ANGKUTAN UMUM
1. Angkutan Umum
Kota-kota yang sustainable secara ekonomi, sosial dan lingkungan adalah visi kota
yang diperkuat oleh pelayanan angkutan umum sebagai tulang punggung
pergerakan mayoritas penduduk, berdaya sain dan memberikan kontribusi terhadap
rendahnya biaya transportasi penduduk. Target yang diharapkan adalah modal
share angkutan umum merupakan sedikitnya 50% dari rata-rata seluruh
perkotaan, dan untuk wilayah pusat kegiatan (city center) merupakan 80% dari
modal share. Biaya transportasi dapat diturunkan sehingga menjadi 50% dalam
kurun 20 tahun mendatang, lebih ramah lingkungan, bebas dari pungutan liar, aman,
nyaman dan terintegrasi dengan seluruh moda.
Kota Kecil: Angkutan umum terdiri dari Angkutan Kota (Angkot) dan Bus
Sedang, Angkutan Individu: becak dan ojek.
Kota Menengah: Angkutan umum, terdiri dari Bus Besar, Bus Sedang,
Tahap-1 : T ahap pada kondisi eksisting angkutan bis kota dan angkutan kota
yang masih rendah dalam penerapan SPM angkutan umum, dimiliki
Angkutan individu terdiri dari ojek, taksi dan becak. Secara umum ketiga jenis moda
tersebut terdapat di seluruh kota di Indonesia, hanya khusus taksi tidak semua kota
tersedia. Dilihat dari parameter jarak, kecepatan, sifat pelayanan (door-to-door), tarif
dan keselamatan, ketiga moda dibandingkan secara kualitatif, kinerja ojek memiliki
keuntungan dari aspek kecepatan dan ketersediaannya (door-to-door). Saat ini di
hampir semua wilayah perkotaan, telah dilayani oleh ojek. Ojek menjadi masalah
karena tidak memiliki legalitas dalam UU 22/2009 tentang LLAJ namun demikian
kebutuhan masyarakat akan pergerakan yang cepat, door-to-door dan melayani
jalan yang sempit memaksa pengguna jalan menggunakan ojek.
Target kedepan: peran taksi akan ditingkatkan hingga menjadi moda utama
angkutan individu di pusat kota dan wilayah perkotaan, khususnya kota metropolitan,
kota besar dan kota menengah. Peran ojek akan dibatasi pada wilayah dimana
kebutuhan moda transportasi belum terlayani, khususnya pada jalan-jalan sempit
(rat-run) kawasan perkotaan, tidak melayani trayek angkutan umum lingkungan
(ang-ling), angkutan bus, sistem transit dan BRT.
Keterangan :
+ = Makin bertambah
- = Makin berkurang
Angkutan bus merupakan tulang punggung transportasi perkotaan saat ini, karena
tingkat pelayanannya yang murah, aksesnya mudah dan menjangkau seluruh
pelosok perkotaan. Peran angkutan umum di perkotaan rata-rata 30-50% dari
seluruh kebutuhan perjalanan penduduk perkotaan di Indonesia setiap hari.
Komposisi pelayanan bus didominasi oleh angkutan bus kecil. Di Jakarta pada tahun
2007, dari hampir 40.000 bus kota, 2.809 adalah Bus Besar, 7.821 Bus Sedang,
dan26.002 Bus Kecil termasuk 2.576 MPU (Perhubungan Darat Dalam Angka
2008. MPU masuk dalam kategori bus kecil). Di Medan sebanyak 2.913 Bus
Besar, 4.275 Bus Sedang, 9.734 Bus Kecil dan 9.758 MPU. Di Jayapura
sebanyak 25 Bus Sedang, 183 Bus Kecil dan 2.375 MPU.
Harapan dalam pengembangan angkutan bus kedepan adalah bus menjadi andalan
angkutan umum perkotaan, melalui proses evolusi 3 tahap: reformasi manajemen
angkutan umum, pengembangan sistem transit perkotaan dan pengembangan BRT.
Selanjutnya angkutan umum dapat kembali memiliki modal share yang tinggi
sehingga minimal mencapai 50% dari seluruh kebutuhan perjalanan penduduk
perkotaan di Indonesia. Antar moda angkutan umum dapat dilayani dengan integrasi
pelayanan secara fisik dan tiketing. Angkutan umum kedepan diharapkan mampu
menurunkan biaya perjalanan penduduk perkotaan hingga 50% dari persentase
pengeluaran biaya perjalanan saat ini.
b. Strategi Kebijakan
Prioritas 1 – Sasaran
Jaringan bus melayani sebagian besar jumlah penumpang (bus conventional dan
BRT: 25%). Di kota-kota besar sistem transportasi umum harus menyediakan rute
Pelayanan yang diberikan juga harus aman, cepat, dapat dipercaya, nyaman,
mudah, dan tarif terjangkau, serta dampak terhadap lingkungan harus dapat
diminimalisasi.
Ketentuan yang ada pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisi eksisting yang ada,
karena program pengalihan moda ini belum dikembangkan.
Pengalihan moda ini diarahkan agar visi dari kebijakan dapat tercapai sesuai dengan
perundang-undangan. Perubahan ini akan menghasilkan pertambahan kebutuhan
terhadap pelayanan bus yang cukup besar dan tinggi, seiring dengan pengurangan
penggunaan kendaraan pribadi dan pergantian ke moda transportasi umum dimulai.
Desain tinggi platform pada bus seringkali menyulitkan dalam hal ketepatan
pengkonstruksian tempat pemberhentian bus.
Harga sepeda motor yang murah, dengan skema cicilan dalam pembeliannya,
ditambah dengan biaya operasional yang rendah, memberikan nilai saing yang
sangat kuat, yaitu : sepeda motor memberikan transportasi yang lebih cepat, dan
perpindahan yang langsung sampai di tempat tujuan dibandingkan transportasi
umum lain dengan rute yang telah ditetapkan serta biaya perjalanan yang
dikeluarkan dirasakan lebih murah daripada moda transportasi umum lainnya.. oleh
karena itu, untuk bersaing melawan sepeda motor, pelayanan bus harus lebih cepat,
mudah, dan dapat diandalkan.
Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai tujuan
dari kebijakan-kebijakan yang disusun, yaitu:
BSTP akan memandu kota-kota secara efektif dan realistis mengenai prosedur
perencanaan transportasi umum.
Prioritas 9 – Terminal
Sudah bukan menjadi keharusan lagi untuk bus perkotaan dioperasikan antar
terminal (off street), akan tetapi hal-hal seperti ini seringkali menjadi kendala
dalam penentuan rute bus. Pada umumnya, terminal berlokasi di lingkar luar kota,
hal inilah yang menyebabkan jarak tempuh bus kota menjadi jauh. Melihat hal ini,
dapat dikatakan bahwa untuk efisiensi yang lebih besar dan melakukan pemulihan
biaya, maka rute bus sebaiknya dioperasikan secara radial yang mana berakhir/
berterminal pusat di pusat kota. Untuk memudahkan sistem transfer/ perpindahan
penumpang (moda share), maka minimal satu atau lebih terminal bus harus
dibangun dalam cakupan rute pengoperasian tersebut.
Aspek penting yang berkaitan dengan sistem pengoperasian bus adalah lokasi
terminal yang tersedia harus seefektif dan seefisien mungkin dalam pemenuhan rute
perjalanan penumpang, bukan di sembarang tempat kosong yang tersedia.
Berdasarkan pada kendala – kendala utama dalam mencapai tujuan jangka pendek
dari sistem transportasi umum, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
Penawaran sistem operasional yang menarik bagi para investor yang disertai
dengan keuntungan-keuntungan yang kira-kira akan didapatkan, dengan
menetapkan kerangka peraturan yang jelas dan mendukung, memberikan
perspektif layanan yang dapat diandalkan untuk beroperasi di rute yang telah
ditetapkan dengan system kompetisi yang baik, dengan jadwal operasi yang
jelas , dan control tarif yang baik
Perencanaan rute seefektif dan seefisien mungkin, sehingga dapat terus ada,
dimana dapat ditinjau dari titik bangkitan perjalanan yang dominan.
Biaya perizinan (tariff dan truktur tariff) sebagai dasar perkiraan biaya.
Subsidi jika diperlukan, sebetulnya hanya terbatas pada modal, bukan subsidi
pada tariff (pengoperasian)
Mengendalikan kompetisi dengan moda transport lain seperti angkot dan
moda-moda publik lain, dengan lebih menerapkan peraturan yang lebh tegas.
Memberikan jangka waktu operasi yang panjang untuk operator, (3-7 tahun,
tergantung pada investasi yang ada)
Penghargaan terhadap kualitas system pengoperasian dengan system tender
yang kompetitif dan prosedur yang transparan
Memastikan hak pengoperasian dijamin oleh undang-undang dalam bentuk
kontrak operasional secara jelas.
Mengendalikan kemacetan lalu lintas dan membuat jalur khusus untuk bus di
tempat-tempat yang mempunyai bangkitan beban kendaraan yang tinggi,
sehingga pada saat kemacetan terjadi, bus tetap dapat beroperasi dengan
lancer dan sesuai jadwal
Mengintegrasikan system pengoperasian angkot ke dalam skema transportasi
secara terpadu, yang mana bertindak sebagai feeder
Menyediakan sarana yang memadai untuk pengembangan infrastruktur bus ,
seperti skema prioritas, terminal,dan tanah untuk depot
Gambar D.5 Perbedaan Fungsi Bus Lokal dan Bus Rapid Transit
Otoritas dalam sistem transportasi adalah mencakup seluruh pemerintah kota untuk
memadukan sistem transportasi secara keseluruhan, termasuk pengembangan
kebijakan, peningkatan pendanaan dan pendapatan, pengembangan struktur fisik,
system operasi, pemeliharaan dan manajemen transportasi. Adapun hubungan
interaksi institutional dapat terlihat pada gambar D.7.
Dalam evolusi kelembagaan untuk angkutan umum melalui 4 tahapan seperti yang
terlihat pada gambar D.8
Dari gambar D.8 untuk penerapan kepada kota besar, dapat dijelaskan sebagai
berikut :
2. Paratransit – Angkot
Hal ini sudah mulai terjadi di banyak kota-kota di Indonesia. Oleh karena itu, masalah
kebijakan harus terus diupayakan untuk mengembalikan paratransit ke peran yang
2
Merujuk ke India-National Urban Transportation Policy, 2003
2. Strategi Kebijakan
Prioritas 1 – Pengorganisasian
Prioritas 2 – Feeder
Angkot dianggap sebagai bagian integral dari komposisi kota, angkot-angkot ini
bertindak sebagai pengumpan (feeder) untuk mengumpulkan penumpang dari
daerah-daerah untuk selanjutnya terhubung dengan layanan bus/BRT/MRT.
Angkot mempunyai rute khusus di mana mereka tidak saling mengganggu atau
bersaing dengan rute bus/BRT/MRT atau rute sesama angkot itu sendiri.
3
GTZ Source Book: Bus Regulation and Planning
Prioritas 4 – “Franchising”
Badan pemilik jasa layanan angkot berwenang untuk mendesain rute sekunder dan
menawarkan lisensi terhadap operator-operator angkot untuk menjalankan operasi
di rute tersebut. Sebagai persyaratan, operator harus diorganisir sebagai salah satu
bagian dari perusahaan dengan struktur manajemen yang aktif dan efektif. Operator
yang dianggap memenuhi syarat akan mendapat izin lisensi untuk mengoperasikan
angkotnya pada rute yang telah ditetapkan. Kriteria penyeleksian ini adalah dalam
hal kualitas manajemen pengoperasian dan kondisi armada yang dimiliki, termasuk
kinerja dan nilai tariff yang ditawarkan
Prioritas 6 – Tarif
Tarif angkot ditetapkan sesuai dengan skala tariff yang ditentukan oleh Badan
Otoritas Angkutan Umum, sedangkan perusahaan bus dapat mengajukan sendiri
permohonan untuk kenaikan tarif bus namun tetap perlu adanya persetujuan dari
Badan Otoritas Angkutan Umum tersebut. Untuk rute pergerakan perjalanan utama
di daerah perkotaan, akan dilayani oleh angkutan bus formal.
Sektor angkot ini telah terbukti sebagai sektor angkutan umum yang paling
sulit untuk diatur dan dikelola secara tertib, yang mana, sejauh ini sistem
kepemilikan dan pengoperasian angkot secara individu lebih menarik dan lebih
menguntungkan, serta kebijakan dan penegakan hukum yang kurang tegas dan
jelas.
Implikasi sosial dapat dikatakan sebagai transisi dari kondisi pengoperasian saat ini
menuju kondisi yang tertata dan teratur. Tujuannya adalah untuk menyediakan
sistem pengoperasian angkutan umum yang intensif untuk terlibat dalam sistem
operasi legal di bawah lisensi rute yang jelas. Dalam hal ini perlu adanya
pertanggung jawaban dalam sistem pelayanan yang ditawarkan, seperti (
kapasitas minimum dari angkot dan frekuensi pelayanannya), tetapi tetap menjamin
tingkat keuntungan yang sesuai dan meadai untuk kurun waktu 3 tahun ke depan.
Di sisi lain, tekanan mungkin bertambah dengan adanya strategi untuk mengurangi
jumlah angkot secara substansi dan menggantikannya ke sistem-sistem bus yang
lebih besar dan lebih resmi karena para pengemudi angkot (yang kebanyakannya
lelaki muda) akan terancam. Namun demikian, mereka masih bisa diserap oleh
kebutuhan untuk pengoperasian bus.
Adanya zona khusus bebas angkot “zona bebas angkot” – area yang dibatasi
oleh rambu-rambu jalan dimana tidak boleh ada angkot yang diperbolehkan
untuk pengangkutan penumpang, baik setiap waktu atau hanya waktu-waktu
tertentu
Adanya “zona bebas parkir angkot” – area dimana sepanjang jalan tersebut
angkot dilarang untuk berhenti baik itu untuk menaikkan atau menurunkan
penumpang, baik setiap waktu atau hanya pada waktu-waktu tertentu.
Adanya “zona berhenti khusus angkot” – atau area dimana angkot
diperbolehkan berhenti baik untuk menaikkan atau menurunkan penumpang,
namun pemberhentiannya telah ditetapkan (halte).
Setiap alat yang digunakan sebagai acuan manajemen lalu lintas, perundang-
undangan atau peraturan yang ada harus ketat untuk mendapatkan fokus dan
perhatian yang lebih besar, sehingga lebih tertata dan teratur dalam
pengaplikasiannya.
Setiap adanya ketidak sesuaian dan penyimpangan dengan kebijakan yang telah
ditetapkan, maka akan berpengaruh terhadap kepercayaan dan wewenang
dalam kepemimpinan.
3. Taksi
Jakarta merupakan kota yang memiliki jumlah pengoperasian Taxi yang tertinggi,
dimana kualitas pelayanan taksi di Jakarta sudah mencapai taksi eksekutif seperti
Blue Bird, Ratax Armada, dan Silverinda Nusabird serta sudah mencapai SPM
dengan baik. Namun untuk sementara SPM taksi di Indonesia, sampai saat ini masih
belum jelas dan belum ditetapkan.
Masyarakat turut terlibat dalam menilai tingkat pelayanan transportasi taksi secara
aktif maupun pasif.
Evolusi Taksi
Proses transformasi evolusi taksi, dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Proses dari evolusi taksi seperti gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tahap 1 : Taksi Gelap. Taksi-taksi ini biasanya berupa taksi yang masih illegal,
tidak berlicensi, kondisi tidak nyaman, non argo, dan jaminan
keselamatan rendah. Taksi gelap ini untuk sementara banyak
beroperasi di Bandung, Palembang, Lampung, dan Bogor.
Tahap 2 : Legalisasi dan Konsolidasi. Pada tahap ini, taksi-taksi gelap tersebut
sudah lebih baik kondisinya, karena sudah memiliki bentuk perusahaan
yang jelas, lebih resonsif terhadap regulasi, SPM terpenuhi, sehingga
kondisi keamanan dan keselamatan lebih terjamin. Taksi-taksi yang
sudah berada pada tahap ini beroperasi di Medan, Semarang, Solo,
dan Yogyakarta.
Jika tiap tahap dari evolusi taksi tersebut dibuat indikator pencapaian berdasarkan
pengguna, operator, dan regulator, maka ukuran pencapaiannya dapat dijelaskan
pada tabel di bawah ini :
PENGGUNA
10% 10% 10% 10%
Modal Share
SPM- Teknis dan
Rendah Sedang Baik Sangat Baik
Pelayanan
Deregulasi Tarif Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada
Kompetisi Pelayanan dan
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada
Tarif
OPERATOR
Organisasi Individual Perusahaan Perusahaan Perusahaan
Tidak
Sistem Operasi Terorganisir Terorganisir Terorganisir
Teroganisir
REGULATOR
Pengoperasian taksi di pusat kota di Indonesia akan terbatas pada mereka yang
mengoperasikan moda kendaraan sesuai dengan standar lingkungan yang
ditetapkan, yang mana mengacu pada nilai emisi kendaraan yang dihasilkan. Untuk
periode jangka panjang, kebijakan dan peraturan yang berlaku, dimungkinkan akan
mendukung publikasi mengenai taxi berbahan bakar gas, namun tetap perlu
adanya kesiapan dari industri untuk bisa diterima di pasar transportasi Indonesia.
Kalibrasi pada taximeter ini diverifikasi secara resmi dan rutin oleh pihak otoritas
yang berwenang. Taksimeter ini harus mudah dibaca terutama ketika digunakan
untuk mengantarkan demand perjalanan yang mengenakan biaya tambahan dalam
perjalanannya seperti tariff tol, biaya parkir, kelebihan muatan bagasi, waktu tunggu,
pajak bandara atau pemesanan.
Desain kendaraan untuk taksi diprioritaskan untuk lebih memperhitungkan dalam hal
keselamatan, kenyamanan dan dampak terhadap lingkungan. Sebagai
alternatif pelayanan transportasi umum perkotaan yang cukup eksklusif desain dari
taxi tidak harus selalu aerodynamic seperti sedan pribadi pada umumnya, namun
lebih mengutamakan kenyamanan dalam hal tinggi pintu dan lantai kendaraan,
sehingga semaksimal mungkin memudahkan penumpang untuk naik dan juga
memungkinkan tidak adanya halangan pada pandangan pengemudi dan
penumpang selama berkendara.
Pada dasarnya taksi merupakan angkutan umum yang menawarkan pelayanan dan
kenyamanan paling baik serta hampir mendekati tigkat kenyamanan
kendaraan pribadi, karena taksi bisa dipesan melalui telepon atau internet
sehingga mempunyai pilihan waktu perjalanan kapan saja, melayani
perjalanan penumpang dengan sistem “door to door service”, dan menawarkan
pelayanan naik dan turun penumpang disemua tempat di seluruh kota. Taksi
harus dilengkapi dengan GPS untuk dapat dilacak keberadaan lokasinya. Untuk
mencegah taksi berhenti di sembarang tempat seperti di tengah jalan atau di
halte bus, maka penegakkan hukum secara tegas harus dapat diimplementasikan.
Taksi mempunyai peranan yang penting sebagai pengumpan (feeder) bagi layanan
angkutan umum lainnya, karena taksi ini menawarkan sistem antar jemput yang
dapat memenuhi perjalanan dari asal sampai tujuan akhir perjalanan, atau sampai
pada pemberhentian untuk pindah ke moda berikutnya, tergantung pada pesanan
dari penumpang itu sendiri. Akan ada sistem operasi pengisian dan
penurunan penumpang di tempat yang paling nyaman dan mempunyai akses
yang mudah untuk menuju stasiun BRT atau MRT terdekat serta stasiun kereta api
dan terminal bis.
Lisensi izin operasi bagi pengemudi taksi, berbeda dengan lisensi izin biasa.
Pengemudi taksi harus memiliki lisensi khusus untuk dapat beroperasi. Untuk
mendapatkan lisensi khusus ini (tidak dapat dipindah tangankan) harus melewati
ujian dan juga mengikuti uji keahlian dalam hal :
- Dapat menghemat energi dan tahan untuk mengemudi
- Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan radio
- Mempunyai pengetahuan yang baik tentang rute utama jalan kota, tempat-tempat
menarik dan kritis, serta rute tercepat dan ternyaman untuk sampai ke sana
- Sehat jasmani dan rohani
Sistem pembayaran pada taksi, selain dapat menggunakan fasilitas kartu tunai
atau kartu kredit, akan tersedia juga fasilitas pembayaran dengan menggunakan
kartu prabayar elektronik, yang mana pada saat yang sama berlaku juga untuk
jaringan transportasi umum yang lain, sehingga pembayaran tarif untuk
semua mode transportasi dapat dilakukan dengan waktu singkat, sehingga sistem
pembayaran akan lebih singkat dan mempunyai daya tarik yang lebih kuat untuk
mendorong para pelaku perjalanan untuk menggunakan moda angkutan umum.
4. Ojek
- Kebijakan
1) Membatasi penggunaan ojek, dengan meningkatkan sistem feeder angkutan
umum berbasis angkutan kawasan tertentu (AKT) yang frekuensi
pelayanannya tinggi, cepat dan berbiaya murah, dengan kapasitas angkut
lebih besar dari ojek.
2) Melakukan peningkatan sistem pelayanan minimal angkutan umum, melalui
perbaikan sistem feeder angkutan umum.
3) Mengatur pentarif-an dengan menetapkan formula tarif ojek dan menyusun
mekanisme batas atas dan batas bawah sesuai dengan kemampuan daya
beli masyarakat.
4) Melakukan perbaikan prasarana jalan, khususnya perbaikan
kualiktas disertai dengan pelebaran jalan lingkungan, sehingga akses
angkutan umum dapat menjangkau wilayah yang lebih luas
- Perundang-Undangan
Penyusunan UU tentang Sepeda Motor, termasuk didalamnya mengenai
operasional angkutan umum berbasis sepeda motor (ojek). Refer: Dhaka
Urban Transport Policy (2005), maka: “The Government will undertake a
review of the Motor Vehicle Act and will revise it to change the method of
licensing and fitness testing of ojek so that both drivers and vehicles will
require to pass Government prescribed regulations before being permitted
to operate”.
- Pengawasan
1) Meningkatkan kemampuan institusional Dinas Perhubungan dalam bidang
monitoring angkutan umum.
2) Mengembangkan teknologi sistem pengawasan angkutan umum.
3) Melakukan pelatihan pengemudi ojek untuk dikader menjadi pengemudi
yang baik dan siap diberdayakan sebagai pengemudi angkutan kawasan
tertentu (AKT)
4) Membangun pangkalan strategis dengan bantuan pemerintah daerah,
yang difungsikan bagi pangkalan angkutan kawasan tertentu, sebagai
substitusi ojek
- Tahapan
Perubahan dari kondisi ojek saat ini menjadi kondisi dimana ojek dapat
dihilangkan dibutuhkan proses tahapan sebagai berikut :
Tahap 1 - Kondisi saat ini, dimana pelayanan ojek tidak nyaman, informal,
keselamatan rendah.
Tahap 2 - Legalisasi dan Konsolidasi, dimana operasional ojek dilakukan
dalam bentuk perbaikan manajemen dalam bentuk pengelolaan
Bus merupakan alat transportasi massal yang paling banyak digunakan di belahan
dunia, namun saat ini keberadaannya tidak selalu mendorong keinginan masyarakat
untuk menggunakannya. Untuk situasi di Indonesia, hal ini c enderung diakibatkan
oleh pelayanannya yang tidak dapat diandalkan, tidak nyaman dan tidak aman.
BRT (Bis Angkutan Cepat) bisa memberikan suatu alternatif layanan terjangkau di
kota-kota dan perkotaan yang memiliki koridor demand yang tinggi. Tujuan dari
pengembangan BRT di kota-kota di Indonesia yaitu untuk memindahkan angkutan
pribadi dengan angkutan massal yang cepat, berkualitas tinggi, aman, efisiensi dan
murah, dan yang paling penting bukan memindahkan kendaraannya. Penerapan
BRT sudah dimulai dengan beroperasinya sistem TransJakarta sejak tahun 2004
dengan menerapkan prinsip lessons learned dari kota-kota BRT di dunia dan
sudah saat ini mencapai kapasitas ± 8.000 penumpang/jam/koridor. Jumlah ini
masih terbilang sangat rendah dibandingkan kesuksesan penerapan BRT di negara
lain seperti di kota Bogota. Hal ini lebih disebabkan oleh kemampuan institusional
yang belum maksimal. Beberapa kota di Indonesia juga sudah mulai bertahap
menuju ke sistem BRT walaupun saat ini masih beroperasi dengan status “system
transit”. (lihat pendahuluan angkutan umum).
Strategi menuju kesuksesan pengelolaan BRT sejalan dengan pengelolaan bis yaitu
melalui 4 pilar :
Proses perencanaan BRT yang terarah secara logis dapat dicapai dalam waktu 12-
18 bulan dan bisa dikategorikan dalam delapan tahap4 . Pada gambar D.17 dan D.18
merangkum keseluruhan tahap tersebut. Namun dari semua tahapan tersebut kunci
utamanya yaitu berada di political leadership, tanpa adanya kemauan politik yang
kuat dari pemimpin maka akan sulit untuk memenangkan dukungan publik.
4
GTZ Technical Document, BRT Planning Guide-2007
Adapun kendala yang secara umum yang sering dihadapi di lapangan meliputi :
(1) Kemauan politik;
(2) Informasi;
(3) Kemampuan institutional;
(4) Kemampuan teknis;
(5) Pembiayaan (financing);
(6) Keterbatasan geografis/fisik.
c. Action Plan
Gambar D.19 berikut ini mengilustrasikan proses perencanaan BRT dari awal
sampai akhir dalam waktu hingga 18 bulan.
Kereta api (KA) menjadi moda transportasi darat utama sejak proklamasi
kemerdekaan tahun 1945, namun perannya semkin menurun. Panjang jaringan jalan
KA 7.583 km tetapi 2.500 km diantaranya telah ditutup. Pelayanan KA penumpang
hanay berada di pulau Jawa dan Sumatera, dengan komposisi kelas eksekutif 15%,
bisnis 27% dan ekonomi 59%. KA perkotaan dilayani dengan KA komuter dan hanya
tersedia di kota-kota metropolitan Jakarta (Jabodetabek), Bandung (Bandung Raya),
Surabaya (Gerbang Kartosusilo) dan Semarang (Kedungsepur). Peran KA perkotaan
masih sangat kecil, dimana untuk wilayah Jabodetabek jumlah pengguna perjalanan
KA baru mencapai 2-3% dari total perjalanan orang per hari.
b. Strategi
Prioritas 1- Aksesibilitas
Untuk sebagian besar warga masyarakat, bus bukanlah pilihan utama mereka untuk
melakukan transportasi, karena hal itu di daerah pusat kota harus disediakan akses
pejalan kaki yang menarik menuju stasiun KA Perkotaan yang berada tidak lebih dari
1 km dari pusat kota. Akses bagi pejalan kaki ini dapat dilalui dengan waktu kurang
dari 10 menit.
Prioritas 3- Jaringan
Kota-kota dengan ukuran cukup luas disarankan untuk membangun jaringan sistem
MRT yang menjangkau daerah CBD dan menghubungkan permintaan komuter yang
bertambah.
Dengan semakin luas dan padatnya jaringan yang dibangun, maka akan menjadi
pilihan transit yang menarik, tidak hanya jumlah penumpang yang bertambah, tetapi
Kebutuhan investasi yang besar tidak sanggup dipikul oleh anggaran belanja kota
sendiri, sehingga memerlukan dukungan dari anggaran dari Pemerintah Pusat, serta
sektor swasta, termasuk perbankan.
Prioritas 5- Kelembagaan
BSTP di bawah Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan pemerintah kota
mengambil peran untuk berkoordinasi yang berhubungan dengan persoalan teknis
(BPPT, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, dll), keuangan (Kementerian
Keuangan), dan perencanaan (Bappenas) juga konstruksi (Kementerian Pekerjaan
Umum).
Prioritas 6- Integrasi
Jalur kereta komuter yang sudah ada maupun yang sedang dibangun (seperti MRT
Jakarta) ataupun yang baru setengah dibangun (Jakarta Monorel), harus
diintegrasikan dengan jaringan, dengan moda yang sudah ada meningkatkan
kapasitasnya dan membuat jalur langsung menuju stasiunnya, struktur monorel
digunakan ulang untuk struktur yang memiliki elevasi lebih tinggi untuk jaringan mass
rapid transit yang lebih luas.
Adapun rencana aksi angkutan umum secara keseluruhan dapat dijelaskan pada
table D.2 sebagai berikut :
Indikator Instansi
No Rencana Aksi Periode Volume Biaya Keterangan
Sasaran Penanggung Jawab
Perbaikan BRT Pembangunan 5
2014 koridor baru Rp. 5,0 trilyun Pemprop DKI Jakarta Koridor 11-15 dan
1 Peningkatan BRT Jakarta dan &pemprop transjabodetabek
pembangunan transjakarta + 6
Jakarta
transjabodetabek koridor baru
transjabodetabek
MRT tersedia
MRT Jakarta dikota Jakarta 2 koridor, min Jabodetabek, Surabaya,
7 2020 @25 km Rp. 15 trilyun PT.KAI Bandung, Semarang
(Megapolitan)
Tiket
smartcard,pelayanan,
Pembangunan sistem fisik dan jadwal
11 informasi multi moda 2020 25 kota Rp. 0,1 trilyun Pemkot
terintegrasi semua
moda angkutan
massal di kota-kota
metropolitan dan
kota besar
Bantuan
Pembangunan menejemen
12 Taxi stand 2020 25 kota Rp. 0,2 trilyun Pemkot
pengelolaan taxi
Penyusunan regulasi
bagi partisipasi sektor Penyusunan
15 swasta dalam Kemenhub 2012 Seluruh kota Rp. - Kemenhub
pengembangan KA diterbitkan
Perkotaan
Penyusunan regulasi
sistem keamanan dan Penyusunan Rp.
16 navigasi operasi Kemenhub 2012 Seluruh kota Kemenhub
angkutan taksi diterbitkan
perkotaan