Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KULIAH
Hukum Pidana dan Kegiatan Perekonomian

DOSEN : Prof. Topo Santoso, S.H., M.H.

LAPORAN KUNJUNGAN KE OJK


Pada 14 November 2017

RONNY OKTAHANDIKA
1706993926

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
SALEMBA
November 2017
A. PENDAHULUAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah lembaga yang independen dan bebas
dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Dalam undang-undang
tersebut dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang menggantikan fungsi pengawasan Bank
Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bepepam LK)
agar menjadi terintegrasi dan komprehensif.1
Berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, dengan adanya
keberadaan OJK bukan berarti tidak ada lagi Bank Indonesia, yang ada adalah
pembagian tugas antara Bank Indonesia dengan OJK. Pembagian tugas tersebut
salah satunya yaitu pengawasan perbankan. Tugas yang dulunya khusus dipegang
oleh Bank Indonesia, dengan adanya OJK, kini tugas tersebut beralih ke OJK.
Dalam masa peralihan tersebut Bank Dunia mengingatkan masa transisi OJK di
tengah krisis yang masih melanda dunia akan membahayakan Indonesia. Banyak
yang menunjukan perkembangan baik setelah pembentukan OJK, tetapi tidak
sedikit yang mengalami kegagalan. Masalah lain, OJK akan membawahi industri
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan
lembaga jasa keuangan lainnya. Hal tersebut, cukup jadi perhatian sebuah badan
baru akan dikelilingi uang triliunan rupiah ditengah beberapa lembaga independen
yang ada di Indonesia sering terkait kasus korupsi dan merugikan negara.2
Kunjungan Kelas Hukum Pidana dan Kegiatan Perekonomian ke Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) memberikan pelajaran kepada mahasiswa mengenai tugas,
fungsi dan permasalahan yang sedang dihadapi oleh OJK dalam menghadapi era
globalisasi yang semakin kompleks dalam bidang keuangannya.

1
Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3 Oktober
2012. hlm. 45-46.
2
Maikel Jefriando, Kelahiran OJK, sejarah baru perekonomian Indonesia, Koran Sindo Kamis, 27
Desember 2012 http://ekbis.sindonews.com/read/2012/12/25/90/700589/kelahiran-ojk-sejarahbaru-
perekonomian-indonesia diakses pada 30 November 2017, Pukul. 19.00 WIB.
B. MATERI
1. Penyimpangan Ketentuan Perbankan yang Berindikasi Tindak Pidana
Perbankan3
1.1 Pengertian Fraud
Berdasarkan Black’s Law Dictionary, Fraud adalah segala sesuatu yang
dilakukan dengan menggunakan akal/kecerdikannya untuk mendapatkan
keuntungan dengan jalan menekan, menipu, ataupun cara-cara lain yang
memperdaya sehingga merugikan pihak lain.
Sedangkan menurut SE BI No.13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011
perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum, Fraud adalah
Tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk
mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang
terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga
mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau
pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung
maupun tidak langsung
1.2 Tipologi Fraud :
1. Penggelapan Aset (Asset Misappropriation)
2. Pemalsuan Laporan (Fraudulent Statement)
3. Penyuapan/Korupsi (Bribery/Corruption)
Faktor pemicu Fraud adalah Greed (keserakahan), Opportunity
(kesempatan), Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan)
Menurut Donald R. Cressey, ada 3 faktor penyebab Fraud yang dikenal
dengan Fraud Triangle, yaitu Financial Pressure (Non-shareable Financial
Problems), Perceived Opportunity, dan Rationalization. Ketiga faktor tersebut
harus ada pada saat bersamaan untuk timbulnya suatu Fraud. Peniadaan salah
satu elemen akan menghilangkan kemungkinan terjadinya Fraud (secara
inherent risiko tetap ada)
Bank sering digunakan sebagai objek/sarana pihak tertentu untuk
memperkaya diri secara melawan hukum. Antara lain sebagai berikut:

Departemen Pemeriksaan Khusus dan Investigasi Perbankan (DKIP), “Penyimpangan Ketentuan


3

Perbankan yang Berindikasi Tindak Pidana Perbankan”, Materi disampaikan saat Kunjungan Profesi
Ke Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 14 November 2017.
1. tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian;
2. rendahnya integritas pejabat bank
3. tidak berfungsinya system pengawasan intern; dan
4. lemahnya law enforcement

1.3 Ruang Lingkup Tindak Pidana Perbankan


Moch. Anwar menggolongkan tindak pidana di bidang perbankan ke
dalam dua kelompok, yaitu:
1. Tindak pidana perbankan yang terdiri atas perbuatan-perbuatan
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana yang diatur
dalam UU Perbankan.
2. Tindak pidana di bidang perbankan lainnya yang terdiri atas
perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha
pokok bank yang diatur dalam ketentuan-ketentuan di luar UU
Perbankan, seperti KUHP, UU Pemberantasan Tipikor, dll.
Pasal Tindak Pidana Perbankan di dalam Undang-Undang Perbankan
dan Undang-Undang Perbankan Syariah yaitu : TP berkaitan perizinan (Ps.46
UUP dan Ps.59 UU PS), TP berkaitan rahasia bank (Ps.47-47A dan Ps.60-61
UU PS), TP berkaitan pengawasan bank (Ps.48 UUP dan Ps.62 UU PS), TP
berkaitan kegiatan usaha bank (Ps.49 UUP & Ps.63 UU PS), TP berkaitan
pihak terafiliasi (Ps.50 UUP dan Ps.64 UU PS), TP berkaitan pemegang
saham (Ps.50A UUP & Ps.65 UU PS)

2. INVESTASI ILEGAL4
Untuk meningkatkan perlindungan konsumen serta kepercayaan masyarakat
kepada industri keuangan, OJK perlu melakukan tindakan preventif, kuratif,
ataupun represif melalui pembentukan Satgas Waspada Investasi. Hal ini tertuang
dalam UU OJK dan POJK 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen, Untuk
meningkatkan perlindungan konsumen serta kepercayaan masyarakat kepada
industri keuangan, OJK perlu melakukan tindakan preventif, kuratif, ataupun
represif melalui pembentukan Satgas Waspada Investasi Daerah.
Tujuan Satgas Waspada Investasi

4
Satgas Waspada Investasi, “Stop Investasi Ilegal”, Presentasi disajikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan pada tanggal 14 November 2017.
 Meningkatkan kesadaran dan perlindungan kepada masyarakat terhadap
potensi kerugian yang diakibatkan penawaran penghimpunan dana masyarakat
dan pengelolaan investasi oleh Pihak yang tidak bertanggung jawab
 Melakukan pencegahan dan penanganan dugaan tindakan melawan hukum di
bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi secara
terkoordinasi dan terpadu oleh Kementerian/ Lembaga dan atau instansi terkait
lainnya;

Ciri-Ciri Investasi Ilegal : Kendala :


 Mengumungu high rate of  Pelaku memanfaatkan celah
return hukum
 Jaminan free risk  Sanksi tidak tegas
 Jaminan buy back guarantee  Penyidik menunggu laporan
 Perekrutan konsumen baru = korban
bonus & cashback besar  Masyarakat enggan melapor
 Penyalahgunaan terstimoni  Ketidakjelasan kewenangan
pemuka agama/pejabat publik  Pengawasan lemah
untuk endorsement
 Janji penarikan dana easy & Solusi :
flexible aset yang  Sosialisasi
diinvestasikan aman  Membentuk Satgas Waspada
 Badan hukum tidak jelas Investasi
 Membentuk UU agar sansksi
Modus : yang keras
 Kecurangan  Menyiapkan penyidik yang
 Penyesatan memiliki kompetensi dan
 Penyembunyian kenyataan profesionalisme
 Manipulasi pelanggaran  Meningkatkan pengawasan
kepercayaan kegiatan investasi
 Akal-akalan  Penegakan hukum terhadap
 Pengelakan peraturan pelanggar UU
Kompleksitas Permasalahan Investasi Ilegal
 Supply VS Demand  Penawaran Investasi
 Masyarakat mudah tergiur
 Fenomena  Pelaku, peserta, dan Modus
 Aset < Kewajiban  Profit, Bonus & Biaya Lain
 Dampak Sosial Ekonomi  Pemalas
 Tidak produktif
 Tingkat kesejahteraan menurun
 Beban Hidup Tinggi
 Kelembagaan  Kewenangan dan pengawasan
 Koordinasi,
 SDM
 Anggaran
 Penyelesaian  Pidana, Perdata, PKPU/Pailit
 Kesadaran Masyarakat  Tidak ada cara mudah mendapatkan uang,
 Tidak ada orang yang sangat baik untuk
membuat kita kaya,
 Tidak ada penipu mengaku sebagai penipu
 Kenali 2L  Legal & Logis

Contoh Kasus dan Penanganan :


Kasus PT First Anugerah Karya Wisata (FIRST TRAVEL) yang modus
operansinya adalah menawarkan paket perjalanan umrah dengan biaya Rp.
8.888.888.-
Hal hal yang telah dilakukan oleh OJK :
1. Rapat Satgas Waspada Investasi tanggal 18 Juli 2017 : Pembahasan dengan
Direksi First Travel dan anggota Satgas Waspada Investasi
2. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 589/Tahun 2017 tanggal
1 Agustus 2017, izin penyelenggaraan perjalanan ibadah haji dan umrah
dicabut oleh Kementerian Agama RI
3. Pada tanggal 9 Agustus 2017, Bareskrim Polri telah menangkap pemilik dari
First Travel yaitu Sdr. Andika Surachman (Direktur) dan Sdri. Anniesa
Hasibuan (Komisaris).
4. Pada tanggal 17 Agustus 2017, Bareskrim Polri telah menangkap Siti
Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan (Direktur Keuangan dan Komisaris
First Travel).
5. Pada tanggal 16 Agustus 2017 dibentuk Posko Crisis Center di Polda dan
Polres seluruh wilayah Indonesia
6. Berdasarkan data per tanggal 28 Agustus 2017, total pengaduan jamaah First
Travel adalah sebanyak 22.891 pengaduan

3. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)5


3.1 Definisi Pencucian Uang
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010,
Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini
Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang berbunyi :
“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan
mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang
dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).”

Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang berbunyi :
“Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul,
sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan
yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana dipidana karena tindak pidana
Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

5
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Grup
penanganan APU dan PPT, Presentasi disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 14
November 2017.
Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang berbunyi :
“Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

3.2 Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana berdasarkan pasal 2 UU No. 8 Tahun 2010, adalah sebagai berikut :
a. korupsi; p. pencurian;
b. penyuapan; q. penggelapan;
c. narkotika; r. penipuan;
d. psikotropika; s. pemalsuan uang
e. penyelundupan tenaga kerja; t. perjudian;
f. penyelundupan migran; u. prostitusi;
g. di bidang perbankan; v. di bidang perpajakan;
h. di bidang pasar modal; w. di bidang kehutanan;
i. di bidang perasuransian; x. di bidang lingkungan hidup;
j. kepabeanan; y. di bidang kelautan dan
k. cukai; perikanan; atau
l. perdagangan orang z. Tindak pidana lain yang
m. perdagangan senjata gelap; diancam dengan pidana penjara
n. terorisme; 4 (empat) tahun atau lebih,
o. penculikan;

3.3 Tahapan Pencucian Uang


Penempatan (Placement), yaitu upaya menempatkan uang tunai yang berasal
dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan, atau upaya menempatkan uang
giral (seperti cheque, wesel bank, sertifikat deposito) kembali ke dalam sistem
keuangan, terutama sistem perbankan.
Transfer (Layering), yaitu upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal
dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan kepada PJK
(terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke PJK yang lain.
Sebagai contoh, dengan melakukan beberapa kali transaksi atau transfer dana.
Penggunaan Harta Kekayaan (Integration), yaitu upaya menggunakan harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam
sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah menjadi harta
kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk
membiayai kembali kegiatan kejahatan. Sebagai contoh dengan pembelian aset
dan membuka/melakukan kegiatan usaha.

Modus Operandi Pencucian Uang


 SMURFING, Memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku
dalam upaya menghindari pelaporan.
 STRUCTURING, Melakukan transaksi dengan memecah-mecahnya menjadi
jumlah yang lebih kecil sebagai upaya untuk menghindari pelaporan.
 U-TURN, Memutar balikkan Transaksi untuk kemudian dikembalikan ke
rekening asalnya.
 CUCKOO SMURFING, Upaya mengaburkan asal-usul sumber dana dengan
mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga
yang menunggu kiriman dana dari LN dan tidak menyadari bahwa dana yang
diterimanya tsb merupakan proceed of crime.
 PEMBELIAN ASSET/BARANG MEWAH, menyembunyikan status
kepemilikan dari aset/barang mewah termasuk pengalihan aset tanpa
terdeteksi oleh sistem keuangan.
 BARTER, menghindari penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan
sehingga tidak dapat terdeteksi oleh sistem keuangan.
 UNDERGROUND BANKING atau ALTERNATIVE REMITTANCE
SERVICES, kegiatan pengiriman uang melalui mekanisme jalur informal
yang dilakukan atas dasar kepercayaan.
 PEGGUNAAN PIHAK KETIGA, transaksi yang dilakukan dengan
menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya
identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari
pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.
 MINGLING, mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil
kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal
dananya.
 PENGGUNAAN IDENTITAS PALSU, transaksi yang dilakukan dengan
menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya
identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku.
Perbedaan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Perbedaan antara pencucian uang dan pendanaan terorisme yaitu.
Pencucian Uang sumber dana berasal dari sumber illegal dan nominal
transaksi relative besar. Sedangkan pendanaan terorisme sumber dana dapat
berasal dari sumber legal dan nominal transaksi relative kecil. Adapun yang
dimaksud pendanaan terorisme dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013
dalam pasal 1 ayat (1) Pendanaan Terorisme adalah segala perbuatan dalam
rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana,
baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk digunakan
dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme,
organisasi teroris, atau teroris. Pasal 4 Setiap Orang yang dengan sengaja
menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana, baik
langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya atau
sebagian untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme, organisasi teroris, atau
teroris dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan terorisme.
Selanjutnya pasal 5 Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat,
percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana pendanaan
terorisme dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan terorisme
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Kemudian,
pasal Setiap Orang yang dengan sengaja merencanakan, mengorganisasikan,
atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan
terorisme.

Proses Pendanaan Terorisme


 Melalui sistem pembayaran elektronik (menggunakan kartu) misalnya kartu
ATM, kartu kredit, kartu belanja.
 Melalui sistem pembayaran online misal internet banking, mobile banking
 Melalui sistem pembayaran baru (new payment method) misalnya virtual
currency, virtual account
 Melalui pembawaan uang tunai atau instrumen sejenis di dalam negeri
 Melalui pembawaan uang tunai atau instrumen sejenis lintas batas negara
(cash smuggling)
 Pentingnya Penanganan APU PPT pada Sektor Jasa Keuangan
Dampak TPPU TPPT
Pencucian uang dan Pendanaan Terorisme menggunakan jasa
keuangan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana yang dapat
berdampak pada stabilitas perekonomian dan kedaulatan suatu Negara :
1. Mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan.
2. Membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3. Mengganggu rasa aman dan kedaulatan negara mengingat tindak pidana
terorisme dan aktivitas yang mendukung terjadinya aksi terorisme
merupakan salah satu bentuk ancaman bagi kedaulatan negara.

 5 Pilar Penerapan Program APU PPT


Program APU dan PPT merupakan bagian dari penerapan Manajemen Risiko
LJK secara keseluruhan.
1. pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris
2. kebijakan dan prosedur
3. pengendalian intern
4. system informasi manajemen
5. sumber daya manusia (SDM) dan Pelatihan.

C. REFLEKSI KEGIATAN KUNJUNGAN OJK


Pelajaran Penting yang Didapatkan
Dalam pemaparan yang disampaikan oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) saya mendapat pengetahuan baru khususnya dalam dunia perbankan, salah
satunya mengenai Fraud yang mempunyai pengertian sebagai Tindakan
penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui,
menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di
lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan
Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud
memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dipaparkan juga mengenai perbedaan tindak pidana perbankan dan tindak
pidana dibidang perbankan. Penegakkan hukum tindak pidana pada sektor jasa
keuangan. Selanjutnya mengenai satgas waspada investasi illegal yang memiliki
tugas pokok yaitu tugas pencegahan yakni Edukasi dan sosialisasi kepada pelaku
industry jasa keuangan dan masyarakat tentang praktek penghimpunan dana
masyarakat dan pengelolan investasi oleh pihak yang tidak memperoleh izin atau
menyalahgunakan izin, Pemantauan terhadap potensi terjadinya tindakan
melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan
investasi dan Tugas Penanganan yakni Menginventarisasi kasus-kasus dugaan
investasi illegal, melakukan Pemeriksaan dan/atau klarifikasi secara bersama
terkait dengan dugaan pelanggaran yang terjadi di masyrakat dan tindaklanjut
untuk menghentikan tindakan tersebut.
Lalu penjelasan mengenai Pencucian uang dan Pendanaan Terorisme
menggunakan jasa keuangan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana yang
dapat berdampak pada stabilitas perekonomian dan kedaulatan suatu Negara.
Untuk itu perlu penerapan program APU dan PPT pada sektor jasa keuangan.
Dan para pemapar tidak hanya menjelaskan materi tersebut, namun juga
diimplementasikan dengan contoh kasus real yang terjadi di Indonesia.

Kesadaran Baru
Kunjungan belajar ke Institusi Otoritas Jasa Keuangan pada waktu lalu
membuat cakrawala pengetahuan saya akan dunia keuangan terbuka lebar, karena
sebelumnya saya kurang memahami dunia “pengawas keuangan negara”. Otoritas
Jasa Keuangan dapat saya simpulkan sebagai suatu lembaga superbody. Selain
karena tugas kewenangannya yang sangat luas, sifat superbody Otoritas Jasa
Keuangan tercermin pada jumlah lembaga jasa keuangan yang diawasinya yaitu
sekitar 2.608 lembaga jasa keuangan dan 642 mutual funds (reksa dana). Selain
itu, Otoritas Jasa Keuangan natinya akan mengelola dana yang terbilang besar
hingga ribuan triliyun.
Hal itu tentu bukanlah perkara mudah yang dilakukan apalagi untuk setiap
lembaga yang masih tergolong baru dan secara empiris bahwa konsep lembaga
seperti Otoritas Jasa Keuangan masih belum terbukti keberhasilannya di Negara
negara maju sekalipun. Sejalan dengan fungsi dan kewenangannya yang bersifat
superbody tersebut dapat dinilai bahwa Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga
pengawas baru yang akan mempunyai tugas dan beban strategis kelembagaan
yang berat, jelas memiliki sifat independensi yang tinggi dalam menjalankan
kewenangannya. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap regulasi dan pengawasan
yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan benar-benar bersifat objektif, tanpa
dipengaruhi oleh intervensi dari pihak manapun dan untuk mencegah benturan
kewenangan dan kepentingan antara berbagai faktor yang berinteraksi dalam
menjalankan kewenangannya tersebut. Hal tersebut haruslah diwujudkan karena
concern dan tujuan utama pembentukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga
atau otoritas pengatur dan pengawas adalah menyangkut kepercayaan masyarakat
bagi sektor finansial.

Kesan tentang Acara Kunjungan


Saya sangat mengapresiasi sekali terhadap petinggi –petinggi OJK yang
sudah berkenan menerima mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia dengan sangat baik. Kami tidak hanya diberikan ilmu yang bermanfaat
mengenai dunia otoritas jasa keuangan, tetapi juga pengalaman yang luar biasa
yang rasa-rasanya tidak akan didapatkan jika tidak karena jasa Prof. Topo
Santoso yang memfasilitasi kami, selaku mahasiswa dengan otoritas jasa
keuangan, karena seperti kita ketahui, mereka adalah orang-orang yang sulit
untuk ditemui oleh banyak orang. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada Prof. Topo dan para petinggi OJK atas kesempatan yang
luar biasa ini.
D. Penutup
Kunjungan kunjungan ke Otoritas Jasa Keuangan pada Tanggal 14
November 2017 merupakan one in a lifetime experience bagi saya, selain
mendapatkan ilmu yang bermanfaat karena Saya juga mendapatkan ilmu baru
yang dapat memperjelas materi yang sebelumnya pernah diajarkan dikelas dan
juga yang belum pernah diajarkan di kelas, juga mendapatkan pengalaman
untuk berkunjung ke kantor OJK yang tidak dapat dikunjungi oleh masyarakat
umum.
Bahwa dapat disimpulkan Otoritas Jasa Keuangan memiliki peran
yang sangat banyak dalam hal tindak pidana yang terjadi di sektor jasa
keuangan. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa adanya APU dan PPT adalah
merupakan bentuk dari penegakan hukum. terkait penegakan hukum tindak
pidana pada sektor jasa keuangan ada yang disebut dengan kejahatan
keuangan yaitu kejahatan terhadap properti, melanggar konvensi dari
kepemilikan properti (milik satu orang) ke seseorang penggunaan pribadi
sendiri dan manfaat. Untuk itu strategi yang digunakan untuk penegakan
hukum Tindak Pidana di sektor jasa keuangan adalah dengan pendekatan
multi door dengan tujuan sistem penegakan hukum terpadu, menghindari
lolosnya pelaku kejahatan, menghindari disparitas dengan perkara sejenis,
pertanggungjawaban korporasi, pengembalian kerugian Negara dan asset
recovery. Serta adanya Satgas Waspada Investasi Ilegal memiliki strategi
adalah berupa sosialisasi, membentuk satgas waspada investasi illegal,
menyiapkan penyidik professional, meningkatan pengawasan dan penegakan
hukum terhadap pelanggar.

Daftar Pustaka
Departemen Pemeriksaan Khusus dan Investigasi Perbankan (DKIP), “Penyimpangan
Ketentuan Perbankan yang Berindikasi Tindak Pidana Perbankan”, Materi
disampaikan saat Kunjungan Profesi Ke Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal
14 November 2017.
Maikel Jefriando, Kelahiran OJK, sejarah baru perekonomian Indonesia, Koran Sindo
Kamis, 27 Desember 2012 http:// ekbis. sindonews. com/read/2012/ 12/25/90
/700589/ kelahiran-ojk-sejarahbaru-perekonomian-indonesia diakses pada 30
November 2017, Pukul. 19.00 WIB.
Satgas Waspada Investasi, “Stop Investasi Ilegal”, Presentasi disajikan oleh Otoritas
Jasa Keuangan pada tanggal 14 November 2017.
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,
Grup penanganan APU dan PPT, Presentasi disampaikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan, pada tanggal 14 November 2017.
Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal
Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3 Oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai