Anda di halaman 1dari 124

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangan zaman yang semakin modern seperti ini sekarang ini,
semakin banyak pula diciptakan berbagai mesin yang canggih dengan masing-
masing kegunaan yang semua itu juga harus diimbangi oleh faktor keamanan yang
baik juga. Poros merupakan salah satu bagian terpenting yang ada pada setiap mesin
sebagai penerus tenaga mesin maupun sebagai pengunci bagian-bagian mesin yang
ada. Maka dari itu poros harus dirancang dengan baik sesuai dengan fungsinya
masing-masing dengan memperhatikan berbagai faktor dalam perencanaan maupun
proses pembuatannya seperti bahan pembuatnya. Kekuatan, kekakuan maupun
terhadap beban atau tegangan yang bekerja padanya.
Mengenai poros terdapat beberapa hal – hal penting yang harus
diperthatikan dalam perencanaan poros diantaranya seperti kekuatan poros,
kekakuan poros, putaran kritisnya, koros, bahan poros. Hal – hal penting yang harus
diperhatikan seperti bahan pasak, panjang pasak dari tegangan geser maupun
tegangan permukaan yang diizinkan dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian poros ?
2. Apa saja macam-macam poros yang sering digunakan dalam suatu mesin ?
3. Apa saja hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam perenacanaan poros ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pengertian suatu poros.
2. Mengetahui macam-macam poros yang sering digunakan dalam suatu mesin.
3. Mengetahui hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam perenacanaan
poros.

ELEMEN MESIN 1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Poros
Josep Edward Shigley (1983) menyatakan poros adalah suatu bagian
stasioner yang beputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang elemen-
elemen seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel, engkol, sprocket dan elemen
pemindah lainnya.Poros bisa menerima beban lenturan, beban tarikan, beban tekan
atau beban puntiran yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan
lainnya.
Poros dalam sebuah mesin berfungsi untuk meneruskan tenaga melalui
putaranmesin. Setiap elemen mesin yang berputar, seperti cakra tali, puli sabuk
mesin, piringan kabel, tromol kabel, roda jalan, dan roda gigi, dipasang berputar
terhadap poros dukung yang tetap atau dipasang tetap pada poros dukung yang
berputar. Contoh sebuah poros dukung yang berputar, yaitu poros roda kereta api,
As gardan, dan lain-lain.

Gambar 2.1 Konstruksi Poros Kereta Api

Untuk merencanakan sebuah poros, perlu diperhitungkan gaya yang bekerja


pada poros di atas antara lain: gaya dalam akibat beratnya (W) yang selalu berpusat
pada titik gravitasinya.
Gaya (F) merupakan gaya luar arahnya dapat sejajar dengan permukaan
benda ataupun membentuk sudut α dengan permukanan benda. Gaya F dapat
menimbulkan tegangan pada poros, karena tegangan dapat timbul pada benda yang
mengalami gaya. Gaya yang timbul pada benda dapat berasal dari gaya dalam

ELEMEN MESIN 2
akibat berat benda sendiri atau gaya luar yang mengenai benda tersebut. Baik gaya
dalam maupun gaya luar akan menimbulkan berbagai macam tegangan pada
kontruksi tersebut.

2.2 Macam-macam Poros


1. Berdasarkan Jenis Pembebanannya
a. Gandar
Gandar merupakan poros yang tidak mendapatkan beban puntir, fungsinya
hanya sebagai penahan beban, biasanya tidak berputar. Contohnya seperti yang
dipasang pada roda-roda kereta barang, atau pada as truk bagian depan.

Gambar 2.2 Contoh poros gandar

b. Spindle
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesinperkakas, di
mana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle.Syarat yang harus dipenuhi
poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

Gambar 2.3 Spindel Penggerak pada Bench Lathe

ELEMEN MESIN 3
c. Poros Transmisi
Poros transmisi berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik salah satu
elemen mesin ke elemen mesin yang lain. Poros transmisi mendapat beban puntir
murni atau puntir dan lentur yang akan meneruskan daya ke poros melalui kopling,
roda gigi, puli sabuk atau sproket rantau, dan lain-lain.

Gambar 2.4 Poros Transmisi

2. Berdasarkan Bentuknya
a. Poros Lurus

Gambar 2.5 Poros Lurus


b. Poros Engkol
Poros engkol merupakan bagian dari mesin yang dipakai untuk merubah
gerakan naik turun dari torak menjadi gerakan berputar. Poros engkol yang kecil
sampai yang sedang biasanya dibuat dari satu bahan yang ditempa kemudian
dibubut, sedangkan yang besar-besar dibuat dari beberapa bagian yang disambung-
sambung dengan cara pengingsutan.

ELEMEN MESIN 4
Gambar 2.6 Perubahan gerakan yang dihasilkan poros engkol

Didalam praktek dikenal 2 macam poros engkol yaitu :


a. Poros Engkol Tunggal
Poros ini terdiri dari sebuah poros engkol dan sebuah penengkol. Kedua-
duanya diikat menjadi satu oleh pipi engkol yang pemasangannya menggunakan
cara pengingsutan. Pipi engkol biasanya dibuat daripada baja tuang, sedangkan pen
engkolnya dari pada baja St.50 atau St.60. jarak antara sumbu pen engkol dengan
sumbu poros engkol adalah setengah langkah torak.

Gambar 2.7 Poros Engkol Tunggal

b. Poros Engkol Ganda


Poros engkol ini mempunyai 2 buah pipi engkol terdiri dari satu bahan
sedang pemasangan poros engkolnya adalah dengan sambungan ingsutan.Poros-
poros engkol ini bahan dibuat dari besi tuang khusus.Disamping harga
pembuatannya lebih ringan, besi tuang itu mempunyai sifat dapat menahan getaran-
getaran.

ELEMEN MESIN 5
Gambar 2.8 Poros Engkol Ganda

2.3 Hal-Hal Penting dalam Perencanaan Poros


Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
a. Kekuatan Poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan diatas. Juga ada poros
yang mendapat beban tarik atau tekanan seperti poros baling-baling kapal atau
turbin, dll.
Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter
poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus
diperhatikan.Sehingga sebuah poros harus direncakan hingga cukup kuat untuk
menahan beban diatas.

b. Kekuatan Poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak-telitian
(pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak roda
gigi). Karena itu disamping kekuatan poros, kekuatannya juga harus diperhatikan
dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.

c. Putaran Kritis
Bila putaran suata mesin dinaikan maka pada suatu harga putaran tertentu
dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis.
Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dll. Dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin,

ELEMEN MESIN 6
poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah
dari putaran kritisnya.

d. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi (termasauk plastik) harus dipilih poros propeler
dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula untuk
poros-poros yang terancam kavitas, dan poros-poros mesin yang sering berhenti
lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap
korosi.

e. Bahan Poros
Poros untuk mesin umum biasanaya dibuat dari baja batang yang ditarik
dingin dan defines, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang
dihasilkan dari ingot yang di”kill” (baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilicon
dan dicor; kadar karbon terjamin), (JIS G3123 Tabel 1) meskipun demikian, bahan
ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat mengurangi deformasi karena
tegangan yang kurang seimbang misalnya bila diberi alur pasak, karena ada
tegangan sisa di dalam terasnya. Tetapi penarikan dingin membuat permukaan
poros menjadi keras dankekuatannya bertambah besar. Harga-harga yang terdapat
dalam table diperoleh dari batang percobbaan dengan diameter 25 mm ; dalam hal
ini harus diingat bahwa untuk poros yang diameternya jauh lebih besar fdari 25 mm,
harga-harga akan lebih rendah dari pada yang ada dalam tabel karena adanya
pengaruh masa.
Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat
umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasn kulit yang sangat tahan
terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel
molibden, baja khrom, baja khrom molibden, dll. (G4102, G4103, G4104, G4105
dalam Tabel 2). Sekalipun demikian pemakaian baja paduan khusus tidak
dianjurkan jika alasannya hanya putaran tinggi dan beban berat. Dalam hal
demikian perlu dipertimbangkan penggunaan baja karbon yang diberi perlakuan
panas secara tepat untuk memperoleh kekuatan yang diperlukan. Baja empa G3201,
ditempa dari ingot.

ELEMEN MESIN 7
Tabel 2.1 (Hal – hal penting dalam perencanaan poros)
Standard an macam Lambang Perlakuan Kekuatan Keterangan
Panas tarik
(Kg/mm2)
S30C 48
S35C 52
Baja Karbon
S40C Penormalan 55
konstruksi mesin (JIS
S45C 58
G 4501)
S50C 62
S55C 66
Batang Baja yang S35C-D - 53 Ditarik
difinis dingin S45C-D - 60 dingin,
S55C-D - 72 digerinda,
dibubut atau
gabungan
antara hal-hal
tersebut.

ELEMEN MESIN 8
Tabel 2.2 (Baja perpaduan untuk poros)
Kekuatan tarik
Standard an macam Lambang Perlakuan panas
(Kg/mm2)
SNC 2 85
Baja Khrom nikel (JIS G SNC 3 95
Pengerasan Kulit
4102) SNC 21 80
SNC 22 100
SNCM 1 85
SNCM 2 95
SNCM 7 100
Baja Khrom nikel
SNCM 8 Pengerasan Kulit 105
molibden (JIS G 4103)
SNCM22 90
SNCM23 100
SNCM25 120
SCr 3 90
SCr 4 95
Baja Khrom (JIS G
SCr 5 Pengerasan Kulit 100
4104)
SCr21 80
SCr22 85
SCM 2 85
SCM 3 95
SCM 4 100
Baja Khrom Molibden
SCM 5 Pengerasan Kulit 105
(JIS G 4105)
SCM21 85
SCM22 95
SCM23 100
.

ELEMEN MESIN 9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari zaman ke zaman ilmu pengetahuan akan terus selalu berkembang
dengan menciptakan suatu teknologi yang baru, begitu pula teknologi yang
digunakan pada poros, yang dari proses perencanaannya pun sudah diperhitungkan
dengan baik seperti bahan pembuatannya,kekuatannya terhadap beban yang
dilayani, kekakuannya dan sebagainya, yang itu semua dilakukan agar tercipta
suatu produk baik itu poros yang terjamin kualitas maupun keamanan dalam
penggunaannya.

3.2 Saran
Setelah saya mengetahui tentang apa itu poros, apa saja macam-macamnya
dan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan poros
tersebut, saya semakin tertarik mengenai dalam mempelajari pelajaran mata kuliah
elemen mesin ini dan semoga dengan lebih banyak mempelajarinya saya dan
teman-teman akan dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh ini dengan baik di
dalam dunia kerja nantinya ataupun dapat mengembangkannya agar dapat
menciptakan poros atau mesin pada umumnya dengan kualitas yang lebih baik lagi
agar faktor keamanan dari produk yang digunakan akan semakin terjamin.

ELEMEN MESIN 10
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

ELEMEN MESIN 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bantalan (bearing) adalah elemen mesin yang digunakan untuk menumpu
poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan bolak baliknya dapat
berlangsung secara halus, aman dan tahan atau memisahkan antara bagian yang
berputar dengan bagian yang diam. Bantalan tersebut dapat memikul beban radial,
aksial dan kombinasi serta harus kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen
mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka
prestasi seluruh sistem akan enurun atau tidak dapat bekerja secara baik.
Bearing dapat diklasifikasikan berdasarkan arah beban dan berdasarkan
konstruksi atau mekanismenya mengatasi gesekan. Berdasarkan arah beban yang
bekerja pada bantalan bearing dapat diklasifikasikan menjadi : Bantalan radial
(radial bearing), bantalan aksial (thrust bearing). Berdasarkan konstruksi dan
mekanisme mengatasi gesekan, bearing dapat diklasifikasikan menjadi: bantalan
luncur (slider bearing) dan bantalan gelinding (roller bearing).
Dalam perencanaan kita harus tepat saat pemilihan bantalan (bearing), jika
salah dalam pemilihan maka akan menyebabkan kerusakan pada bantalan (bearing),
bahkan akan menyebabkan kerusakan pada komponen lain.
Pemberian pelumasan pada bantalan (bearing) juga sangat diperlukan, karena
elemen mesin ini bekerja menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran atau
gesekan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan tahan. Sehingga
dapat memperpanjang umur bantalan (bearing).

ELEMEN MESIN 12
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
a. Definisi dari bantalan (bearing) ?
b. Apakah jenis bantalan (bearing)?
c. Bagaimana cara menentukan umur bantalan (bearing)?
d. Bagaimana cara memilih bantalan (bearing)?
e. Bagaimana cara pelumasan pada bantalan (bearing)?
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan kepada pembaca tentang bearing
1.3.1 Tujuan khusus
a. Menjelaskan kepada pembaca tentang definisi dari bantalan (bearing)
b. Menjelaskan kepada pembaca tentang jenis bantalan (bearing)
c. Menjelaskan kepada pembaca tentang cara menentukan bantalan (bearing)?
d. Menjelaskan kepada pembaca tentang cara memilih bantalan (bearing)
e. Menjelaskan kepada pembaca tentang cara pelumasan pada bantalan (bearing)

ELEMEN MESIN 13
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dari Bantalan (Bearing)


Bantalan (bearing) adalah Elemen Mesin yang digunakan untuk menumpu
poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan bolak baliknya dapat
berlangsung secara halus, aman dan tahan atau memisahkan antara bagian yang
berputar dengan bagian yang diam. Bantalan tersebut dapat memikul beban radial,
aksial dan kombinasi serta harus kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen
mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka
prestasi seluruh system akan menurun atau tidak dapat bekerja secara baik. Jadi,
bantalan dalam permesinan dapat diartikan dengan pondasi pada sebuah gedung.
Pada perencanaan pada bantalan yang dapat berfungsi sebagai anti gesekan
dihadapkan dengan persoalan dalam merencanakan sekelompok elemen yang
membentuk sebuah bantalan rol.

Gambar 2.1 bearing


(http://bindayel.co/bearing-suppliers)

2.1 Jenis-Jenis Bantalan (Bearing)


Secara umum bearing dapat diklasifikasikan berdasarkan arah beban dan
berdasarkan konstruksi atau mekanismenya mengatasi gesekan. Berdasarkan arah
beban yang bekerja pada bantalan bearing dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Bantalan radial (radial bearing): menahan beban dalam arah radial
Jika beban bantalan dan putaran poros diberikan, pertama perlu diperiksa
apakah beban perlu dikoreksi. Selanjutnya tentukan beban rencana, dan pilihlah

ELEMEN MESIN 14
bahan bantalan. Kemudian tekanan bantalan yang diijinkan dan harga pv yang
diijinkan diturunkan secara empiris. Tentukan panjang bantalan l sedemikian
hingga tidak terjadi pemanasan yang berlebihan. Setelah itu periksalah bahan
bantalan dan tentukan diameter poros sedemikian rupa hingga tahan terhadap
lenturan. Periksalah juga bantalan dan (l/d).
Bila diameter poros sudah sudah diberikan terlebih dahulu, mulailah dengan
kekuatan bantalan. Dalam semua hal, pemeriksaan tekanan bantalan, harga pv, dan
(l/d) adalah penting. Jika pemilihan bahan bahan pelumas, cara pelumasan, dan
pendinginan terus menerus akan dilakukan atas dasarjangka waktu kerja, kondisi
pelayanan, dan lingkungannya, perlu ditentukan jumlah aliran minyak per satuan
waktu.

1) Kekuatan Bantalan
Misalkan terdapat suatu beban yang terbagi rata dan bekerja pada bantalan dari
sebelah bawah. Panjang bantalan dinyatakan l (mm), beban persatuan panjang
dengan w (kg/mm), dan beban bantalan W(kg), serta reaksi pada tumpuan dihitung.
Maka:
W = w.l
Pemilihan panjang (l) dan diameter (d) bantalan
Untuk bantalan, perbandingan panjang dan diameter adalah penting, sehingga
dalam perencanaan atau pemilihan perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Semakin kecil l/d, semakin rendah kemampuan untuk menahan beban.
b. Semakin besar l/d, semakin besar pula panas yang timbul karena gesekan.
c. Dengan memperbesar l/d kebocoran pelumas pada ujung bantalan dapat
diperkecil.
d. Harga l/d yang terlalu besar akan menyebabkan tekanan yang tidak merata, jadi
lebih baik dipakai harga menengah, jika kelonggaran antara bantalan dan poros
akan diperkecil atau jika sumbu poros agak miring terhadap sumbu bantalan maka
l/d harus dikurangi.
e. Jika pelumas kurang dapat diratakan dengan baik ke seluruh permukaan bantalan,
harga l/d harus dikurangi.
f. Semakin besar l/d, temperature bantala juga semakin tinggi.

ELEMEN MESIN 15
g. Untuk menentukan l/d dalam perencanaan, perlu diperhatikan seberapa besar
ruangan yang tersedia untuk bantalan di dalam mesin.
h. Harga l/d, juga tergantung kekerasan bahan bantalan, untuk bahan yang lunak
memerlukan l/d yang besar.
Atas dasar hal-hal diatas dapat dipilih l/d yang akan dipakai. Harga l/d tersebut
antara 0,4-4,0 atau lebih baik antara 0,5-2,5. Bila l/d melebihi 2,0 maka tekanan
permukaan terjadi secara lokal (tidak merata) sehingga lubang bantalan perlu dibuat
tirus. Harga yang terlalu kecil sebaliknya akan mengurangi kemampuannya
membawa beban. Untuk l/d yang kecil, bantalan gelinding lebih menguntungkan.

2) Tekanan Bantalan
Bantalan dapat berbentuk silinder, bola, atau kerucut. Yang paling banyak
adalah silinder. Yang dimaksud dengan tekanan bantalan adalah beban radial dibagi
luas proyeksi bantalan, yang besarnya sama dengan beban rat-rata yang diterima
oleh permukaan bantalan, jika bantalan dinyatakan dengan p (kg/mm2), beban rata-
rata ini adalah :

𝑊
p =𝑙𝑑

dimana:
l : panjang bantalan (mm)
d : diameter poros (mm)

ELEMEN MESIN 16
Tabel 2.1 Sifat bahan bantalan luncur(Sularso dan Suga. hal 109)
Tekanan Temperature
maksimum maks. Yang
Bantalan bantalan Kekerasan yang diperbolehkan
Hb diperbolehkan (celcius)
(kg/mm2)
Besi cor 160-180 0,3-0,6 150
Perunggu 50-100 0,7-2,0 200
Kuningan 80-150 0,7-2,0 200
Perunggu fosfor 100-200 1,5-6,0 250
Logam putih berdasarkan 20-30 0,6-1,0 150
Sn
Logam putih berdasarkan 15-20 0,6-0,8 150
Pb
Paduan candium 30-40 1,0-1,4 250
Kelmet 20-30 1,0-1,8 170
Paduan aluminium 45-50 2,8 100-150
Perunggu timah hitam 40-80 2,0-3,2 220-250

2. Bantalan aksial (thrust bearing): menahan beban dalam arak aksial.


Bantalan aksial dipergunakan untuk menahan gaya aksial. Pada dasarnya ada
2 macam bentuk, yaitu bantalan telapak dan bantalan kerah. Pada bantalan telapak,
tekanan yang diberikan oleh bidang telapak poros kepada bidang bantalan semakin
besar untuk titik yang semakin dekat pada pusat, sehingga perlu dibuat lekukan
dengan bentuk tertentu. Jika diameter bantalan adalah d1 (mm), dan d2 (mm) adalah
diameter lekukan, maka: d2 = (0,5-0,7) d1

ELEMEN MESIN 17
Gambar 2.2 Bantal Aksial Telapak
(Sularso dan Suga:125)

Gambar 2.3 Bantalan Aksial Kerah


(Sularso dan Suga: 125)

Gambar 2.4 Distribusi Tekanan dalam Bantalan Aksial Telapak


(Sularso dan Suga:125)

ELEMEN MESIN 18
Karena jari-jari rata-rata bantalan adalah (d1+d2)/4 maka besarnya moment
tahanan gesek, Mf (kg.m), dapat dinyatakan sebagai
Mf = µW(d1+d2 )/4000
Jika kerja gesekan per satuan luas per satuan waktu dinyatakan dengan Hf dan
putaran poros dinyatakan dengan N (rpm), maka:
2πN
Mf ( 60 ) µWN
Hf = π =
(4) (d1² − d2²) 30000 (𝑑1 − 𝑑2)
µWN WN
d1-d2 = 30000 𝐻𝑓 = C
30000Hf
dimana C=
µ

Besarnya kecepatan keliling pada diameter rata-rata Vm (m/s) adalah


Vm= π(d1+d2 )N/ (2 x 60 x 1000)
Bantalan yang mampu menahan kombinasi beban dalam arah radial dan arah aksial.

Gambar 2.5 Arah beban pada bearing

Berdasarkan konstruksi dan mekanisme mengatasi gesekan, bearing dapat


diklasifikasikan menjadi dua yaitu: bantalan luncur (slider bearing), bantalan
gelinding (roller bearing), bantalan bola (ball bearing).
1. Bantalan luncur
Bantalan luncur yang sering disebut slider bearing atau plain bearing
menggunakan mekanisme sliding, dimana dua permukaan komponen mesin saling
bergerak relatif. Diantara kedua permukaan terdapat pelumas sebagai agen utama
untuk mengurangi gesekan antara kedua permukaan. Slider bearing untuk beban
arah radial disebut journal bearing dan untuk beban arah aksial disebut thrust
bearing.

ELEMEN MESIN 19
Menurut pemakaiannya terdapat bantalan untuk penggunaan umum, bantalan poros
engkol, bantalan utama mesin perkakas, bantalan roda kereta api, dll.
Bahan untuk bantalan luncur harus memenuhi persyaratan berikut :
1) Mempunyai kekuatan cukup (tahan beban dan kelelahan).
2) Dapat menyesuaikan diri terhadap lenturan poros yang tidak terlalu besar atau
terlalu kecil.
3) Mempunyai sifat anti las.
4) Sangat tahan karat.
5) Cukup tahan aus.
6) Dapat membenamkan kotoran yang menenmpel di dalam bantalan.
7) Tidak terlalu terpengaruh oleh temperature.

Gambar 2.6 bantalan luncur (slider bearing)


(http://mesinsakti.blogspot.co.id/2015/07/bearing.html)

1. Bantalan Gelinding
Bantalan gelinding menggunakan elemen rolling untuk mengatasi gesekan
antara dua komponen yang bergerak. Diantara kedua permukaan ditempatkan
elemen gelinding seperti misalnya bola, rol, taper dan lain lain. Kontak gelinding
terjadi antara elemen ini dengan komponen lain yang berarti pada permukaan
kontak tidak ada gerakan relatif.
Nomor nominal bantalan gelinding 6312 ZZ C3 P6.
Artinya:
6 : Bantalan bola garis alur dalam.
3 : Singkatan dari lambing 03, dimana 3 menunjukkan diameter luar 130 mm
untuk diameter lubang 60 mm.

ELEMEN MESIN 20
12 : berarti 12 x 5 = 60 mm diameter lubang.
ZZ : berarti bersil 2.
C3 : kelonggaran C3.
P6 : kelas ketelitian 6.

Nomor nominal bantalan gelinding 22220 K C3


Artinya:
2 : menyatakan bantalan rol mapan sendiri.
22 : menunjukkan diameter luar 200 mm dan lebar 53 mm untuk diameter
lubang 110 mm.
20 : berarti 20 x 5 = 100 mm diameter lubang.
K : berarti 1/12 tirus lubang, kelas ketelitian 0.
C3 : kelonggaran C3.

Gambar 2.7 bantalan gelinding (roller bearing)


(http://iwansugiyarto.blogspot.co.id/2011/11/jenis-jenis-bantalan-gelinding.html)

1. Bantalan Roda (ball bearing)


Bagi bantalan rol, untuk dapat berfungsi dengan baik, cincin luar dan cincin
dalamnya harus pas pada poros dan rumah bantalan dengan sempurna. Untuk
memilih diantara pasan pers, pasan peralihan, pasan longgar. Faktor berikut yang
harus diperhatikan : gaya yang bekerja pada bantalan saat beroperasi : cincin yang
berputar (dalam/luar) : tinggi kenaikan temperatur : tebal dinding rumah bantalan.
Untuk bantalan rol, pasan yang umum distandarkan adalah merupakan
langkah yang baik untuk memilih di antara pasan tersebut dengan mengingat
pengalaman serta contohnya yang pernah dijumpai.

ELEMEN MESIN 21
Gambar 2.8 ball bearing

Tabel 2.2 Pasan Umum Untuk Bantalan Rol (Sularso dan Suga. hal 140)
a) Pasan untuk diameter lubangbantalan dari bantalan radial
Kelas Jenis dan kelas poros
bantalan Untuk beban putar pada cincin dalam dan Untuk beban putar
beban dengan arah tak menentu pada cincin luar
Kelas 0,6 r6 p6 n6 m5 k5 js5 h5 h6 g5
m6 k5 js6 g6
Kelas 5,4 - - - m4 k4 js5 - - -
m5 k5 js5

b) Pasan untuk diameter luar bantalan dari bantalan radial (kecuali bantalan magneto)
Kelas Jenis dan kelas lubang
bantalan Untuk putar pada cincin dalam Untuk beban Untuk beban
dengan arah pada cincin
tak menentu luar
Kelas p6 N6 M6 - J6 H7 G7 M7 K6 Js6 P7 N7 M7
06 H7 K7 Js7
Kelas - N5 M5 K6 J6 - - - - - - - -
5,4

2.3 Cara Menentukan Umur Bantalan (bearing)


Kalau bantalan bersih dan dilumasi secara tepat, dipasang dan di segel
terhadap masuknya debu atau kotoran, dijaga dalam kondisi ini dan dioperasikan
pada suhu yang wajar, maka kelelahan logam akan merupakan satu-satunya sebab
dari kegagalan karena mengalami berjuta-juta pemakaian tegangan, maka istilah

ELEMEN MESIN 22
umur bantalan (bearing life) sangat umum dipakai. Umur (life) dari suatu bantalan
dinyatakan sebagai jumlah putaran total atau jumlah jam pada suatu kecepatan
putar.
Kondisi ideal kegagalan lelah akan berupa penghancuran permukaan yang
menerima beban. Standart ; The Anti-Friction Bearing Manufacturers Asociation
(AFBMA) menyatakan bahwa kriteria kegagalan adalah suatu bukti awal dari
kelelahan. Perlu dicatat Bahwa umur yang berguna (useful life) sering dipakai
sebagai defenisi dari umur lelah atau kata lain adalah kehancuran atau penyompelan
suatu permukaan seluas 0,01 in2.
L10h= (C/P)b x (106/(60xn))
Dimana:
L10h : umur bantalan (jam)
C : beban dinamis (kN)
P : beban ekuivalen (kN)
b : konstanta 3 untuk ball bearings
konstanta 10/3 untuk roller bearings
n : putaran (rpm)

2.4 Cara Memilih Bantalan (bearing)


2.4.1 Pemilihan Bantalan Rol Peluru dan Bantalan Rol Lurus
Bantalan-bantalan peluru biasanya beroperasi dengan sedikit kombinasi dari
beban radial dan aksial. Karena penilaian pada catalog didasarkan hanya pada beban
radial, maka lebih memudahkan untuk menetapkan suatu beban radial ekuivalen Fe
(equivalent radial load) yang akan mempunyai pengaruh yang sama terhadap umur
bantalan sebagaimana pada beban yang bekerja. Persamaan AFBMA (American
Bearing Manufactures Association) untuk beban radial ekuivalen untuk bantalan
peluru adalah harga maksimum dari keduanya adalah:

Fe= V.Fr
Fe= (X.V.Ff) + (Y.Fa)

ELEMEN MESIN 23
Dimana:
Fe = beban radial ekuivalen
Fr = beban radial yang bekerja
Fa = beban aksial yang bekerja

V = faktor rotasi
X = faktpr radial
Y = faktor aksial
Dalam menggunakan persamaan ini faktor rotasi V ialah untuk mengoreksi
berbagai kondisi cincin yang berputar. Untuk cincin dalam yang berputar, V=1.
Untuk cincin luar yang berputar, V= 1,2. Faktor 1,2 untuk cincin luar yang berputar
hanyalah karena pada kenyataannya umur lelah adalah berkurang dikondisi ini.
Bantalan yang dapat menyesuaikan diri sendiri (self-aligning) adalah suatu
pengecualian, yang mempunyai V= 1 untuk berputar cicncin yang mana saja.
Faktor-faktor X dan Y pada persamaan diatas, tergantung pada geometri dari
bantalan, termasuk jumlah peluru dan diameter peluru. Bila suatu penurunan teoritis
dari faktor Y dan X dibuat, akan didapat bahwa kurva yang dihasilkan dapat ditaksir
dengan tablel 2.1. Pasangan harga-harga yang member beban ekivalen terbesar
selalu harus dipakai.

Tabel 2.3 Faktor Beban Radial Ekuivalen (Shigley, Joseph E. dan Mitchell, Larry D. hal 59)
Jenis Bantalan X1 Y1 X2 Y2
Bantalan peluru bersinggungan secara radial 1 0 0,5 1,4
Bantalan peluru bersinggungan dengan sudut yang 1 1,25 0,45 1,2
kecil
Bantalan peluru bersinggungan dengan sudut yang 1 0,75 0,4 0,75
curam
Bantalan peluru berbasis ganda dan duplex (jenis 1 0,75 0,63 1,25
DB atau DF)

AFBMA telah menetapkan ukuran-ukuran batas standar untuk bantalan yang


menyatakan ukuran batas standar untuk bantalan yang menyatakan diameter dalam,
diameter luar, lebar, jari-jari kelengkungan pada poros dan bahu rumah bantalan.

ELEMEN MESIN 24
Rancangan dasarnya mencakup semua bantalan peluru dan bantalan rol lurus dalam
ukuranmetris. Rancangan gtersebut cukup fleksibel sedemikian rupa, untuk suatu
diameter dalam yang diketahui, terdapat sejumlah pilihan lebar dan diameter luar.
Lebih lanjut diameter luar yang dipilih adalah yang sedemikian rupa sehingga,
untuk suatu diameter luar tertentu, seseorang biasanya dapat mencarikan
serangkaian bantalan yang mempunyai diameter dalam dan lebar yang berbeda.
Rancangan dasar AFBMA digambarkan pada 2.5. Bantalan dinyatakan
dengan suatu nomor berdigit dua kode deret dimensi. Angka pertama dalam deret
tersebut adalah deret dari lebar (width series) 0,1,2,3,4,5,dan 6. Angka kedua adalah
deret diameter luar (diameter series) 8,9,0, 1,2,3,dan4. Kode deret dimensi tidak
mwnunjukkan ukuran secara langsung, maka perlu memeriksakan kembali pada
tabulasi. Bantalan-bantalan dari deret 02 dan 03 adalah yang paling banyak dipakai,
dan diameter diantaranya ditabulasikan pada table 2.2 dan 2.3.

Gambar 2.9 Rancangan dasar AFBMA untuk kondisi batas.

Ini berlaku untuk bantalan peluru, bantalan rol lurus, dan bantakan rol seperti
bola, tetapi tidak untuyk bntalan rol kerucut atau bantalan peluru ukuran inci.
Bentuk dari pojok tidak ditetapkan ; ini bisa melengkung atau dilengkungkan tetapi
ini harus cukup kecil untuk mempunyai kebebasan bagi radius kelengkungan yang
ditetapkan pada standar.

ELEMEN MESIN 25
Tabel 2.4 Dimensi dan nilai Beban Dasar untuk Seri Bantalan Peluru 0-2(Shigley, Joseph E.
dan Mitchell, Larry D. hal 60)
Diameter Diameter Lebar Jari-jari Diameter bahu (mm) Nilai
dalam luar (mm) lengkung Ds dH beban
(mm) (mm) (mm) (kN)
10 30 9 0,6 12,5 27 3,58
12 32 10 0,6 14,5 28 5,21
15 35 11 0,6 17,5 31 5,87
17 40 12 0,6 19,5 34 7,34
20 47 14 0,1 25 41 9,43
25 52 15 1,0 30 47 10,8
30 62 16 1,0 35 55 14,6
35 72 17 1,0 41 65 19,8
40 80 18 1,0 46 72 22,5
45 85 19 1,0 52 77 25,1
50 90 20 1,0 56 82 26,9
55 100 21 1,5 63 90 33,2
60 110 22 1,5 70 99 40,3
65 120 23 1,5 74 109 44,1
70 125 24 1,5 79 114 47,6
75 130 25 1,5 86 119 50,7
80 140 26 2,0 93 127 55,6
85 150 28 2,0 99 136 64,1
90 160 30 2,0 104 146 73,9
95 170 32 2,0 110 156 83,7

ELEMEN MESIN 26
2.4.2 Pemilihan Bantalan Rol Kerucut
Tatanan untuk bantalan rol kerucut dalam beberapa hal berbeda dari bantalan
peluru dan bantalan rol lurus. Cicncin dalam disebut kerucut (cone), dan cincin luar
disebut (cup).

Tabel. 2.5 Dimensi dan nilai Beban Dasar untuk Seri Bantalan Peluru 0-3 (Shigley, Joseph
E. dan Mitchell, Larry D. hal 61)
Diameter Diameter Lebar Jari-jari Diameter bahu Nilai
dalam luar (mm) kelengkungan (mm) beban
(mm) (mm) (mm) Ds dH (kN)
10 35 11 0,6 12,5 31 6,23
12 37 12 1,0 16 32 7,48
15 42 13 1,0 19 37 8,72
17 47 14 1,0 21 41 10,37
20 52 15 1,0 25 45 12,24
25 62 17 1,0 31 55 16,2
30 72 19 1,0 37 65 21,6
35 80 21 1,5 43 70 25,6
40 90 23 1,5 49 80 31,4
45 100 25 1,5 54 89 40,5
50 110 27 2,0 62 97 47,6
55 120 29 2,0 70 106 55,2
60 130 31 2,0 75 116 62,7
65 140 33 2,0 81 125 71,7
70 150 35 2,0 87 134 80,1
75 160 37 2,0 93 144 87,2
80 170 39 2,0 99 153 94,8
85 180 41 2,5 106 161 102,9
90 190 43 2,5 111 170 110,8
95 200 45 2,5 117 179 117,9

ELEMEN MESIN 27
Suatu bantalan rol kerucut dapat membawa kedua beban radial dan aksial
atau setiap kombinasi dari keduanya. Begitupun bila suatu beban aksial luar tidak
ada, beban radial menyebabkan suatu reaksi aksial didalam bantalan karena
kemiringan kerucut tersebut.

Gambar 2.10 diameter poros dan bahu rumah bantalan ds dan dH harus memadai untuk
member tumpuan bantalan yang baik.

2.5 Pelumasan pada Bantalan (bearing)


Bantalan (bearing) adalah salah satu elemen mesin yang sangat penting, yang
berfungsi untuk menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan
bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan tahan atau memisahkan
antara bagian yang berputar dengan bagian yang diam. Oleh karena itu kita juga
harus memperhatikan perawatannya. Salah satu perawatan yang harus dilakukan
yaitu, pelumasan. Pelumasan yang bersinggungan pada bantalan yang
menggellinding mempunyai suatu gerakan relatif, yaitu menggelinding dan
meluncur.
Tujuan dari pelumasan:
• Untuk membantu mendistribusikan dan mengeluarkan panas.
• Untuk menjaga korosi dari permukaan bantalan. Baik oli ataupun gemuk bisa
dipakai sebagai pelumas. Aturan berikut dapat membantu dalam memutuskan
pilihan diantara keduanya:
Pemakaian gemuk, bila:
• Kecepatan rendah
• Perlindungan yang khusus di perlukan atas masuknya benda-benda luar

ELEMEN MESIN 28
Pemkaian oli , bila :
• Kecepatan tinggi
• Suhu tinggi

2.5.1 Cara Pelumasan Untuk bantalan Luncur


Dalam pemilihan cara pelumasan sangat perlu diperhatikan konstruksi,
kondisi kerja, dan letak bantalan. Tempat pelumasan, dan lokasi, bentuk serta
kekasaran alur minyak, juga merupakan faktor penting. Jadi cara pelumasan harus
direncanakan atas dasar pengalaman.
1. Pelumasan Tangan
Cara ini sesuai untuk beban ringan, kecepatan rendah, atau kerja yang tidak
terus menerus. Kekurangannya adalah pelumasan tidak teratur.
2. Pelumasan Tetes
Dari sebuah wadah, minyak diteteskan dalam jumlah yang tetap dan teratur
melalui sebuah katup jarum. Cara ini untuk beban yang ringan dan sedang.
3. Pelumasan Sumbu
Cara ini menggunakan sebuah sumbu yang dicelupkan pada mangkok minyak
sehingga minyak terhisap oleh sumbu. Pelumsan ini digunakan seperti dalam hal
pelumasan tetes.
4. Pelumasan Percik
Dari suatu bak penampung, minyak dipercikkan seperti gambar. Cara ini
digunakan untuk melumasi torak dan silinder motor bakar torak yang berputar
tinggi.
5. Pelumasan Cincin
Pelumasan ini menggunakan cicincin yang digantung dengan poros sehingga
akan berputar bersama poros sambil mengnangkat minyak dari bawah.
6. Pelumasa Pompa
Disini pompa dipergunakan mengaliri minyak ke dalam bantalan. Cara ini
dipakai untuk melunasi bantalan yang sulit letaknya seperti bantalan utama
motoryang berputaran tinggi. Pelumasan ini untuk kecepatan tinggi dan beban
besar.

ELEMEN MESIN 29
7. Pelumasan Gravitasi
Dari sebuah tangki yang diletakkan sebuah bantalan, minyak dialirkan oleh
gaya beratnya. Cara ini digunakan untuk kecepatan sedang dan tinggi pada
kecepatan keliling sebesar 10-15 (m/s).

8.Pelumasan Celup
Sebagian dari bantalan dicelupkan dalam minyak. Cara ini cocok untuk
bantalan poros tegak, seperti pada turin air.

2.5.2. Pelumasan Bantalan Gelinding


Pelumasan bantalan gelindingn terutama dimaksud untuk mengurangi
gesekan dan keausan antara elemen gelinding dan sangkar, membawa keluar panas
yang terjadi, mencegah korosi dan msuknya debu. Cara pelumasan ada 2 macam
yaitu, pelumasan gemuk dan pelumasan minyak.
Penyekat gemuk lebih disukai karena penyekatnya lebih sederhana, dan
semua gemuk yang bermutu baik dapat memberikan umur panjang. Cara yang
umum untuk penggemukan adalah dengan mengisi bagian bantalan dengan gemuk
sebanyak mungkin: untuk ruangan yang cukup besar, jika harga d.n mendekati
batas, 40% dari seluruh ruangan yang ada dapat diisi; untuk harga d.n yang lebih
kecil, sebanyak 60%; untuk harga d.n kurang dari 5000, pengisian gemuk yang agak
berlebihan tidak menjadi keberatan. Untuk menentukan umur gemuk yaitu:

𝐵𝑎𝑡𝑎𝑠 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑑.𝑛


L= ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑑.𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 𝑥 100(ℎ)

Gambar 2.11 Nipel Gemuk


(Sularso dan Suga: 157)

ELEMEN MESIN 30
Pelumasan minyak menggunakan cara yang berguna untuk kecepatan tinggi
atau temperatur rendah. Yang paling polpuler diantaranya adalah pelumasan celup.
Pada cara ini, dengan poros mendatar, minyak harus diidikan sampai tengah elemen
gelinding yang rendah. Adalah suatu keharusan bahwa temperature minyak
dijagatetap. Untuk maksud ini dapat dipakai pipa pendingin, atau sirkulasi air.
Untuk poros tegak, bahwa berputar dibawah batas kecepatan, tinggi permukaan
minyak harus sedemikian rupa hingga 30-50(%) dari elemen pendingin tercelup
minyak. Untuk kecepatan tinggi dan beban ringan, seperti pada spindle mesin
gerinda, pelumasan tetes atau lembab sangat efektif. Pada cara ini minyak
diteteskan pada elemen gelinding untuk membentuk kelembababn pada rumah
bantalan.
Untuk kecepatan tinggi dan sedang dapat dipakai jet pembasah dimana
minyak dikabutkan dengan tekanan udara untuk membasahi permukaan yang perlu
dilumasi.
Pada harga d,n sangat tinggi dan beban berat, seperti pada turbin gas, dipakai
pelumasan pompa. Ukuran nozel, tekanan minyak, dan jumlah aliran minyak
tergantung pada jenis bantalan, harga bantalan d.n, dan kondisi kerja. Untuk aliran
minyak yang besar, sistem pelumasan harus dibuat sedemikian rupa sehingga
kelebihan minyak akan dikembalikan ke reservoir minyak.

Gambar 2.12 Pelumas Kabut Minyak


(Sularso dan Suga: 158)

ELEMEN MESIN 31
Tabel 2.6 Pesan Umum Untuk Bantalan Roln (Sularso dan Suga. hal 130)

Macam bantalan Pelumasan Gemuk Pelumasan Minyak


Bantalan bola alur dalam 200000 350000
Bantalan bola sudut α ≤22 derajat 200000 350000
α>22derajat 150000 350000
Bantalan rol silinder 200000 350000
Bantalan rol kerucut 120000 200000
Bantalan rol mapan sendiri 100000 150000
Bantalan rol aksial 60000 90000

ELEMEN MESIN 32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bantalan (bearing) adalah elemen yang penting dalam mesin karena menumpu
poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan bolak baliknya dapat
berlangsung secara halus, aman dan tahan atau memisahkan antara bagian yang
berputar dengan bagian yang diam.
Saat perencanaan atau pemilihan perlu diperhatikan hal-hal yang sesuai
dengan standart yang ditetapkan AFBMA, karena bila tidak sesuai ketentuan akan
menyebabkan kerusakan pada elemen lain.

3.2 Saran
Berdasarkan uraian dari pembahasan tersebut, dalam perencanaan mesin kita
tidak boleh sembarangan dalam memilih bantalan (bearing), kita harus mengikuti
sesuai standar yang ditetapkan dalam AFBMA.

ELEMEN MESIN 33
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

ELEMEN MESIN 34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Elemen Mesin adalah bagian dari suatu alat untuk memindahkan
energi/benda yang mempunyai efisiensi mekanis, termis, hidrolis, maupun elektris.
Pada dasarnya perencanaan elemen mesin merupakan perencanaan komponen yang
diadakan/dibuat untuk memenuhi kebutuhan mekanisme suatu mesin. Perhitungan
pada perencanaan elemen mesin didasarkan pada teori-teori mekanika teknik dan
kekuatan bahan. Salah satunya adalah sabuk dan rantai.
Kurniawan (2011) menyatakan sabuk penggerak adalah suatu peralatan dari
mesin yang bekerjanya berdasarkan dari gesekan. Melalui gesekan antara puli dan
sabuk penggerak gaya melingkar dapat dipindahkan dari puli penggerak ke puli
yang digerakan. Adapun tipe dari sabuk penggerak datar ini yaitu : Sabuk terbuka,
sabuk silang, sabuk perempatan putaran, sabuk dengan puli pengencang, sabuk
kompon, sabuk dengan puli pelepas.
Kurniawan (2011) menyatakan rantai adalah roda bergerigi yang yang
berpasangan dengan rantai, tarack atau benda panjang yang bergerigi lainnya.
Sprocket berbeda dengan roda gigi, sproket tidak pernah bersinggungan dengan
sprocket lainnya dan tidak pernah cocok. Sproket juga berbeda dengan puli dimana
sprocket memiliki gigi sedangkan puli pada umumnya tidak memiliki gigi. Rantai
yang terdiri dari sejumlah link kaku yang berengsel dan di sambung oleh pin untuk
memberikan fleksibilitas yang diperlukan. Rantai digunakan untuk
mentransmisikan daya dimana jarak kedua poros besar dan dikehendaki tidak
terjadi slip. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi, rantai jauh lebih murah akan
tetapi brisik serta kapasitas daya dan kecepatanya lebih kecil.

ELEMEN MESIN 35
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sabuk ?
2. Apa macam-macam jenis sabuk?
3. Bagaimana parameter pada sabuk ?
4. Apakah yang dimaksud rantai?
5. Apa macam-macam jenis rantai?
6. Bagaimana parameter pada rantai?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan kepada pembaca tentang sabuk dan rantai.
1.3.1 Tujuan khusus
a. Menjelaskan kepada pembaca tentang sabuk.
b. Menjelaskan kepada pembaca tentang macam-macam jenis sabuk.
c. Menjelaskan kepada pembaca tentang parameter sabuk.
d. Menjelaskan kepada pembaca tentang rantai.
e. Menjelaskan kepada pembaca tentang macam-macam jenis rantai
f. Menjelaskan kepada pembaca tentang parameter rantai.

ELEMEN MESIN 36
BAB II
PEMBAHASAN

Sesuai masalah yang dirumuskan pada bab I, maka pada bab ini akan
membahas tentang: (1). Sabuk (2). Macam-macam jenis sabuk (3). Parameter sabuk
(4). Rantai (5). Macam-macam jenis rantai. (6). Parameter rantai. Selanjutnya ke
enam butir ini akan dipapar-kan sebagai berikut :

2.1 Sabuk
Made (2005) menyatakan sabuk penggerak adalah suatu peralatan dari mesin
yang bekerjanya berdasarkan dari gesekan. Melalui gesekan antara puli dan sabuk
penggerak gaya melingkar dapat dipindahkan dari puli penggerak ke puli yang
digerakan. Perpindahan gaya ini tergantung dari tekanan sabuk penggerak ke
permukaan puli, maka ketegangan dari sabuk penggerak sangatlah penting dan bila
terjadi slip kekuatan geraknya akan berkurang.
Sularso (1978) menyatakan transmisi sabuk yang bekerja atas dasar gesekan
belitan mempunyai beberapa keuntungan karena murah harganya, sederhana
konstruksinya dan mudah mendapatkan perbandingan yang diinginkan. Namun
transmisi sabuk tersebut mempunyai kekurangan dibandingkan rantai atau roda
gigi, yaitu karena terjadi slip pada pulinya dan sabuk. Oleh karena itu macam
tranmisi sabuk biasanya tidak dapat dipakai bilamana dikehendaki putaran tetap
atau perbandingan transmisi yang tetap. Akhir-akhir ini telah dikembangkan
macam sabuk yang dapat mengatasi kekurangan tersebut yaitu sabuk gilir timing
belt. Sabuk gilir terbuat dari karet neopon atau plastik peiuretan sebagai bahan
cetak, dengan inti serat gelas atau kawat baja, serta gigi yang diletakan dengan teliti
dipermukaan sebelah dalam dari sabuk ini. Karena sabuk ini dapat melakukan
trasmisi mengait seperti roda gigi atau rantai, maka gerakan dengan perbandingan
yang tetap dapat diperoleh. Batas maximum kecepatan sabuk gilir 25 m/s2, yang
berarti lebih tinggi dari sabuk-V dan daya yang dapat ditransmisikan adalah sampai
60 KW.
Bahan yang digunakan untuk tali harus kuat, fleksible, tahan lama, dan
memilki koefisien gesek yang tinggi. Berdasar bahan yang digunakan ada :

ELEMEN MESIN 37
1. Sabuk balata Sabuk ini adalah berupa sabuk karet atau getah yang digunakan
sebagai pengganti karet. Sabuk ini tahan asam dan tahan air dan tidak rusak oleh
minyak hewani atau alkali. Sabuk tidak boleh melebihi dari 40°C sebab pada
temperatur ini sabuk mulai lembek dan menjadi lengket. Kekuatan balata sabuk
adalah 25% lebih tinggi dibanding sabuk karet.
2. Canvas (kampas/kain mota/Terpal) Berfungsi sebagai bahan pengikat struktur
karet.
3. Rubber (Karet) berfungsi sebagai Elastisitas dari V-belt dan menjaga agar V-belt
tidak Slip.
4. Cord (Kawat Pengikat) berfungsi penguat agar V-Belt Tidak Gampang Putus.

Sularso (1978) menyatakan sabuk V terbuat dari karet dan mempunyai


penampang trapezium. Tenunan tetoran atau semacamnya dipergunakan sebagai
inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-V dibelitkan di keliling alur
puli yang berbentuk V. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini
mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar.
Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan
menghasilkan tranmisi daya yang besar pada tegangan yang relative rendah. Hal ini
merupakan salah satu keunggulan sabuk-V dibandingkan dengan sabuk rata.
Sularso (1978) menyatakan sebagian besar transmisi sabuk menggunakan
sabuk-v karena mudah penangannya dan harganya murah. Kecepatan sabuk
direncanakan untuk 10-20 m/s pada umumnya, dan maksimum 25 m/s. Daya
maksimum yang dapat ditransferkan kurang lebih sampai 500 kW. Transmisi
sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar dengan putaran
yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai, sabuk-V bekerja
lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang ditransmisikan dapat
dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang sebelah-menyebelah. Jarak sumbu poros
harus sebesar 1,5 – 2 kali diameter puli besar.
Sifat penting dari sabuk yang perlu diperhatikan adalah perubahan bentuknya
karena tekanan samping, dan ketahanannya terhadap panas. Bahan yang biasa
dipakai adalah karet alam atau sentesis. Pada masa sekarang, telah banya dipakai
karet niopren yang kuat. Tetapi akhir-akhir ini pemakaian inti tetoron semakin
populer untuk memperbaiki sifat perubahan panjang sabuk karena kelembabandan

ELEMEN MESIN 38
karena pembebanan. Dalam proses pembuatan sabuk, inti tetoron dapat mengerut
pada waktu pendinginan, sehingga perlu proses khusus untuk memperbaikinya. Ada
juga proses yang membiarkan pengerutan tersebut dengan perhitungan panas dan
memulihkan bentuknya ke keadaan semula.

Gambar 2.1 Konstruksi sabuk V


(Sumber : Sularso 1978;164)

Gambar 2.2 Ukuran penampang sabuk V


(Sumber : Sularso 1978:164)

ELEMEN MESIN 39
Tabel 2.1 Faktor Koreksi V Belt

(Sumber; Sularso 1978:163)

2.2 Macam-macam jenis sabuk


Sularso (1978) menyatakan transmisi dengan elemen mesin yang luwes dapat
digolongkan atas transmisi sabuk, transmisi rantai dan transmisi kabel atau tali.
Transmisi sabuk dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Sabuk rata di pasang pada puli silinder dan meneruskan momen antara dua poros
yang jaraknya dapat sampai 10 m dengan perbandingan putaran antara 1/1 sampai
6/1.
2. Sabuk dengan penampang trapesium dipasang pada puli dengan alur dan
meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat mencapai 5 m dengan
perbandinga putaran antara 1/1 sampai 7/1.
3. Sabuk dengan gigi yang digerakan secara tepat dengan perbandingan antara 1/1
sampai 6/1.

ELEMEN MESIN 40
Made (2005) menyatakan sabuk penggerak datar memberikan fleksibel,
menyerap hentakan, pemindahan kekuatan yang efisien pada kecepatan tinggi,
tahan tehadap kikisan panas dan harganya murah. Selain itu sabuk datar ini juga
dapat dipakai pada puli yang kecil. Kelemahan dari sabuk ini adalah karena sabuk
ditentukan untuk tekanan yang tinggi, maka menyebabkan beban yang besar bagi
batalan .
Adapun tipe dari sabuk penggerak datar ini yaitu :
1. Sabuk terbuka
Sabuk ini digunakan untuk menghubungkan dua poros sejajar dan berputar dengan
arah yang sama. Jika jarak diantara kedua sumbu besar, maka sisi kencang sabuk
ditempatkan pada bagian bawah.

2. Sabuk silang
Sabuk ini digunakan untuk dua poros sejajar dengan putaran berlawanan arah.
Untuk menghindari sobekan keausan, jarak kedua poros maksimum 20b, dimana b
adalah lebar sabuk dengan kecepatan di bawah 15 (m/s2).

3. Sabuk perempatan putaran


Sabuk perempat putaran digunakan pada poros yang tegak lurus dan berputar pada
satu arah tertentu. Jika dikehendaki arah lain maka perlu puli pengarah. Untuk
mencegah lepasnya sabuk, lebar bidang singgung puli harus lebih besar atau sama
dengan 1,4 lebar sabuk.

4. Sabuk dengan puli pengencang


Sabuk ini digunakan pada poros sejajar dengan sudut kontak kecil pada puli kecil.

5. Sabuk kompon
Digunakan untuk meneruskan daya dari poros satu ke poros lainnya melalui
beberapa puli.

6. Sabuk dengan puli pelepas

ELEMEN MESIN 41
Sabuk ini digunakan jika dikehendaki menghentikan atau menjalankan poros mesin
tanpa mempengaruhi puli penggerak. Puli yang dipasak pada poros mesin dan yang
berputar pada kecepatan sama poros mesin disebut test pulley. Puli yang berputar
bebas disebut a loose pulley. Daya rencana dihitung dengan mengalikan daya yang
akan diteruskan dengan factor koreksi.

Tabel 2.2 Macam – macam Sabuk V Gilir

(Sumber : Sularso 1978:187)

Berbagai macam sabuk transmisi daya yaitu:


a. Sabuk V standar (berlapis tunggal dan banyak), murah dan pasaranya murah,
digunakan untuk mesin-mesin industri umum. Batas temperatur sampai 600 C.
b. Sabuk V unggul (berlapis tunggal dan banyak). Tahan panas, minyak, dan listrik
statis, kekuatan tinggi. Untuk tugas berat dan jumlah sabuk sedikit. Batas
temperatur sampai 900 C.
c. Sabuk V penampang pendek. Tahan lenturan dan kecepatan tinggi. Untuk
otomobil dan puli dengan diameter kecil. Batas temperatur sampai 900 C.

ELEMEN MESIN 42
d. Sabuk V tugas ringan (tipe L). Tahan lenturan dan kecepatan tinggi. Untuk
mesin-mesin pertaanian. Puli penegang pada keliling luar sabuk dapat dipakai.
Batas temperatur sampai 600 C (untuk temperatur lebih dari 600 C lebih baik
dipakai sabuk V unggul).
e. Sabuk V sempit dapat mentransmisikan daya besar, untuk mesin-mesin industri
umum. Batas temperatur sampai 900 C.
f. Sabuk V sudut lebar untuk transmisi kecepatan tinggi dan daya besar dengan puli
kecil dan sempit. Untuk otomobil, batas temperatur sampai 800 C.
g. Sabuk V putaran variabel, tahan lenturan dan tekanan samping. Untuk penurun
putaran variabel. Batas temperatur sampai 900 C.
h. Sabuk gigi penampang pendek, tahan lenturan dan kecepatan tinggi. Untuk
otomobil besar, batas temperatur sampai 900 C.
i. Sabuk segi enam untuk menggerakan poros banyak. Untuk mesin pertanian dan
mesin industri. Batas temperatur sampai 600 C.
j. Sabuk bergigi (sabuk gilir) tidak slip, dapat dipakai untuk penggerak sinkron.
Untuk komputer, mesin perkakas, otomobil, dsb. Batas temperatur sampai 800 C.
k. Sabuk berusuk banyak, dapat menghasilkan putaran dengan kecepatan sudut
yang hampir tetap. Untuk mesin perkakas, batas temperatur sampai 800 C.
l. Sabuk berlapis kulit dan nilon, untuk transmisi putaran tinggi dan jarak poros
tetap. Untuk mesin kertas, mesin tekstil, dsb. Batas temperatur sampai 800 C.

2.3 Parameter Sabuk


A. Transmisi sabuk V
Sularso (1987) menyatakan transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan
poros-poros yang sejajar dengan putaran yang sama. Dibandingkan dengan
transmisi roda gigi atau rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk
mempertinggi daya yang ditransmisikan dapat dipakai beberapa sabuk-V yang
dipasang sebelah-menyebelah. Jarak sumbu poros harus sebesar 1,5 – 2 kali
diameter puli besar.

ELEMEN MESIN 43
Tabel 2.3 Ukuran Puli -V
Diameter
nominal
Penampang (diameter
sabuk –V lingkaran Α(0) W* L̥ K K ̥ e F
jarak
bagi dp)
A 71-100 34 11,95 9,2 4,5 8,0 15,0 10,0
B 125-160 34 15,86 12,5 5,5 9,5 19,0 12,5
C 200-250 34 21,18 16,9 7,0 12,0 25,5 17,0
D 355-450 36 30,77 24,6 9,5 15,5 37,0 24,0
E 500-630 36 36,95 28,7 12,7 19,3 44,5 29,0
(Sumber : Sularso 1978 : 166)

Putaran puli penggerak dan yang digerakkan berturut-turut adalah n1 (rpm)


dan n2 (rpm), dan diameter nominal masing-masing adalah dp (mm) dan Dp (mm)
serta perbandingan putaran U dinyatakan dengan n2/n1 atau dp/Dp. Karena sabuk-
V biasanya dipakai untuk menurunkan putaran, maka perbandingan yang umum
dipakai ialah perbandingan reduksi i (i > 1) dimana:

ELEMEN MESIN 44
ELEMEN MESIN 45
Tabel 2.4 Panjang Sabuk V Standar

(Sumber : Sularso 1978 : 168)

ELEMEN MESIN 46
Kecepatan linier sabuk V adalah

Jarak sumbu poros dan panjang keliling ssabuk berturut-turut adalah C (mm) dan
L (mm).

Dalam perdagangan terdapat bermacam-macam ukuran sabuk. Namun


mendapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan umumnya
sukar. Jarak sumbu poros C dapat dinyatakan sebagai berikut:

Sularso (1978) menyatakan sudut lilit atau sudut kontak θ dari sabuk pada
alur puli penggerak harus diusahakan sebesar mungkin untuk memperbesar panjang
kontak antara sabuk dan puli. Gaya gesekan berkurang dengan mengecilnya θ
sehingga menimbulkan slip antara sabuk dan puli. Jika jarak poros adalah pendek
sedangkan perbandingan reduksinya besar, maka sudut kontak dan puli kecil (puli
penggerak akan menjadi kecil). Dalam hal ini dapat di pakai sebuah puli penegang
untuk memperbesar sudut kontak tersebut.
Bila sabuk dalam keadaan diam atau tidak meneruskan momen, maka
tegangan di seluruh panjang sabuk adalah sama. Tegangan ini disebut tegangan
awal. Bila sabuk mulai bekerja meneruskan momen, tegangan akan bertambah pada
sisi tarik (bagian panjang sabuk yang menarik) dan berkurang pada sisi kendor
(bagian panjang sabuk yang tidak menarik).

ELEMEN MESIN 47
Setiap produsen sabuk mempunyai katalog yang berisi daftar untuk memilih
sabuk. tabel dibawah ini menunjukan kapasitas dari daya yang ditransmisikan untuk
satu sabuk bila dipakai puli dengan diameter minimum yang dianjurkan.
Tabel 2.5 Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk sabuk tunggal (kW)

(Sumber : Sularso 1987:172)


Sabuk V sempit akan menjadi lurus pada kedua sisinya bila dipasang pada
alur puli. Dengan demikan akan terjadi kontak yang merata dangan puli sehingga
keausan pada sisinya dapat dihindari.
Tabel 2.6 Kapasitas daya yang ditransmisikan sabuk V sempit tunggal (kW)

(Sumber : Sularso 1987 : 173)


Persamaan-persamaan diatas hanya sesuai untuk sudut kontak θ = 1800.
Untuk perbandingan reduksi yang besar dan sudut kontak lebih kecil dari 1800
menurut perhitungan dengan rumus, kapasitas daya yang diperoleh harus dikalikan
dengan faktor koreksi yang bersangkutan Kθ. Besarnya sudut kontak diberikan oleh:

ELEMEN MESIN 48
Sularso (1978) menyatakan untuk dapat memelihara tegangan yang cukup
dan sesuai pada sabuk, jarak poros puli harus dapat disetel kedalam maupun ke luar.
Daerah penyetelan untuk masing-masing penampang sabuk diberikan. Tegangan
sabuk dapat diukur dengan timbanga di manaa sabuk ditarik pada titik tengah antara
kedua puli. Jika beban untuk melenturkan sabuk sebesar 1,6 (mm) setiap 100 (mm)
jarak bentangan terletak antara harga maksimum dan minimum yang diberikan,
maka besarnya tegangan sabuk dianggap sesuai.
Jika transmisi sabuk dilengkapi dengan puli pengikut untuk memelihara
tegangan sabuk, maka puli ini harus dipasang di sebelah dalam dari sisi kendor
dekat pada puli besar. Dipandang dari segi ketahanan sabuk, dianjurkan untuk tidak
menekan sabuk dari sebelah luarnya.
Sularso (1978) menyatakan sudut antara kedua sisi penampang sabuk yang
dianggap sesuai adalah sebesar 30 sampai 40 derajat. Semakin kecil sudut ini,
gesekan akan semakin besar karena efek baji, sehingga perbandingan tarikan F1/F2
akan lebih besar. Namun demikian kadang-kadang sudut yang kecil pada sabuk
sempit atau sabuk standar dapat menyebabkan terbenamnya sabuk kedalam alur
puli. Akhir-akhir ini dalam perdagangan diperkenalkan sabuk V dengan sudut lebar,
yaitu 60 derajat. Untuk sabuk ini dipakai bahan dengan perpanjangan yang kecil
untuk memperbaiki sifat buruk di atas. Tetapi dengan kondisi semacam ini, gesekan
dan perbandingan tarikan yang dicapai menjadi lebih rendah.
Sifat penting dari sabuk yang perlu diperhatikan adalah perubahan bentuknya
karena tekanan samping, dan ketahanan terhadap panas. Bahan yang biasa dipakai
adalah karet alam atau sintetis. Pada masa sekarang, telah banyak dipakai karet
neopren. Sebagai inti untuk menahan tarikan terutama dipergunakan rayon yang
kuat. Tetapi akhir-akhir ini pemakaian inti tetoron dapat dapat mengerut pada waktu
pendinginan, sehingga perlu proses khusus untuk memperbaikinya. Ada juga proses
yang membiarkan pengerutan tersebut dengan perhitungan bahwa pada waktu
dipakai kerja, sabuk akan menjadi panas dan memulihkan bentuknay ke keadaan

ELEMEN MESIN 49
semula. Pada umumnya puli dibuat dari besi cor kelabu FC20 atau FC30. Untuk
puli kecil dipakai konstruksi plat karena lebih murah.

B. Transmisi Sabuk Gilir


Sularso (1978) menyatakan transmisi sabuk gilir yang bekerja atas dasar
gesekan belitan mempunyai beberapa keuntungan karena murah harganya,
sederhana konstruksinya, dan mudah untuk mendapatkan perbandingan putaran
yang diinginkan. Transmisi tersebut telah digunakan dalam semua bidang industri,
seperti mesin-mesin pabrik, otomobil, mesin pertanian, alat kedokteran, mesin
kantor, alat-alat listrik. Namun demikian, transmisi sabuk tersebut mempunyai
kekurangan dibandingkan dengan transmisi rantai dan roda gigi, yaitu karena
terjadinya slip antara sabuk dan puli. Karena itu macam transmisi sabuk biasa tidak
dapat dipakai bila mana dikehendaki putaran tetap atau perbandingan transmisi
yang tetap. Akhir-akhir ini telah dikembangkan macam sabuk yang dapat mengatasi
kekuranga tersebut, yaitu “sabuk gilir” (timing belt).
Sabuk gilir dibuat dari bahan karet neopron atau plastik poliuretan sebagai
bahan cetak, dengan inti dari serat gelas atau kawat baja, serta gigi-gigi yang dicetak
secara teliti di permukaan sebelah dalam dari sabuk. karena sabuk gilir dapat
melakukan transmisi mengait seprti pada roda gigi atau rantai, maka gerakan
dengan perbandingan putaran yang tetap dapat diperoleh.
Untuk meneruskan beban berat atau untuk kondisi kerja pada temperatur
tinggi (sampai 1200 C), lingkungan asam, basa, atau lembab, dapat dipakai sabuk
dari karet neopron. Sabuk poliuretan digunakan untuk transmisi beban ringan,
dengan lingkungan gelas umum dipakai sebagai inti. Jika diperlukan kekuatan
khusus, dapat dipergunakan kawat baja.
Sularso (1987) menyatakan batas maksimum kecepatan sabuk gilir, kurang
lebih 35 (m/s), yang berarti lebih tinggi dari pada sabuk V dan daya yang dapat
ditransmisikan adalah sampai 60 kW. Sabuk gilir dibut dalam dua tipe, yaitu jenis
modul da jenis lingkaran.jarak bagi dinyatakan dalam inch, sedangkan modul dalam
milimeter.
Sabuk dengan gigi yang digerakan dengan sproket pada jarak antara sumbu
poros dapat sampai 2 m dengan penerus putaran secara tepat dengan perbandingan.

ELEMEN MESIN 50
Tabel 2.7 Simbol Standar Puli dan Sabuk
Jenis Penggunaanya Simbol
1. Industri a. Konstrksi berat : A, B, C, D, E, 3V, 5V, 8V
b. Konstruksi ringan : 2L, 3L, 4L, 5L
2. Pertanian HA, HB, HC, HE, HD
3. Otomotif 0,38 inchi, 11 / 16 inchi, 1 inchi
(Sumber : Http://gegar88.blogspot.co.id/2011/07/laporan-elemen-mesin-iii.com)

Tabel 2.8 Tipe, ukuran dan pemakaian sabuk gilir

(Sumber : Sularso 1978:180)

Sularso (1978) menyatakan kapasitas daya yang ditransmisikan untuk


berbagai macam sabuk telah dihitung dan diberika dalam katalog produsen yang
bersangkutan. Bahan puli dan profil gigi harus tahan terhadap tarikan maksimum.
Besi cor kelabu (FC 20-30), paduan sinter dalam kelompok tembaga besi, atau baja
karbon konstuksi mesin, umumya daipakai sebagai bahan puli. Baja rol konstruksi
umum, dapat dipakai untuk puli berukuran besar. Dalam hal ini, baja harus
mempunyai kekerasan lebih dari 50 skala brinel.
Jumlah gigi puli yang terlalu sedikit dapat mengurang umur sabuk. jumlah
minimum yang diizinkan untuk berbagai tipe. Jumlah sudut kontak sabuk adalah θ,

ELEMEN MESIN 51
maka jumlah pasang gigi yang terkait (JGT = Jumlah Gigi Terkait) dapat dihitung
sebagai berikut:
Untuk menjaga agar sabuk tidak bergeser keluar dari puli, salah satu puli
harus diberi flens. Jika poros yang dihubungkan dengan sabuk gilir letaknya tegak,
maka kedua pulinya harus diberi flens. Penggunaan puli sebaiknya dihindari,
kecuali jika memang perlu, karena mengurangi umur sabuk.
Sularso (1978) menyatakan seperti pada sabuk V suatu daerah penyetelan
juga diperlukan, baik kedalam maupun keluar, untuk memudahkan pemasangan,
pembongkaran, dan pengaturantegangan pada waktu operasi.daerah penyetelan
standar kedua arah ΔCi, dan ΔCt. Tegangan yang terlalu besar akan membuat
permukaannya aus dan intinya terkupas keluar, yang selanjutnya akan
memperpendek umurnya. Sebaliknya jika sabuk terlalu kendor sabuk akan bekerja
dengan tumbukan yang terus menerus antara gigi sabuk dan gigi puli. Tegangan
yang sesuai dapat diperoleh dengan menimbang, dimana gaya tarik tertentu (yang
besarnya pada tipe dan lebar sabuk) dikenakan pada tengah-tengah rentangan
sabuk, dan disetel lenturannya sebesar 1,6 mm untuk tiap100 mm panjang
rentangan.

2.4 Rantai
Rantai adalah sebagai pemindah daya dari putaran gear box ke roda, punya
peranan penting pada tunggangan. Makanya pengendara harus kenal lebih jauh
mengenai jenis keberadaan peranti ini. Seperti kode atau angka yang tercetak di
kemasan rantai. Sebagai pemilik motor, harus tahu arti kode itu agar tidak salah
pakai rantai. Kode mengandung arti baik untuk kekuatan ataupun ukuran. Sehingga
tidak salah pilih, juga tahu peruntukannya. Rantai digunakan untuk
mentransmisikan daya dimana jarak kedua poros besardan dikehendaki tidak terjadi
slip. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi, rantai jauh lebih murah akan tetapi
brisik serta kapasitas daya dan kecepatanya lebih kecil .

ELEMEN MESIN 52
Gambar 2.4 Sprockets and chain
(Sumber : https://www.scribd.com/doc/47730081/ELEMEN-MESIN-RANTAI)

Rantai sebagian besar digunakan untuk mengirimkan gerakan dan daya dari
satu poros ke poros yang lain, seperti ketika jarak pusat antara poros pendek seperti
pada sepeda, sepeda motor, mesin pertanian, konveyor, dll dan juga rantai mungkin
dapat juga digunakan untuk jarak pusat yang panjang (sampai 8 meter).
Sularso (1978) menyatakan rantai transmisi daya dipergunakan dimana jarak
poros lebih besar dari pada transmisi roda gigi tetapi lebih pendek dari pada dalam
transmisi sabuk. rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip,
jadi menjamin perbandingan putaran yang tetap. Rantai sebagai transmisi
mempunyai keuntungan-keuntungan seperti : mapu meneruskan daya besar, tidak
memerlukan tegangan awal, keausan kecil pada bantalan dan mudah
memasangnya.transmisi rantai juga memiliki kekurangan yaitu : variasi kecepatan
yang tidak dapat dihindari karena lintasan busur pada sproket yang mengait mata
rantai, suara dan getaran karena tumbukan antara rantai dan dasar kaki gigi sproket,
dan perpanjangan rantai karena keausan pena dan bus yag diakibatkan oleh gesekan
dengan sproket.
Deretan angka yang ada pada kemasan atau kotak rantai roda wajib diketahui
pemilik motor. Total barisan nomor ada 6 yang juga ada di pelat atas rantai. Itu
kode rantai yang artinya panjang dan lebar. Ada juga kode huruf. Ambil contoh
jenis-jenis rantai yang biasa dipakai pada sepeda motor memiliki tipe yaitu ukuran
rantai 415, 420, 428, 428H dan 520. Untuk rantai ddibawah 428 biasanya
diaplikasikan untuk jenis sepeda motor bebek. Sedangkan 428 dan 520
diaplikasikan untuk jenis motor sport.
Ambil contoh kode rantai 428H-104 . Angka yang berada di depan atau angka
4 menunjukan jarak antar pin. Pin bisa disebut selongsong yang menyambung antar
pelat. Satu angka paling depan ada cara hitungannya sendiri. Kalau di depan

ELEMEN MESIN 53
angka 4 berarti 4/8 inci. “Satuan inci dikonversi ke mm. Per delapan itu patokan
internasional,” pasti Mahmud Rosid, ST, Engineering PT FSCM Manufacturing
Indonesia (FMI), produsen rantai roda untuk semua merek
motor di Indonesia. Berikunya angka kedua dan ketiga punya arti jarak antar pelat
dalam. Pelat dalam disebut juga inner plat yang posisinya tepat di bawah pelat atas.
Kedua pelat ini bisa kelihatan langsung pakai mata. Angka 28 berarti jarak lebar
pelat 7,94 mm. Angka itu didapat dari tabel standar rantai. Huruf H artinya high
tension yang perbedaannya di pelat bagian dalam.
Rantai dengan kode H berarti pelat dalamnnya lebih tebal dibanding rantai
tanpa kode H. Karena pelat dalam lebih tebal. Rantai berkode H punya daya tahan
minimum tarikan beban 2,1 ton, sedang kalau tanpa kode H minimum ketahanan
tarikan bebannya 1,70 ton. Angka 104 berarti panjang rantai 104 mata. Panjang
rantai tidak punya satuan. Angka yang menunjukan panjang rantai berarti jumlah
mata rantai tempat masuknya gigi-gigi gir belakang dan depan.
Untuk waktu pengecekan pada rantai misalnya pada rantai kendaraan yaitu
sebenarnya tidak ada batas untuk penggantian, tetapi para mekanik menyarankan
untuk melakukan pemeriksaan pada rantai kendaraan setiap 4000 km. Dengan cara
mencuci rantai terlebih dahulu sebelum dilumasi. Untuk memastikan rantai roda
harus diganti langkahnya dengan melihat kekenduran rantai. Jika sudah melebihi
jarak setelan baut anting-anting tentu harus dilakukan penggantian.

2.5 Macam-macam jenis rantai


Sularso (1978) menyatakan jenis-jenis rantai dibagi menjadi dua macam yaitu
1. Rantai roll adalah jenis rantai yang terdiri atas pena, bus, rol dan plat mata rantai.
Rantai rol dipakai bila diperlukan transmisi positif dengan kecepatan sampai 600
(m/min), tanpa pembatas bunyi dan murah harganya. Rantai dengan rangkaian
tunggal adalah yang paling banyak dipakai. Rangkaian banyak, seperti dua atau tiga
rangkaian dipergunakan untuk transmisi beban berat.

ELEMEN MESIN 54
Gambar 2.5.1 Rantai roll
(Sumber : https://www.scribd.com/doc/47730081/ELEMEN-MESIN-RANTAI)

Berikut ini adalah beberapa keuntungan dan kelemahan dari rantai roll :
a. Keuntungan
1. Tidak memerlukan tegangan awal
2. Keasusan kecil pada bantalan
3. Pemasangan mudah
4. Mampu meneruskan daya besar karena kekuatannya yang besar.

b. Kelemahan
1. Variasi kecepatan yang tak dapat dihindari karena lintasan busur pada sproket
yang mengait mata rantai
2. Suara dan getaran karena tumbukan antara rantai dan dasar kaki gigi sproket
3. Perpanjangan rantai karena keausan pena dan bus yang diakibatka oleh gesekan
dengan sproket
4. Tak dapat dipakai untuk kecepatan tinggi

ELEMEN MESIN 55
2. Rantai gigi

Gambar 2.6 Rantai Gigi


(Sumber : https://www.scribd.com/doc/47730081/ELEMEN-MESIN-RANTAI)

Sularso (1978) menyatakan ada dua macam rantai gigi yang pertama adalah
rantai Reynold adalah dimana rantai plat mata rantai rangkap banyak dengan profil
khusus dihubungkan dengan pena silindris dan bus yang terbelah. Yang kedua
adalah rantai rantai HY-VO dari morse dimana dua buah pena disebut pena
sambungan kunci yang mempunyai permukaan cembung dan cekung dipasang
sebagai pengganti pena silindris. Pena yang mempunyai permukaan cekung
dipasang pada plat mata rantai yang satu pada yang lain.

2.6 Parameter rantai


a. Rantai roll
Sularso (1978) menyatakan dengan kemajuan teknologi yang terjadi akhir-
akhir ini, kekuatan rantai semakin meningkat. Hasil penelitian terakhir
menunjukkan bahwa suatu daerah yang dibatasi oleh dua kurva, yaitu kurva batas
ketahanan terhadap tumbukan antara rol dan bus, dan kurva batas las (galling)
karena kurang pelumasan antara pena dan bus, adalah sangat penting untuk
menentukan kapasitas rantai. Kurva kapasitas baru yang diperoleh berbentuk
seperti tenda, sehingga disebut kurva tenda. Untuk memudahkan pemilihan, kurva
tenda tersebut diberi nama menurut nomor rantai dan jumlah gigi sproket, dengan
putaran (rpm), sproket sebagai sumbu mendatar dan kapasitas transmisi sebagai
sumbu tegak.

ELEMEN MESIN 56
Sproket rantai dibuat dari baja karbon untuk ukuran kecil, dan besi cor atau
baja cor untuk ukuran besar. Untuk perhitungan kekuatannya belum ada cara yang
tetap seperti pada roda gigi. Adapun bentuknya telah distandarkan. Daya yang akan
ditransmisikan (kW), putaran poros penggerak dan yang digerakkan (rpm), dan
jarak sumbu poros kira-kira (mm), diberikan lebih dahulu. Daya yang di
transmisikan perlu dikoreksi menurut mesin yang akan digerakkan dan penggerak
mulannya, dengan faktor koreksi.
Sularso (1978)Momen lentur akan selalu terjadi pada poros. Karena itu
periksalah kekuatan lentur poros bila diameternya telah diberikan. Dengan
menggunakan putaran (rpm) dari poros yang berputaran tinggi dan daya yang telah
dikoreksi (kW), carilah nomer rantai dan jumlah gigi sproket kecil yang sesuai.
Jumlah gigi ini sebaiknya merupakan bilangan ganjil dan lebih dari 15. Jumlah gigi
minimum yang diijinkan adalah 13 jumlah gigi untuk sproket besar juga dibatasi,
maksimum 114 buah. Perbandingan putaran dapat diijinkan sampai 10/1. Sudut
kontak antara rantai dan sproket kecil harus lebih besar dari 1200.

Tabel 2.9 ukuran rantai rol


Nomor Jarak Diameter Lebar Plat mata rantai Diameter
rantai bagi P rol R rol W pena D
Tebal T Lebar H Lebar h
40 12,70 7,94 7,95 1,5 12,0 10,4 3,97

Nomor Jarak Diameter Lebar Plat mata rantai Diameter


rantai bagi P rol R rol W Tebal T Lebar H Lebar h pena D
60 19,05 11,91 12,70 2,4 18,1 15,6 5,96

Nomor Jarak Diameter Lebar Plat mata rantai Diameter


rantai bagi P rol R rol W Tebal Lebar Lebar pena D
T H h
50 15,875 10,16 9,53 2,0 15,0 13,0 5,09

(Sumber: Sularso 1978:192 dan 193)

ELEMEN MESIN 57
Tabel 2.10 Faktor koreksi f
Tumbukan Penggerak Motor Motor torak
Pemakaian listik atau Dengan Tanpa
turbin trasmisi transmisi
hidrolik hidrolik
Transmisi Konveyor sabuk dan
halus rantai dengan variasi 1,0 1,2 1,2
beban kecil pompa
sentrifugal dan blower,
mesin tekstil umum,
mesin industri umum
dengan variasi beban
kecil
Tumbukan Kompresor sentrifugal,
sedang propeler konveyor 1,3 1,2 1,4
dengan sedikit variasi
beban, tanur otomatis,
pengering, penghancur,
mesin perkakas umum,
alat alat besar umum,
alat kertas umum
Tumbukan Pres, penghancur,
berat mesin pertambangan, 1,5 1,4 1,7
bor minyak bumi,
penvampur karet, rol,
mesin penggentar,
mesin mesin umum
dengan putaran dapat
dibalik atau beban
tumbukan

(Sumber : Sularso 1978:196)

ELEMEN MESIN 58
b. Rantai Gigi
Sebagai hasil dari penelitian khusus bahan sambungan kunci diberi perlakuan
panas sehingga permukaan yang relatif kecil itu dapat menahan tekanan besar dari
kontak gelinding, beban maksimum yang diizinkan untuk rantai HY-VO diambil
lebih kecil dari 1/3 kali batas kekuatan rata-ratanya Fa (kg). Harga ini harus semakin
diperkecil pada kecepataan yang semakin tinggi. Pada rantai konvensionil besar
faktor keamanan (faktor keamanan lama) diambil lebih dari 50. Beban maksimum
yang diizinkan Fsa (kg) diberikan oleh persamaan :
Fsa = 1,06p . Wb (kg)
Dimana p = jarak bagi rantai (mm) dan Wb = lebar rantai (mm)

Tabel 2.11 Ukuran utama dan kekuatan rantai gigi (rantai HY-VO)

(Sumber : Sularso 1978:202)


Sularso (1978) menyatakan persamaan untuk kecepataan rantai adalah sama
dengan pada rantai nol. Jika berat rantai untuk setiap satuan panjang adalah w

(kg/mm) maka besarnya gaya tarik pada rantai karena sentrifugal saja adalah
(w/g)(v/60)2 (kg) jadi beban rantai terdiri atas beban tarikan untuk trasmisi daya
ditambah tarikan atau tegangan karena gaya sentrifugal tetapi dengan dipakainya
faktor keamanan yang cukup besar, beban tambahan karena gaya sentrifugal
tersebut tidak perlu diperhitungkan.

ELEMEN MESIN 59
Beban kerja yang diperoleh dari persamaan harus memenuhi syarat berikut ini.
F≦Fsa=Fb/Sfe

Tabel 2.12 kapasitas daya yang ditranmisikan P o pada awal gigi (kW setiap 25,4 mm lebar
rantai)

(Sumber : 1978:203)

Sularso (1978) menyatakan jarak sumbu poros maksimum yang diizinkan


adalah 60 kalijarak bagi rantai dan besarnya sudut kontak harus lebih besar dari
1200. Jumlah maksimum gigi spoket adalah 21, namun jumlah dalam anhka ganjil
seperti 27 adalah lebih baik. Perbandingan putaran ditentukan oleh jarak sumbu
poros dan sumbu kontak. Untuk menghitung panjang rantai dapat dipergunakan
persamaan dari rantai rol. Hasil perhitungan dibulatkan keatas menjadi bilangan
genap yang menyatakan jumlah mata rantai dengan memakai harga ini untuk L
(jumlah mata rantai) Cp dapat dihitung dengan persamaan.
Jarak sumbu poros untuk rantai gigi harus lebih tepat dari pada rantai roll dan
dapat dihitung dengan menggunakan faktor koreksi K menurut persamaan berikut :
𝐶𝑝 𝑋 𝑃
𝐶= 𝐾

Kekendoraan yang diizinkan adalah kurang dari 2(%) dari jarak rentang rantai
susunan poros yang dianggap baik adalah seperti pada rantai rol.
Cara pelumasaan pada umumnya menggunakan pelumasaan celup untuk
kecepataan kurang dari 600 (m/min) dari pelumasaan pompa untuk kecepataan
rantai lebih dari 600 9m/min) bahan pelumasaan harus mempunyai mutu baik
seperti minyak turbin yang diberikan xat pencegahan oksidasi atau karat dan
mempunyai viskositas lebih rendah dari pada minyak turbin untuk rantai rol.

ELEMEN MESIN 60
Sebagai patkan SAE 10 (43 cSt, 200 SUS pada 37,80 C) untuk tramisi pada
temperatur normal, pada SAE 20 (65 cSt, 300 SUS pada 37,80 C) untuk temperatur
30 sampai 600C.
Bila pusat-pusat lengkungan sambungan kunci saling dihubungkan dalam
keadaan rantai sedang membelit sproket akan berbentuk sebuah segi banyak. Garis-
garis yang menghubungkan pusat-pusat lengkungan sambungan kunci disebut garis
dasar rantai, yang merupakan dasar dari analisa gerakan rantai. Jika diameter jarak
bagi didefinisikan sebagai 2 kali jarak antara titik sudut segi banyak dan pusatnya.

ELEMEN MESIN 61
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada Bab II telah dipaparkan secara rinci penjelasan tentang: Sabuk dan
rantai, sabuk penggerak adalah suatu peralatan dari mesin yang bekerjanya
berdasarkan dari gesekan. Dan rantai adalah roda bergerigi yang yang berpasangan
dengan rantai, tarack atau benda panjang yang bergerigi lainnya. Berdasarkan dari
pembahasan tersebut dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut.
a) Sabuk dan rantai adalah merupakan komponen yang terpenting yang ada di dalam
sebuah sepeda motor untuk alat penggeraknya.
b) Sabuk dan rantai mempunyai berbagai macam-macam jenis dan fungsi yang
berbeda-beda sesuai kegunaannya.
c) Sabuk dan rantai juga mempunyai beberapa jenis parameter sesuai dengan
kegunaannya.

3.2 Saran
Berdasarkan pada simpulan yang dikemukakan di atas, ada sejumlah saran
yang perlu disampaikan kepada pembaca untuk mengetahui apa kegunaan dari
sabuk dan rantai, macam-macamnya dan juga parameter sabuk dan rantai.

ELEMEN MESIN 62
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

ELEMEN MESIN 63
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makna sambungan yang difahami dalam bidang pemesinan, tidak jauh
berbeda dengan apa yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
menghubungkan antara satu benda dengan lainnya. Sebagaimana yang diketahui,
manusia tidak dapat memproduksi sesuatu dalam sekali kerja. Hal ini tidak lain
karena keterbatasan manusia dalam menjalani prosesnya. Makanya benda yang
dibuat manusia umumnya terdiri dari berbagai komponen, yang dibuat melalui
proses pengerjaan dan perlakuan yang berbeda. Sehingga untuk dapat
merangkainya menjadi sebuah benda utuh, dibutuhkanlah elemen penyambung.
Menilik fungsinya, elemen penyambung sudah pasti akan ikut mengalami
pembebanan saat benda yang dirangkainya dikenai beban. Ukurannya yang lebih
kecil dari elemen yang disambung mengakibatkan beban terkonsentrasi padanya.
Efek konsentrasi beban inilah yang harus diantisipasi saat merancang sambungan,
karena sudah tentu akan bersifat merusak.
Ada dua macam sambungan yang dikenal secara umum yaitu sambungan tidak
tetap dan sambungan tetap. Sambungan tidak tetap antara lain pengelasan, paku
rivet, dan solder, sementara sambungan tidak tetap yaitu mur, baut, dan pasak.
Sementara makalah ini dibuat berfokuskan pada sambungan mur dan baut.
Sistem sambungan dengan menggunakan Mur & Baut termasuk sambungan
yang dapat dibuka tanpa merusak bagian yang disambung serta alat penyambung
ini sendiri. Penyambungan dengan mur dan baut ini paling banyak digunakan
sampai saat ini, misalnya sambungan pada konstruksi dan alat pemesinan. Bagian–
bagian terpenting dari mur dan baut adalah ulir.
Ulir adalah suatu yang diputar disekeliling silinder dengan sudut kemiringan
tertentu. Bentuk ulir dapat terjadi bila sebuah lembaran berbentuk segitiga digulung
pada sebuah silinder. Dalam pemakaiannya ulir selalu bekerja dalam pasangan
antara ulir luar dan ulir dalam. Ulir pengikat pada umumnya mempunyai profil
penampang berbentuk segitiga sama kaki . Jarak antara satu puncak dengan puncak
berikutnya dari profil ulir disebut jarak bagi (P).

ELEMEN MESIN 64
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari sambungan?
2. Apa saja macam-macam sambungan?
3. Apa yang dimaksud sambungan tidak tetap?
4. Apa yang dimaksud mur?
5. Apa yang di maksud baut?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari sambungan.
2. Mengetahui macam-macam sambungan.
3. Mengetahui pengertian sambungan tidak tetap.
4. Mengetahui pengertian mur dan baut.

ELEMEN MESIN 65
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sambungan
Mesin atau konstruksi terdiri dari beberapa bagian, yang mana bagian yang
satu dengan yang lain akan dihubungkan. Salah satu cara untuk menghubungkan
suku bagian-suku bagian tersebut adalah dengan cara memberikan sambungan.
Sambungan adalah hasil dari penyatuan beberapa bagian atau konstruksi dengan
menggunakan suatu cara tertentu.
2.2 Macam - Macam Sambungan
a. Sambungan Tetap
Adalah sambungan yang hanya dapat dilepas dengan cara merusaknya.
Contohnya: sambungan keling dan sambungan las.
b. Sambungan Paku Keling
Paku keling adalah batang silinder pendek dengan sebuah kepala di bagian
atas, silinder tengah sebagai badan dan bagian bawahnya yang berbentuk kerucut
terpancung sebagai ekor, seperti gambar di bawah. Konsruksi kepala (head) dan
ekor (tail) dipatenkan agar permanen dalam menahan kedudukan paku keling
pada posisinya. Badan (body) dirancang untuk kuat mengikat sambungan dan
menahan beban kerja yang diterima benda yang disambung saat berfungsi.
c. Sambungan Las
Mengelas adalah menyambung dua bagian logam dengan cara
memanaskan sampai suhu lebur dengan memakai bahan pengisi atau tanpa
bahan pengisi. Sistem sambungan las ini termasuk jenis sambungan tetap
dimana pada konstruksi dan alat permesinan, sambungan las in i sangat
banyak digunakan.
d. Sambungan tidak tetap
Adalah sambungan yang dapat kita lepas dan dapat kita bongkar tanpa
merusak sesuatu. Contohnya sambungan mur, baut, sambungan pasak, dan
sambungan pena.
2.2.1 Pengertian Ulir pada Sambungan Mur dan Baut
Sambungan ulir adalah sambungan yang menggunakan kontruksi ulir untuk
mengikat dua atau lebih komponen permesinan. Sambungan Ulir merupakan jenis
dari sambungan semi permanen (dapat dibongkar pasang). Sambungan ulir

ELEMEN MESIN 66
digunakan pada sambungan yang tidak permanen.
Ulir disebut tunggal atau satu jalan bila hanya satu jalur yang melilit silinder,
dan disebut 2 atau 3 jalan bila ada 2 atau 3 jalur. Jarak antara puncak-puncak yang
berbeda satu putaran dari satu jalur disebut kisar. Kisar pada ulir tunggal kisar pada
ulir tunggal adalah sama dengan jarak baginya, sedangkan untuk ulir ganda dan
tripal besarnya kisar berturut–turut sama dengan dua kali atau tiga kali jarak
baginya. Ulir juga dapat berupa ulir kanan dan ulir kiri, dimana ulir kanan bergerak
maju bila diputar searah jarum jam sedangkan ulir kiri diputar searah jarum jam
akan bergerak mundur.Pada gambar dibawah ini diperlihatkan bentuk ulir kanan,
ulir kiri, ulir tunggal, ganda dan ulir tripal.

Gambar 2.1 Jenis ulir


(Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)

Pada saat ini ulir yang terdapat didalam perdagangan, ada dua standard yang dipakai
yaitu:
a. Standard British Witworth
Merupakan ulir segitiga dengan sudut puncak 55° dan keseluruhan dimensi
dalam satuan british (inchi). Simbol dari ulir ini adalah "W", contohnya W ⅜" x 20
TPI adalah ulir whitworth dengan diameter ⅜" dan terdapat 20 Thread per Inch
(jumlah puncak ulir tiap jarak 1 inchi).

ELEMEN MESIN 67
Tabel 2.1 : Standard British Witworth

b. Standard Metris (SI)


Merupakan ulir segitiga dengan sudut puncak 60° dan keseluruhan dimensi
dalam satuan metris. Simbol dari ulir ini adalah "M" contohnya M8 x 1,25 adalah
ulir metris dengan diameter 8 mm dan pitch 1,25 mm

ELEMEN MESIN 68
Tabel 2.2 : Standard Metris (SI)

ELEMEN MESIN 69
Tabel 2.3 : Ulir dan Baut

ELEMEN MESIN 70
2.2.2 Sambungan Baut
Sambungan baut merupakan sambungan yang paling sederhana dan paling
tua dari sambungan konstruksi mesin. Sambungan ini dilakukan dengan cara suatu
pasal melintang atau baut dipasang pada suatu lubang, yang menembus masuk
bagian konstruksi yang disambung.
Baut adalah suatu batang atau tabung dengan alur heliks pada permukaannya.
Penggunaan utamanya adalah sebagai pengikat (fastener) untuk menahan dua
obyek bersama, dan sebagai pesawat sederhana untuk mengubah torsi (torque)
menjadi gaya linear. Baut dapat juga didefinisikan sebagai bidang miring yang
membungkus suatu batang. Sambungan skrup/baut dan mur merupakan sambungan
yang tidak tetap artinya sewaktu-waktu sambungan ini dapat dibuka.
Gambar 2.2 Baut dan Mur
(Sumber:

https://www.scribd.com/document_downloads/direct/236449231?extension=pdf&ft=1477429208
&lt=1477432818&user_id=332242808&uahk=3CIZuQ7YeQ+JArHYI0ZFFp80KZshtml)

Baut, mur dan screw mempunyai ulir sebagai pengikat. Ulir digolongkan
menurut bentuk profil penampangnya diantaranya: ulir segitiga, persegi, trapesium,
gigi gergaji dan bulat. Baut, mur dan screw digolongkan menurut bentuk kepalanya
yakni segi enam, soket segi enam dan kepala persegi.

Bila ditijau dari segi penggunaannya baut dapat dibedakan terdiri dari:
1. Baut penjepit yang terdiridari 3 macam:
a. Baut biasa (baut tembus) c. Baut tap
b. Baut tanam

ELEMEN MESIN 71
Gambar 2.3 Baut Penjepit
(Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)

2. Baut untuk pamakaian khusus


a. Baut Pondasi, yang digunakan untuk memasang mesin atau bangunan pada
pondasinya.
b. Baut Penahan, untuk menahan dua bagian dalam jarak yang tetap.
c. Baut Mata atau Baut Kait, untuk peralatan kaitan mesin pengangkat.
d. Baut T, untuk mengikat benda kerja atau peralatan pada meja yang dasarnya
mempunyai alur T.
e. Baut Kereta, dipakai pada kendaraan.

Gambar 2.4 Macam-macam baut untuk pemakaian khusus


(Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur)

ELEMEN MESIN 72
3. Sekrup dengan bermacam-macam bentuk kepala

Gambar 2.5 Skrup dengan bermacam-macam bentuk kepala


(Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)

a) Macam kepala bulat alur silang


b) Macam kepala beralur lurus
c) Macam panci
d) Macam kepala rata alur silang
e) Macam kepala lonjong

4. Sekrup Penetap
Sekrup penetap ini, digunakan untuk menetepkan naf pada porosnya, sedang
bentuk ujungnya disesuaikan dengan penggunaannya

ELEMEN MESIN 73
Gambar 2.6 Srup penetap
(Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)

2.2.2.2 Sambungan Mur


Pada umumnya mur mempunyai bentuk segienam, tetapi untuk pemakaian
khusus dapat dipakai mur dengan bentuk bermacam-macam, misalnya mur bulat,
mur flens, mur tutup, mur mahkota, dan mur kuping.

Gambar 2.7 Srup penetap


(Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)

ELEMEN MESIN 74
2.2.2.3 Pemilihan Mur dan Baut
Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting, untuk
mencegah timbulnya kerusakan pada mesin. Pemeilihan baut dan mur sebagai alat
pengikat, harus disesuaikan dengan gaya yang mungkin akan menimbulkan baut
dan mur tersebut putus atau rusak. Dalam perencanaan baut dan mur, kemungkinan
kerusakan yang mungkin timbul yaitu:

Gambar 2.8 Kerusakan pada baut


(Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)

a. Putus karena mendapat beban tarikan


b. Putus karena mendapat beban puntir
c. Putus karena mendapat beban geser
d. Ulir dari baut dan mur putus tergeser

Kemungkinan gaya-gaya yang bekerja pada baut dan mur:


1. Beban statis aksial murni
2. Beban aksial, bersama dengan puntir
3. Bebangeser
4. Beban tumbukan aksial

1. Bila ditinjau untuk baut, mendapat pembebanan statis murni


σt = F/A
dimana luas penampang kemungkinan putus adalah penampang terkecil (dc) maka:
A = π/4 dc² → σt = 4F/ π dc²
Umumnya diameter terkecil = 0,8x diameter terbesar dari ulir luar:
dc = 0,8 d

ELEMEN MESIN 75
2. Bila tinjau kemungkinan putus terpuntir, waktu mengunci baut tersebut:
T/J = τp /r = GO / L → T = J/r τp;
dimana: J = π/32 .
r = ½ d.c

3. Kemungkinan putus tergeser dimana baut tersebut akan putus tergeser di


sebabkan gaya atau tergeser (gambar) tergeser di f1 f2

Gambar 2.9 Kerusakan pada baut


(Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)

ELEMEN MESIN 76
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sambungan pada
elemen mesin ada dua jenis yaitu sambungan tetap dan sambungan tidak tetap. Pada
sambungan tetap terdapat sambungan Pengelasan, rivet dan solder, sementara pada
sambungan tidak tetap terdapat sambungan mur baut, dan sambungan pasak.
Pada sambungan mur dan baut umumnya terdapat ulir yang berbentuk segi tiga
digulung pada sebuah silinder. Dalam pemakaiannya, ulir selalu bekerja dalam
pasangan antara ulir luar dan dalam.
Dalam pemilihan pada mur dan baut perlu diperhatikan seperti sifat gaya yang
bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan bahan, kelas ketelitian, dll. Gaya-gaya yang
terjadi pada baut dapat berupa beban statis aksial murni, beban geser, beban tumbukan
aksial, dll.

ELEMEN MESIN 77
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

ELEMEN MESIN 78
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peran gear dalam kendaraan maupun dunia industry sangat penting dalam
menghubungkan atau meneruskan putaran daya yang dihasilkan dari proses energy
kinetic menjadi energy mekanik. sehingga dengan kemajuan teknologi ,ilmu
pengetahuan dan pertumbuhan penduduk maka tak hentinya manusia
mengembangkan teknologi baru yang berbagai macam tipe dan lebih modern.
Pengembangan teknologi roda gigi sangat dibutuhkan untuk mengimbangi
pertumbuhan teknologi, terutama sekali mesin yang ada kaitannya dengan transmisi
roda gigi. Hal ini dapat dilihat pada pengembangan sistem pengoperasian roda gigi
yang dimulai dengan sistem pengoperasian yang manual, semi otomatis dan
otomatis.
Di dalam aplikasi penggunaan transmisi roda gigi sering dijumpai beberapa
masalah, misalnya patah pada kepala roda gigi, ausnya lubang poros pada roda gigi
dan timbulnya suara berisik pada roda gigi, maka diperlukan perencanaan roda gigi
untuk mengatasi masalah yang terjadi pada transmisi roda gigi.

1.2 Perumusan Masalah


Permasalahan yang diangkat dalam perencanaan transmisi ini adalah untuk
mengetahui hasil rancangan transmisi pada rpm 2500 dengan daya 235 ps.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui terjadinya keausan pada transmisi
2. Untuk megetahui efisiensi gear pada transmisi.
3. Untuk mengetahui penyebab patah kepala roda gigi

1.4 Manfaat
Manfaat perencanaan ini antara lain :
1. Mengembangkan rancangan transmisi yang dipengaruhi oleh daya dan putaran
2. Mengembangkan teori dan teknologi perencanaan transmisi roda gigi.
3. Meningkatkan kualitas keamanan dan kenyamanan suatu transmisi

ELEMEN MESIN 79
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pegertian Transmisi


Transmisi pada umumnya dimaksudkan adalah sebagai suatu mekanisme yang
dipergunakan untuk memindahkan gerakan elemen mesin yang satu ke gerakan
elemen mesin yang kedua.
Dalam kebanyakan hal poros akan sejajar satu sama lain. Tetapi garis sumbunya
dapat juga saling memotong atau saling menyilang, ada juga kemungkinan poros
itu terletak sejajar, seperti terlihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Transmisi

Secara garis besar transmisi putar dapat di bagi atas :


a. Transmisi langsung, dimana sebuah piringan atau roda pada poros yang satu
dapat menggerakkan roda yang serupa pada poros kedua melalui kontak
langsung. Dalam kategori ini termasuk roda gesek dan roda gigi, seperti terlihat
pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Perpindahan oleh dua buah roda.

ELEMEN MESIN 80
b. Transmisi tidak langsung, perpindahan di mana suatu elemen sebagai penghubung
antara sabuk atau rantai menggerakkan poros kedua. Transmisi jenis ini digunakan
bilamana jarak antara kedua poros cukup besar, sebab kalau di terapkan perpindahan
langsung, roda akan menjadi tidak praktis besarnya, seperti yang terlihat pada
gambar 2.2

Gambar 2.2 : Perpindahan oleh sabuk atau rantai.


Pada roda gesek dan sabuk, yang memindahkan gerakan poros yang satu ke
poros yang lain ialah gaya gesek. Keuntungannya ialah jika ada beban lebih akan
terjadi slip, jadi gaya tersebut agak bekerja seperti kopling slip, karena sabuk
bersifat elastic maka dapat meredam tumbukan dan getaran. Kerugiannya ialah
jumlah putaran poros yang digerakkan tidak seluruhnya dapat di tentukan karena
slip.
Pada roda gigi, rantai dan sabuk bergigi mempunyai sistem gigi sehingga
gerakan menjadi dipaksakan atau tanpa terjadi slip. Dalam suatu sistem transmisi,
roda gigi merupakan elemen yang paling banyak diterapkan karena cocok untuk
memindahkan daya yang sangat besar pada kecepatan putaran tingi. Namun roda
gigi memerlukan ketelitian yang lebih besar dalam pembuatan, pemasangan dan
pemeliharaan.

2.2 Klasifikasi Roda Gigi


Menurut letak poros, arah putaran dan bentuk jalur gigi, roda gigi
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
1. Roda Gigi Dengan Poros Sejajar.
Adalah roda gigi di mana giginya berjajar pada dua bidang silinder (jarak bagi
lingkaran), kedua bidang tersebut bersinggungan dan yang satu menggelinding
pada yang lain dengan sumbu yang tetap sejajar.

ELEMEN MESIN 81
a. Roda Gigi Lurus.
Merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar poros.
Pembuatannya paling mudah, tetapi menghasilkan gaya aksial sehingga cocok di
pilih untuk gaya keliling besar. Namun memiliki sifak bising pada putaran tinggi.

Gambar 2.2.1.a : Roda gigi lurus.

b. Roda Gigi Miring.


Mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada jarak bagi lingkar. Pada roda
gigi miring, jumlah pasangan gigi saling membuat perbandingan kontak yang lebih
besar dari pada roda gigi lurus, sehingga pemindahan putaran dapat berlangsung
dengan halus, sangat cocok untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar.
Roda gigi miring memerlukan kotak roda gigi yang lebih kokoh, karena jalur gigi
yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar dengan poros.

Gambar 2.4 : Roda gigi miring.


Gambar 2.2.1.b : Roda gigi miring

c. Roda Gigi Miring Ganda.


Mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada jarak bagi lingkar yang lebih
luas dari pada gigi lurus. Roda gigi ini dapat memindahkan perbandingan reduksi,
kecepatan keliling dan daya yang besar, tetapi pembuatannya agak sukar.

ELEMEN MESIN 82
Gambar 2.2.1.c : Roda gigi miring ganda

d. Roda Gigi Dalam.


Dipakai jika diinginkan alat transmisi dengan ukuran kecil, dengan
perbandingan reduksi besar karena pinyon terletak di dalam roda gigi. Baik untuk
mentransmisikan putaran dengan ruduksi yang besar.

Gambar 2.2.1.d : Roda gigi dalam

e. Pinyon dan Batang Bergigi.


Pasangan antara batang bergigi dan pinyon di gunakan untuk merubah gerakan
putaran menjadi gerak lurus atau sebaliknya gerak lurus menjadi gerak putar.

Gambar 2.2.1.e : Pinyon dan batang bergigi.

ELEMEN MESIN 83
2. Roda Gigi Dengan Sumbu Berpotongan.
Bentuk dasarnya adalah dua buah kerucut dengan puncak gabungan yang saling
menyinggung menuru sebuah garis lurus.
a. Roda Gigi Kerucut Lurus.
Roda gigi kerucut lurus dengan gigi lurus adalah yang paling banyak di buat dan
paling sering digunakan tetapi sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang
kecil. Konstruksi tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung
poros – porosnya.

Gambar 2.2.2.a : Roda gigi kerucut lurus

b. Roda Gigi Kerucut Spiral.


Mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar dari pada roda gigi kerucut
lurus, sehingga dapat meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros roda
gigi kerucut spiral biasanya di buat 90 Derajat.

Gambar 2.2.2.b: Roda gigi kerucut spiral.

c. Roda Gigi Permukaan.


Cocok untuk memindahkan daya besar, namun berisik pada putaran tinggi
karena perbandingan kontaknya yang kecil.

ELEMEN MESIN 84
Gambar 2.2.2.c : Roda gigi permukaan.

3. Roda Gigi Poros Bersilang.


Bentuk dasarnya ialah dua buah silinder atau kerucut yang letak porosnya saling
bersilangan satu sama lain.
a. Roda Gigi Miring Silang.
Roda gigi miring silang mempunyai perbandingan bidang kontak yang besar
sehingga cocok mentransmisikan putaran tinggi.

Gambar 2.2.3.a : Roda gigi miring bersilang.

b. Roda Gigi Cacing Silindris.


Dapat meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi yang besar namun
berisik pada putaran tinggi.

Gambar 2.2.3.b Roda gigi cacing silindris.

ELEMEN MESIN 85
c. Roda Gigi Cacing Globoid.
Dapat meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi yang besar dan
mampu mentransmisikan daya yang lebih besar bila di bandingkan dengan roda gigi
cacing silindris karena roda gigi cacing globoid mempunyai perbandingan kontak
yang lebih besar.

Gambar 2.2.3.c : Roda gigi cacing globoid.

d. Roda Gigi Hipoid.


Mempunyai jalur gigi yang berbentuk spiral pada bidang kerucut yang
sumbunya bersilang dan pemindahan daya pada permukaan gigi berlangsung secara
meluncur dan menggelinding, lihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.2.3.d : Roda gigi hipoid.

2.3 Nama-Nama Bagian Roda Gigi.


Nama – nama bagian roda gigi dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini,
sedangkan ukuran gigi dinyatakan dengan “ Jarak Bagi Lingkar “, jarak sepanjang
lingkaran jarak bagi antara profil dua gigi yang berdekatan. Jika jarak lingkaran
bagi dinyatakan dengan d (mm), dan jumlah gigi z, maka jarak bagi lingkar t (mm)
dapat ditulis sebagai berikut :

ELEMEN MESIN 86
t=Πxd ……………………………………………….. ( 2 . 1 )
z
Jadi, jarak bagi lingkar adalah keliling lingkaran jarak bagi dibagi dengan jumlah
gigi.
Dengan demikian ukuran gigi dapat ditentukan dari besarnya jarak bagi lingkar
tersebut. Namun, karena jarak bagi lingkar selalu mengandung faktor Π,
pemakaianya sebagai ukuran gigi kurang praktis. Untuk mengatasi hal ini, diambil
ukuran yang di sebut “modul“ dengan lambang m, di mana :
d
m = ……………………………………………….. ( 2 . 2 )
z

Gambar 2.3 : Bagian – bagian roda gigi.


Dengan cara ini, maka dapat ditentukan sebagai bilangan bulat atau bilangan
pecahan yang lebih praktis. Maka modul dapat menjadi ukuran gigi.
Keterangan gambar :
1. Lingkaran jarak bagi (Pitch circle) yaitu lingkaran imajiner yang dapat
memberikan gerakan yang sama seperti roda gigi sebenarnya.
2. Tinggi Kepala (Addendum) yaitu jarak radial gigi dari lingkaran jarak bagi ke
puncak kepala.
3. Tinggi kaki (Dedendum) yaitu jarak radial gigi dari lingkaran jarak bagi ke dasar
kaki.
4. Lingkaran kepala (Addendum circle) yaitu gambaran lingkaran yang melalui
puncak kepala dan sepusat dengan lingkaran jarak bagi.
5. Lingkaran kaki (Dedendum circle) yaitu gambaran lingkaran yang melalui dasar
kaki dan sepusat dengan lingkaran jarak bagi.
6. Lebar gigi (Tooth space) yaitu sela antara dua gigi yang saling berdekatan.

ELEMEN MESIN 87
7. Tebal gigi (Tooth thickness) yaitu lebar gigi antara dua sisi gigi yang berdekatan.
8. Sisi kepala (Face of the tooth) yaitu permukaan gigi di atas lingkaran jarak bagi.
9. Sisi kaki (Flank of the tooth) yaitu permukaan gigi di bawah lingkaran jarak bagi.
10. Lebar gigi (Face width) yaitu lebar gigi pada roda gigi secara paralel pada
sumbunya.

2.4 Cara Kerja Roda Gigi.


Cara kerja dari suatu unit transmisi roda gigi akan di jelaskan dengan
berpedoman pada gambar. Pada gambar akan terlihat berbagai posisi dari roda gigi
yang menghasilkan kombinasi yang berlainan sesuai dengan yang di inginkan.
Perlu juga di perhatikan pada gambar bahwa roda gigi pembanding utama dan
poros gigi counter tidak pernah di lepaskan hubungannya.
Cara pergantian kombinasi roda gigi adalah dengan cara menggerakkan roda
gigi yang diinginkan secara aksial terhadap spline pada poros output hingga terjadi
hubungan antara roda gigi. Mekanisme kerja masing – masing roda gigi di jabarkan
sebagai berikut:
1. Gigi pertama.
Pada gigi pertama ini, Jika tuas ditarik ke belakang maka gear selection fork
akan menghubungkan unit sincromesh untuk berkaitan dengan gigi tingkat 1. Posisi
1 akan menghasilkan putaran yang lambat tetapi momen pada poros out put besar

Gambar 2.4.1 : Cara kerja transmisi roda gigi pada gigi pertama.

ELEMEN MESIN 88
Posisi 1 :

Aliran tenaga : Poros input roda gigi pembanding utama

poros gigi counter roda gigi pembanding 1 Roda gigi tingkat 1

unit sincromesh Poros uutput

2. Gigi kedua.
Pada gigi kedua, Tuas didorong ke depan menggerakkan gear selector fork
sehingga unit sincromesh berhubungan dengan roda gigi tingkat no 2. Posisi 2
putaran poros out put lebih cepat dibanding pada posisi 1.

Gambar 2.4.2 : Cara kerja transmisi roda gigi pada gigi ke dua.

Posisi 2 :

Aliran tenaga : Poros input roda gigi pembanding utama

poros gigi counter roda gigi pembanding 2 Roda gigi tingkat 2

unit sincromesh Poros uutput

ELEMEN MESIN 89
3. Gigi ketiga.
Pada gigi ketiga, Jika tuas ditarik ke belakang maka gear selection fork akan
menghubungkan unit sincromesh untuk berkaitan dengan gigi tingkat 3. Posisi 3
akan menghasilkan putaran yang cepat dibanding posisi 2.

Gambar 2.4.3 : Cara kerja transmisi roda gigi pada gigi ketiga.

Posisi 3 :

Aliran tenaga : Poros input roda gigi pembanding utama

poros gigi counter roda gigi pembanding 3 Roda gigi tingkat 3

unit sincromesh Poros uutput

4. Gigi mundur.
Pada gigi ini, roda gigi tingkat R disejajarkan dengan roda gigi pembanding R sehingga
terjadi kontak gigi tingkat R dengan roda gigi pembanding R.
Maka aliran putaran dayanya :
Tuas didorong ke depan menggerakkan gear selection fork sehingga unit sincromesh
berhubungan dengan roda gigi R. Antara roda gigi R dan roda gigi pembanding dipasangkan
roda gigi idel (idler gear) yang menyebabkan putaran poros input berlawanan arah dengan
poros out put.

ELEMEN MESIN 90
Gambar 2.4.4 : Cara kerja transmisi roda gigi pada gigi mundur.

Posisi R :

Aliran tenaga : Poros input roda gigi pembanding utama

poros gigi counter roda gigi pembanding R Roda gigi tingkat R

unit sincromesh Poros uutput

2.5. Pengertian Poros


Poros adalah bagian terpenting dari sebuah mesin yang berfungsi untuk
meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Poros memegang peran paling
utama dalam transmisi karena itu kita harus terlebih dahulu mengetahui bentuk
bentuknya.
Macam-macam poros :
Poros yang dipakai untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut
pembebanannya sebagai berikut :
1. Poros transmisi
Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir lentur. Daya yang
ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, sabuk atau sproket,
rantai dan lain-lain.
2. Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana
beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang harus dipenuhi poros
ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
3. Gandar.
Jenis poros ini merupakan poros yang dipasang antara roda-roda kereta barang
dimana tidak mendapat beban puntir, bahan kadang-kadang tidak boleh berputar,

ELEMEN MESIN 91
disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan
oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir. Menurut bentuknya,
poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros engkol sebagai poros utama
penggerak mesin torak, dan lain-lain.
Hal-hal penting dalam perencanaan poros.
Untuk merencanakan sebuah poros, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau beban lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau
tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin. Pengaruh kosentrasi tegangan
kalau poros diperkecil (poros bertangga) atau bila mempunyai alur pasak, harus
diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan untuk dapat menahan beban-beban
yang tersebut diatas.
2. Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada harga putaran tertentu dapat
terjadi getaran. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin,
motor torak, motor listrik dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros bagian-
bagian lainnya. Jika mungkin poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga
putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.
3. Korosi.
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propeler dan pompa bila
terjadi kontak dengan fluida yang korotif. Demikian pula untuk poros-poros yang
terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering terhenti lama. Sampai batas-
batas tertentu dapat pula dilakukan perlingdungan terhadap korosi.
4. Bahan poros.
Poros untuk mesin biasanya menggunakan bahan dari baja batang yang ditarik,
baja karbon kontruksi mesin (bahan S-C) yang dihasilkan dari inggot yang di “kill”
(baja yang dioksidasi dengan ferro silicon dan dicor, kadar karbon terjamin)

ELEMEN MESIN 92
Gambar 2.5 Poros dengan berbagai ukuran

Pada perhitungan nantinya poros yang digunakan adalah dari bahan JIS G 4501
S 55 C dengan Kekuatan tarik 66 Kg/mm2

2.5 Rumus-Rumus yang di Gunakan Pada Perencanaan Roda Gigi.


1. Perencanaan poros
Dalam perencanaan poros pada transmisi roda gigi di ketahui daya dan putaran
mesin, jika daya yang akan ditransmisikan adalah daya normal maka harga faktor
koreksi (Fc) adalah 1,0 – 1,5 (Menurut buku Sularso, 1983, hal 7). Maka daya
rencana dihitung menurut persamaan berikut :
pd = fc  p ….………………………………… ( 2 . 3 )
Di mana :
P = Daya yang ditransmisikan (kW).
fc = Faktor koreksi.
pd = Daya rencana (kW).
Sedangkan momen puntir/ torsi yang terjadi dihitung menurut persamaan
berikut:
Pd
T = 9,74  10  …………..……………………( 2 . 4 )
5

n
Di mana :
T = Momen puntir/ torsi (kg.mm).
n = Putaran poros (rpm).
Bahan poros untuk mesin biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin
dan difinis, bahan karbon konstruksi mesin (di sebut bahan S – C) yang dihasilkan
dari ingot yang di kill (Baja yang di deoksidasikan dengan ferrosilikon dan di cor;
kadar karbon terjamin), meskipun demikian bahan ini kelurusannya kurang tetap

ELEMEN MESIN 93
dan dapat mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya
bila diberi alur pasak karena ada tegangan sisa di dalam terasnya. Tetapi penarikan
dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan kekuatannya bertambah besar.
Standar dan macam bahan poros dapat dilihat pada ( Tabel 2.1 ) .

Tabel 2.1 : Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros.
Perlakuan Kekuatan tarik
Standar dan macam Lambang Keterangan
panas (kg/ mm2)
Baja karbon kontruksi S30C Penormalan 48
mesin S35C Penormalan 52
(JIS G 4501) S40C Penormalan 55
S45C Penormalan 58
S50C Penormalan 62
S55C Penormalan 66
Batang baja yang di S35C-D - 53 Ditarik dingin,
finis dingin S45C-D - 60 digerinda, dibubut, atau
S55C-D - 72 gabungan antara hal-hal
tersebut
Sumber : Sularso dan Kiyatkatshu Saga, Dasar-dasar perencanaan dan pemeliharaan elemen mesin

Sedangkan faktor keamanan terbagi atas 2 macam yaitu :


 Faktor keamanan 1 (Sf1) untuk baja karbon (SC) adalah : 6,0.
 Faktor keamanan 2 (Sf2) untuk pembuatan spline pada poros adalah : 1,3 – 3,0.
Maka tegangan geser yang terjadi dihitung menurut persamaan berikut :
b
Ta = ………………………………….( 2 . 5 )
Sf1 Sf 2

Di mana :
Ta = Tegangan geser (kg/ mm2).

b = Tegangan tarik bahan (kg/ mm2).


Dengan diperolehnya tegangan geser, maka diameter poros dapat dihitung sebagai
berikut :

ELEMEN MESIN 94
5,1xKtxCbxT
Ds = 3 …………………………… ( 2 . 6 )
Ta
Di mana :
Ds = Diameter poros (mm).

Kt = Faktor koreksi momen puntir (1,0 – 1,5).


Cb = Faktor koreksi akibat beban lentur (1,2 – 2,3).

2. Perhitungan putaran output dan perbandingan roda gigi


Dalam perhitungan ini, direncanakan batas – batas kendaraan angkutan untuk
tiap kecepatan yaitu V1, V2, V3, V4 dan VR. Untuk perencanaan di ambil suatu harga
standar ukuran ban di mana :
Dv = Ukuran velg racing adalah 16 inchi.
Tb = Ukuran tebal ban adalah 7 inchi.
Maka :
Db = Dv  2  Tb  ……………………… ( 2 . 7 )
Di mana :
Db = Diameter ban standar (m).
Perhitungan putaran ban untuk masing – masing tingkat kecepatan adalah :
60  V
Nb = ………………………………… ( 2 . 8 )
  Db
Di mana :
Nb = Putaran ban (rpm).
V = kecepatan kendaraan (m/s).
Untuk putaran output transmisi untuk tiap tingkat kecepatan dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
No = Nb  ig ………………………………… ( 2 . 9 )
Di mana :
No = Putaran output transmisi (rpm).

ig = Perbandingan reduksi differensial pada bagian gardan.


Dari hasil perhitungan di atas dapat ditentukan perbandingan roda gigi reduksi,
dengan rumus sebagai berikut :

ELEMEN MESIN 95
n
ir = ……………………….………. ( 2 . 10 )
No

Di mana :
ir = Perbandingan reduksi roda gigi.
3. Perhitungan pada roda gigi untuk tiap tingakat kecepatan
Sebelum melakukan perhitungan, terlebih dahulu di rencanakan jarak sumbu
poros antara roda gigi, setelah itu dapat ditentukan diameter jarak bagi dengan
persamaan berikut :
2 a
D1 =
1  ir

2  air
D2 = …………………………..…. ( 2 . 11 )
1  ir
Di mana :
D1 = Diameter jarak bagi roda gigi 1 (mm).

D2 = Diameter jarak bagi roda gigi 2 (mm).


Untuk perhitungan jumlah roda gigi pada roda gigi maka dirumuskan sebagai
berikut:
D
Z = ……………………………………... ( 2 . 12 )
m
Di mana :
Z = Jumlah gigi pada roda gigi (buah).
D = Diameter jarak bagi (mm).
m = Modul gigi (mm).
Harga modul diambil dari tabel harga modul standar JIS B 1701 – 1973
Perhitungan diameter lingkaran kepala dapat menggunakan rumus berikut :
Dk = Z  2  m …………………………….... ( 2 . 13 )
Di mana :
Dk = Diameter lingkaran kepala (mm).
Untuk perhitungan diameter lingkaran kaki dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Dg = Z  m  cos  ……………………… ( 2 . 14 )

ELEMEN MESIN 96
Di mana :
Dg = Diameter lingkaran kaki (mm).
α = Sudut tekan (Derajat).
Kecepatan keliling dapat di hitung dengan persamaan sebagai berikut :
 Dn
V = ……………………… ( 2 . 15 )
60  1000
Di mana :
V = Kecapatan keliling untuk tiap roda gigi (m/s).
D = Diameter jarak bagi untuk tiap roda gigi (mm).
n = Putaran poros (rpm).
Gaya tangensial dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
102  Pd
Ft = ……………………………… ( 2 . 16 )
V
Di mana :
Ft = Gaya tangensial (kg).
Pd = daya rencana (kW).
Setelah itu kita dapat melakukan perhitungan beban lentur, dalam perhitungan
beban lentur ini perlu diketahui faktor bentuk gigi (Y) yang diperoleh dari tabel
faktor bentuk gigi (Buku Sularso, 1983, hal 240) yang merupakan harga untuk
profil gigi standar dengan sudut 200.
Bahan untuk kontruksi roda gigi dapat di lihat pada ( Tabel 2.2 ).

ELEMEN MESIN 97
Tabel 2.2 : Jenis – jenis bahan roda gigi.
Tegangan lentur
Kekuatan tarik Kekerasan (Brinell)
Bahan Lambang yang di izinkan
σB (kg/ mm2) HB
σA (kg/ mm2)
Besi cor FC 15 15 140 – 160 7
FC 20 20 160 – 180 9
FC 25 25 180 – 240 11
FC 30 30 190 – 240 13
Baja cor SC 42 42 140 12
SC 46 46 160 19
SC 49 49 190 20
Baja karbon S 25 C 45 123 – 183 21
utk konstruksi S 35 C 52 149 – 207 26
mesin S 45 C 58 167 – 229 30
S 15 K 50 400 30
(di celup dingin dlm
Baja paduan
minyak)
dgn pengerasan
600
kulit
SNC 21 80 (di celup dingin dlm 34 – 40
SNC 22 100 minyak) 40 - 55
Sumber : Sularso dan Kiyatkatshu Saga, Dasar-dasar perencanaan dan pemeliharaan elemen

Untuk harga beban lentur ditentukan dengan rumus berikut :


Fb =  a  m  Y  Fv …………….………. ( 2 . 17 )
Di mana :
Fb = Beban lentur (kg/mm).
a = Tegangan lentur yang diizinkan (kg/mm2).

Y = Faktor bentuk gigi.


Fv = Faktor dinamis.
Sedangkan harga faktor dinamis diambil dari tabel faktor dinamis (Buku Sularso, 1983,
hal 240), di mana harganya ditentukan berdasarkan tingkat kecepatan pada tiap roda
gigi, di mana untuk kecepatan rendah dapat menggunakan rumus
( Pers. 2 . 18 ) di bawah ini :

ELEMEN MESIN 98
Tabel 2.1 Faktor dinamis (fv) yang digunakan yang digunakan :
Kecepatan V (m/s) fv
3
Kecepatan rendah 0,5 – 10
3v

6
Kecepatan sedang 5 – 20
6v

5,5
Kecepatan tinggi 20 – 50
5,5  v
Sumber : Sularso dan Kiyatkatshu Saga, Dasar-dasar perencanaan dan pemeliharaan elemen mesin

Dengan diperolehnya harga beban lentur, maka lebar gigi dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Ft
b = ……………………………. ( 2 . 19 )
Fb
Fb
Di mana :
b = Lebar gigi (mm).
Ft = Gaya tangensial (kg).
Fb = Beban lentur (kg/mm).
Dan untuk mencari diameter lingkaran jarak bagi yang sebenarnya adalah :
D = Z m …………………….……… ( 2 . 20 )
4. Perhitungan Spline
Dalam analisa perhitungan spline, ditentukan jumlah spline yang direncanakan,
ukuran spline dihitung berdasarkan ukuran diameter poros yang terdiri dari pasak
penggerak/poros input trasmisi, poros perantara transmisi roda gigi mundur dan
poros output transmisi/poros yang digerakkan.
Gaya tangensial total yang terjadi pada poros dirumuskan sebagai berikut :
2T
F = ……………………………… ( 2 . 21 )
ds
Di mana :
F = Gaya tangensial total pada poros (kg)
T = Torsi/momen puntir (kg . mm)
ds = Diameter poros (mm)

ELEMEN MESIN 99
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline dirumuskan
sebagai berikut:
F
Fn = ……………………………………… ( 2 . 22 )
n
Di mana :
Fn = Gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline (kg)
n = Jumlah Spline yamg direncanakan (buah)
Berdasarkan tabel ukuran pasak dan alur pasak (Sularso, kiyokatsu suga elemen
mesin) tentang ukuran standar pasak yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan
ukuran spline karena adanya persamaan prinsip kerja pada keduanya sehingga
ukuran utama spline berdasarkan ukuran diameter poros yang diketahui dapat
ditentukan yaitu lebar spline, tinggi spline, kedalaman alur spline dan kedalaman
alur spline pada roda gigi.
Maka ukuran panjang spline dari hasil perhitungan dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Fn
L  ……………………....……… ( 2 . 23 )
pA  t
Di mana :
L = Panjang alur spline (MM)
pA = Tekanan permukaan yang diizinkan (kg/mm2)
T = Kedalaman alur spline (mm)
Harga pA untuk poros berdiameter besar adalah 10 kg/mm2. Perlu diperhatikan
bahwa lebar pasak sebaiknya antara 0,25 – 0,35 dari diameter poros dan panjang
spline sebaiknya antara 0,75 – 1,5 dari diameter poros
5. Perhitungan temperatur
Untuk menentukan temperatur nyala yang diizinkan untuk pelumas pada sistem
transmisi roda gigi dapat dirumuskan sebagai berikut :
TBP = 140  Cn  C R ……………………… ( 2 . 24 )
Di mana :
TBP = Temperatur nyala yang di izinkan untuk pelumas pada roda
gigi ,0c
Cn = Koefisien viskositas pelumas.

ELEMEN MESIN 100


CR = Faktor kekerasan permukaan roda gigi.
Sedangkan untuk menentukan harga koefisien viskositas pelumas dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1,5  E
Cn = ………………………….….. ( 2 . 25 )
2E
Di mana :
E = derajat engler apda pelumas pada temperatur 500C.
Untuk mengetahui harga E untuk setiap jenis pelumas dapat di cari pada tabel
16.1 tentang jenis – jenis minyak pelumas (Buku Sularso, 1983, hal 305) dan tabel
16.5 tentang konversi harga E menurut DIN 51560 (Buku Sularso,1983, hal 310).
Dalam perencanaan transmisi roda gigi ini digunakan minyak pelumas yang
mempunyai harga viskositas temperatur 500C yaitu harga E yaitu 12,02.
Untuk menentukan harga faktor kekerasan roda gigi di rumuskan sebagai berikut :
1,9  Sm
CR = …………………………….. ( 2 . 26 )
4  Sm
Di mana :
CR = Harga faktor kekerasan roda gigi.
Sm = Harga kekerasan roda gigi.
Sedangkan harga kekerasan roda gigi di rumuskan sebagai berikut:
2  S1  S 2
Sm = …………………………….. ( 2 . 27 )
S1  S 2
Dimana :
S1 = Harga kekerasan roda gigi 1 (µ).

S2 = Harga kekesan roda gigi 2 (µ).


Berdasarkan standar yang telah ditentukan bahwa roda gigi yang digerinda dan
dihaluskan dengan baik mempunyai harga S = 0,25 – 0,5 (µ). Sedangkan roda gigi
yang bermutu baik dalam perdagangan mempunyai harga S = 0,6 – 0,9 (µ).
Dalam perencanaan ini digunakan roda gigi yang bermutu baik dalam perdagangan
dengan harga S1= S2 = 0,8 (µ).
2.6 Pelumasan Pada Transmisi Roda Gigi
Pada kendaraan banyak terdapat bagian – bagian yang bergerak relatif terhadap
yang lain termasuk transmisi roda gigi. Oleh karena itu antara kedua permukaan

ELEMEN MESIN 101


roda gigi yang bersinggungan harus terdapat lapisan pelumas sehingga
mempermudah proses kerja dari transmisi roda gigi tersebut.
Apabila jumlah pelumas tidak mencukupi atau pemakaiannya sudah lama
sehingga kehilangan sifat – sifat pelumasannya maka pelumas harus di ganti dengan
yang baru. Hal ini untuk mencegah terjadinya gesekan antara permukaan kontak
roda gigi yang bekerja sehingga laju keausannya dapat dikurangi dan umur elemen
mesin lebih lama yang berdampak terhindarnya hal – hal yang tidak diinginkan
sewaktu kendaraan di gunakan.
Jadi pelumas merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan
karena dapat melindungi dan menjamin kelangsungan proses kerja setiap
komponen permesinan termasuk transmisi roda gigi yang sangat vital.

ELEMEN MESIN 102


BAB III
PERHITUNGAN RODA GIGI, POROS, SPLINE DAN
TEMPERATUR
3.1. kecepatan kendaraan setiap tingkat.
Reduksi kendaraan yang di rencanakan :
Kecepatan yang diambil
Vn Diasumsikan (Km/jam)
Km/jam m/s
V1 0 – 40 40 11,11
V2 50 – 90 90 25
V3 90 – 140 140 38,88
V4 140 – 180 180 50
V5 180 – 240 240 66,66
VR 0 – 30 30 8,33

3.2 Diameter ban :


Ukuran velg adalah 16 inchi : 0,4064 m
Ukuran tebal ban adalah 7,5 inchi : 0,1905 m

Maka ukuran jari – jari ban standar adalah :


Db= 0,4064 m + ( 2 x 0,1905 m ) = 0,7874 m
A. Perhitungan putaran ban.
Perhitungan putaran ban untuk masing-masing tingkat kecepatan dapat dilihat
pada persamaan 2.8 tentang tingkat kecepatan putaran.
Maka :
60 xV1
nb1 =
3,14 xDb

60 x11,11m / s
= = 272,17 rpm
3,14 x 0,78m
Dengan cara yang sama maka nilai untuk putaran ban dapat dilihat pada tabel 3.1 :

ELEMEN MESIN 103


Tabel 3.1 Perhitungan putaran ban untuk nb1 – nb6
No Tingkat kecepatan, V (m/s) Db (m) Putaran ban, nb (rpm)
1 11,11 0,78 273
2 25 0.78 613
3 38,88 0.78 953
4 50 0.78 1225
5 66,66 0.78 1634
6 8,33 0,78 205

B. Perhitungan putaran gardan pada setiap putaran .


Perhitungan putaran output transmisi di peroleh dengan mengalihkan putaran
ban dengan perbandingan reduksi pada bagian gardan kendaraan adalah maksimal
10 : 1 untuk roda gigi kerucut. Dalam perencanaan ini di ambil harga perbandingan
reduksinya 5,5 : 1 sehingga harga ig : 5,5.
Maka harga putaran output transmisi untuk tiap tingkat kecepatan dapat di hitung
Dari pers. 2.9 pada tingkat putaran adalah:
no = nb x ig
dimana : nb = putaran ban
ig = reduksi
Maka :
no1 = nb1 x ig = 272,17 rpm x 5,5
= 1496,93 rpm
Dengan cara yang sama maka nilai untuk putaran gardan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 3.2 Perhitungan putaran gardan no1 – no5
No Putaran ban, nb (rpm) Ig Putaran output, no (rpm)
1 272,17 5,5 1496,93
2 612,444 5,5 3368,44
3 952,47 5,5 5238,58
4 1224,88 5,5 6736,84
5 1633,02 5,5 8981,61

ELEMEN MESIN 104


C. Perhitungan perbandingan reduksi roda gigi.
Bila perbandingan reduksi antara roda gigi P dan Q adalah 1 : 1, maka putaran
roda gigi mati adalah n : 2500 rpm, sehingga dari persamaan 2.10 diperoleh :
n 2500 rpm
Ir1 = = = 1,67
n 01 1496 ,93rpm

Dengan cara yang sama maka nilai untuk reduksi roda gigi dapat dilihat pada tabel
3.3 :
Tabel 3.3 Perbandingan reduksi roda gigi untuk ir2 - ir5
No Putaran, n (rpm) Putaran gardan (no) Perbendingan reduksi (ir1)
1 2500 1496,93 1,67
2 2500 3368,44 0,74
3 2500 5238,58 0,47
4 2500 6736,84 0,37
5 2500 8981,61 0,27

3.2 Perencanaan roda gigi P dan Q


Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan N : 235 PS
- Putaran poros penggerak n : 2500 rpm
- Perbandingan reduksi ip : 1
- Jarak sumbu poros yang di rencanakan a : 200 mm
- Sudut tekan pahat α : 20°
a. Daya rencana.
Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi (fc)
dari pembahasan bab II. Maka fc : 1,2.
Maka :
Pd = 1,2 x ( 235 Ps x 0,735) = 207,27 kW
b. Diameter lingkaran jarak bagi.
2  a 2  200
DQ = = = 200 mm
1  ip 11

2  a  ip 2  200 mm  1
Dp = = = 200 mm
1  ip 11

ELEMEN MESIN 105


c. Jumlah gigi pada roda gigi P dan Q
Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 6 (Buku Sularso, 1983,
hal 245).
DQ
ZQ =
m
200
= = 40 buah
6
DP
Zp =
m
200
= = 40 buah
6
d. Diameter lingkaran kepala.
DkQ = ( ZQ + 2 ) x m
= ( 40 + 2 ) x 6 mm = 252 mm
e. Diameter lingkaran kaki.
DgQ = ZQ x m x cos 20°
= 40 x 6 mm x 20° = 187,93 mm
f. Faktor dinamis ( Fv ).
Dengan memperhatikan nilai dari VP maka nilai n dapat dilihat dari tabel 2.1
Maka :
5,5
Fv = = 0,48
5,5  32,97 m / s

g. Beban lentur yang diizinkan.


Faktor bentuk gigi, berdasarkan tabel 6.5 ( Faktor bentuk gigi )
Zp = 40 ; Yp = 0,3882
ZQ = 40 ; YQ = 0,3882

Bila bahan roda gigi P dan Q adalah sama yaitu S 15 CK …lit 1 hal 241
- Kekuatan tarik σb = 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur σa = 30 kg/mm2
- Kekerasan HB = 400

ELEMEN MESIN 106


Maka harga beban lentur dapat dihitung
FbQ = σa x m x YQ x fv
= 30 kg/mm2 x 6 mm x 0,3882 x 0,15 = 10,48 kg/mm2
h. Lebar gigi ( b )
641,235 kg
bp = bQ = = 61,18 mm
10,48 kg / mm

3.3 Perencanaan roda gigi A dan 1


Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan N = 235 Ps
- Putaran poros penggerak nA = 2500 rpm
- Perbandingan reduksi i1 = 1,67
- Jarak sumbu poros yang di rencanakan a = 200 mm
- Sudut tekan pahat α = 20°
a. Diameter sementara lingkaran jarak bagi.
2  a 2  200 mm
DA = = = 149,81 mm
1  i1 1  1,67

2ai 2  200 mm  1,67


D1 = = = 250,18 mm
1  i1 1  1,67

b. Jumlah gigi pada roda gigi A dan 1.


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5. Maka :
DA
ZA =
m
149 .81 mm
= = 29,96 buah = 30
5 mm

D1 250 ,18 mm
Z1 = = = 50,03 buah = 51
m 5 mm

Perbandingan gigi yang di ambil mendekati i1 = 1,67 : 1, yaitu 30 : 51


c. Diameter lingkaran jarak bagi yang sebenarnya.
DA = ZA x m = 30 x 5 mm = 150 mm
d. Diameter lingkaran kepala.
DkA = ( ZA + 2 ) x m = ( 30 + 2 ) x 5 mm = 160 mm
e. Diameter lingkaran kaki.

ELEMEN MESIN 107


DgA = ZA x m x cos 200 = 30 x 5 mm x cos 200 = 140,95 mm
f. Kecepatan keliling
  100 mm  2500 rpm
VA = V1 = = 13,08 m/s
60  1000

g. Gaya tangensial.
102  207 ,27 kW
FtA = Ft1 = = 1616,32 kg
13,08 m / s

h. Faktor dinamis.
VA = 20 – 50 m/s
5,5
Fv = = 0,60
5,5  13,08 m / s

i. Beban lentur yang diizinkan.


Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 ( Faktor bentuk gigi )
ZA = 18 ; YA = 0,308
Z1 = 63 ; Y1 = 0,432
Bila bahan roda gigi A dan 1 adalah sama yaitu S 15 CK …Lit 1 hal 241
- Kekuatan tarik σb = 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur σa = 30 kg/mm2
- Kekerasan HB = 400
Maka harga beban lentur :
FbA= σa x m x YA x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,308 x 0,60 = 27,72 kg/mm2
j. Lebar gigi.
1050 , 54 kg
bA = b1 = = 42,11 mm
24 , 95 kg / mm 2
3.4 Perencanaan roda gigi B dan 2
Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan N = 235 Ps
- Putaran poros penggerak nB = 2500 rpm
- Perbandingan reduksi i2 = 0,74
- Jarak sumbu poros yang di rencanakan a = 200 mm
- Sudut tekan pahat α = 20°
a. Diameter sementara lingkaran jarak bagi :

ELEMEN MESIN 108


2  a 2  200 mm
DB = = = 133,78 mm
1  i2 1  0,74
2 𝑥 𝑎 𝑥 𝑖2 2 𝑥 200 𝑥 0,74
𝐷2 = = = 108,02 mm
1+𝑖2 1+0,74

b. Jumlah gigi pada roda gigi B dan 2.


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5. Maka :
Db 145,98 mm
ZB= = = 29,19 buah = 30
m 5
D2 108,02 mm
Z2 = = = 21,60 buah = 22
m 5 mm

Perbandingan gigi yang di ambil mendekati i2 = 0,74 : 1, yaitu 30 : 22


b. Diameter lingkaran jarak bagi yang sebenarnya.
DB = ZB x m = 30 x 5 mm = 150 mm
D2 = Z2 x m = 22 x 5 mm = 110 mm

c. Diameter lingkaran kepala :


DkB = ( ZB + 2 ) x m = ( 30 + 2 ) x 5 mm = 160 mm
d. Diameter lingkaran kaki.
DgB = ZB x m x cos 200 = 30 x 5 mm x cos 200 = 1409,53 mm
e. Kecepatan keliling
Dengan pers. 2.15 diperoleh :
VB = V2 = π x 150 mm x 2500 rpm
60 x 1000
= 19,625 m/s
f. Beban lentur yang diizinkan.
Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 ( Faktor bentuk gigi )
ZB = 28 ; YB = 0,3492
Z2 = 54 ; Y2 = 0,4122
Bila bahan roda gigi B dan 2 adalah sama yaitu S 15 CK …lit 1 hal 241
- Kekuatan tarik σb = 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur σa = 30 kg/mm2
- Kekerasan HB = 400
Maka harga beban lentur :

ELEMEN MESIN 109


FbB = σa x m x YB x fv
= 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,3492 x 0,55
= 28,809 kg/mm2
Lebar gigi.
BB = b2 = 1077,27 kg
28,809 kg/mm
= 37,39 mm
3.5 Perencanaan roda gigi C dan 3
Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan N = 235 Ps
- Putaran poros penggerak nC = 2500 rpm
- Perbandingan reduksi i3 = 0,47
- Jarak sumbu poros yang di rencanakan a = 200 mm
- Sudut tekan pahat α = 20°
a. Diameter sementara lingkaran jarak bagi.
DC =2xa
1 + i3
= 2 x 200 mm
1 + 0,47
= 272,1 mm
Jumlah gigi pada roda gigi C dan 3.
Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5. Maka :
ZC = DC
m
= 272,1 mm
5 mm
= 54,42 buah = 55
Perbandingan gigi yang di ambil mendekati i1 = 0,47 : 1, yaitu 55 : 26
b. Diameter lingkaran jarak bagi yang sebenarnya.
DC = ZC x m = 55 x 5 mm = 275 mm
c. Diameter lingkaran kepala.
DkC = ( ZC + 2 ) x m = ( 55 + 2 ) x 5 mm = 285 mm
Diameter lingkaran kaki.

ELEMEN MESIN 110


DgC = ZC x m x cos 200 = 55 x 5 mm x cos 200 = 258,41 mm

Kecepatan keliling
VC = V3 = π x 285 mm x 2500 rpm
60 x 1000
d. Beban lentur yang diizinkan.
Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 ( Faktor bentuk gigi )
ZC = 34 ; YC = 0,371
Z3 = 47 ; Y3 = 0,402
Bila bahan roda gigi C dan 3 adalah sama yaitu S 15 CK…lit 1 hal 241
- Kekuatan tarik σb = 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur σa = 30 kg/mm2
- Kekerasan HB = 400
Maka harga beban lentur :
FbC = σa x m x YC x fv
= 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,371 x 0,47
= 26,15 kg/mm2
Lebar gigi.
BC = b3 = 567,1 kg
28,34 kg/mm= 28,9 mm

3.6 Perencanaan roda gigi mundur.


Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan N = 235 Ps
- Putaran poros penggerak nD = 2500 rpm
- Perbandingan reduksi roda gigi F dan G i6 = 2
- Perbandingan reduksi Roda gigi G dan H i7 = 1,65
- Jarak sumbu poros a1 = 120 mm
- Jarak sumbu poros a2 = 212 mm
- Sudut tekan pahat α = 20°

ELEMEN MESIN 111


a. Diameter Lingkaran Jarak Bagi
DF = 2 x a1
1 + i6
= 2 x 120 mm
1+2
= 80 mm
DG = 2 x a1 x i6
1 + i6
= 2 x 120 mm x 2
1+2
= 160 mm
a1 = D F x ( 1 + i6 )
2
= 80 x ( 1 + 2 )
2
= 120 mm
a2 = D F x ( 1 + i7 )
2
= 80 x ( 1 + 1,65 )
2
= 212 mm
DH = 2 x a2 x i7
1 + i7
= 2 x 212 mm x 1,65
1 + 1,65
= 264 mm
Jarak sumbu poros F dan H
a = DF + DH
2
= 80 + 264
2

ELEMEN MESIN 112


= 172 mm

b. Jumlah gigi pada roda gigi F, G dan H.


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5.
ZF = Df
m
= 80 mm
5 mm
= 16 buah
ZG = DG
m
= 160 mm
5 mm
= 32 buah
ZH = DH
m
= 264 mm
5 mm
= 52,8 buah
c. Diameter lingkaran kepala.
DkF = ( ZF + 2 ) x m
= ( 16 + 2 ) x 5 mm
= 90 mm
DkG = ( ZG + 2 ) x m
= ( 32 + 2 ) x 5 mm
= 170 mm
DkH = ( ZH + 2 ) x m
= ( 52,8 + 2 ) x 5 mm
= 274 mm
d. Diameter lingkaran kaki.
DgF = ZF x m x cos 200 = 16 x 5 mm x cos 200 = 75,1754 mm
DgG = ZG x m x cos 200 = 32 x 5 mm x 200 = 150,35 mm
DgH = ZH x m x cos 200 = 52,8 x 5 mm x 200 = 248,0789 mm

ELEMEN MESIN 113


e. Kecepatan keliling.
VH = VG= VF = π x 90 mm x 2500 rpm
60 x 1000
= 11,775 m/s
f. Gaya tangensial
FtH = FtG = FtF = 102 x 207,27 kW
11,775 m/s
= 1795,45 kg
g. Faktor dinamis.
Di mana VF kecil dari 20 m/s.
Fv = 6
6 + √11,775 m/s
= 0,63
h. Beban lentur yang diizinkan.
Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 (Buku Sularso, 1983, hal 240).
ZF = 16 ; YF = 0,295
ZG = 32 ; YG = 0,3645
ZH = 52 ; YH = 0,4106
Bila bahan roda gigi D dan 4 adalah sama yaitu S 15 CK.
- Kekuatan tarik σb = 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur σa = 30 kg/mm2
- Kekerasan HB = 400
Maka harga beban lentur
FbF = σa x m x YF x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,295 x 0,63 = 27,87 kg/mm
FbG = σa x m x YG x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,3645 x 0,63 = 34,44 kg/mm
FbH = σa x m x YH x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,4106 x 0,63 = 38,80 kg/mm
i. Lebar gigi.
BF = bG =bH = 840,42 kg
27,87 kg/mm
= 30,15 mm
3.7 Perhitungan Poros

ELEMEN MESIN 114


a. Perencanaan poros input.
Berdasarkan keterangan dari bab II tentang jenis – jenis bahan yang di
gunakan, maka dalam hal ini di pilih baja karbon JIS 4501 tipe S 55 C dengan
kekuatan tarik adalah 66 kg/ mm2
Maka tegangan geser yang terjadi di hitung
τa = σb
Sf1 x Sf2

Faktor keamanan 1 (Sf1) untuk baja karbon (SC) adalah 6,0


= 66 kg/mm2
6,0 x 1,5
= 7,33 kg/mm2
Dari persamaan 2.3 diperoleh Daya Rencana:
Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi (fc)
dari pembahasan bab II. Maka fc = 1,2 untuk mendapatkan satuan dalam kW maka
harus dikonversikan, dimana harga dalam 1 Ps = 0,735 kW dari data yang
diperoleh daya minimal output dari motor penggerak sebesar P = 235 Ps dan
putaran n = 2500 rpm.
Pd = fc x p
Dimana :
Fc = faktor koreksi
= daya rata-rata (1,2-2,0) = 1,2 daya yang diambil
P = 235 Ps x 0,735 kW = 172,725 kW
Maka :
Pd = fc . p = 1,2 x 172,725 kW = 207,27 kW
Maka di peroleh momen puntir :
T = 9,74 . 105 x Pd / n
= 9,74 . 105 x 207,27 kW
2500 rpm
= 80752,3 kg.mm
Untuk mencari diameter poros

ELEMEN MESIN 115


5,1  kt  cb  T
= 3
a
Dari bab II di dapat Harga Kt = 1,5 dan harga Cb = 1,5

5,11,51,580752 ,3kg .mm


Ds = 3
7,33kg / mm 2

= 13,30 mm
Berdasarkan tabel harga standar diameter poros (lit 1 tabel 1.7 ), maka diperoleh
harga diameter standar poros, diameter standar poros adalah 40 mm.
b. Perencanaan poros perantara.
Untuk poros perantara yang di rencanakan berputar dengan kecepatan putaran
2600 rpm karena perbandingan reduksi roda gigi antara poros input dengan poros
perantara adalah satu sehingga putaran poros sama dengan poros input yaitu 2500
rpm.
Maka besarnya momen puntir/ torsi dapat di hitung sebagai berikut :
207 ,27 kW
T = 9,74.10 5 
2600 rpm
= 77646,53 kg.mm
Maka diameter poros dapat di hitung sebagai berikut :

5,11,51,5 77646 ,53kg .mm


Ds = 3
7,33kg / mm 2

= 13,12 mm
Berdasarkan tabel harga standar diameter poros (lit 1 tabel 1.7 ), maka diperoleh
harga diameter standar poros, diameter standar poros adalah 14 mm.
c. Perencanaan poros perantara roda gigi mundur.
Perbandingan reduksi i5 = 2, maka putaran poros perantara roda gigi mundur
adalah 1500 rpm.
Maka besarnya momen puntir/ torsi dapat di hitung sebagai berikut :
T = 9,74 . 105 x Pd / nm
T = 9,74 . 105 x 207,27 kW
1500 rpm
= 134587,32 kg.mm
Maka diameter poros dapat di hitung sebagai berikut :

ELEMEN MESIN 116


5,11,51,5134587 ,32 kg .mm
Dsm = 3
7,33kg / mm 2

= 15,76 mm
Berdasarkan tabel harga standar diameter poros (lit 1 tabel 1.7 ), maka diperoleh
harga diameter standar poros, diameter standar poros adalah 17 mm.
d. Perencanaan poros output.
Pada poros output transmisi bergerak dengan bermacam – macam putaran sesuai
dengan tingkat putarannya pada tiap tingkat kecepatan sehingga perlu di hitung
momen puntir dan diameter poros pada tiap tingkat kecepatan :
Pada transmisi tingkat pertama ( I ).
T1 = 9,74 x 105 x Pd / n
207 ,27 kW
= 9,74.10 5 
1496,93 rpm
= 134863,34 kg.mm

5,11,51,5134863,34 kg .mm
ds1 = 3
7,33kg / mm 2

= 59,54 mm
Berdasarkan tabel harga standar diameter poros (lit 1 tabel 1.7 ), maka diperoleh
harga diameter standar poros, diameter standar poros adalah 16 mm.
Dengan cara yang sama untuk transmisi tingkat satu ( I) sampai tingkat kelima
(V) dapat di lihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 : Perencanaan poros output untuk tingkat kecepatan ke1-5
No n (rpm) T (Kg . mm) ds (mm) ds standar (mm)
1 1496,93 134863,34 59,54 60
2 3368,44 59933,07 88,26 90
3 5238,58 38537,34 76,17 80
4 6736,84 29966,71 70,05 71
5 8981,61 22477,14 63,65 65

3.10 Perencanaan Spline


Dalam perencanaan spline ditentukan jumlah spline yang direncanakan, adalah 8
buah karena poros ada 3 macam yaitu :

ELEMEN MESIN 117


 Diameter poros penggerak/poros input transmisi yaitu : 14 mm
 Diameter poros perantara Transmisi roda gigi mundur : 16 mm
 Diameter poros yang digerakkan/poros output transmisi yaitu : 60 mm
Maka ukuran spline dihitung berdasarkan ukuran diameter poros masing-masing
sebagai berikut :
a. Untuk poros Penggerak/poros input transmisi
Besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros
F = 2xT
ds
F = 2 x 80752,3 kg.mm
14
= 11536,04 kg
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline
Fn = F
n
Fn = 11536,04
8
= 1442 kg
Berdasarkan tabel standar ukuran pasak dan alur yang dapat dijadikan acuan
dalam menentukan ukuran spline karena adanya kesamaan prinsip kerja pada
keduanya sehingga ukuran-ukuran spline berdasarkan ukuran diameter poros yang
diketahui dapat ditentukan sebagai berikut :
 b x h = 10 x 8
 t1 = 5,0
 t2 = 3,3
Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan
L  Fn
pA x (t1 atau t2)
Harga pA untuk poros berdiameter kecil adalah 8 kg/mm2, dan untuk berdiameter
besar adalah 10 kg/mm2.
Maka :
L  1442 kg
10 kg/mm2 x 3,3 mm

ELEMEN MESIN 118


L  43,69 mm
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya 0,25 – 0,.35 dari diameter poros
dan ujung spline sebaiknya 0,75 – 1,5 dari diameter, sehingga dengan
memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka direncanakan ukuran
pasak sebagai berikut :
•bxh = 10 mm x 8 mm
• t1 = 5,0
• t2 = 3,3
•L = 28,5 mm – 19 mm
a. Poros perantara
Besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros
F = 2xT
ds
F = 2 x 77646,53 kg.mm
16
= 9705,81 kg
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline
Fn = F
n
Fn = 9705,81 kg
8
= 1213,22 kg
Berdasarkan tabel standar ukuran pasak dan alur yang dapat dijadikan acuan
dalam menentukan ukuran spline karena adanya kesamaan prinsip kerja pada
keduanya sehingga ukuran-ukuran spline berdasarkan ukuran diameter poros yang
diketahui dapat ditentukan sebagai berikut :
•bxh = 14 x 9
• t1 = 5,5
• t2 = 3,8
Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan
L  Fn
pA x (t1 atau t2)

ELEMEN MESIN 119


Harga pA untuk poros berdiameter kecil adalah 8 kg/mm2, dan untuk berdiameter
besar adalah 10 kg/mm2.
Maka :

L  1213,22 kg
10 kg/mm2 x 3,8 mm
L  31,92 mm
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya 0,25 – 0,.35 dari diameter poros
dan ujung spline sebaiknya 0,75 – 1,5 dari diameter, sehingga dengan
memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka direncanakan ukuran
pasak sebagai berikut :
•bxh = 14 mm x 9 mm
• t1 = 5,5
•t2 = 3,8
•L = 36 mm – 15,75 mm
a. Poros digerakkan/poros output transmisi
Besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros
F = 2xT
Ds
F = 2 x 134587,32 kg.mm
55
= 4894,08 kg
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline
Fn = F
n
Fn = 4894,08 kg
8
= 611,76 kg
Berdasarkan tabel standar ukuran pasak dan alur yang dapat dijadikan acuan
dalam menentukan ukuran spline karena adanya kesamaan prinsip kerja pada
keduanya sehingga ukuran-ukuran spline berdasarkan ukuran diameter poros yang
diketahui dapat ditentukan sebagai berikut :
•bxh = 15 x 10

ELEMEN MESIN 120


• t1 = 5
• t2 = 5

Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan


L  Fn
pA x (t1 atau t2)
Harga pA untuk poros berdiameter kecil adalah 8 kg/mm2, dan untuk berdiameter
besar adalah 10 kg/mm2.
Maka :
L  611,76 kg
10 kg/mm2 x 5 mm
L  12,23 mm
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya 0,25 – 0,.35 dari diameter poros
dan ujung spline sebaiknya 0,75 – 1,5 dari diameter, sehingga dengan
memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka direncanakan ukuran
pasak sebagai berikut :
•bxh = 15 mm x 10 mm
• t1 = 5
• t2 = 5
•L = 41,25 mm – 82,5 mm
3.11 Perhitungan Temperatur
Untuk menentukan temperatur nyala yang di izinkan untuk pelumas pada
sistim transmisi roda gigi
TBp = 140 x Cn x CR
Sebelum di cari temperatur nyala, terlebih dahulu di cari koefisien viskositas
pelumas
Cn = 1,5 x E
2+E
Dari buku sularso (1980, hal 119), di peroleh derajat engler pada pelumas pada
temperatur 500C. Maka di peroleh harga E : 12,02.
Cn = 1,5 x 12,02
2 + 12,02

ELEMEN MESIN 121


Dan untuk menentukan faktor kekerasan roda gigi

1,9  Sm
CR = 3
4  Sm

Untuk menentukan harga kekerasan roda gigi dapat di peroleh dengan


menggunakan pers.
Sm = 2 x S1 x S2
S1 + S2
Dari bab II tentang harga kekerasan roda gigi maka di pilih :
S1 = S2 : 0,85 (μ).
Sm = 2 x 0,85 x 0,85
0,85 + 0,85
= 0,85
Maka :

1,9  Sm
CR = 3
4  Sm
= 0,9
Sehingga :
TBp = 140 x 1,286 x 0,9
= 162 0C

ELEMEN MESIN 122


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan.
Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam perencanaan transmisi roda gigi ini adalah :
1. Untuk merencanakan transmisi roda gigi harus diperhatikan daya dan putaran
mesin untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dan besarnya beban yang
cocok dengan spesifikasi mesin tersebut.
2. Untuk operasi kendaraan dengan beban besar maka pada transmisi awal roda
gigi harus mempunyai perbandingan reduksi yang besar, karena memerlukan momen
awal yang besar sehingga dibutuhkan roda gigi yang lebar dan berdiameter kecil dan
sebaliknya.
3. Profil roda gigi yang digunakan dalam perencanaan ini adalah roda gigi lurus
standar dengan sudut tekan 200, karena jenis roda gigi ini merupakan roda gigi yang
paling umum digunakan dalam system transmisi.
4. Penggunaan minyak pelumas harus diperhatikan viskositasnya yang
disesuaikan dengan tingkat operasi mesin kendaraan, jenis minyak pelumas yang
cocok untuk kendaraan ini adalah “SAE 90”karena mempunyai kekentalan yang
cocok untuk transmisi ini.
5. Kesimpulan dari hasil perencanaan roda gigi kendaraan angkut dengan daya
235 Ps dan putaran 2500 Rpm dapat dilihat pada table dibawah ini :

4.2 Saran
Saran yang dapat diperoleh dalam perencanaan transmisi roda gigi adalah ;
1. Perhitungan lebar gigi dan posisi roda gigi tiap tingkat kecepatan pada poros
harus tepat agar diperoleh kinerja kendaraan yang optimal dengan kotak transmisi
yang sesuai dengan kendaraan yang bersangkutan.
2. Penggunaan minyak pelumas harus memperhatikan standar yang telah
ditentukan oleh pabrik pembuatnya untuk menjamin keawetan komponen transmisi
roda gigi.

ELEMEN MESIN 123


3. Penggunaan velg dan ban kendaraan harus menggunakan standar yang telah
ditentukan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat kecepatan kendaraan
dan umur komponen mesin.

ELEMEN MESIN 124

Anda mungkin juga menyukai