Anda di halaman 1dari 4

Stop Penjajahan Otak Kita

Pendidikan memberi kita perbekalan yang belum kita butuhkan pada masa kanak-kanak, akan
tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa. Maka dari itu, pendidikan itu sangat penting untuk
menunjang masa depan yang lebih baik. Pendidikan telah menjadi kebutuhan semua manusia dan
menjadi kunci bagi kemajuan sebuah bangsa.

Mungkin selama ini yang kita ketahui pendidikan itu hanyalah yang kita dapatkan disekolah, padahal
pendidikan itu terbagi menjadi tiga, yaitu: pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan yang
kita dapatkan didalam kelas disebut dengan pendidikan formal, dan pendidikan nonformal bisa kita
dapatkan dalam kegiatan berorganisasi seperti Pramuka, PMR, Organisasi Pecinta Alam, dll. Sedangkan
pendidikan informal adalah semua hal yang kita peroleh diluar sekolah.

Pendidikan yang pertama kali kita peroleh bukanlah pendidikan formal dan nonformal yang disekolah,
tetapi pendidikan informal yang diperoleh dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Pendidikan
informal berpengaruh dalam membentuk watak, kebiasaan, dan perilaku anak di masa depan.
Berdasarkan Pasal 117 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 mengatakan hasil pendidikan
informal setara dengan pendidikan nonformal dan formal.

Sistem pendidikan formal yang telah dibuat oleh Kementrian Pendidikan dan Budaya (Permendikbud)
sesuai kurikulum 2013 menetapkan siswa/i sekolah baik SD, SMP, ataupun SMA untuk mengikuti
kegiatan belajar disekolah selama 8 jam perhari dalam 5 hari efektif belajar yaitu, hari Senin-Jumat. Jika
di totalkan dalam waktu seminggu, kegiatan belajar mengajar disekolah berlangsung selama 40 jam.
Sedangkan waktu istirahat dalam sehari hanya 90 menit, apabila di totalkan dalam seminggu jumlah
waktunya hanyalah 8 jam. Perbandingan antara waktu belajar dengan waktu istirahat yang diperoleh
siswa/i adalah 1:5, hasil perbandingan ini sangatlah mengenaskan. Padahal, hasil penelitian Report
College of Education and Human Development mengenai waktu efektif belajar dikelas bagi siswa/i
hanyalah 3-4 jam perhari.

Berdasarkan penelitian, waktu otak manusia bisa berpikir fokus adalah pukul 09.00-11.00, sebab pada
waktu ini, hormon stres kortisol berada dalam kadar sedang. Hal ini akan sangat membantu untuk
berpikir fokus. Uniknya, kondisi ini dialami oleh semua golongan umur. Sedangkan pada pukul 13.00-
15.00, kemampuan otak untuk berpikir sangatlah tidak produktif. Apalagi setelah makan siang akan
terjadi penurunan suhu tubuh yang biasanya membantu menenangkan untuk tidur. Dikarenakan tubuh
sedang mencerna makan siang, tubuh pun menarik darah dari otak ke perut dan berharap bisa
beristirahat sejenak.

Dr. Hirome Shina dalam buku nya The Miracle of Enzyme bahwa bila kita diberikan waktu istirahat
untuk tidur siang, maka produktivitas kerja akan meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
diberikan oleh Rossi dan Nimmons (1991), produktivitas akan lebih meningkat ketika para pembelajar
diberikan waktu istirahat beberapa kali. Istirahat bagi otak juga memberi waktu untuk membuang
memori yang tidak perlu.

Penerapan Full Day School membuat siswa/i merasa terlalu lelah dan acap kali membuat mereka pulang
terlalu sore. Terlebih lagi, banyak diantara mereka sehabis pulang sekolah langsung melanjutkan pergi
les atau kursus, juga pergi mengaji. Belum lagi, guru disekolah tetap memberikan PR (pekerjaan rumah)
dan juga tugas jangka panjang yang memberatkan siswa/i. Padahal hampir seharian penuh waktu siswa/i
dihabiskan disekolah. Hal ini membuat banyak siswa/i tidur pada tengah malam atau lebih parahnya lagi
begadang hanya untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut.

Karenanya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang memiliki mandat pengawasan
penyelenggaraan perlindungan anak menilai kebijakan full day school ini berpotensial mengganggu
pemenuhan hak dasar anak. Setiap anak memiliki kondisi yang berbeda-beda, sehingga siswa/i yang
satu dengan yang lain tidak bisa disamaratakan. Bagi sebahagian anak, menghabiskan waktu dengan
durasi panjang disekolah justru dapat mengganggu tumbuh kembangnya.

Oleh karena itu, siswa/i haruslah pandai dalam me-manage waktunya dengan baik dan menjaga
kesehatan. Pada titik ini, jauh lebih elok lagi jika pemerintah melengkapi fasilitas-fasilitas serta sarana
dan prasarana yang ada disekolah, khususnya sekolah yang ada di desa-desa, daerah terpecil, dan di
daerah perbatasan. Sehingga siswa/i tetap merasa nyaman dan belajar dengan kondusif serta membuat
siswa/i bisa fokus belajar dan merasa tidak jenuh.
Wacana Sekolah "Full Day", Ini Tanggapan Murid dan Orangtua
JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk
memperpanjang jam sekolah bagi para siswa hingga sepanjang hari disambut beragam oleh siswa dan
orangtua.
Dari sisi siswa, banyak yang menolak karena mengaku lelah. Andaipun setuju, harus disertai syarat
tertentu.
Misalnya saja Hanna Mardiyah, siswi SMAN 6 Jakarta. Dia menolak wacana tersebut karena sekolah
sepanjang hari akan membuatnya stres dan malah tidak mampu menyerap pelajaran.
"Enggak setuju karena waktu belajar yang lama juga tidak efektif. Otak kita butuh istirahat," ujarnya
saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (18/8/2016).
Hal yang sama diutarakan Chaeruddin yang kini duduk di kelas 7 SMPN 12, Jalan Wijaya IX, Jakarta
Selatan. Ia mengatakan, tak akan ada waktu untuk main dan membuat ia justru jenuh di sekolah.
"Nggak maulah sekolah sampai jam lima. Capek, mending seperti sekarang aja jam 2," ujar Chaeruddin.
Namun, salah seorang siswa SMAN 86 Jakarta, Diaz Rezky Pramana mengaku setuju wacana itu
diterapkan jika ada keringanan pelajaran dan tidak menambah beban studinya.
"Soalnya enak belajar di sekolah daripada di rumah, tapi kalau emang beneran pulang jam maunya
diringanin tugas-tugas sama ulangannya," ujar Diaz.
Adapun salah satu orangtua juga ada yang menyambut baik. Ibu Suparno, warga Kelurahan Pulo,
Kebayoran Baru yang anaknya sekolah di SMPN 12 dan SD Raudhatul Ulum justru meminta agar
kegiatan di sekolah sampai sore diisi dengan pelajaran ekstra.
"Setuju sih kalau anak diisi kegiatan yang berguna. Karena anak kan pulang siang supaya sorenya bisa
les sama ngaji, mereka tetep butuh les apalagi yang mau ujian nasional," kata Ibu Suparno.
Sementara penolakan datang dari Arofah Supandi, yang anaknya baru masuk SD. Arofah mengatakan,
pada usia sekolah, anak perlu bermain. Sebab, mereka tak bisa dipaksa terus-terusan belajar.
"Ya enggak setuju banget, kasihanlah kan dia perlu main juga," katanya.
Penolakan juga datang dari Dicky Martiaz yang kedua anaknya bersekolah siang hari di SMA swasta di
Tangerang. Ia meminta Mendikbud mempertimbangkan masalah uang jajan yang harus ditambah,
pembagian ruang kelas di sekolah yang beroperasi pagi dan petang, serta beban mental anak sendiri.
"Kalau alasannya disamakan jam kerja orangtua, seberapa banyak orangtua yang kerja kantor jam 9-5
sore? Dan dengan kurikulum sekarang saja murid sudah berat. Terus mau diisi apa jam tambahannya?
Jangan samakan dengan sekolah swasta yang juga jadi day care," ujarnya.
Mendikbud Muhadjir Effendi telah menyampaikan usulan ini kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla dan
disetujui. Muhadjir menjelaskan, bersekolah sepanjang hari alias full day school sebenarnya sudah
dijalankan banyak sekolah, terutama sekolah swasta.
Menurut dia, sistem bersekolah sepanjang hari banyak memberikan kesempatan kepada sekolah untuk
menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik.
"Bahkan nanti kami ciptakan lingkungan sekolah yang lebih menggembirakan. Kalau perlu ngaji, nanti
kami undang ustaz ke sekolah," kata dia.
Selain itu, program itu juga menghindari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di luar jam sekolah.
Muhadjir menyebutkan jam pulang sekolah akan disamakan dengan jam pulang kerja sehingga anak
didik tidak dilepas begitu saja setelah jam sekolah.
"Jadi, anak pulang pukul lima sore, orangtuanya bisa jemput. Sehingga anak kita tetap ada yang
bertanggung jawab setelah dilepas pihak sekolah," kata dia.
Kalau program itu diterapkan, dalam sepekan sekolah akan libur dua hari, yakni Sabtu dan Minggu.
Sehingga, ini akan memberikan kesempatan bagi peserta didik bisa berkumpul lebih lama dengan
keluarga.
PENDAHULUAN

Menurut etimologi, kata full day school berasal dari Bahasa Inggris. Terdiri dari kata full
mengandung arti penuh, dan day artinya hari. Maka full day mengandung arti sehari penuh. Full day
juga berarti hari sibuk. Sedangkan school artinya sekolah. Jadi, arti dari full day school adalah sekolah
sepanjang hari atau proses belajar mengajar yang dilakukan mulai pukul 06.45-15.00. Dengan demikian,
sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa, disesuaikan dengan bobot mata pelajaran dan
ditambah dengan pendalaman materi.
Jika dilihat dari makna dan pelaksanaannya, full day school sebagian waktunya digunakan untuk
program pelajaran yang suasananya informal, tidak kaku, menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan
kreativitas dan inovasi dari guru. Dalam hal ini, Salim berrpendapat berdasarkan hasil penelitian bahwa
belajar efektif bagi anak itu hanya 3-4 jam sehari (dalam suasana formal) dan 7-8 jam sehari (dalam
suasana informal).
Metode pembelajaran full day school tidak melulu dilakukan di dalam kelas, namun siswa diberi
kebebasan untuk memilih tempat belajar. Artinya siswa bisa belajar dimana saja seperti halaman,
perpustakaan, laboratorium dan lain-lain.

KESIMPULAN

Full day school adalah sekolah sepanjang hari atau proses belajar mengajar yang dilakukan
mulai pukul 06.45-15.00. sehingga sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa,
disesuaikan dengan bobot mata pelajaran dan ditambah dengan pendalaman materi. Dari makna dan
pelaksanaannya, full day school sebagian waktunya digunakan untuk program pelajaran yang
suasananya informal, tidak kaku, menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan kreativitas dan inovasi
dari guru.
Sistem pembelajaran full day school bukanlah hal yang baru. Sistem ini telah lama diterapkan
dalam tradisi pesantren melalui sistem asrama atau pondok, meskipun dalam bentuknya yang sangat
sederhana. Bahkan jika ditarik ke belakang, sistem asrama telah dipraktikkan sejak masa pengaruh
Hindu-Budha pra-Islam.
Dengan sistem ini diharapkan anak didik memiliki produktifitas yang tinggi sehingga mampu
meminimalisir hal-hal negatif yang dimungkinkan dilakukan oleh anak sebagai dampak dari
pergaulannya dengan lingkungannya.

Pendapat Tentang Kebijakan Full Day School


Sebetulnya apa yang salah dari kebijakan baru? Semua aturan yang dibuat entah oleh otoritas pasti
ingin mengefisiensikan dampak kebijakan-kebijakan lama. Ini merupakan hal yang menarik dalam
berdemokrasi, semua bisa berpendapat mengkritik atau memberi saran terbaik melalui pendapat masing-
masing warga negara. Pendapat Dari kita dan untuk kita.

Pendapat saya tentang full day school agak sedikit pro walaupun saya lebih pro mengurangi jam
pelajaran dari pada mengotak-atik jam pelajaran. Menurut saya tidak ada yang salah dari kebijakan full
day school. Pada dasarnya saya berpendapat pemikiran full day school ada karena sibuknya orang tua
yang harus bekerja memenuhi segala kebutuhan hidup. Ayah dan ibu diperkotaan dan pedesaan kini mau
tak mau harus bekerja supaya lebih mudah dalam memenuhi kebutuhannya. Kebijakan ini bermaksud
baik untuk supaya antara orang tua dan anak ketika akhir pekan bisa menghabiskan waktu lebih lama
bersama.

Saya memang bukan psikolog yang mengerti pasti tentang kejiwaan. Tetapi saya menyimpulkan dari
refleksi diri saya sendiri ketika menjadi siswa. Kebanyakan waktu disekolah sangatlah membosankan
bahkan merasa sekolah merupakan ruangan yang sama sekali tidak membebaskan. Untuk itu saya lebih
pro jam pelajaran dikurangi saja berikut hari-harinya. Sabtu dan minggu libur diarahkan anak-anak
untuk berolah raga dirumah dan bermain sesukanya sembari banyak membaca buku, jumat untuk kerja
bakti dilingkungan sekitar atau sekolah, kalau lingkungan bersih siswa diarahkan untuk jalan-jalan atau
senam bersama. Hari pelajaran dari senin sampai kamis jam 12 siang pulang.

Para guru juga mengarahkan ketika tidak didalam sekolah siswa harus belajar sendiri sesuai yang
mereka sukai. Bagaimana dengan anak yang malas? Itu sudah karakter biarkan mereka belajar sediri
bagaimana menghancurkan kemalasannya. Orang yang dasarnya malas jika diatur semakin tidak
beraturan hidupnya. Biarkan anak-anak menentukan karakternya sendiri. Bukankah tujuan dasar
pendidikan untuk menjadi bebas menentukan pilihan hidupnya supaya lebih bahagia didunia? Jangan
sampai pendidikan malah menjadi kekangan yang diwajibkan.

Apapun kebijakan pemerintah, menurut saya merupakan etikad baik pemerintah mengatur
masyarakatnya. Biarkanlah pemerintah bekerja dengan kebijakan-kebijakannya. Setelah nanti dijalani
dan anak-anak tidak bahagia dengan itu dan justru malah lebih tertekan, kita-kitalah orang dewasa yang
bereaksi terhadap kebijakan pemerintah. Ketika banyak komplain pemerintah juga akan mengkaji ulang
kebijakan itu. Alngkah lebih bijaknya kita para orang tua untuk membiarkan dulu pemerintah bekerja
dengan kebijakan-kebijaknya. Baik terus dijalani, berakibat buruk ayo sama-sama kita tentang
pemerintah. Begitu saja kok repot mungkin kata gus dur jika beliau masih hidup.

Anda mungkin juga menyukai