Oleh
2021717
STISIPOL PAHLAWAN 12
SUNGAILIAT – BANGKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Kasus perilaku kekerasan dalam pendidikan juga bervariasi: pertama, kategori
ringan,langsung selesai di tempat dan tidak menimbulkan kekerasan susulan atau aksi balas
dendam oleh si korban. Untuk kekerasan dalam klasifikasi ini perlu dilihat terlebih
dahulu,apakah kasusnya selesai secara intern di sekolah dan tidak diekspos oleh media massa
ataukah tidak selesai dan diekspos oleh media massa,karena sudah banyak masyarakat yang
mengalami perubahan sosial.Dari dulunya yang hanya diam jika mempunyai masalah atau
konflik tapi zaman sekarang apa saja yang dilakukan pasti akan terekspos keluar baik itu dari
segi buruk maupun baiknya. Kedua, kategori sedang namun tetap diselesaikan oleh pihak
sekolah dengan bantuan aparat, dan ketiga, kategori berat yang terjadi di luar sekolah dan
mengarah pada tindak kriminal serta ditangani oleh aparat kepolisian atau pengadilan.
Umumnya kasus perilaku kekerasan kategori ringan dan sedang ini terjadi di lingkup sekolah,
masih berada dalam jam sekolah/ kuliah dan membawa atribut sekolah. Lingkup inilah
yang akan menjadi sosotan dalam penelitian ini.Studi Kasus dengan menggunakan metode
deskriptif-analitis ini bertujuan membuat tipologi perilaku kekerasan dalam pendidikan di
Indonesia, terutama pasca reformasi sembari mencari kondisi apa saja yang melatarbelakangi
munculnya kekerasan dalam pendidikan tersebut. Sebagai tanggung jawab moral, penelitian
ini juga mengusulkan kebijakan publik guna membenahi pendidikan kondisi pendidikan yang
lebih humanis, sehingga mampu mencegah berlanjutnya kekerasan dalam pendidikan
tersebut.
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan Studi Kasus ini adalah antara lain untuk mengetahui fenomena mengenai
adanya tindakan kekerasan dalam dunia pendidikan. Mengetahui faktor-faktor penyebab
kekerasan dalam pendidikan, dan mencari solusi penyelesaiannya dalam tinjauan sosiologi
pendidikan. Agar hal ini tidak terus menjadi ranjau dalam dunia pendidikan, yang terus
mencoreng citra baik dunia pendidikan Indonesia selama ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Konflik sosial seperti kekerasan dan pelecehan yang terjadi dalam dunia pendidikan
di Indonesia akhir-akhir ini,bukanlah sesuatu yang muncul dengan tiba-tiba. Namun, semua
itu telah tertanam kuat sejak dulu sebelum kemudian akhirnya meledak. Sebagai contoh,
masyarakat yang pernah mengenyam dunia pendidikan tentu masih ingat benar dengan istilah
MOS (Masa OrientasiSiswa) atau OSPEK (Orientasi Pengenalan Kampus) dengan berbagai
nama lainnya.Kedua kegiatan tersebut senantiasa dilakukan setiap tahun untuk menyambut
siswa dan mahasiswa baru.Tujuan awalnya adalah untuk memberikan pembekalan, baik
materi maupun pengenalan lingkungan sekolah atau kampus kepada siswa maupun
mahasiswa baru. Hal ini dianggap penting untuk membantu proses belajar mengajar sebagai
kegiatan utama.Sayang,dalam pelaksaannya kedua kegiatan ini justru mengalami
penyimpangan tujuan.MOS dan OSPEK seringkali dijadikan ajang para senior untuk
menunjukkan kekuasaan dan senioritasnya. Dalam kegiatan ini, tak jarang mereka melakukan
tindakan kekerasan dan pelecehan pada junior. Hukuman seperti push up, lari keliling
lapangan, atau di jemur dibawah terik matahari merupakan hal yang biasa. Ditambah lagi
4
dengan bentakan parasenior yang kerap kali membuat kecut hati siswa atau mahasiswa baru.
Semua itu dilakukan dengan dalih untuk melatih kekuatan fisik dan mental. Padahal, jika
ditelusuri lebih jauh,alasan sebenarnya hanyalah untuk bersenang-senang mengerjai junior
dan balas dendam atas perlakukan senior terdahulu.
5
pakartentang kolonailisme mengatakan bahwa kolonalisme diartikan sebagai
penonmanusiawian (dehumanization) rakyat di daerah koloni.Orang-orang yang dijajah tidak
diperlakukan sebagai manusia, tetapi lebih kepada benda.Jelasalah bahwa ternyata begitu
besar pengaruh dari kolonialisme. Colonial jaman belanda kental dengan perbudakan yakni
dengan melihat adanya legitimasi majikan untuk menghukum budak bila melakukan
kesalahan, adanya nilai superior dan inferior dalam pengambilan keputusan seorang majikan
tidak memperhitungkan nilai-nilai demokratis.Budaya majikan disini jelas mempunyai
kewibawaan dan status social yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Kalau melihat
realitas sekarang akar kekerasan tersebut masih ada, seperti dengan halnya guru menghukum
muridnya, posisi orang tua dalam mendidik anak dalam keluarga, golongan ningrat yang
melakukan kekerasan terhadap budak dan pejabat pemerintahan menekan rakyatnya, yang
juga memiliki legitimasi untuk menerapkan penghakiman dan distribusi sanksi sepihak tanpa
proses demokrasi.Hal tersebut terjadi karena adanya stratifikasi sosial atau terbentuknya
tingkatan,kelas-kelas dalam ruang lingkup masyarakat dan yang lainnya.Dalam proses
pendidikan tampaklah sebuah proses pemberian hak khusus kepada segolongan masyarakat
tertentu (guru, orang tua atau yang dituakan). Driyarkara menyebutkan sebagai
kecenderungan pendidikan yang stato-centris, dimana guru dijadikan sebagai pengontrol
(controleur). Apa yang dilakukan anak akan menjadi benar bilamana sesuai dengan yang
diharapakan orang lebih dewasa.
Kalau melihat pemikiran dari Eric Fromm yang mengatakan bahwa “ketakutan”
sebagai akar dari kekerasan”, jadi jelaslah bahwa akar kekerasan dalam pendidikan ialah
ketakutan yang muncul dari dalam diri seorang pendidik ketika secara eksistensial
berhadapan dengan seorang anak didiknya.Jadi dalam bahasa sederhananya para pendidik
harus ditakuti oleh muridnya, mahasiswa harus takut ke dosen, guru harus ditakuti oleh
mudirdnya.
2.3 Beberapa Indikator Kekerasan
Menurut Jack D. Douglas dan Frances Chalut Waksler, istilah kekerasaan
(violence)dipakai untuk menggambarkan tindakan atau perilaku, baik secara terbuka (over)
maupun tertutup (covert) dan baik yang sifatnya menyerang (offensive) maupun
bertahan(defensive),yang diikuti dengan penggunaan kekuatan fisik terhadap orang lain.Dari
definisi di atas, kita dapat menarik beberapa indikator kekerasan: Pertama, kekerasanterbuka,
yaitu kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang dapat dilihatdan diamati
secara langsung, seperti perkelahian, tawuran, bentrokan massa, dan yangberkaitan dengan
tindakan fisik lainnya. Kedua, kekerasan tertutup,yaitu kekerasan yang dilakukan seseorang
6
terhadap orang lain secara tersembunyi, seperti mengancam dan intimidasi. Ketiga, kekerasan
agresif, yaitu kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dengan tujuan
mendapatkan seseuatu, seperti perampokan,pemerkosaan, dll.Ketiga indikator kekerasan di
atas selalu menjadi langganan dalam dunia pendidikan kita saat ini. Kekerasan tidak pernah
diinginkan oleh siapapun, apalagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan
masalah secara edukatif. Namun tak bisa dihindari, dilembaga ini ternyata masih sering
terjadi tindakan yang sifatnya destruktif.
7
temannya,seharusnya mampu membuka atau menggugah hati kita, bahwa tidak tertutup
kemungkinan praktik bullying tersebut terjadi pula di lingkungan sekolah kita masing-
masing. Dan terkadang, pemberitaan yang kurang berimbang tentang suatu tayangan
kekerasan dapat mencoreng nama baik si pelaku (guru) dan secara umum mencoreng nama
baik sekolah yang bersangkutan. Tentunya peran media sebagai jendela informasi harus
menelusuri secara komprehensif kejadian tersebut dan menyajikan berita dari segala aspek
dan tidak hanya mengeksploitasi tindakan kekerasannya saja.
8
merupakan indikator bahwa kegiatan pendidikan kita masih jauh dari nilai-
nilai kemanusiaan. Disinilah urgensi humanisasi pendidikan.Humanisasi
pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa yang cerdas
nalar, cerdas emosional, dan cerdas spiritual, bukan malah menciptakan individu-
individu yang berwawasan sempit, tradisional, pasif, dan tidak mampu
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi.
3. Guru, Sebagai Ujung Tombak
Selain menjadi seorang pengajar, seorang guru juga berperan sebagai pendidik
dan motivator bagi siswa-siswinya. Sebagai seorang pengajar, guru dituntut
berkerja cerdas dan kreatif dalam mentranformasikan ilmu atau materi
kepada siswa. Dan berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan suatu materi
sehingga materi tersebut bisa diaplikasikan dalam keseharian siswa itu
sendiri.Tugas sebagai pendidik adalah tugas yang sangat berat bagi seorang guru.
Guru dituntut mampu menanamkan nilai-nilai moral, kedisiplinan, sopan santun,
dan ketertiban sesuai dengan peraturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah
masing-masing. Dengan demikian, diharapkan siswa tumbuh menjadi
peribadi yang sigap, mandiri, dan disiplin. Dan sebagai motivator, guru harus
mampu menjadi pemicu semangat siswanya dalam belajar dan meraih prestasi.
Dari penjelasan di atas, yang terpenting untuk menanggulangi munculnya praktik
bullying di sekolah adalah ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan
sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk di dalamnya guru,karyawan, dan
siswa itu sendiri.Diharapkan, dengan penegakan displin di semua unsur, tidak
terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan marah-marah atau
menampar. Dan diharapkan tidak adalagi siswa yang melakukan tindakan
kekerasan terhadap temannya. Sebab, kalau terbukti melanggar, berarti siap
menerima sanksi
9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kekerasan dan pelecehan yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia akhir-
akhir ini,bukanlah sesuatu yang muncul dengan tiba-tiba. Namun, semua itu telah tertanam
kuat sejak dulu sebelum kemudian akhirnya meledak. Sebagai contoh, masyarakat yang
pernah mengenyam dunia pendidikan tentu masih ingat benar dengan istilah MOS (Masa
OrientasiSiswa) atau OSPEK (Orientasi Pengenalan Kampus) dengan berbagai nama
lainnya.Kedua kegiatan tersebut senantiasa dilakukan setiap tahun untuk menyambut siswa
dan mahasiswa baru. Tujuan awalnya adalah untuk memberikan pembekalan, baik materi
maupun pengenalan lingkungan sekolah atau kampus kepada siswa maupun mahasiswa baru.
Hal ini dianggap penting untuk membantu proses belajar mengajar sebagai kegiatan utama.
Sayang, dalam pelaksaannya kedua kegiatan ini justru mengalami penyimpangan tujuan.
3.2 Solusi/Saran
Untuk mengatasi masalah kekerasan dalam dunia pendidikan, ada beberapa alternatif
solusi penyelesaian dan pencegahan ditinjau dari segi SosiologiPendidikan, antara lain :
1. Peran Orang Tua dan Guru
2. Humanisme Pendidikan
3. Guru, Sebagai Ujung Tombak
10
DAFTAR PUSTAKA
11