Anda di halaman 1dari 58

ILEUS

• Ileus
– Gangguan Pasase Usus sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke
distal atau anus
• Partial Obstruksi
– Sumbatan usus sebagian yang menyebabkan
• Ileus Obstruksi:
– Ileus karena ada sumbatan/hambatan utuh, bisa berupa sumbatan
• lumen usus,
• dinding usus
• luar usus
• Ileus Paralitik
– Ileus gagal melakukan fungsi peristaltik akibat Saraf Otonom Usus terganggu, dapat
disebabkan
• Gangguan sistemik (DM)
• Toksin
• Trauma
• Pankreatitis
• Obat spasmolititk
• Tindakan bedah abdomen
• Terminal stage ileus obstruksi
• Klasifikasi
• Obstruksi/Mekanik/dynamic
– Berdasarkan Penyebab
• Isi lumen usus,
• dinding usus
• luar usus
– Berdasarkan Onset
• Akut (Usus halus)
• Kronis  Parsial (Tumor)
– Berdasarkan Sifat
• Parsial  Diagnosisnya Obstruksi Parsial, bukan ileus obstruksi parsial
• Simple Komplit/Sederhana (Tumor, Askariasis)
• Strangulata (hernia, invaginasi, adhesi, volvulus)
– Berdasarkan Lokasi
• Letak rendah  Distal dari Ileucaecal Junction
• Letak tinggi  Proksimal dari Ileucaecal Junction
• Paralitik/Adynamic
– Gagal melakukan kontraksi peristaltik
– neuron inhibitory dan neuron exitatory dari sistim enteric motor neuron
– faktor seperti sistim saraf simpatik – parasimpatik, neurotransmiter (adrenergik,
kolinergik, serotonergik,dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit
dan sebagainya
• Kumpulan gejala berupa
– tidak dapat bab,
– tidak dapat flatus,
– kembung,
– muntah
• Persarafan usus
• Sistem Saraf Enterik
– Diatur oleh saraf simpatik dan parasimpatik
– Pleksus Auerbach dalam lapisan muskularis  Pergerakan Usus
– Pleksus Meissner di lapisan submukosa.  Sekresi usus
• Usus Halus
– Parasimpatis
• merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan,
• Sensorik mengatur refleks usus
– Simpatis
• menghambat pergerakan usus.
• sensorik menghantarkan nyeri
– Duodenum
• saraf simpatis & parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior
dan pleksus coeliacus.
– jejenum dan ileum
• saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus
superior.
• Usus Besar
– Simpatis
• penghambatan sekresi dan kontraksi,
• perangsangan sfingter rektum,
– Parasimpatis
• mempunyai efek berlawanan dengan simpatis
– Sekum, appendiks dan kolon ascendens
• serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf
mesentericus superior.
– Kolon transversum
• 2/3 proksimal: saraf simpatis nervus vagus
• 1/3 distal: saraf parasimpatis nervus pelvikus
• Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior.
– Kolon descendens
• saraf serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan
saraf parasimpatis nervus pelvikus.
• Fungsi Usus
• Fungsi Eksresi
– Gerakan Propulsif
• Mendorong makanan ke distal
• semakin distal gerakan semakin lambat
– Gerakan Mencampur Mixing
• Fungsi Absorbsi
• Gejala
• Nyeri Perut
– Akibat distensi usus, peregangan
• Konstipasi
– Pada Ileus Paralisis
– Gangguan defekasi yang diakibatkan selain Obstruksi
• Obstipasi
– Pada Ileus Obstruksi
– Gangguan defekasi yang diakibatkan Obstruksi
• Pemeriksaan Fisik
• Distensi
• Meteorismus
– kembung perut
– pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung dan usus
• Darm Countur
• Darm Steifung
• Patofisiologi
• Akibat ileus terjadi penimbunan cairan dan gas dalam lumen usus tanpa adanya reabsorpsi
cairan dalam usus, sehingga
– Distensi usus
• Penekan vaskularisasi usus  Iskemi  Nekrosis  permeabilitas usus
meningkat
– Proliferasi bakteri dan toksin berlangsung cepat
– Cairan lumen, bakteri dan toksin usus menuju ruang peritoneum
– Peritonitis Septikemia + Hipovolemi
• Penatalaksanaan
• Non-Medikamentosa
– KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang penyakit ini
– Tirah baring
– Puasa, pasien mendapat nutrisi parenteral àsampai BU (+)/ Flatus (+)
– Pasang NGT / Naso Gastric tube (selang lambung)
• Dekompresi udara di saluran cerna
– Kateterisasi urin
• mengukur jumlah produksi urin per24 jam
– Nutrisi Parenteral
• Sesuai kebutuhan kalori basal (25-30 kal/KgBB/hr) atau
• 1000-1500 kal/hr ditambah kebutuhan yang lain.
– Diet yang dianjurkan setelah kondisi stabil?
• Hari 1(bubur saring), Hr 2 (Bubur Kasar), Hr 3 (Nasi tim), Hr 4 (Nasi biasa)
• Medikamentosa
– Infus cairan untuk mengatasi syok
– Koreksi keseimbangan elektrolit Na/K sesuai kebutuhan)
– Prostigmin (neostigmin) 3×1 ampul
• Pada ileus paralitik
• memacu motilitas usus.
– Antibiotik tergantung penyebab.
• Komplikasi
– Syok hipovulemik
– Septikemia
– Syok sepsis
– Malnutrisi

HERNIA
• Definisi
• Hernia  Ernos: Penonjolan
• Prostusi/penonjolan isi/viskus (organ) suatu rongga/kantung melalui defek/bagian lemah
dari dinding rongga tersebut
– Isi  Usus, Omentum, Ovarium
– Rongga/Kantung  Peritoneum Parietal
– Dinding Rongga  Muskulo-Apponeurotik Dinding Perut
• 3 Unsur Hernia
– Kantung Hernia
• Peritoneum Parietale
– Isi/Viskus (Organ) Hernia
• Usus Besar dan Apendiks
• Omentum Majus,
• Divertikulum Meckel
• Vesica Urinaria
• Ovarium dengan atau tanpa Tuba Fallopi
• Cairan Asites
• (tidak boleh hanya cairan)
– Pintu/Leher Hernia
• Locus Minores Resisten (Muskulo-Apponeurotik Dinding Perut)
• Klasifikasi
• Berdasarkan Sifat/Klinis (Isi Hernia: Usus)
– Reponible
• Isi Hernia/Viskus masih dapat kembali ke dalam kavum abdomen secara
spontan atau manipulasi
• Kantung Hernia tetap diluar
– Ireponible/Akreta
• Isi Hernia/Viskus masih tidak dapat dikembalikan ke dalam kavum abdomen
• Akibat telah terjadi perlekatan antara Isi Hernia/Viskus dengan Kantung
Hernia atau karena Leher Sempit dan Kaku
• Terjadi perlekatan juga yang menutup lumen usus
– Incarserata/Obstruksi
• Hernia mengakibatkan Gangguan Passase Usus (Ileus)  Gejala Ileus
Obstruktif (+)
• Closed Loop Obstruction
– Akibat akumulasi cairan yang tidak bisa keluar pada Kedua Isi
Hernia/Viskus (Usus yang masuk dan Usus yang keluar)  Distensi
Isi Hernia/Viskus  menimbulkan kondisi terjepitnya Isi
Hernia/Viskus dan Kantong Hernia oleh Cincin Hernia 
menimbulkan Gangguan Pasase Usus (Ileus)
– Strangulata
• Hernia mengakibatkan Gangguan Vascularisasi  Gejala Nyeri Iskemia (+)
• Closed Loop Obstruction + Vascularisation Defect
– Distensi Isi Hernia/Viskus yang terus-menerus hingga menekan
Vaskularisasi dari Isi Hernia di Leher Hernia  Iskemia  Nekrosis
 Permeabilitas dinding isi usus terganggu  Translokasi kuman
dari Isi ke Kantong ke pembuluh darah  Sepsis  Perforasi Isi
Hernia dan cairan isi mengalir melalui kantong ke intraperitoneum
 Peritonitis
• Tidak terjadi pada hernia omentalis (Isi Hernia Omentum), karena tidak ada
Vaskularisasi pada omentum
• Klasifikasi
• Berdasarkan Terjadinya
– Kongenital
• H. Umbilicalis
• H. Diafragmatis
• H. Inguinalis Lateralis (Indirect)
– Jika turun ke Scrotum  H. Scrotalis
– Didapat (Akuisita)
• H. Inguinalis Lateralis (Indirect)
• H. Inguinalis Medialis (Direct)
• H. Femoralis
• Klasifikasi
• Berdasarkan Arah Keluarnya
– Interna
• Penonjolan rongga antara organ intra abdominal yang saling berdekatan
• Isi Hernia masuk ke lubang/rongga lain dalam Kavum Abdomen
– Foramen Wislow,
– Resesus Retrosekalis,
– Defek Dapatan pada mesenterium (post OK)
• Tanpa kantong hernia
– Eksterna
• Penonjolan abnormal organ intra abdominal melewati defek fasia pada
dinding abdomen
• Memiliki kantong hernia
• Klasifikasi
• Hernia Internal
– Diafragmatika
• Melalui Foramen Bochdalek (diafragma)
• Morgagni
– Epiploika Winslow
– Hernia Mesenterika
– Bursa Omentalis
– Retroperitoneal
• Pseudo Duodenalis
• Resessus IleoCaecalis
• Resessus Sigmoideus
• Hernia Eksternal
– Interparietalis/intertitialis
• Kantongnya menjorok ke dalam celah antara lapisan dinding
– Hernia Inguinalis Lateralis – Hernia Scrotalis – Hernia Labialis
• Locus Minoris  Annulus Inguinalis Lateralis (Internus)
• Insipiens (mengancam)
– HIL yang ujungnya tidak keluar dari anulus eksternus
– Hernia yang membalut
• Hernia Skrotalis
– Jika sudah sampai skrotal menjadi
• Hernia Labialis
– Jika sampai ke Labium Mayus menjadi
– Hernia Inguinalis Medialis
• Locus Minoris  Trigonum Hasselbach
– Hernia Femoralis
• Lokus menoris  Lakuna Vasorum di Inguinal
– Epigastrika
• Melalui linea alba (kranial umbilikalis)
• Sulit dibedakan dengan lipoma karena yang menonjol jaringan lemak
preperitoneal
– Umbilikalis
• Kongenital, karena umbilikus hanya tertutup peritoneum dan kulit
– Para-umbilikalis
• Tepi atas umbilikus
– Lumbalis
• Dinding lateral perut
• Hernia sikatriks (bekas luka operasi)
– Akibat terpotongnya nervus  anestesi kulit dan paralisis otot
• Hernia trigonum lumbal inferior Petit
• Hernia trigonum lumbal superior Grijnfelt
– Spieghel
• Antara tepi lateral m.Rektus Abdominis – m. Transversus Abdominis (Linea
Semisirkularis)
– Pantalon
• Kombinasi HIL dan HIM pada 1 sisi yang sama
• Kedua hernia dipisah vasa epigastrika inferior sehingga bentuk kaya celana
– Bilateral
• Sisi kanan dan kiri abdomen terjadi hernia (Biasanya HIM)
– Perinealis
• Melalui defek dasar panggul menonjol di perineum
– Obturatoria
• Melalui foramen obturatorium
– Ventralis
• Anterolateral abdomensikatrik
• Klasifikasi
• Bentuk Khusus
– Hernia Richter
• Isi dari Kantung hernia terdiri dari hanya satu sisi dinding usus (Sisi
Antemesenterika)
• Viskus biasanya Usus Halus
• Benjolan (-)
• Klinis
– Usus dapat mengalami iskemia tanpa gejala Obstruksi
– Hernia Inflamasi
• Isi/Viskus Hernia merupakan organ yang sudah meradang
– Apendisitis
– Divertikulum Meckel (Hernia Littre)
– Salphingitis
• Gejala mirip dengan Hernia Strangulata
– Sliding
• Sebagian dinding hernia terbentuk dari isi hernia/ kantong hernianya
kosong
• Biasanya pada organ retroperitoneal, karena organ turun ke retroperitoneal
• HIL tipe hernia paling sering mengalami Sliding
– Mayol’s (W-LIS)/Hernia-en-W-Maydels
• Isi kantong 2 loop usus, seperti huruf W
– Hernia
• Hernia Eksterna
– Hernia Inguinalis Lateralis – Hernia Scrotalis – Hernia Labialis
• Insipiens (mengancam)
– Hernia yang membalut
– HIL yang ujungnya tidak keluar dari anulus eksternus
• Beda denganTerletak di atas Ligamentum Inguinalis
• Lateral terhadap Vasa Epigastrica Inferior
• Uji valsava pada reponible, terasa tekanan di ujung jari, benjolan tidak
keluar
• Locus Minoris  Annulus Inguinalis Lateralis (Internus)
• Bentuk benjolan Lonjong
• Dari intraperitoneal masuk ke annulus inguinalis internum karena prosessus
vaginalis persisten, masuk ke kanalis inguinalis, tembus ke annulus inguinalis
eksternus masuk ke scrotum
• Jika sudah sampai skrotal menjadi Hernia Skrotalis
• Jika sampai ke Labium Mayus menjadi Hernia Labialis
– Hernia Inguinalis Medialis
• Letak di atas Ligamentum Inguinalis
• Medial terhadap Vasa Epigastrica Inferior
• Uji valsava pada reponible, terasa tekanan di sisi medial jari, benjolan keluar
lagi
• Locus Minoris  Trigonum Hasselbach
• Bentuk benjolan Bulat
• Dari intraperitoneal langsung menembus Trigonum Hasselbach  Direct
– Hernia Femoralis
• Letak di bawah Ligamentum Inguinalis
• Isi Hernia masuk ke Kanalis Femoralis, kemudian menembus Lakunar
Vasorum (Ligamentum Lakunar)
• Lokus menoris  Lakuna Vasorum di Inguinal
• Bahaya strangulata karena foramen kavum femoralis sempit dan dibatasi
tepi keras dan tajam (Os Pubis)
• Tanda dan Gejala
1. Benjolan di Lipat Paha atau Scrotum
1. Batas pangkal tidak jelas,
2. Bising Usus (+) pada benjolan
3. Transiluminasi (-)
4. Reponibel
1. Menonjol jika tekanan Intra Abdominal Meningkat
2. Benjolan bisa hilang jika pasien tidur atau bisa dikembalikan dengan jari
(Manipulasi))
5. Ireponibel
1. Tidak bisa hilang jika pasien tidur dan tidak bisa dikembalikan dengan
Manipulasi
2. Nyeri tekan (-)
6. Inkarserata
1. Tegang ,Lunak
2. Nyeri tekan (-)
7. Strangulata
1. Tegang, lunak, hangat, permukaan meradang, indurasi (+)
2. Nyeri tekan (+)
2. Tanda2 Ileus (+)  Inkarserata
1. Mual-muntah
2. Gangguan pasase usus
3. Nyeri Visera pada regio epigastrium/paraumbilikum
3. Nyeri Iskemi  Strangulata
4. Gejala Sepsis  Strangulata
5. Memiliki Faktor Predisposisi
1. Kongenital
2. Aktifitas angkat beban
3. PPOK
4. BPH
5. Ca Kolon
6. Konstipasi-Obstipasi
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan Lokalis
– Regio Illiaka-Scrotal Dextra/Sinistra
• Topografi
(Gambaran Lokasi)
• Canalis inguinalis
– Annulus Inguinalis Internus
• 2 jari diatas titik pertengahan Garis Ligamentum Inguinalis (SIAS 
Tuberculum Pubicum)
– Annulus Inguinalis Eksternus
• 4 cm dari Annulus Inguinalis Internus
• Ke arah MedioInferior,
• Sejajar Garis Ligamentum Inguinalis
• Trigonum Hasselbach
• Lakuna Vasorum
– Di bawah Ligamentum Inguinal,
– 2 jari dari a. Femoralis ke arah media
– Lateral Tuberkulum Pubikum
• Pemeriksaan Khusus
• Finger Test
• Thumb Test
• Ziemen Test
• Silk Sign  Untuk anak2
• Pemeriksaan :
1. ZIEMAN TEST :
 Bila hernia kanan periksa dengan tangan kanan
 Bila hernia kiri periksa dengan tangan kiri
 Cara : - Jari ke 2 , diatas anulus int.
- Jari ke 3 , diatas anulus ext.
- Jari ke 4 , diatas fossa ovalis
 Hasil  bila dorongan pada :
- Jari ke 2  HIL
- Jari ke 3  HIM
- Jari ke 4  H. Femoralis
2. FINGER TEST :
 Dengan jari telunjuk/kelingking scrotum di
invaginasikan menyelusuri anulus externus
sampai dapat mencapai canalis inguinalis 
suruh mengejan
 Bila dorongan/tekanan pada ujung jari  HIL
 Bila dorongan/tekanan pada medial jari  HIM
 Bila kosong saat memasukkan jari  Tanda
Sarung Tangan Sutera
3. THUMB TEST :
 Bila hernia kanan periksa dengan tangan kiri
 Bila hernia kiri periksa dengan tangan kanan
 Ibu jari ditekankan pada anulus int. (kurang
lebih pertengahan Sias-Tub.Pubicum, 1.5
cm diatas lig.inguinale) penderita disuruh
mengejan
 Bila tidak keluar benjolan  HIL
 Bila keluar benjolan  HIM , H. Femoralis
• Penunjang
1. Pencitraan
1. Herniografi
1. Rontgen dengan Injeksi medium kontras ke dalam kavum peritoneal
2. USG
1. Kasus sulit  Spiegel Hernia
3. CT dan MRI
1. Kasus jarang  Hernia Obturator
2. Laparoskopi
3. Operasi Eksplorasi
• DD
1. Kulit
1. Kista Sebasea
2. Epidermoid
2. Lemak
1. Lipoma
3. Fasia
1. Fibroma
4. Otot
1. Tumor mengalami hernia melalui pembungkusnya
5. Arteri
1. Aneurisma
2. Hematom Post Trauma
6. Vena
1. Varikosa
7. Limfe
1. Limphadenopati Inguinal
2. Limfogranuloma Venerum
3. Abses Inguinal (Cold Abses)
8. Gonad
1. Undesensus Testis (Kriptorchismus)
2. Hidrocele
3. Elefantiasis Scrotum
4. Torsio Testis
5. Varicocele
6. Orchitis
7. Tumor Testis
• Diagnosis
• Hernia pada dua sisi abdomen diagnosisnya menjadi
– HIL sinistra dengan HIM dextra, atau
– HIL dextra dengan HIM sinistra
• Terapi
• Indikasi
– Prinsip semua hernia dikoreksi
• Kontraindikasi
– Hernia dengan leher lebar dan kantung dangkal.
• Konservatif
– Bebatan/sabuk (Stagen)
– Reposisi
• Tangan kiri mefiksasi hernia membentuk corong
• Tangan kanan mendorong dengan perlahan dan tekanan konstan
• Operasi 1 hari post reposisi
– Pada Anak HIL Inkarserata  Karena Annulus elastis
• Valium 10 mg IV
– Obat penenang
• Posisi tendelenberg
• Kompres Es
• Jika dalam 6 jam tidak ada perubahan  Herniotomi
• Operatif
– Untuk anak <2 tahun, konservatif
– Cito
• Inkarserata dan Strangulata
– Jenis
• Herniotomi
– Pembebasan kanntong hernia sampai ke lehernya
– Isi kantong dikembalikan ke intra abdomen
– Prinsipnya : ligasi tinggi
• Hernioplasti
– Memperkecil Anulus Inguinalis internus dan memperkual dinding
belakang kanalis inguinalis
– Tidak pada anak karena annulus inguinalis internus elastis dan
dinding canalis inguinalis kuat (tanpa kelemahan otot)
• Herniorafi (tidak pada anak2)
– Herniotomi+Hernioplasti + Protesis Mass
– Tidak pada anak2 karena
» Bukan suatu kelemahan, otot penyangga masih kuat
• Tehnik Herniotomi
(Prinsip: Ligasi Tinggi)
1. Toilet dan Antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
2. Sayatan sejajar Lig. Inguinalis (2 jari di atasnya)
3. Sayat sampai fascia M. Obliqus Eksternus
4. Sisihkan N. Illiofemoralis dan N. Illioinguinalis
5. Sayat lagi sampai ketemu kantong hernia
6. Kantung hernia dibuka, isinya didorong ke dalam rongga abdomen
7. Kantung Proximal dan Distal dipisahkan
8. Kantung Proximal diikat setinggi mungkin, sampai dicapai preperitoneal Fat
9. Kantung Distal dibiarkan terbuka
10. Luka Operasi Ditutup
• Penting Untuk Strangulata
• Periksa Viabilitas Usus yang mengalami strangulasi
– Basahi usus tersebut dengan NaCl 0,9 % hangat sehingga gambaran usus lebih jelas.
– Nilai
• Warna
– merah muda  baik
– kehitaman  nekrosis
• Peristaltik
• Pulsasi Arteri Alkade
– Bila usus tampak nekrotik, biarkan sejenak dan lakukan penilaian ulang
– Tehnik Hernioraphi
1. Tujuan
2. Setelah herniotomi
3. Jahit Conjoint tendon (Jika tidak ada ganti Fascia M. Obliqus Internus) dengan Tuber
Pubicum
4. Metode Bassini:
– Jahit Conjoint tendon dengan Lig. Inguinale (HIL)
– Jahit ligamentum ingunal dengan Ligamentum Lakunare Gimbernati (HF)
5. Metode Mc Vay (Hernia Femoralis):
– Jahit Fasia Tranversum dan M. Oblikus Internus ke Ligamentum Pectineallea
(Cooper)
6. Luka operasi ditutup
• Tepim bebas dari
• Tidak pake Bassini karena residif
– Sekarang pake hernia mess
– Origin dari Midgut Foregut
• Varikokel
• Kanalis Ingunalis
– Suatu Lorong yang memiliki
• Folow Up
• Post OP awasi
– Hematom
– ILO (infeksi luka operasi
• Tidak boleh mengangkat beban 6-8 minggu untuk mencegah rekurensi
• Kejadian Residif
• Akibat tehnik reparasi
• HIL : Penutupan Anulus inguinali interna tidak memadai
– Diseksi kantong kurang sempurna
– Ada lipoma preperitoneal
– Kantung hernia tidak ditemukan
• HIM
– Tegangan berlebihan pada jahitan plastik (Protesis Mesh) di bawah peritoneum
– Anatomi
• Dinding Abdomen
– Superficial
• Kulit
• Lemak
• Fascia Scarpea
• M. Obliques Eksternus
• Apponeurosis
– Profunda
• Canalis Inguinalis
• M. Obliques Intenus
• M. Transversus Abdominalis
• Fasia Transversal
• Peritoneum
• Anatomi
1. Canalis Inguinalis
– Saluran berjalan miring ke arah medioinferior (Latero-Medial)
– Panjang 4-6 cm
– Batas (menurut posisi Anatomis)
• Dinding Anterior
– Apponeurosis M. Obliqus Eksternus
– M. Obliqus Eksternus
• Dinding Posterior
– Fascia Transversum
• Atap
– M. Obliqus Internus
– M. Transversus Abdomina;is
• Dasar
– Ligamentum Inguinalis
• Media
– Conjoint Tendo (gabungan tendo M. Obliqus Internus dan M.
Transversus Abdominus)
– Lokus Minores Interna
• Anulus Inguinalis Internus (sebelah Kraniolateral)
– Bagian terbuka dari fascia transversalis dan Aponeurosis M.
Transversus Abdominus
– Lokus Minores Eksterna
• Anulus Inguinalis Eksternus (sebelah Medioinferior)
– Bagian terbuka dari aponeurosis M. Obliqus Eksternus
2. Trigonum Hasselbach
– Batas:
• Lateral: A. Epigastrica Inferior
• Medial: Tepi Lateral M. Rectus Abdominis
• Bawah: Ligamentum Inguinale
– Lokus Minores:
• Fasia Transversalis
3. Canalis femoralis
– Saluran berjalan ke atas vertikal sejajar v. Femoralis
– Panjang 2 cm
– Lokus Minores  Lakuna Vasorum
– Foramen Lakunar Vasorum sempit, dibatasi tepi keras dan tajam
– Batas Lakunar Vasorum
• Kranioventral
– Ligamentum inguinalis
• Kaudodorsal
– Pinggir Os Pubis dari ligamentum Cooper (illiopektineale)
• Lateral
– Sarung v. Femoralis
• Medial
– Ligamentum lakunare Gimbernati
– Lokus Minores Interna
• Annulus femoralis
– Lokus Minores Eksterna
• Lakunar Vasorum di Fosa Ovalis pada lipat paha
– awalnya ditempati satu atau dua kelenjar limfe
– Kelenjar limfe tersebut didesak keluar dari kanalis femoralis oleh
Kantung dan Isi Hernia
• Anatomi
• Isi Canalis Inguinalis
1. Laki2 (Funiculus Spermaticus)
1. 3 Arteri
1. A. Spermatika Eksterna
2. A. Spermatica Interna (Testicularis)
3. A. Deferensialis
2. 3 Nervus
1. N. Illionguinalis
2. Simpatic Nerva (cabang plexus Hipogastrica)
3. Genitofemoralis (Genital Brach)
3. 3 Fasia
1. Fascia Spermatica Eksterna
2. Fascia Spermatica Interna
3. Fascia Cremasterica
4. Plexus Pamphiniformis
5. Vas Defferens
Perempuan (Ligamentum Rotundum)
1. A & V Spermaticus
2. N. Illionguinal
3. N. Illiofemoral
• Anatomi
• M. Obliqus Internus Abdominus
– Bentuk A
– Origo
• Fascia Lumbodorsalis
• Crista Illiaca
• Ligamentum Inguinale
– Insertio
• Coata X-XII
• Linea Alba
• M. Obliqus Eksternus Abdominis
– Bentuk V
– Origo:
• Sebelah Luar Costa V-XII
– Insertio
• Os Pubis, medial Tuberculum Pubicum
• Simphisis Pubis
• Regio Inferior Os Pubis yang heterolateral
• Etiologi
1. Kongenital HIL
1. Processus Vaginalis Persisten
1. Testis tidak sampai ke Scrotum, sehingga Processus Vaginalis tetap Terbuka
 Criptorcismus
2. Penurunan baru terjadi 1-2 hari sebelum kelahiran, sehingga Processus
Vaginalis belum sempat menutup dan pada waktu dilahirkan masih tetap
terbuka
3. Hodrocele Komunikan
2. Lapisan dinding perut abnormal
2. Akuisita (didapat)
1. Tekanan Intra Abdominal
1. Pekerjaan mengangkat barang berat
2. Batuk Kronik
3. Gangguan BAB (Striktur Ani, feses Keras)
4. Gangguan BAK (BPH, Vesikolitiasis
5. Sering Melahirkan (Hernia Femoralis)
2. Kelemahan dinding perut
1. Primer  titik lemah terjadi alamiah
1. Adanya struktur yang menembus dinding abdomen  Vasa
femoralis menembus Kanalis Femoralis
2. Otot dan aponeurosis gagal saling menutup, contoh regio lumbal
3. Jaringan fibrous pe
2. Sekunder  titik lemah akibat pembedahan atau trauma
3. Kelemahan Struktur Aponeurosis dan Fascia Transversalis
4. Bisa akibat kerusakan N. Illioinguinal dan N. Illiofemoralis setelah
apendektomi
5. Degenerasi/Atrofi pada Manula
6. Abnorma metabolisme Kolagen
7. Malnutrisi
• Patogenesis
• Tidak HIL jika:
– Kanalis inguinalis berjalan miring
– Struktur M. Oblikularis Internus yang menutup Anulus Inguinalis Internus saat
berkontraksi
• Tidak HIM jika:
– Fasia Transversal yang kuat yang menutup Trigonum haselbach
• Penyebab
– Prosesus vaginalis terbuka
– Tekanan intra abdomen yang tinggi
– Kelemahan otot dinding
• Distribusi
• Laki-laki
– Terbanyak pada Neonatus dan Usia 1-2 tahun
– Dewasa Muda (10-30 tahun)
– Usia 50-70 tahun
• Sering H. Inguinalis Media
• Perempuan
– Terutama Neonatus dan Usia 1-2 tahun
– Sering H. Femoralis
– Faktor Resiko
• Usia Tua
• Multipara
• Gemuk
• Anamnesis
1. Perjalanan Penyakit
2. Faktor Resiko
3. Faktor Differential Diagnosis
4. Faktor Komplikasi

PERITONITIS
• Anatomi
• Peritoneum
– Selaput serosa tembus pandang dan sinambung
• Peritoneum parietale
– Peritoneum yang melapisi dinding abdomen
• Peritoneum visceral
– Peritoneum yang menutupi viscera (organ)
• Cavitas peritonealis
– Ruang antara peritoneum parietal dan viseral,
– Terdapat sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumas permukaan peritoneum,
sehingga memungkinkan viscera abdomen bergerak satu terhadap yang lain tanpa
adanya gesekan.
– Pada Laki-Laki Tertutup Sempurna
– Pada Wanita terdapat hubungan dengan lingkungan diluar tubuh melalui:
• Kedua tuba uterine,
• Uterus
• Vagina.
• Organ Intraperitoneal
– Organ (viscera) abdomen yang diliputi peritoneum visceral
• Organ Ekstraperitoneal/Retroperiotneal
– Organ (viscera) abdomen yang tidak diliputi peritoneum visceral
– SADPUCKER
• Supra Renal (kelenjar adrenal)
• Aorta
• Duodenum (Pars Descenden dan Pars Inferior)
• Pankreas (Kecuali Ekor/Tail)
• Ureter
• Colon (Pars Ascenden dan Pars Descenden)
• Kidney
• Esophagus
• Rektum
• Anatomi
• Mesenterium
– Lembar ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan peritoneum visceral
pembungkus sebuah organ
– Mesenterium menghubungkan organ bersangkutan dengan dinding tubuh.
– Mesenterium : jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf,
jaringan lemak dan kelenjar limfe.
– Visera abdomen yang memiliki mesenterium mudah bergerak, derajat kebebasan
bergerak ini tergantung dari ukuran panjang mesenterium.
• Omentum
– Kelanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintas dari gaster dan bagian
proksimal duodenum ke organ atau struktur lain.
– Omentum Minus
• menghubungkan curvatura minor gaster dan bagian proksimal duodenum
dengan hepar
– Omentum Majus
• dari curvature mayor gaster dan tepi kaudal paroh proksimal bagian
pertama duodenum; duplikatura ini meluas kekaudal, lalu melipat balik
untuk melekat pada colon transversum.
• Omentum majus mencegah melekatnya peritoneum visceral pada
peritoneum parietale yang melapisi dinding abdomen. Daya gerak omentum
majus cukup besar dan ia dapat bergeser-geser ke seluruh cavitas
paritonealis dan membungkus organ yang meradang, seperti appendiks
vermiformis, artinya omentum majus dapat mengisolasi organ itu dan
melindungi organ lain terhadap organ yang terinfeksi.
• Ligamentum Peritoneal
– Lembar-lembar ganda peritoneum.
– Hepar dihubungkan pada dinding abdomen ventral oleh ligamentum falciforme dang
aster dihubungkan pada Permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum
gastrophrenicum
– Lien oleh ligamentum gastrolienale yang melipat balik pada hilum splenicum
– Colon tranasversum oleh ligamentum gastrocolicum
• Plica Peritonealis
– Peritoneum yang terangkat dari dinding abdomen oleh pembuluh darah, saluran dan
pembuluh fetal yang telah mengalami obliterasi.
• Recessus peritonealis
– Kantong peritoneal yang dibentuk oleh plica peritonealis
• Definisi Inflamasi
• Inflamasi(Robbins et all, 2007)
– Suatu respons protektif untk:
• menghilangkan penyebab awal jejas sel
• membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal.
• Klasifikasi Inflamasi
• Inflamasi Akut (Robbins et all, 2007)
– Respon segera/dini mengirimkan leukosit, sel PMN (Poli MonoNuclear)
– Khas sekresi exudat (cairan kaya protein) purulen, dapatmengandung pus
– Tanda2 Pokok (Price & Wilson, 2005):
• Rubor (kemerahan),
– Arteriol berdilatasi  lebih banyak darah yang mengalir kedalam
mikrosirkulasi local, warna merah darah tampak pada inflamasi
• Kalor (panas),
– Arteriol berdilatasi  lebih banyak darah yang mengalir kedalam
mikrosirkulasi local, hanagatnya darah teraba pada inflamasi
• Dolor (nyeri),
– Perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu,
– pelepasan zat-zat kima tertentu seperti histamine dapat
merangsang ukung-ujung saraf
• Tumor (pembengkakan),
– penimbunan cairan abnormal di jaringan intersisiel akibat
peningkatan permeabilitas vascular
• Fungsio Laesa (perubahan fungsi).
• Inflamasi Kronik (Robbins et all, 2007)
– Inflamasi memanjang, aktif dan penyembuhan secara serentak.
– Tanda-tanda:
• Infiltrasi sel MN (MonoNuclear)
• Dekstruksi jaringan
• Angiogenesis dan fibrosis  Repair dengan proliferasi/pembentukan
pembuluh darah baru
• Klasifikasi Infeksi Peritoneal
• Infeksi Peritoneal Umum
– Primer (spontan)
• Ex: SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis)
– Sekunder (akibat organ visceral)
• Perforasi Organ Abdomen
– Tertier (infeksi persisten/recurrent setelah terapi inisial).
• Infeksi Intraabdomen
– Generalized (peritonitis)
– Localized (abses intra abdomen)
• Definisi Peritonitis
• Peritonitis
– proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan
organ yang terletak didalamnya
• Etiologi
• 7 Penyebab Peritonitis
– Infeksi Sekunder dari penyebaran infeksi organ perut.
• perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
– PID (Pelvic Infection Disease)
• Penderita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
– Infeksi rahim dan saluran telur,
• gonore dan infeksi chlamidia)
– SBP akibat Asites
• Kelainan hati atau gagal jantung,
– Peritonitis akibat pembedahan.
• Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama
pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut.
• Kebocoran pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
– Dialisa peritoneal
• Infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
– Iritasi non-infeksi.
• Bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan
peritonitis tanpa infeksi.
• INGAT!!!
• Diagnosis Didapatkan Secara Klinis
• Gejala dan Tanda
• Gejala:
– Nyeri abdomen.
• Akut maupun kronis.
• Radang peritoneum visceral
– Nyeri tumpul, tidak terlokalisasi
• Radang peritoneum parietal
– Nyeri berkembang menetap, makin parah, makin terlokalisasi
• Proses infeksi yang tidak terbendung,
– Nyeri difus.
– Anoreksia dan nausea
• dapat mendahului nyeri abdomen.
• Primer
– Akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi)
• Sekunder
– Akibat iritasi peritoneal.
• Vital Sign
– Demam >38°C  Hipotermi jika pasien sepsis berat
– Takikardi
• Akibat mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan
vomit, demam serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal.
– Hipotensi, output urin turun
• Akibat dehidrasi yang progresif
• Gejala dan Tanda
• Pemeriksaan Fisik  berbaring dengan posisi lutut lebih tinggi  relaksasi dinding
abdomennya
– Posisi fleksi pinggul
• Untuk mengurangi tekanan dinding abdomen  Menghindari banyak gerak
– Suara usus hipoaktif hingga tidak terdengar.
– Tenderness/Nyeri Tekan
• titik tenderness maksimal/referred rebound tenderness terletak pada
tempat proses patologis.
– Peningkatan rigiditas/tonus otot dinding abdomen.
• Volunter (sadar)
– Respon/antisipasi pada pemeriksaan abdomen
• Involunter (tidak sadar)  Defans Muskuler
– Iritasi peritoneal. Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari
banyak gerak dan memfleksikan pinggulnya untuk mengurangi
tekanan dinding abdomen.
– Abdomen distensi
– Massa
• Appendisitis
– peradangan lunak yang terletak pada anterion kanan
• Abses Cul De Sac
– anterio fullness dan fluktuasi
– Nyeri abdomen jika RT
• Penunjang
• Leukositosis (>11.000 sel/ µL)
• Rontgen Polos Abdomen 3 posisi
– Supine
– Semi-Erek
• Free Air Sub diafragma
– Left Lateral Decubitus
• Free-Air pada sisi tubuh paling atas
• Amilase dan lipase
– jika adanya dugaan pankreatitis
• UL
– untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis,
renal stone disease)
• Cairan peritoneal,
– cairan peritonitis akibat bakterial
• pH dan glukosa rendah
• Protein dan nilai LDH meningkat
• Terapi
• Indikasi Bedah
– Pemeriksaan fisik
• Defans muskuler meluas,
• Nyeri Tekan meluas,
• Distensi Perut,
• Massa yang nyeri,
• Tanda perdarahan (syok, anemia progresif),
• Tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis),
• Tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
– Pemeriksaan radiology
• Pneumo peritoneum,
• Distensi usus,
• Extravasasi bahan kontras,
• tumor,
• oklusi vena/arteri mesenterika.
– Endoskopi
• Perforasi
• Perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
• Tujuan Bedah
– Mengeliminasi sumber infeksi.
– Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
– Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan
• Terapi
• Persiapan pasien Pre-Op :
– Puasa
• mengistirahatkan saluran cerna
– NGT
• dekompresi lambung.
– Kateter
• Diagnostic atau monitoring urin.
– IVFD
– Antibiotic
• Terapi bedah pada peritonitis a.l :
– Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
– Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah,
dan jaringan yang nekrosis.
– Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
– Irigasi kontinyu pasca operasi.
• Terapi post operasi
– IVFD Elektrolit+Nutrisi.
– Antibiotic
– Oral-feeding,
• bila sudah flatus,
• produk ngt minimal,
• peristaltic usus pulih,
• distensi abdomen (-)
• Pada peritonitis tampak bagian atas dari peritoneum yang menghilang adalah preperitoneal
fat dan psoas line  batas dari ligasi annulus

APENDISITIS
• Definisi
• Peradangan Appendiks Vermiformis (Umbal Cacing)
• Klasifikasi
• Apendisitis Akut
– Dalam 2 hari
– Gangguan drainage limfe
– Edema + kuman  Ulserasi mukosa  Regangan Mukosa  Referred Pain (n. VTh
10)
• Apendisitis Supuratif
– Gangguan Vena
– Trombus  Iskemia + kuman  Pus  Peritonitis Lokal McBurney
• Apendisitis Gangrenosa
– Gangguan a. apendikularis (tidak ada kolateral (arteri lain yg memberi nutrisi lagi)
– Nekrosis + kuman  Gangren
• Apendikuler/Periapendikuler Infiltrat (Massa)
– Massa/infiltrat yang melokalisir infeksi/abses
– Akibat proses berjalan lambat
– Sistem pertahanan tubuh membatasi proses radang dengan Membentuk Walling Off
(Menutup Apendiks) oleh:
• Omentum
• Caecum
• Ileum Terminale
• Adneksa
– Sering di Rongga Pelvik dan Subdiafragma
– Bisa sembuh, jadi abses atau perforasi
• Appendisitis Perforata
– Apendisitis mengalami perforasi
– Apendisitis gagal menjadi Apendikuler/Periapendikuler Infiltrat (Massa)
– Faktor
• Adanya Fekalit dalam lumen
• Terlambat diagnosis
– Umur Tua (>60 tahun)
1. Gejala samar
2. Terlambat berobat
3. Penyempitan lumen dan arteriosklerosis
– anak kecil
1. Dinding apendiks tipis
2. Kurang komunikatif
3. Perforasi cepat akibat walling off lambat
(omentumbelumberkembang
• Klasifikasi
• Apendisitis Rekurens/ Eksaserbasi akut
– Akibat appendisitis tidak pernah sembuh sempurna  membentuk jaringan parut
dan mengalami perlengketan organ sekitar
– Appendiks dan organ sekitar meradang lagi
• Apendisitis Kronik
– Riwayat nyeri perut kanan bawah >2 minggu
– Radang Kronik Apendiks secara Makro dan Mikroskopik
• Ulkus lama mukosa
• Jaringan parut mukosa
• Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
• Infiltrasi inflamasi kronik
– Keluhan Menghilang setelah Apendektomi
– Klasifikasi
• Mukokel Apendiks
– Dilatasi kistik apendiks akibat obstruksi kronik pangkal apendiks
– Jaringan Fibrosa
– Berisi musin
– Kadang disebabkan kistadenoma, bisa jadi ganas
– Tanda gejala
• Rasa tidak enak perut kanan bawah
• Teraba massa memanjang di regio iliaka kanan
– Bisa infeksi, bisa steril
– Terapi apendektomi
• Tumor Apendiks
– Adenokarsinoma Apendiks
• Terapi Hemikolektomi kanan
– Karena bisa metastasis ke limfoid Regional
– Karsinoid Apendiks
• Tumor Sel Argentafin Apendiks
• Tidak ganas, tapi residif dan metastase
• Sel tumor memproduksi serotonin
• Sindrom akibat serotonin
– Rangsangan Kemerahan (Flushing) muka
– Sesak nafas  Spasme bronkus
– Diare
• Teapi Reseksi ileosekal/Hemikolektomi kanan
• Gejala Tanda
• Klasik
– Ligath Sign
• Nyeri awal daerah epigastrium sekitar umbilikus
– Nyeri Viseral (samar-samar, tumpul)
1. Saraf simpatis N. Thorakalis 10
• Nyeri berpindah ke titik McBurney (peritonitis Lokal)
– Nyeri Somatik (tajam, jelas, tefiksir)
1. Nyeri tekan
2. Nyeri lepas
3. Defans muskuler
– Mual, Muntah, Anoreksia (nafsu makan menurun)
– Demam
• Sub Febril : 37,5 0 - 38,5 0 C
• Abses 400C
– Konstipasi
• Reaksi pertahanan tubuh dengan mengurangi motilitas usus
• Pemeriksaan Fisik
• Tampak sakit
• Demam
• Perbedaan suhu axilla rectal >1/2 C
• Flexi ringan Art. Coxae Dextra
• Rangsangan Peritoneum Titik McBurney
– Nyeri tekan (Sitkowski Sign)
– Nyeri lepas (Blumberg Sign)
– Nyeri ketok (Wahl Sign)
• Defans Muskular  m. Rectus Abdominis
• Pemeriksaan Khusus
• Rovsing Sign
– Tekan perut kiri (Kontra McBurney), nyeri perut kanan (McBurney)
• Karena merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga bergerak dan
menggerakkan peritoneum sekitar apendiks yang meradang
• Psoas Sign
– Menimbulkan kontraksi dan peregangan m. Psoas Mayor
– Cara
• Hiperekstensi pasif Articulatio Coxa (sendi panggul) kanan
• Fleksi aktif Articulatio Coxa (sendi panggul) kanan dan paha kanan ditahan
– Interpretasi
• Nyeri (+)  peregangan M. Psoas mayor menyentuh appendiks
• Obturator Sign
– Menimbulkan kontraksi dan peregangan m. Obturator Internus (dinding panggul
kecil)
– Cara
• Fleksi pada articulatio Genu, gerakan fleksi dan endorotasi Articulatio Coxa
(sendi panggul) kanan
– Interpretasi
• Nyeri (+)  peregangan m. Obturator Internus menyentuh appendiks
• Baldwin Sign
– Nyeri Flank Jika kaki kanan ditekuk
• Tenhorn Sign
– Spermatic cord dibungkus oleh tunika vaginalis dan m. Cremaster, regangan otot
cremaster dalam funiculus spermatikus merangsang
• Trias Apendicular Infiltrat
• Nyeri 3 hari
• Riwayat apendisitis akut
• Teraba Massa
• Keluhan Diengaruhi Lokasi Appendiks
• Pelvika
– Peristalsis meningkat, Defekasi sering
• Rangsangan sigmoid dan rectum
– Miksi sering
• Rangsangan Vesica Urinaria
– Nyeri Colok Dubur Arah jam 9-12
– Obturator Sign (+)
• Ileosekal
• Antesekal
• Retrosekal
– Intraperitoneal
– Retroperitoneal
• Nyeri saat berjalan
– Kontraksi m. Psoas mayor dari dorsal
• Rangsangan peritoneal (-)
• Psoas Sign (+)
• Tanda Perforasi
• Peritonitis Purulenta (Apendisitis Perforata)
– Gejala
• BAB (-), Flatus (-)
• Nyeri meningkat dan generalisata
– Tanda
• Demam Tinggi 40 C
• Takikardi
• Distensi Abdomen
• Darm Countur
• Peristaltik menurun (Ileus Paralitik)
• Pekak Hati Hilang
• Defans Muskular
• Nyeri tekan dengan Punktum Maksimum di Regio Illiaka Kanan
• Abses Apendik
– Teraba Massa Abdomen Kanan Bawah
– Lab
• Leukositosis
• Diagnosis
• Alvarado Score
– 3 simpton
• Ligath Sign :1
• Vomitus :1
• Anoreksia :1
– 3 sign
• Nyeri tekan McBurney : 2
• Nyeri lepas McBurney : 1
• Febris >37,5 C : 1
– 2 lab
• Lekositosis :2
• Hemogram segmen >72% :1
– Interpretasi
• Apendisitis Akut Score >7
• Diagnosis
• MANTRELS = Alvarado Score
– Migration of Pain :1
– Anoreksia :1
– Nausea Vomitting :1
– Tenderness :2
– Rebound Tenderness : 1
– Elevated Temp : 1
– Leukositosis :2
– Shifting to The Lab (>72%) :1
• Interpretasi
– Apendisitis Akut Score >7
• DD
• Infeksi
– Demam Dengue
– Limfadenitis Mesenterika
– Demam Tifoid Abdominalis
• Ginjal
– ISK
– Urolitiasis Pielum/Pielonefritis Dextra
• Riwayat kolik dari pinggang menjalar ke perut, ke inguinal
• Eritrosituria
• Demam Tinggi, mengigil
• Nyeri Costovertebral kanan
• Piuria
• DD
• GIT
– Gastroenteritis
• Selalu didahului mual, muntah, diare
• Kemudian nyeri, lebih ringan dan tidak terfiksir
• Hiperperistalsis
• Tidak menonjol demam dan leukositosis
– Divertikulitis Meckel
– Perforasi Tukak Duodenum/Lambung
– Kolesistitis Akut
• Kolelitiasis
– Pankreatitis
– Divertikulitis Kolon
– Obstruksi usus
– Perforasi kolon
– Karsinoid
– Mukokel Apendiks
• DD
• Obstetri
– Kelainan Ovulasi
• Keluhan berulang
• Nyeri hilang dalam 24 jam
– Kehamilan Ektopik
• Amenore
• Nyeri difus pelvis
• Syok Hipovolemi
• Cavum Douglas menonjol  Kuldosintesis Darah (+)
– Kista Ovarium terpuntir
• Nyeri mendadak
• Massa rongga pelvis
• Demam (-)
– Endometriosis Eksterna
– Salphingitis akut
• Lebih demam
• Nyeri lebih difus
• Keputihan (+), Infeksi Urine (+)
• Colok vagina  nyeri panggul (+)
• Penunjang
• DL
– Leukositosis
– Hitung Jenis Segmen Lebih Banyak
– LED meningkat
• USG
– Kantong Nanah
• Ro. Apendikogram pada Apendisitis Kronis
– Dengan minum kontras Barium, 12 jam kemudian foto bagian apendiks
– Tanda
• Penebalan dinding
• Penyempitan lumen
• Sumbatan usus oleh fekalit
– Interpretasi
• Non-Filling : Apendik tidak terisi kontras
• Partial-Filling: Apendik terisi kontras sebagian
• Mouse Tail : apendik terisi kontras sedikit, gambaran memanjang seperti
ekor tikus
• Cut Off: Gambaran memotong
• Ro. Abdomen pada peritonitis
• Terapi
• Prinsip
– Apendisitis akibat obstruksi selalu berakhir dengan apendektomi
– Apendisitis akibat hematogen bisa sembuh dengan antibiotik sistemik spektrum luas
• Appendektomi
– Terbuka
• Insisi Titik McBurney
– Laparoskopi
• Perforasi dengan Peritonitis Generalisata
– Pada anak persiapan 2-3 hari
– Cito (Tehnik Chaud)
• Apendisitis Akut
• Abses
• Perforasi
– Elektif (Tehnik Froid)
• Apendisitis Kronik & Periapendikular Infiltrat
• Konservatif dulu
• Operasi 2 bulan kemudian
– harapan sudah tidak ada perlengketan (sulit menemukan dan
mengangkat apendiks)
– Irisan
• Melintang
• Oblique
• Vertikal
• Laparotomi
– Apendisitis Perforata
– Pasang drainase/Penyalir subfasia (jangan pada anak  mudah infeksi)
• Laparoskopi Apendektomi
– Terbaru
– Bisa pada Apendisitis Perforata
• Terapi
• Konservatif
– Antibiotik
• Untuk Apendisitis Gangrenosa dan perforata saja
• Spektrum Luas (Gram positif dan negatif)
– Seftriakson 1g/H
– Atau Ampicillin 1g/H (Gram +) + Gentamisin 4 – 8 mg/hari i.v (80
mg/2ml)
• Anaerob
– Metronidazole
– Bed Rest posisi Fowler (Anti Tendlenberg)
• Jika perforasi
– pus tidak mengenai organ perut lainnya  Cegah Peritonitis
Generalisata
– Pus terkumpul di KavumDouglas
• Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
• Meningkatkan rasa nyaman
• Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi
dada dan ventilasi paru
• Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap
• Relaksasi otot abdomen
– Diit rendah serat
• Mecegah motilitas usus berlebih
– Monitor
• Tanda2 Peritonitis
• Tax /6jam
• DL
• Penangan 7F
1. Fungi (obat anti fungi)
2. Forbidden Analgetik (tidak boleh kasi analgetik
3. Fluid and Elektrolit
4. Feel The Mass
5. Four Hour Observation
6. Freeze
7. Fowler
• Tehnik Apendektomi
• Toilet + Antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
• McBurney diinsisi sampai kedalaman m. Obliqus Internus
• Fasia transversal dibebaskan
• Cari apendiks pada pertemuan 2 Tinea Coli
• Mesoapendiks dipotong di antara klem, vena diligasi
• Apendiks dijepit klem dan diligasi
• Jahitan Purse-string pada dinding caecum basal apendiks
• Apendiks ditampakkan dan dipotong
• Invaginasi basis apendiks ke dalam Caecum
• Omentum dikembalikan
• Peritoneum dijahit dengan benang Silk 00 Interupted
• M. Oblique internus dan sarung otot rectus dijahit interupted
• Aponeurosis M. Oblique Internus dijahit Interupted dengan benang Silk 00
• Subkutis dan Kutis ditutup
• Apendektomi Terbuka
• Introduksi
• a. Definisi
• Suatu tindakan pembedahan dengan membuang appendiks vermiformis
• b. Ruang lingkup
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis, rasa tidak nyaman seluruh perut terutama di
epigastrium yang kemudian menjadi nyeri menetap di titik Mc Burney, panas badan
menigkat kadang disertai muntah
• Massa (-), pada periapendikuler infiltrate teraba masse yang nyeri tekan pada perut kanan
bawah, defans muskuler (+)
• Colok dubur nyeri jam 9-11
• c. Indikasi operasi
• apendisitis akut
• periapendikuler infiltrat
• apendisitis perforata
• d. Diagnosis Banding
• Batu ureter kanan
• Kelainan ginekologik
• Tumor sekum
• Crohn’s disease
• Kehamilan ektopik terganggu
• Colitis
• e. Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium rutin dan Urine lengkap (untuk wanita ditambahkan PPT)
• USG abdomen (tidak rutin)
• CT scan pada kasus
• Teknik Operasi
• 1. Penderita posisi terlentang → dilakukan desinfeksi seluruh abdomen dan dada bagian
bawah → dipersempit dengan doek steril.
• 2. Insisi dengan arah oblik melalui titik Mc Burney tegak lurus antara SIAS dan umbilikus
(Irisan Gridiron), irisan lain yang dapat dilakukan adalah insisi tranversal dan paramedian.
• 3. Irisan diperdalam dengan memotong lemak dan mencapai aponeurosis MOE (Muskulus
Oblikus Eksternus).
• 4. MOE dibuka sedikit dengan skalpel searah dengan seratnya, kemudian diperlebar ke
lateral dan ke medial dengan pertolongan pinset anatomi. Pengait luka tumpul dipasang di
bawah MOE, tampak di bawah MOE adalah MOI (Muskulus Oblikus Internus).
• 5. MOI dibuka secara tumpul dengan gunting atau klem arteri searah dengan
seratnya sampai tampak lemak peritoneum, dengan haak LangenBack otot dipisahkan.
Pengait dipasang dibawah muskulus tranversus abdominis.
• 6. Peritoneum yang berwarna putih dipegang dengan menggunakan 2 pinset bedah dan
dibuka dengan gunting, perhatikan apa yang keluar: pus, udara, atau cairan lain (darah,
feses dll) → periksa kultur dan tes kepekaan kuman dari cairan yang keluar tsb. Kemudian
pengait luka diletakkan di bawah peritoneum
• 7. Sekum (yang berwarna lebih putih, memiliki taenia koli dan haustra) dicari dan
diluksir. Apendiks yang basisnya terletak pada pertemuan tiga taenia mempunyai
bermacam2 posisi: antesekal, retrosekal, anteileal, retroileal, dan pelvinal
• 8. Setelah ditemukan, sekum dipegang dengan darm pinset dan ditarik keluar, dengan
kassa basah sekum dikeluarkan kearah mediokaudal, sekum yang telah keluar dipegang oleh
asisten dengan dengan ibu jari berada di atas.
• 9. Mesenterium dengan ujung apendiks di pegang dengan klem Kocher kemudian
mesoapendiks diklem potong dan diligasi berturut-turut sampai pada basis apendiks dengan
silk 3/0.
• 10. Pangkal apendiks di crush dengan klem kocher dan pada bekas crush tersebut diikat
dengan silk No. 00 – 2 ikatan.
• 11. Dibagian distal dari ikatan diklem dengan Kocher dan diantara klem kocher dan ikatan
tersebut apendiks dipotong dengan pisau yang telah diolesi betadine, ujung sisa apendiks
digosok betadine.
• 12. Sekum dimasukkan ke dalam rongga perut.
• 13. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. Pada kasus perforasi, dapat dipasang drain
sub facial.
• f. Komplikasi Operasi
• Durante Operasi: perdarahan intra peritoneal, dinding perut, robekan sekum atau usus lain.
• Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi, hamatom, paralitik ileus, peritonitis, fistel usus, abses
intraperitoneal.
• Pasca bedah lanjut : Obstruksi usus jeratan, hernia sikatrikalis.
• g. Mortalitas
• 0,1 % jika apendiks tidak perforasi
• 15% jika telah terjadi perforasi
• Kematian tersering karena sepsis, emboli paru atau aspirasi.
• h. Perawatan pasca Bedah
• Pada hari operasi penderita diberi infus menurut kebutuhan sehari ±2-3 liter cairan RL dan
D5%. Pada apendisitis tanpa perforasi: Antibiotika diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada
apendisitis dengan Perforasi: Antibiotika diberikan hingga jika gejala klinis infeksi reda dan
laboratorium normal. (sesuai Kultur kuman). Mobilisasi secepatnya setelah penderita sadar
dengan menggerakkan kaki, miring kekiri dan kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh
jalan pada hari pertama pasca bedah. Pemberian makanan peroral dimulai dengan memberi
minum sedikit-sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktivitas usus yaitu adanya flatus
dan bising usus. Bilamana dengan pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka
pemberian makanan peroral dimulai. Jahitan diangkat pada hari 5-7 pasca bedah.
• i. Follow-Up
• Kondisi luka, kondisi abdomen, serta kondisi klinis penderita secara keseluruhan.
• Komplikasi
• Apendicular Infiltrat
• Apendicular Abses
• Peritonitis Difusa akibat perforasi
• Syok Sepsis
• Pylephlebitis (mesenterial pyemia dengan Abses Hepar)
• Perdarahan Usus
• Massa abdomen
– Terdiri dari kumpulan
• Apendiks
• Sekum
• Lekuk Usus Halus
• Ileus Adhesi/Streng
e.c. Apendisitis Kronis
• Ileus Adhesi (Perlekatan)
– Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri  produksi eksudat fibrinosa
(faktor adhesi)
– Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
– Abses menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.
– Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa.
– Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus
• Ileus Streng (Ketat)
– Radang segmen usus disekitar proses infeksi menyebabkan segmental paralitik.
– Peradangan caecum atau appendiks menyebabkan sfingter ileocaecal spasme, dan
segmen ileum paralisis
– Pasase segmen ileum (-)  Pengosongan ileum sangat terhambat  Obstruksi
• Anatomi
• Histologi
– Epitel Kuboid
– Submukosa (banyak folikel limfoid)
– Otot Sirkuler
– Otot Longitudinal
– Tunika Serosa (Jika Intraperitoneal)
• Bentuk tabung, panjang 7-10 cm, diameter 0,7 cm
• Sempit di proksimal, lebar di distal
• Pertemuan 3 tinea
– Libera
– Colica
– Omentum
• Mesoapendiks  penggantung
• Valvula Appendicularis (Gerlachi)  Pangkal Appendiks di Caecum
• Vaskularisasi
– A. Appendicularis (tanpa kolateral)  a. Illiocaecalis  a. Messenterica Sup.
• Inervasi
– Simpatis
• N. Thoracalis 10
– Parasimpatis
• N. Vagus (X)
• Anatomi
• Letak di Illeosekum
– Intraperitoneal 65%,
• Memiliki ruang gerak,
• Ujung appendiks bisa dimana saja
• dipengaruhi panjangnya mesoapendiks
– Retroperitoneal 15%
• Posisi
– Pelvika
• Ujung ke kaudal
• Bisa melekat pada tuba atau ovarium kanan
– Mesoseliaka (Retro Ilial)
– Antesekal
– Retrosekal
• Intraperitoneal
• Retroperitoneal
– Keluhan (-)
– Dilindungi sekum
• Topografi McBurney
– Garis Monroe
• Antara umbilicus dengan SIAS dextra
– Titik Lanz
• 1/6 bagian dari SIAS dextra pada garis antara SIAS dextra hingga SIAS sinistra
– Titik Munro
• Pertemuan garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan SIAS
kanan dengan Simphisis
– Titik McBurney
• 1/3 bagian dari SIAS dextra pada garis Monroe
• Fisiologi
• Sekresi lendir 1-2 cc/Hari
• Kapasitas apendiks 3-5 cc/hari
• IgA dihasilkan GALT (Gut Assosiated Limphoid Tissue)
• Patogenesis
• 2 Hipotesa
– Obstruksi Apendikuler
– Hematogen dari tempat lain
• 4 faktor
– Adanya Isi Lumen
– Derajat sumbatan yang terus menerus
– Sekresi mukus terus menerus
– Sifat inelastis (tidak lentur) dari mukosa appendiks
• Patogenesis
• Proses
– Terjadi Sumbatan lendir mukus di muara Appendiks, karena
• Hiperplasia jaringan limfoid
• Fekalit
• Katup Ileosekal Kompeten
• Biji-bijian
• Cacing
• Tumor
• Sembelit  tekanan intrasekal meningkat
• Usaha pertahanan tubuh dengan pengosongan isi lumen gagal karena:
– Stenosis
– Pita/adhesi
– Mesoapendiks pendek
– Faktor lain yang mengurangi gerak bebas appendiks
– Infeksi kuman/parasit/flora usus menyebabkan erosi mukosa  Apendisitis Mukosa
– Kemudian radang seluruh lapisan dinding dalam waktu 1-2 hari Apendisitis
Komplet
• Nyeri Muncul setelah terjadi sumbatan ±2 hari
• Setelah 2 hari, bisa:
– Sembuh
– Kronik
– Infiltrat  Abses
– Perforasi
• Patogenesis
• Tekanan Intra lumen meningkat
• Apendisitis Akut
– Dalam 2 hari
– Gangguan drainage limfe
– Edema + kuman
– Regangan Mukosa  referred pain (n. VTh 10)
– Ulserasi mukosa
• Apendisitis Supuratif
– Gangguan Vena
– Trombus
– Iskemia + kuman
– Pus
– Peritonitis Lokal McBurney
• Apendisitis Gangrenosa
– Gangguan arteri
– Nekrosis + kuman
– Gangren
• Etiologi
• Penyebab Sumbatan
– Hiperplasia jaringan limfoid (60%)
– Fekalit (35%)
• Anak Ekstra Lumen
• Dewasa Intra Lumen
– Corpus Alienum (4%)
– Striktur Lumen (1%)
• Penyebab Infeksi
– Bakteri
• E. Coli
• Streptococcus
– Parasit
• E. Histolytica
– Flora Usus
• Faktor Resiko
• Makan rendah serat

TETANUS
• Definisi
• Bahasa Yunani tetanos, dari istilah teinein  peregangan
• Penyakit infeksi akut dengan manifestasi gangguan neuromuskuler akut berupa trismus,
kekauan dan kejang otot disebabkan oleh eksotoksin spesifik (tetanospasmin) dari kuman
anaerob Clostridium tetani
• Epidemiologi
• Organisme ditemukan primer pada tanah dan saluran cerna hewan dan manusia
• daerah populasi padat
• iklim hangat dan lembab
• Etiologi
• Clostridium tetani
– Basil gram positif obligat anaerobik
– Spora dapat bertahan hidup bertahun – tahun jika tidak terkena sinar matahari.
– Tahan terhadap antiseptik fenol, kresol
– Spora ditemukan pada permukaan tanah lembab dan pada usus halus dan feses
hewan dengan bentuk tidak aktif
– Spora aktif dan menjadi bentuk vegetatif yang mudah bergerak ketika dalam kondisi
anaerob/masuk ke dalam luka dan kemudian berproliferasi jika potensial reduksi
jaringan rendah
– Bentuk vegetatif mudah mati dengan pemanasan 120oC selama 15 – 20 menit
– Menghasilkan 2 eksotoksin
• Tetanolisin
• Tetanospasmin (toksin spasmogenik)
– Patogenesis
• C. Tetani masuk ke dalam luka kemudian mengeluarkan 2 eksotoksin:
– Tetanolisin
• Menyebabkan kerusakan jaringan yang sehat pada luka terinfeksi,
menurunkan potensial reduksi dan meningkatkan pertumbuhan organisme
anaerob.
• Merusak membran sel lebih dari satu mekanisme.
– Tetanospasmin (Toksin Spasmogenik)  Neurotoksin Potensial
• Polipeptida rantai ganda (Rantai Berat dan Rantai Ringan)
– Dihubungkan oleh jembatan disulfida yang sensitif terhadap
protease
• Berat 150.000Da
– Rantai berat (100.000 Da)
– rantai ringan (50.000 Da)
• Reaksi
– Tetanoplasmin menyebar pada jaringan di bawahnya
– Toksin menyebarangi sinapsis untuk mencapai presinaptik
– Dipecah menjadi rantai berat dan rantai ringan oleh protease
jaringan
– Ujung Karbooksil Rantai Berat terikat pada Gangliosida GD1b dan
GT1b Membran Sel Saraf dan kemudian toksin masuk ke dalam sel.
– Rantai Ringan bekerja pada presinaptik untuk Mencegah Pelepasan
Neurotransmiter (Glisin dan Asam Aminobutirik (GABA)) dari
neuron yang dipengaruhi.
» Rantai ringan merupakan metalloproteinase zink yang
membelah Sinaptobrevin sehingga mencegah perlepasan
neurotrnasmiter
» Sinaptobrevin  protein membran yang diperlukan untuk
keluarnya vesikel intraseluler yang mengandung
neuritransmiter.
– Jika tokisn yang dihasilkan banyak, dapat memasuki aliran darah
yang kemudian berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di
seluruh tubuh.
• Transpor terjadi pertama kali pada saraf motorik karena jalurnya lebih
pendek, lalu ke saraf sensorik dan saraf otonom
• Dari tempat luka menyebar ke motor endplate, masuk lewat ganglioside ke
axon dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke
kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP
• Mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran neurotransmiter glisin dan
GABA pada terminal inhibisi daerah presinaps
• Menyebabkan relaksasi otot terhambat  eksitasi terus-menerus dan
spasme.
• Transpor intraneuronal retroged lebih jauh terjadi dengan meliputi transfer
melewati celah sinaptik dengan suatu mekanisme yang tidak jelas.
• Manifestasi Klinis
• Kekakuan pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter
– Trismus
– Rhesus Sardonicus
• Saat toxin masuk ke sumsum belakang
– Kekakuan makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan
mulai timbul kejang.
– Opistotonus
• Saat toksin masuk korteks cerebri
– Kejang umum spontan.
• Saat toksin masuk sistem saraf otonom
– Gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna,
saluran kemih, dan neuromuskular.
– Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis
merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom
• Derajat
• DERAJAT I (ringan) :
– Trismus ringan (lebar antar gigi sama atau lebih 2 cm),
– spasitisitas generalisata, sedikit atau tanpa disfagia.
• DERAJAT II (sedang) :
– Trismus sedang (lebar kurang dari 1 cm),
– rigiditas yang tampak jalas, spasme singkat sampai sedang, gangguan pernafasan
sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30 kali per menit, disfagia ringan.
• DERAJAT III (berat) :
– Trismus berat (kedua baris gigi rapat),
– spasitisitas generalisata, spasme reflek berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih
dari 40 kali per menit, serangan apnea, disfagia berat, dan takikardi (lebih dari 120
kali per menit).
• DERAJAT IV (sangat berat) :
– Derajat III dengan gangguan otonomik berat, melibatkan sistem kardiovaskuler,
hipertensi berat dan takikardi terjadi berselingan dengan hipotensi dan
bradikardi, salah satunya dapat menetap
• Philips Score
• Onser Kambuh
• Lokasi infeksi
• Imunisasi
• Keadaan yang memberatlan

CEDERA KEPALA
• Kulit Kepala
1. Kulit Kepala (SCALP)
– Skin
– Connective Tissue
• Jaringan Penyambung
– Aponeurosis (Galea Aponeurotika)
– Loose Areolar Tissue
• Jaringan penunjang longgar
• Tempat tertimbun darah (Hematoma subgaleal)
– Perikranium
2. Tulang Tengkorak
– Kubah (Kalvaria)
• Tipis regio temporal
– Basis Kranii
• Bentuk tidak rata  dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi/deselerasi
– Rongga (Fossa) tengkorak ada 3
• Anterior : lobus frontalis
• Media : Lobus temporalis
• Posterior : bagian bawah batang otak dan serebelum
3. Meningen
– Ruang Epidural
• Tempat arteri meningea
• Perdarahan Epidural >>> dari robekan a. Meningea media (Fosa
Media/temporalis
– Duramater
• Selaput keras, jaringan ikat fibrosa, melekat erat pada permukaan dalam
kranium
• Pada tempat tertentu membelah menjadi 2 Sinus Venosus Besar:
1. Sinus Venosus Sagitalis Superior  alirkandarah ke sinus transversus
2. Sinus Sigmoideus, dominan kanan
– Ruang Subdural
• Pendarahan sub dura >>> dari robekan Bridging vein (vena yang berjalan
pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah
– Arakhnoid
• Tipis, transparan
– Ruang Subarakhnoid
• Cairan serebro Spinal
• Bisa tempat pendarahan juga
– Piamater
• Melekat pada korteks serebri
4. Otak
– Serebrum
• Hemisper Kanan
• Falk Serebri
1. Lipatan duramater
• Hemisper Kiri
– Serebellum
• Fungsi koordinasi dan keseimbangan
– Batang Otak
• Mesesenfalon (midbrain)
1. Kesadaran dan kewaspadaan
• Pons
1. Kesadaran dan kewaspadaan
• Medulla Oblongata
1. Pusat Kardiorespiratorik
5. Tentorium (Sekat yang membagi isi tengkorak atas dan bawah)
– Ruang supratentorial
– Ruang infratentorial
6. CSS
– Produksi di Pleksus Koroideus (atap ventrikel)
– Kecepatan produksi 20 ml/jam
– Mengalir dari Ventrikel Lateral  Foramen Monro  Ventrikel 3, aquaduktus
Sylvius  Ventrikel 4  Subarachnoid  reabsorbsi Granulasio Arachnoid (sinus
sagitalis superior
• Fisiologi
• TIK
– Peningkatan TIK dapat menurunkan perfusi otak  menyebabkan/memperberat
iskemi otak
– Dipengaruhi
• MAP (Mean Arterial Preasure)  Max: >90 mmHg
• CPP (Cerebral Perfusion Presure)  Max: >70 mmHg
– TIK normal 10-15 mmHg
– Peningkatan
• Ringan : 16-20 mmHg
• Sedang : 21-40 mmHg
• Berat : >41 mmHg
• Doktrin Monro-Kellie
– Konsep: volume intrakranial selalu konstan
• Karena rongga kranium rigid (Inelastik), tidak mungkin mekar
– Volume otak diisi oleh Vena, CSS, Arteri dan Otak
– Kompensasi terhadap keberadaan Massa (Hematom/Tumor) dikompensasi dgn
pengurangan volume Vena dan CSS
• Aliran darah ke Otak
– ADO dewasa : 50-55 mL/100gr Jaringan Otak/menit
– ADO anak:
• <5 tahun : 50-55 mL/100gr Jaringan Otak/menit
• ≥5 tahun : 90 ml/100gr Jaringan Otak/menit  menurun perlahan hingga
akhir masa remaja
• Cedera Kepala
• Mekanisme
– Tumpul
• Kecepatan tinggi (tabrakan)
• Kecepatan rendah (jatuh, dipukul)
– Tembus
• Luka tembak
• Cedera tembus lain
• Beratnya
– Ringan
• GCS: 13-15
– Sedang
• GCS: 9-13
– Berat
• GCS: 3-8  KOMA
• Morfologi
– Fraktur Tengkorak
• Kalvaria
– Garis vs Bintang (Linear vs Stelata
– Depresi/non depresi
– Terbuka/Tertutup
• Basis Kranii  butuh scan (Bone Window)
– Dengan/tanpa kebocoran CNS
– Dengan/Tanpa Paresis N. 7
– Lesi intrakranial
• Fokal
– Vaskular Injury
» Epidural Hematom (EDH) (Sering a. Meningea media)
» Subdural Hematom (SDH)
• Akut : <3 hari
• Subakut: 3 hari-3 minggu
• Kronis: >3 minggu
» Intraserebral Hematome (ICH)
» Intraventrikel Hematoma (IVH)
– Axonal Injury
– Contusio
– Laserasi
• Difus
– Axonal Injury
» Ringan
» Konkusi Klasik
» CAD (Cedera Aksonal Difuse)
– Vaskularisasi
» Multiple Small Hemorrhage
• Fraktur Basis Kranii
• Ekimosis Periorbital (Racoon Eyes Sign)
• Ekimosis Retroaurikuler (Battle Sign)
• Kebocoran CSS  Rhinorea, Otorrhea
• Paresis N. Fasialis
• Kehilangan Pendengaran
• EDH
• Asal perdarahan
– A/V meningea medialis
– Sinus Venosus
– Arteri2 yang melekat di tulang krania
– Vena pada duramater
• Patofisiologi
– Hematoma di daerah temporal awalnya menekan lobus temporalis otak kearah
bawah dan dalam.
– Bagian medial lobus temporalis mengalami herniasi ke bawah pinggiran tentorium
– Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran.
– Di tempat ini juga terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada
saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada
lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.(1)
– Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong
kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul
tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan
• Klinis, Trias
– Anisokor
– Lucid Interval
• Periode sadar antara 2 pingsan
– Pingsan pertama akibat cedera primer
– Karena cedera primernya ringan pasien bisa sadar
– Cedera primer yang terus menerus akan menyebabkan hematom
yang lebih luas, pasien akan nyeri kepala hebat dan akhirnya
mengalami pingsan yang kedua
– Jika cedera primer langsung berat, pasien tidak akan sadar
– Lateralisasi
• Pelebaran pupil
• Kelemahan alat gerak
• Terapi
– Trepanasi (pemboran)+ Evakuasi Hematom
• SDH
• Sumber perdarahan
– A. Cerebri superfacialis (Indirect trauma)
– Bridging vein
• Klasifikasi
– Akut
• Trauma kapitis (akselerasi-deselerasi)
• <3 hari
– Sub-akut
• 3 hari – 3 minggu
– Kronis
• Pada orang tua terjadi degenerasi otak, isi tidak penuh, sehingga perdarahan
ringan mengakibatkan perdarahan yang terus menerus
• >3 minggu
• Gejala: penurunan kesadaran
• Komplikasi
– Higroma
– Hidrocephalus
• Terapi
– Trepanasi (pemboran) + Evakuasi Hematom
• SAH
• Sumber:
– Aneurisma Communicana anterior (org tua)
– Akut perforasi meningeal
• Cedera Otak
• Cedera fisk pada wajah atau kepala dan yang lainnya dengan konsekwensi Neurological
• Klasifikasi
– Cedera Otak Primer (COP)
• Proses patologi yang terjadi segera akibat langsung trauma
– Cedera Otak Sekunder (COS)
• Proses patologi yang terjadi kemudian hari akibat
– Proses intrakranial
» TIK meningkat
• Herniasi/Pergeseran Otak
• Massa pendarahan (EDH, SDH, ICH)
• Edema
• Hydrocephalus
» Vasospasme
» Seizures
» Infeksi
» Hipoksia-Iskemia
– Proses Sistemic
» Hipoksemia
» Hipotensi
» Hiponatremia
» Hipokapnia
» Hiperkapnia
» Hipoglikemia
» Hiperglikemu
» hipertermi
» Pemeriksaan
• Primary Survey
– ABCDE
– Imobilisasi Stabilisasi servikal
– Pemeriksaan neurologis singkat
• GCS + Reflek Pupil
• Secondary Survey
– Pemeriksaan neurologis serial
• DCS
• Lateralisasi
• Refleks Pupil
• Tatalaksana
• CT Scan segera setelah resusitasi (hemodinamik normal)
• Ventrikulografi/arteriografi jika ct-scan tidak ada
• Medikamentosa
– Cegah kerusakan sekunder  Optimalkan sel saraf
– IVFD RL
– Hiperventilasi Selektif
• Prinsip : PCO2 turun  vasokonstriksi PD otak
• Pertahankan PCO2 >35 mmHg
– Manitol 20%
• Indikasi: Deteriorasi neurologis akut
– Dilatasi pupil
– Hemiparese
– Kehilangan kesadaran
• Menurunkan TIK
• Dosis: 1 g/KgBB Bolus IV dalam 5 menit
– Furosemid
• Turunkan TIK
• Dosis: 0,3-0,5 mg/KgBB IV
– Antikonvulsan
• Prinsip: Kejang 30-60 menit menyebabkan cedera otak sekunder
• Fenitoin
– Akut 1 gr IV dengan kecepatan 50mg/menit
– Maintenance 100 mg/8j titrasi
• Diazepam jika kejang lama
• Indikasi CT Scan
• Nyeri kepala, muntah menetap dengan obat-obatan
• Kejang
• Luka tusuk atau tembak, korpus alienum
• GCS < 15
• Penurunan GCS > 1 point
• Lateralisasi (anisokor, hemiparese)
• Bradikardia dengan gejala lain diatas
• Cidera kepala GCS < 15 disertai cidera multiple organ
• Indikasi sosial
• Tatalaksana
• Cedera Kepala Ringan (GCS: 14-15)
– MRS jika
• CT-Scan tidak ada
• CT-Scan Abnormal
• Semua cedera tembus
• Riwayat hilang kesadaran
• Kesadaran menurun
• Sakit kepala sedang-berat
• Intoksikasi alkohol/obat2n
• Kebocoran LCS : Rhinorea, Otorea
• Cedera penyerta bermakna
• Tak ada keluarga di rumah
• GCS < 15
• Defisit Neurologis Fokal
• Mati Batang Otak
• GCS 3
• Reflek pupil (-)
• Reflek batang otak (-)
– Reflek okulosefalik (Doll’s eye) (-)
– Refleks OkuloVestibular (Tes Kalori) (-)
– Batuk (-)
• Nafas spontan (-)

SYOK
• Definisi
• a.k.a. Renjatan
• Keadaan patologik dinamik yang menyebabkan hipoksia jaringan dan sel
• Klasifikasi
• Hipovolemik
• Distributif (redistributi cairan ke organ visera)
– Septic
– Anafilaksis
• Rangsangan membran Ig E, merangsang sel mast meproduksi histamin
– Neurogenik
• Loss of vasomotor perifer akibat dari trauma medulla spinalis, regional
anestesi atau autonomic blocking agen
• Kardiogenik
– Syok kardiogenik
– Syok kardiokompresi
• Shock Hipovolemik
• Akibat p[enurunan volume darah
• Klasifikasi menurut jumlah darah yang hiilang
– Ringan : <20%
– Sedang : 20-40 %
– Berat : >40%
• Kausa
– Trauma
• Perdarahan eksternal
• Perdarahan tersamar (Occult)
– Tumpul
– Tajam
– Sequestrasi cairan viscera atau ke ruang peritoneal
• Klinis
– Tachicardia dan Hipotensi
– Akral dingin dan sianotik
– Pembuluh di leher kolaps
– OligusiAnuri
• Shock Hipovolemi
• Komplikasi
– Neuroendokrin
• Efek Adrenergik dan sekresi vasopresin dan angiotensin
• Retensi Na dan cairan di ginjal
• Sekresi epinefrin, kortisol dan glukagon, endorphin
• Konsentrasi glukosa extracelluler dan membuat cadangan energi dalam
metabolisme selluler, meningkatkan metabolisme lemak dan menurunkan
serum insulin
– Imunologi
• Makrofag terstimuli mengeluarkan TNF yang meningkatkan produksi
Neutrophyl, inflamasi dan aktifasi clotting
– Metabolik
• Anaerobic Metabolism  ATP Pathway sbg sumber energi  Lactat Asidosis
– Renal
• Tekanan filtrasi glomerulus turun  hipotensi  nekrosis tubuler
– Hematologik
• Hemokonsentrasi  trombosis  Iskemia jaringan
– Neurologik
• Stimulasi simpatis  vasokonstriksi pembuluh darah perifer
• Kecuali pembuluh darah, karena sistem autoregulasi  bila tekanan arteri
<70 mmHg  koma
– Gastrointestinal
• Aliran darah organ GIT kurang  iskemia  translokasi bakterial ke V. Portal
 sepsis
• S. Hipovolemi
• Evaluasi Resusitasi
– Vital Sign
– Produksi Urin
– TPO2 (Tissue Oksigen Tension)
– PHI (PH Intramukosal)
• S. Distributif
• Akibat redistribusi cairan ke dalam organ visveral
• Klasifikasi
– Septic
– Anaphylactic
– Neurogenic

HEMOROID
• Definisi
• Pelebaran pembuluh darah/plexus vena Hemoroidalis yang memberikan keluhan/gejala
• Anatomi
• Vaskularisasi
– A. Rectalis Superior
• Klasifikasi
• Hemoroid Interna
– Berasal dari plexus Vena Hemorroidalis Superior dan Medius
– Terletak diatas linea dentata atau 2/3 atas saluran anus
– Permukaannya mukosa
– 3 posisi utama: Jam 3, 7, 11
– Tampak benjolan mukosa keluar dari anus
• Hemoroid Eksterna
– Berasal dari Plexus Hemorroidalis Inferior
– Letak 1/3 bawah saluran anus
– Permukaannya Kulit (Epitel Skuamous)
– Tampak benjolan diantara perineum
• Prolaps
– Gr 1 : Prolaps (-), Perdarahan (+)
– Gr 2 : Prolaps (+), Masuk Spontan
– Gr 3 : Prolaps (+), Masuk dengan manipulasi
– Gr 4 : Prolaps (+), Inkarserata
• Etiologi
• Kelainan Organis
– Sirosis Hepatis
– Trombosis Vena Porta
– Tumor Intra Abdominal, terutama Pelvis
• Idiopatik, predisposisi
– Herediter
• Kelemahan pembuluh darah
– Anatomi
• Tidak ada katup pada vena porta, aliran darah balik, tekanan plexus
hemoroid meningkat
– Gravitasi
• Banyak berdiri
– Tekanan Intra Abdominal Meningkat
• Batuk Kronis
• Mengedan saat partus/BAB
– Tonus Sphinkter Ani lemah
– Obstipasi/Konstipasi kronis
– Obesitas
– Diit rendah serat
– Hormon
• Saat hamil cenderung kelemahan pembuluh darah
• Patofisiologi
• Hemoroid Interna
– Dari hipertensi portal, sehingga terjadi pelebaran vena kolateral pada vena
hemoroidalis superior dan medialis
• Hemoroid Eksterna
– Robeknya vena hemoroidalis inferior akibat tekanan intra abdominal yang tinggi
membentuk hematoma di kulit dubur
• Tanda dan Gejala
• BAB berdarah segar, menetes pada akhir defekasi
• Prolaps hemoroid
• BAB lendir
– Iritasi mukosa rektum
• Pruritus Ani sampai dermatitis Proctitis
• Nyeri

TRIAS & SYNDROME


• Sindrom Weber
• Pada lesi otak terdapat
– Paralysis okulomotor Ipsilateral
• ptosis,
• strabismus,
• hilangnya refleks cahaya serta akomodasi,
– Hemiplegi spastik kontralateral
• peningkatan refleks-refleks serta hilangnya refleks superfisial
• Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
– a. Hemolisis
– b. Sindrom Gilbert.
– c. Sindrom Crigler-Najjar.
• Hiperbilirubinemia konjugasi 2
• a. Nonkolestasis
– 1) Sindrom Dubin Johnson
– Penyakit ini, yang juga disebut ikterus idiopatik kronik, adalah hiperbilirubinemia
jinak yang diwariskan secara autosom dan dicirikan oleh terdapatnya pigmen gelap
pada daerah sentrilobuler hati.
– 2) Sindrom Rotor
– Pada banyak hal keadaan ini serupa dengan sindroma Dubin-Johnson. Akan tetapi,
tidak terdapat pigmen dalam sel hati, dan bilirubin konjugasi dalam serum memiliki
lebih banyak bentuk monokonjugasi daripada konjugasi diglukuronida.
• Trias Invaginasi
1. Kolik
2. Berak Darah
3. Massa Abdomen
• Trias Ruptur Uretra
• Anterior
1. Bloddy Discharge (keluar darah dari OUE)
2. Retensio urine
3. Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat
• Posterior
1. Bloody Discharge
2. Retensio urine
3. Floating prostat (Prostat Melayang – RT)
• Trias Tetanus
1. Trismus
– Tidak bisa buka mulut
2. Rhesus Sardonicus
– Kontraksi otot wajah membentuk wajah kera menangis
3. Opistotonus
– Postur tubuh seperti busur panah
• Sindrom Lekukan Kernohan
1. Hemiplegia
2. Dilatasi Pupil Ipsilateral (pada sisi yang sama dengan tempat) hematoma intrakranialnya
• Sindrom Klasik Herniasi Unkus
1. Dilatasi Pupil Ipsilateral
2. Hemiplegia Kontralateral
• Trias Vesikolitiasis
1. Hematuria
2. Disuria
3. Gangguan pancaran
• Trias Megakolon Kongenital
1. Mekonium keluar terlambat (>24 jam)
2. Muntah Hijau
3. Frog Deformity (Distensi abdomen)
• Trias Beck
(Tamponade Jantung)
1. Hipotensi
2. Distensi Vena Sentral (JVP meningkat)
3. Suara Jantung menjauh
• Sindrom Apendisitis Kronis
1. Riwayat nyeri perut kanan bawah >2 minggu
2. Radang Kronik Apendiks secara Makro dan Mikroskopik
1. Sumbatan parsial/total lumen apendiks
2. Ulkus lama mukosa
3. Jaringan parut mukosa
4. Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
5. Infiltrasi inflamasi kronik
3. Keluhan Menghilang setelah Apendektomi
• Trias Periapendikular Infiltrat
1. Nyeri 3 hari
2. Riwayat apendisitis akut
3. Teraba Massa
• Sindrom akibat Serotonin
1. Rangsangan Kemerahan (Flushing) muka
2. Sesak nafas  Spasme bronkus
3. Diare
• Trias Charcot
(Kolangitis)
1. Demam sampai mengigil
2. Nyeri Epigastrium
3. Ikterus
• Pentade Reynauld
(Kolangiolitis)
1. Trias Charcot
1. Demam sampai mengigil
2. Nyeri Epigastrium
3. Ikterus
2. Syok
3. Penurunan mental, penurunan kesadaran sampai Koma
• Sindrom Mirizzi
(Koledokolitiasis)
1. Kenaikan billirubin (akibat penekanan duktus Koledokus)
2. Dinding Abdomen Udem daerah Kantong Hartman
3. Penjalaran Radang Ke dinding abdomen daerah Kantong Hartman
• Kompartemen Sindrom
1. Pain : Nyeri
2. Parestesia : Mati rasa
3. Pallor : Pucat
4. Paralysis : Tonus (-)
5. Pulseness : Nadi tidak teraba
6. Polar/Poikilothermia : Akral dingin
• Terapi
– Fasciotomi
• Sindrom Prostatismus
• Obstruksi (HISWTE)
– Hesitancy : Lama saat memulai Miksi
– Intermitency : Miksi terputus
– Straining : Mengedan saat Miksi
– Weak Stream : Pancaran Miksi Lemah
– Terminal Dribbling : Menetes di akhir Miksi
– Emptying Incomplet : Miksi Tidak Lampias
• Iritatif (FUND)
– Frekuensi : Miksi sering >7x sehari
– Urgent : Tidak dapat menahan Miksi
– Nocturia : Miksi malam hari >1x
– Disuria : Nyeri saat Miksi
• LUTS
(Lower Urinary Tractus Syndrome)
1. Keluhan Storage (Penyimpanan)  Iritasi
1. Urgensi
2. Polakisuria
3. Frekuensi
4. Nokturia
5. Disuria
6. Inkontinensia Urine
7. Enuresis
2. Keluhan Voiding (Pengeluaran)  Obstruksi
1. Hesitansi
2. Weak Stream
3. Intermitensi
3. Keluhan Pasca Miksi
1. Perasaan tidak puas

UROLOGI
• Infeksi
• Pielonefritis
• Abses ginjal, abses perineal, abses pararenal
• Sistitis akut
• Prostatitis
• Epididimitis
• Tuberkulosis Urogenitalia
• Penyakit Fournier
• Urosepsis
• Batu
• Batu ginjal dan ureter
• Batu buli-buli
• Batu Uretra
• Obstruksi
• Obstruksi saluran kemih sebelah atas
• Sumbatan Urine Akut
• Disfungsi
• Retensi Urine
• BPH
• Striktur Uretra
• Inkontinensia Urine
• Sindrom Nyeri Buli2
• Buli2 Overaktif
• Trauma
• Ginjal
• Ureter
• Buli2
• Uretra
• Penis
• Anomali
• Ginjal
• Ureter pelvis
• Refluks Vesiko ureter
• Enuresis
– Inkontinensia  mengompol
• Urachus
• Ekstrofia buli2
• Anorkismus (tidak punya testis)
• Testis maldesensus
– Klasifikasi
• Kriptorkismus : testis masih pada jalurnya
• Ektopik : testis keluar jalus
– Testis masih bisa turun sendiri <1 tahun
– Setelah 2 tahun kriptorkismus menyebabkan kerusakan testis (atrofi testis karena
suhu hangat intta abdomen)
• Hidrokel
– Penumpukan cairan di antara lapisan parietalis-viseralis tunika vaginalis akibat
ketidak seimbangan antara produksi dan reabsorpsi oleh sistem limfatik
– Produksi cairan pada neonatus dari peritoneum karena ada saluran antara
peritoneum dengan prosesus vaginalis, pada dewasa dari kelenjar limfatik
(Idiopatik), reabsorpsi oleh sistim limfatik
– Benjolan konsistensi kistik di dalam skrotum, transluminasi (+)
– Klasifikasi
• H. Testis : Hidrokel mengelilingi testis, testis tidak teraba
• H. Funikulus : hdrokel letaknya di atas testis
• H. Komunikan: ada hubungan peritoneum dengan tunika vaginalis, kantong
hidrokel dapat dimasukkan ke ronggo abdomen, cairan semakin penuh jika
menangis,
• Torsio testis
– Terpeluntir spermatic chord ke arah medial karena kontraksi m. Cremaster dengan
gangguan penyangga (gubernakulum)  gangguan vaskularisasi
– Ekstravaginal : belum terbentuk penyanggah
– Intravaginal : kelainan bentuk penyangga
– Otot cremaster kontraksi untuk menyesuaikan suhu testis ideal, kontraksi saat suhu
menurun
– Terapi: Detorsi manual  orkidopeksi (fiksasi testis jika masih viable)
• Fimosis
– Prepusium tidak dapat diretraksi ke proksimal akibat adesi alamiah prepusium dan
glanspenis
• Parafimosis
– Inelastisitas ujung prepusium yang jika ditraksi dapat menjerat penis pada sulkus
koronaria  edema glans penis
• Balanopostitis
– Balanitis: Inflamasi superfisial glans penis
– Postitisz: Inflamasi prepusium penis
• Adesi penis
– Glans yang terkelupas saat sirkumsisi menempel pada kulit sisa prepusium yang
lecet
• Hipospadias
– Meatus urethra letaknya di bagian ventral penis dan lebih proksimal
– Klasifikasi
• Anterior : glanular, subkoronal, penis distal
• Medial : midshaft, penis proksimal
• Posterior : penoskrotal, skrotal, perineal

ORTOPEDI
FRAKTUR

DEFINISI
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan

JENIS
Berdasarkan:
1. Etiologi
a. Traumatik akibat trauma
b. Stress akibat adanya tekanan/pembebanan yg berlebihan pada tulang yg biasanya terjadi d
lm jangka waktu yg relatif lama
Contoh:
 March Fracture # Metatarsal II akibat berjalan jauh
 # Fibula sering lari
 # Tibia ballet dancer
 # Femur Neck akibat aktivitas fisik yg berat
c. Patologis kelemahan tulang akibat adanya suatu proses patologis
Contoh:
 Osteomielitis piogenik
 Atrofi tulang krn paralisis Poliomielitis
 Paget Disease (ada woven bone)
 Osteoporosis senilis
 Tumor jinak Kondroma, Osteoid Osteoma (Giant Cell Tumor)

2. Klinis/Eksposur
a. Open ada kontak tulang dgn dunia luar
b. Closed tdk ada kontak antara tulang & dunia luar
c. Commplicated fraktur disertai komplikasi: malunion, delayed union, non union

Grade Open Fracture menurut R. Gustillo:


 Grade 1 luka <1 cm, kontaminasi minimal, kerusakan jaringan lunak sedikit
 Grade 2 luka >1 cm, kontaminasi sedang, kerusangan jaringan lunak tdk luas
 Grade 3 kontaminasi berat, kerusakan jaringan lunak yg luas
3A: ada kerusakan jaringan lunak yg luas (flap/avulsi) tapi masih ada jaringan lunak yg m
enutupi fraktur
3B: tdk ada jaringan lunak yg menutupi fraktur
3C: luka pada arteri/saraf perifer tnpa melihat luas kerusakan jaringan
3. Orientasi/Bentuk Garis Patah
a. Transversal garis patahan tegak lurus aksis tulang
b. Oblik garis patahan menyilang (trauma angulasi)
c. Spiral garis patahan menyilang & berputar/rotasi (trauma rotasi)
d. Segmental garis patahan ada >2; jika ditarik garis khayal sejajar dgn garis patahan tulang
maka titik temu garis khayal tersebut bertemu di luar tulang
e. Kominutif Shattered; Garis patahan ada >2; jika ditarik garis khayal sejajar dgn garis patah
an tulang maka titik temu garis khayal tersebut bertemu di dalam tulang

4. Ekstensi
a. Komplit garis patahan melewati kedua korteks
b. Inkomplit garis patahan tidak melewati 2 korteks
 Hairline: garis patahan seperti rambut, tipis
 Greenstick: fraktur pada satu korteks sedang pada korteks lainnya tdk fraktur, hanya me
ngalami angulasi

5. Hubungan antar Fragmen Tulang


a. Undisplaced alignment tulang masih normal
b. Displaced tidak sesuai dengan alignment tulang
 Bersampingan
 Angulasi
 Rotasi
 Distraksi: menjauh
 Over-riding
 Impaksi

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
 Umum: Riwayat trauma (dan Mechanism of Injury), gejala syok
 Lokal: nyeri, bengkak, gangguan fungsi gerak, krepitasi

2. Pemeriksaan Fisik
BANDINGKAN BAGIAN KIRI DAN KANAN...!!!
a. Look:
 Kulit warna: hiperemi
 Deformitas angulasi, rotasi, shortening, longating
b. Feel:
 Suhu teraba hangat
 Nyeri tekan (+)
 Length True Leg Length, Apparent Leg Length
True Leg Length: diukur dari SIAS s/d Maleolus Medial dan bandingkan kiri & kanan
Apparent Leg Length: diukur dari garis tengah tubuh (umbilikus, dagu, dsb) s/d Male
olus Medial dan bandingkan kiri & kanan
 Sensorik: DBN
c. Move:
 Krepitasi (+)
 Nyeri (+)
 Range of Movements:
1) Ada penurunan atau tidak?
2) Jika ada, pada saat melakukan movement yang mana & pada ekstremitas mana?
Movements yg dimaksud:
fleksi-ekstensi, adduksi-abduksi, rotasi medial-eksternal, pronasi supinasi, palmar flexi-d
orso flexi manus, inversi-eversi
 Motorik: DBN

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Lab
 HB: mungkin turun akibat syok hipovolemik/neurogenik
 HCT: mungkin naik akibat syok hipovolemik
 WBC: mungkin naik akibat infeksi
 BUN-SC: mungkin naik akibat dehidrasi akibat bleeding
b. Radiologis
a. Foto Polos: minimal 2 sisi proyeksi AP & Lateral
b. CT Scan/MRI: tidak perlu digunakan sebab dgn foto polos sudah terlihat

Tujuan pemeriksaan radiologis:


 Konfirmasi fraktur
 Bagaimana pergeseran fragmen fraktur
 Fraktur baru atau lama
 Adanya benda asing

TATALAKSANA
Prinsip penanganan fraktur ada 4R:
1. Recognition diagnosis adanya fraktur
2. Reduction = Reposisi melakukan reposisi (mengembalikan alignment tulang)
3. Retention = Imobilisasi melakukan imobilisasi (mempertahankan alignment tulang)
4. Rehabilitation mengembalikan fungsi secepatnya

a. Fracture Management Goal


1) Union (penyambungan tulang)
Clinical Union
Keluhan nyeri fraktur (-)
Gangguan pergerakan (-)
Coba digerakkan? Angulasi, rotasi tidak ada pergerakan (is this safe???)
Radiologis: biasanya masih ada garis patahan tulang
Radiological Union
Garis patahan tulang sudah tak terlihat
2) Restore limb function
3) Hindari komplikasi

b. Closed Fracture 9 penanganan closed fracture:


1) Protection Alone (tanpa Reduksi atau Imobilisasi)
 Simple sling (mitela): ekstremitas atas, Crutch & non-weight bearing: ekstremitas bawah
 Indikasi: fraktur undisplaced, fraktur yg stabil pd falangs, metakarpal, kosta
2) Imobilisasi dengan splinting external (tanpa reduksi)
 Memakai gips
 Indikasi: fraktur undisplaced yg unstable
3) Closed Reduction dgn manipulasi lalu diikuti Imobilisasi
 Reduksi/reposisi manual yg dilakukan dgn anestesi agar pasien tak kesakitan lalu dilanjut
kan imobilisasi dgn gips
 Indikasi: fraktur displaced
4) Closed Reduction dengan traksi kontinyu lalu diikuti Imobilisasi
 Reduksi/reposisi dilakukan dgn memakai traksi
 Traksi kulit beban <5 kg, dipasang maksimal 4 minggu
 Traksi tulang dgn memakai wire
 Indikasi: fraktur unstable, misal: fraktur Oblik, Spiral, Kominutif (pada long bones)
5) Closed Reduction lalu diikuti dengan Functional Fracture-Bracing
 Tehnik closed reduction: manual atau traksi
 Functional Fracture-Bracing: Hoffman’s External Fixation
 Indikasi: fraktur pada Tibia, 1/3 distal Femur, Radius, Intra-artikular
6) Closed Reduction dengan manipulasi lalu diikuti Fiksasi Skeletal Eksternal
 Tehnik closed reduction: manual atau traksi
 Fiksasi Skeletal Eksternal: Fiksasi Eksterna Malaysia?
 Indikasi: fraktur kominutif Tibia
7) Closed Reduction dengan manipulasi lalu diikuti Fiksasi Skeletal Internal
 Tehnik closed reduction: manual atau traksi
 Fiksasi Skeletal Internal: insersi perkutaneus Metalic Nails atau Intramedullary Rods dgn
tuntunan radiologis
 Indikasi: fraktur unstable pada Neck of Femur
8) ORIF
 Memakai alat metalik: screw, plate and screw, dsb
 Indikasi: fraktur Intra-Artikuler, gagal closed reduction, ada fraktur displaced yg hebat
9) Eksisi Fragmen Fraktur & Replacement menggunakan Endoprosthesis
Biasanya pada fraktur panggul & siku, hasil fiksasi interna tak memuaskan krn sering terj
adi Nekrosis Avaskuler (pada femoral head), Non Union, penyakit sendi post traumatik
Pada kondisi ini fragmen artikular ini dapat dieksisi dan diganti dgn endoprosthesis & dig
anti dgn sendi prostetik
c. Open Fracture:
1) Menganggap kondisi ini sebagai suatu kegawatan karena resiko sepsis, resiko osteomielitis
tinggi
2) Mengevaluasi & mendiagnosis awal adanya suatu keadaan yg dapat mengancam nyawa sy
ok hipovolemik, sepsis
3) Pemberian Antibiotik Golongan Sefalosporin: Cefrtriaxone/Cefotaxime, Cefadroxil
4) Lakukan Debridemen secepatnya
5) Debridemen Ulang dalam 24-72 jam
6) Luka terbuka jangan ditutup selama 5-7 hari (maksudnya jangan dijahit, tapi tetap ditutup de
ngan kassa steril); Leave open fractures open semua OF harus dibiarkan terbuka karena su
dah terdapat kontaminasi pada tulang, walaupun masih dalam Golden Period luka (6-7 jam)
& walaupun kontaminasi tidak ekstensif
7) Stabilisasi fraktur gunakan Back Slab
8) Dilakukan Autogenous Bone Graft secepatnya menggunakan graft tulang dgn donor yg ber
asal dari pasien sendiri, biasanya yg diambil bagian tulang di pelvis atau krista iliaka
9) Rehabilitasi anggota gerak

Tindakan operatif Open Fracture = OREF


 Memakai: Screw & Akrilik Gigi, Hoffman’s External Fixation, Fiksasi Eksterna Malaysia
 Indikasi:
Open Fracture (OF) Grade 2-3
OF disertai hilangnya jaringan lunak atau tulang yg hebat
Fraktur yg sangat infeksius

KOMPLIKASI
a. Segera
 Lokal
Kulit: Laserasi, penetrasi dari luar oleh benda asing atau dari dalam oleh fragmen tulang
Pembuluh darah: robekan perdarahan keluar, perdarahan internal (hematom)
Sistem saraf: cedera otak, cedera medula, cedera saraf perifer
 Umum syok hemoragik, syok neurogenik

b. Dini
 Lokal
Kulit: Nekrosis kulit, Gangren, Compartment syndrome
Sendi: artritis septik
Tulang: osteomielitis akut
 Umum emboli paru, tetanus

c. Lanjut
 Lokal
Sendi: Ankilosis (kekakuan)
Tulang: malunion, delayed union, non union, osteomielitis kronik
 Umum: Batu ginjal???
PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KORTIKAL (COMPACT BONE)

Penyembuhan sekunder = Terbentuk kalus (sedangkan pada fraktur tulang kanselosa tidak disertai k
alus)
1. Fase Hematom
 Pembuluh darah di kanal Haversian mengalami robekan di kedua sisi fraktur terjadi hemat
om
 Hematom: medium pertumbuhan jaringan fibrosis
2. Fase Proliferasi Seluler (Subperiosteal dan Endosetal)
 Hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dgn kapiler di dalamnya
 Jaringan fibrosis ini disebut Kalus Fibrosis, bersifat translusen pada pemeriksaan radiologis
 Kalus Fibrosis = terdapat jaringan Kondroid & Osteoid
3. Fase Pembentukan Kalus (Clinical Union)
 Jaringan kondroid & osteoid mulai mengalami Osifikasi terbentuk Kalus Tulang
 Kalus Tulang = Woven Bone (tulang imatur)
4. Fase Konsolidasi (Radiological Union)
 Penggantian Kalus Tulang yg masih imatur menjadi matur = Lamelar Bone
 Kelebihan kalus tulang yg matur akan diresorbspi
5. Fase Remodelling
Tulang-tulang mulai berisi Haversian canal & peronggaan membentuk sumsum tulang

PENYEMBUHAN ABNORMAL FRAKTUR

1. Malunion
 Definisi: fraktur sembuh & terbentuk kalus sesuai dengan waktunya namun terdapat adanya
deformitas (angulasi, valgus/varus, rotasi, shortening)
 Etiologi:
Fraktur tanpa pengobatan (neglected fracture)
Pengobatan yg tdk adekuat
Reduksi/Reposisi & Retensi/Imobilisasi yg tidak baik
 Terapi: Osteotomi koreksi (Osteotomi Z) + Bone Graft bila perlu disertai fiksasi interna

2. Delayed Union
 Definisi: durasi penyembuhan yg lambat, fraktur tidak sembuh setelah 3-5 bulan
 Etiologi: (sama dgn malunion)
 Radiologis: tak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur
 Terapi: fiksasi interna + bone graft

3. Non Union
 Definisi: kegagalan penyembuhan tulang (tak ada konsolidasi) setelah 6-8 bulan sehingga ter
bentuk pseudoarthrosis (sendi palsu)
 Jenis:
Hipertrofik ujung tulang bersifat sklerotik, lebih besar dari normal (elephant’s foot)
Atrofik ujung tulang kecil + osteoporotik + avaskuler

FRAKTUR ANTEBRACHII DISTAL


TERAPI: Closed reduction dgn manipulasi diikuti dengan imobilisasi

1. Fraktur Coles (Dinner Fork Deformity)


 Fraktur pada radius bagian distal dgn fragmen patahan bagian distal bergeser ke sisi dorsal/p
osterior
 Jarak garis patahan +2.5 cm dari persendian
 Ada subluksasi sendi radio ulna distal

2. Fraktur Smith (Garden Spade Deformity)


 Fraktur pada radius bagian distal dgn fragmen patahan bagian distal bergeser ke sisi ventral/
anterior
 Jarak garis patahan +2.5 cm dari persendian
 Ada subluksasi sendi radio ulna distal

3. Fraktur Galeazzi
 Fraktur pada bagian distal radius
 Dislokasi sendi radio ulna distal

4. Fraktur Montegia
 Fraktur pada bagian proksimal ulna
 Dislokasi sendi radio ulna proksimal

LAJU ENDAP DARAH


LED = Kecepatan sedimentasi eritrosit (Eritrocyte Sedimentation Rate)
 Yang mempengaruhi sedimentasi komponen di dalam plasma
 Pada infeksi, LED meningkat (laju pengendapapan/sedimentasi eritrosit menjadi lebih lama) akib
at adanya peningkatan leukosit di dalam darah sehingga pengendapan eritrosit menjadi lebih la
ma
 Ada 2 jenis:
1. Wintrobe = Normal 0-20 cc/jam
2. Westergreen = Normal 0-15 cc/jam

Anda mungkin juga menyukai