DASAR TEORI
2.1 Pemboran
Dalam suatu operasi peledakan batuan, kegiatan pemboran merupakan
pekerjaan pertama kali yang dilakukan guna membuat sejumlah lubang ledak
dengan geometri dan pola yang sudah tertentu pada masa batuan,yang selanjutnya
akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakan.
4
Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan daya tahan batuan
terhadap gaya dari luar, baik bersifat static maupun dinamik. Kekuatan
batuan dipengaruhi oleh komposisi mineralnya, terutama kandungan
kuarsa. Batuan yang kuat memerlukan energi yang besar untuk
menghancurkanya.
3. Bobot isi / Berat jenis
Bobot isi (density) batuan merupakan berat batuan per satuan
volume. Batuan dengan bobot isi yang besar untuk membongkarnya
memerlukan energy yang besar pula.
4. Kecepatan Rambat Gelombang Seismik
Batuan yang masif mempunyai kecepatan rambat gelombang yang
besar. Pada umumnya batuan yang mempunyai kecepatan rambat
gelombang yang besar akan mempunyai bobotisi dan kekuatan yang besar
pula sehingga sangat mempengaruhi pemboran.
5. Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan yang dapat digores oleh batuan lain
yang lebih keras. Sifat ini dipengaruhi oleh kekerasan butiran batuan,
bentuk butir, ukuran butir, porositas batuan, dan sifat heterogenitas batuan.
6. Tekstur
Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur butiran mineral yang
menyusun batuan tersebut. Ukuran butir mempunyai pengaruh yang sama
dengan bentuk batuan, porositas batuan, dan sifat-sifat batuan lainya.
Semua aspek ini berpengaruh dalam keberhasilan operasi pemboran.
7. Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau
modulus Young (E). Modulus elastisitas batuan bergantung pada
komposisi mineral dan porositasnya. Umumnya batuan dengan elastisitas
yang tinggi memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.
8. Plastisitas
5
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan
deformasi permanen setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal,
dimana batuan tersebut belum hancur. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh
komposisi mineral penyusunya, terutama kuarsa. Batuan yang
plastisitasnya tinggi memerlukan energi yang besar untuk
menghancurkannya.
9. Struktur Geologi
Struktur geologi seperti sesar, kekar, dan bidang perlapisan akan
berpengaruh terhadap peledakan batuan. Adanya rekaha-rekahan dan
rongga-rongga di dalam massa batuan akan menyebabkan terganggunya
perambatan gelombang energy akibat peledakan. Namun adanya rekahan-
rekahan tersebut juga sangat menguntungkan untuk mengetahui bidang
lemahnya, sehingga pemboran akan dilakukan berlawanan arah dengan
bidang lemahnya.
Tabel 2.2
6
Nilai Faktor Drilabilitas dan Abrasivitas Berbagai Batuan
Abrasion
Batuan Lokasi Drillability
index
Barre Granite Barre, VT 1,00 1,00
Granite Dvorshak, ID 1,11 1,14
Granite California 1,10 1,27
Granite Newark, NJ 1,05 0,86
Granite Mt.Blanc, France 0,92 2,40
Granite Grand Coulee, WA 0,50 2,29
Granit Bulgaria 0,45 1,00
Granite Gneiss Denver, CO 1,52 1,03
Granite Gneiss Vancouver, 0,89 1,46
Granite BC, Canada 0,67 2,70
Quartzite Gneiss Hamburg, NJ 1,22 1,40
Quartzite Capetown, South Africa 1,00 1,70
Quartzite Corter Dam, GA 0,78 3,17
Quartzite New Zealand 1,00 8,60
Quartzite Canada 0,56 1,45
Quartzite Minnesota 0,33 1,23
Magnetite Canada 1,00 1,41
Magnetite Kiruna, Sweden 0,59 4,13
Taconite Kirkland, ON, 0,84 0,40
Hematite (red) Kirkland, ON, Canada 1,50 0,70
Hematite (dark) Sarajevo, Yugoslavia 2,20 0,80
Siderite Sarajevo, Yugoslavia 0,90 0,55
Siderite Sarajevo, Yugoslavia 0,89 0,14
Sandstone Suffern, NY 2,70 0,11
Sandstone Nova, Scotia, Canada 3,10 1,20
Sandstone Ohio 2,30 2,80
Shale New Zealand 0,75 0,00
Shale Michel, BC, Canada 2,00 0,28
Limestone Scranton, PA 1,79 0,65
Limestone Davenport, IA 1,77 1,22
Portsmounth, NH 1,22 0,01
Saratoga, NY
7
Alat yang sudah lama digunakan biasanya dalam kegiatan pemboran,
kemampuan mesin bor akan menurun sehingga sangat berpengaruh pada
kecepatan pemboran. Umur mata bor dan batang bor ditentukan oleh meter
kedalaman yang dicapai dalam melakukan pemboran. Untuk menilai kondisi
suatu alat dapat dilakukan dengan mengetahui empat tingkat ketersediaan
alat, yaitu:
1. Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA)
Ketersediaan mekanik adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi
mekanik yang sesungguhnya dari alat yang digunakan. Kesediaan mekanik
(MA) menunjukkan ketersediaan alat secara nyata karena adanya waktu
akibat masalah mekanik. Persamaan dari ketersediaan mekanik adalah
MA = W/R x 100%
Keterangan:
W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh operator
untuk melakukan kegiatan pemboran.
R = Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan untuk
perbaikan dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan
termasuk juga waktu penyediaan suku cadang serta waktu
perawatan.
2. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)
Ketersediaan fisik menunjukkan kesiapan alat untuk beroperasi
didalam seluruh waktu kerja yang tersedia. Persamaan dari ketersediaan
fisik adalah :
PA = S/(W+R+S) x 100%
Keterangan:
S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak
dipergunakan padahal alat tersebut siap beroperasi
(W+R+S) = Jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalan atau
jumlah jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan
untuk beroperasi.
3. Penggunaan Efektif
8
Penggunaan efektif menunjukkan berapa persen waktu yang
dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat
digunakan. Penggunaan efektif sebenarnya sama dengan pengertian
efisiensi kerja. Persamaan dari kesediaan penggunaan efektif adalah:
EU = waktu kerja produktif / waktu kerja tersedia x 100%
4. Pemakaian Ketersediaan (Use of Availability, UA)
Ketersediaan Penggunaan menunjukkan berapa persen waktu yang
dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat
digunakan. Penggunaan efektif EU sebenarnya sama dengan pengertian
efisiensi kerja. Penilaian Ketersediaan alat bor dilakukan untuk
mengetahui kondisi dan kemampuan alat bor untuk menyediakan lubang
ledak. Kesediaan alat dikatakan sangat baik jika persen ≥90%, dikatakan
sedang jika berkisar antara 70%-80%, dikatakan buruk (kecil) jika persen
kesediaan alat ≤70%.
d. Geometri Pemboran
1. Diameter Lubang ledak
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang
ledak adalah :
a. Volume batuan yang dibongkar
b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
c. Tingkat Fragmentasi yang diinginkan
d. Mesin bor yang tersedia
e. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan.
2. Arah Lubang ledak
Pada kegiatan pemboran ada dua macam arah lubang ledak yaitu
arah tegak dan arah miring. Pada tinggi jenjang yang sama, kedalaman
lubang ledak miring > dari pemboran tegak selain itu pemboran miring
penempatan posisi awal lebih sulit karena harus menyesuaikan dengan
kemiringan lubang ledak yang direncanakan.
3. Kedalaman Lubang ledak
9
Penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tinggi
jenjang, dimana kedalaman lubang ledak>tinggi jenjang. Kelebihan
kedalaman lubang bor (subdrilling) dimaksudkan untuk memperoleh
jenjang yang rata.
10
1. Jenis Batuan, dimana menentukan pemilihan alat
bor, percussive atau rotary-rushing, dipakai untuk batuan yang
keras,rotary-cutting dipakai untuk batuan sedimen.
2. Tinggi Jenjang, parameter yang dihubungkan dengan ukuran lainnya.
Tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu dan parameter lainnya
disesuaikan atau ditentukan setelah mempertimbangkan aspek lainnya.
Dalam tambang terbuka dan quarry diusahakan tinggi jenjang ditentukan
terlebih dahulu, dengan beracuan pada peralatan bor yang tersedia. Tinggi
jenjang jarang melebihi 15 meter, kecuali ada pertimbangan lain.
3. Diameter Lubang Ledak, faktor penting dalam menentukan ukuran
diameter lubang ledak adalah besarnya target produksi. Diameter yang
lebih besar akan memberikan laju produksi yang tinggi. Faktor lain yang
mempengaruhi pemilihan ukuran diameter lubang ledak adalah
fragmentasi batuan yang dikehendaki dan batasan getaran yang diijinkan.
4. Kondisi Lapangan, kondisi lapangan sangat mempengaruhi pemilihan
peralatan.
5. Fragmentasi, adalah istilah yang menggambarkan ukuran dari pecahan
batuan setelah peledakan dan pada umumnya fagmentasi dipengaruhi oleh
proses selanjutnya.
11
Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan
atau hancuran yang lebih baik pada bagian atap jenjang. hal ini
berhubungan dengan stemming, dimana lubang tembak yang besar
maka panjang stemming juga aka semakin besar dikarenakan untuk
menghindari getaran dan batuan terbang, sedangkan jika menggunakan
lubang tembak yang kecil maka panjang stemming dapat dikurangi.
Ukuran diameter lubang ledak yang akan dipilih akan tergantung pada :
1. Volume massa batuan yang akan dibongkar (vulome produksi)
2. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
3. Tinggi fragmentasi yang diinginkan
4. Alat muat yang digunakan
12
Gambar 2.1
Sketsa Pola Pengeboran Pada Tambang Terbuka
Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk
bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya
batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang
tekan yang diteruskan pada lantai jenjang yang lebih kecil.
Gambar 2.2
Pengaruh Arah Lubang Tembak
d. Pola Pemboran
Pola pengeboran adalah bentuk tatanan letak lubang bor dalam
ukuran jarak tertentu, pada permukaan front kerja yang akan
diledakkan, bentuk pola pengeboran dipengaruhi oleh struktur lapisan
batuan, dan tinggi jenjang yang direncanakan..ada empat pola
pengeboran yang dibuat secara teratur, yaitu :
13
1. Pola pengeboran bujur sangkar (square drill pattern), yaitu jarak
burden dan spasi sama.
2. Pola pengeboran persegi panjang (rectangular drill pattern), yaitu
jarak spasi dalam satu baris lebih besar dibanding burden.
3. Pola pengeboran zigzag (staggered squere drill pattern), yaitu antara
lubang bor dibuat zigzag yang berasal dari pola bujur sangkar.
4. Pola pengeboran segi tiga sama kaki (stagggered Rectangular Drill
Pattern), yaitu antara lubang bor di buat zigzag yang berasal dari
pola persegi panjang.
3m 3m
3m 2,5 m
3m 3m
3m 2,5 m
Gambar 2.3
Sketsa Pola Pemboran
14
Table 2.3
Keuntungan dan Kerugian Lubang Ledak Tegak
Keuntungan Kerugian
Pemboran dapt dilakukan lebih Kemungkinan timbulnya pecah
akurat belakang( back break) lebih beasr
Jarak atau rute yang ditempuh Jenjang diperoleh kurang stabil
lebih dekat
Dapat melakukan pemboran Kemungkinan timbulnya tonjolan
lebih dekat dengan dinding pada lantai jenjang lebih besar
jenjang
Table 2.4
Keuntungan dan Kerugian Lubang Ledak Miring
Keuntungan Kerugian
Fragmentasi dari tumpukan hasil Panjang lubang ledak dan waktu
peledakan yang dihasilkan lebih yang dibutuhkan menjadi lebih
baik panjang
Dinding jenjang yang dihasilkan Pada pemboran lubang ledak
relatip rata dalam sudut yang dibentuk akan
semakin besar
Fowder factor yang digunakan Mengalami kesulitan pada
lebih efesien penempatan alat bor
Mengurangi tejadinya pecah Dibutuhkan pengawasan yang
berlebihan dan menjadikan lantai lebih ketat
jenjang lebih rata
Memperkecil bahaya longsor Mengalami kesulitan dlm
pada jenjang pengisiian bhn peledak
15
mengendalikan semua parameter pemboran lebih mudah. Peralatan pemboran
ini disangga diatas rigs dan menggunakan roda atau ban rantai. Komponen
utama pada mechanical drilling adalah,
a. Mesin (sumber energi mekanik)
b. Batang Bor (mentransmisi energi mekanik)
c. Mata Bor (menggunakan energi mekanik untuk menembus batuan)
d. Flushing (membersihkan lubang bor dari cuttings)
Mechanical drilling terbagi menjadi tiga macam berdasarkan cara
penetrasi terhadap batuan, yaitu: rotary drilling, percussive drilling,
dan rotary-percussive drilling.
a. Metode Pemboran Rotary Drilling
Rotary Drilling adalah metode pemboran yang menggunakan
aksi putaran untukmelakukan enetrasi terhadap batuan. Pada metode
ini ada dua jenis mata bor, yaitu tricone bit dengan hasil penetrasinya
berupa gerusan dan drag bit dengan hasil penetrasinya berupa potongan
(cutting).
b. Metode Pemboran Percussive Drilling
Percussive Drill adalah metode pemboran yang menggunakan
aksi tumbukan untuk melakukan penetrasi terhadap batuan. Komponen
utama Percussive drilling adalah piston. Energi tumbukan piston
diteruskan ke batang bor dan mata bor dalam bentuk gelombang kejut
yang bergerak sepanjang batang bor untuk meremukkan permukaan
batuan.
c. Metode Pemboran Rotary – Percussive Drilling
Rotary-Percussive Drilling adalah metode pemboran yang
menggunakan aksi tumbukan yang dikombinasikan dengan aksi
putaran, sehingga terjadi proses peremukan dan penggerusan batuan.
Metode ini terbagi menjadi dua :
1. Top Hammer
16
Pada metode ini, aksi putaran dan tumbukan dihasilkan diluar
lubang bor yang kemudian ditransmisikan melalui batang bor yang
menuju mata bor.
2. Down The Hole Hammer
Pada metode ini, aksi tumbukan dihasilkan didalam lubang
bor yang dialirkan langsung ke mata bor, sedangkan aksi putarannya
dihasilkan diluar mata bor yang kemudian ditransmisikan melalui
batang bor menuju mata bor.
17
R – thread digunakan pada lubang berdiameter kecil (22-
38 mm), R-thread memiliki sebuah pitch berukuran 12,77 mm
dan mempunyai profil sudut yang besar.
b. T – Thread
Dapat digunakan pada semua kondisi pemboran dengan
batang bor berukuran 38 – 51 mm. T-thread memiliki ukuran
pitch yang lebih besar dan sudut yang lebih kecil sehingga
pelepasan koplingnya lebih mudah daripada R – thread. Umur
pakaithread tipe ini lebih panjang.
c. C – Threads
C – thread didesain untuk batang berukuran 51 mm atau
lebih. Pitch pada thread ini berukuran besar dan slope angle mirip
dengan T- thread.
d. GD or HL – Thread
Thread ini mempunyai karakteristik diantara R-
thread dan T – thread. Thread ini mempunyai asymmetrical
‘sawtooth’ profil dan digunakan pada batang bor berukuran 25 –
57 mm.
2. Shank Adaptor
Shank adaptor merupakan komponen mesin bor yang
pertama yang menstransmisikan energi pukulan dari piston ke batang
bor. Shank adaptor ini terletak didalam mesin bor dandihubungkan
dengan couplings ke batang bor pertama.
3. Batang Bor
Batang bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan
energi pukulan dari shank adaptor ke mata bor. Pada pemboran
dengan top hammer batang bor merupakan komponen setelah drill
chuck dan dapat berbentuk hexagonal maupun round cross – section.
4. Couplings
18
Coupling berguna untuk menyambungkan batang bor yang
satu dengan batang bor lainnya. Tujuan penggunaan couplinguntuk
memperoleh kedalaman yang diinginkan.
5. Mata bor
Mata bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan
tumbukan dari batang bor ke batuan. Alat bor rotary-percussive
drill terdiri dari 2 jenis mata bor, yaitu:
a. Button Bit
Button bit berbentuk silinder. Pada bagian permukaan
button bit terbesar tungstan carbide dalam berbagai bentuk
dengan diameter antara 50 mm – 251 mm. button bit ini lebih
cocok digunakan pada rotary-percusive drilling, mempunyai
kecepatan yang lebih tinggi daripada insert bit, lebih resisten
terhadap pengerutan dan cold-pressing, dan mampu meneruskan
energy dari batang bor secara lebih efektif.
b. Insert Bit
Insert bit ini terdiri dari dua bentuk yaitu cross bits dan X-
bits. Cross bits terdiri dari empat buah tungsten carbide yang
saling membentuk sudut 90º sedangkan X-bits terdiri dari empat
buah tungsten carbide yang saling membentuk sudut 75º dan
105º. Insert bits memiliki ukuran diameter mulai dari 35 mm
sampai 57 mm untuk cross bits dan 64 mm untuk Xbits.
b. Rotation
19
Gerakan putaran yang menghasilkan perputaran mata bor
diantara energi pukulan berulang-ulang. Gerakan ini mengakibatkan
terjadinya tumbukan mata bor batuan dengan posisi yang berbeda-beda.
Metode Pemboran di Permukaan dan Pemakaiannya.
c. Feed, or Thrust Load
Trhust Load adalah energi yang dihasilkan oleh pull down motor
untuk menggerakkan hammer dan kemudian diteruskan ke mata bor
sehingga terjadi kontak permanen dengan batuan. Feed adalah
komponen dari rotary-percussive rock drill yang menggerakkan
pneumatic maupun hydraulic hammers maju mundur. Feed juga
menyediakan thrust load yang diperlukan pada operasi pemboran.
d. Flushing
Flushing adalah semburan udara, air, atau busa ke dalam lubang
bor untuk mengeluarkan cutting dari dalam lubang bor serta bertujuan
untuk membersihkan lubang bor.
20
a. Bila peledakan dilakukan searah dengan kemiringan bidang perlapisan
(dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :
1. Timbulnya backbreak yang lebih banyak
2. Pemakaian energi bahan peledak lebih baik, karena kemiringan
perlapisan searah dengan bidang runtuhan.
3. Pergeseran batuan dari face lebih mudah dan banyak, sehingga
dihasilkan tumpukan material yang lebih rendah.
4. Lantai jenjang lebih rata.
5. Fragmentasi dapat sesuai dengan yang diharapkan.
b. Bila peledakan dilakukan berlawanan dengan kemiringan bidang
perlapisan (dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :
1. Kemungkinan timbulnya backbreak lebih kecil.
2. Kemungkinan timbulnya toe lebih besar.
3. Pergeseran batuan dari face lebih sulit dan sedikit sehingga
dihasilkan tumpukan material yang lebih tinggi.
4. Lantai jenjang lebih kasar.
Fragmentasi dapat berubah-ubah dan sangat tergantung pada susunan
dari perlapisan
Gambar 2.4
Arah Lubang Tembak Searah Dengan Dip
21
Gambar 2.5
Arah Lubang Tembak Berlawanan Dengan Dip
22
mengetahui terlebih dahulu waktu yang dibutuhkan oleh alat bor untuk
membuat satu lubang tembak pada kedalaman tertentu (Cycle Time).
d. Waktu Edar Pemboran
Waktu edar pemboran adalah waktu yang dibutuhkan oleh alat
bor untuk melakukan serangkaian kegiatan pemboran satu lubang bor.
Alat bor yang diteliti menggunakan dua batang bor, sehingga
berdasarkan siklus kerja alat bor dilapangan, waktu daur pemboran
dihitung dengan menjumlahkan setiap bagian waktu dari bagian-bagian
gerakan saat pemboran.
Dr1 = H / (Ct-Dt)
23
Keterangan :
Dr1 = Kecepatan pemboran bersih (meter/menit)
H = Kedalaman lubang tembak (meter)
Ct – Dt = Waktu edar pemboran tanpa hambatan (menit)
2. Gross Driling Rate
Gross Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman
lubang bor yang dicapai terhadap waktu yang tersedia.
GDR = H / Ct
Keterangan:
GDR = Kecepatan pemboran (m/menit)
H = Kedalaman Lubang Tembak (meter)
Ct = waktu edar pemboran (menit)
24
Veq = V / (n x H)
Keterangan :
Veq = volume setara (m3/m)
V = volume batuan yang diledakkan (m3)
N = jumlah lubang tembak
H = kedalaman lubang tembak (m)
25
c. Pola Pengeboran.
d. Pola peledakan
26
Struktur batuan seperti patahan, rekahan, bidang perlapisan dip
dan strike akan mempengaruhi kelurusan lubang bor dan kecepatan
pemboran.
4. Abrasiveness
Merupakan suatu para meter yang mempengaruhi keausan
(umur) mata bor yang tergantung dari komposisi batuan tersebut.
Kandungan kuarsa biasanya dianggap sebagai petunjuk untuk
mengukur keausan mata bor.
5. Breaking charactersistic.
(Hadi 09) Breaking charactersistic menggambarkan sifat batuan
jika dipukul dengan palu, setiap batuan memiliki sifat khusus dan
tingkat kerusakan yang berhubungan dengan tekstur, komposisi, energi
dan struktur
c. Pengaruh air dan cuaca
Air Mempengaruhi kecepatan reaksi bahan peledak, mengurangi
energi ledakan, fragmentasi rendah sedangkan pada musim hujan biasanya
banyak air yang meresap masuk ke dalam batuan sedangkan pada musim
kemarau kondisi batuan biasanya lebih kering sehingga mengakibatkan
batuan lebih mudah pecah. Air dapat mempengaruhi energi bahan peledak
sehingga akan menghasilkan frakmentasi batuan yang kurang baik apa bila
dalam lubang ledak terdapat air, maka air tersebut harus dikeluarkan terlebih
dahulu dengan menggunakan pompa penyedot air untuk menghidari
rembesan air meski pun air di dalam lubang ledak habis, maka sebaiknya
bahan peledak dimasukan kedalam kantong plastik atau menggunakan kertas
plastik yang khusus (kertas Kondom), yang ukurannya lebih kecil dari
diameter lubang ledak.
2.3 Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang
bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antar
lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini
ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan batuan, pola
peledakan diklasifikasikan sebagai berikut :
27
a. Box cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk kotak.
b. Corner cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah
satusudut dari bidang bebasnya.
c. V cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk huruf V.
Gambar 2.6
Pola Peledakan Box Cut
Gambar 2.7
Pola Peledakan Echelon
Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang ledak.
b. Pola peledakan berurutan, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan
waktu tunda antara baris yang satu dengan baris yang lainnya
28
Gambar 2.8
Peledakan Tunda Antar Baris
Gambar 2.9
Peledakan Tunda Antar Beberapa Lubang
Gambar 2.10
Peledakan Tunda Antar Lubang
2.4 Bahan Peledak
Bahan peledak (Ir.S.Koesnaryo 1988), adalah bahan yang berbentuk padat,
cair, gas atau campuran yang apabila dikenai suatu aksi atau panas, gesekan atau
ledakan akan berubah secara kimia menjadi zat – zat lain yang lebih stabil, yang
sebagian atau seluruhnya berbentuk gas dan perubahan tersebut berlangsung
dalam waktu yang sangat singkat disertai efek panas dan tekanan yang tinggi.
29
Gambar 2.1 (J.J. Manon, 1978). Karena pemakaian bahan peledak dari
sumber kimia lebih luas dibanding dari sumber energi lainnya, maka
pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif diperkenalkan.
Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif murah, penanganan
teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time) dan
dibanding nuklir tingkat bahayanya lebih rendah. Oleh sebab itu modul ini
hanya akan memaparkan bahan peledak kimia.
BAHAN PELEDAK
NON-PERMISSIBLE
PRIMER SEKUNDER PERMISSIBLE
Gambar 2.11
Klasifikasi Bahan Peledak Menurut J.J. Manon, 1978
30
Tabel 2.5
Klasifikasi Bahan Peledak Menurut J.J. Manon, 1977
31
Klasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith (1988) seperti terlihat pada
Gambar di bawah ini dijadikan contoh pengklasifikasian bahan peledak untuk
industri.
BAHAN PELEDAK
Gambar 2.12
Klasifikasi Bahan Peledak Menurut Mike Smith, 1988
32
Tabel 2.6
Karakteristik ANFO dari Beberapa Produsen
Density, gr/cc
- Poured : 100 -- --
- Poured : 75 -- --
- Blow loaded : 25 -- --
1)
RWS to Blasting Gelatin = 55%
2)
In 25" diameter confined borehole
3)
In 200mm diameter confined borehole
3. Slurries
Istilah slurries dan watergel adalah sama artinya, yaitu campuran
oksidator, bahan bakar, dan pemeka (sensitizer) di dalam media air yang
dikentalkan memakai gums, semacam perekat, sehingga campuran tersebut
berbentuk jeli atau slurries yang mempunyai ketahanan terhadap air
sempurna.
Tabel 2.7
33
Contoh Jenis Bahan Peledak Watergel
Du Pont Watergels
Diameter, Densitas, Peka Ketahanan thd
Jenis produk VoD, m/s
mm gr/cc detonator air
TOVEX 90 25 - 38 0,90 4300 YA Baik
TOVEX 100 25 - 45 1,10 4500 YA Sangat baik
TOVEX 300 25 - 38 1,02 3400 YA Baik
TOVEX 500 45 - 100 1,23 4300 TIDAK Sangat baik
TOVEX 650 45 - 100 1,35 4500 TIDAK Sangat baik
TOVEX 700 45 - 100 1,20 4800 YA Sangat baik
TOVEX P 25 - 100 1,10 4800 YA Sangat baik
TOVEX S 57 - 64 1,38 4800 YA Sangat baik
POURVEX
89 dicurah 1,33 4900 TIDAK Sangat baik
EXTRA
DRIVEX 38 dipompa 1,25 5300 TIDAK Sangat baik
ICI Explosive
POWERGEL 1531 90 1,20 4500 YA Sangat baik
AQUAPOUR 1083 90 1,26 4500 YA Sangat baik
MOLANITE 95BP 90 1,17 3600 YA Sangat baik
Tabel 2.8
Jenis Bahan Peledak Berbasis Emulsi
34
Produsen
Sifat-sifat
PT.Dahana Dyno Nobel ICI Explosives Sasol Smx
Dayagel
Merk dagang Magnum Emulite Seri Powergel Seri Emex
Densitas, gr/cc 1,25 1,18 - 1,25 1,16 -1,32 1,12 -1,24
Berat/karton, kg 20 25 20 --
RWS, % 119 111 98 - 118 74 - 186
RBS, % 183 162 140 - 179 97 - 183
VoD, m/s 4600 - 5600 5000 - 5800 4600 - 5600 4600 - 5600
Diameter, mm 25 - 65 25 -80 25 - 65 25 - 65
Sangat baik
Ketahanan thd air Sangat baik Sangat baik Sangat baik
1
Waktu penyimpanan, thn 1 1 1
Gambar 2.13
Bahan Peledak Boster dan Cartridge Buatan Dyno Nobel
35
ammonium atau sodium nitrat. Nitrogliserin merupakan zat kimia berbentuk
cair yang tidak stabil dan mudah meledak, sehingga pengangkutannya
sangat beresiko tinggi, Tabel 2.7 memperlihatkan beberapa produk bahan
peledak berbasis NG dan Gambar 2.6 seri AN Gelinite buatan ICI
Explosives.
Tabel 2.9
Jenis Bahan Peledak Berbasis Nitrogliserin
Du Pont Dynamites
Densitas
Diameter,
Merk dagang bhn peledak/ VoD, m/s
mm gr/cc
karton
Straight Dynamite (granular) 32 1,37 104 4900
Ammonia Dynamite (granular) 32 1,16 - 1,29 110 – 120 1750 - 4000
Ammonia Dynamite (semi
32 0,94 - 1,29 110 – 150 3450 - 4000
gelatin)
Straight Dynamite (gelatins) 32 1,32 107 6000
Ammonia Dynamite (gelatins) 32 1,26 - 1,60 88 – 107 4000 - 6000
Ammonia Granular (permissible) 32 0,85 - 1,15 120 – 165 1740 - 2750
Ammonia Gelatin (permissible) 32 1,37 102 5030
ICI Explosives
AN Gelignite 60 22 - 32 1,40 130 – 265 3500
AN Gelignite Dynamite 95 25 - 95 1,45 6 – 188 3200
Ajax (permissible/P1) 32 1,50 --- 2500
Dynagex (permissible/P5) 32 1,42 --- 2900
36
Gambar 2.14
Seri AN Gelinite buatan ICI Explossives, 1988
c. Bahan Peledak Permissible
Bahan peledak permissible adalah bahan peledak yang khusus
digunakan pada tambang batubara bawah tanah. Bahan peledak ini harus
lulus beberapa tahapan uji keselamatan yang ketat sebelum dipasarkan.
Pengujian terutama diarahkan pada keamanan peledakan dalam tambang
batubara bawah tanah yang umumnya berdebu agar bahan peledak tersebut
tidak menimbulkan kebakaran tambang. Bahan peledak ini biasanya dibuat
dengan persentase NG kecil ditambah bahan bakar dan sodium nitrat serta
ammonium chloride, reaksinya adalah:
NaNO3 + NH4Cl NaCl + NH4NO3
Hasilnya adalah ammonium nitrat sebagai oksidator dan sodium
chloride yang mempunyai daya pendinginan yang besar, bahkan lebih besar
dibanding dengan pencampuran yang pertama. ICI- Explosive membuat
bahan peledak permissible berbasis emulsi yang dinamakan seri Permitted
Powergel.
37
Gambar 2.15
Bahan Peledak Permissible Berbasis Emulsi (ICI-Explossives, 1988)
38
4. Sensitifity to cap, yaitu kepekaan bahan peledak terhadapgelombang
ledakan yang letaknya berjauhan.
d. Velocity of Detonation (VOD), adalah sifat bahan peledak yang
mempunyai perambatan yang tinggi atau kecepatan perambatan peledakan
dari bahan peledak. Pengukuran cepat rambat bahan peledak.Pengukuran
cepat rambat bahan peledak dapat dilakukan dengan mengunakan sumbu
ledak yang diketahui kecepatannya.
e. Fumes Charactertic, adalah sifat bahan peledak yang menggambarkan
banyak sedikitnya gas-gas beracun yang terjadi sesudah peledakan seperti
CO (CarbonMonoksida) dan NO (Nitrogen Oksida). Fumes terbentuk bila
campuran bahan peledak tidak terjadi oksigen balance atau karena bahan
peledaknya telah rusak.
f. Water Resistasce, adalah kemampuan bahan pedeladak untuk menahan
perembesan air. Ketahanan bahan peledak dinyatakan dalam jumlah jam
lamanya bahan peledak dicelupkan kedalam air dan masih dapat diledakan
dengan baik. Bahan peledak yang tidak tahan air apabila agak lama
terendam air akan menjadi tidak peka dan jika dinyatakan tidak akan
meledak sama sekali. Bahan peledak yang tahan air adalah gelatin dinamit.
g. Permissibility, adalah sifat bahan peledak yang menggambarkan dapat
tidaknya bahan peledak tersebut dipakai untuk meledakan dalam tambang
batubara, dimana pada umumnya banyak terdapat gas CH4 (gas methane)
dan debu-debu batubara yang mudah terbakar.
h. Chemical Stability, adalah ukuran kestabilan bahan peledak dalam
penyimpanan.Makin stabil bahan peledak berarti tidak mudah mengurai,
akibatnya makin aman dalam penanganannya. Pengukuran stabilitas kimia
adalah dengan mencatat waktu yang diperlukan sebelum suatu bahan
mengurai pada suhu standard ( 80° C ).
i. Packaging, adalah pembungkusan bahan peledak (pembungkusan
dodolnya, bukan kotaknya) juga dianggap sebagai bahan peledak dan
diperhitungkan dalam campuran. Jenis pembungkusan ini juga
mempengaruhi terhadap gas- gas yang dihasilkan dalam peledakan.
39
2.4.4 Densitas Pengisian Bahan Peledak
Densitas pengisian ditentukan dengan cara perhitungan volume
silinder, karena lubang ledak berbentuk silinder yang tingginya sesuai dengan
kedalaman lubang. Contoh perhitungan sebagai berikut:
a. Digunakan diameter lubang ledak 4 inci = 102 mm
b. Diambil tinggi lubang (t) 1 m, maka volumenya
2
0,102
= r² t = x1
2
0,80 gr
per meter ketinggian lubang = x 8.170 cc/m = 6.536 gr/m = 6,53
cc
kg/m
Setelah diketahui muatan bahan peledak per meter lubang ledak, maka
jumlah muatan bahan peledak di dalam lubang ledak adalah perkalian tinggi
total lubang yang terisi bahan peledak dengan densitas pengisian tersebut.
Perhitungan di atas membutuhkan waktu dan tidak praktis bila
diterapkan di lapangan. Untuk itu dibuat tabel yang menunjukkan densitas
pengisian dengan variasi diameter lubang ledak dan densitas bahan peledak
seperti terlihat pada table di bawah ini.
Tabel 2.8.
Densitas Pengisian Untuk Berbagai Diameter Lubang Ledak Dan
Densitas Bahan Peledak Dalam kg/m
Diameter
Densitas bahan peledak, gr/cc
lubang ledak
mm inci 0.70 0.80 0.85 0.90 1.00 1.15 1.20 1.25 1.30
40
76 3.00 3.18 3.63 3.86 4.08 4.54 5.22 5.44 5.67 5.90
89 3.50 4.35 4.98 5.29 5.60 6.22 7.15 7.47 7.78 8.09
102 4.00 5.72 6.54 6.95 7.35 8.17 9.40 9.81 10.21 10.62
108 4.25 6.41 7.33 7.79 8.24 9.16 10.54 10.99 11.45 11.91
114 4.50 7.14 8.17 8.68 9.19 10.21 11.74 12.25 12.76 13.27
121 4.75 8.05 9.20 9.77 10.35 11.50 13.22 13.80 14.37 14.95
127 5.00 8.87 10.13 10.77 11.40 12.67 14.57 15.20 15.83 16.47
130 5.13 9.29 10.62 11.28 11.95 13.27 15.26 15.93 16.59 17.26
140 5.50 10.78 12.32 13.08 13.85 15.39 17.70 18.47 19.24 20.01
152 6.00 12.70 14.52 15.42 16.33 18.15 20.87 21.78 22.68 23.59
159 6.25 13.90 15.88 16.88 17.87 19.86 22.83 23.83 24.82 25.81
165 6.50 14.97 17.11 18.18 19.24 21.38 24.59 25.66 26.73 27.80
178 7.00 17.42 19.91 21.15 22.40 24.88 28.62 29.86 31.11 32.35
187 7.38 19.23 21.97 23.34 24.72 27.46 31.58 32.96 34.33 35.70
203 8.00 22.66 25.89 27.51 29.13 32.37 37.22 38.84 40.46 42.08
210 8.25 24.25 27.71 29.44 31.17 34.64 39.83 41.56 43.30 45.03
229 9.00 28.83 32.95 35.01 37.07 41.19 47.37 49.42 51.48 53.54
251 9.88 34.64 39.58 42.06 44.53 49.48 56.90 59.38 61.85 64.33
270 10.63 40.08 45.80 48.67 51.53 57.26 65.84 68.71 71.57 74.43
279 11.00 42.80 48.91 51.97 55.02 61.14 70.31 73.36 76.42 79.48
286 11.25 44.97 51.39 54.61 57.82 64.24 73.88 77.09 80.30 83.52
311 12.25 53.18 60.77 64.57 68.37 75.96 87.36 91.16 94.96 98.75
349 13.75 66.96 76.53 81.31 86.10 95.66 110.01 114.79 119.58 124.36
381 15.00 79.81 91.21 96.91 102.61 114.01 131.11 136.81 142.51 148.21
432 17.00 102.60 117.26 124.59 131.92 146.57 168.56 175.89 183.22 190.55
41
pemecahan batuan dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat yang dapat diilustrasikan pada
gambar dibawah ini sebagai berikut :
Gambar 2.16
Ilustrasi Pecahan Batuan
42
frakmentasi hasil peledakan yang optimum dengan menggunakan bahan
peledak yang minimum, dibutuhkan daerah bidang bebes yang luas dan
bidang bebas tersebut mempunyai jarak optimum dari lubang tembak.
Pedoman perhitungan geometri peledakan menggunakan (metode R. L. Ash,
1967 ).
Gambar 2.17
Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash
43
H = Kedalaman lubang bor, ( Meter )
B = Burden, ( Meter ).
b. Burden
Burden ( Menurut R.L. Ash ) adalah jarak antara lubang bor atau
lubang tembak yang relatif tegak lurus terhadap free face.Untuk menentukan
burden R.L.Ash (1967) mendasar pada acuan yang dibuat secara
emperik,yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar.
1. Batuan standar adalah batuan yang mempunyai berat jenis atau densitas
160 lb/cuft(2,56ton/m3) tidak lain dari densitas batuan rata-rata
2. Bahan peledak standar adalah bahan peledak yang mempunyai berat
jenis (SG) 1,20 dan kecepatan detonasi (Ve) 12.000fps
(3657,60m/detik).
Jika batuan yang akan diledakan sama dendan batuan standar dan
bahan peledak standar maka digunakan burden ratio (Kb) 30,tetapi jika
batuan yang akan diledakan bukan bahan peledak standar maka harga Kb itu
harus dikoreksi mengunakan faktor penyesuain( adjusment faktor) di bawah
ini :
De : diameter lubang ledak
B : Burden
Kb : Burden Ratio
B = kb x de ft atau B = Kb x De m
12 39,30
Faktor penyesuian (adjusment Faktor )
Maka :
Kb : 30 x Af1x Af2
44
Dengan :
Keterangan :
Ve : Bahan Peledak yang dipakai
SG : Berat jenis bahan peledak yang dipakai
D : Bobot isi batuan yang di ledakan
Std : Bobot isi batuan standar(160 lb/cuft)
SGstd : Berat jenis bahan peledak standar (1,20)
Ve std : VOD bahan peledak standar (12.000fps)
Kbstd : 30
Jadi :
( Kb x De)
B m
39,3
Keterangan :
B = Burden, ( meter )
Kb = Burden ratio, Kb standart = 30
De = Diameter bahan peledak, ( inch ).
c. Spasi.
Spasi adalah jarak diantara lubang ledak dalam suatu garis yang
sejajar dengan bidang ledak, persamaan yang digunakan :
Ks = S/ B Atau S = Ks x B
Keterangan :
S = Spasi, ( meter )
Ks = Spacing ratio ( 1,00 – 2,00 )
45
B = Burden, ( meter )
Jika spasi terlalu besar akan menghasilkan frakmentasi yang kurang
baik dan dinding ahir yang ditinggalkan relatif tidak rata, sebaliknya bila
spasi terlalu kecil dari jarak beben maka akan mengakibatkan ukuran batuan
terlalu hancur dan mengakibatkan gas hasil ledakan dihamburkan ke atmosfir
di ikuti dengan suara bising (noise).
Pedoman Penentuan jarak spacing sebagai berikut :
1. Peledakan serentak S= 2 B
2. Peledakan beruntun dengan interval lama (Second delay) S=B
3. Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1B-2B
4. Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus S antara 1,2-1,8 B
d. Subdrilling.
Subdrilling (perpanjangan lubang bor) adalah merupakan panjang
lubang ledak yag berbeda di bawah permukaan lantai jenjang. Sedangkan
fungsi dari perpanjangan lubang bor adalah untuk membuat lantai jenjang
relatif rata setelah peledakan, persamaan yang digunakan :
J = Kj x B Atau Kj = J/B
Keterangan :
J = Subdrillig, (meter)
Kj = Subdrilling ratio, (0,2 – 0,3)
B = Burden (meter)
e. Stemming.
Stemming ( pemampat ) adalah tempat material penutup didalam
lubang bor diatas kolom isian bahan peledak. Pemampat yang terlalu pendek
dapat mengakibatkan batu terbang dan suara ledakan yang keras sedangkan
pemampat yang terlalu panjang akan mengakibatkan retakan kebelakang
jenjang dan bongka di sekitar dinding jenjang. Secara teori panjang
pemampat sama dengan panjang beben, agar tekanan ke arah bidang bebas
dan samping seimbang, persamaan yang digunakan adalah :
46
Kt = T/B atau T = Kt x B
Keterangan :
T = Stemming, ( meter )
Kt = Stemming ratio, ( 0,75 – 1,00 )
B = Burden, ( meter )
f. Loading Density
Loading density ( densitas pengisian ), adalah jumlah bahan peledak
setiap meter kedalaman kolom lubang ledak. Densitas pengisian digunakan
untuk menghitung jumlah bahan peledak yang diperlukan setiap kali
peledakan. Untuk menghitung loading density digunakan persamaan :
de = 0,508 x De2 x SG
Keterangan :
de = Loading density, (kg/m)
De = Diameter lubang ledak, (inchi)
SG = Berat jenis bahan peledak
g. Powder Faktor
Powder faktor (jhon carles 09) adalah perbandingan antara banyaknya
bahan peledak yang digunakan untuk meledakkan sejumlah batuan,
persamaan yang digunakan adalah:
Pf = E/W
Keterangan :
Pf = Powder faktor, (kg/m3 )
47
E = Berat bahan peledak yang digunakan, ( kg )
W = Jumlah batuan yang diledakkan, ( m3 )
Jumlah bahan peledak dalam satu lubang dapat dihitung dengan persamaan :
E = PC x de
Keterangan:
E = Berat bahan peledak yang digunakan, ( kg )
PC = Panjang kolom isian, ( meter )
De = Loading density, ( kg/m )
W= BxSxL
Keterangan :
W = Jumlah batuan yang diledakkan, (m3)
B = Burden, (meter)
S = Spasi, (meter)
L = Tinggi jenjang, (meter)
2.6.2 Geometri Peledakan Menurut C. J. Konya (1990)
Memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan
besaran-besaran geometri peledakan. Berikut ini dijelaskan Parameter
perhitungan geometri peledakan menurut C. J. Konya (1990) seperti
a. Burden
Burden adalah jarak antara lubang bor atau lubang tembak yang
relatif tegak lurus terhadap free face.
48
Secara sisitimatis besarnya burden ada hubungannya dengan faktor-
faktor tersebut dinyatakan sebagai berikut :
B = 3,15 De ( SGe/SGr ) 0,33
B = [( 2 SGe/SGr + 1,5 )] De
B = 0,67 De ( Stv/SGr ) 0,33
Dimana :
B = Burden, Ft
De = Dimeter bahan peledak (inch)
Sge = SG = Bahan peledak
Stv = Relative bulk strength ( ANFO = 100 )
Setelah diketahui nilai burden dasarnya maka menurut Konya harus
dikoreksi terhadap bebrapa faktor penentu, yaitu faktor jumlah baris lubang
ledak (Kr), faktor bentuk lapisan batuan (Kd) dan faktor kondisi dari struktur
geologinya (Ks).
Tabel 2.11
Faktor Koreksi Terhadap Jumlah Baris Dalam Lubang Ledak (C.J. Konya, 1990)
Corrections for Number of Row(koreksi jumlah baris) Kr
One or two rows of holes 1,00
Third and subsequent rows or bufter blust 0,9
Tabel 2.12
Posisi Lapisan Batuan (C.J.Konya, 1990)
Corrections for Rock the position(koreksi posisi batuan) Kd
Bedding steeply dipping int cut 1,18
Bedding steeply dipping into face 0,95
Other cases of deposition 1,00
Tabel 2.13
Faktor Koreksi Terhadap Struktur Geologi (C.J.Konya, 1990)
49
Corrections for geologic structure(Srukrtur geologi) Ks
Heavy cracked, frequent with joint, weakly cemented 1,30
layers 1,10
Thin well cemented layers with tight joint 0,95
Massive intact rock
Bc = Kr x Kd x Ks x B
Dimana :
B = Burden hasil perhitungan dengan rumus dasar (inch)
Bc = Burden terkoreksi (inch)
Kd = Faktor tehadap posisi lapisan batuan
Kr = factor terhadap jumlah baris lubang ledak
Ks = factor terhadap struktur geologinnya
b. Spacing
Spacing adalah jarak lubang bor antar satu baris
Persamanaan yang digunakan ialah :
S = (L+7B)/8
Dimana :
S = Spacing, m
L = Tinggi jenjang
B = Burden
50
Tabel 2.14
Persamaan Untuk Menentukan Jarak Spacing (C.J.Konya, 1990)
TIPE DETONATOR L/B<4 L/B>4
Instantaneous S=(L+2B)/3 S=B
Delay S=(L+2B)/8 S = 1,4B
c. Stemming
Stemming adalah material pengisi atau dari lubang tembak, biasanya
material ini diisi dengan material hasil pemboran (cutting).
Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak stemming adalah :
Dimana :
De = Deameter lubang ledak (inch)
Stv = Relative bulk strenght (ANFO = 100)
SGr = Berat jenis batuan
51
d. Subdrillinng
Subdrilling adalah penambahan kedalaman pada suatu lubang tembak
diluar rencana lantai jenjang.Adapun persamaan untuk mencari jarak
subdrilling menurut konya adalah sebagai berikut :
J = 0,3 B
Dengan :
J = Subdrilling, (m)
B = Burden, (m)
e. Loading density
Loading density adalah jumlah pemakaian bahan peledak dalam satu
meter. Untuk menentukan loading density digunakan rumus :
Dengan :
De = loading density, ib handak/ft kolom isian
Sge = Berat jenis bahan peledak
De = diameter bahan peledak, inch
E = Pe x de x N
Dengan :
E = Jumlah bahan peledak
Pe = Tinggi kolom isian,meter
de = Loading density Kg/m
N = Jumlah lubang ledak
52
f. Waktu Tunda.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan waktu tundanya adalah
sebagai berikut :
tr = Tr x B
Dimana :
tr = Waktu tunda antara baris lubang ledak (ms)
Tr = Konstanta waktu tunda
B = Burden (ft)
Tabel 2.15
Konstanta Waktu Tunda Antar Baris (C.J.Konya, 1990)
Akibat yang dihasilkan Konstanta Tr
Keras, airblast berlebihan, back break 2
Runtuhan tinggi dekat jenjang, airblast moderat 2-3
Tinggi runtuhan cukup, airblast dan back break cukup 3-4
Runtuhan berpencar dengan back break minimum 4-6
Casting peledakan 7-14
53
b. Burden
Burden adalah jarak antara lubang bor atau lubang tembak yang relatif
tegak lurus terhadap free face
(B) antar baris; B = 25d – 40d
c. Spasi
Spasi adalah jarak lubang ledak antar satu baris (S); S = 1B – 1,5B
d. Subgrade
Subgrade adalah penambahan kedalaman pada suatu lubang tembak dilnar
rencana lantai jenjang (J); J = 8d – 12 d
e. Stemming (T); T = 20d – 30d
Stemming adalah material pengisi atau dari lubang tembak, biasanya
material ini diisi dengan material hasil pemboran (cutting)
f. Powder Factor (PF).
Berat bahan peledak (Berat/m) x (Panjang isian)
PF
Volume batuan (B x S x H)
Burden dan spasi, butir (2) dan (3), dapat berubah tergantung pada
sekuen inisiasi yang digunakan (lihat Gambar 2.16), yaitu:
a. Tipe sistem inisiasi tergantung pada bahan peledak yang dipilih dan
peraturan setempat yang berlaku.
b. Waktu tunda antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan minimal
4 ms per meter panjang spasi.
c. Waktu tunda minimum antara baris lubang yang
Titik awal berseberangan antara 4
inisiasi
Bidang bebas (Initiation Point)
ms 8 ms per meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari angka ms
X B S X
Square, Row
tersebut by Row.
tidak cukup waktu
X untuk batuan bergerak ke depan
X dan
Drilled: B = S, square. X X
konsekuensinya
Instantaneous rowbagian
firing bawah setiap baris material akan tertahan.
is not recommended by Bidang bebas IP
d. Waktu
ICI tunda dalam lubang 4(in-hole
3 2 delay)
1 untuk
0 1
sistem
2 3 inisiasi
4 nonel
X X X X X X X X
Square, V. X X X
direkomendasikan tidak meledak terlebih dahulu sampaiS detonator
5 tunda
Drilled: B = S, X S B X B X
6
square. Ratio:
di permukaan (surface delay)Xterpropagasi seluruhnya.
eX e X
X X X X X X X X 7
Bidang bebas IP
X B
Square, VI. S
X Se B
Drilled: B =
S, square. Ratio: X e
X X
Bidang bebas IP 54
X B B
Square, VI. S
X S
Drilled: B = e
X e
S, staggered. Ratio:
Gambar 2.18
Tipe-Tipe Sekuen Inisiasi (ICI-Explossives)
55
VS
SF x 100%
VL
apabila : VS = B x S x H
BxSxH
maka : VL =
SF
Dimana
Vs : Volume peledakan/ lubang
VL : total volume peledakan
B : burden
S : Spasi
H : Tinggi jenjang
W=Vx
Dimana :
W : Berat batuan
V : Volume batuan
: Densitas batuan
Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan baik dalam volume padat
maupun volume lepas bernilai sama, tetapi densitasnya berbeda, di mana
densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil dibanding padat.
2.6.5 Perhitungan PF
56
Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan
peledak yang dipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³.
Karena volume peledakan dapat pula dikonversi dengan berat, maka
pernyataan PF bisa pula menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan
dibagi berat peledakan atau kg/ton. Volume peledakan merupakan perkalian
dari B x S x H, jadi:
Whandak
PF =
BxSxH
57
a. Diameter lubang ledak
Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju
produksi yang direncanakan. Makin besar diameter lubang akan diperoleh
laju produksi yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan kondisi batuan
yang sama. Faktor yang membatasi diameter lubang ledak adalah:
1. Ukuran fragmentasi hasil peledakan
2. Isian bahan peledak utama harus dikurangi atau lebih kecil dari
perhitungan teknis karena pertimbangan vibrasi bumi atau ekonomi
3. Keperluan penggalian batuan secara selektif.
Dimana :
K = 0,1-0,2 d
c. Burden
58
Burden adalah jarak antara lubang bor atau lubang tembak yang relatif
tegak lurus terhadap free face
Densitas batuan
burden =
84
d. Spacing
Spacing adalah jarak lubang tembak dalam satu row. Dimana
persamaan dalam mencari spasi adalah :
Spacing = 1,1-1,8 B
1,25 B
e. Subdrilling
Subdrilling adalah penambahan kedalaman pada suatu lubang tembak
diluar rencana lantai jenjang.
J = (0,2-04) x B
f. Stemming
Stemming adalah material pengisi atau dari lubang tembak, biasanya
material ini diisi dengan material hasil pemboran (cutting)
T = (0,7-1) x B
59
2.7 Dampak Setelah Peledakan
Dalam kegiatan peledakan akan terjadi efek peledakan dan harus
dipertimbangkan. Yang dimaksud dengan efek peledakan adalah pengaruh
peledakan terhadap lingkungan sekitarnya berkaitan dengan keamanan. Efek yang
dapat ditimbulkan oleh peledakan adalah getaran tanah (ground vibration), batu
terbang (fly rock), dan suara ledakan (air blast).
60
b. Terkontrol
1. Muatan bahan peledak
2. Jarak
3. Jenis bahan peledak
4. Waktu tunda
5. Geometri/arah peledakan
- 1.6
d
V = 100
√W
Dengan:
V = kecepatan partikel
d = jarak dari pusat ledak ke titik yang diihitung (ft)
W = berat bahan ledak per delay (lbs)
61
Jarak minimum dari pusat ledakan ke bangunan yang aman dapat
dihitung dengan persamaan scaled distance dari USBM sebagai berikut :
d
Ds =
√W
Dengan :
Dd = jarak dari pusat ledakan ke bangunan, (ft)
W = berat bahan peledak per delay, (lbs)
Table 2.16
Pengaruh Getaran terhadap Kerusakan Bangunan (USBM 1978)
Kecepatan Partikel inc/sec Kerusakan bangunan
< 2,8 No Damege
4,3 Fine Craks
6,3 Cracking
9,1 Serious Cracking
dB = 20 log (p/po)
Dengan :
dB = level suara (dB)
p = overpressure, (psi atau bar)
po = overpressure dari suara terlemah yang dapat didengar
po = 2,9 x 10-9 psi atau 2 x 10 bar
62
Sedangkan overpressure dapat dihitung dengan persamaan :
3
W
p = 0.7 bar
d
Dengan :
W = berat bahan peledak per delay, (lbs)
d = jarak aman dari pusat ledakan ke bangunan, (ft)
Table 2.17
Batas Level Suara (USBM 1978)
Sound Level Limit
db psi
Safe 128 0,007
Caution 128-136 0,007-0.018
Limit 136 0,018
63