LAPORAN KULIAH
Hukum Pidana dan Kegiatan Perekonomian
RONNY OKTAHANDIKA
1706993926
1
Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3 Oktober
2012. hlm. 45-46.
2
Maikel Jefriando, Kelahiran OJK, sejarah baru perekonomian Indonesia, Koran Sindo Kamis, 27
Desember 2012 http://ekbis.sindonews.com/read/2012/12/25/90/700589/kelahiran-ojk-sejarahbaru-
perekonomian-indonesia diakses pada 30 November 2017, Pukul. 19.00 WIB.
B. MATERI
1. Penyimpangan Ketentuan Perbankan yang Berindikasi Tindak Pidana
Perbankan3
1.1 Pengertian Fraud
Berdasarkan Black’s Law Dictionary, Fraud adalah segala sesuatu yang
dilakukan dengan menggunakan akal/kecerdikannya untuk mendapatkan
keuntungan dengan jalan menekan, menipu, ataupun cara-cara lain yang
memperdaya sehingga merugikan pihak lain.
Sedangkan menurut SE BI No.13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011
perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum, Fraud adalah
Tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk
mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang
terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga
mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau
pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung
maupun tidak langsung
1.2 Tipologi Fraud :
1. Penggelapan Aset (Asset Misappropriation)
2. Pemalsuan Laporan (Fraudulent Statement)
3. Penyuapan/Korupsi (Bribery/Corruption)
Faktor pemicu Fraud adalah Greed (keserakahan), Opportunity
(kesempatan), Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan)
Menurut Donald R. Cressey, ada 3 faktor penyebab Fraud yang dikenal
dengan Fraud Triangle, yaitu Financial Pressure (Non-shareable Financial
Problems), Perceived Opportunity, dan Rationalization. Ketiga faktor tersebut
harus ada pada saat bersamaan untuk timbulnya suatu Fraud. Peniadaan salah
satu elemen akan menghilangkan kemungkinan terjadinya Fraud (secara
inherent risiko tetap ada)
Bank sering digunakan sebagai objek/sarana pihak tertentu untuk
memperkaya diri secara melawan hukum. Antara lain sebagai berikut:
Perbankan yang Berindikasi Tindak Pidana Perbankan”, Materi disampaikan saat Kunjungan Profesi
Ke Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 14 November 2017.
1. tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian;
2. rendahnya integritas pejabat bank
3. tidak berfungsinya system pengawasan intern; dan
4. lemahnya law enforcement
2. INVESTASI ILEGAL4
Untuk meningkatkan perlindungan konsumen serta kepercayaan masyarakat
kepada industri keuangan, OJK perlu melakukan tindakan preventif, kuratif,
ataupun represif melalui pembentukan Satgas Waspada Investasi. Hal ini tertuang
dalam UU OJK dan POJK 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen, Untuk
meningkatkan perlindungan konsumen serta kepercayaan masyarakat kepada
industri keuangan, OJK perlu melakukan tindakan preventif, kuratif, ataupun
represif melalui pembentukan Satgas Waspada Investasi Daerah.
Tujuan Satgas Waspada Investasi
4
Satgas Waspada Investasi, “Stop Investasi Ilegal”, Presentasi disajikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan pada tanggal 14 November 2017.
Meningkatkan kesadaran dan perlindungan kepada masyarakat terhadap
potensi kerugian yang diakibatkan penawaran penghimpunan dana masyarakat
dan pengelolaan investasi oleh Pihak yang tidak bertanggung jawab
Melakukan pencegahan dan penanganan dugaan tindakan melawan hukum di
bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi secara
terkoordinasi dan terpadu oleh Kementerian/ Lembaga dan atau instansi terkait
lainnya;
5
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Grup
penanganan APU dan PPT, Presentasi disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 14
November 2017.
Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang berbunyi :
“Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
3.2 Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana berdasarkan pasal 2 UU No. 8 Tahun 2010, adalah sebagai berikut :
a. korupsi; p. pencurian;
b. penyuapan; q. penggelapan;
c. narkotika; r. penipuan;
d. psikotropika; s. pemalsuan uang
e. penyelundupan tenaga kerja; t. perjudian;
f. penyelundupan migran; u. prostitusi;
g. di bidang perbankan; v. di bidang perpajakan;
h. di bidang pasar modal; w. di bidang kehutanan;
i. di bidang perasuransian; x. di bidang lingkungan hidup;
j. kepabeanan; y. di bidang kelautan dan
k. cukai; perikanan; atau
l. perdagangan orang z. Tindak pidana lain yang
m. perdagangan senjata gelap; diancam dengan pidana penjara
n. terorisme; 4 (empat) tahun atau lebih,
o. penculikan;
Kesadaran Baru
Kunjungan belajar ke Institusi Otoritas Jasa Keuangan pada waktu lalu
membuat cakrawala pengetahuan saya akan dunia keuangan terbuka lebar, karena
sebelumnya saya kurang memahami dunia “pengawas keuangan negara”. Otoritas
Jasa Keuangan dapat saya simpulkan sebagai suatu lembaga superbody. Selain
karena tugas kewenangannya yang sangat luas, sifat superbody Otoritas Jasa
Keuangan tercermin pada jumlah lembaga jasa keuangan yang diawasinya yaitu
sekitar 2.608 lembaga jasa keuangan dan 642 mutual funds (reksa dana). Selain
itu, Otoritas Jasa Keuangan natinya akan mengelola dana yang terbilang besar
hingga ribuan triliyun.
Hal itu tentu bukanlah perkara mudah yang dilakukan apalagi untuk setiap
lembaga yang masih tergolong baru dan secara empiris bahwa konsep lembaga
seperti Otoritas Jasa Keuangan masih belum terbukti keberhasilannya di Negara
negara maju sekalipun. Sejalan dengan fungsi dan kewenangannya yang bersifat
superbody tersebut dapat dinilai bahwa Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga
pengawas baru yang akan mempunyai tugas dan beban strategis kelembagaan
yang berat, jelas memiliki sifat independensi yang tinggi dalam menjalankan
kewenangannya. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap regulasi dan pengawasan
yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan benar-benar bersifat objektif, tanpa
dipengaruhi oleh intervensi dari pihak manapun dan untuk mencegah benturan
kewenangan dan kepentingan antara berbagai faktor yang berinteraksi dalam
menjalankan kewenangannya tersebut. Hal tersebut haruslah diwujudkan karena
concern dan tujuan utama pembentukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga
atau otoritas pengatur dan pengawas adalah menyangkut kepercayaan masyarakat
bagi sektor finansial.
Daftar Pustaka
Departemen Pemeriksaan Khusus dan Investigasi Perbankan (DKIP), “Penyimpangan
Ketentuan Perbankan yang Berindikasi Tindak Pidana Perbankan”, Materi
disampaikan saat Kunjungan Profesi Ke Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal
14 November 2017.
Maikel Jefriando, Kelahiran OJK, sejarah baru perekonomian Indonesia, Koran Sindo
Kamis, 27 Desember 2012 http:// ekbis. sindonews. com/read/2012/ 12/25/90
/700589/ kelahiran-ojk-sejarahbaru-perekonomian-indonesia diakses pada 30
November 2017, Pukul. 19.00 WIB.
Satgas Waspada Investasi, “Stop Investasi Ilegal”, Presentasi disajikan oleh Otoritas
Jasa Keuangan pada tanggal 14 November 2017.
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,
Grup penanganan APU dan PPT, Presentasi disampaikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan, pada tanggal 14 November 2017.
Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal
Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3 Oktober 2012.