Pendahuluan
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 97
Bahan Sub
Landform Tanah 1 Tanah 2 Total (ha)
induk landform
Aluvium Aluvial Aluvial Endoaquepts Dystrudepts 89.189
Basin (lakustrin)
Endoaquents 82.993
Dataran Endoaquepts Endoaquents 873.681
aluvial
Sulfaquepts Sulfaquents 400.238
Dataran Endoaquepts Endoaquents 409.306
aluvio-
koluvial
Jalur Endoaquepts Dystrudepts 4.608.883
aliran
sungai
Udifluvents 3.884.093
Rawa Endoaquepts Sulfaquents 653.445
belakang
delta atau
dataran
Fluvio- Estuarin Endoaquepts Sulfaquents 2.224.988
marin
Marin Dataran Endoaquepts Endoaquents 1.308.263
pasang
surut
Halaquepts 302.959
Hydraquents Sulfaquents 3.200.213
Pesisir Udipsamments Endoaquents 1.482.386
pantai
Aluvium Aluvial Basin Endoaquepts Haplohemists 835.590
dan aluvial
(lakustrin)
Organik Marin Dataran Endoaquents Haplohemists 2.513.207
pasang
surut
Total 27.845.233
Sumber: Mulyani et al. (2004) dan Nugroho et al. (1991)
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
98 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
yang memiliki endapan laut (marine). Di lapangan banyak cara dan ciri
dapat digunakan untuk mengindentifikasi adanya lapisan pirit. Adanya
hutan mangrove, konsistensi lumpur/tak matang atau bercak jarosite
berwarna kekuningan jerami pada tanah memastikan adanya lapisan pirit
dalam tanah. Selanjutnya sifat atau ciri lain yang dapat membantu dalam
mengidentifikasi lapisan pirit adalah: a) adanya warna reduksi kelabu atau
kelabu kehijauan, baik dengan maupun tanpa bercak hitam; b) adanya
bahan organik, terutama berupa akar serabut, atau berseling dengan
lapisan mineral berkonsistensi setengah matang; dan c) adanya bau H2S
pada tanah yang terganggu atau diolah.
Pirit (FeS2) pada kondisi anaerob atau tergenang adalah senyawa
yang stabil dan tidak berbahaya, akan tetapi menjadi berbahaya jika
kondisi tanah berubah menjadi aerob. Senyawa pirit dalam kondisi aerob
akan teroksidasi dan menghasilkan senyawa beracun serta meningkatkan
kemasaman tanah, yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Ada dua
keadaan yang menyebabkan pirit berada dalam kondisi aerob yaitu
apabila tanah pirit diangkat ke permukaan tanah (misalnya pada waktu
mengolah tanah, membuat saluran, atau membuat surjan) dan jika
permukaan air tanah turun (misalnya pada musim kemarau). Dent (1986)
dan Langenhoff (1986) melaporkan bahwa hasil oksidasi pirit, antara lain
asam sulfat dan hidroksida besi yang menyebabkan reaksi tanah sangat
masam. Senyawa yang terbentuk secara alamiah dapat mengalami reaksi
penetralan dengan terbentuknya senyawa jarosit yang berupa bercak-
bercak karatan berwarna kuning jerami. Lebih jauh Dent (1986)
menambahkan bahwa reaksi oksidasi pirit berlangsung beberapa tahap,
baik berupa reaksi kimia maupun biologi. Pada reaksi tahap awal, oksigen
terlarut secara lambat akan bereaksi dengan pirit menghasilkan 4 molekul
H+ per molekul pirit yang dioksidasi, dengan reaksi sebagai berikut:
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 99
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
100 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 101
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
102 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 103
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
104 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Keracunan aluminium
Keracunan aluminium berhubungan langsung dengan pH tanah yang
biasanya terjadi pada pH kurang dari 5. Terjadinya keracunan aluminium
tergantung pada berbagai faktor diantaranya konsentrasi Al, pH tanah,
jenis, dan umur tanaman, serta kadar P dalam tanah. Untuk tanaman
padi, Al meracuni tanaman padi di persemaian pada konsentrasi 0,5-2
mg/l dalam kultur air. Pada tanaman padi yang berumur 3 – 4 minggu
setelah tanam, gejala keracunan muncul jika konsentrasi Al mencapai 25
mg/l. Gejala keracunan Al yang umum dijumpai di lapangan antara lain
berupa perakaran padi yang kurang berkembang, terjadi perubahan
warna antara tulang daun, dan menjadi kuning oranye pada ujung dan
tepi daun serta diikuti oleh bercak coklat, terjadinya perubahan warna
daun menjadi oranye terutama pada persemaian.
Keracunan besi
Dalam kondisi pH tanah rendah yang dibarengi dengan rendahnya tingkat
kesuburan tanah, terutama rendahnya kandungan P dan K tanah tersedia,
tanaman padi sudah akan mengalami gejala keracunan jika konsentrasi
besi mencapai 50 mg/l, tetapi pada tanah yang tingkat kesuburannya
baik, tanaman masih toleran terhadap keracunan besi walaupun
konsentrasinya lebih dari 200 mg/l. Gejala yang muncul pada tanaman
padi yang mengalami keracunan besi antara lain adanya bercak kecil
berwarna coklat (bercak karatan) dimulai dari ujung daun, pertumbuhan
daun dan anakan tertekan, dan sistem perakarannya kasar, jarang, dan
berwarna coklat gelap.
Keracunan hidrogensulfida
Keracunan H2S dapat terjadi pada tanah sulfat masam yang banyak
mengandung bahan organik, sebagai hasil dari reduksi sulfat dalam tanah
yang tergenang. Tanaman yang keracunan H2S sangat mudah terkena
infeksi.
Defisiensi fosfat
Tingginya kelarutan Al dan Fe dalam larutan tanah dapat menyebabkan
rendahnya ketersediaan P pada tanah sulfat masam. Hal ini terjadi karena
P membentuk komplek dengan Al atau Fe yang mengendap sehingga
tidak tersedia bagi tanaman. Defisiensi P merupakan hambatan yang
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 105
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
106 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
<15 untuk lahan sulfat masam ditata sebagai sawah tadah hujan atau
dibentuk surjan secara bertahap. Sedangkan lahan dengan tipe luapan D
adalah lahan yang tidak terluapi oleh pasang besar maupun kecil dengan
kedalaman muka air tanah > 50 cm (Tabel 4).
Tabel 4. Penataan dan pola pemanfaatan lahan yang dianjurkan pada
setiap tipologi lahan dan tipe luapan air di pasang surut
Tipe luapan air
Kode Tipologi lahan
A B C D
SMP-1 Aluvial bersulfida
Sawah Sawah Sawah -
dangkal
Aluvial bersulfida
SMP-2 Sawah Sawah/surjan Sawah/surjan Sawah/tegalan/kebun
Dalam
SMP-3 Aluvial bersulfida Sawah/tegalan
- Sawah/surjan
sangat dalam /kebun
SMA-1 Aluvial bersulfat 1 - Sawah/surjan Sawah/surjan Sawah/tegalan/kebun
SMA-2 Aluvial bersulfat 2 - Sawah/surjan Sawah/surjan Sawah/tegalan/kebun
SMA-3 Aluvial bersulfat 3 - - Sawah/kebun Tegalan/kebun
Aluvial bersulfida
HSM - Sawah Sawah/tegalan Tegalan/kebun
dangkal bergambut
G-1 Gambut dangkal - Sawah Sawah/tegalan Tegalan/kebun
G-2 Gambut sedang - Kebun/kebun Kehutanan
G-3 Gambut dalam - Kebun/kebun Konservasi
Sumber: Widjaja-Adhi (1995)
Terlepas dari berbagai kendala yang dihadapi, pengelolaan lahan
dengan sistem surjan memegang peranan penting di lahan pasang surut
karena daerah ini didominasi oleh lahan bertipe luapan B dan C. Hal ini
disebabkan oleh sistem surjan mempunyai beberapa keuntungan antara
lain: 1) stabilitas produksi lebih terjamin, terutama untuk tanaman padi
sawah di tabukan; 2) intensitas tanam lebih tinggi; dan 3) diversifikasi
tanaman sekaligus dapat terlaksana. Ukuran surjan di lahan pasang surut
tergantung pada tipologi lahan dan luapan air, kedalaman pirit, dan air
tanah.
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 107
Saluran primer/jalur A
Stoplog Stoplog
Stoplog
Gambar 1. Jaringan tata air sistem tabat untuk tipe luapan C dan D
Pengeloaan air
Pengelolaan air pada pengembangan lahan pasang surut perlu dilakukan
sejak penggalian saluran mulai dikerjakan untuk menghindari penurunan
muka air tanah secara drastis karena akan mengakibatkan teroksidasinya
lapisan pirit. Tata air di tingkat usaha tani pada lahan bertipe luapan A
dan B diatur dalam sistem aliran satu arah (one way flow system) agar
pencucian bahan beracun berjalan dengan baik (Gambar 2).
Dalam rancangan infrastruktur hidrologi, pengelolaan air dibedakan
dalam: 1) pengeloalan air makro, yaitu pengelolaan air pada tingkat
kawasan reklamasi; dan 2) pengelolaan air mikro, yaitu pengaturan air di
tingkat lahan petani. Pengelolaan air di tingkat tersier mengkaitkan
pengelolaan air makro dan pengelolaan air mikro.
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
108 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Saluran primer/jalur A
A A
Saluran kuarter
pengeluaran Flapgate (outlet)
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 109
Ameliorasi
Produktivitas tanah sulfat masam biasanya rendah, disebabkan oleh
tingginya kemasaman (pH rendah), kelarutan Fe, Al, dan Mn serta
rendahnya ketersediaan unsur hara terutama P dan K dan kejenuhan
basa yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Dent 1986). Oleh
karena itu tanah seperti ini memerlukan bahan pembenah tanah
(amelioran) untuk memperbaiki kesuburan tanahnya sehingga
produktivitas lahannya meningkat. Ameliorasi pada tanah sulfat masam
untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah, sebaiknya dilakukan
terlebih dahulu sebelum pemupukan dilaksanakan. Pemupukan tanpa
perbaikan tanah/ameliorasi tidak akan efisien bahkan hara dari pupuk
tidak bisa dimanfaatkan oleh tanaman.
Bahan amelioran yang dapat digunakan adalah kaptan dan rock
phosphate. Kaptan digunakan untuk meningkatkan pH tanah sedangkan
rock phosphate untuk memenuhi kebutuhan hara P-nya. Rock phosphate
sumber P yang baik digunakan pada tanah sulfat masam karena bersifat
slow release sehingga memberikan residu pada tanaman berikutnya dan
mudah larut pada pH masam. Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menetapkan kebutuhan kapur menurut Mc Lean
1982 dalam Al-Jabri 2002 adalah: 1) derajat pelapukan dari tipe bahan
induk; 2) kandungan liat; 3) kandungan bahan organik; 4) bentuk
kemasaman; 5) pH tanah awal; 6) penggunaan metode kebutuhan kapur;
dan 7) waktu.
Penetapan kebutuhan kapur untuk tanah sulfat masam dapat
dilakukan melalui beberapa metode, yaitu: 1) kebutuhan kapur
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
110 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 111
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
112 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 113
B1 15,19
B2 11,54
Kandungan Al Bo 4,50 0,93
B1 0,44
B2 0,59
Pemupukan
Tanah sulfat masam umumnya ketersediaan hara P dan K rendah namun
bila bahan organiknya tinggi maka P dan K biasanya tinggi pula (Tabel 7).
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
114 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 115
lebih tinggi pada tanah SMP yang baru teroksidasi dibandingkan tanah
SMA (Setyorini 2001). Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam
mereklamasi atau melakukan pencucian/drainase di tanah SMP, apalagi
jika kandungan liat tinggi.
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
116 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Penutup
Lahan sulfat masam sebagai bagian dari ekosistem rawa adalah sumber
daya yang harus dimanfaatkan secara optimal dengan menerapkan
teknologi pengelolaan lahan yang tepat. Cakupan areal yang luas dengan
topografi yang datar, lahan ini sangat potensial dikembangkan lahan
sawah sebagai pengganti lahan sawah produktif yang terus mengalami
konversi. Harus diakui bahwa kendala yang dihadapi dalam
pemanfaatannya untuk pertanian cukup besar. Kemasaman tanah yang
tinggi, defisiensi hara dan unsur beracun adalah tantangan yang harus
dihadapi. Namun dengan penerapan teknologi pengelolaan tanah dan air
yang tepat kendala tersebut bisa ditanggulangi secara gradual.
Sebaliknya, pengelolaan lahan yang salah, menyebabkan lahan
mengalami degradasi yang berimbas pada kerusakan lingkungan insitu
maupun daerah sekitarnya. Oleh karenanya, penerapan teknologi
pengelolaan lahan dan air yang baik dan tepat harus dilakukan dengan
komitmen yang tinggi agar produktivitas lahan tinggi secara berlanjut dan
tidak merusak lingkungan.
Lahan sulfat masam tidak hanya potensial untuk tanaman padi,
tetapi juga sangat potensial untuk tanaman palawija, hortikultura, dan
perkebunan. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman padi bisa
menghasilkan > 5 t/ha GKG. Dengan demikian lahan sulfat masam sangat
layak dijadikan sebagai target ekstensifikasi untuk menggantikan lahan
sawah produktif yang berubah fungsi menjadi lahan non pertanian.
Tanaman palawija seperti jagung dan kedelai juga menghasilkan secara
optimal. Arah penggunaan lahan sulfat masam untuk pangan, hortikultura
maupun perkebunan ditentukan oleh tipologi dan tipe luapan lahan.
Lahan tipe luapan A dan B diarahkan untuk tanaman padi. Sedangkan
lahan dengan tipe luapan C dan D bisa diarahkan untuk tanaman palawija
dan perkebunan. Modifikasi bentuk lahan dengan sistem surjan adalah
salah satu bentuk sistem pengelolaan air agar lahan lebih sesuai untuk
tanaman padi di bagian tabukan dan lebih sesuai untuk tanaman palawija
atau perkebunan di bagian guludan. Segala upaya rekayasa teknologi
pengelolaan lahan ditujukan untuk optimalisasi penggunaan lahan agar
produktif secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 117
Daftar Pustaka
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_su
byek=12¬ab=2).
Indrayati, L. A. Supriyo, dan S. Umar. 2011. Integrasi teknologi tata air,
amelioran, dan pupuk dalam budi daya padi pada tanah sulfat
masam Kalimantan Selatan. Jurnal Tanah dan Iklim, Edisi Khusus
Rawa, Juli 2011: 47-54.
Isa, Wasa. 2006. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Hal 1-
16 dalam Ai Dariah et al. (eds.). Prosiding Seminar Multifungsi dan
Revitalisasi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, MAFF dan ASEAN
Secretariat, Jakarta.
Khairullah, I., L. Indrawati, A. Hairani, dan A. Susilowati, 2011.
Pengaturan waktu tanam dan tata air untuk mengendalikan
keracunan besi pada tanaman padi di lahan rawa pasang surut
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
118 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
sulfat masam potensial tipe B. Jurnal Tanah dan Iklim, Edisi Khusus
Rawa, Juli 2011: 13-24.
Koesrini, E. William, L. Indrayati, dan E. Berlian. 2005. Stratifikasi Daya
Toleransi Tanaman Hortikultura Menurut Tingkat Cekaman Fisiko-
Kimia Lahan Sulfat Masam Potensial. Laporan Hasil Penelitian.
Balitra-Banjarbaru. 22 hal. (Tidak dipublikasikan)
Koesrini, E. William, M. Saleh, L. Indrayati, dan E. Berlian. 2006.
Stratifikasi Cekaman Lahan Sulfat Masam Potensial untuk Tanaman
Padi dan Berbagai Tanaman Hortikultura. Laporan Hasil Penelitian.
Balitra-Banjarbaru. 22 hal. (Tidak dipublikasikan)
Koesrini, I.Khairullah, S. Sulaeman, S. Subowo, R. Humairie, F. Azzahra,
M. Imberan, E. William, M. saleh, dan D. Hatmoko. 2003. Daya
Toleransi Tanaman di Lahan Sulfat Masam. Laporan Hasil
Penelitian. Balitra-Banjarbaru. 20 hal. (Tidak dipublikasikan)
Koesrini, K. Anwar, dan Nurita. 2011. Perbaikan Kualitas Lahan untuk
Meningkatkan Produktivitas Kedelai di Lahan Rawa Sulfat Masam
Potensial. Jurnal Tanah dan Iklim, Edisi Khusus Rawa, Juli 2011:
55-62.
Konsten, C.J.M. and M. Sarwani. 1990. Actual and potential acidity and
related chemical charactericties of acid sulfate soil in Pulau Petak
Kalimantan. Workshop on acid sulfate soil in the Humid Tropics, 20-
22 November, Bogor Indonesia. AARD and LAWOO, Bogor,
Indonesia.
Langenhoff, R. 1986. Distribution, Mapping, Classification and Use of Acid
Sulphate Soils in the Tropics. A literature Study. STIBOKA Intern.
Comm. No. 74, Wageningen, The Netherlands.
Manuelpillai, R.G., M. Damanik, and R.S. Simatupang. 1986. Site specific
soil characteristies and the amelioration of a Sulfic Tropaquepts
(Acid sulfate) in Central Kalimantan. Symposium Lowland
Development in Indonesia. Jakarta, 24-31 August 1986.
McLean, E. O. 1982. Soil pH and lime requirement. In Page, A. L., R. H.
Miller and D. R. Keeney (Eds.). Methods of Soil Analysis. Part 2 -
Chemical and Microbiological Properties. (2nd Ed.). Agronomy
9:199-223.
McLean, E.O., R.C. Hartwig, D.J. Eckert, and G.B. Triplett. 1983. Basic
cation saturation ratios as a basis for fertilizing and liming
agronomic crops. II. Field Studies. Agron. J. 75:635-639.
Mulyani, A. dan Agus, F. 2006. Potensi lahan mendukung revitalisasi
pertanian. Hal. 279-295 dalam Prosiding Seminar Multifungsi dan
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan 119
dKarakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
120 Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Widjaja Adhi, I.P.G. 1985. Pengapuran tanah masam untuk kedelai. Hal
171-188 dalam S.S. Somaatmadja et al. (eds.). Kedelai.
Puslitbangtan. Bogor.
Wijaya Adhi, I.P.G. 1986. Pengelolaan lahan rawa pasang surut dan lebak.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian V(1): 1-9.
Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan