Tu = Mu/Z
Vu T
Z = d – 2tf 2T
Mu T
Beban Tarik 2T
B Baut putus
Gaya Tarik di baut
Gaya Tarik T
Pada sambungan Tarik baut tunggal, hubungan gaya baut dan gayabtarik T berperilaku seperti pada
gambar.
B0 adalah gaya Tarik awaql baut akibat pengencangan. Sudut 450 menunjukkan bahwa gaya Tarik baut
berbandingnlurus dengan bebab luar. Pada beban Tarik T≤ B0 maka pelat masih saling kontak (rapat),
jika beban T bertambah sehingga T>B0 maka permukaan pelat mulai terpisah.
Baut yang mengalami kontak-pisah terus menerus akibat beban dinamis akan beresiko tinggi untuk
terlepas dan mengalami kegagalan.
Kuat batas baut dengan efek “prying”
2T
Gaya Tarik yang bekerja adalah 2T dan gaya Tarik yang bekerja pada
baut adalah T
Bila profil split tee telatif titpis, maka plat sayap akan terdefotmasi
sehingga timbul reaksi prying sebesar Q yang dianggap sebagai gaya
reaksi di titik ujung plat sayap, khususnya bila a≤ 1.25b
a’ = a + ½ db dan b’ = b + ½ db
2T Momen jepit dekat plat badan adalah M dan momen jepit pada pinggiran
lubang baut adalah αδM
b a α = 0 jika baut tidak menghasilkan gaya jepit pada plat sayap (baut
b’ a’ kendur) maka plat akan terpisah (timbul gap) sehingga Q = 0 dan
B = T (beban Tarik luar langsung diterima kedua baut)
B B α = 1 jika gaya jepit baut besar, sehingga plat sayap bekerja seperti balok
g dengan tumpuan jepit-jepit.
Q α Q
0 < α < 1 jika plat sayap sambungan T-stub mengalami leleh dan
M
bautnya sekaligus mendapatkan tambahan gaya akibat efek prying.
δαM
Tinjau kesetimbangan momen pada titik reaksi baut sejarak b’
Dalam kondisi ultimate momen kapasitas plat sayap : Mp = (1/4 p x tf2) Fy ………….. 7
Dari persamaan (6) dan (7) didapat α = 1/δ [(4Txb’)/(pxFyxtf2)] -1] ………………… 8
Dari persamaan (2) dan (8) didapat gaya prying Q = T {(αxδ)/[1-(αxδ)]} {b’/a’} ……………… 9
Beban maksimum sambungan T-stub adalah nilai terkecil dari 3 persamaan dibawah ini :
2. Mode gabungan leleh pada plat dan efek prying baut bila 0 ≤ α < 1
Tebal minimum plat sayap profil Tee (T) diperlukan untuk menghindari efek prying pada sambungan
Tarik pada sambungan kolom-balok.
2T
Pada kondisi tanpa efek prying (lihat gambar), kesetimbangan momen ujung
potongan M = Txb’ , M adalah merupakan momen kapasitas penampang yaitu
M = Mp = ¼ pxtf2 Fy
b’ a’
Kuat Tarik sambungan T = Bn dan Bn = φ AbxFnt
T
Dari M = Txb’ maka ¼ pxtf2 Fy = Bnxb’ . persamaan ini menunjukkan kondisi
M sambungan T-stub dengan plat sayap yang kaku (tanpa efek prying) yang
M
B=T dibebani sampai kuat baut maksimum tercapai dan secara bersamaan platnya
mencapai leleh.
Jika tebal plat tersebut dianggap tebal kritis, yaitu tc = tf maka
Untuk perencanaan perlu diperhitungkan factor φ = 0.9 (berupa keruntuhan lentur yang daktail maka :
Φ ¼ pxtf2 Fy ≥ Bnxb’ , sehingga tebal minimum plat atau tmin plat untk perencanaan agar agar tidak
terjadi efek prying pada sambungan T-stub adalah :
4Bn x b’ 4.444 Bn x b’
tc ≥ =
Φ P x Fy P x Fy
Jika kapasitas baut relative cukup besar, sehingga kuat terhadap efek prying dan kekuatan sambungan
ditentukan oleh leleh terhadap plat yang sifatnya daktail, maka tebal plat minimumnya dapat dicari
sebagai berikut :
4.44 T x b’
tmin =
p x Fu(1+δ α’ )
Dimana :
δ = 1 – dh/p
ρ = b’/a’
jika tplat ≥ tmin maka tebal ujung mencukupi, tapi bila tplat < tmin maka plat ujung perlu dipertebal dengan
mengganti parameter b atau p
contoh soal 1 : baut tarik pada plat sayap lemah
diketahui sambungan Tarik pada sambungan balok-kolom dengan menggunakan profil T (tee) dari
WF 350x150x6.5x9 dan 4 baut φ16. Plat sambung dari baja A36 dengan Fy = 250 Mpa dan Fu = 400 Mpa.
Mutu baut ASTM A325 dengankuat Tarik Fnt = 620 Mpa dan kuat geser Fnv = 372 Mpa.
Pertanyaan :
T
u 30 mm
N
60 mm b
30 mm
30 60 30
- Plat sayap batang T terhadap beban N bekerja bekerja sebagai balok lentur, dipengaruhi oleh
tebal penampang sayap yang menentukan efek prying pada baut terjadi atau tidak
- Alat sambung baut terhadap gaya N bekerja sebagai baut tarik yang besarnya gaya tarik
dipengaruhi efek prying.
N(baut) = 373.9 KN
jumlah baris baut 2 buah dan tiap baris terdiri dari 2 buah baut maka :
tmin = 17.7 mm > tf = 9 mm plat sayap mengalami deformasi dan terjadi efek prying , maka gaya tarik
baut T harus ditinjau ulang
menghitung nilai α ;
α = 1/δ [(4T x b’)/(p x Fy x tf2)] - 1] = 1/0.7 [(4x43875 x 38.75)/(60 x 250 x 92)] -1] = 6.6
α = 6.6 > 1 maka plat sayap mengalami leleh dan membatasi kuat tarik baut yang dapat
dimanfaatkan menjadi :
T = { (1+ δ)/(4b’) } x {p x Fy x tf2} = { (1+ 0.7)/(4 x 38.75) } x {60 x 250 X 92} x 10-3 = 13.325 KN
N = 2T x 2 = 2 x 13.325 x 2 = 53 KN
Contoh soal 2 : baut tarik pada plat sayap kuat
Untuk meningkatkan kinerja sambungan dan baut dapat bekerja secara maksimum maka efek prying
harus dihindari dengan cara menambah tebal sayap profil tee dan berubah jarak b’ dan p
b’ = 38.75 mm dan p = 60 mm
bila tebal plat sayap minimum dipadang terlalu tebal, maka tebal platb sayap dapat diperkecil dengan b
merubah b’ dan p
bf blk = 220 mm
55 110 55
80 mm
bf plat tarik
64 mm
= 300 mm tf = 20 mm
bf=300 mm
tw = 12 mm
64 mm
80 mm
tf = 20 mm
b’ = b – db/2 = 64 – 16/2 = 56 mm
p = 110 mm (jarak bauta rah horizontal)
menghitung nilai α ;
α = 1/δ [(4T x b’)/(p x Fy x tf2)] - 1] = 1/0.836 [(4 x 93.465 x 56)/(110 x 250 x 202)] -1] = 1.08
T = { (1+ δ)/(4b’) } x {p x Fy x tf2} = { (1+ 0.0.836)/(4 x 56) } x {110 x 250 X 202} x 10-3 = 90.2 KN
Maka kapasitas sambungan yang dipakai adalah kapasitas tarik baut Nb = 361 KN
Mu
Mu
Gambar Sambungan end plate untuk balok
Kapasitas momen sambungan end plate berdasarkan terjadinya leleh pada plat ujung
Dimana :
Sambungan end plate ditentukan oleh kekuatan plat ujung dan baut dan besarnya gaya Tarik pada
baut dipengaruhi plat ujung. Jika plat ujung berdeformasi maka akan menimbulkan efek prying yaitu
adanya tambahan gaya reaksi pada baut akibat efek ungkit.
Jika deformasi plat ujung relative kecil, sehingga deformasi dapat diabaikan, maka efek prying juga
relative kecil bahkan hilang sama sekali. Prinsip dasar ini yang digunakan untuk menentukan tebal
minimum plat ujung.
dari persamaan diatas, maka dapat ditentukan tebal minimum plat ujung tb yaitu :
ꙋr MU
tb = 1.111
Φb Fpy Yp
Dengan membatasi momen yang bekerja pada sambungan, atau dengan menyediakan plat ujung yang
tebal, maka plat berperilaku sebagai plat tebal maka gaya Tarik baut maksimum ditentukan oleh kuat
Tarik baut itu sendiri yaitu Pt = Ab Fnt dengan Fnt adalah kuat putus baut.
Pada sambungan end plate setiap terdiri dari 2 baut sehingga gaya reaksi tariknya adalah 2Pt
2Pt
2Pt
d1 2Pt
d2
d3
Momen kapasitas sambungan end plate :
i=n
Mnp = 2Pt Σ di dan Mu ≤ φ Mnp
i=1 φ = 0.75
Mnp : kapasitas sambungan end plate didasarkan pada kuat baut Tarik tanpa efek prying
di : jarak baut ke I dari baut Tarik terhadap titik berat plat sayap profil zona tekan
efek prying baut dapat disbsiksn jika tebal plat ujung memenuhi kriteria :plat tebal”. Pada kondisi ini
diameter baut db yang diperlukan dapat dihitung
Pt = ¼ Π db2 Fnt 2 Mu
i=n
Diameter baut yang diperlukan : db =
Π Φ Fnt Σ di
i=1
jarak penempatan baut Tarik adalah sangat penting pada kinerja sambungan end-plate. Ada sedikit
perubhan saja maka kinerjanya akan berubah. Kondisi idealnya baut dipasang sedekat mungkin dengan
sayap profil yang tertarik.
db Pf minimum Maximum
Pf Db + ½” fillet weld
¾” 1 5/16” 1¼“ ½“ db Pf
7/8” 1 5/16” 1 3/8“ ½“
1” 1 7/16” 1½“ ½“
1 1/8” 1 9/16” 1 5/8” ½“
1¼“ 1¾“ 1¾“ ½“
1 3/8” 1 7/8” 1 7/8” ½“
1½“ 2 2 ½“
Pada perhitungan kapasitas plat ujung, lebar plat ujung ditertukan oleh lebar sayap Tarik profil balok
(bf), untuk itu lebar plat ujung real minimum atau lebar maksimum untuk perhitungan diambil tidak
kurang dari b = 1.15 bf
contoh soal :
Analisa sambungan end-plate tipe FEP 4 baut profil WF250x125x6x9 mutu baja Fy = 250 Mpa
125
75 Tf = 9mm
45 36
50
250
Tw = 6 mm
200.5 260
150.5
45
135
Data :
h = 250 mm ; bf = 125 mm ;
bp = 135 mm ; tf = 9 mm ; tw = 6 mm
h1 = 200.5 mm ; h2 = 150.5 mm ;
g = 75 mm ; Pf = 45 – 9 = 36 mm ; Pb = 50 mm
i=n
φMnp = φ 2Pt Σ di = 0.75 x 2 x 175.8 x (200.5 + 150.5)x10-3 = 92.6 KNm > Mu (ok)
i=1
125
75 Tf = 9mm
45 36
50
t = 20 mm
Tw = 6 mm
200.5 260
150.5
45
135
2. Sambungan las
▪ Las adalah proses penyambungan logam dengan membuat bagian yang disambung melebur menjadi satu
kesatuan.
▪ Jenis las sangat beragam, salah satu yang banyak dipakai dalam industri adalah Arc Welding, suatu
terminologi umum yang merujuk pada berbagai teknik las dengan busur listrik (arc) sebagai sumber panas
untuk melebur bagian logam yang disambung.
▪ Las jika dilakukan secara benar merupakan suatu cara penyambungan logam yang relatif sempurna. Logam
sambungan seakan-akan menjadi seperti satu kesatuan lagi.
▪ Hasil sambungan las berpotensi memiliki kekuatan yang sama seperti logam yang disambung.
▪ Mutu pengelasan banyak ditentukan oleh prosesnya maka menjadi kebiasaan, bahwa las hanya dipakai
untuk sambungan komponen baja di bengkel kerja dan bukan di lapangan/proyek.
Kawat las (electrode)
▪ Kawat las untuk pengelasan terdiri dari batang logam pengisi (penyambung) yang dibungkus
dengan campuran kimia yang disebut flux.
▪ Pada sambungan, kekuatannya ditentukan oleh bagian terlemah. Karenanya, jenis kawat las yang
dipakai harus menyesuaikan, jenis logam pengisi harus berkekuatan lebih besar dari logam yang
disambung.
▪ Tidak setiap elemen-elemen yang disambung dapat ditempatkan secara sebidang. Untuk itu,
las sudut menjadi alternative yang banyak digunakan karena banyak variasi yang dapat dibuat.
▪ Las sudut perlu direncanakan karena ukurannya bisa bervariasi, baik dari segi panjang maupun
lebarnya. Maka kekuatan nominal las sudut bisa bermacam2.
▪ Selain persyaratan kekuatan, ukuran las dan ketebalan pelat terkecil yang dilas mempengaruhi
proses pendinginan. Jika ukuran las terlalu kecil dapat dimungkinkan terjadi pendinginan cepat
yang menyebabkan material menjadi getas.
SNI 1729:2015
Contoh soal :
Rencanakan sambungan las profil baja siku tunggal L100x100x10 ndengan plat buhul yan relative kaku.
Baja mutu BJ37 (Fy =240 Mpa dan Fu = 370 Mpa). Mutu kawat las E60XX (FEXX = 430 Mpa)
Jawab :
Plat buhul dibuat lebih tebal dari tebal profil hanya kekuatan profil siku yang perlu dievaluasi.
kuat las per mm : φRn = φ Awe x Fnw = 0.75 x 5.66 x 258 x 10-3 = 1.1 KN
Penempatan las :
Penempatan tidak simetris (sambungan las balance) Penempatan simetris (sambungan las tidak
balance)
Gaya````````````````````
tarik bekerja pada garis berat penampang profil
Gaya tarik bekerja eksentris terhadap garis
L = 270 mm berat penampang profil
a = 28.2
` L = 200 mm a = 28.2 mm
`
` `
` `
` `
380 – L = 110 mm b = 71.8 mm
`
Panjang las bagian atas L : `
L = 200 mm
a/b = (374 – L) /L
L = 374/2 = 187 mm dipakai L = 200 mm
L = 374 b/(a + b) = 269 mm dipakai 270 mm
Pemeriksaan shear lag
Panjang las bawah = 374 – 269 = 105 mm dipakai 110 mm
U = 1 – x/L = 1 – 28.2/ 200 = 0.859
Pemeriksaan shear lag
Ae = U Ag = 0,859 x 1900 = 1622 mm
U = 1 – x/L = 1 – 28.2/ 270 = 0.895
φPn = φ Ae x Fu = 0.75 x 1622 x 370 x 10-3
Ae = U Ag = 0,895 x 1900 = 1700.5 mm
= 153 KN
φPn = φ Ae x Fu = 0.75 x 1700,5 x 370 x 10-3 = 471.9 KN
φPn > 411 KN (Pu max)
φPn > 411 KN (Pu max)
keuntungan : pada las dengan penempatan simetris, plat sambung yang digunakan lebih sedikit berarti lebih
ekonomis, sehingga las dengan penempatan simetris sering digunakan dilapangan karena
lebih mudah dalam pelaksanaannya