Analisis Permukiman Tepian Sungai Yang Berkelanjutan Kasus Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya
Analisis Permukiman Tepian Sungai Yang Berkelanjutan Kasus Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya
ABSTRACT
Central Kalimantan is a region of the riverside area. Most of the people settled in the riverside area. The
livelihoods of many people of Central Kalimantan as a fisherman. Riverside area is a residential center on the
grounds of water as a source of life and ease to access of transport between regions in Central Kalimantan
Province. The purpose of the research was to explore the pattern of settlements as an adaptation to the physical
environment riverside area. The research located in the residential area of the District Pahandut, Palangka Raya.
Research method used a combination (mix-used method) through the stages of research, among others: (1)
preparation; (2) the implementation phase; and (3) post-implementation phase. Step research through field
observation and exploration data based on interviews with selected native speakers. Furthermore, the results of
field observations and exploration data in the analysis through the tacit knowledge as descriptive interpretative
elaboration on various aspects of local community life. The results showed there are two aspects that affect to
riverside settlement, namely: (1) physical aspect; and (2) non-physical aspect. The second aspects of the
settlement pattern support settlements in those areas riverside towards sustainable development through to
riverside area.
ABSTRAK
Kalimantan Tengah merupakan wilayah tepian sungai. Sebagian besar masyarakatnya bermukim di wilayah
tepian sungai. Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Kalimantan Tengah sebagai nelayan. Tepian
sungai merupakan pusat permukiman dengan berlatar belakang kampung tepian sungai. Falsafah air sebagai
sumber kehidupan dan kemudahan transportasi antar wilayah di Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian
ialah mengeksplorasi model perbaikan permukiman sebagai adaptasi terhadap lingkungan fisik kawasan tepian
sungai. Lokasi penelitian di kawasan permukiman Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya. Metode yang
digunakan ialah metode gabungan (mix-used method) melalui tahapan penelitian antara lain: (1) tahap persiapan;
(2) tahap pelaksanaan; dan (3) tahap pasca pelaksanaan. Langkah penelitian yaitu melalui observasi lapangan
(field observation) dan eksplorasi data-data berdasarkan wawancara dengan narasumber terpilih. Hasil observasi
lapangan dan ekplorasi data di analisis melalui tacit knowledge sebagai jabaran deskriptif interpretatif terhadap
berbagai aspek kehidupan masyarakat setempat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua aspek fisik yang
mempengaruhi permukiman tepian sungai, yaitu: (1) aspek fisik (physical aspect); dan (2) aspek non-fisik (non-
physical aspect). Kedua aspek tersebut mendukung model perbaikan permukiman di kawasan tepian sungai
menuju pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada pelestarian kawasan tepian sungai.
delivery system) di Indonesia mencapai 80%, solusi dari model dikotomik yaitu penyelesaian
selebihnya sistem penyediaan perumahan dan secara terpisah antara ketersediaan
permukiman di Indonesia melalui mekanisme permukiman informal dan ketidakberpihakan
"formal" (formal housing delivery system) pada permasalahan permukiman informal.
terpenuhi hanya 10-20% (Struyk, 1991; Model integrasi merupakan suatu teori yang
Setiawan 2001). Kebijakan yang lebih masih sedikit diteliti oleh perencana kota. Model
menekankan pada mekanisme “formal” yaitu integrasi diharapkan akan mampu
proses produksi dan konsumsi perumahan menjembatani dualisme formal dan informal
tentunya kurang tepat, artinya bahwa permukiman di Indonesia, khususnya
mekanisme sistem penyediaan perumahan dan pengintegrasian permukiman tepian sungai.
permukiman yang kompleks dari sektor informal
belum banyak diketahui. Studi-studi empirik Integrasi sektor formal dan Informal dalam
mengenai “informal housing delivery system” ini konteks perkembangan permukiman perkotaan
sedikit sekali dilakukan. Kajian literatur dan memiliki sejarah yang panjang. Thomas
kajian empirik mengenai permukiman Karsten (1917) dalam studinya menunjukkan
berkelanjutan berwawasan lingkungan akan konsep integrasi dalam perencanaan kota baru
memberikan masukan yang berharga bagi Candi Semarang. Karsten memperkenalkan
upaya pemecahan persoalan pemukiman konsep integrasi ditinjau dari perbedaan
berkelanjutan di Indonesia (Lee, 2008). pendapatan dan perbedaan kelompok etnis di
Kota Semarang. Karsten membagi kota baru
Berbagai kebijakan dan program-program Candi menjadi tiga kategori, yaitu: rumah besar,
pengembangan perumahan dan permukiman di rumah kecil dan rumah sangat kecil (Pratiwo,
Indonesia selama ini di dominasi oleh 2005) dan Van Roosmalen (2005). Konsep ini
paradigma modernisasi yang bias. Kebijakan dikemukakan oleh Karsten pada tahun 1980-
perumahan dan permukiman di Indonesia an, selanjutnya dikembangkan oleh
diterapkan secara terpisah atau disebut model Kementerian Perumahan Rakyat dengan
dikotomik atau dualisme permukiman. Model konsep yang lebih populer dikenal yaitu
dualisme permukiman di Indonesia diterapkan “Konsep 1:3:6”. Konsep 1:3:6 artinya bahwa
oleh Kimpraswil yaitu target ketersediaan semua pengembang perumahan harus
perumahan formal 5 juta unit pada tahun 2019. membangun perumahan mengikuti aturan:
Pada tahun 2008 jumlah penduduk Indonesia setiap 1 unit rumah untuk menengah ke atas
sekitar 225 juta jiwa, ketersediaan jumlah (high income group), semestinya diikuti
kekurangan rumah (backlog) meningkat membangun 3 unit rumah untuk rumah untuk
menjadi 6 juta unit rumah, sedangkan kelas menengah (middle income group) dan 6
kebutuhan rumah meningkat menjadi 7,6 juta unit rumah untuk low income group.
unit (Bappenas, 2014). Berdasarkan total
kebutuhan perumahan formal hanya terpenuhi Pemerintah Kolonial Belanda telah
20% dari total kebutuhan secara nasional, mengimplementasikan konsep integrasi di
sedangkan 80% dipenuhi oleh masyarakat tahun 1939 melalui program perbaikan
secara swadaya. Artinya kecenderungan permukiman di Indonesia. Komisi perbaikan
bertambahnya backlog perumahan ini perlu permukiman telah merekomendasikan konsep
mendapatkan alternatif penyelesaian. integrasi sektor informal (permukiman kampung
dibangun oleh pribumi) dan sektor formal
Salah satu alternatif penyelesaian backlog (permukiman oleh dibangun pemerintah
perumahan ialah melakukan perbaikan kolonial) sebagai akar konsep integrasi ini
permukiman. Model perbaikan permukiman (Wertheim, 1958). Konsep perbaikan kampung
salah satunya ialah model integrasi ini di tahun 1968 telah mengalami revitalisasi
permukiman formal dan informal. Istilah oleh pemerintah Indonesia melalui proyek
integrasi mengandung arti memadukan secara Kampung Improvement Program (KIP). KIP
keseluruhan dari berbagai unsur-unsur atau telah dilaksanakan antara tahun 1972-1992 di
menyatukan unsur tertentu (Moelong, 2011). kota-kota besar Indonesia oleh World Bank
Model integrasi sebagai salah satu alternatif antara lain Jakarta, Bali, dan Surabaya.
Analisis Integrasi Permukiman (Shell): Model oleh beberapa sungai dan anak sungai; (4) kota
permukiman tepian sungai mengacu pada teori rawa; (5) sungai membelah kota pantai; (6)
macam-macam pola dan struktur kota tepian sungai membelah kota di ketinggian
sungai di Kalimantan oleh Budi Prayitno (2005) pegunungan; (7) sungai membelah kota danau;
terlihat pada Gambar 3. Terdapat 8 macam, dan (8) kota pantai yang berdekatan dengan
yaitu: (1) sungai membelah kota; (2) kota sungai. Karakteristik ini tentunya berbeda
berada di pinggiran sungai; (3) kota dibelah dengan satu dan lainnya.
Gambar 3. Struktur dan Pola Kota Tepian Sungai Kalimantan (Sumber: Prayitno, 2005)
Morfologi kampung pedesaan di tepi air dan kendala lingkungan. Pantai landai dengan
menurut Respati (1999 dalam Umar Lubis, ombak tenang akan lebih dominan dipakai
2009) membagi dua bagian pola permukiman, sebagai lokasi hunian dibanding dengan pantai
yaitu: (1) Kampung di pesisir pantai, pola curam. Struktur fisik lingkungan dominan
permukiman terbentuk karena adanya potensi
berperan sebagai lokasi; (2) Kampung di dominan dipakai sebagai lokasi hunian
sepanjang sungai. dibanding dengan pantai curam. Struktur fisik
lingkungan dominan berperan sebagai lokasi;
Karakteristik pola permukiman, untuk morfologi (2) Kampung di sepanjang sungai. Pola
kampung pedesaan di tepi air menurut Respati perkampungan di sepanjang sungai di
(1999 dalam Umar Lubis, 2009) membagi dua pedesaan menggunakan sungai sebagai
bagian pola permukiman, yaitu: (1) Kampung di sarana transportasi, mempunyai
pesisir pantai, pola permukiman terbentuk kecenderungan pola yang linier dengan
karena adanya potensi dan kendala lingkungan. orientasi mengikuti pola aliran sungai.
Pantai landai dengan ombak tenang akan lebih
permukiman formal karena memiliki Surat pada musin hujan, sedangkan pada musim
Keterangan Tanah (SKT). Rumah panggung kemarau tiang-tiang bangunan nampak kokoh
mempunyai tiang-tiang bangunan terendam air di atas tanah (Gambar 5).
Tabel 3 terlihat bahwa untuk rumah panggung bangunan, dan antara bangunan jalan titian
terdapat 88,4 % hunian memiliki 1 lantai, utama. Terdapat pula anak jalan titian yang
sedangkan sisanya sebesar 7,6 % memiliki 2 menghubungkan antara jalan titian utama
dengan bangunan. Konstruksi jalan titian utama
lantai untuk permukiman formal. Khusus untuk
ini terbuat dari kayu dengan lebar 1,5 - 2 meter,
rumah lanting yaitu permukiman informal dan Panjang mengikuti dari panjang jalur yang
seluruh hunian termasuk dalam wilayah di lalui dari tepian atas ke tepian sungai.
penelitian hanya memiliki 1 lantai saja. Ketinggian jalan titian utama dari permukaan
tanah 1 hingga 3 meter, dengan jalan bagian
Analisis Integrasi Infrastruktur: Akses utama luar sebagai patokan 0 meter. Kondisi jalan
yang menghubungkan kawasan permukiman titian tidak sama di semua bagian. Jalan titian
tepian sungai adalah jalan titian. Pada Gambar utama lebih bagus dan kokoh dari anak jalan
6. jalan titian menghubungkan antara tepian titian. Jalan titian utama pembangunannya di
atas pada Jalan Ahmad Yani dengan sungai. fasilitasi oleh Pemerintah daerah. Anak jalan
Jalan titian ini merupakan jalan yang di titian di bangunan dan bentuk dengan gotong
gunakan oleh masyarakat yang royong antara masyarakat.
menghubungkan antara bangunan dan
Pola jalan pada kawasan yang cenderung yang yang dibangun untuk akses kerumah
sederhana atau mudah dalam pembagian blok- dengan kualitas jalan yaitu jalan aspal; (2) Tipe
blok bangunan adalah linier. Berdasarkan 2 yaitu, jalan lingkungan terbuat dari cor beton
temuan di lapangan terdapat tiga tipe jalan di sepanjang rumah panggung dengan lebar yaitu
kawasan permukiman tepian sungai, yaitu: (1) 1,5-3m; dan (3) Tipe 3 yaitu jalan lingkungan
Tipe 1 yaitu, jalan utama dengan lebar jalan dengan lebar 60-1,5m terbuat dari kayu di
2,5-5m. Jalan utama membagi kawasan sepanjang permukiman Sungai Kahayan.
menjadi beberapa blok dan jalan-jalan kecil
Berdasarkan pada Tabel 4 di atas terlihat bersandar untuk bongkar/muat barang atau
bahwa untuk rumah panggung terdapat 61,6 % embarkasi/debarkasi penumpang. (2) Fasilitas
hunian mengakses ke jalan tipe 1 yaitu jalan ruang tunggu bagi pengantar dan penjemput;
(3) tersedia fasilitas kantin.
aspal, sedangkan 38,4% mengakses jalan tipe
2 yaitu cor beton. Rumah lanting, seluruh
Dermaga pada permukiman tepian sungai yang
hunian akses jalan adalah tipe 3 yaitu jalan
berukuran besar biasanya dibangun dengan
titian kayu sebesar 100%.
material kayu. Dermaga besar yaitu Dermaga
Rambang terlihat pada Gambar 7. terdiri dari
Analisis Integrasi Ekonomi: Secara umum
dua material dan konstruksi: (1) seluruhnya
integrasi ekonomi di akses dari sungai. Akses
ekonomi di kawasan tepian sungai terpusat di dengan konstruksi panggung; (2) sebagian
dermaga. Fungsi dermaga ialah: (1) sarana menggunakan konstruksi panggung dan
tambatan bagi alat transportasi sungai/air sebagiannya lagi menggunakan struktur
(kapal, kelotok, jukung dan speed boat) rakit/lanting.
Dermaga yang dibangun dengan konstruksi kapal-kapal kecil (kelotok atau jukung) di
panggung menyediakan tangga-tangga bagian belakang rumah. Dermaga kecil ini
bertiang untuk penumpang dari dan menuju biasanya bersifat privat dan bisa dianalogikan
area tambat kapal/perahu dan speed boat. sebagai tempat parkir/garasi pada rumah-
rumah di darat; (2) Fasilitas penampungan ikan
Dermaga yang berukuran kecil (5x5m – 6x6m) (keramba ikan); (3) tersedia fasilitas warung.
biasanya dibangun di belakang rumah
panggung dengan konstruksi rakit (terapung).
Fungsi dermaga kecil ialah: (1) tambatan untuk
Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa di rumah Untuk integrasi sosial di rumah lanting
panggung terdapat integrasi sosial di digunakan sebagai kegiatan pengajian/arisan
lingkungan permukiman didominasi oleh sebesar 61,5%. Kegiatan perkumpulan satu
kegiatan pengajian/arisan dan posyandu. daerah sebesar 20%, untuk kegiatan posyandu
Fasilitas sosial digunakan untuk kegiatan sebesar 23,1% dan untuk kegiatan
pengajian dan kegiatan Posyandu sebesar perkumpulan satu daerah sebesar 15,4%
38,5%, Kegiatan LKMD/PKK sebesar 15,4%, sedangkan untuk kegiatan LKMD/PKK tidak
serta kegiatan perkumpulan satu daerah hanya ada.
sebesar 7,6%,
bagian dari aktivitas kota ditunjukkan melalui internal (kampung) dengan eksternal (kota)
aktivitas internal masyarakat terhadap kegiatan akses dan ruang terbuka; (2) Konsep integrasi
perkotaan. Penelitian ini juga membuktikan ekonomi meliputi dua integrasi ekonomi pada
tentang keberadaan permukiman Kampung level ekonomi internal (aktivitas didalam
Kota telah diterima oleh pemerintah daerah Kampung) dan level ekonomi eksternal (level
sebagai kawasan dalam perencanaan kota, kota s/d internasional); (3) Konsep integrasi
contohnya telah dipetakan Kampung Kota sosial meliputi semua kegiatan sosial, termasuk
dalam peta tata ruang kawasan Kota Palangka kegiatansosial masyarakat
Raya. Kampung memberi kontribusi yang
signifikan dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan DAFTAR RUJUKAN
budaya Kota yang ditunjukan dalam
keanekaragaman kegiatan kampung dalam [1] Asdak. C,. 2007. Hidrologi dan
perkembangan kota tersebut. Pengelolaan DAS, Gadjahmada University
Press, Yogyakarta.
Analisis integrasi kampung merupakan analisis
yang menyeluruh menyangkut berbagai [2] Lee., F. (2006) Sustainable Cities
dimensi dari sebuah analisis yang rasional Development Antara Konsep dan
sebagai penyeimbang pembangunan antara Kenyataan. Real Estate, Jurnal
kota dan desa. Model integrasi diakui relatif Pengembangan Wilayah Kota, Vol. 2. No.
baru dan masih dalam tataran diskusi oleh para 2. Hal 9-12.
perencana kota. Tema model integrasi ini
sampai sekarang masih menimbulkan banyak [3] Maclaren, Virginia W (1996). Urban
perdebatan dan diskusi dikalangan para Sustainability Reporting. Journal of the
pembuat kebijakan mulai Thomas Karsten American Planning Association. Vol. 62,
(1917), Charles Abrams (1969), Turner (1971) No. 2.
dan World Bank (1975) apakah model ini
tergolong eksploitasi ataukah tergolong model [4] Moelong, Lexy J. 2011. Pengantar
pemberdayaan, kekuatan dari perumahan Metodologi Penelitian, Bandung
sektor informal?
[5] Pratiwo, P. 2005. The City Planning of
Model integrasi ini terjawab berdasarkan Semarang 1900-1970, in F. Colombijn, M.
metode analisa ekplorasi oleh Noor Hamidah Barwegen. Basundoro, P; dan Khusyairi, J.
(2015) dalam kasus Permukiman tepian Sungai A. (2005). Kota Lama Kota Baru, Ombak,
Kahayan, Kota Palangka Raya ditemukan Yogyakarta.
integrasi antara sektor formal dan informal
merupakan integrasi alami/budaya yang [6] Prayitno, B. 2005. A Sustainable
terbentuk dari suatu Kampung. Kampung Regenerative Study for Borneo Tropical
bukanlah hasil dari analisa sintetik berdasarkan Aquapolis Architecture. The 6th
pendekatan berpikir yang dikotomik. Kampung International Seminar on Sustainable
merupakan sebuah model yang berakar pada Environment and Architecture, ITB,
keberagaman budaya masyarakat yang ada. Bandung.
Lebih tepatnya model Compact Kampung ini
diartikan sebagai keanekaragaman sektor [7] Respati, 1999 dalam Umar Lubis Basauli,
formal dan informal merupakan integrasi 2009, Arsitektur Tei Air: Sebuah
alami/budaya yang terbentuk dari suatu Perwujudan Pola Bermukim, Prosiding
Kampung. Sebuah kampung adalah kehidupan Seminar Nasional 6789, Kearifan Lokal
dari sebuah kota, dimana terdapat kekuatan (Local Wisdom) dalam Perencanaan dan
hubungan/ keterkaitan internal (Kampung) dan Perancangan Ungkungan Binaan,
eksternal (Kawasan kota). Kesimpulan analisa Universitas Merdeka Malang, Malang,
eksplorasi model Compact Kampung adalah Indonesia.
merangkum tiga dimensi integrasi, yaitu: sosial,
ekonomi, dan fisik: (1) Konsep integrasi fisik
[8] Santoso, J. (2006). [Menyiasati] Kota [9] Salingaros, N. A. (2006). Compact city
tanpa Warga. Jakarta: Penerbit KPG dan replaces sprawl,
Centropolis.
[10] Graafland, & L. Kavanaugh. (eds). (2006).
Crossover: Architecture, urbanism,
technology. Rotterdam, Holland: 010
Publishers.