Pedoman Penyusunan Dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal SPM PDF
Pedoman Penyusunan Dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal SPM PDF
Sambutan ii
Daftar Peraturan/Perundangan Terkait Standar Pelayanan Minimal (SPM) iv
Pengantar v
Posisi SPM 1
Pelayanan Dasar 3
SPM dalam Perencanaan 5
SPM dalam Penganggaran 7
Pelaporan SPM 9
Proses Penyusunan SPM 11
Langkah Penyusunan Usulan SPM 15
Penyelarasan Jenis Pelayanan Dasar 20
Usulan SPM 22
Indikator SPM 26
Nilai SPM 29
i
DEPARTEMEN DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan
Minimal (SPM).
Sebagaimana diketahui Pemerintah telah menerbitkan PP No. 65/2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai acuan bagi pemerintah dalam penyusunan SPM dan
menjadi pokok-pokok acuan bagi Pemerintah Daerah dalam penerapan SPM. Untuk mendukung
pelaksanaannya telah diterbitkan pula PERMENDAGRI No. 6/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penetapan SPM dan KEPMENDAGRI No. 100.05 - 76 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Tim Kosultasi
Penyusunan SPM.
ii
panduan yang lebih praktis bagi Kementerian/LPND untuk melakukan proses penyusunan dan penetapan
SPM.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Tim Konsultasi SPM, Proyek ASSD (Kerjasama GTZ dan
Departemen Dalam Negeri) dan Tim Lembaga Demograf i Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia atas
segala dukungan dan kerjasamanya sehingga buku pedoman ini dapat tersusun.
Semoga buku pedoman ini dapat benar-benar bermanfaat serta mendorong proses penyusunan dan
penetapan SPM yang lebih baik.
iii
Daftar Peraturan/Perundangan Terkait Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal.
Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah.
Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penetapan Standar Pelayanan Minimal.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.79 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.
Keputusan Menteri Dalam Negeri No.100.05-76 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Tim Konsultasi
Penyusunan SPM.
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah.
iv
Pengantar
Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Penyelenggaran pelayanan dasar merupakan bagian dari
pelaksanaan urusan wajib Pemerintah Daerah. SPM diposisikan untuk menjawab hal-hal penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam penyediaan pelayanan dasar yang bermuara pada
penciptaan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat merupakan tujuan bernegara yang dijamin oleh
konstitusi. Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
dasar dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh pemerintah.
SPM yang ditetapkan Pemerintah menjadi salah satu acuan bagi Pemerintahan Daerah untuk menyusun
perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pemerintahan daerah menyusun
rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri/Kepala LPND terkait. Rencana pencapaian SPM
dituangkan dalam RPJMD dan Renstra SPKPD.
Buku Pedoman ini menyajikan beberapa pengertian dan prinsip dasar dalam penentuan dan perencanaan
SPM. Prinsip dasar ini mencakup posisi SPM dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, disajikan pula
proses dan tahapan penyusunan dan penetapan SPM, serta contoh SPM yang bisa dijadikan acuan. Buku
Pedoman ini sedianya dapat digunakan oleh Departemen/LPND untuk menyusun dan menetapkan SPM. Di
samping itu, Buku Pedoman ini dapat pula digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk mengimplementasikan
SPM.
v
Posisi SPM
Urusan
Pemerintahan Standar Pelayanan
Minimal (SPM)
Urusan Wajib
adalah ketentuan tentang jenis
dan mutu pelayanan dasar
Pelayanan
Permendagri No. 6/2007 Pasal 1(8)
Dasar
Dalam pembagian urusan, terdapat urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah. Urusan ini
terdiri dari 2 jenis urusan yaitu urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh Peraturan perundang-
undangan kepada daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat,
serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.
Tidak semua bagian dari urusan wajib adalah pelayanan dasar. Namun, setiap pelayanan dasar termasuk dalam bagian
urusan wajib.
Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Jadi, SPM ditetapkan
berdasarkan pelayanan dasar tertentu, dimana pelayanan dasar adalah bagian dari urusan wajib, dan urusan wajib
merupakan bagian dari urusan pemerintahan.
Dalam penyusunan dan penetapan SPM wajib diperhatikan prinsip-prinsip berikut: sederhana, konkrit, mudah diukur,
terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian (PP no. 65 Tahun
2005).
Berdasarkan karakteristik tersebut, setiap warga negara atau masyarakat berhak untuk menuntut pelayanan
tersebut karena merupakan “janji” pemerintah kepada masyarakat yang harus dilaksanakan.
! Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati oleh kepala daerah dan
pimpinan DPRD wajib memuat target pencapaian dan penerapan SPM
Permendagri No. 79/2007 Pasal 11
Dalam penyusunan dan penetapan SPM, terdapat 3 (tiga) lembaga/institusi yang terlibat yaitu (i)
Menteri/Pimpinan LPND terkait, (ii) Tim Konsultasi, dan (iii) DPOD. Tim konsultasi terdiri dari
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Departemen Keuangan,
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan. Tim konsultasi tersebut dibentuk melalui
Kepmendagri dan dikoordinasikan oleh Mendagri.
Menteri/Pimpinan LPND maupun DPOD, dalam penyusunan dan penetapan SPM harus memperhatikan 8
prinsip:
Tahap penyusunan SPM dimulai dengan usulan SPM yang diajukan oleh Menteri/Pimpinan LPND, sesuai
dengan pelaksanaan urusan wajib dalam lingkup tugas dan fungsinya. SPM yang diajukan dibuat dalam
format Lampiran PERMENDAGRI Nomor 6 Tahun 2007. Selanjutnya usulan SPM tersebut disampaikan
kepada Tim Konsultasi.
Oleh Tim Konsultasi, usulan SPM tersebut akan dibahas/dikaji berdasarkan kriteria, mekanisme, dan proses
yang ditetapkan dalam Juknis Penyusunan dan Penepatan SPM. Hasil pembahasan/kajian tersebut adalah
berupa rekomendasi yang akan disampaikan kepada Menteri/Pimpinan LPND untuk diperbaiki oleh
Menteri/Pimpinan LPND.
Setelah diperbaiki, usulan SPM diserahkan kembali ke Koordinator Tim Konsultasi, kemudian disampaikan
kepada DPOD untuk mendapatkan rekomendasi. Dilanjutkan dengan DPOD yang memproses usulan SPM
dan memberikan rekomendasi. Hasil proses dan rekomendasi usulan SPM oleh DPOD kemudian
dikembalikan kepada Tim Konsultasi Penyusunan SPM untuk diserahkan kepada Menteri/Pimpinan LPND
yang kemudian dilanjutkan dengan pengesahan dan penetapan oleh Menteri/Pimpinan LPND sebagai SPM
jenis pelayanan dasar yang bersangkutan.
1. Kaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada (Lihat Matriks Langkah 1)
Menteri/Pimpinan LPND perlu mengkaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada dan/atau
standar teknis yang mendukung penyelenggaraan jenis pelayanan dasar yang bersangkutan
2. Selaraskan jenis pelayanan dasar dengan konstitusi, RPJM, RKP dan dokumen kebijakan
nasional lainnya, konvensi/perjanjian internasional (Lihat Matriks Langkah 2)
Karena SPM terkait dengan pelayanan dasar yang menjadi hak warga negara, maka penentuan jenis
pelayanan dasar setidaknya perlu mengacu kepada konstitusi, RPJM, RKP & dokumen kebijakan
nasional lainnya, serta konvensi/perjanjian internasional yang telah diratif ikasi
3. Analisis dampak, efisiensi & efektifitas pelayanan dasar terhadap kebijakan dan
pencapaian tujuan nasional
Penetapan SPM harus terkait dengan kebijakan dan pencapaian tujuan nasional
4. Analisis dampak kelembagaan & personil atas penerapan SPM oleh Pemda
Penetapan SPM akan berdampak pada kelembagaan dan kebutuhan personil Pemda–
Menteri/Pimpinan LPND perlu mempertimbangkan kemampuan Pemda
Tabel ini diharapkan dapat membantu Departemen/LPND pada tahapan awal penyusunan SPM. Tujuannya
ialah agar Departemen/LPND dapat memanfaatkan standar pelayanan yang ada sebagai SPM yang
bersangkutan (apabila memang memenuhi kriteria dan prinsip penetapan SPM).
Pada Kolom 1 (Jenis Pelayanan Dasar yang Distandarkan/Diatur) diisi berbagai jenis pelayanan dasar yang
sudah dimiliki Departemen/LPND dan telah distandarkan (memiliki nilai standar tertentu).
Pada Kolom 2 (Indikator yang Diusulkan) diisi indikator dan nilai standar pelayanan dasar tersebut.
Pada Kolom 3 (Tujuan Penerapan Standar) diisi tujuan dari penetapan standar pelayanan dasar dimaksud.
Tanda panah di tabel di atas menunjukkan bahwa isian di satu kolom harus berimplikasi kepada isian di
kolom berikutnya.
Contoh:
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karena SPM terkait dengan pelayanan dasar yang menjadi hak
warga negara, maka penentuan jenis pelayanan dasar setidaknya perlu mengacu pada konstitusi, RPJM, RKP
& dokumen kebijakan nasional lain, serta konvensi/perjanjian internasional yang telah diratif ikasi.
Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan dasar merupakan bagian dari komitmen Pemerintah terhadap
rakyatnya.
Departemen/LPND dalam menetapkan pelayanan dasar, perlu menyebutkan dengan jelas dokumen yang
digunakan sebagai acuan penyelarasan. Hal yang perlu diingat ialah bahwa tidak harus pelayanan dasar
tersebut tertera dalam seluruh dokumen yang dimaksud. Setidaknya ada 1 dokumen yang dapat digunakan
sebagai dasar argumen penetapan suatu jenis pelayanan dasar
! Pilih PELAYANAN DASAR yang merupakan prioritas dan akan dijadikan SPM
Usulan SPM tentunya diajukan oleh Departemen/LPND terkait, mengingat mereka yang memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik terhadap jenis pelayanan dasar di bidangnya.
Dalam menyusun usulan SPM, Departemen/LPND terkait perlu mempelajari berbagai peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan SPM, termasuk mengenai urusan pemerintahan, urusan wajib,
pelayanan dasar, dan sebagainya.
Karena memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik di bidangnya, Departemen/LPND terkait akan
mampu memilih apa saja yang menjadi pelayanan dasar di bidangnya. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, tidak semua urusan wajib adalah pelayanan dasar. Meskipun dalam penetapan dan penyusunan
SPM membutuhkan konsensus seluruh komponen yang ada di suatu Departemen/LPND terkait, tetapi SPM
bukanlah terjemahan dari tugas pokok dan fungsi. Dengan memperhatikan prinsip sederhana,
Departemen/LPND terkait diharapkan dapat memilih pelayanan dasar secara tepat.
Usulan suatu SPM harus memperhatikan keterkaitannya dengan SPM lain. Hal ini menyangkut konsistensi
antar SPM (tidak saling bertentangan). Selain itu, dimungkinkan bahwa 2 SPM yang diajukan sebenarnya
mencerminkan sesuatu yang sama sehingga dapat terwakilkan oleh 1 SPM saja.
Misalnya urusan wajib bidang kesehatan. Urusan wajib bidang ini dibagi menjadi 6 sub-bidang, dimana
masing-masing diantaranya memiliki jenis pelayanan dasar tertentu. Dari jenis pelayanan dasar yang ada,
dapat ditetapkan standar pelayanan minimal bidang kesehatan yang memuat indikator dan nilai (misalnya
cakupan kunjungan ibu hamil K4.
Contoh Pelayanan Dasar di atas yang dijadikan SPM, diambil dari pelayanan puskesmas berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan, Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas
teknis operasional dinas kesehatan kab/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung
tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terpadu tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Puskesmas
bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang
keduanya jika ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Dari tugas pelayanan kesehatan tingkat pertama di puskesmas tersebut, Cakupan Kunjungan Ibu Hamil
K4 ditetapkan menjadi SPM karena memenuhi kriteria: (1) prioritas tinggi karena melindungi hak konstitusi
perorangan atau masyarakat; (2) merupakan kepentingan nasional; (3) bagian dari komitmen global; (4)
merupakan penyebab kematian dan kesakitan ibu dan anak.
Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan
besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil
dan/atau manfaat pelayanan.
Indikator dan nilai SPM ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
Untuk tahap awal, sebaiknya indikator SPM fokus pada hasil (output). Alasannya: (1) lebih mudah
diperbandingkan antar daerah; (2) pencapaian hasil (output) yang baik atau buruk secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencerminkan input dan proses yang baik atau buruk di masa lalu, serta manfaat di
masa mendatang; (3) lebih tepat untuk pengukuran kinerja jangka pendek (tahunan); (4) lebih mudah dalam
pengukurannya; (5) mencerminkan kinerja pada tataran pelaksana kebijakan di daerah. Perlu diingat bahwa
dalam PP no. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, tingkat
capaian SPM termasuk dalam aspek penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah pada tataran
pelaksana kebijakan. Tanggung jawab pelaksana kebijakan lebih pada masukkan, proses, dan hasil.
Namun demikian, penetapan indikator berupa masukan, proses, maupun manfaat dapat dilakukan dengan
memperhatikan kemudahan dalam memperoleh data yang dibutuhkan.
5. Lengkapnya data dan status pencapaian harus dipikirkan sejak proses perencanaan
Lengkapnya data dan status pencapaian tersebut harus dipikirkan sejak proses perencanaan
sebagai suatu kegiatan yang sinergis dan berkelanjutan, agar bisa menjadi tolak ukur keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang melayani masyarakat seutuhnya.
95%
! Nilai: 95%
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 adalah perbandingan antara Jumlah Ibu Hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal (kehamilan) sesuai standar sedikitnya 4 kali di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu, terhadap jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
Pada tahun 2015 ditargetkan bahwa 95% dari seluruh ibu hamil di satu wilayah kerja (Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota) telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar sedikitnya 4 kali.
Batas waktu pencapaian tahun 2015 tersebut didasarkan pada pencapaian MDG antara 1990-2015 – di mana
menurunkan Angka Kematian Ibu per tahun rata-rata 5,4%.
Departemen/LPND dapat menggunakan standar pelayanan tertinggi sebagai nilai. Alternatif lainnya ialah
nilai rata-rata nasional. Namun demikian, Departemen/LPND dapat menetapkan suatu nilai berdasarkan
justif ikasi teknis maupun pengalaman empiris tertentu, di mana nilai tersebut setidaknya harus dapat
tercapai di seluruh daerah.
Selain itu, nilai SPM telah ditetapkan oleh suatu Departemen/LPND harus konsisten (tidak kontradiktif)
dengan SPM yang lain.
Karena SPM terkait dengan pelayanan dasar, maka salah satu pertimbangan penting dalam penetapan nilai
SPM adalah cakupan. Mengapa demikian? Cakupan menunjukkan akses masyarakat terhadap pelayanan
dasar tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Meskipun nilai SPM dapat mengacu pada standar pelayanan tertinggi (baik yang diharapkan maupun yang
pernah terjadi), namun penetapan nilai SPM perlu mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah,
kapasitas kelembagaan daerah, kemampuan personil daerah, serta variasi kondisi geograf is antar daerah.