Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FIKSI

ANALISIS TEMA PADA KARYA FIKSI (NOVEL)


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiksi yang diampu oleh :

Prof. Dr. Drs. Burhan Nurgiyanto M.Pd.

Disusun Oleh :

Haikal Novendra (18201241060)

Anwar Hidayat Wibisono (18201241061)

Yosua Arya Dharma Mahendra (18201241069)

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra adalah hasil karya manusia baik lisan maupun tulisan yang menggunakan
bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan. Bahasa dan sastra
memiliki hubungan erat. Melalui karya sastra pengarang berusaha menuangkan segala
imajinasi yang ada melalui kata-kata. Sastra tidak lepas dari bahasa.Sastra lahir karena
doronga keinginan dasar manusia untuk mengungkapkan diri, apa yang telah dijalani dalam
kehidupan dengan pengungkapan lewat bahasa.

Unsur-unsur pembangun karya sastra dapat dikelompokan menjadi dua unsur yaitu
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun
karya sastra dari dalam. Unsur intrinsik meliputi tema, alur, penokohan, seting, sudut
pandang dan gaya bahasa. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra dari
luar karya sastra yang meliputi psikologi, biografi , social, historis, ekonomi, ilmu,serta
agama.

Salah satu unsur intrinsik pembangun cerita yang terdapat dalam sebuah karya fiksi
adalah tema. Tema merupakan unsur yang begitu penting dalam pembentukan sebuah karya
fiksi. Tema merupakan dasar bagi seorang pengarang untuk mengembangkan suatu cerita.
Setiap teks fiksi mesti mengandung dan atau menawarkan tema, namun apa isi tema itu
sendiri tidak mudah ditunjukkan. Tema yang merupakan motif pengikat keseluruhan cerita
biasanya tidak serta-merta ditunjukkan.Dalam menulis cerita fiksi, tentu yang harus kita
pahami dan mengerti pertama kali yaitu mengenai tema.

Tema adalah unsur paling penting dalam penyusunan sebuah cerita.Tema merupakan
gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sebagai strukutur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-
perbedaan. (Cuplikan dari Hartoko & Rahmanto, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi,
Burhan Nurgiyantoro, halaman 115). Tema menjadi pengembangan seluruh cerita, maka ia
pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema disaring dari motif-motif yang terdapat
dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan
situasi tertentu.Sebagaimana dikemukakan oleh Stanton (1965:21), tema sebagai “makna
sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang
sederhana.” (Cuplikan dari Stanton, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, Burhan
Nurgiyantoro, halaman 117). Tema menurutnya, kurang lebih dapat bersinonim dengan ide
utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose).

Tema sendiri jenisnya sangat beraneka ragam. Adapun penggolongan tema itu
sendiri adalah : a). Tema tradisional dan nontradisional, b). Tema (menurut Shipley)
yaitu, tema tingkat fisik, tema tingkat organik, tema tingkat social, tema tingkat egoik,
tema tingkat devine, c). Tema mayor dan tema minor.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Tema

Mempertanyakan makna sebuah karya, sebenarnya juga berarti mempertanyakan


tema. Setiap teks novel pasti mengandung tema, namun tema sendiri tidak mudah
ditunjukan. Ia haruslah dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dan data – data. Kejelasan
pengertian tema akan membantu usaha penafsiran dan pendeskripsian pernyataan tema
sebuah novel. Stanton (1965:20) dan Kenny (1966:88) mengemukakan bahwa tema
(theme)adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema merupakan gagasan dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai
struktur semantic dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan
(Hartoko dan Rahmanto, 1986:142).Sementara Baldic (2001:258) mendefinisikan tema
sebagai gagasan abstrak utama yang terdapat dalam sebuah karya sastra atau yang secara
berulang-ulang dimunculkan baik secara eksplisit maupun implisit lewat pengulangan
motif.

Jadi, tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra
sebagai struktur semantik dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan
lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit.

Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang
menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema menjadi
dasar pengembangan keseluruhan cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian
cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Dengan
demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari
keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.

Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya novel.
Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan seblumnya oleh pengarang
yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan
“setia” mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya.
B. Penggolongan Tema

Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda tergantung dari
segi mana penggolongan itu dilakukan. Pengkategorian tema yang akan dikemukakan
berikut dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu penggolongan dikotomis yang
bersifat tradisional dan nontradisional, penggolongan dilihat dari tingkat pengalaman jiwa
menurut Shipley, dan penggolongan dari tingkat keutamaannya.

1) Tema Tradisional dan NonTradisional

Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada tema yang
hanya "itu-itu" saja, dalam arti tema itu telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan
dalam berbagai cerita, termasuk cerita lama. Pernyataan-pernyataan tema yang dapat
dipandang sebagai bersifat tradisional itu, misalnya, berbunyi: (i) kebenaran dan
keadilan mengalahkan kejahatan, (ii) walau ditutup-tutupi, perbuatan jahat akan
terbongkar juga, (iii) tindak kebenaran atau kejahatan masing-masing akan memetik
hasilnya, dan lain sebagainya. Walau banyak variasinya, tema tradisional selalu ada
kaitannya dengan masalah kebenaran dan kejahatan. (Cuplikan
dariMeredith&Fitzgetald, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, Burhan Nurgiyantoro,
halaman 126).

Pada umumnya tema-tema tradisional merupakan tema yang digemari orang


dengan status sosial apa pun, di mana pun, dan kapan pun. Hal itu disebabkan pada
dasarnya setiap orang cinta akan kebenaran dan membenci sesuatu yang sebaliknya.
Novel-novel yang digolongkan kesastraan pun banyak yang mengangkat tema
tradisional itu, terlebih pada novel awal kebangkitan sastra Indonesia modern yang
tentunya disebabkan oleh adanya pengaruh langsung dari tema-tema cerita lama yang
telah memasyarakat seperti Azab dan Sengsara, Sitti Nurbaya, dan Salah Pilih, juga
termasuk novel yang lebih kemudian seperti Harimau! Harimau!, Maut dan Cinta,
Perjanjian dengan Maut, dan sebagainya.

Selain hal-hal yang bernuansa tradisional, tema sebuah karya mungkin saja
mengangkat sesuatu yang tidak lazim, katakan sesuatu yang nontradisional, yang
dalam kaitan ini adalah tema nontradisional. Karena sifatnya yang nontradisional,
tema yang demikian, mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca, menjadi
melawan arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan, atau
berbagai reaksi afektif yang lain.
2) Tingkatan Tema Menurut Shipley

Dalam Dictionary of World Literature, Shipley (1962:417) mengartikan tema


sebagai subjek wacana, topil umum, atau masalah utama yang dituangkan ke dalam
cerita.(Cuplikan dari Shipley, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, Burhan
Nurgiyantoro, halaman 130).Shipley membedakan tema-tema karya sastra ke dalam
tingkatan-tingkatan semuanya ada lima tingkatan berdasarkan tingkatan pengalaman
jiwa yang disusun dari tingkatan yang paling sederhana, tingkat tambahan dan
makhluk hidup ke tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia.
Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Tema tingkat fisik, manusia sebagai (atau: dalam tingkat kejiwaan) molekul, man
as molecule. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyangkut dan
atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan yang
bersangkutan.Unsur dalam latar novel dengan penonjolan tema tingkat ini
mendapat penekanan.Contoh karya fiksi yang menyangkut tema ini, misalnya,
Around the World in Eighty Days karya Julius Verne.
b. Tema tingkat organik, manusia sebagai (atau: dalam tingkat kejiawaan)
protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak
menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas suatu aktivitas yang
hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup.Hubungan seksual banyak dikisahkan
dalam cerita fiksi, bahkan kini para pengarang perempuan juga tidak sedikit yang
mengangkatnya.Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat
penenkanan dalam tema tingkat ini, khususnya kehidupan seksual yang bersifat
menyimpang atau tidak pada tempatnya. Novel-novel Mochtar Lubis banyak
mengangkat tema ini, misalnya Senja di Jakarta, Tanah Gersang, Maut dan
Cinta, Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, dan lain sebagainya.
c. Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial, man as socius.Kehidupan
bermasyarakat yang merupakan tempat manusia berkiprah, beraksi-interaksi
dengan sesama dan dengan lingkungan alam mengandung dan memunculkan
banyak permasalahan, persahabatan-permusuhan, konflik, dan lain-lain yang
menjadi obyek pencarian tema. Berbagai karya Mochtar Lubis seperti yang
dicontohkan pada tema tingkat organic di atas juga tampak menonjol unsur kritik
sosial (baca: tema tingkat sosial) -nya. Novel-novel yang lain, misalnya, Royan
Revolusi, Kemelut Hidup, Kubah, Di Kaki Bukit Cibalak, Canting, dan kain
sebagainya.
d. Tema tingkat egois, manusia sebagai individu, man as individualism. Di samping
sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagau makhluk individu yang
senantiasa "menuntut" pengakuan atas hak individualitasnya. Novel yang
mengandung atau menonjolkan tema tingkat ini, misalnya Atheis, Jalan Tak Ada
Ujung, Gairah untuk Hidup dan untuk Mati, Malam Kualaklumpur, dan
sebagainya.
e. Tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggu, yang belum tentu
setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol
dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan Sang
Pencipta, masalah religiositas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis
lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan. Karya-karya Navis seperti
Robohnya Surau Kami, Datangnya dan Perginya, dan Kemarau
dapatdikelompokkan ke dalam fiksi yang bertema tingkat ini.
3) Tema Utama/Mayor dan Tema Tambahan/Minor

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, tema pada hakikatnya merupakan


makna yang dikandung cerita, atau secara singkat dikatakan sebagai makna cerita.
Makna cerita dalam sebuah karya fiksi, mungkin saja lebih dari satu, atau lebih
tepatnya: lebih dari satu interpretasi. Hal inilah yang menyebabkan tidak mudahnya
kita untuk menentukan tema pokok cerita, atau tema mayor (artinya: makna pokok
cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu). Menentukan tema
pokok sebuah cerita pada hakikatnya merupakan aktivitas mengidentifikasi, memilih,
mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada
dikandung oleh karya yang bersangkutan.

Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan
dalam keseluruhan, cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian
tertentu cerita dapat diidentifikasi sebagai makna bagian, makna tembahan.Makna-
makna tambahan inilah yang dapat disebut sebagai tema-tema tambahan, atau tema
minor.Dengan demikian, banyak sedikitnya tema minor tergantung pada banyak
sedikitnya makna tambahan yang dapat ditafsirkan dari sebuah cerita novel.Penafsiran
makna itu pun haruslah dibatasi pada makna-makna yang terlihat menonjol, di
samping memunyai bukti-bukti konkret yang terdapat pada karya itu yang dapat
dijadikan dasar untuk mempertanggungjawabkannya.Artinya, penunjukan dan atau
penafsiran sebuah makna tertentu pada sebuah karya itu bukannya dilakukan secara
ngawur saja.

Akhirnya, perlu ditegaskan bahwa pengategorian tema di atas sebenarnya


lebih bersifat teoritis. Dalam praktik penafsiran dan penggolongan tema, cara
ketiganya dapat digabung atau terpisah tergantung niatan peneliti. Cara kerja yang
dilakukan dapat sebagai berkit : pertama, dikaji tema apa saja yang ada dalam sebuah
teks fiksi dan sekaligus dibuat rumusan atau pernyataan temanya. Kedua, masukkan
hasil kerja tersebut ke dalam kategori tema yang telah disiapkan (secara teoritis), yaitu
ketiga macam pembagian di atas.Ketiga, buat pembahasan dan atau inferensi
mengenai tema berdasarkan kategori-kategori itu.

C. Cara Menafsirkan Tema

Cara menafsirkan tema (Robert Stanton dalam Kusnadi, 2010:11-12)

1. Penafsiran sebuah tema dalam karya fiksi mestinya mempertimbangkan setiap detail
dalam cerita (utamanya yang menonjol). Parameter ini merupakan yang paling urgen.
Sebab, identifikasi terhadap persoalan yang menonjol dalam cerita fiksi, umumnya
menunjukkan bagaimana cerita itu dikembangkan melalui konflik-konflik yang
dibangun pengarang. Karena itu, detail-detail ituakan mencakup pada pusaran
masalah utama. Sebuah muara cerita yang harus diseliai dan ditelusuri secara intensif.
2. Penafsiran tema dalalm karya fiksi mestinya tidak bersifat bertentangan dengan tiap
detail cerita. Fakta-fakta dan peristiwa yang diangkat pengarang yang baik, tidak akan
memberikan detail bertentangan dan saling kontradiksi dalam menjalin kebulatan
tema. Namun, pertentangan yang dikemukakan, biasanya mencakup persoalan tarik-
menarik antara dua permasalahan yang justru mengukuhkan fungsionalitas tema
utama.
3. Penafsiran tema mestinya tidak berdasarkan pada bukti-bukti yang kurang akurat
(tidak baik penyajiannya) baik langsung maupun tidak. Sebab tema cerita memang
tidak bisa hanya mendasarkan pada perkiraan pembaca saja, sebaliknya harus melalui
proses kajian yang intensif.
4. Penafsiran tema dalam karya fiksi mestinya mendasarkan pada bukti-bukti yang
secara langsung ada di dalam cerita. Parameter ini mempertegas bahwa penetapan
tema haruslah didasarkan pada bukti-bukti yang ada dalam cerita itu, baik langsung
maupun tidak. Kesimpulan yang diambil karenanya tidak boleh bertentangan dengan
bukti dan fakta-fakta yang ada.
BAB III

HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL KAJIAN

Judul Novel yang Dikaji:


1. Rumah Tanpa Jendela
2. Konspirasi Alam Semesta
3.

Tingkatan
N Tema Dikotomis
Judul Novel Tema Ket
o.
Mayor Minor A B C D E F G
1. Rumah Harapan 1. Memanfaatkan barang √
Tanpa dalam bekas
Jendela balutan
cinta

2. Keikhlasan dalam √
kehilangan

3. Keterbatasan bukan √
sebagai penghalang
4. Kawin paksa √
5. Harapan yang mulai √
muncul kembali

6. Perlakuan kasar pada √


anak
7. Mengorbankan diri √
untuk mendapat uang
8. Kesempatan dalam √
kesempitan
9. Kasih sayang ayah √
2. Konspirasi Perjuangan 1. Kekeluargaan √
Alam Seorang
Semesta Juang
dalam
menggapai
Cintanya
2. Petualangan mendaki √
gunung
3. Juang cemburu √
4. Pengabdian Juang √
3. Hujan Percintaan Gotong royong dalam √
Bulan sepasang melakukan hal apapun
Juni kekasih yang
berbeda
agama dan
budaya.

Kemajuan teknologi √

Keterangan :

A: Fisik

B: Organik

C: Sosial

D: Egois

E: Divine

F. Tema Tradisional

G. Tema Non-tradisional
B. PEMBAHASAN
1. Rumah Tanpa Jendela
 Tema Utama : Keterbatasan tidak menghambat harapan
Bukti : Dalam novel Rumah Tanpa Jendela diceritakan dimana tokoh utama yaitu Rara
selalu berjuang dalam segala keterbatasan dan cobaan yang hadir dalam hidupnya.
Semua keterbatasan itu dilampauinya dengan semangat dan doa yang selalu mengiringi
dalam setiap jalannya.
 Tema Tradisional : Memanfaatkan barang bekas
Bukti : Rara selalu diajarkan oleh kedua orang tuanya untuk selalu memanfaatkan
barang-barang bekas hasil dari memulung ayahnya.
“Biasanya, Rara suka melihat apa yang didapat Bapak. Kadang ada mainan,
boneka, atau tas bekas yang masih bisa dimanfaatkan serta digunakan.” (Hal. 9)
“Ketika Rara mulai besar, Ibu mengajarinya memanfaatkan kertas-kertas yang
masih bersih untuk digambarinya.” (Hal. 11)
 Tema Divine : Keikhlasan dalam kehilangan
Bukti : Saat Rara ditinggal Ibunya, ia selalu diingatkan oleh Ayahnya untuk
selalu ikhlas dalam menjalani semua hal. Rara diingatkan juga untuk selalu
mengirim doa Al-Fatihah untuk ibunya. Rasa kehilangan itu datang kembali saat
Rara pulang dari pesta ulang tahun Andhini dan ternyata rumahnya dilahap oleh
si jago merah. Hal itu membuat Ayahnya meninggal dan Neneknya harus dirawat
di HCU. Rara tetap ikhlas dengan semua itu, karena ia selalu diajarkan untuk
ikhlas. Karena semua cobaan diberikan oleh Tuhan dan kita harus menerima serta
menjalani cobaan yang ada
“Allah pasti mengabulkan setiap doa. Tapi kadang ada doa-doa lebih penting
yang harus didahulukan. Jadi , kita harus terus berdoa dan berusaha serta ikhlas
dalam menjalaninya.” (Hal.40)
“Jangan menangis, Ra. Berdoa. Samar suara Ibu terngiang di telinga gadis kecil
itu. Ya, doa. Kata Ibu, Allah akan selalu mengabulkan semua doa mesti tidak
selalu dengan cara yang bisa dimengerti.” (Hal.105)
“Atas semua kehilangan itu, Rara akan mengirimkan Al-Fatihah buat kedua
orangtua yang disanyanginya.” (Hal.184)
 Tema Sosial : Keterbatasan bukan sebagai penghalang
Bukti: Dalam cerita Rumah Tanpa Jendela Rara dan teman-temannya tidak
pernah mengeluh karena mereka kesulitan ekonomi dan hal itu yang membuat
mereka tidak dapat sekolah. Akan tetapi, mereka tetap berjuang dengan cara
bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Disaat Ibu Alia datang
berkunjung ke kawasan tempat tinggal Rara, Ibu Alia miris dengan keadaan yang
ada disitu dan selalu bertanya dimana anak-anak yang berlalu lalang ini
bersekolah. Setelah tahu bahwa anak-anak disini tidak ada yang sekolah, Ibu Alia
memberanikan diri untuk izin mendirikan sekolah gratis bagi anak-anak yang ada
disini. Dengan semua bekal saat masih kuliah ia berani mengajar disekolah gratis
ini dibantu dengan uang tabungannya untuk membeli perlengkapan belajar
mengajar, walaupun hanya terbatas semua dijalani dengan ikhlas tanpa upah
sepeserpun.
“Mulai besok Rara bertekad akan bekerja lebih keras: mengamen, mengojek
payung, dan mengelap mobil diperempatan.” (Hal.45)
“Logika lalu menemukan sesuatu yang mengusik pikiran dan hatinya selama
berhari-hari. Kaki-kaki kecil berpapasan dengannya. Dimanakah mereka
bersekolah?”(Hal.27)
“Ternyata anak-anak disitu belum bisa membaca dan menulis. Ia mencari celah
untuk izin mendirikan sekolah singgah dengan segala sarana yang terbatas.”
(Hal.27)
 Tema Non-tradisional: Kawin Paksa
Bukti: Disaat Ibu Alia membaca surat kiriman dari seseorang laki-laki yang entah
namanya. Ibu Alia tiba-tiba kepikiran dengan paksaan Abah dan Ummi untuk
segera menikah.
“Abah sama Ummi pengen Alia segera menikah, kalimat itu yang serupa petir di
siang hari, ungkapan yang meski klise tapi cukup mengusik perasaan Alia.”
(Hal.24)
“Persoalannya, pertunangan sudah diresmikan dengan tata cara yang diminta oleh
orangtua, meski tidak disepakatinya. Seandainya saja dia lebih berani dan
menolak kehendak Abah dan Ummi” (Hal.64)
 Tema Fisik: Perlakuan kasar pada anak
Bukti: Disamping tempat tinggal yang kumuh Rara tingal berdampingan dengan
keluarga yang memberi pengajaran anak dengan kontak fisik. Rara bersyukur
karena orang tuanya dalam merawat dirinya tidak ada kumpulan peristiwa
kekerasan yang tercatat dalam memori.
“Akbar, yang tinggal dekat rumahnya, sudah tidak terhitung lagi kena tangan
bapaknya, lelaki bertampang angker dengan tubuh dan tato naga ditangannya.”
(Hal.13)
“Ibunya sering kalap , mudah naik darah. Kalau marah,teriak-teriak seperti
orang gila dan mengakibatkan Yati harus menanggung malu. Bukan hanya malu,
gadis itu harus siap dipukuli dan harus sigap mengelak jika dilempari ibunya
dengan barang-barang.” (Hal.14)
 Tema Non-tradisional: Mengorbankan diri untuk mendapat uang
Bukti: Rara berkali-kali memejamkan mata dan tidak bisa tidur juga. Dia tidak
tahu pukul berapa dia terlelap. Hanya beberapa jam setelahnya, saat Bude Asih
mengetuk pintu, mata gadis itu mulai teruka lebar. Bude pulang, dimana artinya
sebentar lagi subuh. Namun, sebelum bangkit dari tidurnya ia mendengar suara
keras dari Bapak bahwa keinginanya untuk pergi dari rumah ini karena setiap
pulang Bude selalu membawa uang haram
“Kalau memang punya niat, pasti ada. Kerjaan apa aja yang penting jangan
melacur!” Suara Bapak yang penuh kemarahan. (Hal.46)
“Kamu cuma gak bawa uang haram Mbak, tetapi juga bawa bau minuman keras
ketika masuk rumah.” (Hal.46)
 Tema Tradisional: Kesempatan dalam kesempitan
Bukti: Disaat pemukiman tempat Rara tingal terbakar, banyak orang yang memanfaatkan
hal itu untuk mengambil barang-barang berharga padahal bukanlah miliknya.
“Langkahnya bersiborok dengan seorang laki-laki berbadan kurus yang lari dengan
membawa sepeda. Sosok yang belum pernah dijumpai tinggal disekitar kampungnya.”
(Hal.108)
“Bagaimana orang bisa mengambil keuntungan dari kesusahan orang lain. Sementara
tetangga-tetangganya mengeluhkan tentang beras yang diawetkan dan diberi pemutih.”
(Hal.109)
 Tema Sosial: Kasih sayang ayah
Bukti: Sejak masih kecil Rara dirawat dengan baik oleh kedua orang tuanya. Setelah
Ibunya meninggal Ayahnya yang selalu merawat Rara. Ia dirawat dengan tulus, Ayahnya
sangat menyayangi Rara dan tidak pernah satu kalipun Ayahnya melakukan kekerasan
kepada Rara. Ayahnya rela melakukan apapun demi kebahagiaan anaknya
“Ayahnya selalu bekerja keras berangkat Subuh dan pulang sehabis Isya untuk
memulung demi mencukupi kebutuhan keluarga.” (Hal.23)
“Berbagai rencana memenuhi kepala Raga ketika ia akhirnya bisa membawa pulang
dengan menjinjing kusen dan sebuah jendela yang kacanya pecah.” (Hal.97)

2. Konspirasi Alam Semesta


a. Tema Mayor dan Tema Minor
Tema Mayor
Perjuangan Seorang Juang dalam menggapai Cintanya
Dalam novel ini menceritakan bagaimana perjalanan hidup seorang Juang Astrajingga
yang menjadi seorang wartawan, kemudian bertemu dengan Ana Tidae. Diceritakan
bagaimana perjuangan Juang dalam mendapatkan hati Ana.
Bukti :
Waktu mengajak Ana untuk jalan – jalan di taman kota, motor butut Juang mogok
lantas mereka harus mendorongnya. Namun Ana tidak mempersalahkan Juang dan
mereka berjalan bersama mendorong motor.
Tema Minor
 Kekeluargaan
Dalam novel ini ayah Ana sangat saying terhadap putrinya karena ia adalah
permata paling berharganya.
Bukti :
Sang ayah sangat takut jika harus kehilangan putrinya yang mengidap tumor di
kepala. Dengan segala upaya dan berapapun biayanya akan ia usahakan asalkan
anaknya bisa sehat kembali.
 Petualangan mendaki gunung
Bukti :
Seiring waktu berjalan, hubungan tersebut membawa mereka berdua ke dalam
sebuah petualangan yang belum pernah Ana lakukan. Bersama dua orang teman
Juang – Dude dan Annisa – mereka berempat mendaki Gunung Slamet. Ana
menganggap hal tersebut tidak ada gunanya dan hanya menghabiskan tenaga.
Setelah separuh perjalanan Ana menyadari bahwa Juang dan dia telah terpisah dari
rombongan karena kelambanan Ana yang tidak pernah mendaki. Malam membawa
mereka berdua tenggelam dalam hangatnya perbincangan, dengan ditemani lampu
kota yang menjelma menjadi bintang buatan yang tak kalah dengan bintang di
langit. Mentari pagi muncul dan mereka berdua bergegas pergi untuk menyusul
rombongan. Mereka akhirnya sampai pada puncak di mana teman Juang menunggu
dengan sebuah bendera yang bertuliskan “Ana Tidae, maukah kamu berkomitmen
denganku?”. Ana diminta menjawab pertanyaan tersebut oleh Juang. Akhirnya
dengan senang hati dia mau berkomitmen dengan Juang.
 Juang cemburu
Bukti :
Belum sempat Juang mengetahui keadaan Ana, ia terlebih dulu kecewa pada Ana
yang ia temukan berada dalam pelukan Deri yang saat itu, memang masih
mengharapkan Ana kembali. Juang melarikan diri ke Nias, lagi-lagi karena
tugasnya. Namun kali ini, ia memang ingin melarikan diri dari Ana. Cemburu
membuat ego Juang tak terkendali.
 Pengabdian juang
Bukti :
Juang meminta izin Ana untuk pergi ke Gunung Sinabung untuk misi
kemanusiaan. Ana yang saat itu masih tidak bisa melupakan kejadian di Papua
tidak rela suaminya meninggalkannya. Juang berusaha meyakinkan Ana agar dia
diperbolehkan pergi. Ana tahu bahwa Juang orang yang sangat keras kepala dan
pada akhirnya Ana memperbolehkan dia pergi.
Gunung Sinabung pada saat itu tengah mengamuk. Status yang dimilikinya saat itu
awas yang berarti gunung tersebut siap untuk meletus. Juang bersama beberapa
relawan pergi menuju ke desa yang masuk ke daerah berbahaya. Mereka berusaha
menyelamatkan warga yang masih ngotot untuk tetap tinggal di rumahnya. Para
relawan saat itu terbagi menjadi beberapa kelompok untuk turun menuntun warga
menuju pos yang aman. Juang mendapatkan giliran terakhir untuk turun. Sisa
waktu yang ada dimanfaatkan Juang untuk melihat rumah-rumah yang terbengkalai
tertutup debu. Didenngarnya sebuah lagu yang keluar dari mainan anak kecil yang
mengingatkannya pada masa kecilnya dulu. Dia menghampiri mainan tersebut dan
berusaha mengingat kenangan bersama mendiang ibunya. Perhatian Juang yang
tertuju pada mainan tersebut membuat dia tidak menyadari ada bahaya yang
mendekatinya. Awan panas turun dari puncak gunung dan mengarah ke arahnya.
Juang terpanggang dalam panasnya awan tersebut dan sekarat. Pada saat
evakuasinya menuju rumah sakit dia meminta untuk merekam suaranya sebagai
pesan untuk Ana. Dengan suara yang samar-samar, dia berusaha sekuat mungkin
untuk mengucapkan kalimatnya yang terakhir. Ana yang berada di rumah tak kuat
menahan tangis mendengarkan kabar yang baru saja dia terima. Dia bergegas
berangkat untuk melihat jenazah suaminya untuk yang terakhir kali.

3. Hujan Bulan Juni


 Tema Utama : Percintaan sepasang kekasih yang berbeda agama dan budaya.
Mengenai tema hubungan cinta beda agama juga merepresentasi keadaan sosial
budaya masyarakat Indonesia. Pernikahan bukan hanya terpautnya hati dua insan, tapi
lebih dari itu.
Bukti : “Apa dosa dan salahku maka aku telah mencintai laki-laki Jawa yang sering
zadul mikirnya ini?” (Hujan Bulan Juni:36)

“Beberapa kerabat mengajukan pertanyaan tentang agamanya, sebenarnya mula-mula


penjelasan itu dimaksudkan Pingkan agar kerabatnya tidak mencurigai hubungan
mereka, tetapi apa yang dikatakannya sendiri masuk ke hati dan malah menyebabkan
agak resah”. ( Hujan Bulan Juni:30)

 Tema Sosial : Gotong royong dalam melakukan hal apapun


Kehidupan sosial masyarakat di Manado dan Jakarta. Masyarakat Manado membuat
tempat ibadah dengan cara bergotong royong, dan dana yang digunakan untuk membuat
rumah ibadah pun usaha sendiri. Tidak menggunakan dana dari pemerintah. Hal tersebut
menggambarkan bahwa masyarakat Menado masih erat dengan kerja sama.

Bukti : “Begitu keluar dari kota kedua orang muda Jakarta itu menyaksikan adegan
yang biasa mereka saksikan di Jakarta: beberapa kelompok orang mencegat mobil
untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan Rumah Tuhan. Bedanya adalah, di
Jakarta Rumah Tuhan itu mesjid, di Menado tentu saja gereja”. (Hujan Bulan Juni :
30)

 Tema Non Tradisional : Kemajuan teknologi


Pada masa sekarang alat komunikasi sudah sangat canggih, dulu orang menggunakan
sms kemudian e-mail dan sekarang sudah banyak yang menggunakan WA sebagai alat
komunikasi.menggambarkan keadaan ekonomi dan penghasilan masyarakat juga sudah
tinggi. Selanjutnya pada masa sekarang alat transportasi juga sudah modern. Orang-
orang bepergian jauh sudah banyak yang menggunakan kereta api,mobil, pesawat dan
lainnya.
Bukti : “salah satu WA yang dikirim ke Sarwono mengungkapkan ketidaksabarannya
menunggu bulan April”. (Hujan Bulan Juni :113)

“Masuk Jakarta lagi, masuk kemacetan lagi, masuk asap knalpot, masuk hutan
belantara motor yang semakin lama semakin terasa sebagai dilema: masukan dari
pajak atau kenyamanan berkendara. (Hujan Bulan Juni : 61-62)
BAB IV

KESIMPULAN

Tema adalah unsur paling penting dalam penyusunan sebuah cerita.Tema merupakan
gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sebagai strukutur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-
perbedaan (Cuplikan dari Hartoko & Rahmanto, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, Burhan
Nurgiyantoro, halaman 115). Sebagaimana dikemukakan oleh Stanton (1965:21), tema
sebagai “makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya
dengan cara yang sederhana.” (Cuplikan dari Stanton, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi,
Burhan Nurgiyantoro, halaman 117).

Tema sendiri dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda tergantung
dari segi mana penggolongan itu dilakukan. Penggolongan tema dilakukan berdasarkan tiga
sudut pandang, yaitu penggolongan dikotomis yang bersifat tradisional dan nontradisional;
penggolongan dilihat dari tingkat pengalaman jiwa menurut Shipley yaitu tema tingkat fisik,
tema tingkat organik, tema tingkat social, tema tingkat egoik, tema tingkat devine; tema
mayor dan tema minor.

Adapun penafsiran sebuah tema dalam karya fiksi mestinya mempertimbangkan setiap
detail dalam cerita (utamanya yang menonjol), penafsiran tema dalalm karya fiksi mestinya
tidak bersifat bertentangan dengan tiap detail cerita, penafsiran tema mestinya tidak
berdasarkan pada bukti-bukti yang kurang akurat (tidak baik penyajiannya) baik langsung
maupun tidak, penafsiran tema dalam karya fiksi mestinya mendasarkan pada bukti-bukti
yang secara langsung ada di dalam cerita.
DAFTAR PUSTAKA

Kasnadi & Sutedjo. 2010. Kajian Prosa: Kiat Menyisir Dunia Prosa. Ponorogo: P2MP
Spectrum dan Pustaka Felicha.

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Yusnidar. 2012. Analisis Karya Sastra. Dikutip dari


http://yusnidar26.blogspot.com/2012/04/jurnal-bahasa-dan-sastra-
indonesia.html?m=1. 17 Maret 2019.
LAMPIRAN

Berikut adalah sinopsis novel yang telah dianalisis:

1. Rumah Tanpa Jendela

Rara gadis kecil berusia 8 tahun , sangat ingin mempunyai jendela di rumahnya yang
kecil berdinding tripleks bekas di sebuah perkampungan kumuh tempat pemulung tinggal di
menteng pulo , Jakarta .
Si Mbok, neneknya Rara yang sakit - sakitan dan Bapaknya Raga yang berjulukan ikan
hias dan tukang sol sepatu , tidak cukup punya uang untuk membuat atau membeli bahkan
hanya selembar daun jendela dan kusennya saja . Rara juga mempunyai Bude , Asih , Ia tidak
tau kalau Budenya itu bekerja secara tidak halal ,Mbok dan Raga tidak suka dengan
pekerjaan Asih tersebut. Itu sebabnya , terutama Raga tidak suka Asih tinggal bersama
mereka.
Kondisi rumah mereka yang sudah penuh sesak dengan berbagai barang bekas juga
menjadi kendala penempatan jendela di rumah tersebut.
Tapi Rara tetap merajut mimpinya , melalui imajinasi dan gambar - gambar rumah
berjendela sederhana yang ia buat . Ia hanya ingin melalui jendela , melihat burung-burung
yang berkicau di pagi hari , hujan yang turun atau sekedar menikmati sinar mentari pagi yang
menyentuh wajahnya.
Bersama teman - temannya sesama anak pemulung ,sebelum ngamen atau ngojek
payung jika hari sedang hujan , Rara sekolah di tempat sederhana khususnya untuk anak
jalanan .Bangunan sekolah tersebut hanya berdinding tepas setinggi 1,5 meter dan beratap
seng bekas . Bu Alya satu -satunya pengajar sukarelawan disitu yang membimbing dan
membina anak- anak pemulung tersebut .
Di tempat lain , di perumahan mewah Kota Jakarta adalah Aldo anak lelaki berusia 10
tahun yang sedikit terbelakang mental ,merindukan seseorang teman di tengah keluarganya
yang sibuk dengan urusanya masing -masing . Ia anak bungsu dari pengusaha sukses, Pak
Syahri dan Nyonya Ratna .Kakak tertua Aldo , Adam berusia 23 tahun adalah seorang vokalis
sekaligus pemimpin dalam group bandnya . Sedangkan kakak keduanya Andini ,seorang
gadis cantik berusia 17 yang agak malu mempunyai adik seperti Aldo .
Kehadiran Nenek Aisyah , Ibunya Pak Syahri yang baru datang dari Medan dan kini
menetap dirumah Pak Syahri, menjadi penghiburan untuK Aldo .Nek Aisyah sangat
menyayanginya .
Dalam suatu peristiwa di sanggar lukis ,Aldo berkenalan dengan Rara yang saat itu
tengah mengojek payung dan terserempet mobil Aldo. Sejak itu mereka menjadi akrab
,bahkan Rara dan beberapa anak pemulung lainnya jadi sering bermain ke rumah Aldo.
Walau Nyonya Ratna dan Andini agak terganggu dengan kehadiran teman-teman baru Aldo
tersebut, namun karena Pak Syahri mengizinkan, mereka tak bisa melarang Aldo.
Suatu hari Andini merayakan ultahnya yang ke-17di gedung, ia mendapat kejutan
berupa pertujukan tari dan nyanyi dari Aldo, Nek Aisyah , Rara serta teman-teman
pemulungnya. Bukannya senang,. Andini marah besar karena ia merasa Aldo telah
mempermalukannya di depan umum . Andini tidak suka karena menurutnya semua orang jadi
tahu kalau ia punya adik yang cacat !
Sementara itu , di perkampungan kumuh tempat Rara tinggal terjadi kebakaran yang
mengakibatkan Si Mbok dan Bapaknya koma .Rara sangat sedih, sebagian rumahnya sudah
dimakan api .
Gara-gara ulah Andini, Aldo minggat dari rumah .Aldo merasa kecewa dengan sikap
kakaknya yang terang- terangan merasa malu memiliki adik seperti dirinya . Aldo kabur ke
rumah sakit . Tapi karena Aldo melihat Abangnya Adam mencarinya hingga ke rumah sakit ,
Aldo akhirnya pergi dari rumah sakit di temani Rara . Rara yang bingung atas sikap Aldo
tanpa sadar malah ikut menemani Aldo kabur. Semuanya sibuk mencari , mereka semakin
bingung mencari Aldo karena Rara juga tidak ada di ruamah sakit.
Aldo tetap tidak mau pulang walau Rara sudah berusaha membujuknya . Hari
semakin larut dan turun, mereka kelaparan . Aldo dan Rara mengojek payung untuk
membeli makanan .Sampai Rara mengajak Aldo ke Sanggar Lukis .Saat penjaga sanggarnya
mengetahui kalau Aldo dan Rara berada disana ,Ia langsung menelpon orang rumahnya Aldo.
.Saat mereka tahu Aldo dan Rara berada disana mereka langsung menjenguk Aldo dan Rara
.Aldo menggambar orang -orang ,tetapi Aldo hanya menggambar Rara,dirinya, Nenek , Bik
Siti dan Mas Tarjo (kedua pembantunya).Saat penjaga sanggar (Mas Teddy) memperhatikan
Aldo, ia bertanya “kenapa keluarga lainnya tidak gambar ?”. “ Aldo hanya berkata yang lain
sibuk .”
Setibanya keluarga Aldo di sanggar, saat melihat Aldo Nenek langsung memeluk
Aldo , di susul dengan Nyonya Ratna dan Andini dengan rasa bersalah .Setibanya Aldo
kembali kekeluarganya dan Rara kembali ke rumah sakit ternyata ayah Rara telah meninggal
Dunia dan neneknya telah siuman .Karena Rara dan Neneknya tidak ada tempat tinggal
Ayah Aldo menyuruh mereka tinggal di sebuah Villa milik keluarga Aldo ,Rara danTeman-
teman pemulungnya pun di sekolahkan. Sekali -kali Aldo bermain kesana , sekarang Rara
telah mengubur impianya untuk mempunyai jendela , karena di Villa tersebut banyak sekali
jendela dan dapat memandangi linkungan sekitar yang Indah, ketika Bude Asih tau kalau
Ayah Rara telah meninggal ia memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai PSK dan
menemani Rara, juga Si Mbok untuk tinggal di Villa.

2. Konspirasi alam semesta

Lelaki Kumal bernama Juang Astrajingga yang di pertemukan dengan Ana Tidae di
satu kesempatan. Juang yang tak percaya pada cinta pandangan pertama, harus menelan
ludahnya sendiri karena Ana berhasil mencuri hatinya dalam perjumpaan yang sekejap mata.
Kemudian semesta seolah berkonspirasi, merencanakan pertemua kedua Juang dan Ana. Ana
yang merupakan anak dari seorang sinden, Sinta Aksara menjadi narasumber untuk
melengkapi data Juang mengenai sinden tersebut. Pertemuan kedua menghasilkan pertemuan
ketiga, dan pertemuan pertemuan berikutnya. Memiliki hobi yang sama, menjadikan mereka
nyaman dengan satu rasa yang sama.
Rasa diantara keduanya berada dalam waktu yang salah. Ana yang telah bersama
Deri, menganggap Juang adalah orang yang ia cari selama ini. Sementara Juang, telah
meletakan semstanya pada Ana. Berbulan-bulan mereka menikmati kebersamaan, meski di
tutupi dengan kata rahasia.

Juang akhirnya sadar, ia tak bisa terus seperti itu. Ana harus menentukan pilihan. Tegas pada
hidupnya sendiri. Saat itu, Ana memang sedang tak berhubungan baik dengan Deri. Lelaki
yang telah bersamanya setahun ini tertangkap mata bermesraan dengan Camar, sahabatnya.
Hingga akhirnya, ditengah hujan Ana menentukan pilihan. Di ketuknya pintu indekos Juang
dalam kondisi tubuh yang basah. Mengatakan bahwa hujan membawanya kesana, memilih
Juang untuk menjadi semestanya.

Tugas Juang sebagai wartawan membuatnya harus berpisah dengan Ana. Tanah papua
menunggu untuk di telusuri jejak sejarahnya. Berbulan-bulan Ana tak mendapat kabar.
Karena keterbatasan jaringan di tempat Juang bertugas. Juang dan dua temannya, memiliki
sahabat bahkan keluarga baru di sana. Papua dengan segala stereotip negatifnya, mampu ia
selami dan menepis pandangan setiap orang terhadap tanah timur Indonesia itu. Kabar Juang
tak terdengar lagi, Ana mencoba bertanya ke pihak kantornya, namun sama saja. Hingga
akhirnya, satu pesan mendarat di handphone Ana, permintaan Juang agar Ana setia
menunggu. Dan Juang kembali pada Ana dengan celengan rindu yang tak lagi bercelah.

Juang yang telah lama tak kembali ke rumah karena pertengkaran dengan Ayahnya, di
kejutkan dengan kabar ibunda tercinta di rawat di rumah sakit. Hingga sang Ibu pergi dan
Juang kehilangan sumber cahaya hidupnya. Memaki diri sendiri yang belum sempat
mengabdi. Ana yang paham dengan keadaan Juang, tak tega jika harus mengatakan bahwa ia
pun harus melakukan operasi karena tumor yang tumbuh di kepala bagian belakang.

Belum sempat Juang mengetahui keadaan Ana, ia terlebih dulu kecewa pada Ana
yang ia temukan berada dalam pelukan Deri yang saat itu, memang masih mengharapkan Ana
kembali. Juang melarikan diri ke Nias, lagi-lagi karena tugasnya. Namun kali ini, ia memang
ingin melarikan diri dari Ana. Cemburu membuat ego Juang tak terkendali. Ana sebenarnya
masih enggan melakukan operasi, karena ia paham keadaan Ayahnya sebagai seorang
pensiunan. Ia hanya menyerahkan hidupnya pada takdir, jika memang tak dapat melanjutkan
kehidupan.

Satu pesan dari Ayah Ana, membuat Juang bergegas meninggalkan Nias. Kemudian
mengutuki diri mengapa egonya begitu tinggi. Juang pulang, dengan keadaan Ana yang
tengah berbaring di rumah sakit. Juang berusaha meyakinkan Ana, bahwa tak ada harga yang
pantas untuk sebuah nyawa. Maka berapapun pembiayaan operasinya, itu bukanlah masalah.
Juang meyakinkan Ana bahwa ia cukup kuat untuk berbagi penderitaan. Ana dengan
perjuangan dan rasa optiminsya, mampu kembali menjadi gadis periang dan tangguh. Tumor
kecilnya telah lenyap. Juang dan Ana menikah. Hidup sederhana di sebuah rumah di
perkebunan teh. Berjanji untuk saling menemani hingga hari tua, hingga maut menjemput.

Juang kembali pergi meninggalkan Ana untuk membantu sahabatnya yang terkena
letusan Gunung Sinabung. Sekuat apapun Ana memintanya untuk tidak pergi, tak akan
mengubah keputusan Juang. Juang pergi meninggalkan Ana yang ternyata tengah
mengandung. Sebisa mungkin Juang membatu korban bencana itu, namun naas Gunung
Sinabung belum sepenuhnya stabil. Saat juang mengevakuasi warga yang masih enggan
mengungsi, awan panas itu menyembur kembali. Membinasakan Juang yang tengah
bergerilya mengabdi. Anak dalam kandungan Ana terlahir, Ilya Astrajingga menjadi
pengganti Juang di samping Ana. ILYA, kata terindah dalam kehidupan Juang dan Ana. I
Love You, Always.

Anda mungkin juga menyukai