Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Dalam kehidupan manusia, perbuatan semata-mata dilakukan berdasarkan
agama yang dianutnya, bahasa yang diperoleh, keadaan alam sekitarnya maupun
eksistensi kebudayaan di tempat tinggalnya. Tentunya, perbuatan tersebut
menghasilkan pengalaman yang berharga untuk dijadikan pembelajaran hidup.
Seyogyanya, pengalaman tersebut tidak semata-mata untuk dirasakan dan dihayati
saja, namun alangkah baiknya pengalaman itu dituangkan kedalam sebuah karya
sastra. Perlu diketahui bahwa karya sastra ditulis berdasarkan pengalaman yang
realistis maupun imajinatif agar idenya tersebut dapat diabadikan dan
diapresiasikan kepada khalayak umum.
Di jaman sekarang ini, karya sastra, khususnya novel merupakan salah
satu sarana dalam menuangkan ide-ide seorang penulis agar dapat dibagikan
kepada khalayak umum untuk diapresiasi. Salah satu contoh novel yang patut
diapresiasi oleh khalayak pembaca pada umumnya yaitu salah satu novel karya
Alice Walker yang berjudul Possessing The Secret of Joy yang diterbitkan pada
tahun 1992. Di dalam novel tersebut tentunya terdapat nilai-nilai didaktis dalam
ceritanya yang digambarkan oleh sang penulis pembaca sehingga dapat
memahami pesan yang ingin disampaikan sang penulis melalui tokoh utama
wanitanya yang bernama Tashi yang berjuang melawan trauma semasa hidupnya.
Berdasarkan contoh fenomena sebuah novel diatas, penulis berminat
menganalisis novel Possessing The Secret of Joymengenai nilai-nilai didaktis
yang terdapat dalam novel tersebut melalui tokoh utama wanitanya. Maka dari itu,
penulis memberi judul pada makalah ini yang berjudul "Nilai - Nilai Didaktis
Pada Tokoh Tashi dalam Novel Possessing the Secret of JoyKarya Alice Walker".

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini berdasarkan latar belakang di
atas, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah aspek – aspek nilai didaktis pada novel?
2. Seperti apakah Nilai - nilai didaktis yang ingin disampaikan oleh Alice
Walker dalam novel Possessing The Secret of Joy pada tokoh Tashi?

1.3. Tujuan Penelitian

1
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diketahui bahwa tujuan
penelitian dari makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui aspek – aspek dari nilai-nilai didaktis.
2. Mengetahui nilai- nilai didaktis yang ingin disampaikan oleh Alice Walker
dalam novel Possessing The Secret of Joy pada tokoh Tashi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Novel


Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat kreatif,
imajinatif, mengemas persoalan kehidupan manusia secara kompleks dengan
berbagai konflik, sehingga pembaca memperoleh pengalaman-pengalaman baru

1
tentang kehidupan. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995: 59) menyatakan bahwa
kata novel berasal dari bahasa italia yaitu Novella. Secara harfiah novella berarti
sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek
dalam bentuk prosa. Adapun unsur-unsur pada suatu novel, yaitu sebagai berikut:
a. Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung di dalam teks. Sebagai unsur semantris dan yang
menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring dari motif–motif yang
terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa–
peristiwa, konflik dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat mengikat
kehadiran dan ketidakhadiran peristiwa, konflik, situasi tertentu, termasuk
berbagai unsur intrinsik yang lain, karena hal–hal tersebut haruslah bersifat
mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema menjadi dasar
pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita
itu.
b. Alur atau plot cerita
Alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur
dibedakan menjadi 2 bagian yaitu pertama alur maju (progesif) yaitu apabila
peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur
cerita. Sedangkan yang kedua alur mundur (flash back progesif) yaitu terjadi ada
kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung. Plot juga menampilkan
kejadian–kejadian yang mengandung konflik maupun menarik bahkan mencekam
pembaca.

c. Latar atau Setting


Latar atau seting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981:175). Stanton (1965)
mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita)
sebab ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita.
Tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat,
dan itu perlu pijakan, di mana dan kapan.
d. Tokoh dan Penokohan
Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam
hal ini tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah cerita rekaan

1
(Nurgiyantoro, 1995:164). Pembicaraan mengenai penokohan dalam cerita rekaan
tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan tokoh. Istilah tokoh menunjuk pada
pelaku dalam cerita sedangkan penokohan menunjukkan pada sifat, watak atau
karakter yang melingkupi diri tokoh yang ada. Penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
(Jones dalam Nurgiyantoro, 1995:165).
Disamping banyak memiliki persamaan, novel dan film juga mempunyai
beberapa perbedaan. Perbedaan hanyalah bahwa merupakan media cetak atau
bahanyaverupa kata-kata. sedangkan film merupakan media gambar, serta
memiliki unsur pendukung yang tidak ada didalam novel, yakni gambar, suara,
dan gerak.
Sebuah novel diangkat menjadi film biasanya bukan karena kekuatan
filmis novel itu, tapi lebih kepada kepopuleran novel itu sendiri di masyarakat.
Ketika film yang diadaptasi dari novel dilempar ke pasar, masih mempunyai
beberapa kemungkinan. Di tonton atau di jauhi. Sebuah film ditonton boleh jadi
filmnya lebih menarik dari novelnya, misalnya karena terkenal pemainnya
terkenal. Tetapi jika filmnya dijauhi, hal itu disebabkan karena filmnya terlihat
biasa-biasa saja, atau bahkan tidak sesuai dengan alur dalam novel.
2.2 Hakikat Nilai Didaktis
2.2.1 Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau
berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan
memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai.
Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di
sekitarnya berlangsung.
Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling
melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra
sebagai produk kehidupan., mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan
sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang
mempunyai penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya
memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai
kehidupan manusia dalam arti total.
Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi

1
suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar
atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau
tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada. Sejalan dengan Lasyo,
Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan
sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Pada
hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan
terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakiki.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan
sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu
kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia.
2.2.2 Pengertian Didaktis
Istilah kata didaktik atau didactic ini berasal dari benua Eropa, yakni
Eropa Barat. Orang Belanda membawanya ke indonesia dan akhirnya sampai
sekarang terus dipergunakan.
Di luar negeri, seperti Amerika, mereka memakai istilah lain yaitu
teaching, curriculum, dan audio visual aids untuk pengertian pengajaran, rencana
pengajaran, dan alat bantu pengajaran. Selain itu, sering pula digunakan istilah
learning, untuk perbuatan belajar murid. Perbuatan belajar erat sekali kaitannya
dengan perbuatan mengajar. Karena itu teaching dan learning satu sama lain
saling berkaitan dan saling menunjang. Namun para ahli membicarakannya
dengan kekhususan tertentu dengan sudut peninjauan yang berlainan.
Kalau kita tetap menggunakan istilah didaktik, ini tidak berarti bahwa kita
melepaskan atau menyampingkan begitu saja hal-hal yang berkenaan dengan
masalah kurikulum, learning dan audio visual aids. Bahkan sebaliknya hal-hal
tersebut merupakan bagian integral daripada didaktik atau setidak-tidaknya bahan
tentang didaktik akan banyak diperkaya oleh bahan-bahan dari kurikulum,
learning dan audio visual aids. Sehingga didaktik itu sendiri kemudian menjadi
landasan berpijak yang kuat dari ilmu kurikulum, learning dan audio visual aids
itu.
Istilah didaktik berasal dari kata didasco, didaskein, artinya saya mengajar
atau jalan pelajaran, bahkan ada yang menyebutkannya sebagai ilmu tentang
mengajar dan belajar. Ilmu ini membicarakan mengenai bagaimana cara
membimbing kegiatan belajar murid secara berhasil (Hamalik, 2001). Didaktik
adalah ilmu mengajar yang membuat orang menjadi belajar. Segala sesuatu yang

1
digunakan untuk mendidik harus yang mengandung nilai didik, termasuk dalam
pemilihan media. Didaktis pada hakikatnya merupakan upaya membantu peserta
didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi
mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki dan meyakini
nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan kebenaran yang
dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab (Setiadi, 2006:
114).
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai
didaktik merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi
kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku
dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran.
Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai didaktis
diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial,
religius, dan berbudaya. Nilai-nilai didaktis yang tersirat dalam berbagai hal dapat
mengembangkan masyarakat dalam berbagai hal dapat mengembangkan
masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati
dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan
bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya.
Nilai-nilai didaktis dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya
melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra khususnya
humaniora sangat berperan penting sebagai media dalam pentransformasian
sebuah nilai termasuk halnya nilai didaktis.
2.3 Aspek - Aspek Didaktis

Menurut Sugeng (2011) aspek-aspek didaktis yang terdapat pada karya sastra
prosa fiksi meliputi :

1. Aspek Religius
Aspek pendidikan yang bersifat religi sehingga pembaca bisa memetik
hikmah dari fenomena, perilaku, sikap, pandangan dan watak dari tokoh
utama termasuk hubungannya dengan tokoh-tokoh lainnya.
2. Aspek Moral
Aspek moral disini merupakan aspek yang berkaitan dengan sikap, akhlak,
budi pekerti, susila, yang dapat ditarik dari suatu cerita.
3. Aspek Sosial

1
Aspek dimana berkenaan dengan masyarakat atau memperhatikan
kepentingan umum.

Untuk dapat mengetahui dan memahami aspek-aspek didaktis dalam


sebuah prosa fiksi, maka dalam penelitian ini kita harus menganalisis lebih dahulu
unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh, penokohan, latar dan amanat.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis
Tokoh utama wanita yang bernama Tashi dikisahkan sebagai tokoh
protagonis dalam novel ini. Tokoh tersebut diperkenalkan sebagai gadis muda
yang tinggal di diantara suku Olinka fiktif di Afrika. Diceritakan melalui sketsa
dari semua karakter utama, novel ini menguraikan perjalanan kisah Tashi sejak
masa kecil sampai kematiannya. Novel ini mengisahkan kehidupan Tashi yang
dimulai sejak zaman kecilnya sebagai seorang gadis muda yang ambisius dan liar
hingga masa penyunatannya disaat ia mulai remaja dan hinggaakhirnya dia
meninggal. Karena pengaruh misionaris dan kematian kakak tertuanya di saat
ritual penyunatannya, ibu Tashi memilih untuk memasuki agama Kristen dalam
rangka menghindari Tashi dari menjalani ritual prosedur penyunatan.Namun, pada
masa remaja Tashi mendengar panggilan pemimpin suku untuk tetap
mempertahankan tradisi kesukuan dalam menghadapi ancaman misionaris yang
akan datang. Sebuah panggilan eksplisit untuk menjalani ritual sunat dan dengan
demikian mengikat identitas dirinya sebagai suku tersebut selamanya. Setelah
keputusannya tersebut, keberadaan Tashi selamanya berubah.
Seorang anak laki - laki seorang Misionaris yang bernama Adam yang
merupakan teman terdekat Tashi sejak kecil, kembali ke Afrika untuk menikahi

1
Tashi dan membawanya ke Amerika. Adam berharap di Amerika Tashi bisa
menemukan kebebasannya. Di Amerika, Tashi memulai perjalanan psikologis
untuk memahami apa yang telah hilang dan mengapa dia memilih untuk
melakukantradisi ritual penyunatan. Perjalanan psikologisnya ini membawanya ke
Swiss di mana dia bertemu dengan Mzee (Orang Tua) yang merupakan
representasi dari Dr. Carl Jung. Demi keselamatan rumah tangganya, Tashi
memulai untuk mengungkapkan kenangan masa kecilnya yang tertekan,
khususnya mengenai kematian adiknya yang bernama Dura. Perjalanan Tashi
terus berlanjut sampai dia kembali ke Amerika di mana dia bekerja Dengan Raye,
psikiater lain, yang menantangnya untuk memahami dirinya sendiri mengenai
mengapa dia memutuskan untuk melakukantradisi ritual sunat.
Sampai pada akhirnya Tashi melahirkan seorang putra bernama Benny di
Rumah Sakit Umum Amerika. Dalam proses kelahiran Benny, para dokter
mencoba menyelamatkan bayi dan menyelamatkan Tashi dari rasa sakit akibat
kekurangan darah. Para dokter berkomentar bahwa mereka belum pernah melihat
kelahiran yang seperti ini dan Tashi menyatakan bahwa ia merasa seolah-olah
seluruh staf rumah sakit datang untuk melihatnya. Sayangnya Benny mengalami
penderitaan saat proses kelahiran yang menyebabkannya lahir dengan cacat
mental yang diakibatkan oleh luka dan lubang Tashi yang kecil. Setelah itu, Tashi
kembali ke Afrika dengan tujuan membunuh M'Lissa, si tsunga yang melakukan
penyunatan pada Tashi. Dia tinggal bersama M'Lissa beberapa lama sebelum dia
bisa membunuhnya. Setelah itu Tashi dipenjara, diadili, dan akhirnya dijatuhi
hukuman mati. Bab terakhir dari novel ini menceritakan mengenai suara jiwa
Tashi.

3.2 Hasil Analisis


Adapun hasil analisis nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam novel
Possessing The Secret of Joy pada tokoh Tashi, yakni sebagai berikut:
3.2.1 Nilai Didaktis Religi
Nilai-nilai religious bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut
tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang
terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut
mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada
nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal.

1
Berikut aspek – aspek didaktis religi pada tokoh Tashi.
1. Sabar
Pada novel ini, dikisahkan bahwa Tashi tidak melakukan perkataan yang tidak
baik untuk membalas perkataan yang menyakitkan dalam menghadapi salah satu
dokter yang menyebutnya sebagai wanita negro. Sikapnya tersebut disebabkan
karena ia memiliki karakter yang sabar. Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan
sebagai betikut.

“But I do not say anything. Those bark-hard, ashen heel trudge before me on the
path.” (PTSoJ, 18)

Pada kutipan di atas, dibuktikan bahwa Tashi memiliki sifat yang sabar. Ia
tidak mengatakan hal apapun sebagai balasannya karena ia sudah menerima
kenyataannnya sebagai orang berkulit hitam Nilai didaktis religi yang dapat
diambil adalah sabar dalam menghadapi suatu apapun walaupun hal itu
menyakitkan. Di dalam Islam, sabar merupakan perbuatan yang membuatnya
menjadi orang yang beruntung yaitu di sayang Allah beserta makhluk lainnya.
Sebagai pembuktian, penulis mengambil salah satu ayat Al-Qur’an sebagai
berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah
kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian)
dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (Ali ‘Imran: 200).

2. Tidak boleh putus asa dan bunuh diri.


Nilai didaktis Religi yang dapat diambil dari tokoh Tashi lainnya yaitu tidak
boleh putus asa dan melakukan bunuh diri. Perbuatan Tashi tersebut disebabkan
karena ia mengalami trauma yang sangat besar di dalam kehidupannya. Hal
tersebut dapat terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

“At first she merely spoke about the strange compulsion she sometimes
experienced of wanting to mutilate herself. Then one morning I woke to find the
foot of our red bed. Completely unaware of what she was doing, she said, and

1
feeling nothing, she had sliced rings, bloody bracelets, or chains; around her
ankles. (PTSoJ, 49)

Berdasarkan kutipan di atas, nilai didaktis religius yang dapat diambil yaitu
tidak boleh putus asa dan bunuh diri. Hal itu terlihat pada kalimat " she sometimes
experienced of wanting to mutilate herself.". Kalimat tersebut menggambarkan
suatu perilaku yang buruk untuk dilakukan oleh umat manusia terutama sebagai
hamba Allah. Di dalam islam tentunya perbuatan putus asa yang menyebabkan
sampai seseorang tersebut mencoba untuk membunuh dirinya sendiri adalah
perbuatan terlarang. Sebagai pembuktian, penulis mengambil salah satu ayat Al-
Qur’an sebagai berikut:

“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih


hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada
keterangan ini (Al Qur’an).” (QS. Al-Kahfi ; 6)

3.2.2 Nilai Didaktis Moral


Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai yang
menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat.
Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dipandang dari nilai
individu itu berada. Berdasarkan hasil analisis, dalam novel ini fokus
menonjolkan tingkah laku tokoh utama yang bernama Tashi.
Berikut aspek – aspek didaktis moral pada tokoh Tashi:
1. Bersikap baik terhadap siapapun
Pada novel ini, dikisahkan bahwa Tashi sama sekali tidak merespon
perlakuan baik dari Lisette karena sifatnya yang pecemburu. Hal tersebut dapat
terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

"I am thinking of how I never met Lisette. How she tried to know me. Tried to visit
me. Wrote me letters. Tried to interest me in French cooking - sent me cookbooks
and recipes. Sent me clipping about wild mushrooms and where to look for them.
Sent me her son. And how I refused her. How I thought she knew me too well."
(PTSoJ, 153)

1
Kutipan di atas mengandung nilai didaktis moral yang tidak patut dicontoh
apabila dilihat dari segi tata cara berperilaku. Ini terlihat pada kalimat "And how I
refused her". Kalimat tersebut menggambarkan perilaku yang buruk kepada orang
lain. Sikap Tashi kepada Lisette tersebut memang tidak patut dicontoh karena
melihat dari kegigihan Lisette untuk mencoba meluluhkan hati Tashi yang penuh
kecemburuan. Memang, sikap Tashi adalah wajar ketika seorang istri dengan
terpaksanya dan tiba - tiba kedatangan orang yang tidak terduga dalam kehidupan
rumah tangganya. Hal ini disebabkan karena sifat Tashi yang pecemburu. Namun,
apabila dilihat dari tata cara berperilaku yang baik, hendaknya sesekali Tashi
menerima percobaan kasih sayang Lisette kepadanya untuk membangun jalinan
yang baik.

3.2.3 Nilai Didaktis Sosial


Karya sastra berkaitan erat dengan nilai sosial, karena karya sastra dapat
pula bersumber dari kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Nilai
sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan,
pengakuan, dan penghargaan.

Berikut aspek-aspek nilai Sosial pada tokoh Tashi.


1. Membalas Dendam
Dalam novel ini, Alice Walker menggambarkan nilai sosial yang tidak patut
untuk dijadikan oleh masyarakat pada tokoh Tashi. Ia membunuh M’lissa karena
ia memang ingin membalas dendam atas perbuatannya terhadap adiknya yang
bernama Dura. Perbuatannya tersebut disebabkan karena sifatnya yang pedendam.
Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan sebagai berikut.

"I killed her all right. I place a pillow over her face and lay accros it for an hour.
Her sad stories about her life caused me to lose my taste to slashing her" (PTSoJ,
260)

Kutipan di atas mengandung nilai didaktis sosial. Hal itu terlihat pada
kalimat "I killed her all right". Kalimat tersebut menggambarkan suatu perilaku
yang buruk untuk dilakukan kepada seseorang yang di benci walaupun orang
tersebut menyuruhnya untuk melakukannya. Sikap Tashi terhadap tokoh yang

1
bernama M'Lissa tersebut tidak patut dicontoh di dalam kehidupan masyarakat
sosial.

2. Menyayangi Keluarga
Nilai didaktis sosial yang lain pada tokoh Tashi adalah menyayangi
keluarga. Tokoh Tashi pada novel ini memiliki sifat penyayang. Pada awalnya
Tashi memang tidak dapat menerima keberadaan Pierre sebagai anak tirinya,
namun lama kelamaan ia mulai menyayanginya karena memang pada dasarnya
Tashi memiliki sifat penyayang. Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan sebagai
berikut.

"Pierre has been such a gift to me. You would be proud of him. He has promised
to continue to look after benny when I am gone. already he has taught him more
than any oh his teachers ever thought he could learn. I wish you could see Pieere
- and perhaps you can, through one of the windows of heaven that looks exactly
like a blade of grass, or a rose, or a grain of wheat - as he continues the untangle
the threads of mystery that kept me enmeshed." (PTSoJ, 260-261)

Kutipan di atas mengandung nilai didaktis sosial yang tergambarkan pada


kalimat "Pierre has been such a gift of me." Kalimat tersebut menggambarkan
sifat kasih sayang yang muncul pada diri Tashi kepada anak tirinya yang bernama
Pierre. Tashi mengungkapkan kasih sayang kepada Pierre dengan mengatakan
kehadirannya sebagai hadiah baginya. Pada akhirnya Tashi dapat menyayangi
anak tirinya walaupun pada awalnya ia kurang menyukai kehadiran Lisette
sebagai istri kedua dari Adam.

3. Melanggar norma sosial-budaya


Nilai didaktis sosial yang terdapat dalam novel ini pada tokoh Tashi salah
satunya yaitu melanggar norma sosial- budaya. Perbuatannya tersebut disebabkan
karena sifatnya yang berani. Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan sebagai
berikut.

"When I was a little I used to stroke myself, which was taboo. And then, when I
was older, and before we married, Adam and I used to make love in the fields.

1
Which was also taboo. Doing it in fields, I mean. And because we practiced
cunnilingus." (PTSoJ, 113)

Kutipan di atas mengandung nilai didaktis budaya. Ini terlihat pada


kalimat yang menyebutkan kata "taboo". Pada kalimat pertama tersebut
mengambarkan bahwa Tashi mempunyai kebiasaan mengelus - elus kemaluannya
sendiri saat ia masih kecil dan belum menjalani ritual sunat. Menurut suku Olinka,
perbuatan tersebut merupakan hal yang tabu dan dilarang di sana. Pada kalimat
kedua hingga kalimat terakhir pada kutipan di atas menggambarkan suatu
perbuatan yang dilakukan Tashi dan Adam merupakan hal yang tabu dikalangan
masyarakat suku Olinka, namun mereka malah melakukannya yang lebih dari itu.
Selain itu, kutipan berikut dapat mendukung kutipan yang diatas yang
diambil berdasarkan dari sudut pandang Adam sang tokoh utama prianya.

"In olinka society the strongest taboo was against making love in the fields. so
strong was this taboo that no one in living memory had broken it. And yet, we
did." (PTSoJ, 26)

Kutipan di atas mengandung nilai didaktis sosial mengenai soal budaya.


Ini terlihat pada kalimat "In Olinka society the strongest taboo was against
making love in the fields". Kalimat tersebut menggambarkan suatu perilaku yang
dilarang keras untuk dilakukan dalam budaya suku Olinka yang merupakan tabu
yang paling kuat disana. Bagi suku Olinka, melakukan seks di sebuah lapangan
atau sebuah ladang merupakan hal yang sangat tabu disana dan tidak ada seorang
pun yang melakukannya, namun Tashi dan Adam malah melanggarnya dan
melakukannya.

BAB IV
SIMPULAN
4.1 Simpulan
Nilai-nilai didaktis merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang
berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap

1
dan tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran.
Jenis-jenis nilai didaktis diantaranya yaitu nilai didaktis religius, moral, sosial,
dan budaya.
Berdasarkan hasil analisis mengenai nilai-nilai didaktis diatas, penulis
menyimpulkan bahwa dalam novel Possessing The Secret of Joy melalui tokoh
utama wanita yaitu Tashi tersebut mengandung nilai-nilai didaktis yang dapat
diambil, terutama nilai didaktis sosial yang mendominasinya. Tokoh utama wanita
dalam novel tersebut yang dijadikan objek penelitian dalam mengambil nilai-nilai
didaktis dikarenakan sikap dan sifatnya merupakan bentuk pesan sang penulis.

4.2 Saran
Berikut adalah saran yang akan penulis sampaikan, yaitu :
1) Dapat lebih memahami isi dalam sebuah karya sastra, terutama prosa.
2) Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
dalam kajian yang berbeda.
3) Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi pengetahuan mengenai
aspek – aspek nilai didaktis yang terdapat dalam novel Possessing The
Secret of Joy Karya Alice Walker.

DAFTAR PUSTAKA

Eneste, Pamusuk. 1991. Novel dan Film. Flores: Nusa Indah.


Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Levy, Katie R. 2012. A Cut That Scars: Alice Walker’s Novel Possessing the
Secret of Joy and Female Genital Cutting. Atlanta: Emory
University.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah

1
Mada University Press.
Parmini, Ni Kadek, dkk. 2014. Analisis Nilai-nilai Didaktis pada Novel
"Sang pemimpi" Karya Andrea Hirata. Bali: Jurnal Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol. 2 No. 1: 5-7.
Walker, Alice. 1992. Possessing the Secret of Joy. England: Harcourt Brace
Jovanovich.

Anda mungkin juga menyukai