat buruk, Oscar sudah mulai
minum-minuman keras. Itu juga berfungsi sebagai obat untuk bisa memiliki
mimpi yang baik. Berkat bantuan seorang dokter, dia berhasil mengatasi

7
alkohol dan narkoba, namun dia terbelenggu dengan getaran di tangannya.
Entah dia menulis di atas kertas atau dengan mesin ketik, dia tidak bisa kerja
dengan benar.

Keinginan untuk menulis, bagaimanapun, tetap ada di dadanya. Yang harus


dia lakukan hanyalah menemukan sarana untuk memasukkannya ke dalam
kata-kata. Ketika dia meminta saran dari rekan kerja lama yang telah
mengajukan permintaan kepadanya, ia mengatakan kepadanya, "Ada
sesuatu yang bisa membantumu. Kau harus mencoba menggunakan
Boneka Pos"

"Apa itu?"

"Ahh kamu begitu terputus dari dunia kawanku, lebih seperti tersingkir
darinya pada tingkat yang mengkhawatirkan. Mereka terkenal. Saat ini, kau
bisa menyewakannya dengan harga yang relatif rendah. Ah iya, itu yang
akan kita lakukan, aku akan memesankan satu untukmu sebagai uji coba."

"Boneka bisa membantuku? "

"Mereka sekretaris khusus."

Oscar kemudian memutuskan untuk menggunakan alat yang namanya baru


saja ia ketahui. 'Boneka Pos'. Pertemuan dengannya dimulai dari sana.

Seorang wanita mendaki jalan gunung. Rambutnya yang lembut dan


dikepang dipegang oleh pita merah tua, sementara tubuhnya yang kurus
terbungkus gaun dasi pita putih salju.

Rok sutra lipatnya bergoyang rapi saat dia berjalan, bros zamrud di dadanya
berkilauan. Jaket yang dikenakannya di atas gaun itu berwarna biru tua yang
kontras. Dilengkapi dengan sepatu botnya yang panjang, yang berwarna
coklat.

Sambil memegang tas koper yang tampak berat, dia berjalan melewati
gerbang lengkung putih rumah Oscar. Tepat pada saat dia melangkah ke
halaman depan rumah, hembusan angin musim gugur bertiup dengan

8
berisik. Daun merah, kuning dan coklat yang berguguran menari-nari di
sekeliling tempat dia berdiri.

Mungkin karena tirai daun musim gugur, bidang penglihatan terhadapnya


agak kurang jelas. Wanita itu lalu mencengkeram bros di dadanya. Dia
menggumamkan sesuatu dengan suara rendah, lebih rendah dari suara
hujan daun yang mengepak, yang meleleh ke udara tanpa ada orang yang
bisa mendengarnya.

Saat angin nakal tenang, atmosfir hati wanita itu lenyap, dan tanpa ragu
sedikit pun, dia menekan bel rumah dengan satu jari yang bersarung tangan
hitam. Bel yang mengerang bergema seperti jeritan dari kedalaman neraka,
dan tak lama kemudian, pintunya terbuka. Pemilik rumah, si rambut merah
Oscar, menunjukkan wajahnya. Dia mengenakan pakaian berantakan di
depan tamu, seolah baru terbangun atau tidak tidur sama sekali.

Saat Oscar menatap wanita itu, dia sedikit bingung. Apakah karena dia
memiliki penampilan yang aneh? Atau apakah karena dia terlalu memukau?
Apapun itu, dia harus menarik napas dalam-dalam.

"Apakah anda... Boneka Pos?"

"Tepat. Saya buru-buru mencari layanan untuk klien. Aku adalah Boneka Pos
Ambriel."

Wanita berambut pirang bermata biru yang memiliki kecantikan yang


sepertinya langsung keluar dari dongeng menjawab dengan nada monoton,
tanpa tersenyum tipis.

Wanita bernama Ambriel itu sosok yang anggun dan menawan seperti
boneka biasa. Bola mata birunya yang sebagian bersinar seperti samudra,
dengan pipi merah muda berwarna sakura di atas kulit putih susu dan bibir
yang mengkilap yang berkilau. Seorang wanita dengan keadilan mirip
dengan bulan purnama, tidak ada kekurangan apapun. Kalau bukan karena
dia berkedip, dia bisa dengan mudah menjadi artefak di beberapa galeri.

Oscar sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang Boneka Pos, jadi

9
meminta rekan kerja lamanya untuk mengaturnya untuknya.

“Dia akan dikirim ke sana dalam beberapa hari." Itulah yang diberitahukan
kepadanya dan setelah dia menunggu, dia dikunjungi olehnya.

“Saya yakin yang akan saya terima dari tukang pos adalah sebuah kotak
berisi boneka kecil mirip robot. Untuk berpikir itu akan menjadi android yang
sangat mirip dengan manusia... Seberapa banyak peradaban meningkat
sejak saya mengasingkan diri di sini?

Oscar hanya terus menjauhi dari berhubungan dengan dunia luar. Dia tidak
membaca koran atau majalah dan jarang bergaul dengan siapa pun. Selain
teman-temannya, satu-satunya orang yang dia hubungi adalah kasir di toko
mini market dan tukang pos yang kadang-kadang memberinya paket.

Ia segera menyesal karena tidak mencari informasi dan mengatur segala


sesuatunya sendiri. Jelas dia seharusnya meluangkan lebih banyak waktu
untuk menyelidiki tentang boneka itu sebelum memberikan persetujuannya.
Pikiran untuk memiliki orang lain di rumah itu yang tadinya diperuntukkan
bagi keluarganya yang sudah lama hilang itu tidak cocok dengan dirinya.

“Rasanya aku seperti mengkhianati keluargaku...”

Tanpa mencoba memahami pemikiran Oscar, Ambriel duduk di sofa ruang


tamu yang telah diperintahkan kepadanya. Saat ditawari teh hitam, dia
meminum semuanya dengan rapi, yang sepertinya menunjukkan bahwa
mesin-mesin saat ini telah berkembang dengan sangat baik.

"Apa yang terjadi dengan teh hitam yang Anda minum?"

Merasa dirinya ditanyai, Ambriel sedikit memiringkan kepalanya sedikit. "teh


ini akhirnya akan habis dari tubuh saya dan kembali ke bumi?" Jawabanya.
Itu adalah jawaban yang sangat khas untuk sebuah robot.

"Jujur... saya kaget. Hum, kamu sedikit berbeda... dari apa yang saya
bayangkan. "

10
Ambriel memeriksa penampilannya sendiri dengan sekilas, lalu menoleh ke
arah Oscar, yang menatapnya tanpa duduk di kursi yang berdekatan.

"Apakah ada hal tentang saya yang tidak sesuai dengan yang anda
harapkan?"

"Tidak... itu bukan maksudku..."

"Jika Tuan tidak keberatan menunggu, saya bisa meminta Perusahaan untuk
mengirim boneka lain."

"Bukan itu yang saya maksud... tidak, lupakan saja. Selama Anda bisa bekerja,
tidak masalah. Anda tidak tampak seperti tipe orang yang berisik. "

"Jika Anda mau, saya juga bisa bernapas dengan lebih tenang."

"Anda tidak perlu susah-susah sampai melakukan itu"

"Saya datang ke sini untuk menjadi asisten Tuan. Saya akan bekerja untuk
menyenangkan Anda sehingga saya tidak akan menodai nama Boneka Pos.
Tidak masalah alat apapun yang saya pakai, pena dan kertas atau mesin
ketik. Tolong, gunakan aku seperti yang kau mau. "

Seperti yang dia katakan dengan mata birunya yang besar seperti gemerlap
menatapnya dengan intens, jantung Oscar berdegup kencang, dan dia
mengangguk sambil berkata "oke".

Ia menyewanya selama dua minggu dan selama itu mereka harus


menyelesaikan scriptnya sebelum tiba tenggat waktu penulisan.

Oscar mulai memperbarui dirinya dan membawanya ke ruang kerjanya dan


berencana untuk segera mulai bekerja. Namun, yang Ambriel lakukan
pertama kali bukanlah menulis, tapi membersihkan kamarnya.

Ruangan yang juga merupakan kamar tidur itu berisikan pakaian yang
sebelumnya dikenakan Oscar sebelumnya dan piring dengan sisa makanan
terakhirnya di atas lantai itu adalah pemandangan yang tidak mengenakkan

11
mata. Ruangan itu sangatlah sempit dan berantakan, bahkan akan sulit
untuk berjalan di ruangan tersebut.

Ambriel menatapnya dengan mata birunya. "Anda memanggil saya ke sini


dengan tempat dalam kondisi ini?" Matanya terlihat seperti menegur oscar.

"Maafkan saya…"

Sudah jelas bahwa itu bukan ruangan yang pantas bagi seseorang untuk
bekerja. Sejak ia menjadi sendirian, ia tidak menggunakan ruang tamu, yang
mengapa tempat itu masih bersih, tapi kamar tidur, dapur dan kamar mandi
rumah itu berada dalam keadaan mengerikan.

Oscar merasa sedikit lega karena Ambriel adalah boneka mekanik. Usia
tubuhnya sepertinya berasal dari seseorang berusia 10 sampai pertengahan
20-an. Dia tidak ingin menunjukkan sesuatu yang begitu memalukan untuk
dilihat seorang gadis asli.

"Tuan, saya sekretaris, bukan pembantu." Dia berkata sambil menarik keluar
tasnya dengan celemek berwarna putih, dengan rela melanjutkan untuk
membereskan semuanya.

Hari pertama berakhir begitu saja.

Pada hari kedua, mereka berdua duduk di ruang kerja dan memulai
pekerjaan mereka. Oscar berbaring di tempat tidurnya sementara Ambriel
duduk di kursi dan menggunakan mesin ketik di atas meja.

Saat Oscar mendiktekan, sentuhan buta diam-diam menuliskan setiap huruf


dengan kecepatan luar biasa. Dia mengamatinya, dan benar-benar terkejut.

"Cukup... cepat, ya."

Setelah dipuji, Ambriel melepaskan salah satu sarung tangan hitam yang
masuk ke lengan bajunya dan menunjukkan salah satu lengannya. Itu
adalah logam. Jari-jarinya terasa lebih kaku dan lebih mirip robot daripada

12
bagian lain dari tubuhnya.

"Saya dipekerjakan oleh perusaan untuk bekerja dengan praktis. Ini adalah
standar dari perusahaan Esterk, oleh karena itu tingkat daya tahan saya
tinggi, dan hal itu memungkinkan untuk membuat gerakan dan
menggunakan kemampuan fisik yang tubuh manusia biasanya tidak akan
mampu. Saya bisa mengetikkan kata apapun yang Tuan katakan tanpa
kelalaian. "

"Apakah begitu... ya… kau tidak perlu menuliskan apa yang saya katakan
sekarang. Hanya kata-kata yang diperuntukkan untuk naskah saja. "

Oscar melanjutkan pendikteannya. Mereka mengambil beberapa istirahat,


tapi untuk hari pertama menulis nampaknya semua baik baik saja. Lagi pula,
konsep ceritanya sudah tersimpan di suatu tempat didalam benaknya
bukanlah hal yang sulit untuknya untuk menemukan kata kata yang tepat.

Saat Oscar berbicara, dia menyadari bahwa Ambriel hebat sebagai


pendengar cerita dan sekretaris. Dia telah melepaskan kesan ketenangan
sejak awal, dan selama bekerja, hal itu terlihat semakin jelas. Meskipun dia
tidak memintanya, dia benar-benar tidak bisa mendengarnya bernapas,
yang terdengar hanyalah bunyi mesin ketik. Jika dia mengalihkan
pandangannya, dia mendapat kesan bahwa mesin ketik sedang mengetik
sendiri. Kapan pun dia bertanya sampai apa yang telah dia tulis, dia akan
membacakannya kepadanya, suaranya yang ramah dan pembacaannya
yang bagus adalah sesuatu yang menyenangkan untuk didengarkan. Jika
dia adalah narator, ceritanya akan terdengar seperti khotbah yang khidmat.

“Aku mengerti, pantas saja ini popular”

Oscar dapat menyaksikan kehebatan Boneka Pos. Namun, meski keadaan


berjalan lancar sampai hari ketiga… mulai hari keempat, ada periode blok
penulis/Art Block. Itu adalah sesuatu yang umum di antara para penulis. Ada
kalanya isi yang harus dituliskan sudah dipikirkan, tapi kata-kata yang tepat
untuk ditempatkan tidak sesuai.

Dari pengalamannya selama bertahun-tahun, Oscar memiliki metode untuk

13
mengatasi saat dia tidak bisa menulis. Yaitu dengan menghindari penulisan.
Dia percaya bahwa tidak ada keuntungan dari memaksakan dirinya untuk
menulis dan lebih baik untuk tidak menulis, karena ia pikir idenya akan lebih
baik untuk disimpan di dalam dirinya sendiri. Dengan begitu idenya takkan
berantakan dan juga masih bisa dikembangkan.

Dia merasa tidak enak terhadap Ambriel, dia harus membuatnya menunggu.
Agar tidak membuatnya duduk santai, dia memintanya melakukan
pembersihan, cuci dan memasak. Tentu, dia dilengkapi dengan watak yang
spontan seperti seorang pekerja keras.

Sudah lama sekali sejak dia makan makanan hangat yang dibuat oleh orang
lain. Dia biasanya melakukan pemesanan dari layanan delivery dan juga
sesekali makan di luar, tapi makanan semacam itu bila dibandingkan
dengan makanan sederhana yang disiapkan melalui kerja keras seseorang
yang bermaksud baik, rasanya berbeda.

Dia memakan omelet yang tidak biasa yang setiap gigitannya meleleh di
mulutnya. Dia makan sepotong hamburger yang dicampur dengan tahu,
disajikan sebagai "resep eksotis yang dibawa jauh dari Timur". Dia memakan
nasi yang dicampur dengan saus tajam dan sayuran berwarna-warni. Dia
makan potato au gratin, permata langka di tanah pegunungan ini. Ambriel
mau tidak mau menyeimbangkan makanan dengan beberapa jenis salad
atau sup di sampingnya. Oscar cukup kagum dengan semuanya.

Saat makan, dia menatapnya pelan dan tidak mengucapkan sepatah kata
apa pun.

Bahkan saat dia mengundangnya untuk bergabung dengannya, dia dengan


sopan, namun tegas, menolak. "Terima kasih, tapi saya akan makan sendiri
sesudahnya." Dia telah melihat dia mengkonsumsi cairan pada hari pertama,
tapi dia belum pernah melihatnya makan makanan padat. Mungkin itu diluar
jangkauannya. Jika memang begitu, bagaimana jika dia minum minyak saat
dia tidak melihat? Saat dia mencoba membayangkannya,beberapa
bayangan nyata muncul di pikirannya.

--Tiada masalah… bila kita makan Bersama

14
Dia berpikir demikian dalam pikirannya, tanpa mengatakannya dengan
lantang.

Dia benar-benar berbeda dari istrinya, tapi ada sesuatu di balik


punggungnya saat dia memasak dan hal itu membawa perasaan yang
familiar. Saat dia mengamati dia, entah mengapa, dia diserang oleh
kesedihan yang berlebihan dan sudut matanya terasa panas. Dengan itu, dia
mengerti betul bagaimana rasanya membiarkan orang luar masuk ke dalam
rutinitasnya.

--Maksudku... gaya hidup yang kumiliki selama ini benar-benar sepi.

Kegembiraannya melihat Ambriel pulang dari tugas. Kelegaan mengetahui


bahwa dia tidak sendiri saat dia merasa tertidur di malam hari. Fakta bahwa
dia akan berada di sana saat dia membuka matanya lagi, bahkan tanpa
melakukan apapun. Semua itu membuat Oscar menyadari bahwa betapa
penyendirinya dia.

Dia punya uang dan tidak ada masalah ekonomi dalam hidupnya. Namun,
itu tidak lebih dari perisai psikologis yang melindungi dirinya dan mencegah
hatinya untuk mengeras lebih jauh. Itu tidak dijamin bisa menyembuhkan
luka apapun. Namun sekarang seseorang berada disampingnya bahkan bila
ia bersama orang yang belum ia kenal secara dekat, orang tersebut bangun
di pagi hari di tempat yang sama dengannya

Hal ini menembus hati Oscar yang selalu tertutup, yang selama ini selalu
sendirian.

Ambriel yang masuk ke dalam hidupnya seperti air mengalir. Sebuah


perubahan kecil di danau yang masih ada. Satu-satunya hal yang
tertangkap dalam arus seperti itu adalah kerikil yang tidak penting, tapi untuk
kehidupan yang tidak berasa seperti itu, rasanya seperti perubahan besar
bagi danau yang tenang.

Apakah itu perubahan yang baik atau buruk? Jika dia memutuskan, dia akan
mengatakan itu baik. Paling tidak, air mata yang meluap dari duka yang

15
dirasakannya saat berada di sekitarnya jauh lebih baik daripada yang telah
dia teteskan selama ini

Setelah tiga hari lagi dengan Ambriel berlalu, Oscar bangkit berdiri lagi. Dia
mendapatkan inspirasi karena telah melihat sebuah pemandangan yang
spesifik.

Kisah yang ditulis Oscar tentang Ambriel adalah tentang petualangan


seorang gadis sendirian. Gadis yang telah meninggalkan rumah,
mengunjungi banyak negeri, berhubungan dengan banyak orang dan
menyaksikan banyak kejadian, sehingga membuatnya tumbuh dewasa.

Motif gadis itu adalah putrinya yang berpenyakit.

Pada akhir dari ceritanya, gadis itu kembali ke rumah yang telah dia
tinggalkan. Ayahnya telah menunggunya di sana, dan tidak tahu apakah itu
benar-benar dia, karena dia telah berubah banyak. Gadis yang sedih itu
memintanya untuk mengingatnya, mengingatkannya akan sebuah janji
yang pernah mereka panjatkan di masa lalu, untuk mencoba menyeberangi
danau di dekat rumah mereka dengan berjalan di atas daun yang
berguguran dan jatuh di atas air.

"Manusia tidak bisa berjalan di atas air."

"Aku cuma mau membuat gambarannya saja . Aku akan membuat gadis itu
dibantu suatu berkah melalui roh air yang ia dapat di tengah
petualangannya. "

"Meski begitu, aku tidak setuju dengan ini. Gadis dari cerita ini periang dan
terlihat sangat tidak berdosa. Itu sama sekali tidak seperti diriku. " ujar
Ambriel

Oscar menyuruh Ambriel mengenakan pakaian yang meniru karakter


utamanya dan bertanya apakah dia bisa bermain-main sedikit di tepi
danau. Dia sudah membuatnya melakukan pembersihan, cuci pakaian dan
keperluan rumah lainnya, dan yang terpenting, meminta bantuan seperti itu.
Seperti dia adalah seorang pembantu.

16
Bahkan Ambriel yang merupakan seorang wanita profesional yang gigih, dia
tampak kesal dan berkata, "Orang yang merepotkan..."

"Warna rambutmu ... agak berbeda, namun mirip seperti rambutnya, seperti
anak perempuanku. Jika kamu ubah sedikit, pasti..."

"Tuan, saya hanyalah seorang sekretaris. Boneka Pos. Aku bukan istri atau
selirmu. Saya juga tidak bisa menjadi pengganti."

"Sa-saya tahu itu. Saya tidak akan memiliki minat seperti itu pada gadis
sepertimu. Hanya saja... penampilanmu... jika putriku masih hidup, kurasa ...
dia pasti sudah tumbuh seperti orang seperti itu."

Penolakan tegas Ambriel hancur saat itu.

"Saya pikir anda hanya terlalu keras kepala... jadi anak anda telah meninggal
dunia?" Dia menggigit bibirnya dengan lembut. Wajahnya tampak
menunjukkan hati nuraninya berkonflik."

Selama beberapa hari ini, Oscar sudah mulai mengerti satu hal tentang
dirinya. Hal itu adalah, bagaimana Ambriel berpegang pada apa yang
dianggap 'benar' saat dia berada di antara hal-hal baik atau buruk.

"Saya adalah Boneka Pos... Saya ingin mengabulkan permintaan klien saya...
tapi yang ini melanggar peraturan kerja saya..."

Dia bersikap seolah-olah sedang dalam gulat dengan dirinya sendiri, dan
meski Oscar merasa tidak enak untuk itu, dia mencoba untuk terakhir kalinya.
"Jika anda bisa membangun citra gadis itu sebagai orang dewasa, pulang ke
rumah, siap memenuhi janjinya, keinginan saya untuk menulis akan segera
dihidupkan kembali. Yah, jika anda menginginkan hadiah, saya bisa
memberikan apapun. Saya bisa membayar dua kali lipat harga asli Anda.
Cerita ini sangat berharga bagiku. Saya ingin menyelesaikan penulisannya,
dan menjadikannya tonggak hidup saya. kumohon…"

"Tapi... aku... bukan boneka dress-up..."

17
"Kalau begitu aku tidak akan memotretmu atau apa pun."

"Anda tadinya bermaksud untuk memoretku...?"

"Aku akan membakarnya (memasukkannya) ke dalam ingatanku, dan


menulis ceritanya hanya dengan mengingatnya."

Ambriel memikirkannya sedikit lebih lama dengan wajah cemberut setelah


itu, ia akhirnya memenuhi permintaan itu, mengalah pada ketekunan Oscar.
Dia bisa menjadi tipe yang menjadi lemah saat diberi paksaan.

"Khawatir atau tidak. Semuanya... harus sesuai keinginan Tuan. "Setelah


meyakinkan dengan suara yang jelas, Ambriel melangkah lebar dan
melompat.

Meski dia jauh dari dia, sedetik pun, dia terbang melewati sorotan Oscar.
Kecepatan itu seperti angin itu sendiri.

Sebelum melangkah ke danau, Boneka Pos itu dengan tegas menendang


bumi. Dampaknya cukup kuat untuk mengguncang tanah. Kaki tangguhnya
membuat kemungkinan melompat ke ketinggian yang menakutkan. Seperti
dia baru saja menaiki tangga ke surga. Mulut Oscar tampak terbuka lebar
pada saat melihat kekuatan supernya itu.

Sejak saat itu, segala sesuatu sepertinya terjadi dalam gerak lambat.

Menjelang titik kritisnya, Ambriel mengangkat payung yang diambilnya dan


membukanya dengan cepat. Rasanya seperti bunga mekar. Potongan
payung bergoyang indah, dan seolah memprediksi waktu yang tepat, angin
mendorong kakinya ke depan. Rok dan payungnya melotot lembut di udara,
roknya mencuat. Sepatu bot renda yang panjang dengan lembut melangkah
ke daun yang berguguran mengambang di permukaan air.

Itu adalah satu saat. Itu satu detik. Itu satu gambar. Adegan yang sejelas
fotografi terukir di dalam memori Oscar. Seorang gadis dengan payung

18
berayun dan rok mengepak, melangkah ke permukaan danau. Sama seperti
penyihir.

Kata-kata putrinya dari hari detak jantungnya berhenti kembali kepadanya.

"Aku akan menunjukkannya kepadamu suatu hari nanti. Di danau yang dekat
dengan rumah kita, saat daun yang gugur di musim gugur berkumpul di
permukaan air.”

“Suatu hari nanti... akan kutunjukkan padamu suatu hari nanti, ayah. "

Sebuah suara... suara dari gadis yang akhirnya dia lupakan di dalam
pikirannya.

"Ayah…" suara manis yang pelan terdengar. "Akan kutunjukkan padamu suatu
hari nanti, ayah."

--Ah, itu benar Kamu, dengan suara itu, akan menghiburku dengan polosnya.
Kamu telah mengatakan itu, bukan? Kita punya janji. Aku sudah lupa, aku
sudah lupa semuanya. Untuk waktu yang lama, aku tidak bisa memaksa diri
untuk mengingatmu dengan benar, jadi aku senang kita bertemu lagi.
Bahkan sebagai ilusi, aku senang bisa bertemu denganmu. Wanita kecilku
yang ramah. Milikku Harta yang kubagi dengan orang yang paling berharga.
Aku tahu... itu pasti tidak bisa terpenuhi. Namun kita tetap menjanjikannya.
Janji itu, kematianmu... mereka menghancurkanku, sambil mendorongku
untuk terus hidup sampai sekarang. Dan sampai sekarang, aku terus
menyeret diriku melewati kehidupan. Aku hidup berantakan, mencari sisa-
sisa dirimu. Aku telah menyesalinya, tapi saat ini... saat dimana seseorang
yang bukan dirimu menghubungkanku denganmu... adalah sebuah
kesempatan, sebuah pertemuan dan sebuah pelukan. Yang aku ingin
melihatnya, berpikir itu akan membuatku ingin hidup lagi dengan
benar. yang namanya bahkan tidak bisa kubisikkan dari kesedihanku ini.
Aku... ingin sekali lagi melihatmu yang ramah sekali lagi. Anggota keluarga
terakhir yang kutinggalkan. Selalu, selalu, aku selalu ingin bertemu
denganmu. Aku mencintaimu

Dia sangat senang dia sebenarnya ingin tersenyum, namun ...

19
"Fu ... eh ... eh ..."

Isak tangisan saja yang keluar. Air mata yang mengalir seolah-olah mulai
membuat waktu Oscar yang terhenti dan mulai lagi.

"Aah... tidak..."

Dia bisa mendengar bunyi sebuah jam. Itu adalah suara detak jantungnya
yang sebelumnya dingin.

"Aku benar-benar..."

Sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, dia menyadari


betapa tidak menyenangkan dan melelahkannya hal itu. Berapa lama
waktunya sudah terhenti sejak kedua orang itu meninggal?

"aku ingin kau hidup... hidup dan... tumbuh... lebih banyak..."

Menunjukkan betapa cantiknya dirimu. Aku ingin melihatmu seperti itu. Dan
setelah bisa melihatmu dalam bentuk itu, aku ingin mati sebelum dirimu.
Sebelum dirimu, setelah diurus oleh aku, aku ingin mati seperti itu. Aku tidak
mampu... untuk merawatmu dan melihatmu tumbuh. Bukan seperti itu yang
kuinginkan.

"Aku ingin melihatmu…"

Air mata Oscar mengalir dari pipinya dan menetes ke tanah. Suara Ambriel
yang melangkah ke danau bergema di seputar dunia tangisannya. Saat kilau
hilang, dan suara putrinya yang akhirnya diingatnya segera terlupakan lagi.
Ilusi wajah tersenyum juga menghilang seperti gelembung sabun.

Oscar memblokir bidang penglihatannya tidak hanya dengan tangannya,


tapi juga dengan mata terpejam. Dia menolak dunia yang tidak lagi
dimilikinya.

Ah, tidak apa-apa kalau aku mati sekarang juga. Tidak peduli berapa lama
aku menghabiskan waktuku untuk berduka, mereka tidak akan kembali.

20
Jantungku, napasku, tolong berhenti. Sejak istri dan anak perempuanku
meninggal, aku menjadi sama seperti orang mati. Itu sebabnya, sekarang... di
saat ini, di detik ini... aku ingin menjatuhkan diri ke tanah seolah-olah aku
ditembak jatuh. Sama seperti bunga, yang tidak bisa tetap bernafas jika
kelopaknya jatuh.

Dia memohon, tapi kalaupun dia menginginkannya ratusan juta kali, tidak
ada yang akan berubah. Dia, yang sudah beberapa kali mengharap ratusan
juta kali ini, tahu betul.

-Biarkan aku mati, biarkan aku mati, biarkan aku mati, jika satu-satunya
pilihan lain adalah hidup dalam kesepian, biarkan aku mati bersama mereka.

Meski dia memohon, tidak ada yang menjadi kenyataan. Tidak ada yang
menjadi kenyataan.

“Tuan!"

Di dunia yang terbengkalai, dia bisa mendengar suatu suara. Dengan napas
yang tidak beraturan, sumber suara itu berlari menuju ke arahnya.

Dia masih hidup. Dan, sementara pada saat itu, dia berjuang untuk
menghilang, seperti orang-orang yang dicintainya. Itu bukan doa yang akan
dijawab dengan mengerahkan semuanya, dengan penglihatan yang diliputi
kegelapan, di mana tidak ada sinar matahari yang bisa menembus, dia
segera bertanya.

"Tuhan, tolong ..."

--Jika saya belum mati, paling tidak bolehkah anak perempuan saya
bahagia dalam cerita itu? Semoga putriku puas dengan itu. Dan di sisiku.
Mungkinkah dia... di sisiku selamanya. Sekalipun hanya di dalam cerita.
Bahkan sebagai seorang gadis khayalan.

Di depan Oscar, yang menangis tanpa peduli usianya, Ambriel datang, basah
kuyup di air danau. Tetesan air menetes dari pakaiannya yang berantakan,
yang sekarang hancur. Namun, dia memiliki ekspresi yang paling

21
menyenangkan, yang bisa dianggap senyuman, yang pernah dia tunjukkan
sampai saat itu.

"Apakah kamu melihatnya? Saya bisa berjalan tiga langkah. "

Tanpa mengungkapkan bahwa ia tidak dapat melihat melalui air mata,


Oscar menjawab sambil membersihkan wajahnya, "Hm iya, saya melihatnya.
Terima kasih, Ambriel”. Dia mengucapkan terima kasih dan rasa hormat
pada kata-katanya.

“Terima kasih telah mewujudkannya, Terima kasih. Itu semua benar-benar


seperti sebuah keajaiban.”

Seperti yang dia bilang dia tidak berpikir ada Tuhan, tapi jika memang begitu,
pastinya dia, Ambriel hanya menjawab, "Saya adalah Boneka Pos, Tuan."
Tanpa menyangkal atau menegaskan keberadaan Tuhan.

Ambriel, yang benar-benar basah kuyup itu pun memanaskan bak mandi
untuk menghangatkan dan membersihkan tubuhnya.

Dia tidak muncul untuk makan, tapi dia memang biasa menggunakan kamar
mandi setiap hari dan seharusnya beristirahat di ruangan yang telah
diberikan kepadanya. Dia adalah boneka mekanik yang sangat mirip
manusia.

Sebenarnya, peradaban menakjubkan saat ini. Perkembangan sains sangat


luar biasa.

Seorang gadis robot mekanis ini dapat tahan basah. Sebagai ganti pakaian
diperlukan, dia meletakkan mantel mandi di sekeliling tubuhnya dan menuju
kamar mandi. Sudah lama sejak ada orang selain Oscar yang secara teratur
menggunakannya, jadi dalam ingatannya, dia masuk tanpa mengetuk dan
akhirnya melihatnya saat dia akan ganti pakaian (telanjang).

"Ah, saya ma... af... eh?"

Dia menelan nafasnya karena bingung.

22
"EEEH ?!"

Apa yang tercermin di mata Oscar adalah pemandangan yang lebih


menyolok cantik daripada wanita telanjang manapun. Rambut emas
menetes. Bola mata biru yang indah dari dimensi yang tidak akan melunak
bahkan di dalam lukisan, bibir berbentuk halus tepat di bawah mereka, dan
tubuh dan leher yang ramping.

Lengan buatannya terdiri dari cincin logam dari bahu hingga ujung jari. Meski
banyak goresan, pada lengannya, selebihnya kulitnya mengejutkan. Dengan
tubuh yang halus itu, dia sama sekali tidak seperti boneka mekanis, malahan
mirip dengan manusia asli.

"Tuan." Ambriel memanggil dengan suara yang mengandung rasa penuh


kekesalan saat dia terus melihatnya dengan takjub.

"Apakah Anda manusia, bagaimanapun juga ?!"

Sambil membungkus handuk di sekeliling dirinya sendiri, Ambriel dengan


jelas berkomentar, "Tuan kau adalah orang yang menyusahkan." Pipinya
terangkat saat dia bergumam, wajahnya sedikit menunduk.

Orang-orang yang hidup dan bernafas juga bekerja sebagai juru tulis, sama
seperti Boneka mekanik ini. Mereka dikenal dengan nama :

"Boneka Pos."

Oscar pertama kali mendengarnya dari temannya, setelah kepergian


Ambriel. Rupanya Ambriel cukup terkenal di industri ini.

Ketika Oscar mengungkapkan bagaimana dia menganggap wanita itu


sebagai robot, temannya tertawa terbahak-bahak. Ketika pria itu akhirnya
puas tertawa, dia menatap Oscar dengan ekspresi jengkel di wajahnya dan
berkata, "Kau benar-benar hidup dibalik batu! Kau pikir mesin semacam itu
ada?

23
"Kau bilang mereka itu boneka mekanik..."

"Teknologi manusia belum terlalu maju, tapi memang ada beberapa yang
memang boneka mekanik. Tapi kupikir... dia itu cukup membantu untuk
orang sepertimu. Dia itu memang terlihat tertutup. Dia tidak banyak bicara,
tapi dia punya bakat untuk memperbaiki orang. Pekerjaan yang bagus
denganmu, bukan? "

"...Ya."

“Dia diam… tapi iya. Dia adalah gadis yang sangat baik.”

"Katakan apa aku harus mengirim juru tulis lain untuk membantu menulis
tulisanmu untuk saat ini? Kali ini yang non-manusia, jangan mengharapkan
sesuatu yang setara dengan Ambriel."

Dan, tak lama kemudian, sebuah paket kecil tiba di rumah tepi danau. Di
dalamnya ada boneka kecil, sama sekali tidak seperti Ambriel.

Ia mengenakan gaun kecil yang menggemaskan dan duduk dengan tenang


di atas meja Oscar. Itu adalah robot kecil yang mencatat semua kata-
katanya dan memasukkannya ke kertas. Perangkat yang luar biasa.

"Tidak ada yang seperti dia."

Oscar tersenyum masam. Sambil menatap kosong ke kamarnya, dia merasa


bisa melihat wajah juru tulis yang sekarang telah pergi.

"Aku merindukanmu." Apakah dia mengatakannya dengan keras, dia yakin


jawabannya akan datang.

"Tidak mungkin, Tuan."

Dengan suara yang jelas dan berbunyi. Bibirnya menunjukkan sedikit


senyuman di wajahnya yang lurus. Bahkan tanpa dia di sampingnya, dia
merasa yakin bisa mendengar suara itu.

24
Bab II : Seorang Gadis dan Boneka Pos
Aku ingat.

Bahwa seorang wanita muda telah datang.

Duduk di sana, dengan tenang, dia akan menulis surat.

Aku ingat.

Wajah orang itu... dan wajah ibuku yang tersenyum dengan senang.

Pemandangan itu... pasti...

Takkan kulupakan sampai akhir hayatku.

Amanuensis adalah profesi yang sudah ada sejak jaman dahulu kala.
Pekerjaan ini hampir dilupakan karena kepopuleran Boneka Pos, namun
profesi dengan sejarah lama dicintai dan dilindungi oleh banyak orang.
Kenaikan jumlah boneka mesin fotokopi itulah yang menyebabkan
penggemar nostalgik mengklaim bahwa profesi kuno lebih baik dalam
mempertahankan pesona mereka.

Ibu dari Irene Iberia adalah salah satu dari orang-orang dengan selera kuno
yang menawan. Dengan rambut hitamnya yang bergelombang, dan tubuh
ramping, ibu Irene hampir persis seperti dirinya dalam penampilan yang
berasal dari keluarga kaya. Dibesarkan sebagai wanita elit, dia sudah
menikah, dan, bahkan setelah penuaan, sesuatu tentang dia masih mirip
dengan 'wanita muda'. Senyuman lembut yang dikenakannya saat
membiarkan tawa bernada tinggi tak terlukiskan pada siapa pun yang
melihatnya.

25
Melihat kembali bagaimana ibunya, bahkan sekarang, Irene memikirkan
ibunya yang seperti gadis kecil. Dia penuh dengan semangat dan sedikit
ceroboh, dan kapan pun dia dengan antusias akan menegaskan, "Aku ingin
mencobanya!", Irene akan menjawab, "Ehhh....lagi?". Dia sangat menyukai
menaiki perahu dan balapan anjing, sebagaimana rangkaian bunga oriental
yang bisa ditemukan di selimut.

Dia adalah orang yang senang belajar dan memiliki banyak hobi, dan jika dia
pergi ke bioskop, pasti dia menonton drama romansa. Ibunya sangat tertarik
pada tali dan pita, gaun dan busana, sebagian besar dari pakaiannya itu
mirip dengan pakaian putri dalam cerita dongeng. Dia juga
memberlakukannya pada putrinya, agar pakaian mereka berdua terlihat
serasi. Irene kadang bertanya-tanya kenapa ibunya memakai pita di
usianya, tapi tidak pernah menanyakannya secara langsung.

Irene menghargai ibunya lebih dari siapapun di dunia ini, bahkan lebih dari
pada keberadaannya sendiri. Meski dia anak kecil, dia percaya bahwa dia
adalah satu-satunya yang bisa melindungi ibunya, yang bukan merupakan
orang kuat sekalipun. Dia mencintai ibunya sepenuh hatinya.

Pada saat ibunya jatuh sakit dan tanggal kepergiannya mendekat, Irene
merasakan pengalaman pertamanya untuk bertemu dengan Boneka Pos.
Meskipun dia memiliki kenangan yang tak terhitung jumlahnya dengan
ibunya, kenangan yang diingat Irene selalu tentang hari-hari ketika mereka
menyambut seorang pengunjung misterius.

Itu terjadi pada hari yang sangat biru. Jalan itu bermandikan sinar matahari
yang indah dari musim semi. Di sebelahnya, bunga-bunga yang mulai
mekar dari dalam tanah bergoyang-goyang ditiup angin yang lemah
lembut. Dari kebun rumahnya, Irene pun mengamati 'dia'

Ibu Irene tinggal di sebuah bangunan bergaya barat tua yang dia warisi dari
keluarganya. Dengan dinding putih dan atap birunya, yang dikelilingi pohon
birch besar, tempat itu seperti ilustrasi dari buku anak-anak. Tempat
tinggalnya itu berada di daerah pinggiran, dibangun di tempat terpencil dan
cukup jauh dari kota. Bahkan jika seseorang mencari ke segala arah, tidak

26
ada rumah tetangga yang bisa ditemukan. Karena itulah, bila ada tamu
yang datang, mereka dengan mudah bisa melihat melalui jendela.

"Apa itu?"

Berbalut baju yang memiliki kerah pita bergaris cyan besar, terlihat agak
biasa namun cantik. Sepertinya mata cokelatnya yang gelap akan
melompat keluar dari kepalanya, melihat betapa terbuka lebar matanya itu.

Irene kemudian memperhatikan 'dia', yang sedang berjalan ke arahnya di


bawah sinar matahari, dan bergegas keluar dari kebun dan menuju ke
rumahnya dengan sepatu talinya. Dia melewati pintu masuk yang besar, lalu
menaiki tangga spiral dan menuju pintu yang didekorasi dengan mawar
merah muda.

"Bu!"

Sementara putrinya bernapas compang camping, ibunya mengangkat


tubuhnya sedikit di tempat tidurnya,

"Irene, bukankah selalu kukatakan untuk mengetuk sebelum memasuki


kamar seseorang? Kau harus meminta izin terlebih dahulu. "

Setelah diberi ceramah, Irene dalam hati mengeluarkan "hum" dengan kesal,
tapi membungkuk dan minta maaf tanpa mempedulikan hal itu, kedua
tangannya digenggam di depan pinggiran roknya. Orang bisa merenungkan
apakah tindakan itu benar-benar sikap seorang 'gadis kecil'.

Sebenarnya, Irene masih balita. Belum lebih dari tujuh tahun sejak dia lahir.
Tubuhnya dan wajahnya masih tampak lembut.

"Bu, maafkan aku."

"Bagus.Jadi, ada apa? Apakah kau menemukan serangga aneh di luar lagi?
Jangan tunjukkan pada Ibu, oke? "

27
"Ini bukan serangga! Ini boneka berjalan! Nah, sejujurnya, ini sangat besar
untuk sebuah boneka, dan itu seperti boneka dari koleksi foto yang kau sukai,
Bu!". Dengan kosa-katanya yang terbatas, Irene berbicara terbata-bata.

"Maksudmu 'boneka perempuan muda' kan?"

"Ayo, Bu!"

"Kau adalah putri keluarga Iberia, jadi kata-katamu seharusnya lebih anggun.
Ulangi perkataanmu. "

Sambil membelai pipinya, Irene dengan enggan memperbaiki sikapnya


berbicara, "Sebuah boneka wanita muda sedang berjalan!"

"Benarkah begitu?"

"Hanya mobil yang lewat rumah kita sepanjang waktukan? Jika dia berjalan
kaki, itu berarti dia turun di stasiun kereta api terdekat. Orang yang datang
dari terminal itu pasti akan menjadi pengunjung kita bukan?

"Itu benar."

"Maksudku, tidak ada yang terjadi di sekitar sini! Ini berarti wanita itu akan
datang ke tempat ini!" Irene menambahkan," Aku... merasa ini bukan hal yang
baik".

"Jadi kita bermain detektif hari ini, ya?" Berbeda dengan Irene yang panik,
sang ibu menyimpulkan dengan santai.

"Aku tidak bermain-main! Ayo kita tutup setiap pintu dan jendela... ayo kita
buat boneka ini... boneka wanita muda ini... tidak dapat masuk! Tidak apa-
apa, aku akan melindungi Ibu”.

Sang ibu memperhatikan Irene, yang terlihat tegang karena hal tersebut.
Ibunya pikir itu hanyalah permainan anak-anak. Meski begitu, dia

28
memutuskan untuk mengikuti permainan setidaknya, bangun dengan cara
yang lesu. Ujung gaunnya yang berwarna peach terseret disepanjang lantai,
dia berdiri di samping jendela. Di bawah cahaya alami, bayangan tubuhnya
yang ramping bisa terlihat di bawah kain.

"Oh, bukankah itu Boneka Pos? Kalau dipikir-pikir, seharusnya dia datang hari
ini! "

"Apa itu 'Boneka Pos' ...?"

"Akan ibu jelaskan nanti, Irene. Bantu aku bersiap-siap! "

Beberapa menit kemudian, sang ibu bersiap-siap untuk kedatangan tamu


itu. Irene tidak mengganti bajunya, tapi ia memakai pita di rambutnya yang
sesuai dengan warna pakaiannya. Ibunya, di sisi lain, mengenakan gaun
berwarna putih krem dengan hiasan, juga selendang kuning muda di atas
bahunya dan anting berbentuk mawar. Dia menyemprotkan parfum yang
terbuat dari tiga puluh jenis bunga di udara dan berputar, membungkus
keharuman di sekeliling dirinya sendiri.

"Bu, apakah kamu senang?"

"Bahkan lebih senang dari menemui seorang pangeran."

Itu bukan lelucon. Pakaian yang dipilih ibunya adalah jenis yang hanya akan
dia pakai untuk acara-acara penting. Melihatnya dalam keadaan seperti itu
menyebabkan Irene gelisah.

--Aku tidak suka ini... pasti akan baik-baik saja jika tidak ada tamu yang
datang...

Anak-anak biasanya akan menantikan pengunjung sambil sedikit gugup,


tapi Irene berbeda. Dari saat dia menyadari hal-hal di sekitarnya, Irene
merasa bahwa setiap pengunjung yang datang kepada ibunya yang tidak
bersalah akan membodohi dia untuk mendapatkan uang. Ibunya adalah

29
orang yang riang dan kunjungan selalu membuatnya bahagia, jadi dia
dengan cepat mempercayai seseorang. Irene mencintai ibunya, tapi
kemampuan manajemen keuangannya yang buruk dan kurangnya
kepekaan terhadap bahaya kadang menyulitkan.

Bahkan untuk seseorang yang memiliki penampilan seperti boneka


sekalipun. Tapi apa yang membuat Irene lebih waspada adalah penampilan
wanita itu yang sesuai dengan selera ibunya.

Karena ibunya telah mengklaim, "Aku ingin cepat-cepat dan menemuinya!"


Dan tidak mendengarkan Irene, mereka berdua datang ke luar untuk
menyambut tamu, sesuatu yang sudah lama tidak mereka lakukan. Irene
membantu ibunya, yang kehabisan napas hanya dari menuruni tangga, saat
mereka berjalan ke dunia yang penuh dengan sinar matahari.

Warna putih dari kulit pucat ibunya, yang biasanya hanya bergerak di dalam
rumah, dapat terlihat. Meski, Irene tidak bisa melihat dengan jelas wajah
ibunya karena kecerahan yang berlebihan, tapi kelihatannya wajah ibunya
semakin keriput. Irene kemudian memegang dadanya erat-erat.

Tidak ada yang bisa menghentikan kematian untuk mencapai seseorang


yang sakit.

--Ibu... terlihat berbeda dari dulu.

Meski Irene masih anak kecil, dia adalah penerus satu-satunya keluarga
Iberia itu setelah ibunya. Pemeriksaan medis sudah memperingatkan bahwa
kehidupan ibunya akan singkat. Dia juga telah diberitahu untuk
mempersiapkan diri. Tuhan tidak akan berbelas kasih, bahkan pada anak
berumur tujuh tahun.

--Jika begitu, aku ingin ibu bersamaku sampai akhir.

Jika waktu ibunya hampir habis, Irene ingin menggunakannya sepenuhnya


untuk kepentingannya sendiri. Ke dunia gadis yang memiliki pola pikir seperti
itu, orang asing pun ikut campur.

30
"Maaf."

Sesuatu yang lebih bersinar muncul dari jalan hijau yang diterangi matahari.
Begitu Irene melihat 'dia', firasat buruknya dikonfirmasi.

--Aah, inilah salah satu orang yang akan merampok Ibu dariku.

Mengapa dia memiliki pemikiran seperti itu? Setelah melihat 'dia', dia bisa
mengatakan bahwa intuisinya berbicara.

"Itu adalah boneka yang sangat cantik. Rambut emas bersinar seolah 'dia'
telah lahir dari cahaya bulan. Bola mata biru yang bersinar seperti permata.
Bibir berwarna merah cerah begitu gemuk hingga terkesan ditekan. Jaket
biru tua di bawah gaun putih salju pita yang memiliki bros zamrud yang tidak
serasi. Sepatu bot rajutan berwarna coklat yang melangkah dengan mantap
ke tanah. Dengan memakai payung, berliku putih dan cyan dan tas coklat,
'dia' menampilkan etiket yang jauh lebih elegan daripada Irene di depan
keduanya. "Senang berkenalan denganmu. Aku pergi kemana pun yang
diinginkan pelanggan saya. Saya berasal dari layanan Boneka Pos, Ambriel.

Suaranya sama indahnya seperti penampilannya, bergema di telinga


mereka.

Setelah mengatasi keterkejutannya karena merasa terbebani oleh


kecantikannya, Irene menatap ibunya, yang merasa nyaman di sampingnya.
Tampaklah sebuah ekspresi yang terlukis seperti gadis kecil yang baru saja
jatuh cinta, bintang-bintang berkedip di matanya karena takjub.

--Dan, seperti yang diharapkan, itu tidak baik.

Irene teringat akan tamunya yang cantik saat seseorang berniat mencuri
ibunya darinya.

31
Ambriel adalah Boneka Pos yang bekerja di bisnis amanuensis. Irene
bertanya kepada ibunya mengapa dia mempekerjakan seseorang yang
seperti itu.

"Aku ingin menulis surat kepada seseorang, tapi butuh waktu lama, jadi aku
ingin dia menggantikannya." Ibunya tertawa. Memang, akhir-akhir ini dia
mengandalkan pelayannya bahkan saat mandi. Menulis untuk jangka waktu
pasti akan terlalu ekstrem baginya.

"Tetap saja, kenapa orang itu ...?"

"Dia cantik, bukan?"

"Tapi ..."

"Dia adalah selebriti di industri ini. Fakta bahwa dia begitu menarik dan mirip
boneka adalah salah satu alasan ketenarannya, katanya ia melakukan
pekerjaan yang bagus juga! Lagipula, dia itu seorang wanita. Dia akan
menulis surat untukku, dia akan harus membacakan isinya untukku dengan
keras... kalau itu pria bukankah itu sedikit canggung?"

Ibunya menghargai yang cantik, dan Irene yakin itulah motif utama
mengapa wanita muda itu dipilih oleh ibunya.

"Kalau cuma huruf saja... aku juga bisa menuliskannya. "Mendengar


perkataan Irene, ibunya tertawa. "Irene tidak mungkin bisa menulis kata-kata
sulit. Selain itu, ini bukanlah surat yang bisa kubiarkan untukmu
menuliskannya". Dengan kalimat terakhir, jelas siapa yang akan menulisnya.

--Jadi dia menulis untuk Ayah, ya ...

Ayah Irene adalah, secara sederhana, adalah anggota keluarga yang


meninggalkannya. Dia tidak pernah tinggal di rumah meski tidak bekerja
begitu banyak, makmur dalam mengambil alih bisnis utama keluarga.
Rupanya, ibunya telah menikahinya karena cinta, tapi Irene sama sekali tidak

32
percaya. Tidak sekali pun dia mengunjungi ibunya setelah dia sakit, dan
ketika mereka mengira akan kembali setelah beberapa lama berlalu, dia
benar-benar hanya mampir untuk mengambil vas dan lukisan dari rumah
dan menjualnya, karena dia adalah orang yang menyedihkan yang
berlindung dibalik perjudian dan alkohol.

Sepertinya dia telah menjadi pewaris keluarga dengan masa depan yang
menjanjikan di masa lalu. Tapi beberapa tahun setelah menikah, pihak
keluarganya menghadapi masalah komersial kecil dan hancur, dan
keuangannya menjadi bergantung pada Iberia. Dari apa yang telah
didengar Irene, tampaknya alasan di balik isu komersil itu adalah ayahnya
sendiri.

Irene menelan semua keadaan dan membenci ayahnya. Bahkan jika dia
pernah runtuh dan mengalami kehancuran bisnisnya, bukankah dia
setidaknya harus melakukan yang terbaik dan melanjutkannya? Bukan saja
dia tidak melakukannya, tapi dia juga menutup mata terhadap penyakit dan
kebutuhan ibunya, terus-menerus kabur. Itulah sebabnya ekspresi Irene akan
berubah hanya dengan mendengar kata "ayah" keluar dari mulut ibunya.

"Wajahmu seperti ini lagi... itu pemborosan atas tampangmu yang imut itu."

Muncul sebuah kerutan di antara alis Irene. Ibunya sepertinya meratapi


kebenciannya terhadap ayahnya. Tampak bahwa rasa sayang untuknya
tidak hilang bahkan saat diperlakukan seperti itu.

"Jangan berpikir keras tentang ayahmu. Hal buruk tidak berlangsung lama.
Inilah yang ingin dilakukannya saat ini. Dia telah menjalani seluruh hidupnya
dengan serius. Itu adalah kebenaran. Meskipun jalan kita sedikit berbeda
sekarang, jika kita menunggu, dia akan kembali kepada kita suatu hari nanti".

Irene sadar bahwa hari-hari seperti itu tidak akan datang. Bahkan jika
mereka melakukannya, dia tidak berniat menyambut mereka dengan
hangat. Apa mungkin segala sesuatunya berubah seperti yang diperkirakan
ibunya? fakta bahwa dia tidak datang menemui istrinya bahkan saat dia

33
sakit parah dan berulang kali dirawat di rumah sakit bukanlah pelarian dari
kenyataan, tapi sebuah pelarian dari cintanya.

Kemungkinan besar dia tahu bahwa dia tidak punya banyak waktu lagi.

--Tidak masalah bahkan bila ayah tiada.

Seolah-olah dia belum pernah ada sejak awal. Bagi Irene, ibunya adalah
satu-satunya yang tergolong dalam kata "keluarga". Apalagi, mereka yang
membuat ibunya sedih adalah musuh-musuhnya, bahkan jika salah satu
dari mereka adalah ayahnya sendiri. Siapa pun yang akan mencuri
waktunya bersama ibunya juga. Dan itu berlaku untuk Boneka Pos yang telah
datang sesuai permintaan ibunya, dia juga akan menjadi musuh.

--Ibu itu milikku

Irene menandai sesuatu yang bisa menghancurkan dirinya dan dunia ibunya
sebagai musuh. Ibu dan Ambriel memulai proses menulis surat sambil duduk
di sebuah meja di sebuah bangku putih antik di bawah payung yang tertata
di kebun. Masa kontrak mereka satu minggu. Sepertinya ibu benar-benar
berniat membuat Ambriel menulis surat yang sangat panjang.

Mungkin mereka ditujukan kepada lebih dari satu orang. Kembali saat dia
sehat, sang ibu sering melontarkan pesta salon dan mengajak banyak
teman ke rumah. Namun, saat ini dia tidak memiliki kontak atau keterlibatan
dengan orang-orang itu lagi.

"Jadi tidak ada artinya menuliskannya ..."

Irene tidak mendekati keduanya, memata-matai tindakan mereka sambil


bersembunyi di balik tirai. Dia telah diberitahu untuk tidak mengganggu saat
surat-surat ibunya ditulis.

"Ada kebutuhan untuk privasi bahkan antara orang tua dan anak"

34
"Aku penasaran mereka menulis untuk siapa…." Ujar Irene sambal
menempelkan pipinya di jendela.

Menyajikan teh dan makanan ringan bukanlah pekerjaan untuk Irene,


melainkan untuk pelayannya. Karena itu, dia tidak bisa menguping urusan
mereka. Yang bisa dia lakukan hanyalah menonton, sama seperti dia tidak
dapat melakukan apapun tentang penyakit ibunya.

"Aku bertanya-tanya mengapa hidup harus seperti ini..." Meskipun dia


berusaha bersikap dewasa, dia hanyalah gadis berusia tujuh tahun.

Saat dia terus mengamati mereka dengan ekspresi lesuh, dia bisa
memperhatikan banyak hal. Keduanya bekerja sangat pelan, namun
terkadang mereka tampak sangat serius atau terlalu banyak bersenang-
senang. Selama saat-saat menyenangkan, ibunya akan tertawa terbahak-
bahak sambil memukul tangannya dengan paksa. Selama saat-saat yang
menyedihkan, dia akan menyeka air matanya dengan saputangan yang
dipinjamkan Ambriel.

Ibunya adalah orang yang sentimentil. Meski begitu, pikir Irene, bukankah dia
terlalu sering membuka hatinya pada seseorang yang baru saja dia temui?

--Ibu akan tertipu lagi...

Irene telah belajar kekejaman, ketidakpedulian, pengkhianatan dan


keserakahan orang melalui ibunya. Dia sangat mengkhawatirkan apa yang
terjadi terakhir kali. Dia berharap ibunya bisa memikirkan untuk mulai
mencurigai orang lain. Namun, mungkin ibunya memang berniat
mempercayakan bahwa Boneka Pos, Ambriel, dengan misteri apa pun yang
tersembunyi di dalam hatinya.

Selama menetap disana, Ambriel diperkenalkan di rumah sebagai tamu.

Pada waktu makan, ibu telah mengundang wanita muda tersebut untuk
bergabung dengan mereka namun ditolak. Ketika Irene bertanya mengapa,

35
Ambriel dengan dingin menjawab, "Karena saya ingin makan sendiri, Nona
Muda."

Irene merasa aneh. Kapan pun ibunya dirawat di rumah sakit, tidak peduli
seberapa hangat makanan yang disiapkan oleh pelayan, ia tidak merasakan
apa-apa. Makanan yang harus dia makan sendiri sangat menjengkelkan.
Itulah makanan yang akan dirasakan Irene.

Saat dia melihat seorang pelayan mengantarkan makan malam Ambriel ke


kamarnya, Irene mengklaim bahwa dia akan menjadi orang yang
melakukannya.

Untuk mengetahui musuh, dia pertama kali perlu berinteraksi dengannya.

Menunya adalah roti empuk, sup sayuran dengan ayam dan kacang-
kacangan, kentang goreng dan bawang yang dibumbui dengan garam,
bawang putih dan merica, daging panggang dengan saus dan 'pear sorbet'
sebagai makanan penutup. Begitulah biasanya di rumah Iberia. Meski bisa
dianggap agak mewah, karena Irene telah tumbuh dalam lingkungan yang
kaya, itu semua terlihat biasa baginya.

"Ibu melupakan beberapa hal penting. Kita perlu menambah jumlah daging
untuk besok. Dan tanpa sorbets, harusnya kue. Bagaimanapun juga dia
merupakan seorang tamu."

Tidak lupa tentang keramah-tamahannya ia harus memberi tamu sebuah


pelayanan yang baik.

Saat dia sampai di pintu kayu, salah satu ruang untuk tamu, dia
menyapanya, saat tangannya ditempati nampan, "Heeey, ini waktunya
makan malam."

Suara gemerisik terdengar dari dalam, dan, setelah terdiam beberapa saat,
Ambriel membuka pintu dan menjulurkan kepalanya ke luar.

36
Saat dia melakukannya, Irene menggerutu, "Berat sekali. Cepat dan ambil! "

"Saya sangat menyesal, Nona Muda."

Dia segera menerima nampan itu sebagai permintaan maaf, tapi karena
ekspresinya terlalu dingin, di mata anak kecil, dia tampak menakutkan.

Irene mengintip melalui pintu terbuka di belakang Ambriel, yang meletakkan


nampan di atas meja. Ruang tamu itu didekorasi dengan indah sehingga
perlu dibersihkan secara teratur.

Dia melihat koper di tempat tidur. Itu adalah koper troli kulit yang penuh
dengan stiker bea cukai dari berbagai negara. Koper itu terbuka, dengan
sebuah pistol kecil yang menonjol dari dalam.

--Ah…

Pada saat bahwa dia tenggelam dalam pikirannya, Ambriel kembali. Sama
seperti di pantomim show, keduanya terus bergerak dalam keadaan
sinkronis sempurna.

Akhirnya Ambriel berbicara "Nona Muda, apakah pistol itu biasa untukmu?"

"Ada apa dengan hal itu? Hei, apakah itu asli? "

"Apa itu pembelaan diri?"

"Itu adalah Perlindungan untuk diri sendiri, Nona Muda"

Saat Ambriel sedikit menyipitkan matanya, tubuh Irene bergetar pada


gerakan bibirnya. Apakah dia sedikit lebih tua, gadis itu mungkin akan
mengenali reaksinya sebagai tanda pesonanya.

37
Seorang wanita yang mampu membungkam orang dengan kata-kata dan
isyarat bukanlah sebuah sihir. Irene merasa jauh lebih terancam oleh pesona
Ambriel daripada fakta bahwa dia membawa senjata api.

"Jadi kau... menembak dengan itu?" Saat dia meniru bentuk pistol dengan
tangannya, lengannya segera diluruskan oleh Ambriel.

"Tolong lampirkan sisinya lagi. Jika tangan Anda kendur, Anda tidak akan
tahan. "

"Itu bukan tembakan asli... itu jari."

"Meski begitu, seharusnya cukup untuk sebagai praktik saat Anda mungkin
membutuhkannya."

Apa Boneka Pos pantas mengatakannya kepada seorang anak kecil?

"Tidakkah kamu tahu? Wanita tidak seharusnya menggunakan hal-hal


semacam ini. "

"Tidak masalah wanita atau laki-laki jika tentang itu senjata". jawab Ambriel
tanpa ragu, Irene berpikir dia sangat keren.

"Mengapa kau memilikinya?"

"Tempat berikutnya adalah area konflik... tapi, saya tidak akan


menggunakannya di sini. "

"Tentu saja tidak!"

Terhadap sikap Irene itu, Ambriel dengan enteng mengajukan pertanyaan


karena ingin tahu, "Apa tidak ada yang bersenjata di rumah ini?"

"Rumah biasa tidak memilikinya."

38
Ambriel menatapnya dengan bingung. "Lalu apa yang anda lakukan jika
seorang pencuri muncul?" Dengan perasaan ragu, dia memiringkan
kepalanya. Saat melakukannya, ciri khas bonekanya menonjol lebih jauh lagi.

"Jika seseorang seperti itu muncul, semua orang akan langsung tahu. Karena
ini pedesaan. Begitu juga saat anda datang".

"Jadi begitu. Tingkat kejahatan yang rendah di daerah-daerah yang sedikit


penduduknya dapat dijelaskan dengan ini". Sambil mengangguk seolah-olah
itu adalah sebuah pelajaran, dia tampak seperti anak kecil meskipun dia
sudah dewasa.

"Kamu... agak... aneh." Irene berkata dengan tegang, sambil menunjuk jari
telunjuknya pada Ambriel.

"Nona Muda, bukankah ini sudah saatnya untuk tidur? Terjaga di malam hari
tidak baik untuk wanita".

Karena senyuman tak terduga itu, Irene terpesona sampai tingkat tertentu
dan tidak bisa mengatakan hal lain. Pipinya pun memerah, mencela hal
tersebut dibalik debaran jantungnya.

"A-aku akan tidur. Kamu juga harus tidur, kalau tidak Ibu akan memarahimu."

"Baiklah."

"Jika kau tidak tidur, monster akan datang untuk memberi tahumu untuk
tidur".

"Selamat malam, Nona Muda."

Irene tidak tahan tinggal di sana atau bahkan berdiri lagi, meninggalkan
tempat itu dengan terburu-buru. Namun, saat dia berjalan pergi, dia merasa
penasaran, ia pun melirik kebelakang pada detik berikutnya. Dia bisa melihat
Ambriel memegang pistol di balik pintu yang masih setengah terbuka.

39
Ekspresi Ambriel sangat datar, dan karena itu, sulit untuk mengetahui
perubahan mood-nya. Meski begitu, bahkan Irene yang terlalu muda pun
bisa mengerti apa yang tampaknya dirasakannya saat itu dengan hanya
melihat-lihat saja.

--Ah... dia sedikit... sedikit mirip dengan serigala yang kesepian.

Tidak sesuai dengan penampilannya saat ini, dia memegang senjata yang
brutal dan ganas. Irene hampir tidak bisa membayangkan untuk
mendekatinya, namun dia mulai terbiasa dengan sarung tangan hitam yang
menutupi tangan Ambriel. Saat dia mencengkeram pistol dengan tangannya
dan menempelkan ujungnya ke keningnya, dia tampak seperti seorang
peziarah yang sedang berdoa. Sebelum dia berbalik dari sudut lorong,
telinga Irene bisa mendengar doa.

"Tolong beri aku perintah." Ia berbicara sendiri.

Dada Irene tiba-tiba mulai berdebar lebih cepat.

--Wajahku panas dan menyengat.

Dia tidak mengerti dengan baik mengapa jantungnya berdetak begitu cepat,
tapi itu karena dia sempat melihat sekilas sisi dewasa dari Ambriel.

--Aneh. Meskipun aku tidak menyukai orang itu, aku tertarik padanya.

Ketertarikan itu selangkah dibelakang cinta romantis. Irene belum paham


bahwa perasaan suka dan tidak suka dapat berubah dengan mudah karena
hal seperti itu.

Pengamatan Irene terhadap Ambriel berlanjut setelah itu.

Tampaknya kemajuan penulisan surat itu berjalan dengan baik, karena


jumlah amplop-amplop yang akan dikirimkan telah meningkat. Ambriel akan
melirik ke arahnya sesekali dan sesekali, membuatnya bertanya-tanya

40
apakah wanita itu tahu dia mengintip lewat jendela. Pada saat itu, hati Irene
akan berdenyut-denyut. Dia akhirnya mendapatkan kebiasaan memegang
erat bajunya, sampai-sampai pakaiannya kusut.

Perubahan dalam perilakunya terus berlanjut.

"Hei... Hei... Dengarkan aku. Hei pasangkan pita di rambutku. "

"Dimengerti."

Meski dia sedih karena ibunya dimonopoli, dia tidak bisa membuat dirinya
merasa marah.

"Ada apa dengan roti ini, begitu keras sehingga aku bahkan tidak bisa
menggigitnya?"

"Saya pikir itu akan melunak jika Anda mencelupkannya ke dalam sup, bukan
begitu?"

Selama ada jeda waktu di antara penulisan surat, Irene akan melengah dan
mengejar serta bergaul dengannya.

"Ambriel… Ambriel...."

"Ya, Nona Muda?"

Sebelum menyadari, alih-alih disebut dengan "Kau", dia diPanggil dengan


namanya.

"Ambriel, bacakan aku buku, berdansa denganku dan menangkap serangga


bersamaku di luar!"

"Tolong sebutkan urutan prioritas anda, Nona Muda."

Ambriel sedikit kesusahan akan hal itu, tapi tetap tidak mengabaikannya.

41
--Orang itu aneh. Aku juga jadi agak aneh saat aku bersamanya.

Sayangnya, Irene terobsesi dengan Ambriel.

Saat-saat damai tiba-tiba berakhir setelah itu. Ibu Irene menjadi sedikit lebih
sehat beberapa hari setelah kedatangan Ambriel, namun kondisi fisiknya
yang sudah buruk berangsur-angsur semakin memburuk. Mungkin adalah
kesalahan untuk mengekspos dirinya ke angin di luar. Dia demam, dan
sampai pada titik dimana seorang dokter harus diPanggil ke rumah.

Bahkan dalam kondisi seperti itu, dia dan Ambriel tidak menghentikan
pekerjaan mereka. Ibu Irene berbaring di tempat tidurnya sementara Ambriel
kembali mengetik huruf-hurufnya, duduk di sebelahnya. Karena tidak
memikirkan kondisi ibunya, Irene masuk ke dalam ruangan dengan sikap
khawatir.

"Mengapa kau memaksakan diri begitu keras untuk menulis surat-surat ini?
Para dokter mengatakan itu tidak berguna... "

"Jika aku tidak menuliskannya sekarang, mungkin aku tidak akan pernah bisa
melakukannya. Semuanya baik-baik saja. Lihat ini... karena kepalaku tidak
berjalan dengan baik sehingga, saat aku sedang membaca, akhirnya aku
mengalami demam psikologis ini. Betapa tidak menyenangkannya... "

Saat ibunya tersenyum lemah, dia tidak bisa membalasnya. Senyum yang
menusuk jantung Irene. Saat-saat menyenangkan telah lenyap seolah-olah
mereka telah berbohong dan kenyataan pahit tiba-tiba kembali.

"Ibu, hentikan dulu."

Meskipun ibunya baik-baik saja sepuluh detik sebelumnya, dia bisa saja
berhenti bernapas dalam hitungan tiga menit. Duka hidup dengan
seseorang dalam situasi seperti itu akhirnya muncul kembali.

"Tolong, jangan tulis surat ini lagi."

42
Jika melakukan hal itu akan membuatnya demam... jika melakukannya akan
mempersingkat hidupnya...

"Ku mohon…"

Bahkan bila itu adalah sesuatu yang diinginkan ibunya, Irene tidak ingin dia
melakukannya.

"Hentikan saja!" Kecemasan dan depresi yang terakumulasi meledak pada


saat itu juga. Bahkan Irene sendiri terkejut dengan suaranya sendiri, yang
telah keluar lebih keras dari yang dia bayangkan. Hanya sekali itu, dia
menyemburkan keegoisan yang ia miliki, biasanya ia takkan membentak
seseorang, "Bu, kenapa kamu tidak pernah mendengarkanku? Apakah kau
lebih suka dengan Ambriel dari padaku? Kenapa kau tidak melihat
kepadaku?! "

Mungkin lebih baik baginya untuk mengatakannya dengan cara yang lebih
sopan. Namun, ia secara tidak sengaja membiarkan suara penderitaannya
keluar.

Dengan nada gemetar, dia akhirnya bertanya dengan ekspresi menuduh,

"Apakah aku... tidak dibutuhkan?"

Yang dia inginkan hanyalah diperhatikan.

Ibunya menggelengkan kepalanya sambil menjawab.

"Bukan begitu. Tidak mungkin hal itu terjadi. Ada apa, Irene? "Dia panik dalam
usahanya menenangkan Irene. Irene menghindari tangan yang terulur untuk
menepuk kepalanya. Dia tidak ingin disentuh. "Kau sama sekali tidak
mendengarkan apa pun yang ku katakan."

"Itu karena aku ingin menulis surat-surat ini."

43
"Apakah surat-surat itu lebih penting dariku?"

"Tidak ada yang lebih penting darimu, Irene."

"Pembohong!"

"Ini bukan bohong." Suara ibunya dalam hati yang penuh duka cita.

Namun, Irene tidak menghentikan sikapnya itu.

Kemarahannya dari bagaimana hal-hal yang tidak berjalan seperti yang dia
harapkan keluar darinya. "Pembohong! Kau selalu berbohong selalu saja...
selalu saja begitu, itu hanya kebohongan! Ibu, kau belum pulih sedikit pun!
Meskipun kau bilang kau akan kembali sehat lagi! "

Setelah mengatakan satu hal yang seharusnya dia tidak tahun, Irene segera
menyesali hal itu. Begitulah jenis garis yang biasanya dikatakan dalam
perkelahian tanpa cinta antara orang tua dan anak. Tapi hari itu adalah
pengecualian. Ibunya, yang berwajah merah karena demam, terus
tersenyum tanpa suara.

"Bu... hei..." Irene memanggilnya dalam keadaan seperti itu. Pacu momentum
yang penuh amarah itu tiba-tiba hilang. Saat dia mencoba berbicara,
mulutnya tertutup sebuah sentuhan.

"Irene, tolong, pergi sebentar." Air mata tumpah dari mata ibunya yang
berbisik. Tetesan besar tergerai dan akhirnya mengalir di pipinya. Irene
terkejut bahwa ibunya, selalu tersenyum meskipun rasa sakit yang harus
ditanggungnya dari penyakitnya, membuat air matanya terlihat.

--Ibu sedang menangis

Karena ibunya bukan tipe orang yang suka menangis, Irene percaya bahwa
orang dewasa adalah makhluk yang tidak pernah meneteskan air mata.

44
Setelah menyadari itu tidak terjadi, fakta bahwa dia telah melakukan sesuatu
yang mengerikan berdering dalam pikirannya.

--Aku sudah menyakiti Ibu

Meskipun Irene tahu bahwa dia, lebih dari siapa pun, tidak seharusnya
menempatkan dirinya di hadapan ibunya, dan meskipun dia yakin bahwa
tugas untuk melindungi ibunya bergantung padanya, dia telah membuatnya
menangis.

"I-ibu ..." dia mencoba untuk meminta maaf, tapi diusir oleh Ambriel, yang
kemudian menyeretnya keluar dari ruangan seolah berurusan dengan anak
anjing. "Berhenti! lepaskan aku! " ujar Irene, tidak mampu menahan diri dan
ditinggalkan sendirian di koridor.

Isak tangis ibunya bisa terdengar dari balik pintu yang tertutup.

"Ibu... ibu..." Dia mengetuk pintu dengan putus asa. "Bu, hei..."

--Maaf… Maaf telah membuatmu menangis aku tak berniat begitu.

"Bu! Ibu! "

--Aku hanya ingin kau merawat tubuhmu sendiri. Jadi... Jadi... aku bisa
bersamamu bahkan sedetik lagi, kalau memungkinkan.

"Bu ..."

--Ini semua...

"Bu, hei!"

--Apakah ini... salahku?

45
Karena frustrasi tidak menerima respon apapun, kesendiriannya bergema.
Dia mencoba membenturkan tinjunya ke pintu dengan keras. Namun, meski
tidak sakit, tangannya menjadi lemas dan terjatuh.

--Apakah aku bersikap egois?

Seorang ibu yang berada di ambang pintu kematian. Seorang anak


perempuan yang akan dibiarkan sendiri.

--Apakah bersama dengannya... adalah sesuatu yang sangat buruk untuk


dicintai?

Seorang ibu yang terus menulis surat, karena dia mungkin tidak dapat
melakukannya di masa depan. Seorang anak perempuan yang
membencinya.

Air mata yang hampir mengering meluap kembali. Irene menghela napas
dalam-dalam dan berteriak dalam satu napas, "Apakah ada orang lain yang
lebih penting daripada Ibu?" Saat teriakannya keluar, dia mulai menangis.
Suaranya teredam, tenggorokannya terasa retak.

"Bu, jangan menulis surat lagi dan habiskan waktu bersamaku!" Anak itu
memohon.

Meratapi diri ketika permintaan mereka tidak bisa dipenuhi adalah apa yang
dilakukan anak-anak.

"Tanpa Ibu, aku akan sendiri! Sendirian tanpamu! Berapa lama lagi aku bisa
bersamamu? Aku ingin bersama ibu selama yang kubisa. Jika aku akan
sendiri setelah ini, berhenti menulis surat-surat ini... Untuk saat ini, tetaplah
bersamaku! dampingilah aku!"

Begitulah... Irene hanyalah seorang anak kecil.

"Tetaplah bersamaku ..."

46
Irene terlalu muda untuk bisa melakukan apapun, dia hanyalah anak
seseorang yang, pada kenyataannya, selalu… selalu menangis atas takdir
yang diberikan kepadanya oleh Tuhan.

"Nona Muda."

Ambriel keluar dari ruangan. Dia menatap Irene yang wajahnya basah
karena air mata. Sama seperti gadis itu ia berpikir bahwa itu adalah
perlakuan yang kejam, sebuah tangan terulur ke bahu Irene. Kehangatan
tindakan tersebut merendahkan permusuhannya.

"Ada alasan bagi diriku untuk merampok waktumu bersama ibumu. Tolong
jangan membencinya. "

"Tapi... tapi... tapi...!"

Ambriel berjongkok untuk memenuhi garis pandang Irene yang kecil."


Jelaslah bahwa Nona Muda kuat. Bahkan dengan tubuh kecil seperti itu, Anda
merawat ibu Anda yang sakit. Anak-anak biasanya tidak akan mengeluh
atau merawat seseorang sebanyak itu. Anda adalah orang yang sangat
terhormat, Nona Muda Irene. "

"Bukan begitu. Bukan itu... aku hanya... ingin bersama ibu sebentar lagi... "

"Nyonya merasakan hal yang sama." Kata-kata Ambriel terdengar seperti


rasa kasihan.

"Itu bohongan, bohong, bohong, bohong... Maksudku... dia khawatir dengan


surat-surat itu untuk seseorang yang tidak kuketahui dan bukan tentang aku.
Meskipun tidak ada orang lain di rumah ini yang sangat mengkhawatirkan
ibu! "

--Setiap orang, semua orang hanya peduli tentang uang.

"Akulah satu-satunya... Akulah satu-satunya yang peduli dengan ibu!"

47
Cara matanya yang cokelat tua melihat, orang dewasa dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan mereka terbungkus didalamnya. Bahunya
menggiEben saat air matanya menetes ke lantai. Tertutupi air mata,
penglihatannya sama kaburnya seperti dunia yang dirasakan olehnya.

Berapa banyak hal di dunia kecilnya itu yang bisa dianggap nyata?

"Walaupun demikian…"

Gadis muda itu percaya bahwa, terlepas dari berapa lama dia akan hidup
sesudahnya, jika dunia dipenuhi dengan begitu banyak kemunafikan dan
pengkhianatan sejak awal kehidupan seseorang, maka masa depan tidak
perlu ada.

"Walaupun demikian…"

Jumlah barang yang dianggap benar oleh Irene bisa dihitung dengan satu
tangan. Mereka bersinar tanpa henti dalam dunia yang begitu palsu. Dengan
mereka, dia bisa menoleransi rasa takut apa pun.

"Begitulah... tapi meski begitu ..."

--Meskipun aku tidak membutuhkan hal lain selama Ibu bersamaku...

"Meski begitu, Ibu sama sekali tidak mencintaiku!"

Saat Irene menjerit, Ambriel meletakkan jari telunjuknya di bibirnya dengan


kecepatan yang tidak bisa dirasakan oleh mata manusia. Tubuh Irene
bergetar sesaat. Suaranya berhenti dengan sempurna. Di koridor yang sepi,
isak tangis ibunya masih terdengar dari balik pintu.

"Jika ini tentang saya, Anda bisa marah sebanyak itu dan memuaskan diri
Anda. Memukul saya, menendang saya, Saya tidak akan keberatan dengan
apapun yang Anda inginkan. Namun... tolong hentikan penggunaan kata-

48
kata yang akan membuat sedih ibu tercinta dan terhormat Anda, ini demi diri
Anda sendiri juga."

Seperti yang diceritakan Irene dengan wajah yang suram, air mata mulai
terbentuk dengan cepat di matanya lagi. Teriakan yang telah ditahannya
dan ditelannya kembali itu terasa menyakitkan.

"Apakah aku salah?"

"Tidak, tidak ada satu hal pun yang harus disalahkan."

"Karena aku anak nakal, ibu jadi sakit, dan... akan segera..."

--mati?

Ambriel menjawab pertanyaan Irene dengan berbisik dengan nada yang


sedikit tak berperasaan, tapi tidak mengancam, "Tidak."

Air mata mengalir dari mata Irene yang terlihat suram.

"Tidak, Nona Muda adalah orang yang sangat baik. Penyakit tidak
berhubungan dengan ini. Ini adalah... sesuatu yang tidak ada yang bisa
memprediksinya atau melakukan sesuatu tentangnya. Sama seperti saya
tidak bisa lagi memiliki kulit yang lembut seperti lengan robot saya, ini adalah
sesuatu yang tidak dapat diubah. "

"Kalau begitu, apakah itu salah Tuhan?"

"Bahkan jika memang begitu ataupun bukan begitu... kita hanya bisa
berkonsentrasi pada bagaimana kita harus menjalani kehidupan yang telah
diberikan kepada kita."

"Apa yang harus aku lakukan?"

49
"Untuk saat ini, Nona Muda... Anda bebas menangis." Ambriel membuka
lengannya, bagian-bagian mesinnya mengeluarkan suara kecil.

"Jika Anda tidak akan memukul saya, bolehkah saya meminjamkan tubuh
saya sebagai gantinya?"

Itu bisa ditafsirkan sebagai "Anda bisa melompat dan memeluk saya",
meskipun dia tidak tampak seperti tipe yang mengatakan hal seperti itu.
Irene bisa menangis dengan aman. Tanpa ragu, dia memeluk Ambriel.

Apakah dia memakai parfum? Dia mencium beberapa bunga yang berbeda.

"Ambriel, jangan mengambil ibu dariku." Dia berkata sambil menekan


wajahnya erat-erat di dada Ambriel, merendamnya dengan air mata.
"Jangan mencuri waktuku bersama ibu, Ambriel."

"Maafkan aku hanya beberapa hari lagi."

"Kalau begitu, paling tidak katakan pada Ibu bahwa tidak apa-apa kalau aku
tinggal di sisinya saat kau sedang menulis. Tidak apa-apa jika kalian berdua
mengabaikanku, Aku hanya ingin dekat dengannya. Aku ingin berada di
sampingnya dan memegang tangannya erat-erat. "

"Saya minta maaf, tapi klien saya adalah Nyonya, bukan Nona Muda Irene.
Tidak ada yang bisa saya lakukan untuk mengubah ini. "

--Aku benar-benar tidak tahan orang dewasa. Pikir Irene.

"Aku membencimu ... Ambriel."

"Aku sungguh minta maaf, Nona Muda."

"Kenapa kamu menulis surat?"

50
"Karena orang memiliki perasaan yang ingin mereka sampaikan kepada
orang lain."

Irene tahu dia bukan pusat dunia. Terlepas dari hal itu, fakta bahwa segala
sesuatunya tidak berjalan sebagaimana yang diinginkannya membuat lebih
banyak air mata mengalir keluar dari perasaan frustasinya.

Ambriel terus memeluk Irene yang cemberut, yang menggigit bibirnya


karena ketidaksenangan.

"Tidak ada yang namanya surat yang tidak perlu disampaikan, Nona Muda."

Sepertinya kata-katanya diarahkan pada dirinya sendiri dan bukan pada


gadis itu. Irene merenungkan mengapa. Karena itu, ungkapan itu entah
bagaimana mencolok dan terukir dalam pikirannya.

Saat Irene Iberia menghabiskan waktu bersama Ambriel hanya dalam waktu
seminggu. Ibunya berhasil menyelesaikan penulisan surat itu satu persatu,
dan Ambriel dengan hati-hati meninggalkan rumah itu begitu masa kontrak
usai.

"Kau akan pergi ke suatu tempat yang berbahaya, bukan?"

"Ya, karena seseorang menungguku di sana."

"Apa kau tidak takut?"

"Saya akan ke mana pun yang klien inginkan. Inilah yang dilakukan Boneka
Pos, Ambriel. "

"Bisakah aku menghubungimu jika aku bertemu seseorang yang ingin saya
tuliskan surat kepadanya suatu hari nanti?" Adalah apa yang Irene tidak
dapat ajukan untuk ditanyakan.

51
Bagaimana jika wanita itu meninggal di tempat klien berikutnya? Bahkan
seandainya tidak, bagaimana jika Irene akhirnya tidak pernah menemukan
seseorang yang ingin dia tuliskan surat itu? Mengingat kemungkinan itu, dia
tidak bisa menyuarakan pertanyaan itu.

Saat akan pergi, Ambriel memberinya jabat tangan singkat.

Beberapa bulan setelah wanita tersebut pergi, penyakit ibunya yang paling
parah terjadi. Dia segera meninggal dunia. Orang-orang yang merawatnya
di saat-saat terakhirnya adalah Irene dan pembantunya. Sampai dia
memejamkan mata, Irene terus berbisik, "Aku mencintaimu, Bu." Si ibu hanya
mengangguk perlahan, "Ya, ya." Di hari yang tenang pada musim semi, ibu
tercintanya meninggal. Sejak saat itu, Irene selalu sangat sibuk. Sehubungan
dengan warisan dari ibunya, setelah berdiskusi dengan pengacara,
diputuskan untuk membekukan beberapa rekening bank keluarga itu sampai
dia cukup dewasa. Dia juga menyewa seorang tutor pribadi untuk tinggal di
rumah dan belajar dengan giat. Sewaktu dia ingin sekali menandai tanah itu
dengan ingatan ibunya, Irene bekerja untuk menjadi sarjana berkualitas
dengan tingkat pendidikan yang sama dengannya.

Dia tidak pernah lagi melihat ayahnya. Dia pernah menghadiri pemakaman,
tapi mereka hanya bertukar dua atau tiga kata. Setelah ibunya tiada, dia
berhenti mengunjungi rumah. Kecerobohannya dengan uang juga telah
berakhir. Irene tidak langsung bertanya alasan di balik perubahan pola
pikirnya, tapi percaya itu adalah hal yang bagus.

Irene membuka kantor konseling hukum di rumah setelah lulus. Dia juga
berada di tengah perselingkuhan kecil dengan seorang wirausahawan muda
yang sering datang untuk konseling.

Karena dia tidak menyerah pada kesedihan bahkan setelah kehilangan


ibunya pada usia tujuh tahun, orang orang pasti akan bertanya, "Kenapa
Anda bisa setahan itu?"

Irene akan menjawab, "Karena ibuku akan selalu menjagaku."

52
Ibunya, tentu saja, sudah meninggal. Tulang-tulangnya tinggal di sebuah
kuburan keluarga dimana keluarga mereka dikuburkan selama beberapa
generasi.

Namun Irene akan berkata, "Ibuku telah memperbaiki dan membimbingku


selama ini. Sekarangpun begitu."

Ada alasan mengapa dia menegaskan hal itu sambil tersenyum. Itu
terhubung sampai ke waktu yang dia habiskan bersama Ambriel.

Ulang tahun Irene yang kedelapan adalah yang pertama tanpa ibunya.
Sebuah paket telah tiba untuknya pada hari itu. Benda itu berisi boneka
beruang besar dengan pita merah. Nama pengirimnya adalah almarhum
ibunya, dan kiriman itu disertai sebuah surat.

"Selamat ulang tahun ke-8, Irene. Banyak hal menyedihkan mungkin terjadi.
Mungkin ada beberapa orang lain yang memlih bekerja keras. Tapi jangan
menyerah. Meski mungkin kau kesepian dan menangis dalam kesunyian,
jangan lupa, Ibu akan selalu mencintaimu, Irene."

Tak salah lagi ada sepucuk surat yang ditulis oleh ibunya. Pada saat itu, citra
Ambriel muncul kembali di benaknya. Apakah layanan seperti itu juga
termasuk dalam pekerjaan menulis surat?

Di masa lalu, meskipun ibunya telah mengatakan bahwa dia akan menulis
surat, semuanya telah ditulis oleh Ambriel. Mungkinkah Boneka Pos itu telah
menulis semua itu? meniru tulisan tangan ibunya?

Ketika Irene menanyai agen pos tentang pengiriman yang mengejutkan


tersebut, dia diberitahu bahwa mereka telah menandatangani kontrak
jangka panjang dengan ibunya dan seharusnya memberikan hadiah pada
hari ulang tahunnya setiap tahun. Dan memang benar Ambriel yang telah
menulis surat itu. Semua yang lain telah disimpan dengan hati-hati.

53
Irene tidak diberi tahu berapa lama surat-surat itu akan terus berlanjut
sebagai bagian dari kerahasiaan kontrak, tapi mereka telah tiba setiap tahun
berikutnya. Bahkan saat ia berusia 14 tahun.

"Kamu sudah menjadi wanita yang luar biasa sekarang. Aku bertanya-tanya
apakah kamu telah menemukan pria muda yang kamu sukai. Cara
berbicara dan bersikapmu sedikit… jadi hati-hati."

"Aku tidak bisa memberi saran mengenai percintaan, tapi aku akan
melindungimu sehingga kau tidak terlibat dengan pria nakal. Ini tentangmu
Irene, yang selalu lebih kuat dariku. Bahkan jika aku tidak ada di sisimu, tentu
saja, jika kau yang memilihnya, itu pasti orang yang benar-benar hebat.
Jangan takut untuk jatuh cinta."

Bahkan saat ia berusia 16 tahun.

"Sudahkah kamu naik mobil sekarang? Apakah Kamu akan terkejut jika Ibu
mengatakan bahwa ibu benar-benar bisa naik mobil juga? Dulu ibu sering
mengemudi di masa lalu. Tapi ibu akan dihentikan oleh orang-orang yang
naik bersama ibu. Mereka akan menjadi mual."

"Hadiahku untuk ulang tahunmu adalah mobil dengan warna yang sesuai
denganmu. Cukup gunakan kunci yang tertutup. Tapi aku bertanya-tanya
apakah itu sekarang dianggap sebagai model klasik? Jangan anggap itu
'payah', oke? Ibu menantikanmu untuk bisa melihat berbagai dunia yang
berbeda."

Bahkan saat ia berusia 18 tahun.

"Aku ingin tahu apakah kamu sudah menikah sekarang? Menjadi istri di usia
muda memang merepotkan dalam banyak hal. Tapi anakmu pasti akan
imut, tidak peduli apakah itu anak laki-laki atau perempuan. Ibu menjamin
itu."

"Ibu tidak bermaksud mengatakan bahwa mengasuh anak itu menyusahkan,


tapi... ada hal-hal yang kamu lakukan yang membuatku bahagia, ada hal-

54
hal yang kamu lakukan yang membuatku sedih... Aku ingin kau
membesarkan anakmu dengan penuh perhatian. Semuanya baik baik saja.
Terlepas dari kelengahanmu, aku di sini. Aku akan berada di sisimu. Bahkan
saat kau menjadi seorang ibu, kau masih anakku, jadi boleh saja kadang-
kadang untuk mengeluh padaku. Aku sayang padamu."

Bahkan saat ia berusia 20 tahun.

"Kamu sudah berumur 20 tahun sekarang. Menakjubkan! Memikirkan bayi


kecil yang lahir dariku sudah menjadi begitu besar sekarang! Hidup itu
benar-benar aneh. Aku sedih karena aku tidak dapat melihatmu tumbuh
menjadi wanita muda yang cantik. Tapi aku akan melihatmu dari surga."

"Hari ini, besok, ataupun lusa, Kau akan selalu tetap cantik, Irene. Bahkan jika
orang-orang yang tidak menyenangkan membuatmu berkecil hati, aku akan
menegaskan ini, Kau cantik dan merupakan wanita muda paling keren.
Ambillah kepercayaan dirimu dan melangkah maju dengan penuh tanggung
jawab terhadap masyarakat."

"Kau telah berhasil hidup lama karena kau telah dijaga oleh banyak orang. Ini
berkat struktur komunitas tempatmu berada. Kau telah mendapat banyak
bantuan tanpa kau sadari. Mulai sekarang, untuk membayar kembali hal itu,
tolong bekerja untuk membalas hutangmu padaku juga."

"Aku bercanda, maaf kau adalah pekerja keras, mengatakan hal seperti ini
terlalu berlebihan. Miliki kekuatan dan nikmati hidup, sayangku. Aku
mencintaimu."

Surat-surat itu terus mencapainya selamanya. Kata-kata yang ditulis oleh


ibunya dibacakan di benak Irene dengan suara yang sesekali akan dia
lupakan.

Kembali di masa lalu, perasaan ibunya yang sakit semuanya telah


dialamatkan kepadanya. Masing-masing dari mereka adalah kartu ulang
tahun masa depan untuk putrinya tercinta. Irene telah cemburu pada dirinya
sendiri.

55
"Tidak ada yang namanya surat yang tidak perlu disampaikan, Nona Muda."
Kata-kata Ambriel bergema di telinga Irene di luar batas waktu.

Surat-surat itu masih menemukan jalan mereka kepadanya, bahkan saat dia
sudah menikah dan memiliki anak sendiri. Dia… wanita dengan rambut hitam
panjang bergelombang, yang tinggal di rumah besar yang dimilikinya, yang
terletak jauh dari kota, akan memastikan untuk pergi keluar pada pagi hari
pada hari tertentu dalam bulan tertentu. Dia akan menunggu sambil melihat
pemandangan yang terbentang di hadapannya. Kapan pun telinganya
mendengar suara sepeda yang dikendarai tukang pos yang dilapisi mantel
hijau-hijau, dia akan berdiri dengan matanya yang bersinar. Sosoknya saat
dia dengan cemas menunggu sambil berpikir, "Apakah sekarang? Apakah
sekarang?" Dengan sikap yang mirip dengan almarhum ibunya.

Tukang pos itu tiba di kediamannya, menyerahkan sebuah paket besar


dengan seringai. Dia, yang tahu tentang hadiah yang dikirimkan kepadanya
setiap tahun, juga mengatakan kata-kata hangatnya sendiri, "Selamat ulang
tahun, Nyonya."

Dia membalas dengan mata cokelat kecil yang agak basah, "Terima kasih."
Dan, akhirnya, dia bertanya hal yang sudah lama ingin ia tanyakan,
"Katakanlah, apakah kau mengenal Ambriel?"

Kantor pos dan bisnis amanuensis memiliki hubungan dekat. Suatu ketika
Irene bertanya dengan jantungnya yang berdebar-debar, tukang pos itu
membalas sambil menyeringai, "Ya, karena dia terkenal. Dia masih aktif.
Baiklah kalau begitu…"

Begitu tukang pos itu pergi, Irene memperhatikannya saat dia membelai
hadiah itu dengan senyuman. Air matanya mulai mengalir. Masih tersenyum,
dia merintih sedikit.

--Ah... ibu, apa kamu dengar itu sekarang?

56
Wanita itu masih bekerja sebagai Boneka Pos. Orang yang telah dia bagikan
sebagian waktunya bersamanya masih baik-baik saja, masih dalam
pekerjaan yang sama.

--Aku senang. Aku benar-benar bahagia, Ambriel.

Dari dalam rumah, dia bisa mendengar suara. "Bu!"

Dia berpaling ke arah suaranya. Seseorang melambai dari jendela yang


biasa dia tempati saat mengamati ibunya dan Ambriel. Itu adalah seorang
gadis dengan rambut sedikit bergelombang yang sangat mirip dengan Irene
sendiri.

"Hadiah lain dari Nenek?"

Irene mengangguk pada putrinya yang tersenyum polos. "Ya, sudah tiba!"
Jawabnya dengan antusias, Irene pun melambaikan tangan kepadanya.

Di dalam rumah, anak perempuan dan suaminya akan memulai pesta ulang
tahunnya. Dia harus segera masuk ke rumah. Menangis lembut, dia berjalan
menuju rumah. Saat dia melakukannya, dia tenggelam dalam pikirannya

--Hai ibu. Kau bilang sebelumnya bahwa ingin aku memberi anakku semua
kebahagiaan yang pernah kau alami, bukan? Kata-kata itu... membuatku
sangat bahagia. Mereka benar-benar akrab denganku. Itu sebabnya aku
akan melakukan apa yang kau lakukan. Ini bukan alasan untuk melihat orang
itu. Meski aku memang ingin bertemu dengannya lagi. Aku juga... memiliki
perasaan yang ingin ku sampaikan padanya.

Bahkan bertahun-tahun setelah pertemuan pertama kami, aku memiliki


firasat bahwa dia pasti tidak berubah sedikitpun. Dengan mata dan
suaranya yang indah, dia akan menulis tentang cintaku untuk putriku sendiri.
Ambriel adalah wanita seperti itu, yang tidak mengecewakan, dan juga, dia
adalah tipe Boneka Pos yang ingin orang liat lagi pekerjaannya. Ketika aku
melihatnya lagi, aku akan berterima kasih padanya dan meminta maaf

57
kepadanya tanpa ragu. Lagi pula, aku bukan lagi gadis yang tidak bisa
berbuat apa-apa selain menangis.

Irene Iberia tidak akan pernah melupakan wanita yang telah memeluknya
saat masih muda.

Aku ingat.

Bahwa seorang wanita muda telah datang.

Duduk di sana, dengan tenang, dia akan menulis surat.

Aku ingat.

Wajah orang itu... dan wajah ibuku yang tersenyum dengan senang.

Pemandangan itu... pasti...

Takkan kulupakan meski diriku meninggal nanti.

58
Bab III : Sang Komandan dan Boneka
Pembunuh
Kazimierz, setelah mendengar namanya, orang akan mengatakan bahwa itu
adalah sebuah negara militer. Begitulah kesan yang dimiliki negeri yang ia
tinggali.

Negara tersebut berada di sebelah selatan dari benua. Itu adalah sebuah
negara maritim dengan kota-kota yang berada di sepanjang pantai.
Temperaturnya hampir hangat sepanjang tahun dan hujan salju tidak umum
di musim dingin. Mata pencaharian nasional utama adalah produk kelautan
dan sumber daya alam yang mengelilingi laut, serta pemanfaatannya
dalam perdagangan luar negeri. Leiden, kota yang berfungsi sebagai pintu
gerbang utama untuk mendarat dari benua lain, dikenal sebagai pelabuhan
dagang.

Ada juga banyak negara yang perekonomiannya tidak akan bertahan jika
perdagangan mereka tidak mencapai Kazimierz. Itulah sebabnya ada
banyak ancaman dari bangsa asing yang menargetkan tanah airnya. Jika
seseorang mempelajari sejarah negara itu, mereka akan melihat berbagai
rekaman pertempuran melawan penjajah. Banyak tentara negara musuh
yang datang dari laut ataupun dari perbatasan antara benua lain telah
tewas di depan bentengnya. Ada juga saat dimana negeri itu juga berhasil
dijajah oleh bangsa asing.

Dalam saat-saat seperti itu, setiap warga negara terbangun untuk mengusir
penyusup dan mendapatkan kembali negara mereka. Itu bisa dianggap
sebagai kualitas dan semangat utama masyarakat yang tinggal di negara
yang disebut Kazimierz. Karena banyak konflik terus menerus, mempertajam
pertahanan mereka menjadi sebuah kebutuhan. Mereka secara fleksibel
menggabungkan budaya dan senjata negara lain yang didapat dari
perdagangan dan memanfaatkannya sambil terus-menerus meningkatkan

59
kemampuan senjata itu. Pengalaman tersebut mengubah Kazimierz menjadi
negara militer yang terkenal di seluruh benua.

Di dalam Kazimierz ada keluarga yang telah ada sejak didirikannya negeri itu,
Leithanien. Itu adalah keluarga yang nenek moyangnya disembah sebagai
pahlawan nasional. Permulaannya ditandai ketika kepala keluarga generasi
pertama, Ratchet, menjadi patriot yang mengabdikan diri untuk
menyelamatkan negaranya dan mengusir segudang perampok pergi
dengan keterampilan pedang dan strategi militernya, dan akhirnya
menyelamatkan banyak orang.

Setelah kehebatan pendahulu mereka itu, tentunya menjadi tradisi dalam


keluarga Leithanien untuk membuat anak-anaknya tergabung menjadi
tentara, hal tersebut tidak berubah bahkan sampai sekarang, ketika generasi
ke-26 memerintah rumah tangga. Cerita ini dimulai dengan sebuah titik balik
dalam kehidupan Ebenholz Leithanien, kepala keluarga generasi ke-26.

Ebenholz Leithanien melihat 'itu' untuk pertama kalinya dalam sebuah


kesempatan bertemu setelah beberapa tahun bersama kakaknya, Dietfriet,
di penginapan paling bergengsi di Ibukota Leiden

Mereka yang memiliki darah Leithanien akan terlahir dengan rambut hitam
pekat, mata hijau zamrud, pinggang tipis dan bahu lebar. Dietfriet
menumbuhkan rambutnya dengan panjang seperti wanita dan mengikatnya
dengan pita, dengan mengenakan kerah seragam angkatan laut putihnya
yang terbuka lebar, menampilkan kalung emas di lehernya.

"Hei, Eben. Apa kabarmu? Seperti biasa, kau memiliki wajah yang sangat
serius. Seperti ayah. "

Di sisi lain, meski memiliki garis keturunan yang sama, Ebenholz berlawanan
dari kakak laki-lakinya, dia memiliki kesejukan dalam dirinya, dalam
penampilannya. Rambutnya yang licin disisir dengan hati-hati dari dahinya
ke bagian belakang kepalanya dan matanya lebih lembut dari pada warna
hijau kakaknya, bersinar seperti batu permata zamrud sejati. Berbeda
dengan ekspresi saudara laki-lakinya yang santai, dia terlihat jantan. Dia
menyerupai patung marmer, bulu matanya begitu panjang sehingga

60
tampak bayangan di matanya yang setengah tertutup. Mungkin penilaian
yang tepat untuk orang-orang yang melihatnya pertama kali adalah
seorang pria tampan dengan wajah yang murung.

Mencela penampilan saudaranya itu, dia mengenakan kerah seragamnya


yang mana seragamnya sebuah pakaian hitam keunguan yang
dipasangkan dengan bantalan bahu, bajunya terkancing dengan rapi.
Warna dari baju itu selaras dengan pesona yang dimiliki Ebenholz.

Di lantai paling atas dari sebuah gedung tinggi, di sebuah ruang yang mana
penginapan untuk satu malam bernilai satu bulan gaji orang biasa, kedua
bersaudara tersebut memeluk erat dan duduk di sofa terdekat. Ada orang
yang hadir di samping mereka. Mereka adalah rekan seperjuangan Dietfriet
yang dibawanya selagi dia menemui adik laki-lakinya saat mampir ke
Leiden. Mereka semua minum dan merokok di bar counter yang dipasang di
bagian luar setiap apartemen. Asap putih berputar mengelilingi ruangan itu.

"Saudaraku... kau masih sama ya." Ebenholz berkomentar, menatap sosok


kakak laki-lakinya yang serampangan, begitu juga rekan-rekan yang
dipimpin olehnya, yang memakai pakaian serupa. Dia adalah kehadiran
yang sangat tak sesuai ditengah tengah orang itu.

"Ini liburan, kau tahu? Berbeda dengan angkatan darat, angkatan laut kami
menjadi sangat bebas setiap kali kami kembali ke daratan."

"Saudaraku... kau selalu berpakaian seperti itu tidak peduli kau di laut atau di
darat, bukan? Rambut itu... jika ayah melihat ini, dia pasti tidak akan
membiarkannya. Mungkin dia akan memotongnya dengan pedangnya. "

"Itu akan merepotkan. Untung dia sudah meninggal. "

Dietfriet terlihat bersuka ria, tapi adik laki-lakinya tidak membiarkannya


bersikap seperti itu. Dia menatapnya dengan tegas.

Mungkin karena lemah terhadap tatapan seperti itu, Dietfriet menghela


napas. "Aah... maafkan aku, dia mungkin saja pria tua yang baik untukmu,
tapi bagiku, dia yang terburuk. Itu saja."

61
"Apakah itu alasan mengapa kau tidak datang ke pemakamannya dan
membiarkanku mengambil alih warisannya?"

"Ini lebih cocok denganmu, bukan? Rumah tangga itu tidak pernah cocok
bagiku, dan aku tidak cocok menjadi kepala keluarga. Alih-alih membiarkan
kehormatan garis keturunan brilian kita tercemar oleh keterampilan burukku,
lebih baik memiliki pria yang berbudi dan cocok untuk melakukan pekerjaan
itu. Untuk kepentingan keturunan masa depan. Hei, Eben. Bukankah itu sudah
lama berlalu? Lupakan saja itu. Aku tidak ingin merasa bersalah terhadap
reuni kita ini. Aku mungkin sudah berpisah dari rumah Leithanien, tapi aku
ingin tetap menjadi saudaramu. Mari kita bicara tentang sesuatu yang
menyenangkan. "

Mendengar bantahan saudaranya itu, Ebenholz terdiam.

Itu adalah kebiasaan umum keluarga Leithanien untuk bergabung dengan


angkatan darat. Meskipun angkatan darat dan angkatan laut adalah
organisasi pertahanan yang melayani negara dan merupakan bagian militer
yang sama, mereka adalah keberadaan yang terpisah. Masing-masing
sadar akan yang lain dan keduanya seringkali bermusuhan satu sama lain.
Motif utamanya adalah bahwa keduanya harus berbagi anggaran militer
Kazimierz. Uang dan bunga merupakan penyebab konflik itu terlepas dari
lokasi dan era.

Dalam sejarah keluarga Leithanien, Dietfriet adalah orang pertama yang


memilih angkatan laut daripada angkatan darat. Dia tidak hanya bergabung
dengannya, tapi juga dengan mantap mengukir jalur karir untuk dirinya
sendiri di dalamnya. Itu semua karena kepercayaan dirinya dalam mencetak
prestasi dengan usaha dan talenta sendiri, bahkan tanpa memanfaatkan
kemuliaan orang tuanya. Ebenholz mengakui itu, karena itulah dia tidak
dapat menahan diri untuk berpikir bahwa saudaranya adalah orang yang
seharusnya berhasil.

"Karena kau sekarang disini... bagaimana kalau kau mengunjungi Ibu? Tolong
jadi perantara diantara kami berdua. "

62
Bila saja saudaranya tidak buruk dalam menerima kenyataan, keadaan tidak
akan menjadi begitu rumit.

"Keluarga kita besar, jadi kalau aku pergi menemui Ibu, aku harus menyapa
saudara perempuan kita, Nenek dan semua anggota yang lebih tua juga,
bukan? Ini akan merepotkan. Aku dapat dengan jelas melihat diriku berteriak
pada mereka dan pergi setelah mendengar omongan mereka.

Saat Dietfriet menjawabnya, dengan kaki yang menyilang, Ebenholz


membiarkan kekesalannya itu keluar dengan nada kasar. "Bukankah kita
keluarga? Tidak bisakah kau berusaha untuk menyesuaikan diri dengan
mereka sedikit saja?"

"Memang karena kita keluarga, aku ingin menjaga jarak... tapi kau... aku tak
masalah denganmu. Berbeda dengan yang lain. Ebenholz, aku bersyukur,
ekspektasi orang tua kita berpindah kepadamu karena aku bergabung
dengan angkatan laut, dan kau telah meresponsnya dengan baik. Bahkan
aku... mengerti bahwa aku tidak sering diberitahu untuk pulang ke rumah
karena kau telah menjadi pengganti yang baik untuk diriku. Itu sebabnya...
aku segera merayakan kenaikan pangkatmu... karena kita bersaudara."
Bahkan dari sudut pandang adiknya, Dietfriet sangat karismatik saat dia
tersenyum dengan senang sambil memejamkan matanya.

Meskipun Dietfriet memiliki kepribadian yang egois dan merajalela, dia


memiliki semacam kualitas yang menarik orang lain kepadanya. Dia selalu
dikelilingi dan dihormati oleh banyak orang, ia tak pernah menyegani
siapapun. Karena Ebenholz tidak bisa mencintai seseorang karena terlalu
tegas, kakak laki-lakinya memiliki semua yang tidak dia miliki, sampai
membuat dia sangat iri terhadapnya sebagai sesama manusia.

"Benar, aku membawa sesuatu yang hebat untuk pesta ini." Dietfriet dengan
santai memberi isyarat dengan tangannya ke salah satu temannya di
dekatnya.

Saat melakukannya, pria itu membawa pelukan karung yang diambil dari
ruangan yang berbeda.

63
"Ini adalah senjata yang telah aku gunakan akhir-akhir ini tapi aku akan
memberikannya kepada kau. Dengan ini, pastinya kau akan terus
mendapatkan promosi yang lebih tinggi lagi. "

Karung itu secara tak sembarangan ditempatkan di meja oval di antara


keduanya. Dietfriet menyeringai kaku saat Ebenholz melihat ada sesuatu
yang bergerak dari dalam karung itu dan langsung bangkit dari sofa,
mencengkeram gagang pisau yang ada di sabuknya dengan erat.

"Tidak masalah. Tidak apa-apa, Eben. Tenang. Tidak ada yang aneh. Tidak,
mungkin itu sedikit… Ha ha. Mungkin agak sulit ditangani dan berbahaya, tapi
itu berperilaku dengan baik saat kau tak memerintahkannya. Tapi jangan
berpikir untuk melakukan sesuatu yang aneh... karena tampilannya tidak
buruk. Sejauh yang aku tahu, delapan orang yang mencoba menyelinap ke
tempat tidurnya, leher mereka robek. Sifat kasarnya itu menyulitkan. Dia
bukanlah penghibur yang baik. "

"Ada apa ada di dalamnya?"

"Gunakan... itu sebagai senjata. Jangan menganggapnya sebagai hal lain.


Jangan melekat padanya. Ini adalah 'senjata'. ok?"

"Aku bertanya... ada apa di dalamnya."

"Cobalah membukanya." Kata-kata Dietfriet terdengar seperti sebuah bisikan


dari setan.

Ebenholz menggerakkan tangannya untuk membuka tali yang diikat erat-


erat di sekitar karung yang bergerak. Orang di dalamnya tampak seperti putri
duyung untuk sejenak karena karung itu tergeletak di lingkar pinggangnya."

"Kami belum menamainya. Kami hanya menyebutnya 'kau'."

'Itu' adalah seorang gadis. Pakaiannya yang berwarna penuh abu hitam itu
terbuat dari kulit dan bulu yang buruk. Sebuah tali yang agak berbau darah
diikatkan di lehernya. Bau yang terasa seperti campuran hujan, binatang liar

64
dan darah tercium dari tubuhnya. Segala sesuatu yang menyelimuti dirinya
kotor. Namun, dia bukan sekedar anak kotor yang perlu dibersihkan...

--Tidak terpikirkan... bahwa dia berasal dari dunia ini... dia terlalu cantik

Napas Ebenholz terhenti pada sosok gadis itu. Rambut yang sepanjang
pinggang nya itu bersinar lebih terang daripada perhiasan emas lainnya. Di
wajahnya terlalu banyak luka gores dan lecet. Matanya yang biru bisa dilihat
di balik celah rambut panjangnya yang berantakan. Bola mata yang tidak
seperti warna langit atau lautan menatap Ebenholz. Keduanya saling
menatap sejenak. Tidak bergerak, seolah-olah waktu telah membeku.

"Hei, beri salammu." Dietfriet dengan agresif meraih kepala gadis itu dan
memaksanya untuk membungkuk.

Saat melihat itu, Ebenholz cepat menarik tangan kakaknya dan memeluk
gadis itu dengan kedua tangannya. Dia gemetar dalam pelukannya. "Jangan
kasar pada anak kecil! Apakah kau memperdagangkan orang!?" Sambil
memeluknya seolah melindunginya, tidak peduli bagaimana orang
memandangnya, Ebenholz sangat marah. Wajah kemarahannya yang murni
dengan urat nadi yang menonjol di dahinya membungkam percakapan
orang-orang lain di ruangan itu.

Di antara mereka, hanya Dietfriet yang tetap tenang dengan ekspresi netral.
"Jangan mengatakan omong kosong. Aku tidak butuh budak. Tapi aku
memang menginginkan prajurit. "

"Lalu siapa gadis ini?! Apa maksudmu memberiku anak kecil ini? "

"Seperti yang kubilang... ini bukan anak kecil. Ini adalah 'senjata'. Aku baru
saja memberitahumu, bukan? kau ini tampaknya tak percaya perkataanku. "

Ebenholz mengamati gadis itu. Rupanya, usianya sekitar sepuluh tahun.


Wajahnya yang berhias halus memberi kesan seperti orang dewasa, tapi
masa mudanya diliputi oleh bahu dan tangannya yang mungil. Apa
sebenarnya dia senjata? Dia hanyalah anak kecil yang bisa dengan mudah
masuk ke dalam pelukan seseorang. Kemarahan Ebenholz mereda, sedikit

65
demi sedikit tergantikan oleh kesedihan. Tidak melepaskan gadis itu, dia
memelototi kakaknya dan bangkit dari tempat duduknya.

"Aku membawanya bersamaku. Memanggil gadis... kecil ini senjata... aku ...
tidak mau melihatmu lagi."

Dengan kata-kata itu, Dietfriet tertawa terbahak-bahak sambil memegang


jidatnya. Begitu juga rekan-rekannya. Ebenholz diselimuti kekasaran dan jijik,
juga sedikit ketakutan, sementara tawa yang tak terhitung jumlahnya
bergema di telinganya. Tercipta suasana yang aneh. Dia merasa berbeda
dari mereka, meski perasaan itu bukanlah kegilaan.

--Ini seperti... akulah yang gila.

Sejak awal, hanya Ebenholz yang berbeda di antara mereka. Sesuatu yang
sesat seperti itu, minoritas yang menentang akan dianggap salah jika
melihat mayoritas yang ada. Mayoritas orang itu semakin merambah
normalitas minoritas.

"Apa yang lucu?"

Dietfriet perlahan berdiri, berjalan menuju sisi Ebenholz dan menepuk


bahunya. "Eben... maafkan aku untuk penjelasan yang buruk. Tentu, hanya
dengan melihatnya, siapa pun akan memiliki reaksi seperti itu. Kau juga
orang yang baik hati. Kau tidak akan mengerti sekilas bahwa ini adalah
senjata. Itu sebabnya... aku akan menunjukkannya kepadamu dengan cara
praktis yang mudah untuk dilakukan. Kau juga ikut." Dietfriet memberi tahu
gadis itu.

Tanpa penundaan, dia dengan lancar melepaskan diri dari tangan Ebenholz
dan mengikuti Dietfriet. Namun, dia bertanya tanya pada sosok Ebenholz
untuk sesaat. Kapan pun dia bergerak, matanya yang biru, yang sepertinya
memancarkan sedikit cahaya, mengundang orang-orang untuk melihatnya
sekilas.

Ebenholz bergegas bangkit lagi. Apa yang dipandunya adalah kamar


sebelah, tempat gadis itu sebelumnya diletakkan, sebuah kamar tidur

66
mewah. Memang wajar kalau ada lebih dari satu barang dagang,
Masalahnya adalah bagaimana cara yang lainnya digunakan. Tempat tidur
menempel di sisi dinding, meninggalkan ruang terbuka lebar di tengahnya.
Yang ada di dalamnya adalah lima karung lagi. Ukuran mereka cukup besar.
Tidak seperti gadis itu, mereka terus-menerus mengamuk. Suara samar
terdengar seperti tangisan ternak, yang digabung dengan kata-kata yang
tidak bisa dibedakan, keluar dari karung itu. Kemungkinan besar, siapa pun
yang berada di dalam telah diikat dan disumpal.

Tidak masalah motifnya, memperlakukan manusia dengan cara itu adalah


salah. Mereka yang bisa tetap berekspresi tenang dalam situasi seperti itu
jahat, pikir Ebenholz. Kegilaan menular menyebar dari ujung jari kakinya
sampai ke tenggorokannya, namun entah bagaimana dia berhasil
mengumpulkan suaranya, "Siapa... mereka? Mengapa mereka diikat?
Saudaraku, jelaskan apa yang terjadi..." Hatinya berdengung, seolah
meramalkan masa depan.

"Ah, aku harus mengenalkan orang-orang ini dulu kan? Mereka kotoran yang
menyusup ke kapal kami saat kami mampir ke pelabuhan." Dietfriet dengan
lembut menendang salah satu karung dengan sepatu kulit yang dipoles.

"Kurasa mereka mencari barang berharga. Mereka masuk tanpa memeriksa


struktur kapal kami, akhirnya menabrak tiga koki di dapur dan membunuh
mereka untuk menutup mulut mereka. Bagi kami, yang tinggal di laut,
memiliki makanan yang memuaskan sangat penting. "Dia mengangkat
kakinya ke belakang dan mengayunkannya cukup rendah agar ujung
sepatunya menabrak karung. Ebenholz meringis saat jeritan itu terdengar"

"Orang-orang ini... membunuh juru masak terbaik kami, termasuk chef kami.
Betapa baiknya menurutmu, mereka datang dari luar negeri untuk memasak
di kapal setelah menerima permohonan kami? Kau tidak bisa membayar
mereka dengan jumlah yang sama dengan membeli seorang wanita untuk
satu malam. Kami, angkatan laut, berurusan dengan hal-hal yang terjadi
pada kapal kami masing masing sesuai dengan hukum kita sendiri. Nah, kita
berada di darat sekarang, tapi... itu terjadi di kapal, jadi itu masih berlaku.
Sekarang, aku akan menunjukkan sesuatu yang menarik... hei, keluarkan
mereka. Juga, beri mereka senjata. "

67
Atas perintah Dietfriet, pria yang juga datang ke kamar tersebut melepaskan
karung itu satu demi satu dan membiarkan para pencuri keluar. Saat orang-
orang melepaskan tali sambil mengarahkan senjata mereka ke pencuri itu,
mereka memberi pisau ke masing-masing darinya. Bibir lima orang itu
meringkuk dalam ekspresi takut sambil bertanya, "Apa-apaan ini?"

Dengan mengabaikan mereka, Dietfriet memberi isyarat dengan tangannya.


"Nah, inilah awal permainan paling misterius dan menarik di dunia. Tuan
tuan... yah, meski tidak ada wanita. Kalian, para bajingan! Apa yang akan aku
tunjukkan pada kalian adalah anak nakal liar yang kutemukan di benua
Timur." Setelah ditunjuk, gadis itu menatap ujung jarinya dengan wajah yang
sepertinya tidak memiliki emosi.

Dia melanjutkan, "Aku bertemu dengannya sekitar sebulan yang lalu ketika
kami membantai armada bersenjata yang berencana untuk
menghancurkan salah satu pelabuhan perdagangan maritim Kazimierz.
Pada suatu malam tertentu, di tengah pertempuran, kami dilanda badai
besar. Itu adalah malapetaka serius dimana kedua sekutu dan musuh kita
tenggelam ke laut pesisir. Itulah yang diberitakan. Aku tidak mengetahuinya
karena saat itu aku hanyut." Ebenholz ragu-ragu karena tidak pernah
diberitahu bahwa saudaranya telah menghindari kematian, namun tidak
memiliki kesempatan untuk mendiskusikan topik ini dalam alur ceritanya"

"Kapal itu terdampar, aku dan beberapa rekanku tiba di sebuah pulau sepi
yang tidak ditandai di peta manapun dengan menggunakan sekoci kecil. Aku
menemukan ini di pulau itu. Dia sendirian, melihat dari kejauhan di puncak
sebuah pohon besar. Apakah orang tuanya meninggal? Apakah itu
mengalami kecelakaan di laut seperti kami? Kami masih belum menemukan
identitasnya. ".

"Penampilannya tidak begitu buruk kan? Dalam sepuluh tahun atau lebih,
mungkin ia bisa mempesona satu negara, tapi ia tetap anak nakal. Aku tidak
tertarik pada anak nakal. Aku tidak... tapi ada orang di dunia ini yang
menyukai itu. Beberapa bawahanku menyukai hal-hal semacam itu. Mereka
dengan senang hati mendekatinya dan berusaha menganiaya dia di
tempat. Kami baru saja terdampar beberapa saat sebelumnya, namun
mereka begitu semangat. Itu konyol sekali. Aku sangat kesal, dan hendak

68
memberitahu mereka agar tidak membuatku jengkel, saat aku berusaha
menghentikan orang-orang bodoh itu..."

Dietfriet meraih pundak gadis itu dan membawanya tepat di depan para
pencuri, matanya yang biru menyita perhatian mereka. "Sebelum aku bisa
melakukannya, benda ini membunuh bawahanku." Dia mencengkeram
dengan lengannya yang pucat dari belakang dan menghempaskannya ke
udara. Makhluk ini adalah binatang buas yang akan menyerang mangsa."

Para pencuri tertawa kering pada gadis yang diperlakukan sebagai boneka
dan lawakan Dietfriet. Itu adalah reaksi yang cukup wajar. Apa yang mungkin
dilakukan anak kecil?

"Dengan tongkat yang telah terbaring di samping kakinya, dia menikam


salah satu dari mereka di leher dari samping, lalu mencuri pistol dari sarung
pinggangnya dan menembak jantungnya."

Ebenholz bisa melihat dari ekspresi kakaknya bahwa dia tidak menceritakan
lelucon.

"Kami semua melarikan diri. Ada banyak penduduk asli (suku pedalaman) di
dunia ini. Berpikir bahwa kita adalah satu-satunya yang kuat adalah sebuah
kesalahan. Jika satu orang kerdil bisa melakukan ini, seberapa kuat orang
dewasa? Tapi tidak peduli seberapa jauh kami berlari, hal ini memburu kita.
Tidak terlalu dekat, maupun terlalu jauh untuk kami kehilangannya dari
pandangan. Kami pergi ke seluruh pulau. Urat kami berdenyut, Aku lelah dan
memutuskan untuk melakukan sesuatu, jadi aku perintahkan rekanku untuk
mengambil senjatanya dan berteriak, 'Semuanya, bunuh!'. Aku... kami semua
berusaha membunuhnya. Tapi..." Dietfriet melanjutkan dengan wajah dingin,
"pada saat berikutnya, benda ini membantai semua orang di tempat itu
kecuali aku." Cara berbicaranya tampak seperti seseorang yang jelas
menaruh dendam. Dietfriet menatap gadis itu dengan tatapan
memprovokasi. "Setelah itu, aku bersama iblis pembunuh ini. Ia mengikutiku
tanpa meninggalkan sisiku. Ia bisa membunuhku dengan mudah, tapi tidak
melakukannya. Ia tak mengerti kata-kata. Sementara aku tidak tahu
bagaimana cara berbicara dengannya, aku perlahan menyadari bahwa ia
adalah satu-satunya penghuni pulau itu. Apakah kau tahu betapa

69
menakutkannya memiliki iblis pembunuh yang menempel didekatmu? Ketika
kewarasanku akhirnya hilang, aku berkata, 'bunuh saja aku', lalu benda itu
membunuh binatang yang tersembunyi di rumput. Saat itulah aku mengerti...
bahwa ia telah membunuh karena aku telah memerintahkannya. Setelah aku
memperhitungkan hal ini, aku melakukan percobaan berulang kali. Misalnya,
jika aku menunjuk binatang atau serangga dan berkata 'bunuh', dia akan
segera melakukannya seperti boneka mekanis. Jelas, dia juga akan
memusnahkan orang jika disuruh. Aku tidak tahu mengapa ia memilihku.
Mungkin ia menerima perintah dari siapapun, atau mungkin mematuhi
perintah orang yang dianggapnya paling berpengaruh dari grup yang ia
ditemui. Ia tak memiliki kecerdasan. Ia tidak berbicara bahasa apapun, tapi
bisa mengerti perintah pembantaian. Bagaikan tidak tahu hal lain. Terlepas
dari kekhawatiranku, aku membiarkan ini berada disampingku saat aku
bertahan dan menunggu untuk diselamatkan. Aku membawanya pulang
bersamaku."

Sementara itu, orang-orang yang berdiri di dekat pintu keluar dan tengah
ruangan telah menjauh. Dietfriet mendorong gadis itu ke arah para pencuri
setelah memberinya pisau yang terlihat terlalu besar untuk tangannya.

"Kakak." Sambil berpikir bahwa hal itu tidak mungkin terjadi, Ebenholz
menegur, "Saudaraku, jangan lakukan hal bodoh." Melihat saudaranya tak
mempedulikannya ia merentangkan tangan untuk menghentikan hal
tersebut.

Dietfriet hanya tersenyum dengan bibirnya, lalu menunjuk para pencuri itu
sambil mengangguk pada gadis itu."Bunuh."

Ebenholz hendak meraih jari mungil gadis itu, tapi sedetik, tangannya hilang.
Perintah itu ia laksanakan dengan segera. Gadis itu melompat seperti seekor
kucing ke orang terdekat dengan pisau ditangannya, menebas
tenggorokannya seperti memotong buah dari pohon. Dari lehernya, sejumlah
besar darah keluar, dan kepalanya, bergoyang tanpa henti.

Dia tidak ragu untuk membunuh, dengan cepat melanjutkan gerakannya.


Menggunakan tubuh pria itu sebagai batu loncatan, gadis itu melompat dan
membungkus kakinya yang telanjang di sekitar leher pencuri lain,

70
menusukkan pisau dari atas kepalanya. Teriakan penderitaan yang
mematikan bergema di ruangan itu.

Gadis itu kemudian mengambil senjata yang tidak terpakai dari mayat
kedua dan berbalik menghadap tiga orang yang tersisa. Para pencuri, yang
akhirnya menyadari betapa gawatnya keadaan mereka, menjerit dan
menyerang gadis itu. Tapi dia lebih cepat. Dengan menggunakan tubuhnya
yang kecil, dia menyelinap melewati kaki mereka dan saling menusuk satu
demi satu dari belakang.

Tubuhnya ringan, namun cara dia mengayunkan tangannya begitu kuat.


Tubuhnya bahkan lebih mengesankan daripada Ebenholz, yang telah dilatih
dalam teknik pertarungan dan bela diri serta memiliki persenjataan di militer.
Dia tampak seperti tidak memiliki berat badan atau pusat gravitasi. Setiap
kali dia bergerak, darah segar terciprat.

"Tolong berhenti... ber-berhenti..." pria terakhir yang terpojok itu memohon


untuk hidupnya. Dia benar-benar kehilangan keinginan untuk melawan,
memohon sepenuh hati dengan bibir gemetaran dan suara yang terlapisi
ketakutan, "Aku tidak akan pernah melakukannya lagi... aku akan menebus
kejahatanku... jadi tolong jangan bunuh aku."

Kemungkinan besar, dia mengenang apa yang para koki katakan kepadanya
saat mereka dalam situasi yang sama, meludahkan apa yang bisa dia ingat.
Dia kemudian menjatuhkan senjatanya untuk menunjukkan bahwa dia
menyerah.

Gadis itu melihat ke balik bahunya sambil menggenggam pisau berdarah itu.
Dia meminta keputusan.

Ebenholz berteriak, "Berhenti!"

"Lakukan saja." Pada saat yang sama, Dietfriet mengangkat ibu jarinya dan
memberi isyarat padanya seolah memotong lehernya sendiri.

Gadis itu membuka mulutnya sedikit, menunjukkan keengganan. Matanya

71
melihat di antara keduanya seolah sedang memilih. Melihat hal itu, Dietfriet
bingung sejenak, lalu mulai tertawa. Dia tampak bahagia.

"Bunuh." Dia memerintahkan sekali lagi.

Gadis itupun merampas nyawa orang terakhir. Serangkaian pembunuhan


memakan waktu kurang dari satu menit. Dengan terengah-engah, dia
melihat ke arah mereka lagi. Dia tidak berbicara, tapi matanya bertanya,
"Apakah ini cukup?"

--Apa ini? Tanya Ebenholz pada dirinya sendiri. Apa? Apa yang sedang
terjadi? Dia menelan ludahnya dengan lesu. Apakah ini kenyataan?

"Kau mengerti bukan? Ebenholz... ia bukan hanya anak kecil. Begitu kau
memikirkan bagaimana cara menggunakannya, ia bisa menjadi senjata
terbaik di dunia ... "

Dia tidak lagi meragukan kata-kata saudaranya.

"Tapi aku takut akan hal itu."

Meskipun dia baru saja membunuh orang, gadis itu hanya berdiri di sana,
sambil menunggu perintah lebih lanjut.

"Ini mengikutiku sepanjang waktu. Ini menempel dengan siapapun yang


memberi perintah. Ini berguna, tapi begitu aku tidak membutuhkannya lagi,
aku tidak akan bisa membunuhnya. Ini seperti dinding besi bila menyangkut
perlindungannya sendiri. Aku ingin menggunakan dan membuangnya, tapi
tidak bisa. Ia memiliki bakat alami untuk pembantaian... tidak, untuk
bertarung. Aku akan memberikannya padamu, Ebenholz. Ambillah. Karena ia
wanita, mungkin akan repot, tapi jika itu kau, tidak apa bukan? "

Dari ekspresinya, Ebenholz mengerti bahwa Dietfriet takut pada gadis itu dari
lubuk hatinya. Meski dia tersenyum, ia tampak tertekan.

"Kau juga pasti lebih cocok untuk ini"

72
Kakak laki-lakinya memberi makhluk yang tidak bisa dia tangani kepada
adiknya. Karena itulah dia memanggilnya dengan alasan merayakan
promosinya.

"Hei... kau akan membawanya bersamamu, kan, Ebenholz?"

Sekali lagi, hatinya merasakan ketidaksenangan.

Akhirnya, Ebenholz membawa gadis itu bersamanya. Hal itu sebagian karena
simpati terhadap saudaranya yang selalu percaya diri, yang tidak pernah
mengaku takut pada sesuatu namun akhirnya memiliki sesuatu yang dia
takutkan. Sisanya,karena dia pikir tiada hal baik yang akan ia dapat bila
meninggalkan gadis itu dengan Dietfriet.

Saat mereka bepisah, Dietfriet berkata kepadanya, "Sampai jumpa, monster.


Ini adalah tuanmu yang baru." Meskipun dia tidak pernah
memperlakukannya seperti manusia, dia mengelus kepalanya pada saat itu.

Gadis itu tetap diam, tapi berbalik untuk melihat ke belakang berkali-kali saat
berjalan bersama Ebenholz, yang memegangi tangannya. Dia mengenakan
jaket seragam militernya pada gadis bertelanjang kaki itu dan berdiri di
tengah jalan.

Bahkan setelah insiden besar seperti itu, kota Leiden sama seperti
sebelumnya. Pemandangan itu cukup terang untuk membuat seseorang
ingin menutupi mata mereka dan bertanya-tanya apakah itu benar benar
bukan siang hari. Pembantaian yang baru saja terjadi belum bocor ke dunia
luar. Mayat itu juga kemungkinan besar ditemukan di tempat yang berbeda
atau tidak pernah ditemukan. Ebenholz tahu bahwa saudaranya bukan
orang yang menganggap hal itu enteng.

"Hei, jangan pergi berpikir untuk meninggalkannya di panti asuhan atau


semacamnya. Jika ternyata terjadi pembunuhan berdarah sesudahnya, itu
tidak ada hubungannya denganku."

Peringatan yang ditancapkan saudaranya bagaikan paku itu diputar


berulang kali pikirannya.

73
Setelah menyaksikan gaya bertarung gadis itu, dia tidak habis pikir untuk
membiarkannya pergi ke mana pun yang tidak bisa dijangkau matanya.
Anak yang melihatnya seolah-olah dia adalah sesuatu yang penuh teka-teki
hanyalah anak yatim piatu yang malang.

--Hanya dalam satu hari, dia membunuh lima orang.

Bagaimana seharusnya dia menangani 'iblis pembunuh' kecil itu?

Ebenholz tampak berbeda dengan Dietfriet, tapi jauh di lubuk hatinya,


keduanya sama. Keduanya memandang hal-hal secara teliti, menentukan
dengan tepat apa yang saat ini terjadi, dan mencoba menghadapinya
dengan cara terbaik. Bahkan jika mereka memiliki sisi manusiawi dengan
ukuran yang signifikan, jumlah yang sama dari kekakuan mereka adalah
karena menjadi bagian dari militer.

Dia tidak akan mempercayakannya pada siapapun. Apa yang harus dia
lakukan dengan gadis yang telah melakukan hal yang takkan pernah ia
lupakan itu sudah jelas, dia harus menganggapnya sebagai 'senjata', dia
harus belajar bagaimana cara menggunakannya dengan benar.

Kazimierz saat ini sedang dalam konflik dengan banyak negara di benua
yang sama dan melakukan perang ekspedisi. Sejak dulu, alasan bentrokan
antar sesama manusia bervariasi dari air dan bahan bakar hingga tanah
dan agama. Semua jenis masalah kompleks disertakan, namun tujuan
utama Kazimierz untuk berpartisipasi dalam perang adalah mencegah
monopoli menjarah perdagangan maritim mereka dari invasi negara-
negara lain.

Perang antar negara besar disebut sebagai perang kontinental. Asal mula
perang kontinental saat ini adalah bahwa Benua Utara telah bergerak
menuju Selatan dan menyusupi wilayahnya. Ini melanggar wilayah ekonomi
Selatan karena melanggar masuk dan bekerja secara ilegal. Dari sudut
pandang Utara, itu memang perlu dilakukan.

Untuk beberapa waktu, banyak negara di Utara dan Selatan telah saling
menukar persediaan dan layanan satu sama lain. Utara, yang kekurangan

74
sumber daya alam, terlalu bergantung pada perdagangan dengan Selatan.
Karena Selatan menyadari hal itu, harganya terus meningkat. Begitu Utara
meminta biaya yang lebih masuk akal, Selatan mengancam untuk
menghentikan perdagangan bersama mereka. Mengambil kendali lawan
dengan dominasi ekonomi telah menjadi inisiatif dari Selatan. Dalam sebuah
tanggapan irasional, negara-negara Utara yang marah memutuskan untuk
mengambil alih Selatan. Dengan bekerja sama antara satu sama lain,
mereka berulang kali menyusup ke Selatan dan menghancurkannya.

Akan baik-baik saja jika konflik itu terjadi antara Utara dan Selatan, tapi
perang yang berbeda terjadi pada saat bersamaan - sebuah perang suci
antara Timur dan Barat. Negara-negara barat dan timur pada awalnya
didirikan sebagai satu negara dengan satu agama utama. Sambil
menghormati Tuhan yang sama, perbedaan cara penyembahan dan
interpretasi doktrin menyebar, dan karenanya terbagi menjadi Barat dan
Timur. Meskipun pada awalnya merupakan negara bagian timur-barat, Barat
dan Selatan membentuk sebuah aliansi, dan Timur, yang memiliki
persahabatan yang kuat dengan Utara, menunjukkan pendekatan yang
mendukung dalam hal invasi ke Selatan. Aliansi Timur Utara meminta
pertimbangan kembali atas perjanjian perdagangan Selatan dan
penyerahan wilayah ziarah yang dimiliki oleh Barat. Liga Barat Selatan
menuntut kompensasi melalui agresi pasukan militer, secara menyeluruh
mengekspresikan niat mereka untuk menolaknya. Dan begitulah, benua itu
terbungkus dalam peperangan.

Di tengah semuanya, Kazimierz adalah batu kunci ke negara-negara selatan.


Itu adalah negara perdagangan nomor satu di benua ini, sekaligus sebagai
negara militer. Jika Kazimierz jatuh,Selatan pasti akan kalah dan diperintah
oleh Utara. Dengan itu Selatan bisa dimanfaatkan dengan baik.

Tidak menerima untuk dikalahkan.

Kazimierz bertempur dengan unit pencegahan untuk perlindungan internal,


sebuah unit angkatan laut yang melaju ke luar negeri dan tentara (dengan
gabungan angkatan udara,angkatan darat dan angkatan laut), dan sejak
Ebenholz terdaftar, dia telah digabungkan ke dalam unit penyerang.
Hubungan dengan negara-negara utara semakin memburuk pada saat

75
dimana dia bergabung. Dia dikirim ke medan perang pada usia tujuh belas
tahun dan bertempur di dalamnya selama sekitar delapan tahun, kembali ke
tanah airnya beberapa kali dalam setahun.

Baru belakangan ini Ebenholz dipromosikan menjadi Komandan mengingat


pencapaiannya di peperangan dan harapan dari garis keturunannya. Dia
saat ini sedang cuti sementara dari medan perang untuk menyelesaikan
prosedur upacara, untuk menerima penghargaan atas promosinya.
Memenui gadis pada saat yang tepat seperti itu bisa dianggap takdir. Ini
adalah saat yang paling tepat baginya untuk memahami peluang mengisi
posisi yang lebih tinggi.

Ebenholz memutuskan untuk mendaftarkannya ke sebuah unit militer yang ia


pimpin secara keseluruhan atas promosinya tersebut. Tujuan dibalik
pendirian unit itu adalah untuk memoles talenta yang akan bertindak
sebagai manuver rahasia, terpisah dari kekuatan utama, dalam
pertempuran yang menentukan melawan negara-negara utara, yang
mungkin pada akhirnya akan menimpa mereka. Itu adalah tempat yang
ideal untuk membesarkan gadis pembunuh bayaran itu dalam
pengawasannya. Meski begitu, kalaupun dia menjadi anggota pasukannya
sendiri, menunjuk seorang gadis yang belum cukup umur untuk melayaninya
tidak akan pernah diizinkan. Ada juga orang yang menganggap salah untuk
membiarkan anak kecil mendekati pertempuran. Atas persetujuan
pendaftarannya, perlu dilakukan pengenalan pada otoritas militer yang lebih
tinggi seperti yang ditunjukkan Dietfriet pada Ebenholz.

Sudah beberapa hari sejak dia mengajukan banding langsung ke kepala


pengawas. Izin untuk melakukan eksperimen pribadi di tempat latihan,
apakah gadis itu benar-benar bisa menjadi 'senjata' diberikan kepadanya.
Ebenholz sendiri terkejut mengetahui hal itu, namun alasan mengapa orang-
orang yang lebih tinggi telah memenuhi permintaan seorang pemuda yang
baru saja menjadi Komandan itu adalah karena penilaian yang dia
dapatkan. Karena dia adalah pemimpin keluarga berpengaruh, mereka yang
mengenal pria bernama Ebenholz Leithanien sadar bahwa dia tidak akan
membuat proposal semacam itu sebagai lelucon. Berkat kepercayaan itu ia
akhirnya menang.

76
Namun, semakin terang cahaya, semakin besar bayangannya. Pada hari
percobaan, Ebenholz dan gadis itu berada di tempat latihan pangkalan
militer Leiden. Itu adalah institusi yang digunakan untuk melatih teknik
tempur tangan kosong. Secara keseluruhan, bentuknya berbentuk persegi
panjang, sebuah kotak yang luas.

Ebenholz telah merencanakan untuk memamerkan kemampuan bertarung


gadis itu pada sejumlah kecil orang secara pribadi. Selain membunuh,
kemampuan fisiknya sendiri cukup mencengangkan. Namun, ketika saatnya
mempraktikkannya, itu berubah menjadi 'tontonan' bukan latihan.

"Para hedonis pembunuhan itu ..."

Tirai gelap menghalangi jendela ruang latihan dan karpet besar yang berat
dan kotor tergeletak di lantai. Sepuluh tahanan hukuman mati ditempatkan
di posisinya. Di antara mereka ada beberapa yang telah melakukan
kekerasan terhadap wanita dan pembunuhan serta perampokan. Yang akan
melawan mereka adalah gadis itu seorang. Seperti itulah kira kira yang akan
mereka pikirkan, jika perkiraan Ebenholz benar, mengalahkan sepuluh
penjahat yang kasar itu akan mudah untuk dilakukan. Ebenholz sendiri, dan
juga rumah Leithanien, adalah bagian dari faksi yang memikirkan
mekanisme pengujian jahat semacam itu.

--Haruskah aku membatalkannya? Ebenholz merenung dalam dendam.


Tidak, tapi…

Tidak ada cara lain untuk membesarkannya sekaligus menjaganya tetap di


dekatnya. Dia adalah seorang tentara, dia adalah seorang pembunuh, dan
demi bisa tinggal bersama dengannya, dia harus menegaskan
keberadaannya sendiri dan mendapatkan tempat untuk dimilikinya. Apa
gunanya ragu sekarang, dia bertanya pada dirinya sendiri. Jika dia
membawanya ke medan perang, dia tidak hanya harus menghadapi
sepuluh musuh saja. Ribuan tentara diizinkan melakukan pembantaian
dengan menggunakan perang sebagai alasan. Orang yang perlu
menegaskan kembali ketetapan hatinya, pikir Ebenholz, bukan gadis itu, tapi
dirinya sendiri, demi menjadi 'pengguna' -nya.

77
Sambil merenungkan hal itu, Ebenholz menyadari bahwa lengan bajunya
ditarik. "Ada masalah?" Gadis itu menatapnya. Karena dia melihatnya tanpa
ekspresi, dia tidak tahu apa yang dipikirkannya. Dia tampaknya mengamati
sikap tuan barunya dengan mata birunya yang besar. Mungkin ia
mengkhawatirkannya.

"Aah, aku... baik-baik saja." Meski ia harusnya tidak mengerti kata-kata,


Ebenholz berbicara kepadanya dengan lembut.

Mendengar jawabannya, dia berhenti bergerak sejenak, lalu menariknya lagi.

Dia merasa ia mengatakan, "Jika Anda memiliki perintah untuk aku, tolong
katakanlah.", dan tersenyum pahit karenanya.

"Ebenholz!"

Saat dipanggil dari belakang, dia berbalik. "Hodgins."

Seorang pria seumuran Ebenholz menghampirinya dengan senyuman riang.


Sekilas saja, dia tampak seperti orang ramah yang mudah bergaul dengan
wanita. Dia memiliki wajah tampan dan mata yang suram, wajahnya itu
terpahat dengan sangat maskulin. Rambut merah khasnya memiliki
gelombang yang halus. Seragam militernya tampak usang, kain kotak-kotak
hias menggantung dari ikat pinggangnya. Dia memberikan kesan yang
sama sekali berbeda dari Ebenholz, yang mengenakan pakaian yang sama
tapi tanpa aksesoris apapun.

"Sial... aku sangat bahagia! Kau masih hidup! Sudah lama. Dan juga, kau
dipromosikan menjadi Komandan! "Pria bernama Hodgins terus menepuk
bahu Ebenholz.

Mungkin karena keseimbangan berat tubuhnya terganggu, Ebenholz


tersentak ke depan seolah hendak melompat. "Itu menyakitkan ... jangan
pukul aku." Itulah yang dikatakan mulutnya berkali kali.

Begitulah hubungan kedua teman lama itu.

78
Gadis itu melihat Hodgins dengan tatapan hati-hati, tapi seolah
menyimpulkan bahwa dia tidak memiliki niat buruk terhadap Tuannya, dia
melepaskan lengan bajunya.

"Maaf.. Maaf… Aku baru saja kembali untuk menerima medali. Kudengar kau
berada dalam situasi yang ekstrem saat aku bertemu semua orang, jadi aku
bertanya pada atasanku, yang akur denganku, untuk membiarkanku kemari.
Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau makan dengan benar? Kau belum
punya tunangan atau apa pun, ya? "

"Kau bisa tahu dengan melihatnya, bukan?"

"Sikap dinginmu... sudah lama sekali aku menganggapnya menawan, betapa


anehnya... Jadi, alih-alih mendapat tunangan, kau mendapat anak
perempuan?"

Hodgins mengalihkan pandangannya dari Ebenholz kepada gadis itu. Dia


kemudian secara alami berjongkok untuk memenuhi tatapan matanya.

"Siapa namamu?"

Hening.

"Anak ini cukup pendiam."

"Dia... masih belum punya nama. Dia anak yatim piatu tanpa pendidikan
yang tidak bisa berbicara.

Ebenholz menjelaskan sambil tanpa sadar berbalik ke arah yang


berlawanan. Untuk beberapa alasan, dia terluka oleh kata-katanya sendiri.

"Kau ... itu mengerikan. Dia sangat cantik. Pilih saja nama yang cocok dengan
itu." Tanya Hodgins, tapi seperti yang diharapkan, gadis itu tidak bereaksi. Dia
hampir bisa mendengar deru kalkulator dari matanya yang biru.

79
Seolah-olah dia telah mengunci sebuah target dan sedang melakukan
semacam analisis mengenai jenis eksistensi yang sedang ia lihat itu.

"Aku akan merasa malu jika kau terus menatapku seperti itu... hei, Ebenholz,
aku mendengar tentang keadaanmu, tapi kau baik-baik saja?"

"Maksudmu?"

Hodgins berdiri setelah menyeka debu dari lututnya. Karena dia lebih tinggi
dari Ebenholz, ia harus melihat ke atas.

"Kupikir masih ada waktu untuk membatalkan ini. Apakah kau benar-benar
akan membiarkan anak ini melakukan pembunuhan? Tampaknya orang-
orang yang lebih tinggi menantikannya, tapi aku tidak tahan melihat gadis
mungil ini dibantai dengan begitu kejam. "

"Aku tidak khawatir tentang itu. Hodgins, ini sudah waktunya kita pergi ke
bangku penonton. "

"Hei, Ebenholz."

Menghadap gadis yang hanya mengamati tanpa ikut dalam percakapan,


Ebenholz membuka mulutnya, "Kau bisa... melakukannya, kan?"

Itu adalah pertanyaan yang tak berarti. Dia tidak bisa menjawab. Namun,
Ebenholz tetap tak bisa melakukan itu tanpa konfirmasi.

"Kau... bisa melakukannya. " Saat melihat gadis itu, tekadnya terguncang.
Kata-kata temannya juga meningkatkan rasa bersalahnya. Namun dia akan
menelan semuanya dan meraih masa depan dimana dia bisa tinggal
bersamanya.

--Dari saat aku memelukmu, takdir kita terjalin.

Ebenholz percaya bahwa dia harus menegaskan keberadaannya meski


tampak tidak mungkin.

80
"Aku akan menonton dari atas."

Sambil meninggalkan gadis itu dengan wasit pelatihan, Ebenholz duduk di


salah satu bangku yang paling dekat dengan langit-langit. Hodgins duduk di
sampingnya seakan itu sudah pasti. Sambil mengeluarkan sebatang rokok
dan bertanya "mau satu?", Ebenholz mengambilnya tanpa bersuara. Dengan
rokok di sela bibirnya, dia menggunakan ujung rokok Hodgins untuk
menyalakannya.

"Sudah lama aku tidak merokok."

"Kau bersama anak kecil! Sulit untuk merokok di sekitar mereka."

"Dia sepertinya sudah terbiasa, tapi ia sesekali terbatuk. Melihatnya seperti


itu, aku tidak bisa merokok lagi."

Mata Hodgins menyipit pada wajah Ebenholz. "Ebenholz, apa kau selalu
seperti ini? Kau benar-benar melembut. Bagaimana kalau membeli rumah?
Mungkin itu cocok untukmu."

"Apakah kau merekomendasikan itu meskipun kau bahkan tidak berniat


untuk menikah?"

"Aku ini filantropis, jadi aku tidak bisa terjebak dengan satu orang! Ah, aku
mau bertanya lagi... apakah anak itu benar-benar memiliki potensi
pertempuran tinggi seperti yang kau beritahukan pada para atasan? "

"Tentu saja." Ebenholz tidak mempedulikan hal itu.

"Hei, jangan membalasnya secepat itu."

"Bahkan aku sudah pasti tidak bisa menang melawan gadis itu. Sama
untukmu meskipun akan berbeda jika kalian berdua tidak bersenjata. "

"Itu bohong kan? Tidak mungkin aku kalah. Kau tau, meskipun aku mungkin
baik dengan wanita, aku tidak menahan diri jika mereka adalah musuh. "

81
"Tekadmu bukanlah masalah. Dia itu anak ajaib..."

Hodgins mencondongkan tubuhnya ke depan bangku yang ia duduki dan


mengamati gadis di bawahnya. Pria yang bertugas sebagai pengamat
memberi senjata kepadanya. Tembakan, pedang, busur, tampaknya ia
bebas memilih. Setelah beberapa saat ragu, ia mengambil sebuah kapak
kecil. Berikutnya adalah pisau dan busur mekanik satu tangan.

Tertawa menyebar di tempat itu pada sosoknya saat ia memilih lebih dari
dua senjata dengan penanganan berbeda. Namun, saat ia melengkapi
busur mekanis itu ke satu tangan tanpa keengganan dan melepaskan
tembakan percobaan, ruangan itu menjadi sepi. Selanjutnya, gelombang
berisik bisikan pun terjadi.

"Semakin kuat senjatanya, semakin baik."

Semua orang mulai menyadari keanehan makhluk indah itu sedikit demi
sedikit.

Ebenholz telah menjelaskan kepada petugas pengawas bahwa dia hanya


akan bergerak jika ia berkata 'bunuh'. Dia juga menerima perintah dari
atasannya yang menyatakan bahwa orang yang akan melakukannya
adalah wasit, untuk memeriksa apakah sebenarnya itu bukan tipuan.

--Tidak ada trik atau apapun, tapi kalau itu akan membuat kekuatannya
diakui, kita harus menurut.

Belenggu di kaki tahanan dipotong dengan pedang. Mereka diberi


pentungan. Tingkat presisi dan kekuatannya tidak seperti kapak, tapi mereka
bukan orang yang akan goyah terhadap anak yang memegangnya. Selain
itu, ini adalah pertandingan All-Against-One. Bahkan jika dia memilih sebuah
pistol, dia akan terbunuh jika dia kehabisan peluru, hal yang sama berlaku
jika dia membiarkan kapak itu terlepas dari tangannya.

"Huuh, nah ... siapa yang kamu pertaruhkan?"

"Hah?"

82
"Maksud aku taruhannya. Taruhan mengenai siapa yang akan menang
Setelah mendengar apa yang kau katakan, aku bertaruh pada gadis kecil itu.
Omong-omong, kami bertarung dengan rokok. Barang lebih berharga
daripada uang sekarang. "

"Lakukan apa yang kau mau. Aku tidak punya."

"Baiklah, aku akan meminjamkan beberapa padamu. Kau juga harus


bertaruh lima pada gadis itu. Jika kita menang, kita mendapatkan tiga dari
itu. Jika kita kalah, traktir aku untuk makan dan minuman."

"Aku tidak butuh rokok."

"Ebenholz, kita menggunakan rokok untuk mendapatkan barang-barang lain.


Seperti informasi atau barang yang lebih mahal. Jika semuanya berjalan
baik, belilah busana wanita yang sebenarnya. Pakaian primitif itu terlihat
leluasa, tapi tidak cantik sedikitpun. "

Hodgins berdebat tentang kenyamanannya sendiri dan meninggalkan


kursinya. Ebenholz bahkan tidak bisa menyebutnya mengejutkan. Hodgins
adalah tipe pria yang tepat untuk bertaruh pada seorang anak setelah
mengatakan bahwa dia tidak tahan melihatnya meninggal.

Pada saat dia kembali, bangku-bangku itu hampir terisi penuh. Saat tentara
menyaksikan, wasit bergerak. Tanpa mengklarifikasi makna atau asal-usul
eksperimen yang sedang terjadi, dia hanya butuh ijin dari Ebenholz, ia pun
mengangguk.

Setelah mengarahkan gadis dan tahanan itu pada dua sisi yang berbeda,
wasit berkata dengan suara keras, "Sekarang, mulailah."

Terangkat dalam panas yang sunyi, pembunuhan dimulai. Para tahanan


menyeringai sambil menatap gadis itu. Tidak ada yang segera bergerak
dalam upaya membunuhnya. Tubuh mereka telah dibebaskan setelah
sekian lama. Mereka mungkin berpikir akan membosankan untuk mengakhiri
semuanya dengan mudah. Sementara itu, gadis itu benar-benar tidak

83
bergerak, bahkan saat dia diperintahkan untuk 'membunuh' oleh atasan.
Seperti patung, dia berdiri diam sambil memegang kapak.

"Jadi itu benar-benar bohong? Kami telah dibuat untuk menghadiri sesuatu
yang sangat menyedihkan..." Beberapa orang berbicara tanpa
mempedulikan Ebenholz yang mendengarnya.

"Tidak mungkin anak itu bisa menang melawan orang dewasa. Batalkan saja
sudah. Kasihan dia." Beberapa bergumam atas nama gadis itu.

"Leithanien sudah hancur. Berpikir dia akan mencoba menarik perhatian


dengan lelucon..." Pada saat yang begitu kritis, beberapa bahkan berbicara
tentang kekuasaan yang dipegang oleh keluarga Ebenholz.

"Membuang-buang waktu kita." Para prajurit di sekitarnya saling berbicara


satu sama lain.

"Hei, Ebenholz." Hodgins memanggilnya dalam ketakutan, namun Ebenholz


tetap diam tanpa menunjukkan rasa gugup.

--Mengapa dia tidak mau bergerak?

Ebenholz mengamati gadis itu. Dia mencengkeram kapak erat-erat. Tidak


mungkin dia tidak bisa menyerang.

--Waktu itu, dia juga memegang senjata itu tanpa ragu sedikit pun. Dia tidak
takut sedikitpun. Ada yang salah. Tapi kalau bukan perintahnya, lalu, apa?

Sementara dia berpikir, orang terbesar dari para tahanan itu bergerak untuk
menyerang, yang secara ekstensif mengayunkan tongkat dan tertawa. Meski
pada jarak tertentu, gadis itu tidak bergeming.

"Hei, Ebenholz! Dia akan dibunuh! "

"Ebenholz, hentikan mereka! Hei!"

84
Tatapan mereka tergabung dan untuk sesaat, Ebenholz merasakan detak
jantung mereka juga selaras. Ia bisa merasakan suara jantungnya yang
mengganggu bergema di telinganya.Untuk beberapa alasan, waktu berjalan
lamban. Hodgins terlalu berisik di sisinya.Para atasan mengutuk gadis itu
dengan kata-kata yang tidak pantas. Dia bisa mendengarnya, namun
seolah-olah mereka sedang dalam video gerak lambat.

Di matanya, narapidana itu mendekati gadis itu dengan lesu. Ruang di


antara mereka menutup. Dalam bahaya mematikan itu, dia hanya menatap
Ebenholz. Tidak peduli berapa kali wasit memberi perintah, matanya tidak
memantulkan siapa pun kecuali dirinya.

--Dia menatap... yang dia pilih.

Menanggapi hal tersebut, Ebenholz mengucapkan kata ajaibnya, "Bunuh."

Dia berbicara dalam volume yang hanya sedikit orang di sekitarnya yang
bisa didengarnya, namun suaranya itu telah sampai pada gadis itu. Suara
kapak yang memotong angin berputar. Pisau kapak kayu itu panjangnya
sekitar lima belas sentimeter. Senjata mematikan itu terlepas dari tangan
gadis itu, terbang ke udara. Terlempar setelah diayunkan dari belakang, terus
berputar dalam busur yang indah.

Gadis itu mengayunkannya dengan santai. Dia pergi untuk membunuh


tanpa goyah, bergerak dengan sangat lancar dan tidak memiliki keraguan
tentang apa yang harus dilakukan untuk membela diri dari suara yang
menjulang.

"Ah..." sebuah suara tolol namun menyedihkan terlepas dari bibir tahanan.

Pada saat bersamaan, orang-orang terkejut dengan rahang terjatuh.

"AAA-AH ... AAAA-AAAH ... AAAAAA-AH, AAH, AAAAAAH!"

Kapak mendarat di keningnya. Darah berkilau mengalir dari lukanya.

85
"AAAAAAAAAAAHH! UH ... AH ... AUUAAAAAAAAH, AAAAH, AAAAAAAAAAAAH-
AAH... AH, AAAH ... AH, AH, AH! "

Segera, gadis itu mengarahkan busur mekanik dan menembakkan anak


panah besi. Dengan sempurna menyentuh gagang kapak yang menempel di
kepala tahanan. Dengan sentuhan panahnya, pisau itu tertancap lebih jauh
ke dalam tengkoraknya. Tahanan itu terus berteriak sampai dia roboh ke
belakang dengan ekspresi tersiksa dan menyakitkan.

Semua obrolan terhenti.

Tanpa memperhatikan kerumunan orang, gadis itu memindahkan kakinya


yang mungil ke arah tawanan yang tersentak itu, mengarahkan busur ke
tubuh mereka dan menembaki anak panah lain selagi dia mendekat. Itu
adalah pembunuhan mekanis yang kejam dan tepat. Anak panah besi
menusuk dadanya dan melayangkan nyawanya.

Gadis itu mengambil kapak dari mayat yang telah ia bunuh dan
mengayunkannya dengan ringan ke bawah, darah dan lemak pada kapak
itu terciprat ke lantai. Dia juga tampak mantap dan seakan terbiasa saat
mengambil panah besi dan memposisikannya kembali. Meskipun ia terlihat
seperti anak kecil saat dia berdiri diam, citranya sebagai pemburu yang
terampil muncul saat dia bergerak.

Tidak ada yang meramalkan bahwa karpet yang diletakkan di tempat


latihan akan ternoda oleh darah para narapidana. Tapi sejak saat itu, tempat
itu akan tenggelam dalam darah mereka. Seorang tentara wanita yang akan
mengukir namanya dalam sejarah tentara Kazimierz akan segera lahir.
Sebagian penonton yang takut akan firasat itu, tatapan mereka terfokus
pada Ebenholz.

Dia berdiri, menyandarkan tubuhnya ke pagar keamanan. Sekali lagi, dia


memberi perintah, berteriak di puncak paru-parunya, "Bunuh!!"

Gadis itu bergerak seperti boneka otomatis. Dia melesat, tubuhnya yang kecil
menunduk secara bertahap. Sekali lagi, dia melemparkan kapak, yang
bernoda darah, ke titik vital salah satu tahanan itu. Para tahanan kemudian

86
menjauh dari mereka yang telah dibunuh. Orang-orang yang melarikan diri
ditembak tanpa ampun secara berulang kali di kepala olehnya. Mereka yang
berani, bekerja sama satu sama lain dan mengepung gadis itu. Sepertinya
mereka berencana untuk menyudutkannya dan memukulinya sampai mati.
Mereka menyerang serempak, mencoba mencuri senjatanya.

Tapi skema seperti itu adalah sebuah kesalahan.

Saat itu, gadis itu tanpa terlihat lewat melalui celah di antara tubuh mereka,
para tahanan menjerit dan berguling ke lantai. Pergelangan kaki mereka
telah ditebas, dan itu bukan serangan acak, dia menikam dan memotongnya
berulang-ulang. Taktik semacam itu bisa dilakukan karena fleksibilitas gadis
itu. Sosoknya saat dia berdiri dengan pisau di tangannya di tengah mereka
yang tewas, seperti peri yang terlahir dari kelopak bunga darah.

Saat seorang tahanan berusaha melarikan diri sambil menyeret kakinya, dia
bergegas meraih kepalanya dari belakang dan merobek tenggorokannya
dengan pisau itu, dengan sunyi mengakhiri hidupnya. Gerakan tangannya
serupa dengan koki yang memenggal ikan dan ayam. Dia kemudian
berpaling ke tahanan yang menunggu untuk dibantai, membunuh mereka
satu per satu. Dalam prosesnya, pisau itu akhirnya menjadi tidak dapat
digunakan dan dia tidak bisa membunuh dengan apapun kecuali
pentungan.

"Tidak! Tidak! Tidak!"

"Dia monster! Bantu kami! Hei, tolong bantu kami!"

"TIDAKKKKKKKKKK!"

Wajah para narapidana terlihat menyerah dalam depresi. Perlahan-lahan,


bahkan beberapa tentara di bangku penonton, yang terbiasa melihat mayat
di medan perang, mulai muntah dan mengalihkan pandangan mereka dari
kekejaman itu. Namun, Ebenholz melihat semuanya. Dengan kuat
mencengkeram pisaunya dan menekan emosinya, dia tetap membuka
matanya sampai akhir.

87
Yang awalnya dimaksudkan untuk dijadikan umpan dalam permainan
pembunuhan adalah gadis itu. Namun, dia juga tidak berpikir bahwa ia
merupakan satu-satunya yang bernafas sampai akhir. Setelah semua
tahanan terbunuh, apakah mereka tidak cukup sehingga gadis itu menatap
tepat ke arah wasit yang sedang memegang pistol?

Wasit yang ketakutan menodongkan pistol ke arahnya, tapi apakah dia bisa
membunuhnya atau tidak, itu bisa diperdebatkan. Senjata apa pun yang
digunakan untuk menghadapi dia, kemungkinan menang sangat tipis. Dia itu
mutlak. Teknik pertarungannya dalam menggunakan banyak senjata
memberi kompensasi atas kekuatan fisiknya yang kurang. Kemampuannya
yang luar biasa mengungguli kekuatan brutal.

Dari mana dia mempelajari semua itu dan apa yang dia gunakan untuk bisa
seperti itu? Bahkan jika dia bisa berbicara, seseorang tidak mengharapkan
jawaban yang layak.

Teknik pembunuhannya membuat jelas bahwa dia memilikinya setelah


melakukan berbagai pembantaian. Bahkan kalah banyak bukanlah masalah.
Penonton 'pertunjukan' itu terpesona olehnya dan tidak bisa tidak memuji
bakatnya yang luar biasa. Dia adalah seorang anak ajaib. Jika dewa yang
mengendalikan kematian ada, pastilah dia sangat dicintai olehnya.

Pembunuh kecil yang telah mematuhi perintah Tuannya mengarahkan


pandangannya pada Ebenholz. Mata biru dan hijau bertemu."Berhenti." Dia
menggelengkan kepala pada gadis itu. Saat melakukannya, dia
menjatuhkan tongkat yang telah dipegangnya dan berlutut di tempat.

Duduk di genangan darah, gadis itu menarik napas dalam-dalam. Bahkan


saat dia gerah dengan darah dan lemak, sosoknya saat dia menghirup dan
mengembuskan nafas dengan bibir kecilnya tampak seperti anak kecil. Hal
tersebut menambah kengerian terhadap dirinya.

Hodgins merasa ngeri terhadap Ebenholz, karena sebelumnya ia kelihatan


tenang dan tidak peduli, tapi sedikit lega melihat wajahnya pucat, kepalan
tangan gemetar dari genggamannya sendiri. Hodgins adalah tipe orang
bodoh yang akan mencoba bergurau dalam situasi seperti itu, tapi karena

88
tangannya sendiri juga gemetar, dia memutuskan untuk menepuk punggung
Ebenholz. "Ini adalah sebuah pencapaian baru, Komandan Ebenholz."

Ebenholz tidak membalas pujian ringan itu. Dia telah menyadari dua hal
mengenai 'eksperimen' itu. Salah satunya adalah bahwa gadis itu memiliki
kekuatan yang tak tertandingi dan benar-benar seperti monster. Satu hal
lainnya ialah kemungkinan besar dia hanya mau mendengarkan
perintahnya.

Gadis itu telah mencampuradukkan tentara Kazimierz.

Ebenholz kemudian menerima perintah internal. Atasan langsung


memberitahunya bahwa sebuah pasukan baru telah dibentuk baginya
dengan dia sebagai Kapten-Komandan. Seperti yang direncanakan semula,
unit itu disebut Pasukan Penyerangan Khusus Kazimierz. Ebenholz diminta
untuk membimbing unit tersebut menuju pertempuran terakhir yang akan
datang. Selain itu, ada satu hal yang diharapkan darinya, yaitu
mempertajam kemampuan senjata rahasia yang tidak tercantum dalam
dokumen pasukan sebagai tentara.

Kazimierz mengakui keberadaannya sebagai persenjataan, bukan manusia.


Penggunanya adalah Ebenholz Leithanien. Senjata itu tak bernama. Unit
Ofensif itu sendiri telah diciptakan untuk senjata tersebut.

Hari itu berakhir dalam sekejap karena berbagai persiapan dan


korespondensi untuk membentuk tim itu. Ebenholz menyambutnya sebagai
bawahan, dan meskipun dia dilarang mendekati gerbang depan, dia
diizinkan untuk berjalan di sekitar markas. Meskipun tidak terdaftar sebagai
manusia, dia adalah orang yang akan selalu berada di sisinya mulai
sekarang.

Sesuai dengan kata-kata Hodgins, entah bagaimana dia berhasil membujuk


petugas wanita yang ketakutan untuk mengurus kebutuhan sehari-hari
gadis itu. Dengan rambut dan seragam militer barunya ia menjadi terkenal di
kantor pusat, dan ada orang-orang yang pergi ke kamar asrama Ebenholz
untuk menemuinya. Jika mereka berada di posisi yang lebih rendah daripada
dirinya sendiri, mereka akan pergi dengan satu teriakan saja, tapi dia tidak

89
bisa sembarangan dengan atasan. Ada banyak yang juga akan menatap
gadis itu dengan mata sesat, hal itu membuat Ebenholz menghembuskan
napasnya beberapa kali.

--Aku melakukan hal yang mengerikan.

Sudah pasti gadis itu berbeda dengan manusia normal, ia sangat kuat dan
bisa membantai beberapa orang secara beruntun. Namun, ia juga yakin
bahwa dia adalah 'gadis muda'. Tidak peduli berapa banyak yang telah
binasa oleh tangannya, dia hanya anak kecil, dan alasan mengapa dia tidak
berbicara adalah tidak ada yang mengajarkan kepadanya bagaimana
caranya.

--Jika dia monster, apakah tidak apa menggunakannya seperti ini? Apa
tidak masalah memanfaatkannya sebagai senjata? Meskipun itu adalah
sesuatu yang dimulai olehnya, dia sendiri ragu-ragu. Tapi, di tempat seperti
apa aku bisa meninggalkan anak ini?

Itu adalah masalah yang realistis, tapi dia mengabaikan rasa sakit hati
nuraninya dan mendorongnya ke bagian belakang pikirannya. Jika ada yang
bisa dia lakukan, itu adalah mengubahnya menjadi tentara yang hebat. Lagi
pula, dia adalah prajurit yang dikirim surga untuk mematuhi perintahnya.

Upacara keberangkatan selesai. Pada malam sebelum tanggal kepergian,


Ebenholz memutuskan untuk berbicara dengan gadis itu tentang
perasaannya selama di asrama.

Sosoknya sesaat sebelum tidur, mengenakan daster, sangat


menggemaskan. Rambut emasnya yang longgar sehalus sentuhan sutra.
Besok, warna noda darah akan mengenainya lagi.

Dia menyuruhnya duduk di tempat tidurnya, Ebenholz berlutut di lantai agar


sesuai dengan garis penglihatannya. "Dengarkan. Mulai besok, kau akan
pergi ke medan perang bersamaku. Aku akan meminjam kekuatanmu.
Tentunya, kau belum mengerti mengapa kau harus melakukan ini, atau
mengapa... kau bersamaku setelah berpisah dari saudaraku."

90
Gadis itu hanya diam mendengar perkataan Ebenholz.

"Kau tidak tahu apa-apa. Kau tidak tahu apa-apa selain bertarung. Aku akan
memanfaatkan itu. Dan itulah sebabnya kau juga harus berusaha
menggunakanku. Apapun boleh. Emas, posisi kekuasaan... curilah apa pun
yang kau inginkan dariku. Pelajarilah segala macam hal baru. Kau tahu, aku...
tidak dapat melindungimu dengan cara lain. Aku sebenarnya ingin
memberimu orang tua untuk membesarkanmu dengan tepat. Tapi aku tidak
bisa."

Ebenholz mengakui dengan menyakitkan. "Aku... takut... kau membunuh


seseorang tanpa sepengetahuanku. Aku ingin kau... untuk mengerti mengapa
hal itu membuatku takut. Tidak apa-apa jika butuh waktu. Sekalipun hanya
sedikit, pahamilah ketakutanku. Jika kau melakukan itu, kau bisa menjadi
sesuatu yang lebih dari sekedar 'alat'. Tolong pahami aku dan hiduplah
bersamaku." Dia berbicara putus asa dengan kedua tangannya memegang
bahunya yang tipis. Gadis itu tidak mengerti apa yang dia katakan
sebelumnya, tapi meski menyadari hal itu, ia tidak memiliki metode lain untuk
secara sungguh-sungguh menyampaikan maksudnya, Ebenholz
melanjutkan, tersenyum dalam penderitaan pada gadis yang terus tidak
mengatakan apa-apa, "Aku sudah memutuskan... untuk memanggilmu
Ambriel. Panggil dirimu seperti itu. Ini adalah malaikat yang dikaitkan dengan
tanda matahari dari Gemini dan bulan Mei. Bila kau tumbuh dewasa ... kau
pasti akan menjadi wanita yang layak mendapatkannya. Mengerti, Ambriel
Jangan menjadi 'alat', jadilah 'Ambriel'. Jadilah gadis yang cocok dengan
nama itu. "

Gadis itu, Ambriel, menatap dengan linglung pada pria yang memanggil
namanya, berkedip beberapa kali. Sambil melakukannya, meski seharusnya
tidak tahu bagaimana cara berbicara, entah mengapa, dia mengangguk
pelan dan membuka mulutnya, "Komandan."

Mata Ebenholz melebar kaget saat bisikan yang bocor dari bibirnya. "Kau bisa
berbicara?" Hatinya berdetak sampai sakit. Kata-kata yang diucapkannya
dalam hari-hari yang tak terhitung jumlahnya untuk berbicara dengannya
langsung terlintas dalam pikirannya.

91
"Komandan."

"Apa kau mengerti apa yang kukatakan, Ambriel?" Tanyanya, dengan agak
senang meski cemas.

"Komandan."

Tidak peduli berapa banyak yang dia tanyakan, dia tidak akan mengatakan
hal lain. Lalu sambil menunjuk dirinya sendiri, dan berkata, "Komandan."

"Salah, kau Ambriel." Dengan memegang jari telunjuknya yang mungil, dia
bergantian menunjuk ke arahnya dan dirinya sendiri beberapa kali.
"Komandan adalah... aku. Kau adalah Ambriel Mengerti? Aku adalah
Komandan, kau adalah Ambriel. "

"Komandan. Ambriel."

"Betul. Kau Ambriel. "

"Komandan."

"Y-Ya. aku... aku... Komandan. "

Mengapa dia tiba-tiba mulai berbicara? Mengapa gelarnya menjadi kata


pertama yang dia ucapkan? Apakah dia mengetahui bahwa dia disebut
'Komandan' karena mendengar seseorang menyebutnya seperti itu? Apakah
dia merasa bahwa dia mencoba memberinya sebuah nama dan
memutuskan untuk mengkonfirmasi? Hanya saja dia tahu jawaban atas
pertanyaan semacam itu. Pada akhirnya, dia masih tidak bisa mengatakan
apapun selain 'Komandan' dan 'Ambriel'.

Dengan penuh kesedihan, Ebenholz meletakkan kepalanya di bahunya dan


menghela napas. Dia hanya membiarkannya melakukannya.
Mengabaikannya saat kepalanya menggantung dengan lesu, dia terus
berbisik, "Komandan." Itu adalah usaha untuk menghafalnya, untuk tidak
pernah melupakan kata itu.

92
"Komandan."

Di sela rambut emasnya, matanya yang biru perlahan terbuka. Terdengar


ledakan berikutnya bergema di sekitarnya. Langit biru cerah, tapi dari mata
burung-burung di atas, hanya ada baku tembak yang bisa terlihat. Di
dataran tanpa penghuni yang bagaikan padang pasir itu, unit itu terbagi
menjadi dua faksi, yang melakukan penyerangan dan pertahanan.

Pemilik mata biru itu adalah wanita yang sangat tidak cocok untuk medan
perang. Dengan kecantikan yang mirip dengan boneka, kulit halusnya itu
terlihat sangat tidak terjangkau bagi orang biasa. Seluruh tubuhnya tertutup
kotoran saat ia berbaring telentang di atas tanah, menatap pria yang
dengan gelisah mengawasinya dan bergumam,"Komandan... berapa lama...
aku sudah tidak sadarkan diri?" Suara yang keluar dari bibir merahnya
terdengar manis.

"Bahkan tidak satu menit pun. Kau hanya mengalami geger otak kecil karena
dampak ledakan. Apakah kau baik-baik saja? Jangan memaksakan diri
untuk berdiri." Orang yang menjawabnya itu bermata hijau zamrud. Seragam
peperangannya terbuat dari kain hijau rumput dan bulu putih. Dia memiliki
ciri-ciri wajah tampan yang selaras dengan ekspresi suramnya.

Wanita muda itu langsung duduk, tanpa mempedulikan hal lain, dan
mengkonfirmasi situasinya. Di garis depan ada tentara yang mengenakan
seragam militer yang sama, membentuk penghalang pelindung di kamp
untuk memblokir tembakan. Di belakang mereka ada lubang raksasa
dengan banyak mayat yang disekitarnya. Pejuang tempur ada dimana-
mana, namun tidak banyak yang diharapkan akan selamat. Di sisi lain
palang sekutu, di balik hembusan debu dari terdapat wilayah musuh, sebuah
senjata kaliber besar, yang telah menciptakan gunung mayat di depan
mereka, diposisikan diluar jangkauan. Itu mungkin mundur karena
pemboman tadi dan tidak menunjukkan tanda-tanda bergerak kembali
dalam waktu dekat.

93
"Komandan, saya akan menyeberang ke wilayah musuh, menyebabkan
gangguan dan menghancurkan keseimbangan mereka terlebih dahulu. Lalu
aku akan menghancurkan meriam mereka. Karena itu begitu besar, perlu
waktu untuk memuat ulang. Tolong beri saya bantuan. " Begitu dia berkata
demikian, wanita muda itu mengangkat kapak tempur yang dia pegang
bahkan saat dia kehilangan kesadaran.

Sementara pedang, senjata api dan meriam menjadi senjata utama, kapak
tempur adalah senjata aliran utama, kapak perang adalah senjata klasik. Itu
mengancam pada pertarungan jarak dekat, tapi tidak akan menjadi
ancaman bagi lawan yang jauh. Untuk mengimbanginya, tangkai kapak
yang dipegang oleh wanita muda itu sangat besar. Panjang totalnya
mungkin lebih tinggi darinya.

Ebenholz berekspresi menderita untuk sesaat, tapi segera mengangkat


suaranya dan memberi perintah, "Ambriel akan menghentikan meriam itu!
barisan depan, lindungi dia dari tempat kalian! barisan belakang, bantu
Ambriel dan singkirkan siapa pun yang mengganggu!"

Para tentara di belakang punggung Komandan dengan cepat mengambil


formasi saat dia mempersiapkan dirinya sendiri, memposisikan pegangan
senjata besarnya, yang memiliki diameter yang hampir sama dengan tubuh
anak manusia, dari atas bahunya. Alasan untuk melakukannya hanya bisa
dipahami saat dia maju.

"Tembak!!"

Sebuah tembakan meriam setelah sinyal terbang melewatinya melewati


Ambriel saat dia berlari, mendarat di tanah dan menciptakan asap putih
saat meledak. Itu adalah bom asap, sebuah trik untuk menyembunyikan
sosok mereka dari musuh. Sisi lain hanya bisa melihat kabut naik. Pasukan
dengan bintang di bendera militer mereka, sebuah bukti aliansi dengan
Utara.

"Apakah mereka berniat untuk melarikan diri?" Salah seorang tentara Utara
bertanya dengan heran sambil secara tidak sengaja melonggarkan tangan
yang memegang senjatanya dan dimarahi oleh komandannya. Yang

94
kemudian berteriak untuk memberi perintah menembak ke layar asap, tapi
karena peluru ditembakkan ke sasaran tak terlihat, mereka terbuang
percuma. Ini hanya menimbulkan kegelisahan, karena ini adalah
pemborosan amunisi yang tak terelakkan.

Asap putih menyebar seperti badai dahsyat. Hal itu merupakan satu-
satunya nuansa para pejuang yang misinya membawa kehidupan musuh
mereka. Itu bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng , Sebaliknya, hal itu
hanya menimbulkan gangguan. Tubuh mereka gemetaran saat keheningan
mendadak yang dibawa oleh Kazimierz setelah baku tembak yang teramat
panas.

Ruang di antara dua kubu mulai kosong. Apa pun langkah selanjutnya dari
tentara Kazimierz, tidak mungkin tiba-tiba mereka menyerang. Begitu
asapnya habis, apakah tidak ada yang tersisa? Atau lebih tepatnya,
bukankah akan ada 'binatang buas' yang menakutkan yang maju ke arah
mereka dari dalam hutan asap di depan?

"Se... se... Sesuatu mendekat!" Teriakan itu terdengar begitu sebuah firasat
menjadi kenyataan.

Sesuatu yang menyerupai seekor ular muncul dari balik tirai asap dan
membelit pergelangan kaki salah satu tentara. Dia segera ditarik kedalam
asap putih, dan dari situ bisa terdengar jeritannya yang penuh derita.

Tak lama kemudian, objek tak dikenal itu kembali. Melihat dari dekat, itu
adalah rantai penyeimbang yang panjang. Ujungnya memiliki ornamen
berbentuk buah ceplukan. Karena penggunanya sepertinya mencoba
langkah yang sama dua kali, itu ditujukan pada kaki orang lain dan ditangkis
dengan pedang.

Rantai itu dengan cepat menarik diri, kembali setelah beberapa detik.Seakan
kecepatan sebelumnya hanya sebuah ujicoba, ia datang memukul semua
penembak depan di wajah mereka dengan kecepatan yang berbeda.
Serangan itu dilakukan dengan ujung rantai itu, yang merupakan rangkaian
sabit tajam. Mata pisau itu merobek mata dan hidung para tentara, dan
segera membuat puluhan orang tumbang

95
"AAH-AAAAAAH-AAH ... AH, AH!"

"ITU MENYAKITKAN! SAKIT, SAKIT, SAKIT! AH, AH, AH ... TIDAK ...! "

"HANCURKAN ITU! JANGAN BIARKAN MEREKA MEMBUNUH KITA!"

Beberapa perintah dan jeritan saling menyatu.

Komandan yang telah dilindungi tentara tersebut, akhirnya tercabik. Seakan


menargetkan mangsa yang tak berdaya, rantai itu terentang. Sabit itu
mengenai kepalanya. Bersamaan dengan suara yang mirip dengan
tembakan, mata pisau sabit itu menghancurkan wajah sang komandan di
tempat. Darah mengalir keluar, daging terciprat. Komandan itu berlutut dan
ambruk tak bernyawa.

Sekutu Utara benar-benar terdiam sejenak menghadapi kebrutalan yang tak


terduga, sebelum badai teriakan memenuhi tempat itu lagi.

"Serang! Apapun lawannya, bunuh saja mereka! "Kata seseorang di tengah


kerusuhan. Sepertinya meriam yang dipersiapkan dari jauh di belakang
penjaga depan akhirnya siap untuk ditembakkan lagi. Niat mereka mungkin
untuk meledakkan musuh yang tidak diketahui itu.

Rantai berlumuran darah tanpa ampun menghempaskan korbannya dan


kembali kedalam asap, mengarah ke meriam begitu kembali. Penembak
meriam itu menempatkan dirinya dalam posisi begitu persiapan selesai.
Namun, dia tidak diserang dengan cara yang sama seperti komandan -
sebagai gantinya, senjata tersebut mengikat tangan dan kakinya ke laras
meriam itu.

Seperti yang telah dilakukan sampai sekarang, rantai itu mundur ke arah
yang sama. Kemungkinan senjata itu memakai fungsi penyuluhan dan
kontraksi (seperti karet), dan tidak dapat menarik apapun yang terlalu berat.
Dalam kesempatan itu, rantai tersebut ditarik oleh pihak lawan. Suara mesin
bisa terdengar dari balik asap.

96
Pengguna rantai itu akhirnya mengungkapkan diri.Mereka mungkin
menunggu kekacauan itu mencapai puncaknya,seorang tentara berdiri di
tengah tabir asap, menarik rantai yang mengikat penggunanya ke laras
meriam. Ia membawa kapak tempurnya.

"Apa itu…!?"

Senjata yang menghancurkan semangat musuhnya itu tampak aneh -


rantai itu membentang disekitar ujung pegangan kapak.Ia maju ke arah
musuh dengan kecepatan tinggi. Memegang pistol di tangannya,
menembak orang-orang yang dilewatinya diatas kepala, melompat secara
artistik ke laras meriam itu dan memperlihatkan diri kepada tentara tentara
aliansi utara tersebut.

Prajurit dengan kapak tempur aneh yang telah menembus pertahanan


musuh itu adalah seorang gadis bermata biru dan berambut emas. Dia
mengenakan seragam militer Kazimierz sebagai bukti bahwa dia adalah
bagian darinya. Para tentara terkejut tidak hanya karena dia wanita atau dia
terlihat terlalu muda, tapi juga kecantikannya yang mencolok.

"Peringatan. Jika tidak ingin mati, menyerahlah. " Gadis yang menakjubkan itu
menendang rantai itu dengan sepatu bot militernya, menyebabkannya
bergetar keras ke atas laras, menuntut pengajuan. "Mereka yang tidak
menjatuhkan senjata ..." salah satu tangannya memegang kapak tempur,
yang lainnya memegang pistol. "... mereka yang berniat untuk melawan, akan
dimusnahkan atas nama Kazimierz." Sebelum menyelesaikan kalimat
terakhir, Ambriel mengangkat kapak keatas kepalanya.

Bahkan tanpa aba aba sekalipun, pertarungan dimulai kembali. Ambriel


melompat ke gerombolan tentara yang menyerangnya dengan luka tembak
di mata mereka.Sambil menghunus pedang bersamaan, mereka mencoba
menusuknya.

"Peringatan sudah diberikan."

Tak peduli betapa hebat senjata yang dipegangnya, masih sangat tidak
masuk akal untuk melemparkan dirinya ke markas musuh sendirian. Tapi

97
meski begitu, hujan mayat hanya meletus di sekitarnya. Sama seperti saat
dia unjuk diri di tempat latihan Kazimierz.

Hujan darah mengalir ke tanah. Di tengah badai merah, dia adalah bunga
yang tumbuh indah.Memanipulasi kapak tempur, yang cukup
mengkhawatirkan hanya dengan melihatnya, Ambriel memukul dan
menebas musuh. Saat senjatanya tidak bisa digunakan, dia akan mencuri
senjata api dari mereka - pistol, bayonet, rifle, apapun. Dia tidak
menunjukkan keseganan untuk menggunakan senjata apapun. Sebaliknya,
saat dia mencurinya, mereka tampak menjadi lebih kuat di tangannya.

Bahkan melawan tentara yang jauh lebih besar dan lebih kuat dari dirinya
sendiri, seperti akrobat, dia melompat seolah menari, menunjukkan
kemampuan fisiknya yang luar biasa.Sosoknya terlihat mempesona dan
menakjubkan. Dia memiliki kekuatan dan teknik bersenjata yang setara
dengan ribuan orang.

Pasukan Kazimierz segera menyusul ke dalam jeritan dari neraka yang


menandakan kehancuran markas musuh. Kemenangan diraih oleh Pasukan
Penyerangan Khusus Kazimierz.

Pertarungan tersebut dipicu oleh fakta pasukan Ebenholz pindah ke medan


perang berikutnya. Entah karena kebocoran informasi atau kebetulan yang
sebenarnya, mereka telah bertemu dengan unit musuh lebih cepat dan tiba-
tiba terlibat pertempuran.

Setelah meninggalkan penyiksaan terhadap tahanan perang kepada orang


lain, Ebenholz Leithanien berjalan dalam garis lurus sambil menunjukkan
penghargaannya kepada pasukannya dan memastikan cedera yang
didapat masing masing orang. Sebelum bidang penglihatannya tertuju pada
Ambriel, yang duduk di atas tanah sambil memegang kapak pertempuran
dan bersandar pada salah satu truk militer dengan mata terpejam.

"Ambriel, aku membawakanmu air." Dia menunjukkan botol air berbentuk


tabung di tangannya.

Ambriel membuka matanya dalam sekejap, menerima botol itu dan, setelah

98
beberapa saat membawanya ke bibirnya, menenggak air di atas kepalanya
sendiri. Darah dan lumpur dicuci dari wajahnya.

"Apa kau terluka? Adakah yang terasa sakit? "

"Komandan, tidak ada masalah. Satu Peluru mengenai bahu saya tapi
pendarahannya sudah berhenti." Perban di balikseragam tempurnya dicat
hitam dengan darah. Sebuah kotak pertolongan pertama berada diatas
tanah.

Meskipun menjadi orang yang telah berkontribusi paling banyak dalam


pertempuran sebelumnya, tidak ada yang mengungkapkan rasa syukur
terhadapnya selain Ebenholz. Semua orang hanya mengamati dari kejauhan,
seolah-olah ada pagar di sekelilingnya.

"Kau harus beristirahat di dalam. Aku punya mobil yang kosong. Butuh
beberapa jam untuk sampai ke kota pemasok. Pergilah tidur. "

Ebenholz menunjuk kendaraan unit terbesar itu.Ambriel mengangguk,


terhuyung-huyung ke arahnya saat ia menyeret kapak pertempuran. Dia
melompat ke truk militer dengan sebuah mobil convertible, bercangkung di
tempat yang dibuat untuk satu orang untuk tidur. Segera, dia tertidur.

Setelah memastikan bahwa Ambriel telah memasuki mobil, Ebenholz mulai


memberi perintah kepada tentara lainnya. Seluruh pasukan beranjak dari
tempa itu, menjauh dan benar benar meninggalkannya.

Matahari terbenam, langit berubah dari jingga menjadi kobalt gelap, unit itu
akhirnya sampai di tempat tujuannya. Kota ini adalah basis divisi tentara
Kazimierz.Pasukan Ebenholz disambut dan disambut oleh rekan mereka di
asrama. Mereka akan tinggal di sana selama beberapa hari.Ebenholz
sebentar mengatakan kepada mereka yang tidak terluka untuk "Tidak
melangkahi batas."sebagai bentuk implisit dari omelan sambil memberi
mereka izin untuk pergi keluar. Pada akhirnya, jumlah anggota Pasukan
Khusus yang berada di asrama sedikit. Ambriel tidur di kamarnya, yang
merupakan satu satunya kamar tanpa pasangan.

99
"Komandan. Komandan, Anda tidak perlu melakukannya. "Saat Ebenholz
menuju kamarnya dengan nampan makan malam, salah satu anggota divisi
setempat dengan gugup memanggilnya. "Saya akan membawanya."
Pemuda itu berkata sambil menawarkan untuk mengambil nampan, tapi
Ebenholz menggelengkan kepalanya.

"Telah kukatakan beberapa kali sebelumnya, tapi karena beberapa personil


kami kembali lagi sebagai mayat, inilah tugas saya.""Eh, 'mayat' ...? Apakah
mereka dibunuh oleh wanita itu? Apakah... Ambriel?"

"Betul. Nah, ketika ditanya tentang hal itu, kami diberitahu itu karena mereka
bersalah atas tindakan yang pastinya akan mengakibatkan kematian
mereka... "walaupun penjelasannya tidak jelas, siapa pun yang sangat naif
sekalipun dapat memahami implikasi di dalam perkataannya.

"Itukah sebabnya dia mendapatkan kamar untuk dirinya sendiri?"

Tidak banyak reaksi. Di mata anggota lain, sepertinya Ambriel menerima


perlakuan khusus, karena dia adalah seorang tentara wanita. Atau apakah
karena dia adalah objek kasih sayang Ebenholz? Ada banyak cara untuk
melihatnya dalam cahaya cabul.

Ebenholz meludahkan ceramah yang sudah biasa dia berikan, "Dia pada
dasarnya adalah anggota unit kami yang paling terampil. Dalam keadaan
normal, dia akan memiliki medali yang sesuai di dadanya dan kau
seharusnya memberi hormat kepadanya. Tapi karena sayangnya dia
rahasia, setidaknya dia bisa diperlakukan sesuai dengan prestasinya.
Bagaimanapun ... meskipun tawaranmu itu cukup sopan, saya tidak dapat
menerimanya. Jika ada sesuatu yang mungkin butuh dirimu nanti, aku akan
mengandalkanmu. Menyingkirlah."

Pemuda itu memiliki ekspresi yang kompleks, tapi membungkuk dan pergi
tanpa menghiraukannya. Saat suara langkahnya semakin jauh, Ebenholz
menghela napasnya.

--Aku jadi ingin tato bertuliskan "jangan tanya" di wajahku.

100
Beberapa tahun telah berlalu sejak dia membawa Ambriel kecil. Ke mana
pun dia pergi atau siapa yang dia temui, dia akan dicari cari untuk
menjelaskan tentangnya.

Sebuah rumor yang masuk akal terjadi di antara tentara Kazimierz: bahwa
anak dari keluarga Leithanien, keluarga pahlawan negara, memiliki seorang
tentara wanita yang dikenal sebagai Dewi Perang. Tampaknya dia juga
disebut sebagai "Prajurit Perawan Kazimierz" - sebuah julukan yang pernah
diajukan seseorang. Itu bukan gelar yang diberikan kepada seorang prajurit
belaka. Saat itulah pria sudah mulai sering mengelilinginya, dan orang-orang
yang telah menciptakan gambaran yang mulai menyebar dari mulut ke
mulut, setelah bertemu langsung dengannya, orang mulai menganggapnya
penyihir dengan wajah seorang malaikat. Memiliki bawahan dengan
kecantikan iblis dan bakat alami yang luar biasa dalam pertempuran
memberinya masa sulit sebagai atasan.

--Aku telah membesarkannya menjadi terlalu layak untuk namanya.

Perangkat makan itu berdenting saat Ebenholz menaiki tangga kayu tua
asrama itu. Meskipun berbagai bagian divisi telah menerima peringatan
untuk tidak mendekati kamarnya, dia melihat banyak pria yang mencoba
mengintip ke dalamnya dan menyalak pada mereka. Hanya memanggil
nama mereka sudah cukup untuk membuat mereka pergi. Dia
menghembuskan napas sekali lagi karena dia harus mengatur agar
pemimpin unit mereka memberi mereka hukuman.

Dia membuka pintu setelah mengetuk. "Ambriel."

Saat diPanggil, dia mengangkat kepalanya dari posisi meringkuk di atas


kasur, mengenakan kemeja pria besar.

"Ayo makan." Ebenholz, yang telah membawa makanannya endiri,


meletakkannya di atas meja di sudut ruangan dan duduk di kursi yang
menyertainya. Dia kemudian memberikan makanan itu kepadanya di atas
nampan. "Bisakah kau memegangnya ... dengan lengan itu?"

"Terima kasih banyak. Sisi kanan tidak terluka. "Saat dia dengan ramah

101
membungkuk dengan rasa syukur, tidak ada tindakan yang dia katakan
menyerupai saat mereka bertemu. Tubuhnya juga berubah dari seorang
gadis menjadi wanita setelah berlewatnya tahun demi tahun. "Komandan ...
apakah Anda tidak pergi keluar?"

Setelah memberi tahu Ambriel untuk makan saat dia memegang sendok
tanpa menyentuh makanannya, Ebenholz menjawab, "Laporan sedang
dikumpulkan, dan ada juga pertemuan untuk menentukan strategi
pertempuran berikutnya. Bermain main diluar itu tugas orang lain. Lain
ceritanya kalau kau ingin pergi keluar. Kau pasti diijinkan jika pergi dengan
seseorang. "

"Dengan siapa?"

"Siapa tahu? Siapa pun boleh "

Ambriel menggelengkan kepalanya untuk menyangkalnya. Dia tidak


berbicara dengan rekan-rekan yang bekerja di unit yang sama. Sesuai
peribahas 'sendok berdengar dengar nasi habis budi didapat'. Mereka yang
terus menerus menyaksikan pertarungannya dari dekat pasti akan ingin
menjaga jarak. Ebenholz memang setuju, tapi itu tidak berlaku untuk semua
orang.

--Tidak ada yah...

Ia tumbuh dewasa namun jarang berbicara dengan orang lain selain dia.

--Tapi, jika dia melekat pada orang lain, itu akan menjadi masalah.

Rasa khawatirnya itu adalah karena ia merupakan senjata' miliknya, tapi


akhir-akhir ini, ada juga alasan emosional terlarang yang terlibat.

"Jika kau kekurangan sesuatu, tanyakan pada petugas wanita untuk


membelikannya. Atau mungkin kau ingin melakukannya sendiri? "

"Tidak, saya memiliki semua yang saya butuhkan, jadi tidak masalah."

102
"Karena kau tidak menggunakan tabunganmu, mereka sudah menumpuk ...
kau sudah remaja sekarang, jadi tidak masalah membeli satu atau dua
perhiasan. Mungkin tidak ada banyak kesempatan untuk memakainya, tapi
bagus kalau memilikinya. "

"Apa itu 'remaja'?"

"Anak-anak yang terlihat setua dirimu. Tapi ... kau terlihat sedikit ... lebih
dewasa dari usiamu. "

Empat tahun telah berlalu sejak mereka berdua pertama kali bertemu,
Ebenholz tak tau usianya yang sebenarnya. Seandainya usianya sepuluh
tahun, dia sekarang berusia empat belas tahun. Apakah dia normal, Ambriel
masih akan memiliki wajah yang manis. Namun, fiturnya yang sangat
canggih itu menghapus kepolosan miliknya dan membuatnya terlihat seperti
wanita dewasa.

Setelah mengajarinya berbicara, Ebenholz telah mencoba menanyainya


tentang masa lalunya, tapi dia tidak memiliki kenangan sebelum bertemu
Dietfriet. Meski ia tak begitu mengingatnya, Ambriel memberitahu, dia berada
di sebuah pulau berpenghuni sambil menunggu perintah seseorang.

"Apa yang dibeli gadis remaja?"

"Mari kita lihat ... aku belum menikah dan tidak sering melihat saudara
perempuanku setelah dikirim ke medan perang, jadi aku tidak bisa
mengatakan banyak, tapi ... itu mungkin seperti gaun, bros, cincin dan
boneka imut."

Ambriel melihat kapak tempur dan tas militernya yang diletakkan di sudut
ruangan. Kapak yang beristirahat di belakang tuannya, terbungkus kain kotor.
Bagasinya hanya terdiri dari barang bawaan itu.

"Saya rasa tiada artinya bagi saya untuk memiliki hal semacam itu. Hanya...
menerima Witchcraft dari Komandan sudah cukup. Desainnya seperti yang
saya harapkan dan ini cukup mudah untuk digunakan. "

103
Kapak yang dia gunakan di medan perang sebelumnya adalah pesanan
buatan khusus yang diminta Ebenholz untuknya. Nama yang diberikan oleh
penemunya adalah 'Witchcraft'.

Ebenholz tersenyum getir pada kenyataan bahwa itu sangat khas Ambriel,
yang telah mendambakan senjata mematikan, dan tidak menginginkan hal-
hal yang biasanya orang inginkan. "Jika aku ... melakukan ini ketika kau masih
muda, aku bertanya-tanya apakah kau akan lebih berminat pada hal
semacam ini."

Dia belum pernah mencoba membeli gaun atau boneka untuknya. Selama
empat tahun setelah bertemu Ambriel, unit itu terus bergerak di sekitar
benua itu, tidak pernah istirahat cukup lama. Begitulah kehidupan militer.
Ebenholz, yang baru saja dipromosikan ke Komandan dan membawa
tanggung jawab memimpin pasukan, selalu sibuk dengan urusan sehari-
hari, dan telah mengajarinya bagaimana cara mengutarakan prioritasnya.
Namun, itu adalah pencapaian baginya dan Ebenholz untuk berhasil
membangun dan mempertahankan reputasi yang kokoh di militer meski
berbeda dari yang lainnya. Dia telah menghabiskan cukup banyak usaha
untuk membuat gadis unik itu dikenal masyarakat. Dan dia telah berhasil
melakukannya.

Kulit kremnya tidak pernah menggelap, meski sering terkena sinar matahari
sekalipun. Wajahnya terlihat luar biasa meski tanpa make up.

Dia pernah mengatakan bahwa dia harus menjadi layak atas namanya. Dia
berkembang seperti yang dia inginkan. Keindahannya mendekati kecantikan
seorang dewi.Pastinya akan menjadi lebih elegan jika dia mengenakan
sesuatu selain seragam militer. Dia bisa menjadi bunga yang lebih cantik
dan lebih lembut daripada wanita bangsawan manapun.

--Pertama, dia seharusnya mengikuti jalan itu.

Ebenholz telah memberikan kata-katanya dan mengajarkan sopan santun.


Dia tidak pernah terbunuh saat diperintahkan dan selalu bisa melindungi
dirinya sendiri. Sebenarnya, dia sudah seperti itu sejak awal, bahkan sebelum
dia mampu berbicara. Bila dia mengusir rasa takutnya dan mengirimnya ke

104
organisasi pengasuh yang sesuai, dia mungkin akan terus melanjutkan
hidupnya tanpa harus berhubungan dengan medan perang. Sebagai akibat
diambil di bawah asuhan Ebenholz, Ambriel telah tertembak, tubuhnya yang
kelelahan beristirahat di tempat tidur saat dia menyesap sup dingin. Hal itu
membuatnya merasa sengsara.

"Ambriel, besok ... tidak, lusa ... aku akan meluangkan waktu, jadi kenapa kita
tidak pergi keluar sebentar?"

"Kenapa?"

"Kau sudah menjadi lebih tinggi, dan kau belum pernah membeli pakaian
untuk sementara waktu ini, bukan? Ayo kita cari. "

"Yang kumiliki sekarang sudah cukup."

"Kau tidak punya pakaian tidur, bukan? Ini sudah sangat usang. " Ebenholz
menunjuk ke lengan bajunya.

Dia selalu meninggalkan pembelian barang kebutuhan sehari-harinya


kepada petugas wanita dan tidak pernah melakukannya sendiri. Pakaian
tidurnya telah ternoda setelah membunuh penyusup kamarnya, oleh karena
itu, dia meminjamkan pakaiannya untuk sementara.

Meskipun dia tidak punya urusan lain, Ambriel menolak, seolah barang yang
dia terima dari Ebenholz adalah pengecualian. "Tapi ... ini adalah pemberian
darimu, jadi aku masih bisa memakainya."

Suara Ebenholz melunak secara alami pada sikapnya yang manis, "Aku tidak
ingin kau memakai baju... seperti yang kau pakai saat masih kecil dulu, tapi
ada baju yang mirip dan sama nyamannya. Tidak, tidak harus pakaian tidur.
Mungkin sesuatu yang ingin kau makan. "

"Jika Komandan ingin pergi keluar, saya akan menunggu di sini. Anda akan
merasa nyaman jika aku tidak meninggalkan ruangan, bukan? Jika saya
menguncinya, orang juga tidak bisa masuk. " Dia menunjuk untuk mewakili

105
seseorang yang menyelinap ke tempat tidurnya. "Lagipula, saya takkan
menahan diri meski terluka."

Ambriel sendiri sadar akan membunuh orang. Dia patut dihargai atas naluri
pertahanan yang tak terbendung untuk menahan semua orang yang
berusaha menyerangnya, tapi membunuh rekan-rekannya itu keterlaluan.
Dia sadar bahwa Ebenholz menjauhkannya dari yang lain demi melindungi
mereka.

"Aku... aku ingin ... pergi keluar bersamamu. Sekali-sekali ... maukah kau
membiarkan aku bertindak seperti orang tua? "

Itu alasan yang sedikit kuat, tapi seandainya Ebenholz menikah dini, tidak
aneh kalau dia memiliki anak setua Ambriel. Dia telah mengajari dia
segalanya, mulai dari bahasa hingga gaya hidup sehari-hari. Hubungan
mereka bisa digambarkan sebagai orang tua dan anak, kakak laki-laki dan
adik perempuan, guru dan murid ...

"Komandan ... bukanlah ayahku.Saya tidak punya orang tua.Aneh kalau


menggunakan Komandan sebagai penggantinya. "

... dan tentu saja atasan dan bawahan. Suara lembutnya menusuk dada
Ebenholz.

"Bahkan jika ... kau berpikir begitu ... kau adalah ..."

--Kau adalah…

Dia tidak bisa meneruskan. Untuk apa dia? Apa kata yang terbaik baginya?
'senjata' mungkin kata paling tepat. Meskipun demikian, sangat tidak sesuai
bagi 'senjata' untuk memiliki kesadaran diri akan keberadaan lawan jenisnya.
Dalam kasus itu, dia adalah 'putrinya' atau 'saudara perempuannya'.Tetap
saja, sebetapapun dia mencoba untuk bersikap seperti keluarganya, dia tak
begitu memperhatikan hal tersebut, dan tidak memperlakukannya seperti
keluarga.

106
Ambriel sendiri tak menganggapnya sebagai seorang ayah.Meski dia
merupakan atasan, jika saja dia tak menganggapnya seperti atasan.Begitu
dia berbalik padanya, dia akan secara otomatis terbunuh , Apalagi, alasan
mengapa mereka memiliki jenis hubungan seperti ini adalah karena Ambriel
mencari perintahnya dan memiliki kemampuan bertempur yang muluk.
Sebuah kerja sama yang tak tergoyahkan ada di antara mereka - dia
memberikan instruksinya di medan perang dan dia memberinya kekuatan
untuk meraih kemenangan. Itu merupakan kebenaran yang tak dapat
diubah.

"Aku...kau…"

Ebenholz dan Ambriel tidak memiliki hubungan yang sebenarnya."

"Aku…"

Melihat Ebenholz menutup mulutnya, mata Ambriel bergerak dalam


kebingungan yang langka. "Jika Komandan menginginkannya, saya akan
pergi." Dia berkata kepadanya, "Jika Komandan memerintahkan saya untuk..."

"Ini bukan perintah ..."

"Jika ... itu keinginanmu ..."

Tidak peduli apa pun, Ambriel tidak membiarkannya memiliki harapan.


Namun, Ebenholz tersenyum, tanpa merasa buruk, saat ia berusaha
menghibur dirinya yang gundah. "Iya, itu keinginanku, jadi tolong penuhilah."

Begitu senyum itu muncul di wajahnya, Ambriel mengembuskan napas


dalam-dalam, dengan lega mengangguk. "Ya, Komandan."

Dia hampir seperti boneka.

Dua hari setelahnya pada sore hari, untuk pertama kalinya dalam empat
tahun mereka menghabiskan waktu bersama, keduanya pergi keluar untuk
hal-hal yang tidak terkait dengan pekerjaan mereka. Ebenholz entah

107
bagaimana berhasil mendapatkan waktu luang dengan memulai bekerja
lebih awal, kemudian menjemputnya di kamarnya.

Dia telah memberi tahu rekan-rekan kerjanya bahwa dia akan meninggalkan
markas, tapi bukannya menerima tatapan dingin, dia dan Ambriel anggota
unit mereka melihatnya seakan menyaksikan sesuatu yang luar biasa.Bagi
Ambriel, melangkah keluar saja sudah langka.Bagi Ebenholz, ia biasanya
sibuk dengan dokumen dan pertemuan karena berbagai kepentingan
tertentu, dia secara pribadi tidak pernah punya waktu untuk pergi keluar.
Alasan dia mengajukan cuti adalah bahwa dia memiliki 'kompromi', jadi
mungkin semua orang percaya bahwa dia akan pergi kerja. Tidak
diinterogasi tentang hal itu menguntungkan baginya.

Mereka menuju ke pusat kota dengan berjalan kaki. Berdampingan dengan


biasa-biasa saja tapi berjalan keliling kota di samping Ambriel saat dia
mengenakan rok membuat Ebenholz merasa geli. Dia terus-menerus
meliriknya karena merasa aneh.

Langit menjadi agak gelap.Lampu jalan menyinari kawasan


perbelanjaan.Benang dengan lentera menghubungkan bangunan yang
menjepit satu sisi di sisi jalan yang luas, meniru kecemerlangan bintang.
Cuaca terasa hangat, suasananya cocok untuk minum sambil
mendengarkan musik ceria. Namun, baik Ebenholz maupun Ambriel tidak
tersenyum sambil menikmati diri mereka sendiri, hanya berjalan tanpa
ekspresi.

Duo itu memasuki sebuah toko pakaian besar yang masih terbuka. Itu adalah
toko yang aneh, dengan pakaian tergantung dari langit-langit ke lantai.
Mungkin karena kota itu adalah tempat markas tentara berada, saat kedua
militer masuk, mereka disambut tanpa reaksi mengejutkan.

"Ini terlihat bagus. Ini terlihat bagus juga. "

Penjaga toko wanita berusia empat puluhan. Dia berbicara dengan Ambriel
seolah-olah memilih pakaian untuk putrinya sendiri.Saat Ambriel berdiri diam
dan terlihat kesusahan, Ebenholz berbicara atas namanya, "Ini terlalu

108
mencolok. Warna apapun terlihat bagus untuknya ... tapi tolong jangan lupa
dia tentara."

"Kalau begitu, bagaimana dengan ini, Pak?"

"Desainnya bagus.Saya akan menunggu di sini, jadi tolong pilih pakaian


dalam sesuai dengan pilihan anda sendiri. "

Pemilik toko itu dengan lembut menyentuh dada Ambriel, wajahnya tumbuh
masam. "Benarkah? Rasanya yang dia kenakan tidak sesuai dengan ukuran
tubuhnya. "

Saat kedua wanita itu menghilang ke ruang belakang, Ebenholz akhirnya bisa
bernafas. Dia menempelkan tangannya ke mulutnya dan berpaling ke
samping, untungnya mereka tidak melihat pipinya yang merah padam.

"Terima kasih telah membeli banyak barang! Datanglah lagi."

Menjelang malam ketika belanja pakaian mereka berakhir dan penjaga toko
melihat mereka pergi. Mereka bisa saja pulang pada saat itu, tapi Ebenholz
berubah pikiran saat Ambriel berhenti untuk mengamati jalan yang
berkilauan dengan lentera.

"Seolah-olah bintang-bintang telah turun ke bumi."

Karena mereka sudah disana, ia memutuskan untuk melihat-lihat area pusat


kota.Pertama, mereka pergi ke kios minuman.Berbagai minuman keras
beralkohol yang dikumpulkan dan makanan dengan daging panggang dan
kentang goreng menarik perhatian pelanggan dengan aroma lezat mereka.
Beberapa yang nampaknya sudah mabuk bernyanyi riang, sebuah band
memainkan lagu improvisasi untuk mencocokkan mereka. Orang berkumpul
ke atmosfir yang nampaknya menghibur, para penari memanfaatkannya
untuk mendapatkan uang logam.

Ketika keduanya berjalan ke depan, jumlah toko makanan menurun,


memberi ruang bagi sejumlah pedagang kaki lima yang menjual permata
berharga dan aksesoris etnik. Ebenholz telah mendengar dari seorang

109
anggota yang telah menikmati jeda dari hari pertama dimana toko-toko
tersebut berubah dari siang ke malam, tapi mereka berdua tidak tahu hal
tersebut. Namun, meski jumlah orang tidak berbeda jauh, tidak seperti
keaktifan sebelumnya, bagian dari distrik tersebut memiliki udara yang lebih
tenang.

Sepertinya tidak ada yang menarik minat Ambriel, tapi saat pergi ke sana,
kakinya berhenti sejenak.

"Apa ada yang kau mau?"

"Tidak ..." dia menyangkal, tapi matanya terus menatap ke arah yang sama.

Ebenholz memegangi lengannya dan membawanya mendekat dengan


paksa.

"Selamat datang." Penjaga toko tua yang baik menyambut mereka dengan
sopan.

Kotak kaca berisi permata tergeletak di atas sebuah deretan karpet hitam
yang diletakkan di lantai. Ebenholz tidak tahu apakah mereka asli, tapi
merasa bahwa pengerjaan yang ada di dalamnya lebih rumit dan elegan
daripada barang penjual lainnya. Ambriel dengan tajam melihatnya dan
Ebenholz tersentak saat dia mengarahkan tatapannya ke arahnya seolah
ingin menembaknya.

"Ada apa...?"

"Mata Komandan ada di sini. " Ambriel menunjuk sebuah permata. Jari
putihnya yang ramping membentang lurus ke depan, menuju bros zamrud.

Tidak diragukan lagi, itu memang menyerupai warna misterius mata


Ebenholz. Itu adalah oval mengkilap besar, mekar dari dalam kotak kacanya
dengan cara yang lebih mencolok dari pada permata lainnya

"Ini... disebut apa?"

110
Sementara Ambriel membuka mulutnya dan mengerutkan kening seolah-
olah dia tidak bisa mengeluarkan kata kata yang tepat, penjaga toko
menawarkan bantuan, "Zamrud."

"Bukan namanya ..."

"Kalau bukan namanya, apa maksudmu?"

"Ketika saya ... melihat ini ... saya bertanya-tanya kata apa yang sesuai
untuknya..."

"Jadi itu maksudmu." Penjaga toko menertawakannya. "Ini 'cantik', Nona


Muda."

Dari sudut pandang pemilik toko, tertawa adalah reaksi yang jelas. Dia
adalah pedagang perhiasan. Itu pasti sebuah kata yang tertanam dalam
rutinitasnya. Namun Ambriel, yang menaggapnya berharga lebih dari
apapun, merasa mulutnya merenung saat dia mengucapkan untuk pertama
kalinya istilah yang baru dia pelajari.

"Cantik…"

"Ada apa denganmu? Kau tak tahu kata itu? "

"Saya tidak tahu 'Cantik'. Apakah itu memiliki arti yang sama dengan ...
'indah'? "

"Benarkah? Wah, saya terkejut.Padahal anda tampak cerdas ... "

--Ah, ada ada saja

Ebenholz berdiri terperangah di antara keduanya. Tubuhnya terasa panas tak


tertahankan. Perasaan itu mirip dengan melakukan kesalahan yang
mengerikan, dengan keringat dingin, denyut jantung yang melebar dan rasa
malu membakar isi perutnya.

Dialah yang telah mengajarkan kepadanya bagaimana cara berbicara.

111
Selama empat tahun mereka tinggal bersama, dia telah melatihnya untuk
percakapan sehari-hari. Itu termasuk jargon militer

--Tetap saja, aku ...

Dia tidak mengajarinya kata-kata yang begitu sederhana. Begitu dia tahu
cara berbicara sampai batas tertentu, dia pikir secara logis dia bisa tahu
kata-kata lainnya.Dia telah mengukur itu dengan standarnya,meskipun dia
dulunya gadis kecil yang hanya tau kata 'Komandan' .

"Apakah Anda anak yatim perang?"

"Tidak, tapi saya tidak punya orang tua."

Dia tidak mencari kata selain 'bunuh'. Setelah membawanya dan menjadi
walinya,dia hanya membawanya ke medan perang. Itulah hari pertama
mereka pergi berbelanja seperti itu.

--Ah ... disinilah aku, berusaha bertingkah seperti orang tua, namun ...

Dia sama sekali tidak mengajarkan kata-kata itu kepadanya. Itu sangat
mengkhawatirkan.

--Untuk berpikir aku tidak pernah mengatakan "cantik", meskipun aku bisa
mengatakan "bunuh" ... padahal kata itu benar-benar cocok dengannya ...

Sementara Ebenholz jatuh dalam penyesalan, obrolan terus berlanjut.

"Bagaimana dengan menulis? Bisakah kamu melakukannya?"

"Hanya namaku ..."

"Kalau begitu,siapa pun yang melahirkan Anda tidak kompeten. Bahkan saya
pun bisa menulis. "

"Apakah mengetahui bagaimana menulis hal yang baik?"

112
"Anda bisa menulis surat."

"'Surat' ...?"

"Jika Anda tinggal jauh dari kampung halaman Anda, setidaknya Anda harus
menulis beberapa."

"Apakah begitu…?"

Ebenholz membanting dompetnya ke kotak kaca untuk mengganggu


percakapan mereka."Tunggu, jangan ... lakukan itu. Barangnya…"

"Saya beli satu ... Ambriel, pilihlah," katanya dengan nada rendah, seolah
marah.

Ambriel berkedip. "Apakah itu perintah?"

"Ya, itu perintah...pilih satu. Yang manapun boleh."

Sebenarnya dia tidak ingin menyebutnya perintah. Namun, dia takkan patuh
jika mendengarkan dia mengatakan sebaliknya.

Ambriel melihat kotak kaca lagi dan, seperti yang diharapkan, menunjuk
kembali bros zamrud. "Kalau begitu, yang ini."

Saat Ebenholz menekan penjaga toko dengan ekspresi kaku, yang hanya
tersenyum dan menyerahkan bros itu sembari berkata, "Datanglah lagi." bros
itu mahal, tampak bahwa, sebagai pemilik toko, dia akan sangat puas.

Menerima bros itu, Ebenholz menarik lengan Ambriel sekali lagi dan
meninggalkan tempat itu. Jalan-jalan dipenuhi orang-orang yang datang
untuk menikmati kota malam. Di tengah keramaian, mereka berdua yang
biasanya selalu mempertanyakan hubungan dan eksistensi mereka kemana
pun mereka pergi, hanyalah bagian dari kemacetan.

Karena Ambriel tidak terbiasa dengan banyak orang, matanya bergerak ke


segala arah dan kakinya tertinggal. Dalam prosesnya, tangan mereka saling

113
melepaskan satu sama lain dan keduanya terpisah. Saat itulah Ebenholz
akhirnya berbalik untuk melihat Ambriel. Rambut keemasannya tersembunyi
dibalik keramaian.

"Komandan."

Dia bisa mendengar panggilannya di tengah kebisingan. Terlepas dari


berapa banyak orang yang ada atau tidak dapat melihatnya, tidak mungkin
dia akan merindukan suaranya. Selalu, sejak pertama kali dia mengatakan
'Komandan', suara seperti angin yang berhembus dengan ramah telah diukir
di telinganya. Dia bergegas untuk pergi kembali dari jalan sebelumnya.

"Ambriel…"

Ambriel menatap Ebenholz yang kebingungan itu dengan ekspresi tenang


saat dia menarik napas berat. Tampaknya tersesat tidak membuatnya
sedikit gugup.

"Komandan, apa yang harus saya lakukan dengan ini ... setelah memilikinya?"
Dia menunjukkan kepadanya bros yang telah dipegangnya selama ini.

"Genggam benda itu di tempat yang kau inginkan."

"Saya akan kehilangan bros ini."

Ebenholz mendesah. "Dalam pertempuran, ya. Tapi kau bisa memakainya


pada hari libur. Padahal, karena matamu biru, mungkin lebih baik membeli
sesuatu yang berwarna biru. "

Ambriel menggelengkan kepalanya pada kalimat terakhir. "Tidak, yang ini


yang paling 'cantik'." Dia berkata sambil menusuk jarum bros itu ke
pakaiannya, "Warna itu sama dengan mata Major."

Pernyataannya jelas. Napas Ebenholz tertahan sesaat saat mendengar kata-


kata yang diucapkannya dengan nada manis.

--Kenapa ... kau ... mengatakan bahwa mataku indah ... pada saat seperti ini?

114
Meskipun dia adalah seorang gadis yang bersikap seolah-olah dia tidak
memiliki hati, dia menyembah pria yang telah membesarkannya tanpa
mengajarinya bagaimana mengekspresikan emosi.

--Aku benar benar...tidak berhak...mendapatkannya.

Tanpa tahu apa yang dipikirkan Ebenholz, Ambriel melanjutkan, "Saya selalu
... menganggap mereka 'cantik'. Tapi saya tidak tahu kata itu, jadi saya tidak
pernah mengatakannya. " Dia tampaknya tidak bisa memakai brosnya
dengan benar, dia menusukkan jarumnya terus-menerus. "Tapi mata Major,
dari saat kami bertemu, 'cantik'."

Pandangan Ebenholz menjadi kabur mendengar kata-kata yang berbisik. Itu


hanya untuk sesaat. Matanya segera bisa menangkap dunia dengan jelas
lagi saat dia mendorong kembali apa pun yang terbakar di dalam dirinya.

--Hapus perasaanmu kau tidak bisa membiarkan dirimu terlihat dengan


wajah seperti ini.

Sentimen dan kesenangannya merembes keluar. Tapi, Bekerja sebagai


tentara menuntut hal itu secara khusus.

"Biarkan aku ..." dia mengambil bros dari tangannya dan menaruhnya di
atasnya.Ambriel mengalihkan pandangannya ke permata di kerahnya.

"Komandan, terima kasih." Suaranya agak sedikit lemah. "Terima kasih


banyak."

Berulang kali mendengarnya, dia menjadi tidak nyaman dan dadanya terasa
seperti sedang direbus.

--Aku tidak bisa ... mengatakan apapun.Aku tidak berhak untuk


melakukannya.

Dia merenungkan betapa leganya hatinya jika dia dengan sungguh-


sungguh memasukkan pemikirannya ke dalam kata-kata. Rasa bersalah,

115
penyesalan, kepahitan, frustrasi, marah, duka cita. Sup perasaan yang
bercampur aduk di kepalanya meluap.

Medan pertempuran tiba-tiba berubah beberapa hari setelahnya. Perang


kontinental yang dimulai dengan konflik moneter antara Utara dan Selatan
dan konflik agama antara Barat dan Timur, yang pecah pada periode yang
sama, saling terkait dan membuat keadaan semakin rumit. Ebenholz dan
Pasukan Penyerangan Khusus Kazimierz yang tidak biasanya dikirim ke
medan tempur berskala besar dan pasti, ke berbagai tempat di benua.
Peranan mengakhiri pertempuran dengan cepat tadinya adalah untuk Unit
Penyerbu. Berbagai pertempuran - dengan kata lain, pertempuran kecil -
menyebar dengan cepat di benua ini. Mereka bukanlah bentrokan biasa
dimana kekuatan lawan hanya bertabrakan di satu area.

Medan pertempuran luas yang dimiliki oleh garis pertahanan invasi utara
dan penghambatan selatan diberi nama Intense. Ini berbasis tepat di
tengah benua. Keseluruhan wilayahnya terdiri dari tanah suci, menurut
agama yang dimiliki oleh negara-negara Barat dan Timur. Itu adalah kota
yang terbuat dari batu dan pusat pasokan terbesar di wilayah Barat Selatan.
Karena ingin menguasai wilayah barat tanah suci, Timur meminjamkan
kekuatan mereka ke Utara sebagai sebuah negara sekutu, dan akibatnya,
Barat bergabung dengan Selatan.

Saat itu jam tiga pagi ketika sebuah laporan menginformasikan bahwa jalur
pertahanan Intense hancur. Garis pertahanan yang telah penuh dengan
kamp-kamp militer, dengan cepat dimusnahkan oleh serangan Utara, terus
berlanjut dalam keadaan darurat. Pada saat yang sama, konflik yang lebih
kecil di berbagai daerah mulai runtuh. Rincian kejadian tersebut
menunjukkan bahwa Utara, yang kekurangan sumber daya alam sejak awal,
dan Timur, yang telah menawarkannya dukungan, tidak dapat menarik
persediaan, telah memusatkan kekuatan militer mereka pada Intense,
bertaruh secara keseluruhan - menghadapi musuhnya.

Kamp-kamp Barat Selatan, yang tidak siap untuk segera merespons kejutan
serangan dengan perbedaan kekuasaan yang luar biasa, kembali bergerak
maju. Perintah pertemuan dikirim ke Ebenholz dan unitnya, yang termasuk
dalam Sekutu Serikat Bangsa-Bangsa Barat Selatan dan telah mendengar

116
laporan tentang terobosan pertahanan '. Seorang utusan telah
mengumumkan secara resmi bahwa setiap tentara diharuskan berkumpul
untuk ikut serta dalam pertempuran yang menentukan, di mana semua
tentara akan berkumpul.

Tampaknya tentara Sekutu Timur Utara telah mencapai tempat-tempat suci


dan mengambil alih kendali. Pada kenyataannya, pertempuran berikutnya
bukan hanya untuk tempat pengisian ulang atau reklamasi tanah suci - ini
akan menjadi pertempuran akhir yang paling besar. Pihak yang tidak berhasil
jelas akan kehilangan wilayah dan negara mereka terkurung, dirampok oleh
musuh. Pleton yang telah diarahkan ke berbagai tempat berkumpul di
sebuah benteng yang didirikan di pinggiran tanah suci Intense.

Menjelang malam ketika Ebenholz dan yang lainnya tiba di markas. Saat
berkemah, dia bertemu kembali dengan Hodgins setelah sekian lama.

"Kau masih hidup." Kali ini, Ebenholzlah yang menemukan Hodgins dan
menepuk pundaknya.

Pria berambut merah itu tersenyum lebar saat dia berbalik. "Ebenholz ... hei.
Jadi kamu juga hidup. Apakah kau khawatir tentangku? Banyak bawahanku
meninggal, tapi ... aku selamat."

Dia bertanggung jawab atas sebagian pasukan yang ditempatkan di Intense.


Kelelahan dan pesimisme akibat kehilangan teman-temannya tidak
tersembunyi di balik senyumannya. Dia telah menertawakan leluconnya
sendiri, tapi kantung matanya terasa dalam dan wajahnya kotor.

Saat mengganti lokasi, Ebenholz dan pasukannya telah melihat-lihat lokasi


medan perang garis pertahanan Intense, namun tidak menemukan apa-apa
selain tumpukan mayat yang tersebar di tanah. Tidak ada waktu untuk
mengheningkan cipta - semua seharusnya bersiap menghadapi
pertempuran akhir.

Hal itu kemungkinan besar akan sulit bagi Hodgins, karena mereka adalah
rekan-rekannya yang mempercayakan hidupnya padanya dan berbagi
cerita setiap hari dengannya. Namun, saat melihat Ambriel saat dia datang,

117
akhirnya dia menunjukkan pandangan yang benar-benar ceria. "Apakah ini ...
gadis kecil itu?"

"Ambriel. Begitulah aku menamainya ... "

"Kau ... bisa datang dengan nama yang sombong. Ambriel kecil, ya? Nah, ini
bukan pertemuan pertamamu denganku, tapi kau tidak mengingatnya,
bukan? Aku kenalan lamamu. Panggil aku 'Komandan Hodgins'. "

Sambil memegang secangkir sup yang dibagikan, Ambriel memberi hormat


kepadanya. Bahkan di kegelapan, tampangnya yang menarik menghipnotis
sejenak, disorot oleh lampu-api. Ebenholz berdeham, membawanya kembali
ke kenyataan.

"Kau telah menjadi cantik ..." Hodgins melingkarkan lengan ke bahu Ebenholz
dan berbicara dengan suara rendah saat keduanya membelakangi Ambriel,
"Kau... ini ... sangat buruk, tahu? Seorang wanita muda seperti ini di daerah
tempur ... yah, tapi ... sepertinya tidak perlu mengkhawatirkan tubuhnya ...
bahkan korpsku tahu tentang perbuatannya. "

"Aku mengawasi Ambriel supaya tidak perlu khawatir."

"Mungkin begitu, tapi ... bagaimana mungkin aku tahan? Ini sia sia. Kekuatan
fisiknya bukanlah saty satunya karunia yang ia miliki. Akan ... bagus jika dia
memiliki pekerjaan yang memanfaatkan atributnya yang lain. "

Kata-kata itu menusuk hati Ebenholz. Sangat menyakitkan mendengar


pikirannya dikatakan oleh orang lain. Apalagi, penyebab semuanya adalah
Ebenholz sendiri. Saat menjadi wali darinya, dia adalah perwira militer
pertama dan paling utama yang membuatnya bertarung.

--Aku tahu itu ... lebih baik dari siapapun

Betapapun menakjubkannya dia atau seberapa baik karunia yang ia miliki,


selama dia dirantai dengan tentara seperti Ebenholz, dia akan menjadi
Boneka Pembunuh Otomatis.

118
"Kau tau, aku ... sedang memikirkan untuk mundur dari militer dan membuka
usaha sendiri setelah perang ini usai. Ketika itu terjadi ... aku ingin tahu
apakah aku harus mengajak ... Ambriel kecil."

Hodgins mengeluarkan rokok dari kotak yang telah hancur dan


memasukkannya ke dalam mulutnya.Karena hanya ada satu batang rokok di
dalam kotak itu, Ebenholz mengambilnya. Dia tidak cukup bodoh untuk tidak
menerima tawaran temannya di malam hari tepat sebelum pertempuran
akhir setelah beberapa minggu tidak merokok. Mendekatkan wajah mereka
satu sama lain, keduanya saling berbagi api.

"Ketika seorang tentara mengatakan sesuatu seperti ini sebelum medan


perang terakhir, biasanya berarti 'itu'." Ebenholz berkata dengan ekspresi
suram saat menghembuskan asap.

"Tidak, aku takkan mati! Pasti. Aku sudah lama berpikir untuk membeli
perusahaan ... "

"Dari mana kau mendapatkan uang untuk itu?"

"Dari taruhan di sebuah organisasi perjudian tertentu, di mana kita


mempertaruhkan seluruh kekayaan kita tentang siapa yang akan
memenangkan pertarungan ini."

"Kenapa ... kau memilih gaya hidup singkat seperti itu ...?"

"Ya, aku tidak berasal dari keluarga kebanyakan tentara. Keluargaku


menjalankan bisnis biasa di negara kami. Dan aku anak kedua. Aku
bergabung dengan tentara karena orang yang akan menggantikan bisnis
keluarga adalah kakak laki-lakiku. Jika ada yang bisa dilakukan anak kedua
yang menganggur untuk bisa berkontribusi pada keluarganya, pastinya itu
dengan melindungi negara ini, bukan? Karena itulah, jika Selatan menang
dan Kazimierz tidak harus bertarung lagi meski hanya kurang dari satu jam,
aku akan membuka agensi saya sendiri. Kau tau, aku adalah tipe pria yang
bisa melakukan apapun jika serius, jadi aku bisa naikkan beberapa pangkat
lagi jika saya tetap berada di tentara seperti ini, tapi ... ada sesuatu yang
merasa salah. Akhirnya aku mengerti apa."

119
Ebenholz sangat iri pada Hodgins saat dia dengan malu-malu
membicarakan mimpinya. Mereka mungkin tidak memiliki hari esok. Dalam
keadaan seperti itu, temannya bisa mengatakan bahwa ada hal-hal yang
ingin dia lakukan dan membicarakan masa depan bersama mereka.
Mungkin ada orang yang akan menertawakannya dengan bodoh, tapi
Ebenholz melihatnya sebagai sesuatu yang mempesona.

--Aku tidak punya hal untuk dilakukan, dan tidak dapat memikirkan tempat
lain yang bisa kujalani.

Dia telah datang sejauh itu dengan bertindak seperti yang diharapkan dari
seorang anak yang lahir dalam keluarga militer mulia yaitu Leithanien.

--Lalu, bagaimana dengan Ambriel?

Dia duduk di tanah agak jauh, menatap api unggun. Karena dia selalu
berada disamping Ebenholz, tidak ada yang akan memanggilnya, tapi dia
bisa merasakan di kulitnya bahwa tatapan tentara di kamp terkonsentrasi
padanya. Dia tidak cocok untuk tempat seperti itu.

--Mungkin dia bisa ... menjalani sisa hidupnya berpakaian lebih cantik,
bergaul dengan gadis remaja seperti dirinya sendiri ... Tidak, tidak apa-apa
jika mereka tidak cantik. Jika dia bisa tinggal di suatu tempat ... di mana dia
bisa melakukan sesuatu atas kemauannya sendiri, dan bukan dengan
perintah dariku... aku merasa ... bahwa dia akan mampu ... untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih unik."

"Benar. Jika bisnismu aman, aku mungkin akan membiarkannya


bersamamu."

Ebenholz memiliki bakat untuk militer. Dia tidak pernah merasakan


kegelisahan atau ketakutan saat menerima promosi di tentara. Tuhan telah
menganugerahkannya dengan takdir yang sangat cocok dengannya.

Karena Hodgins tidak menyangka bahwa dia akan mendengar itu, dia
menjatuhkan rokok saat dia mengucapkan "Hah?", Seolah meminta
pengulangan.

120
Ambriel, yang telah diam, perlahan bereaksi dan mengangkat kepalanya ke
arah mereka.

"Seperti yang kukatakan, jika sesuai dengan Ambriel, aku mungkin akan
menitipkannya padamu ..."

"Benarkah!? Aku menganggap itu sebagai janji! Tulislah sebuah kesaksian! "

Ebenholz terbatuk saat ia meraih kerah jaket seragamnya dan terguncang


maju mundur. "Aku bilang 'mungkin'! Itu belum pasti! "

"B-Bisnisku butuh seorang gadis yang bisa bepergian ke daerah berbahaya


tanpa ragu ..."

"Jika kau akan membuatnya melakukan hal-hal yang berbahaya, aku


menolaknya."

"Yah, biarpun kukatakan itu berbahaya ... itu ... bukan berarti aku akan
menjadi pelindungnya."

"Mari kita lanjutkan diskusi ini nanti. Sampai jumpa, Hodgins. "

"Hei, Ebenholz! Jangan lupa apa yang kau katakan tadi tidak peduli apapun!
Tidak peduli apapun, mengerti !? "

Mengabaikan bujukan Hodgins, Ebenholz membawa Ambriel bersamanya


kembali ke tenda mereka. Mereka akan menghabiskan malam sendiri.
Karena banyak tentara yang berkumpul, tidak ada cukup tempat untuk
semua orang, dan Ambriel tidak memiliki kamar untuk dirinya sendiri. Selain
itu, jika dia ditunjuk ke tenda besar lainnya, akan ada risiko orang-orang
yang melakukan tindakan yang tidak pantas dan jumlah tentara menurun
tepat sebelum pertempuran. Tenda keduanya merupakan tempat
menyimpan barang barang dan memiliki tempat terbatas untuk berbaring.
Jika ternyata mereka berbalik saat tidur, tubuh mereka pasti akan saling
bersentuhan. Ebenholz menyadari bahwa dia sangat gugup dengan hal
tersebut.

121
--Tidak, tapi ... aku pulang dengannya di pelukanku saat pertama kali
bertemu.

Kembali saat dia berlumuran darah dan tidak tahu bagaimana cara
berbicara, meski dia ketakutan, dia masih memeluknya. Sementara itu, dia
telah mengawasinya seolah-olah dia adalah sesuatu yang misterius. Pada
saat ini, saat dia mengamati raut wajahnya saat dia membiarkan
rambutnya turun, meski telah berkembang menjadi wanita muda yang
ramping, dia masih seorang gadis kecil. Namun, penampilannya yang
dewasa tampaknya tidak lain dari pada wanita, dan di dalam tubuhnya
tinggal jiwa seorang pejuang yang ganas.

Mungkin karena Ebenholz sedang menatapnya, Ambriel berpaling untuk


menatapnya. Tatapan mereka terkunci.

"Komandan." Dia memanggil dengan nada rendah, seolah hendak


menceritakan sebuah rahasia.

"Ada apa?" Dia bertanya kembali dengan cara yang sama.

"Apa ... harus kulakukan ... nanti?"

"Apa maksudmu…? Besok adalah pertempuran terakhir. Kita akan memenuhi


tugas kita sebagai Pasukan Penyerangan Khusus. "

"Tidak, maksud saya setelah besok. Apa yang harus saya lakukan saat besok
berakhir? Komandan, Anda ... membicarakannya dengan Komandan
Hodgins. Bahwa Anda akan mempercayakan saya padanya. "

"Kau mendengarkan?"
Ambriel tidak berekspresi seperti biasanya, namun suaranya terdengar aneh.

"Itu ... belum diputuskan."Saat Ebenholz mengatakannya, Ambriel bertanya,


"Apa aku ... tidak perlu lagi?"

"Ambriel?"

122
"Apakah saya akan dipindahkan ke Komandan Hodgins ... untuk dibuang?
Apakah saya tidak dapat menerima perintah Komandan? " Pertanyaan
tersebut mencela bahwa dia menganggap dirinya sebagai 'benda'. "Saya ...
kemungkinan besar ... tidak bisa menerima perintah Komandan Hodgins.
Saya sendiri ... tidak ... memahaminya dengan baik ... tapi saya tidak bisa
bergerak jika tidak dengan perintah orang-orang yang saya akui. Itulah
sebabnya ... aku akan menjadi yang paling berguna ... disamping Komandan."

Wajah Ebenholz mendung pada kalimat yang seperti mesin itu. "Apakah kau
... begitu menginginkan perintahku?"

Dia adalah atasan yang tidak akan mengatakan apapun kecuali "bunuh".
Begitulah orang tua yang telah membesarkannya. Pria semacam itulah dia.

"Perintah adalah segalanya untukku. Dan ... jika mereka tidak diberikan oleh
Komandan ... aku ... "

--Kenapa ... aku merasa sedih lagi ...?

Semuanya tetap sama. Ambriel akan menasehatinya untuk


menganggapnya sebagai alat. Dia akan melakukannya bahkan tanpa ada
yang menginginkannya. Begitulah sifatnya. Begitulah cara hidupnya.
Begitulah dia.

--Tapi, kenapa ...

Terlalu sulit baginya untuk terus melihatnya seperti itu.

--Harus…

"Kenapa ... harus...aku?"

"Eh?"

Gumamannya tidak bisa didengar, meski dekat sekalipun. Ebenholz dengan


menyakitkan mengucapkan kata-katanya keluar dengan terus terang.

123
"Setelah pertempuran ini ... kau tidak perlu menerima perintahku lagi. Aku ...
berencana untuk membiarkanmu pergi. Kau harus melakukan apa yang kau
inginkan juga. Kau tidak perlu mendengarkan perintah siapa pun. Bertindak
sesuai keinginanmu sendiri. Kau bisa ... tinggal sendiri mulai sekarang,
bukan?"

"Tapi... jika saya melakukan itu, perintah siapa yang..."

"Jangan dengarkan perintah siapa pun."

Dengan wajah yang dia buat, Ambriel hanyalah seorang gadis muda. Itu
membuatnya ingin bertanya mengapa dia pergi ke medan perang.
Mengapa tubuhnya cenderung untuk berperang? Mengapa dia
mempercayakan dirinya kepada orang lain dan menjadi alat mereka?

--Mengapa dia... memilihku sebagai Tuannya?

"Apakah itu... sebuah perintah?" Seolah menolak gagasan tersebut, Ambriel


dengan putus asa mengajukan sedikit perubahan dalam ekspresinya,
"Apakah itu perintah Komandan?"

--Aah ... kenapa Bagaimana bisa?

"Bukan ... bukan ... itu ..."

"Tapi Anda bilang 'jangan dengarkan' ..."

--Aah, bukan itu

Rasa frustrasi pada hal-hal yang tidak berjalan seperti yang dia inginkan
mendidih di dalam kepalanya dan meledak. "Kenapa ... apa pendapatmu
tentang segala sesuatu harus berhubungan dengan perintah?! Apakah kau ...
benar-benar percaya bahwa aku menganggapmu sebagai alat? Jika
memang begitu, aku tidak akan menggendongmu di tanganku atau
memastikan bahwa tidak ada yang akan mengacaukanmu saat tumbuh
dewasa! Dan juga ... kau tidak menyadari ... bagaimana perasaanku ...
tentangmu. Biasanya ... siapapun pasti ... pasti mengerti. Bahkan saat aku

124
marah, bahkan saat keadaan sulit, aku ...! " Dia bisa melihat bayangan
wajahnya yang menyedihkan di mata Ambriel. "Aku ... Ambriel ..."

Mata biru itu selalu memandang Ebenholz. Namun, sama untuk mata hijau
itu. Tanpa sadar, dia akan selalu menatapnya. Dari satu bulan sampai empat
tahun, mereka akan selalu bersama kemanapun itu.

"Koman... dan..."Sejak bibirnya yang merah cerah mengucapkan kata


pertamanya, Ebenholz telah melakukan semua yang dia bisa untuk
melindunginya. Dia juga seorang pemuda belaka saat mereka pertama kali
bertemu, dan tidak tahu cara membesarkan anak-anak.

"Apa kau tidak memiliki perasaan? Bukan begitu, kan? Kau bukannya tidak
memilikinya. Bukankah begitu? Jika kau tidak memiliki perasaan, lalu
bagaimana wajah itu? kau bisa membuat wajah seperti itu, bukan? Kau
memiliki perasaan. Kau memiliki... hati sepertiku, kan!? "

Teriakannya mungkin bisa terdengar di tenda-tenda di dekatnya. Memikirkan


itu untuk sedetik, ia merasa dadanya mengencang. Dia tidak memiliki hak
untuk menceramahi dia dengan penuh kesombongan.

"Saya tidak... mengerti... perasaan." Ambriel berkata dengan suara gemetar,


seolah-olah untuk menunjukkan bahwa dia tidak tahu bahwa dia sedang
ketakutan.

"Kau... sekarang berpikir aku menakutkan... bukan? Kau tidak suka ... aku tiba-
tiba berteriak, bukan?"

"Aku tidak tahu."

"Kau tidak suka diberitahu hal-hal yang tidak kau pahami, bukan?"

"Aku tidak tahu. Aku tidak tahu."

"Itu bohong…"

125
"Aku tidak tahu." Ambriel menggelengkan kepalanya, memohon dengan
serius.

"Komandan, aku benar-benar ... tidak tahu."

Dia kehilangan sesuatu yang penting sebagai pribadi. Bahkan jika dia
memiliki perasaan, dia tidak bisa merasakannya. Dia telah dibesarkan seperti
itu.

--Siapa ... yang harus disalahkan untuk ini?

Ebenholz meletakkan tangan diatas matanya dan memejamkannya. Dengan


begitu, dia tidak bisa lagi melihat wajahnya. Yang bisa didengarnya
hanyalah suara napasnya. Ia tidak bisa melihatnya.

"Komandan." Saat dia menolak kenyataan, suara Ambriel bergema di


telinganya.

"Saya tidak ... mengerti diri saya sendiri. Mengapa saya dibuat sangat
berbeda dari orang lain? Kenapa aku tidak bisa ... mendengarkan perintah
dari siapapun kecuali Komandan ...? "Dia terdengar sangat putus asa. "Saat,
saya ... pertama kali bertemu dengan Komandan, saya berpikir, 'ikuti orang
ini'."

Dia bisa tahu betapa mudanya dirinya bahkan bila ia tak ingin
mendengarkannya.

"Sambil bertanya-tanya apa yang sedang dikatakan di tengah pusaran


kata-kata yang tidak dapat saya pahami, saat Komandan memeluk saya ...
itu ... mungkin ... pertama kalinya untuk saya. Tidak pernah ada orang yang
melakukan itu untuk saya ... saat ini atau sekarang ... dengan maksud untuk
melindungi saya. Itulah sebabnya ... saya ingin ... mendengarkan perintah
Komandan. Jika saya ... memiliki perintah Komandan, saya bisa pergi ke
mana saja. "

Saat kecil, dia dengan sungguh-sungguh menginginkan perintah Ebenholz.

126
--Siapa ... yang harus disalahkan untuk ini?

Setelah terdiam beberapa saat, Ebenholz berbisik pelan, "Ambriel, maafkan


aku." Dia membuka matanya dan mengulurkan tangannya ke arahnya,
meletakkan selimut di atas tubuhnya sampai ke mulutnya. "Aku berbicara
seolah-olah saya menuduhmu melakukan sesuatu yang tidak pernah kau
lakukan ... aku ingin kau memaafkanku. Besok adalah ... pertempuran akhir.
Harapan banyak orang bergantung pada kekuatanmu. Tidurlah. Mari kita
bicara lagi ... tentang apa yang akan kita lakukan setelah itu."
Dia menggunakan nada terlembut yang bisa dia keluarkan.

"Ya." Ambriel mendesah lega. "Saya pasti akan melakukan yang terbaik.
Selamat malam, Komandan."

"Aah ... selamat malam, Ambriel."

Ada suara gemeresik menggoda untuk sesaat, tapi tak lama kemudian,
Ebenholz bisa mendengar suara napas yang biasa. Sambil membelakangi
Ambriel, dia berusaha mendorong dirinya untuk tidur seperti Ambriel. Namun,
air mata meluap dari dalam matanya yang tertutup.

--Kelopak mataku terasa panas. Mataku serasa terbakar.

Air mata yang telah ia tahan sedemikian lama mulai menetes tanpa henti.
Dia melakukan yang terbaik agar tidak terdengar. Dengan membawa
tangannya ke wajahnya, dia merasakan sakit di dadanya.

--Siapa ... yang harus disalahkan untuk ini?

Hanya itu yang bisa dipikirkannya.

Dinding batu raksasa melindungi tanah suci Intense. Penampilan luarnya


mengeluarkan atmosfer yang ganas, namun bagian dalamnya memiliki
struktur yang hampir seperti taman kotak, yang berisi jalur air yang kompleks,
kincir angin dan lapangan terbuka. Hanya ada satu pintu masuk dan satu
pintu keluar. Sebuah jalan tunggal yang panjang, yang dinamai Jalan Ziarah,
menuju pusat kota, tanjakan meninggi sedikit demi sedikit, dan berakhir di

127
sebuah katedral. Tulisan itu berisi kitab suci yang dipercaya
menggambarkan Kejadian Kontinental dan beberapa dewa yang disembah
di seluruh benua, serta pertempuran kuno dan apa yang akan terjadi selama
kiamat.

Tempat itu dianggap sakral karena berada di katedral tempat kitab suci asli
itu disimpan. The Continental Genesis menggambarkan karakteristik dan
tindakan para dewa, dan akhirnya, kitab suci asli adalah objek iman yang
paling akurat, tidak peduli tuhan mana yang dipercayainya. Itu adalah tanah
damai dimana semua sekte bertemu melalui difusi dari buku asli. Ebenholz
dan Angkatan Darat Barat Selatan harus masuk ke tanah perdamaian
tersebut dan merebutnya kembali.

"Masalahnya adalah datang dengan metode infiltrasi."

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, para komandan menegaskan


kembali rencana mereka dalam sebuah pertemuan. Sebagai pemimpin
yang masih hidup, Hodgins dipercayakan dengan kemajuan strategi utama.
Dia menggambar diagram kecil dan menulis catatan dengan pena bulu di
atas koper. "Hanya ada satu pintu gerbang", "Kota itu seperti taman", "Bila
tertangkap akan merepotkan". Menurut Hodgins, yang tanpa henti bertempur
di jalur pertahanan Intense, ada semacam ksatria untuk melindungi tulisan di
tempat-tempat suci, di jalur bawah tanah ada yang telah diutus untuk
membunuh siapa saja yang mencoba mencuri kitab asli.

"Pasukan utama akan terlibat dalam pertempuran pertahanan-penyerangan


di gerbang. Kami memikirkan memanjat dinding untuk serangan mendadak,
tapi terlalu besar. Tidak mungkin. Sementara itu kita akan membuat sebuah
tangga, semangat tempur pasukan mereka akan menurun dan Timur Utara
akan menuju ke tanah suci dan memperkuat benteng mereka. Saat itulah
saya ingin bergantung pada kekuatan tak beraturan yang bersekutu dengan
Persatuan Barat Selatan, yang ternyata banyak jumlahnya. Pertama,
Komandan Ebenholz dari Pasukan Penyerangan Khusus Kazimierz. "

Diberi isyarat oleh Hodgins, Ebenholz mengangkat tangannya. Selain


namanya, nama-nama dari empat komandan unit penyerbu, yang telah
bergabung dengan Kazimierz, diPanggil. Mereka adalah unit terpisah yang

128
terbentuk dari berbagai negara. Ini adalah pertama kalinya para anggota
bertatap muka.

"Sejujurnya, tulisan suci yang disimpan di katedral untuk ibadah peziarah


adalah salinannya. Dokumen aslinya dipindahkan ke tempat lain dengan
perintah segera setelah invasi. Saya tidak tahu apakah musuh
memperhatikan ini ... tapi ada saluran air bawah tanah yang masih bisa
digunakan, jadi kita akan menyuruh Unit Penyerbu menyelinap masuk dari
sana. Skuad 1 akan mengendalikan katedral dan menyalakan sinyal setelah
penekanan untuk mengumumkan kemenangan. Jelas, itu akan menjadi
lelucon, tapi menyebabkan gangguan adalah pukulan yang efektif. Squad 2
dan 3 akan menuju ke pusat kota. Pertarungan akan berkonsentrasi di satu-
satunya pintu masuk. Para pengamat mungkin akan tersebar di sekitar kota,
tentunya, tapi jika kita tidak menyalurkan kekuatan militer kita, penekanan itu
tidak mungkin dilakukan. Musuh akan terkejut dengan deklarasi kemenangan
dan datang mendaki Jalan Ziarah yang panjang, jadi kita akan menembak
mereka. Skuad 4 akan menyerang sebagai pelopor untuk terobosan pintu
masuk. "

"Maksud saya, ini adalah rencana berdasarkan kondisi ideal, tapi yang jelas,
semuanya tidak akan berjalan begitu dalam kenyataan. Jika Unit Penyerbu
gagal, ada pilihan untuk menarik dan membakar tempat dari luar. Lahannya
luas, jadi api akan menjadi besar. Mereka akan terbakar lebih cepat. Ini efektif
... tapi membakar ke tempat suci tidak bisa diterima, secara emosional.
Tolong jangan membenci kami, pejabat Angkatan Darat Barat. Kami dari
Angkatan Darat Selatan bukan ateis. Saya bukan seorang ateis. Tapi, serius.
Ini adalah upaya terakhir. Namun, sekarang satu-satunya kesempatan kita.
Semakin banyak waktu berlalu, semakin banyak kemajuan dengan
memperjuangkan daerah ziarah Intense dan semakin sulit untuk
mendapatkannya kembali. Orang-orang di dalam juga akan mengalami
lebih banyak kerusakan. Saya ingin mengakhiri perang yang memakan
sumber daya ini, bahkan jika artinya mengolesi wajah negara-negara Barat
Selatan dengan lumpur. Semua orang berpikir sama, bukan? Batu pijakan
kita adalah ... Pasukan Penyerangan Khusus Kazimierz. Kami
mengandalkanmu. "

129
Diberitahu begitu dengan nada tegas, Ebenholz menjawab pelan. "Aku tahu.
Pertahanan katedral mungkin yang terkuat. Tapi tidak perlu khawatir.
'Senjata' Kazimierz...menjamin itu. Saya ingin setiap unit merasa nyaman dan
berkonsentrasi pada penekanan. "

Kata-kata Ebenholz sepertinya menyatukan kekuatan ke rekan-rekannya


saat mereka hendak berangkat berperang. Semua yang hadir
mengharapkan keberhasilannya ( 'semoga beruntung' ) sambil mengangkat
tangan untuk bersalaman dengannya. Selain itu, sumpah ini berisi keinginan
Ebenholz.

"Aku benar-benar ... ingin ini menjadi pertempuran terakhir."

Di sekeliling pagar batu tanah suci Intense adalah saluran irigasi. Itu adalah
jalur air yang cukup dalam, sedalam pinggang orang dewasa. Sepanjang
perjalanannya, kaskade (air terjun kecil) di mana orang yang jatuh darinya
bisa terlihat. Bagian dalam sistem drainase terbagi dalam banyak jalur, dan
jika beberapa mengarah ke kota, seharusnya ada yang mengarah ke
katedral.

Unit itu memulai infiltrasi mereka sambil dengan hati-hati menurunkan


tangga yang terpasang. Squad 2, 3 dan 4 memilih rute terpisah satu demi
satu, dan akhirnya, hanya Ebenholz dan Squadnya yang berlari ke saluran air
bawah tanah yang sangat panjang. Mereka sangat yakin akan ada
penyergapan yang menunggu mereka, namun akhirnya kecewa karena
tiada apapun.

Beberapa anggota pasukan optimis tentang pertempuran akhir sampai


memulai obrolan dengan ringan hati, tapi begitu Ebenholz melirik Ambriel, dia
menyimpulkan bahwa dia tidak akan ambil bagian di dalamnya. Wajah yang
dia buat setiap kali kehidupannya terancam masih tanpa emosi, namun
sedikit berbeda dari biasanya.

--Ambriel... sensitif terhadap bahaya.

Setelah beberapa saat berlari, saluran irigasi yang rumit bisa terlihat. Ada
sebuah tangga, dan di atasnya ada sesuatu yang mirip dengan tutup besi.

130
Dibaliknya adalah dunia luar.

Kaki Ambriel benar-benar berhenti bergerak. Semua orang tentu saja


berhenti juga.

"Komandan, musuh kemungkinan sudah berada di atas kita."

"Apakah kau mendengar sesuatu?"

"Tidak, saya pikir karena saya tidak mendengar apapun. Jika saya adalah
komandan mereka, saya akan memberantas Unit penyerbu di sini saat
mereka berusaha melakukan invasi yang luar biasa. Jika kita hanya menaiki
tangga dan pergi ke sana, kita mungkin akan terbunuh. Komandan, saya
akan terus maju sendiri. " Ambriel menyatakan, melepaskan kapak tempur
yang dibuat khusus untuknya dari sarung di punggungnya.

"Kau tidak bisa. Kita tidak tahu berapa banyak jumlah mereka. "

"Jika mereka dalam jumlah besar, lebih banyak alasan bagi saya untuk
mengusir musuh sehingga setiap orang bisa selamat. Perintahmu,
Komandan. "

Dada Ebenholz mengencang pada kata "perintah".

"Komandan, perintahmu."

Menyuruhnya pergi untuk mati terasa seperti eufemisme.

"Komandan!" Dia memintanya untuk mengatakan hal seperti itu.

Bukan hanya pandangan Ambriel tapi tatapan yang lainnya juga berpusat
pada Ebenholz.

"Apakah sinyal suar siap digunakan?"

Setelah sedikit perencanaan, semua orang berbaris di dinding sementara


Ambriel sendiri berdiri di bawah tutup besi. Memegang erat Witchcraft dia

131
menggerakkan rantai penyeimbang. Memutar tubuhnya dengan sekuat
tenaga, dia melepaskan ujung rantai ke tutup besi. Tutupnya kemudian
terbang dengan dentang yang luar biasa. Sekilas wajah mengejutkan
tentara musuh bisa dilihat dari sisi lain. Namun, sebelum mereka bisa
menyiram Ambriel dengan peluru, ujung rantai yang diregangkan itu
meremas kapsul dan mengeluarkan suar sinyal. Cahaya yang menyilaukan
itu membingungkan tentara musuh.

Ambriel dengan cepat memanjat tangga dan menghilang ke permukaan.


Tak lama kemudian, jeritan bisa terdengar.

"Baiklah, kita juga naik! Ayo pergi sambil menyembunyikan diri sementara
Ambriel mendukung kita" Ebenholz menaiki tangga, menuntun semua orang,
selagi Ambriel menghabisi puluhan orang.

Jalur saluran air bawah tanah itu bukan menuju katedral tapi jalan pintas
untuk itu. Dengan pandangan musuh yang memusatkan perhatian padanya,
anggota unit berlari ke arah gedung yang berfungsi sebagai perisai dan
menyembunyikan diri mereka sendiri.

"Sniper! Bersiaplah!"

Tujuannya ditetapkan pada tentara yang mengelilingi Ambriel. Dia


mendorong Witchcraft ke tanah, melompat tinggi. Saat dia meletakkan
kakinya di ekstremitasnya, dia tampak menari di udara sambil menjauh dari
area tembakan.

"Tembak!!"

Peluru tembakan melewati Ambriel dan mengenai musuh. Pada saat yang
sama, dia berputar ke udara dan mengambil pistol dari sarung seragam
militernya. Sebelum mendarat, dia menembak dua musuh yang akan
menyerang Ebenholz dan yang lainnya dari bayang-bayang. Saat kakinya
menyentuh tanah, dia tidak meraih pegangan Witchcraft melainkan
rantainya dan berbalik. Leher beberapa orang lain yang berusaha melarikan
diri terbang. Beberapa jalur yang sebelumnya telah diblokir oleh musuh

132
terbuka dan Ambriel segera maju setelah membantai garda depan.
Semuanya terjadi dalam sekejap.

"Semuanya, maju!!"

Atas perintah Ebenholz, semua orang menarik pedang mereka dan


mengikutinya. Tidak ada satu jiwa pun yang meragukan punggung kecil itu.
Pada hari itu, pembunuh terbaik mereka mengerahkan seluruh
kemampuannya.

"OOOOOOOOOOOOOOOOOH !!"

Pasukan Penyerangan Khusus Kazimierz menuju ke katedral.

Sementara itu, pertempuran sengit menyebar di gerbang utama antara


Selatan dan Utara. Unit Penyerbu yang dipimpin oleh Hodgins berhasil
menembus gerbang meskipun ada banyak korban jiwa, terlibat dalam
kecelakaan di dalamnya.

"Pertarungan yang cukup elegan." Dengan peran memberi petunjuk dari


belakang, Hodgins menjilat bibirnya. "Sangat, sangat mudah bagi seorang
pedagang sepertiku. Terlalu mudah. Aku dapat dengan jelas melihat
keuntungan dari yang kalah dan yang menang dari perang ini. Apakah
mereka benar-benar takut kota hancur? Ini adalah pemasok baru mereka
yang berharga. Alasan suci yang mereka mimpikan. Bukankah begitu?" Dia
mengangkat suaranya dengan senyum tak kenal takut. "Squad pendukung,
keluarkan trebuset! (pelontar batu) Mari kita hancurkan kincir angin yang
digunakan musuh sebagai pelindung! Kami akan menghancurkannya dan
menghabisi penjaga belakang mereka! Tentara mereka akan datang satu
demi satu, tapi jangan menyerah! Siapa pun yang bisa memanfaatkan
benteng ini dengan baik menang! Tunjukkan mereka sisi mana yang terbaik!"

"Ya!" Teriakan persetujuan terjadi sebagai balasan dan setiap prajurit


bertindak segera.

Hasilnya belum terlihat. Namun, itu juga berarti mereka masih memiliki
kesempatan untuk menang.

133
Di bagian belakang lereng yang membentang di belakang musuh bisa
terlihat katedral megah. Belum ada satu pergerakan dari sana.

--Ebenholz, aku mengandalkanmu Aku sudah muak dengan ini.

"Aku sudah marah sejak kemarin ... tidak, sejak dulu! Ayo akhiri perang bodoh
ini! " Sambil menaikkan senjatanya, Hodgins memasuki awan debu untuk
bertarung bersama rekan-rekannya.

"Pasukan utama telah memulai invasi dari gerbang. Unit Timur Utara yang
menguasai daerah ini terbagi menjadi dua kelompok untuk gerbang dan
katedral. Jenderal utama mungkin ada di salah satu dari mereka. Agar bisa
menang, kita harus memotong lehernya dan menguasai katedral. Jika moral
mereka turun, kita menang. "

Anggota Pasukan Penyerangan Khusus Kazimierz bersembunyi di sebuah


bangunan di dekatnya yang menghadap ke katedral. Mereka menyortir
keadaan setelah mendengarkan pengirim kabar yang diutus dari gerbang
utama.

Katedral yang bisa dilihat dari jendela bangunan itu dilindungi oleh
keamanan bagaikan tembok baja dan terlihat cukup menggelikan. Tentara
bersenjata mengelilingi pinggiran katedral yang berbentuk silinder.
Sebaliknya, personil yang tersisa dari Pasukan Penyerang tidak cukup.
Meskipun yang terluka dibawa ke gedung, mereka tidak dapat dihitung, dan
bagian atas katedral cukup jauh dari mereka. Untuk naik ke atasnya, gerbang
diatas tanah, yang merupakan satu-satunya pintu masuk dan keluar, adalah
satu-satunya pilihan. Sepertinya tidak ada harapan lain. Namun, masuk
langsung dari depan tidak akan menghasilkan apa-apa selain membuang
nyawa dengan percuma. Semua orang kelelahan. Mereka telah melarikan
diri ke tempat itu untuk mempersiapkan diri mereka untuk saat ini, tapi tidak
bisa tinggal di sana selamanya.

Meskipun ada yang duduk di lantai, Ambriel berdiri di dekat jendela


sepanjang waktu. Ebenholz mengira dia memperhatikan musuh, tapi
sepertinya dia merencanakan sesuatu.

134
"Komandan, tolong lihat bangunan itu."

Dia melirik ke luar. Itu adalah struktur persegi yang aneh."Atapnya terbuka
dan jarak ke katedral tidak terlalu besar. Saya bisa melompat dari sini jika
dan melakukan pendekatan. "

"Nyatanya, sesuatu seperti itu ..."

Dia yakin itu tidak mungkin. Meski jarak antara bangunan dan katedral tentu
sudah dekat, tidak akan ada pijakan bahkan jika lompatan tersebut
dilakukan. Jatuh dari situ tampak fatal.

"Ada jendela kaca disampingnya. Jika saya memecahkannya dan masuk ke


dalam, akan sedikit jauh dari atas tapi lebih mudah diakses. Tentu saja,
sementara saya melakukannya, akan perlu memecahkan kaca dengan
senjata api. Setelah penembakan, posisi kita akan segera ditemukan.
Komandan dan yang lainnya harus mundur, bertemu dengan Squad 2 dan 3,
dan meminta bantuan. Mengambil alih katedral tidak akan mungkin dengan
jumlah kita saat ini. Begitu sampai di puncak, saya akan menyalakan api
suar. Tujuan kita sebagai Squad 1 adalah membuat musuh mengira kita
mengendalikan katedral, meski itu hanyalah tipuan. "

"Sekalipun ini berhasil, itu berarti kau harus bertempur sendiri."

"Saya percaya bahwa Komandan dengan aman akan membawa semua


orang kembali ke sini. Aku tidak bisa memikirkan metode lain. Kita perlu
menahan pihak lain agar kita bisa menang."

"Apa kau siap untuk mati?"

"Saya tidak tahu ... apakah kematian adalah sesuatu yang seharusnya saya
siapkan ... atau tidak."

Sama saja dengan mengatakan bahwa dia tidak takut akan hal itu.

"Aku tidak bisa menyetujui itu."

135
"Kalau begitu, apakah Anda berniat menunggu di sini sampai Unit Penyerbu
datang?"

"Kau... satu-satunya orang... yang tak ingin kukorbankan."

"Kesampingkan saya, banyak rekan kita telah meninggal sampai saat ini. Dan
ini bukan pengorbanan tapi merupakan ukuran (putusan) penting.
Komandan sebaiknya membuat keputusan yang tepat, seperti biasa. Tolong
sampaikan kepada saya. Tolong perintahkan saya, tidak peduli apa yang
terjadi ... Komandan. Dan kemudian, saya ... pasti ... " Ambriel menyalurkan
maksudnya yang jelas ke dalam suaranya," ... menjadi 'perisai' dan 'senjata'
Anda. " Dia menatap mata hijau Ebenholz seolah-olah itu adalah sesuatu
yang mempesona. "Aku akan melindungimu." Kata-katanya tidak berbohong.
"Tolong jangan ragukan ini. Akulah 'asetmu'." Anehnya, sudut bibir Ambriel
sedikit meringkuk ke atas.

Ebenholz belum pernah melihatnya tersenyum. Dari semua hal, dia


melakukannya pada saat setelah mengucapkan kalimat semacam itu. Itu
sangat membuat frustrasi, sedih dan menggilakan.

Ebenholz mengepalkan tangan. "Aku sangat memahaminya sekarang."

"Apa itu?"

--Aku…

"Apa yang terbaik ... dan apa yang terburuk."

--Aku tidak bisa membandingkanmudengan orang lain. Bahkan jika banyak


bawahanku mati, aku ingin kau hidup. Aku…

"Aku telah berpikir selama ini ... tentang takdir yang kubawa sebagai hasil dari
selalu memprioritaskan keuntunganku sendiri."

- Jika memungkinkan, aku ingin mempersiapkan rute pelarian hanya


untukmu dan membuatmu berjanji untuk tidak kembali kepadaku lagi. Aku ...
memahaminya dengan sempurna sekarang.

136
"Kau benar. Mementingkan satu orang itu salah. Ada hal lain ... yang harus
diprioritaskan. "

--Aku... racun mematikan bagimu

"Aku mengerti, Ambriel. Ayo lakukan itu tapi, "Ebenholz menambahkan," Aku
tidak akan membiarkanmu pergi sendiri. Kami akan memisahkan kelompok
untuk penyerangan dan kelompok untuk meminta bala bantuan dari Squad 2
dan 3. Kami akan menembakkan sebuah kabel baja ke beranda dan kau
akan menuruninya. Setelah selesai, tidak hanya kau tapi yang lainnya juga
akan bisa masuk ke dalam. "

Ambriel mengerjap kaget mendengar ucapannya. Sepertinya dia tidak


memikirkan kemungkinan itu.

"Semuanya, aku akan menyusun strategi. Pinjamkan telinga kalian. "

Infiltrasi akhirnya dimulai. Pindah ke gedung yang ditunjukkan oleh Ambriel


itu mudah. Mungkin karena keadaan perang yang mengerikan, selain yang
ditempatkan di katedral, semua tentara di sekitar kota tersebut menuju ke
gerbang.

Saat mereka sampai di atap, langit bisa terlihat tertutup oleh jaring baja
berkarat. Mereka hanya memindahkan bagian-bagian yang menjadi
menghambat jalan, sehingga memudahkan Ambriel berlari. Mereka
kemudian memaku kabel besi ke tanah pada jarak tempuh dekat. Yang
tersisa untuk dilakukan adalah membuka jalan .

"Aku akan jadi ... yang pertama. Kalian semua bisa mengikuti setelahnya. "

Semua orang mengambil bagian dari jala besi yang dipotong menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil. Mereka akan menggunakannya untuk
menggantungkan kabel besi dan meluncur ke bawah.

Ambriel mulai berlari dengan teriakan.

137
Pasukan tentara dilewatinya mengambil senjata dan menembak kaca
katedral tepat di depan mata mereka. Suara kaca terfragmentasi bergema
saat potongan-potongannya yang berwarna-warni menghujani
bumi.Ambriel melompat. Seperti burung, seperti rusa.

Suara tentara musuh bisa terdengar dari bawah. Sepertinya keberadaan


mereka telah diketahui.

Memastikan bahwa kabel besi yang melekat pada tubuh Ambriel cukup
ketat, Ebenholz turun dengan bersemangat. Saat menabrak dinding dan
entah bagaimana berhasil mendaki ke atas, Ambriel segera mengulurkan
tangannya. Dia berdiri tegak di kakinya dan menahan beban rekan-rekannya
yang turun dari kabel besi.

"Ambriel. Apakah kau baik-baik saja?"

Setelah ditanya demikian, dia tiba-tiba terjatuh di tempat. Tali baja ditembak
oleh senjata musuh. Para prajurit jatuh ke tanah dan meninggal. Ebenholz
memberi isyarat kepada mereka yang ditinggalkan di atap, "tolong Panggil
bantuan" dengan tangannya.

Pada akhirnya, hanya dua orang yang berhasil melakukan infiltrasi, tapi
Ebenholz agak merasa bahwa itu memang sudah pasti.

"Ambriel, apa kau mendengarkan?"

"Ya, Komandan."

Dia tampak buruk. Pipinya yang putih memiliki goresan dari potongan-
potongan kaca. Pakaian tempurnya tercabik-cabik. Dia dipenuhi bau asap,
basah oleh darah tentara musuh, dan napasnya terganggu, seolah kekuatan
fisiknya berada pada batasnya.

"Hanya kita berdua. Kita mungkin terbunuh. "

"Iya."

138
Pundak Ebenholz juga terangkat karena kelelahan. "Tapi ini perintah: tidak
peduli apa, jangan mati."

"Ya, saya pasti akan hidup dan melindungimu, Komandan."

"Anak yang baik."

--Kau benar-benar ... bisa berbicara dengan baik. Kau sudah dewasa kau ...
bukanlah 'aset'.

"Tapi itu perkataanku!."

Ruangan tempat mereka menyelinap masuk sekitar lima lantai di bawah


atap. Alat musik dan patung perunggu disimpan di dalamnya. Benda itu
tampak antik.

Di luar ruangan ada tangga spiral yang mengarah ke teras. Keduanya


melihat keluar jendela saat mereka naik, mengamati tanah yang tampak
jauh di bawah. Jubah asap yang tinggi naik dari gerbang. Ebenholz cemas
bertanya-tanya apakah Hodgins masih hidup.

"Komandan, kita akan segera sampai di lantai paling atas." Ambriel sekali lagi
meraih kapak tempurnya.

Prajurit yang telah siaga mendengar langkah kaki mereka, menarik pedang
mereka dan turun untuk menyerang mereka. Bersamaan dengan itu, tentara
lainnya meraung saat mereka menaiki tangga.

"Komandan!" Ambriel berbalik ke belakang setelah memotong-motong


tentara yang telah berusaha menyerang dengan pisau mereka.

Ebenholz menarik pedangnya sendiri dan berjalan menuju lantai yang lebih
rendah. "Pergilah, Ambriel. Selagi aku menghambat mereka, bunuh yang di
atas dan nyalakan suar sinyal. Hanya dengan itulah ... kita dapat
mengumumkan deklarasi kemenangan atas pertempuran ini. Bahkan jika
jumlah kita lebih sedikit, kita lebih diuntungkan. "

139
Meski tidak pernah ragu saat membuat pilihan yang kejam, Ambriel goyah.
Jika semua tentara dari lantai bawah datang, dia hampir tidak bisa
membayangkan Ebenholz memiliki kesempatan untuk melawan.

"Izinkan saya untuk membantumu, Komandan!"

"Itu adalah perintah! Pergi!"

"Tapi saya-"

"Aku bilang itu perintah! Pergilah, Ambriel! "

Saat dia dibentak, tubuh Ambriel bergerak otomatis setengah jalan. Dia
menaiki tangga tanpa bisa membalasnya, menendang pintu ke lantai atas
tempat patung para dewa digambar dan keluar. Saat dia melakukannya,
apa yang ia lihat adalah pemandangan yang begitu indah, bisa membuat
orang menyesal melihat ke sana dalam situasi seperti itu. Air mancur mungil
yang lembut. Taman yang tumbuh hijau dan berbunga. Aroma manis dan
harum mereka dicampur dengan bau busuk asap.

Teras katedral itu adalah taman di langit. Untuk beberapa saat, Ambriel
terkejut akan melencengnya realitas secara berlebihan.

"Dia musuh! Bunuh dia!"Ada empat tentara. Mereka adalah penembak jarak
jauh dan pengamat. Berapa banyak rekannya yang dibunuh oleh mereka
saat mereka mencoba memasuki katedral? Mereka berada di tempat
menembak yang hebat.

Jeritan dan tembakan terdengar dari bawah. Suara detak jantung Ambriel
meningkat tajam.

"Bergerak ..." Dia mengayunkan kapak tempur, darah orang-orang yang dia
bunuh berceceran di sekitar tempat itu saat dia mempelototi musuh di
depannya dengan tatapan binatang buas. "Bergerak, bergerak, bergerak,
bergerak, bergeraklah!"

140
Dia hanya khawatir tentang suara di belakangnya.

"Bergerak, bergerak, bergerak, bergerak, bergerak, bergerak, bergerak,


bergeraklahhhh!" Ambriel melangkah lebar ke arah tentara. Dia memangkas
lengan dan kaki tiga dari mereka, merobek mereka sampai mati.

"Bergerak, bergerak, bergerak, bergerak, bergerak, bergeraklah!"

Perasaan tak sabar menumpulkan kemampuan Ambriel untuk menangani


senjata. Peluru menggores perutnya dan menembus daging lengannya. Itu
adalah kesalahan yang tak biasanya dia lakukan. Penglihatannya kabur
karena sakit.

Ebenholz melindunginya dari bawah. Dia harus kembali sesegera mungkin


dan memberinya bantuan.

"BERGERAKLAHHHHH!"

Dia menyayat leher orang terakhir. Kakinya secara alami jatuh ke tanah
karena rasa sakit akibat tembakan. Sambil berdiri tegak, dia melepaskan
suar sinyal yang telah dibungkus di pistolnya ke langit. Kecerahan putih
tersebar di udara. Rasanya seperti bunga cahaya.

Dia tidak membiarkan semuanya berakhir dengan hanya satu tembakan. Dia
menggiling semua puing-puing yang tersisa.

Sinyal tersebut membuat suara nyaring. Segera setelah terdengar suara,


Ambriel terjatuh kedepan lebih dahulu.

"Ah... Augh... ugh..." Suara berikutnya yang didengarnya bukan dari suar sinyal
yang baru saja ia tembakkan. Teriakan singkat terdengar pada saat yang
luar biasa itu. Bahu kanannya telah ditembak dari jarak dekat, yang telah
membuka lubang besar di dalamnya. Wajahnya dipenuhi darahnya sendiri.

Ambriel mendengar senjata di belakangnya. Dia langsung mengeluarkan


pistolnya sendiri dengan tangan kirinya dan melepaskan tembakan saat

141
berbalik. Dia membunuh seorang tentara yang memegang sebuah senapan
besar yang gagal menembak kepalanya.

Dia tidak bisa bernapas dengan baik. Pundak tangannya yang dominan
hanya menggantung dengan lesu. Indra perasa tangannya memudar.

"Uh ... Augh ... uugh ..."

Dia tidak seharusnya berdiri. Semakin dia bergerak, semakin banyak darah
mengalir keluar.

"Komandan!"

Meski begitu, Ambriel kembali ke tempat dia datang. Satu-satunya alasan


dia bisa menggerakkan tubuhnya meskipun ada luka serius adalah
obsesinya terhadap satu-satunya tuan miliknya. Dia meninggalkan jejak
merah saat dia berjalan.

"Komandan, Komandan! Komandan! "Dia memanggil beberapa kali, mencari


Ebenholz. Menghindari mayat tentara yang dia bunuh di lantai dua dari
belakang, dia mencari-cari, bertanya-tanya apakah dia ada di sana.
"Komandan!" Ambriel menjerit, jeritan yang bagai pecahan kaca.

Ebenholz terbaring di tengah tangga, dan akan ditikam sampai mati oleh
bayonet tentara musuh. Tangan musuh tergelincir mendengar suara Ambriel,
tapi ujung bayonet menusuk wajah Ebenholz.

"Kau... BAJINGANNNNNN!" Dia melemparkan kapak tempurnya dengan satu


tangan dan memotong badan musuh. Dia roboh. Ambriel juga karena
momentum itu. Dia kemudian merangkak menuju Ebenholz. "Komandan,
Komandan, Komandan!"

Salah satu mata Ebenholz telah dicungkil dan dia mengalami luka parah. Dia
tidak lagi bisa melihat cahaya atau warna dengannya. Dia tampak seperti
mayat yang tidak bisa berbicara tapi tetap bernafas. Namun, napasnya
sangat dangkal. Tangan dan kakinya berdarah dengan goresan peluru dan
pedang.

142
Apakah dia akan mati karena pendarahan hebat atau terbunuh oleh tentara
musuh yang akan datang dari bawah? Bagaimanapun, kecemerlangan
hidup hampir hilang baginya.

"Komandan, Komandan!" Meninggikan nada suaranya, Ambriel


menyandarkan atasannya ke bahunya, tapi dia tidak menjawab. Dia
memaksakan tangannya yang menggantung untuk mengangkatnya ke
punggungnya. "Uugh ... ah ... uuugh ... ah ..."

Lengan kanannya tidak dapat menahannya dan dia melepaskannya. Dia


berguling beberapa langkah, berdiri sekali lagi dan merentangkan tangan ke
arah Ebenholz. Karena dia telah menggunakan terlalu banyak kekuatan,
tangannya merosot dari bahunya. Tangan kanannya tidak bisa
menggunakan senjata lagi.

Ambriel tak merenung sedikitpun terhadap pilihan untuk membuang


Ebenholz atau kapak tempurnya. Dia melemparkan kapak tempur itu dan
mencoba turun dengan Ebenholz menggunakan lengan yang masih bekerja.
Saat melakukannya, sekelompok pria bersenjata bergegas menyerbu dari
bawah.

"UUUUUUUUUUAAAAAAAH !!"Ambriel mengangkat kapak pertempuran sekali


lagi dan memotong musuh dengan satu tangan. Dia tanpa ampun memukul
mereka dengan rantainya, memecahkan tengkorak mereka yang berusaha
menyerang dirinya dengan ujung rantai itu.

Dia kemudian mengulangi tindakannya sebelumnya. Masih berusaha


membawa Ebenholz, musuh akan terus datang dari bawah. Dia akan
membunuh mereka. Lebih banyak akan muncul. Dia tidak bisa bergerak
maju. Keadaan menjadi serius, ini adalah pertempuran habis-habisan.

"MA... MATILAH!"

Akhirnya, Ambriel lengah terhadap seorang prajurit muda, yang berteriak


saat dia bergegas, untuk menyerangnya. Teriakannya tidak terdengar.
Pedangnya mengunggis bagian bawah lengan satunya.

143
Itu adalah musuh tanpa keterampilan bertarung. Dalam kondisi normal, dia
mungkin akan menjadi anak muda yang tidak memiliki hubungan dengan
peperangan dan tidak perlu memegang pedang.

Menjatuhkan senjata yang telah menikamnya dan berdiri, dia berteriak. Dia
menatapnya dari jarak dekat, menyusut saat menyadari yang harus dia
bunuh adalah seorang gadis muda.

"Kau bisa ..." darah menetes dari bibirnya, "bunuh aku ... tapi tolong ... jangan
bunuh ... Komandan." Ambriel memohon untuk kehidupan Ebenholz. Prajurit
yang tercengang itu tercermin dalam mata birunya yang indah, tapi dia
tidak bisa melihatnya dengan benar karena darah dan keringat turun dari
kepalanya. Dia tidak bisa melihat ekspresi wajahnya.

"Aku ... maafkan aku ... aku tidak bermaksud begitu ... aku ..." suara tentara itu
retak.

"Jangan ... bunuh Komandan."

"Aku tidak bersungguh-sungguh! Maafkan aku! Aku tidak bermaksud begitu! "

"Tolong...."

"Bukan begitu! Ini…! Aku tidak bermaksud begitu! " Prajurit itu menjerit saat dia
melarikan diri.

Untuk berjaga-jaga, Ambriel mengamatinya mundur sebelum kembali ke sisi


Ebenholz. "Komandan ..." Kakinya tidak stabil, mungkin karena dia akan
kehilangan kesadaran. "Saya ... berhasil, Komandan ... Komandan ..."

"Ambriel ..." Ebenholz, yang telah terpejam sepanjang waktu, nyaris tidak
membuka salah satunya saat dia berbicara.

Mendengar namanya diPanggil, Ambriel menjawab dengan suara penuh air


mata, "Komandan ..."

144
Itu adalah suara yang tidak dia dengar darinya sampai saat itu. Aura dewa
iblisnya menghilang dan wajahnya seperti anak ketakutan yang tergeletak di
sudut medan perang.

"Ambriel ... apa yang terjadi ... sekarang? Di mana kita?"

Ambriel menjawab pertanyaan Ebenholz dengan suara berat, "K-kita masih


katedral. Kita telah menyelesaikan misi. Sekarang kita hanya perlu menunggu
bala bantuan sehingga kita bisa lari, tapi belum sampai. Musuh-musuh
datang dari bawah. Tidak ada habisnya. Komandan, tolong beri arahan.
Tolong beri saya perintah. "

"Pergi... larilah."

"Bagaimana aku bisa lari ... selagi menggendong Komandan bersamaku?"

"Tinggalkan aku ... di sini ... dan larilah."

Karena tidak dapat memahami apa yang telah dia katakan pada awalnya,
Ambriel ragu untuk menjawabnya. "Apakah Anda menyuruhku untuk ...
meninggalkanmu?" Dia menggelengkan kepalanya untuk menolak. "Aku tidak
bisa melakukan itu! Komandan ... aku akan membawamu. "

"Aku baik-baik saja. Jika kau meninggalkanku di sini dan pergi ... kau ... masih
... memiliki kesempatan untuk bertahan hidup. Tolong kaburlah, Ambriel. "

Ledakan keras bisa terdengar dari kejauhan. Hanya tempat yang mereka
berdua tempati yang sepi, seolah-olah itu adalah dimensi yang berbeda.

"Saya tidak akan melarikan diri, Komandan! Jika Komandan disini, maka saya
akan bertarung disini! Jika saya harus melarikan diri, saya akan membawa
Komandan bersamaku! "Teriaknya sambil menggunakan kedua lengannya,
berdarah dan kram, untuk memegang kerah seragam tempurnya dan
menyeretnya.

"Ambriel, hentikan ..."

145
Dia bisa mendengar suara pembuluh darah yang pecah. Dia mungkin
sangat menderita saat dagingnya hancur lebur.

"Ambriel!"

Lengannya yang dominan, yang hanya menggantung dengan lemas,


terjatuh ke tanah. Tanpa melihatnya, dia terus menarik Ebenholz dengan
lengan satunya.

"Berhenti ... hentikan ... berhenti, Ambriel ..."

Ambriel tidak mendengarkan perintahnya. Napasnya keluar seperti desis


dan, sambil meletakkan sisa kekuatannya di lengan yang telah ditikam oleh
bayonet, dia turun satu langkah setiap kali. Semakin dia bergerak, pisau itu
semakin memotong dagingnya.

"Ambriel!"

Satu-satunya lengan yang tersisa mengkhianatinya dan hancur. Ambriel


kemudian kembali ke posisi semula. Seperti burung yang kehilangan bulunya,
lengannya penuh darah. Dia kemudian menghadapkan lehernya ke kiri dan
kanan untuk memastikan keadaan.

"Komandan, aku akan menyelamatkanmu sekarang."

Meski begitu, sambil menggigit bibirnya erat-erat, dia kembali menaiki


tangga dengan hanya menggunakan lututnya. Namun tubuhnya telah
kehilangan keseimbangan tanpa lengannya. Dia terpeleset beberapa kali
dan terguling. Dia akan jatuh dan berdiri, jatuh dan berdiri. Khawatir tentang
Ebenholz seorang, dia membalikkan diri ke tangga, menuju lautan darah.
Meskipun dia tidak berada di bidang penglihatannya, begitu Ebenholz
menyadari bahwa dia telah kehilangan lengannya karenanya, air mata mulai
mengalir dari matanya."Hentikan ..." suaranya yang memohon bergema
dengan sedih, "hentikanlah, Ambriel!"

"Aku tidak mau." Sekali lagi, dia langsung menolak. "Komandan ... hanya ...
hanya ... sedikit lagi ..."

146
"Itu cukup. Sudah cukup ... lenganmu ... lenganmu ... "

"Tentara musuh tidak datang. Kemungkinan besar ... bala bantuan tiba di
lantai bawah. Aku bisa mendengar ... suaranya. "

"Kalau begitu turunlah lebih dulu! Itu benar, lebih baik seperti ini. Panggil bala
bantuan Pergilah, aku baik-baik saja! "

"Aku tidak mau! Jika ... Jika Komandan meninggal saat aku pergi, apa yang
harus kulakukan? "

"Jika itu terjadi, itu akan berakhir untuk saya. Tidak apa-apa, turun saja! "

"Aku tidak mau! Tidak peduli apa ... aku tidak mau! Jika aku meninggalkan
Major di sini ... dan saat kembali ... "

"Tidak apa-apa kalau aku mati. Tidak apa-apa asalkan kau hidup! "

"Aku tidak bisa mematuhi perintah ini!" Sambil meringkuk, Ambriel terus
berusaha menarik Ebenholz. Tangannya sudah lumpuh, dan karena itulah dia
tidak bisa membawanya. Dia bisa saja berjalan menggunakan
persendiannya, tapi tidak tanpa membawanya. "Tidak masalah ... tidak peduli
apapun ... aku tidak akan membiarkan Komandan mati." Gigitan Ambriel
menggali bahu Ebenholz. Dia seperti seekor anjing yang membawa sesuatu
dengan mulutnya.

"U ... Uuuuuuh!" Suaranya bocor keluar dengan penuh penderitaan. Sosoknya
bergetar saat dia berulang kali berusaha menariknya. Namun, dengan luka
separah itu dan tubuh yang bukan anjing, melainkan manusia, tidak mungkin
dia berhasil. "Ma ... yor ..."

"Ambriel, hentikan ... aku ..." Ebenholz tersedak, "... aku ... aku ... mencintaimu!"
Teriaknya, penglihatannya kabur karena air mata yang meluap, "aku cinta
kau! Aku tidak ingin membiarkanmu mati! Ambriel! Hiduplah!!"

Ini adalah pertama kalinya dia mengatakannya padanya. Dia tidak


mengatakan "Aku mencintaimu" sampai saat itu. Ada banyak kesempatan,

147
tapi dia tetap diam. "Aku mencintaimu, Ambriel." Selalu selalu,selalu itulah
yang dibisikkan hatinya. Meski begitu, dia sama sekali tidak mengatakannya
secara langsung.

Kapan perasaan itu tumbuh dalam dirinya? Dia tidak tahu apa pemicunya.
Jika ada yang bertanya apa yang ia sukai darinya, dia tidak akan bisa
mengungkapkannya dengan benar melalui kata-kata."Ambriel…"

"Komandan." Sebelum dia menyadarinya, dia merasa senang setiap kali dia
memanggilnya. Dia percaya bahwa dia harus melindunginya saat dia
mengikutinya dari belakang. Dadanya dilanda dengan kecintaan yang tak
dapat diubah.

"Ambriel, apa kau mendengarkan?"

Tidak butuh waktu lama baginya untuk mengembalikan tatapannya yang


membara. Menggunakannya sebagai senjata telah menyakitinya, melihat
dia membuang nyawanya menjadi ketakutan terbesarnya.

"Aku suka kau."

--Aku ... ingin berhenti bertanya kepada Tuhan apa yang benar dan apa
yang salah. Jika ini adalah dosa, aku ingin menyelesaikan semua hutangku
dengan kematian.

"Aku cinta kau."

Dia adalah orang pertama yang benar-benar dicintai Ebenholz Leithanien.

"Aku mencintaimu, Ambriel."

"Cin... ta..." darah masih mengalir turun dari tangannya, Ambriel


mengucapkan kata itu seolah mendengarnya untuk pertama kalinya. Dia
menyeret tubuhnya ke sisi Ebenholz, berjongkok di sampingnya dan
mengintip ke wajahnya. "Apa itu ... 'cinta'?"

148
Dia terdengar sangat bingung. Air matanya jatuh dari atas, membasahi pipi
Ebenholz. "Apa itu cinta'? Apa itu cinta'? Apa itu cinta'?"

Wajah yang berantakan sambil menangis adalah sesuatu yang belum


pernah dia lihat bahkan saat dia masih kecil. Dia tidak akan menangis saat
membunuh orang, atau karena dia kesepian karena tidak dicintai orang lain.
Dia adalah seorang gadis yang belum pernah menangis sebelumnya.

"Aku tidak mengerti, Komandan ..."

Gadis yang sama sekarang menangis.

"Apa itu 'cinta'?" Pertanyaan itu penuh kesungguhan

--Ah, itu benar

Hati Ebenholz terasa lebih sakit daripada tubuhnya. Dia tidak tahu. Tidak
mungkin dia bisa mengerti. Lagi pula, dia belum memberitahunya. Dia tidak
'mengajarkan' tentangnya.

--Dia tidak tahu ... cinta. Saat itu, Ebenholz sekali lagi meneteskan air mata.
Betapa bodohnya aku.

Karena tidak bisa mengungkapkan perasaannya kepada orang yang


dicintainya adalah akibat dari dirinya yang mengabaikan cinta. Apakah ada
cara yang lebih memalukan untuk mati?

"Ambriel."

Meski begitu, hatinya terasa damai. Dia memiliki firasat bahwa rasa sakit di
tubuhnya sedikit demi sedikit mereda. Itu adalah perasaan yang aneh. Fakta
bahwa dia akhirnya bisa mengumpulkan perasaan paling jujurnya mungkin
penyebabnya. Dia merasa bahwa segala sesuatu yang ia lakukan telah
dimaafkan.

"Ambriel ... cinta ... adalah ..." Ebenholz berkata kepada gadis yang paling dia
cintai sepanjang hidupnya, "Mencintai adalah ... berpikir untuk... ingin

149
melindungi seseorang paling berharga di dunia ini." Dia berbisik lembut,
seolah-olah menceramahinya, seolah-olah dia masih anak kecil saat
mereka pertama kali bertemu, "Kau penting ... dan berharga. Aku tidak pernah
ingin kau terluka. Aku ingin kau bahagia. Aku ingin kau sehat. Itu sebabnya,
Ambriel ... kau harus hidup dan bebas. Keluar dari militer dan menjalani
hidupmu. Kau akan baik-baik saja walaupun aku tidak ada. Ambriel, aku
cinta kau. Hiduplah "Ebenholz mengulangi, "Ambriel, aku mencintaimu."

Setelah pernyataan tersebut, satu-satunya hal yang bisa didengar adalah


tangisan orang yang menerima kata itu. "Aku tidak mengerti... aku tidak
mengerti..." dia mengeluh melalui isak tangisnya, "Aku tidak mengerti... aku
tidak mengerti cinta. Aku tidak mengerti... apa yang sedang dibicarakan
Komandan. Jika begini jadinya, untuk apa aku bertarung? Mengapa kau
memberiku perintah? Aku ini... alat. Hanyalah alat. Aku ini milikmu. Aku tidak
mengerti cinta... aku hanya... ingin menyelamatkan... kau, Komandan. Tolong
jangan tinggalkan aku sendiri. Komandan, tolong jangan tinggalkan aku
sendiri. Tolong beri aku perintah! Bahkan jika itu membebani hidupku... tolong
perintahkan aku untuk menyelamatkanmu! "

Anak kecil yang tidak bisa mendengarkan apa pun selain 'bunuh'
meratapinya demi mendengar perintah untuk membantunya. Pada saat
dimana dia cukup dekat untuk dipeluk, Ebenholz hanya bisa
menggumamkan satu kalimat saat kesadarannya memudar, "Aku
mencintaimu."

Dia bisa mendengar suara seseorang yang datang dari bawah, tapi tidak
lagi bisa membuka matanya.

Catatan gadis prajurit bernama Ambriel berakhir di sana.

150
Akhir Kata
Kepada siapapun yang memperhatikan, senang bertemu denganmu. Apa
kabarmu? Aku tetap sama seperti biasa.

Ambriel menganugerahkan beberapa bentuk ‘cinta’ kepada orang sepertiku,


yang berpikir bahwa aku harus hidup sendiri dan tidak membutuhkannya.
Banyak orang yang membantuku dengan ajaib dalam perjalanaku ini. Aku
merasa tak berdaya dan malu terhadap ketetapanku dulu.

Aku, telah menjadi orang idiot yang bodoh.

Aku tak ingin hari esok datang. Tetap saja, dengan kata kata kejam ini, aku
tergerak untuk menangis setiap kali momen keajaiban terjadi. Aku percaya
itu indah. Jika cerita seperti itu dibolehkan, maka aku ingin menulis lebih. Bila
ada seseorang yang membaca sampai sini dan tidak ingin hari esok datang,
tolong jangan menyerah. Aku bersorak untukmu. Aku juga ingin disoraki, jadi
marilah membuat semuanya berjalan lancar dan melakukan yang terbaik.

Kalau begitu, semoga setiap orang yang merasakan hal yang sama
menikmati saat-saat yang indah juga. Salam hormat.

151

Anda mungkin juga menyukai