Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MEKANIKA BAHAN

Disusun memenuhi tugas perkuliahan Mekanika Bahan


Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Bandung

Disusun Oleh:
Fadli Triaji
22-2014-083
Dwi Haliandy Syamsudin
22-2014-084

Dosen

Kamaludin, S.T., M.T., M.Kom.

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL

BANDUNG

2017
1. Titik Berat
a. Penjelasan
Setiap benda yang menempati ruang pasti memiliki massa dan berat.
Massa merupakan unsur intrinsik yang dimiliki oleh setiap benda. Jadi massa
itu bagian yang tak terpisahkan dari benda, yang selalu ada bersama dengan
benda tersebut. Sedangkan gaya berat (biasa disebut berat saja) atau biasa pula
disebut sebagai gaya gravitasi merupakan besar gaya yang timbul akibat
adanya interaksi antar benda bermassa. Misalnya berat sebuah batu adalah 10
Newton, maka berat disini merupakan gaya interaksi batu tersebut terhadap
bumi. Berat benda di permukaan bumi ini merupakan hasil perkalian massa
dengan percepatan gravitasi.

Partikel sekecil apapun juga pasti akan memiliki berat. Berat total yang
dimiliki oleh suatu benda merupakan jumlah total dari setiap gaya berat (gaya
gravitasi) yang dialami oleh setiap partikel-partikel penyusunnya. Jadi berat
batu yang tadi 10 Newton merupakan hasil dari penjumlahan berat-berat dari
partikel-partikel penyusung buku tersebut. Semua gaya tersebut mengarah ke
bawah (pusat bumi), diantara semua gaya-gaya tersebut, terdapat satu titik yang
merupakan pusat dari semua gaya-gaya yang dihasilkan dari partikel penyusun.
Titik tersebutlah yang kemudian disebut sebagai titik berat. Apabila sebuah
benda tegar datar (dua dimensi), misalkan karton berbentuk persegi, ditumpu
pada titik beratnya, maka akan terjadi kesetimbangan. Titik berat karton
tersebut berada pada bagian tengah / pusat bangun datar.

Gambar Penampang Balok


b. Menentukan Titik Berat
Untuk benda homogen (penyusun zatnya sama) yang memiliki bentuk yang
teratur, maka cara menentukannya tidaklah terlalu sulit. Dimana titik berat
suatu benda selalu berada di pusat persebaran massa berkonsentrasi. Perhatikan
letak berat dari beberapa bangun berikut:

Titik Berat Bidang

Rumus Titik Berat


2. Momen Inersia
a. Penjelasan
Momen inersia dapat disebut juga Momen Kedua atau Momen
Kelembaman. Data momen inersia suatu penampang dari komponen
struktur akan diperlukan pada perhitungan-perhitungan tegangan lentur,
tegangan geser, tegangan torsi, defleksi balok, kekakuan balok/kolom
dan sebagainya. Luasan A pada berikut merupakan bidang datar yang
menggambarkan penampang dari suatu komponen struktur, dengan dA
merupakan suatu luasan/elemen kecil.

Gambar Potongan penampang


Secara metematis momen inersia ditentukan dengan persamaan-
persamaan berikut:
 Momen Inersia terhadap sumbu x :

 Momen Insersia terhadap sumbu y :

 Momen Insersia Kutub

 Momen Insersia Perkalian


Momen inersia pada Persamaan 2.1, Persamaan 2.2, dan Persamaan 2.3
selalu bertanda positif, sedangkan momen inersia perkalian pada
Persamaan 2.4 dapat bertanda negatif. Momen inersia pada keempat
persamaan diatas penggunaannya terbatas pada momen inersia bidang
tunggal, sedangkan secara umum banyak bidang/penampang merupakan
gabungan dari beberapa penampang tunggal. Misalnya penampang yang
berbentuk L adalah gabungan dari dua penampang segi empat. Untuk
menyelesaikan momen inersia pada penampang gabungan diperlukan
pengembangan dari Persamaan 2.1, 2.2, 2.3 dan 2.4 yang disebut dengan
Teori Sumbu Sejajar.

b. Teori Sumbu Datar

Momen inersia terhadap sumbu x :

Sumbu xo melalui titik berat bidang A, maka ∫ 𝑦𝑑𝐴 = 0 sehingga,

Momen inersia terhadap sumbu y :


Sumbu yo melalui titik berat bidang A, maka ∫ 𝑥𝑑𝐴 = 0 sehingga,

Momen inersia polar :

Sumbu xo dan sumbu yo melalui titik berat luasan A, maka ∫ 𝑥𝑑𝐴 = 0


dan ∫ 𝑦𝑑𝐴 = 0 sehingga :

Momen inersia perkalian :

Sumbu xo dan sumbu yo melalui titik berat luasan A, maka ∫ 𝑥𝑑𝐴 = 0


dan ∫ 𝑦𝑑𝐴 = 0 sehingga :

c. Contoh
Hitunglah momen inersia (Ix, Iy, Ip, Ixy ) penampang segi empat dengan
lebar b dan tinggi h terhadap sumbu x dan sumbu y yang melalui titik
berat penampang.
Penyelesaian :

Dengan cara yang sama dapat dihitung Iyo, dengan dA = h dx, sehingga
dapat diperoleh:
𝑖𝑦 0 = 1⁄12 𝑏 3 ℎ
Momen Inersia polar, 𝑖𝑝0 =
Menghitung momen inersia perkalian Ixy :
Untuk menghitung Ixyo gunakan rumus 2.8.

Maka Momen Inersia perkalian segi empat Ixyo = 0


3. Tegangan
a. Penjelasan
Semua gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda termasuk
berat sendiri dan gaya-gaya reaksi yang disebabkan oleh tumpuan
disebut sebagai gaya-gaya luar. Benda stabil akan diam pada
kesetimbangannya, maka gaya-gaya P yang bekerja padanya akan
memenuhi persamaan kesetimbangan statis, seperti pada gambar berikut.

Benda dipisah menjadi 2 bagian, seperti pada Gambar 3.1.b, maka setiap
bagian akan berada dalam kesetimbangan pula. Untuk mempertahankan
kesetimbangan maka pada potongan akan bekerja gaya-gaya yang
disebut dengan gaya-gaya dalam (S). Gaya-gaya dalam ini terdiri dari
bermacam macam besaran dan arah.

b. Tegangan Normal dan Tegangan Geser


Adanya gaya-gaya dalam pada penampang akan menyebabkan timbulnya
tegangan pada penampang tersebut. Tinjau gaya yang bekerja pada suatu
irisan dA pada Gambar 3.1.c. Tegangan Normal adalah tegangan yang
tegak lurus terhadap suatu irisan yang secara matematis dirumuskan
sebagai berikut :
4. Regangan
a. Penjelasan
Pada hakekatnya benda yang mengalami tegangan akan menimbulkan
deformasi. Deformasi ini sangat berhubungan erat dengan besarnya gaya
yang menyebabkannya. Regangan merupakan bagian dari deformasi
yaitu perpanjangan persatuan panjang yang ditulis dalam notasi 𝜀
(epsilon).

∆ : perpanjangan/perpendekan
L : panjang mula-mula

Secara eksperimen besar gaya normal yang bekerja dapat


ditentukan dengan alat uji tekan (universal testing machine), demikian
pula besar perpendekan dapat diukur dengan alat dial gauge. Apabila
gaya normal diketahui maka dengan dibagi luas penampang dapat
ditentukan tegangan yang terjadi. Apabila perpendekan sudah diketahui
maka dengan membagi dengan panjang semula dapat ditentukan
besarnya regangan.
Pada umumnya nilai regangan suatu bahan sangat kecil, terutama
pada bahan-bahan yang getas seperti beton. Nilai regangan akan jauh
lebih besar pada bahan-bahan yang lebih liat seperti baja tulangan.
Regangan merupakan besaran yang tidak berdimensi, namun ada juga
yang memberi dimensi meter per meter m/m atau kadang kadang nilai
regangan diberi dalam bentuk persen.

b. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan


Dari data yang diperoleh dapat digambarkan diagram hubungan tegangan
dengan regangan, skala ordinat untuk tegangan dan skala absis untuk
regangan. Dari hasil eksperimen kurva hubungan tegangan-regangan dari
bahan-bahan konstruksi sangat berbeda antara bahan liat (misalnya baja
tulangan) dengan bahan yang getas (misalnya beton).
Apabila sebatang baja ditarik dengan beban yang bertahap, pada awal
pembebanan kurva akan berada dititik O, seiring dengan pertambahan
beban, kurva akan menuju titik A dalam bentuk garis lurus. Garis lurus
ini menggambarkan bahwa bahan masih dalam kondisi elastis. Apabila
pada saat kondisi elastis ini beban ditiadakan maka kurva akan kembali
ke titik O. Dengan kata lain apabila beban dilepas pada saat kondisi
elastis maka panjang benda akan kembali ke panjang semula. Titik A
merupakan batas proporsional bahan atau titik leleh, tegangan yang
terjadi pada saat bahan leleh disebut y (tegangan leleh). Dengan
penarikan selanjutnya maka kurva akan menuju ketitik B. Garis AB
disebut kondisi plastis, apabila beban dilepas pada kondisi plastis maka
benda tidak akan kembali ke panjang semula. Dengan penarikan lanjutan
maka kurva akan bergerak sesuai dengan garis BCD. Garis BCD disebut
dengan kondisi pengerasan (strain hardening). Titik C merupakan titik
puncak dari tegangan yang disebut u (tegangan ultimit). Titik D
merupakan titik terakhir kurva yaitu titik putusnya benda uji.
Berbeda dengan pengujian baja yang dilakukan dengan menarik benda
uji, pengujian beton dilakukan dengan menekan benda uji. Kurva
hubungan tegangan regangan pada beton mulai dari titik awal O sampai
akhir berbentuk lengkung, sehingga tidak jelas dimana batas
proporsional bahan. Umumnya pada beton batas proporsional bahan
ditentukan 40% dari nilai tegangan hancur, sebab sampai tegangan 40%
kurva masih
dapat dianggap lurus. Regangan hancur pada beton umumnya sebesar
0,3% nilai ini jauh lebih kecil dengan nilai regangan pada baja pada saat
putus yaitu sebesar kira-kira 20%, sehingga beton dikatakan material
getas.
5. Torsi
a. Penjelasan
Masalah puntir (torsi) pada batang elastik penampang bulat pertama kali
dipelajari oleh Coulomb sekitar tahun 1775. Secara umum puntiran
terjadi bila balok atau kolom mengalami perputaran terhadap sumbunya.
Perputaran demikian dapat diakibatkan oleh beban dengan titik kerja
yang tidak terletak pada sumbu simetri.
Bila balok mengalami puntiran, maka lapisan-lapisan pada penampang
balok cenderung bergeser satu dengan yang lain. Karena kohesi maka
bahan akan melawan pergeseran tersebut sehingga timbullah tegangan
geser puntir pada balok. Hal ini dapat ditunjukkan dengan memuntir
sebatang rokok pada sumbu memanjang, akan timbul kerutan kerutan
berbentuk spiral pada permukaan rokok, kerutan ini menunjukkan garis
geseran yang terjadi. Contoh lain adalah sebatang kapur tulis yang
dipuntir pada sumbu memanjang, kapur akan terputus, bidang patahan
adalah bidang geser puntir.
b. Puntir pada Komponen Puntir
Perhatikan balok CD, terjadi momen jepit pada C dan pada D. Momen
jepit di C akan mengakibatkan momen puntir pada balok AC, momen
jepit di D akan mengakibatkan momen puntir pada balok BD.
Pada dasarnya untuk keperluan perencanaan setiap balok harus diperiksa
apakah balok tersebut mengalami puntir atau tidak. Sebab puntir akan
mempengaruhi perencanaan penampang balok yang bersangkutan.
Asumsi dasar pada analisis puntir
1. Bentuk penampang datar yang tegak lurus sumbu batang tetap datar
setelah mengalami puntir.
2. Regangan puntir yang terjadi berbanding lurus dengan jaraknya ke
sumbu pusat.
3. Tegangan geser yang terjadi berbanding lurus dengan regangan geser
puntir.

6. Lentur Murni Balok


a. Penampang-penampang sebuah balok yang tegak lurus sumbunya akan
tetap merupakan bidang datar setelah terjadi lenturan. Titik pangkal
sumbu x,y,z adalah titik berat penampang Sebelum balok dibebani, maka
bidang ABCD (berimpit dengan bidang xy) merupakan persegi.
6.1.b.Setelah balok dibebani maka balok akan melengkung, titik A dan
titik C saling mendekat, sedangkan titik B dan titik D saling menjauh.
Dengan demikian serat atas balok mengalami tegangan tekan dan serat
bawah balok mengalami tegangan tarik. Batas antara tegangan tekan
dengan tegangan tarik disebut garis netral.
b. Rumus Tegangan Lentur

𝑦
Tanda negatif pada maks 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 merupakan serat tekan, dan tanda
𝑐

positif untuk serat tarik, demikian pula halnya dengan nilai y, pada serat
tekan bertanda positip dan pada serat tarik bertanda negatip.
Gaya = Tegangan x Luas penampang
𝑦
Tegangan = − 𝑐 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 maks (dapat juga diambil tanda positif)

Luas penampang = dA
𝑦
Maka gaya = − 𝑐 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠

∫ 𝑦𝑑𝐴 = 𝑦𝐴 = 0 → 𝑦 adalah ordinat titik berat


Karena A tidak nol maka y harus nol.
Dengan demikian maka garis netral harus melalui titik berat penampang.

Tanda negatip dapat dihilangkan dan disesuaikan saja dengan tanda


momen yang bekerja. Apabila momen yang bekerja positip maka serat
bawah tertarik, tegangan nya diberi tanda positip, dan serat atas tertekan,
tegangannya diberi tanda negatip. Secara umum untuk tegangan sejauh y
dari garis netral :

dengan :
𝜎 : tegangan normal akibat lentur
M : momen luar
y : jarak tegangan yang ditinjau ke garis netral
Ix : momen inersia terhadap sumbu x
7. Tegangan Geser Balok
a. Penjelasan
Balok melentur adalah suatu batang yang dikenakan oleh beban-beban
yang bekerja secara transversal terhadap sumbu pemanjangannya.
Beban-beban ini menciptakan aksi internal, atau resultan tegangan dalam
bentuk tegangan normal, tegangan geser dan momen lentur. Beban
samping (lateral loads) yang bekerja pada sebuah balok menyebabkan
balok melengkung atau melentur, sehingga dengan demikian
mendeformasikan sumbu balok menjadi suatu garis lengkung.
b. Rumus-rumus Tegangan Geser
Tinjau segmen sepanjang x pada balok seperti terlihat pada Gambar
7.3.a dengan luas penampang A*. Luas penampang A* adalah luasan
yang dihitamkan seperti terlihat pada Gambar 7.3.b. Pada segmen x
bekerja tegangan pada arah x, diuraikan pada gambar berikut.

Resultan gaya tekan akibat lentur pada potongan s’ selauas A* :


Resultan gaya tekan akibat lentur pada potongan s selauas A* :

Gaya geser pada sisi bawah segmen = 𝜏.b.Δx


Kesetimbangan pada sumbu x, Σ Fx = 0

Sehingga :

dengan :

𝜏 : tegangan geser

D : gaya geser (gaya lintang)

S : statis momen

b : lebar bidang geser

Ix : momen inersia
8. Defleksi Balok
a. Penjelasan
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat
adanya pembebanan vertical yang diberikan pada balok atau batang.
Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu :
1. Kekakuan batang
Semakin kaku suatu batang maka lendutan batang yang akan
terjadi pada batang akan semakin kecil.
2. Besarnya kecil gaya yang diberikan
Besar-kecilnya gaya yang diberikan pada batang berbanding
lurus dengan besarnya defleksi yang terjadi. Dengan kata lain
semakin besar beban yang dialami batang maka defleksi yang
terjadi pun semakin kecil.
3. Jenis tumpuan yang diberikan
Jumlah reaksi dan arah pada tiap jenis tumpuan berbeda-beda.
Jika karena itu besarnya defleksi pada penggunaan tumpuan
yang berbeda-beda tidaklah sama. Semakin banyak reaksi
dari tumpuan yang melawan gaya dari beban maka defleksi
yang terjadi pada tumpuan rol lebih besar dari tumpuan pin
(pasak) dan defleksi yang terjadi pada tumpuan pin lebih
besar dari tumpuan jepit.
4. Jenis beban yang terjadi pada batang
Beban terdistribusi merata dengan beban titik,keduanya
memiliki kurva defleksi yang berbeda-beda. Pada beban
terdistribusi merata slope yang terjadi pada bagian batang
yang paling dekat lebih besar dari slope titik. Ini karena
sepanjang batang mengalami beban sedangkan pada beban
titik hanya terjadi pada beban titik tertentu saja.

Anda mungkin juga menyukai